MARDANI HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X
Asrama SMA MTA Surakarta
The Relationship Assertive Behavior with Adjustment in Class X’s
Student SMA MTA Surakarta Boarding School
Irzia Roshida Mardani, Hardjono, Nugraha Arif Karyanta
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebalas Maret

ABSTRAK
Alternatif pendidikan yang ditawarkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas di antaranya adalah sekolah asrama. Siswa kelas X yang memasuki sekolah asrama
menghadapi perubahan dalam dirinya tanpa orang tua di lingkungan baru yang menuntut siswa
untuk hidup mandiri. Perubahan tersebut dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah.
Penyesuaian diri diperlukan untuk dapat mengatasi kebutuhan dalam dirinya, sehingga terwujud
keselarasan antara tuntutan dalam diri dengan harapan lingkungan sekitar. Perilaku asertif adalah
pengekspresian hak-hak pribadi secara positif yang juga menghargai hak orang lain. Adanya
perilaku asertif dalam diri siswa dapat meningkatkan hubungan antarpribadi dan interaksi dengan
orang lain, sehingga tercipta penyesuaian diri yang baik pada siswa.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara perilaku asertif dengan penyesuaian diri. Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X asrama SMA MTA Surakarta sejumlah 68 siswa. Sampling penelitian ini adalah
cluster random sampling. Instrumen yang digunakan adalah skala penyesuaian diri dengan jumlah
aitem valid 26 butir dan reliabilitas 0,854 serta skala perilaku asertif sejumlah 29 aitem valid
dengan reliabilitas 0,879.
Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment Pearson, diperoleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0,505; p = 0,000 (p < 0,05), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara
perilaku asertif dengan penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama SMA MTA Surakarta. Semakin
positif perilaku asertif, maka akan semakin tinggi penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama SMA
MTA Surakarta. Kontribusi perilaku asertif terhadap penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama
SMA MTA Surakarta sebesar 25,5%
Kata kunci: perilaku asertif, penyesuaian diri, siswa sekolah asrama

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kunci bagi suatu
bangsa untuk bisa menyiapkan masa depan dan
sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia
pendidikan dituntut memberikan respons lebih
cermat terhadap perubahan-perubahan yang
tengah berlangsung di masyarakat. Menurut

Widayati (2002), masyarakat menghendaki
adanya perkembangan total, baik dalam visi,
pengetahuan, proses pendidikan, maupun nilai-

nilai yang harus dikembangkan bagi peserta
didik, untuk menghadapi tantangan masa depan
yang semakin kompleks. Indonesia di masa
depan mengisyaratkan perlunya sumber daya
manusia yang kreatif, mandiri, inovatif, dan
demokratis. Maka dunia pendidikan harus
mempersiapkan dan menghasilkannya.
Alternatif pendidikan yang ditawarkan
untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas
berasrama.

di

antaranya


Transisi

adalah

memasuki

sekolah
sekolah
13

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

menengah atas dari sekolah menengah pertama perubahan yang terjadi dalam dirinya tanpa
merupakan sebuah pengalaman normatif yang orang tua di lingkungan baru yang menuntut
dialami siswa. Meskipun demikian, transisi siswa untuk hidup mandiri, yaitu di lingkungan
tersebut dapat menimbulkan stres karena siswa asrama. Transisi remaja ke sekolah asrama
akan menemui hal-hal yang baru di lingkungan menghadapkan

remaja


pada

perubahan-

sekolahnya, mulai dari teman, guru, peraturan perubahan dan tuntutan-tuntutan baru.
Salah satu sekolah asrama adalah SMA

sekolah, dan lain-lain. Ketika para siswa melalui

transisi dari sekolah menengah pertama menuju MTA Surakarta. Semua siswa yang berada di
sekolah menengah atas, mereka mengalami top- dalamnya adalah murid SMA MTA Surakarta.
dog phenomenon, kondisi perubahan dari siswa Berdasarkan

hasil

wawancara

yang

telah


yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di dilakukan dengan penanggung jawab asrama
sekolah menengah pertama, menjadi siswa yang SMA MTA Surakarta, dapat diketahui bahwa
paling muda, paling kecil, dan paling lemah di siswa kelas X berada dalam satu asrama dengan
sekolah menengah atas (Santrock, 2007). Hal kakak kelasnya. Setiap harinya siswa kelas X
seperti ini dialami oleh siswa kelas X SMA dituntut untuk berinteraksi dengan teman-teman
baru dan kakak kelasnya tersebut. Sebagai siswa

sehingga diperlukan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri merupakan salah satu kelas X yang berada dalam posisi yunior dan
persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan penghuni baru asrama, saat ini mereka masih
mental remaja. Banyak remaja yang menderita merasa canggung untuk berinteraksi dengan
dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam teman maupun kakak kelasnya, sehingga belum
hidupnya karena ketidakmampuannya dalam dapat menyesuaikan diri dengan baik. Salah satu
menyesuaikan diri. Kegagalan remaja dalam faktor

yang

menjadikan


siswa

mampu

melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan menyesuaikan diri di asrama dengan baik adalah
bahaya seperti tidak bertanggung jawab dan hubungan interpersonal yang baik pula dengan
mengabaikan pelajaran, sikap sangat agresif dan teman-teman maupun kakak kelasnya.
sangat yakin pada diri sendiri, perasaan tidak

Pada banyak remaja, peran teman sebaya

aman, merasa ingin pulang jika berada jauh dari merupakan aspek terpenting dalam kehidupan
lingkungan yang tidak dikenal, dan perasaan mereka. Teman sebaya mempunyai fungsi yang
hampir sama dengan orang tua, teman dapat

menyerah (Hurlock, 2006).
Sunarto

dan


Hartono

(2006) memberikan

ketenangan

ketika

mengalami

menjelaskan bahwa permasalahan penyesuaian kekhawatiran (Desmita, 2011). Hasil penelitian
diri di sekolah mungkin timbul ketika remaja yang dilakukan oleh Zakiyah, dkk. (2010)
mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, menunjukkan bahwa hubungan yang erat antar
baik sekolah lanjutan pertama maupun lanjutan siswa membuat hadirnya keluarga baru dalam
atas.

Terlebih

siswa


harus

menghadapi asrama, sehingga siswa merasakan kenyamanan
14

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

yang dirasakan di rumah. Siswa bisa saling Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
membagi masalah dengan teman-temannya. tertarik untuk mengetahui hubungan antara
Hubungan yang baik tersebut membuat siswa perilaku asertif dengan penyesuaian diri pada
mampu menyesuaikan diri dengan baik di siswa kelas X asrama SMA MTA Surakarta
dan melakukan penelitian yang berjudul:

asrama.
Siswa

yang

memiliki


hubungan “Hubungan antara Perilaku Asertif dengan

interpersonal yang baik dengan teman-temannya Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X Asrama
akan lebih dapat meyesuaikan diri di lingkungan SMA MTA Surakarta”.
asrama yang baru. Siswa kelas X merasa perlu

DASAR TEORI

menjalin hubungan interpersonal yang baik A. Penyesuaian Diri
dengan teman baru dan kakak kelasnya karena

Calhoun dan Acocella (1995) menyebutkan

menjalin hubungan yang baik dengan teman

bahwa penyesuaian diri adalah interaksi

dapat membuat siswa kelas X menyesuaiakan


individu yang terus-menerus dengan dirinya

diri dengan baik pula di lingkungan asrama.

sendiri, dengan orang lain, dan dengan

Mengembangkan dan menciptakan kemampuan

lingkungan sekitar tempat individu hidup.

komunikasi serta penyesuaian diri yang efektif

Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses

bukanlah mudah, salah satu cara yang dapat

sepanjang hayat (lifelong process) dan

dilakukan adalah dengan berperilaku asertif


manusia

terus-menerus

berupaya

(Setiono dan Pramadi, 2005).

menemukan

serta

tantangan

Perilaku asertif dapat menjadi solusi

mengatasi

hidup guna mencapai pribadi sehat (Sunarto

terbaik bagi siswa untuk dapat membela dan

dan Hartono, 2006).

mempertahankan dirinya dalam dunia baru

Hal ini diperjelas oleh Haber dan Runyon

dalam bentuk yang rileks, lebih menyenangkan,

(1984), bahwa penyesuaian diri merupakan

dan lebih sehat bagi perkembangan psikologis

proses

siswa karena dengan perilaku tersebut siswa

kehidupan

dapat menjalin hubungan interpersonal yang

lingkungan yang senantiasa berubah tanpa

baik dengan teman-teman barunya. Siswa yang

membuat kecewa diri sendiri maupun orang

memiliki perilaku asertif cenderung dapat

lain, merasa bersalah, takut, dan khawatir.

bekerja

untuk

Situasi dalam kehidupan selalu berubah.

mencapai tujuan yang lebih baik, dan dapat

Individu mengubah tujuan dalam hidupnya

meningkatkan harga diri (Hamoud, dkk., 2011).

seiring dengan perubahan yang terjadi di

Selain itu menurut Korsgaard, dkk. (dalam

lingkungannya.

Zengel, 2009), kemahiran dalam ketrampilan

Schneiders

asertif dapat meningkatkan hubungan antar

penyesuaian diri merupakan suatu proses

pribadi dan interaksi dengan orang lain.

yang mencakup respons mental dan tingkah

sama,

dapat

berkembang

yang

terus

individu

(1964)

berlangsung
dalam

dalam

menghadapi

berpendapat

bahwa

15

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

laku individu, yaitu individu berusaha keras

e. Hubungan interpersonal yang baik.

agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi B. Perilaku Asertif
karena

terhambatnya

dalam

Kata asertivitas berasal dari bahasa inggris

dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan

to assert yang diartikan sebagai suatu

keharmonisan antara diri sendiri dengan

ungkapan yang menyatakan suatu sikap

lingkungannya.

positif yang dinyatakan dengan tegas atau

Berdasarkan beberapa pengertian di atas,

berterus terang (Fensterheim & Baer, 1980).

dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri

Myers dan Myers (1992) mengemukakan,

merupakan proses mental dan tingkah laku,

bahwa asertivitas adalah mempertahankan

yaitu

dapat

hak-hak pribadi dengan suatu cara yang

dalam

tidak melanggar ataupun mengancam hak

dirinya, konflik-konflik dan frustrasi yang

orang lain. Lebih lanjut, Myers juga

dialami,

keselarasan

mendefinisikan asertivitas sebagai tindakan

antara tuntutan dalam diri dengan harapan

mengekspresikan perasaan dan keyakinan

lingkungan sekitar.

secara terbuka, langsung, jujur, dan dengan

individu

mengatasi

kebutuhan

berusaha

untuk

kebutuhan-kebutuhan

sehingga

Faktor-faktor

terwujud

yang

mempengaruhi

cara yang sesuai.

penyesuaian diri terbagi menjadi dua, yaitu

Perilaku asertif merupakan kemampuan

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

untuk mempromosikan kesetaraan dalam

internal terdiri atas hereditas dan konstitusi

hubungan manusia, yang memungkinkan

fisik, sistem utama tubuh, kesehatan fisik,

individu

kemauan dan kemampuan untuk berubah,

kepentingan

pengaturan diri, realisasi diri, inteligensi,

membela diri sendiri tanpa kecemasan yang

belajar, pengalaman, latihan, determinasi

tidak semestinya, untuk mengekspresikan

diri, dan lingkungan. Faktor eksternal terdiri

perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk

atas

menerapkan

lingkungan

keluarga,

lingkungan

untuk

bertindak

individu

hak-hak

sendiri,

pribadi

menurut
untuk

tanpa

sekolah, lingkungan masyarakat, agama, dan

menyangkal hak-hak orang lain (Alberti &

budaya.

Emmons, 2002).

Aspek-aspek penyesuaian diri menurut

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik

Haber dan Runyon (1984), yaitu:

kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah

a. Persepsi terhadap realitas

pengekspresian

b. Kemampuan

mengatasi

stres

dan

kecemasan

hak-hak

pribadi

secara

positif yang juga menghargai hak orang lain.
Terdapat perbedaan antara perilaku asertif,

c. Gambaran diri yang positif

nonasertif, dan agresif. Perilaku asertif

d. Kemampuan mengekspresikan emosi

sebuah pengekspresian perasaan yang jujur

dengan baik

tanpa menyakiti orang lain, sehingga sama16

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

sama mencapai tujuan. Perilaku nonasertif atas 40 siswa untuk pelaksaan uji coba dan
berarti individu telah menyangkal ekspresi empat kelas, yaitu kelas X-3, X-4, X-7, dan X-9
dirinya dan tidak menunjukkan perasaannya. yang terdiri atas 68 siswa untuk pelaksanaan
Individu tersebut kerap merasa disakiti dan penelitian.
Metode

cemas karena membiarkan orang lain untuk
memilih,

sehingga

tujuannya

sendiri.

menciptakan
perasaannya

Perilaku

terkesan

data

dengan

mencapai menggunakan alat ukur berupa skala psikologi

jarang

peningkatan

pengumpulan

diri

ekspresif,

agresif dengan jenis skala Likert. Terdapat dua skala
dan psikologi

yang

digunakan,

yaitu

skala

namun penyesuaian diri dan skala perilaku asertif.
Skala Penyesuaian Diri dalam penelitian

menyakiti orang lain di dalam prosesnya

dengan membuat pilihan bagi mereka ini berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri
yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon

sendiri.
Aspek-aspek

perilaku

asertif

yang

(1984),

yaitu:

persepsi

terhadap

realitas,

dikemukakan oleh Alberti dan Emmons

kemampuan mengatasi stres dan kecemasan,

(2002), yaitu:

gambaran

a. Mempromosikan

kesetaraan

dalam

hubungan manusia

diri

yang

positif,

kemampuan

mengekspresikan emosi dengan baik, dan
memiliki hubungan interpersonal yang baik.
Skala Perilaku Asertif dalam penelitian

b. Bertindak menurut kepentingan sendiri
c. Membela diri sendiri

ini dimodifikasi dari skala perilaku asertif

d. Mengekspresikan perasaan dengan jujur

Kusumawati (2012) berdasarkan aspek-aspek

dan nyaman

perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti

e. Menerapkan hak-hak pribadi

dan

f. Tidak menyangkal hak-hak orang lain.

mempromosikan kesetaraan dalam hubungan

METODE PENELITIAN

Emmons

manusia,

(2002),

bertindak

yaitu

menurut

terdiri

atas:

kepentingan

Populasi yang menjadi responden dalam sendiri, membela diri sendiri, mengekspresikan
penelitian ini adalah siswa kelas X asrama SMA perasaan dengan jujur dan nyaman, menerapkan
MTA Surakarta berjumlah 225 siswa, yang hak-hak pribadi, dan tidak menyangkal hak-hak
terbagi dalam 10 kelas. Teknik pengambilan orang lain.
sampel yang digunakan dalam penelitian ini

HASIL- HASIL

adalah teknik cluster random sampling. Sampel 1. Uji Normalitas
dalam penelitian ini adalah cluster sampel yaitu
Pengujian normalitas dalam penelitian ini
sampel yang sudah dikelompokkan, yang
menggunakan
teknik
one-sample
dimaksud sebagai kelompok dalam penelitian
Kolmogorov Smirnov Test (ks-z). Uji
ini adalah kelas. Penelitian ini menggunakan

normalitas pada variabel penyesuaian diri

dua kelas, yaitu kelas X-5 dan X-8 yang terdiri

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,776 (p
17

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

> 0,05). Uji normalitas pada variabel

Product and Service Solution (SPSS) versi

perilaku asertif diperoleh nilai signifikansi

17.0, menghasilkan angka R² = 0,615 atau

0,957 (p > 0,05). Berdasarkan keterangan

dapat dikatakan bahwa kontribusi perilaku

tabel di atas bisa diketahui bahwa variabel

asertif terhadap penyesuaian diri ialah

penyesuaian

sebesar 61,5%.

diri

dan

perilaku

asertif

berdistribusi normal.

PEMBAHASAN

2. Uji Linearitas
Pengujian linearitas dalam penelitian ini
menggunakan

test

for

liniearity.

Uji

linearitas hubungan antara perilaku asertif
dengan penyesuaian diri diperoleh Sig. pada
kolom

linearity

sebesar

0,000.

Nilai

signifikan yang dihasilakan kurang dari 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa antara
variabel perilaku asertif dengan penyesuaian
diri terdapat hubungan yang linear.

Pengujian dilakukan dengan teknik korelasi
product moment Pearson. Hasil analisis
menunjukkan bahwa besarnya koefisisen
korelasi antara variabel perilaku asertif
dengan penyesuaian diri ialah sebesar 0,785
dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
diterima,

sehingga

dapat

dinyatakan bahwa ada hubungan positif
yang kuat antara perilaku asertif dengan
penyesuaian diri. Nilai r yang positif (+)
menunjukkan arah hubungan ini yang
bersifat positif.
Kontribusi

perilaku

penelitian

ini

menunjukkan

diterimanya

hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan
positif yang signifikan antara perilaku asertif
dengan penyesuaian diri pada siswa kelas X
asrama SMA MTA Surakarta. Berdasarkan hasil
analisis dengan menggunakan teknik korelasi
Product

Moment

Pearson

diperoleh

koefisien korelasi sebesar r = 0,785,

nilai
p=

0,000 (p < 0,05). Hal ini menandakan bahwa

3. Uji Hipotesis

penelitian

Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis

semakin tinggi perilaku asertif, maka akan
semakin tinggi pula penyesuaian diri pada siswa
kelas

X

asrama

SMA

MTA

Surakarta.

Sebaliknya semakin rendah perilaku asertif,
maka semakin rendah pula penyesuaian diri
pada siswa kelas X asrama SMA MTA
Surakarta.
Menurut Yong (2010), seseorang yang
memiliki perilaku asertif yang tinggi, ditandai
dengan kemampuan untuk mengekspresikan
emosi,

mempertahankan

tujuan,

dan

membangun hubungan interpersonal yang saling
menguntungkan. Individu yang berperilaku
asertif akan mampu menegaskan dirinya sendiri

asertif

terhadap

penyesuaian diri dapat diketahui dengan
melihat koefisien determinan, yaitu R² (R
Square). Nilai R² yang dicari dengan
menggunakan bantuan program Statistical

dan ketegasan inilah yang mendorong seseorang
untuk menjalin hubungan yang lebih baik. Hal
ini

menjadikan

meningkatkan

siswa

kelas

penyesuaian

X

mampu

diri

dengan

lingkungan barunya. Apabila individu dapat
18

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

menyelaraskan tuntutan dalam dirinya dengan pilihannya,

dan

bertanggung

jawab

atas

tuntutan lingkungannya dengan cara-cara yang tindakannya. Keadaan seperti ini tidak mungkin
dapat diterima lingkungan, maka individu tercapai tanpa perilaku asertif (Calhoun &
tersebut memiliki kemampuan penyesuaian diri Acocella, 1995).
Pada penelitian ini didapatkan nilai

yang baik (Desmita, 2011).

Sedangkan seseorang yang memiliki koefisien determinan sebesar R2 = 0,615. Hal ini
perilaku asertif yang rendah akan mengalami menunjukkan bahwa kontribusi perilaku asertif
kesulitan dalam

menempatkan diri

dalam terhadap penyesuaian diri ialah sebesar 61,5%.

kehidupannya, merugikan diri sendiri karena Hal ini menandakan bahwa perilaku asertif
tidak

jujur

dalam

mengungkapkan mampu menjadi salah satu prediktor bagi

kebutuhannya, tidak berdaya, kepercayaan diri penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama
berkurang, dan terjadi kecemasan di dalam SMA

MTA

Surakarta.

Sebanyak

38,5%

dirinya (Calhoun & Acocella, 1995). Menurut penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama
Lloyd (1991), individu yang tidak berperilaku SMA MTA Surakarta dipengaruhi oleh berbagai
asertif dan cenderung bersikap agresif akan faktor yang lain. Faktor-faktor lain yang
mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan mempengaruhi penyesuaian diri antara lain
yang

baik

dengan

orang

lain.

Hal

ini seperti yang telah diungkapkan Schneiders

dikarenakan individu yang bersikap agresif (1964) yaitu, faktor keadaan fisik, psikologis,
menempatkan

keinginan,

kebutuhan,

dan perkembangan dan kematangan, lingkungan,

haknya di atas orang lain. Individu berusaha agama dan budaya.
menuruti

kemauannya

dengan

tidak

Berdasarkan kategorisasi data deskriptif

memberikan pilihan kepada orang lain, sehingga yang dilakukan pada skala penyesuaian diri
tidak dapat menyesuaiakan diri dengan baik.
Hal

ini

berarti

perilaku

diperoleh hasil 58,8% siswa kelas X asrama

asertif SMA MTA Surakarta memiliki penyesuaian diri

dibutuhkan siswa dalam menghadapi perubahan yang

tinggi.

41,2%

tergolong

memiliki

dan tuntutan pada tahun pertama sekolah penyesuaian diri yang sedang, dan 0% memiliki
asrama. Seperti hasil penelitian yang dilakukan penyesuaian diri yang rendah, sehingga dapat
oleh Zakiyah, dkk. (2010), hubungan yang erat disimpulkan bahwa secara umum siswa kelas X
dan

baik

membuat

siswa

mampu asrama

SMA

MTA

Surakarta

memiliki

menyesuaiakan diri dengan baik di asrama. penyesuaian diri yang baik.
Salah satu cara untuk menciptakan hubungan

Selanjutnya, kategorisasi data deskriptif

yang baik tersebut adalah dengan perilaku yang dilakukan pada skala perilaku asertif
asertif (Gunarsa, 2007). Orang yang dapat diperoleh hasil 76,5% siswa kelas X asrama
menyesuaiakan diri dengan baik adalah orang SMA MTA Surakarta memiliki perilaku asertif
yang

dapat

memilih

dan

melaksanakan yang tinggi. 23,5% tergolong memiliki perilaku
19

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

asertif yang sedang, dan 0% memiliki perilaku pada siswa kelas X asrama SMA MTA
asertif yang rendah, sehingga dapat disimpulkan Surakarta. Sebaliknya, semakin rendah perilaku
bahwa secara umum siswa kelas X asrama SMA asertif, maka semakin rendah pula penyesuaian
MTA Surakarta memiliki perilaku asertif yang diri pada siswa kelas X asrama SMA MTA
Surakarta.

tinggi.
Secara

umum

hasil

penelitian

ini B. Saran

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan

antara

perilaku

asertif

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

dengan dapat memberikan beberapa saran sebagai

penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama berikut:
SMA MTA Surakarta. Kelebihan penelitian ini 1. Untuk Siswa
adalah belum adanya peneliti yang melakukan

Untuk siswa dengan perilaku asertif dalam

penelitian tentang penyesuaian diri dengan

tingkat sedang diharapkan mengembangkan

variabel perilaku asertif yang dilakukan pada

perilaku asertif dalam rangka meningkatkan

siswa kelas X asrama.

penyesuaian

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan

dilakukan dengan cara bersikap terbuka

dalam penelitian ini, yaitu jumlah subjek masih

pada perasaan diri sendiri tanpa harus

berada dalam lingkup yang kecil, perlu

menyakiti atau melanggar hak-hak orang

dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah

lain. Sedangkan, bagi siswa dengan perilaku

subjek lebih banyak dan ruang lingkup yang

asertif

lebih luas. Selain itu, kurangnya kontrol

mempertahankannya.

terhadap variabel yang dapat mempengaruhi

diri.

Hal

tinggi

tersebut

diharapkan

dapat

dapat

2. Untuk Sekolah

penyesuaian diri, antara lain keadaan fisik,

Bagi pihak-pihak sekolah terkait yang

psikologis, perkembangan dan kematangan,

bertanggung jawab terhadap permasalahan-

lingkungan, agama dan budaya.

permasalahan

yang

dialami

siswa

diharapkan dapat membantu siswa dengan
tingkat perilaku asertif dan penyesuaian diri

PENUTUP

dalam

A. Kesimpulan
Berdasarkan

hasil

penelitian

yang

diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan

positif

yang

signifikan

anatara

perilaku asertif dengan penyesuaian diri pada
siswa kelas X asrama SMA MTA Surakarta.
Hal ini ditunjukkan dengan r = 0,785, p = 0,000
(p < 0,05). Semakin tinggi perilaku asertif,
maka akan semakin tinggi pula penyesuaian diri

katagori

sedang

untuk

dapat

mengembangkan

perilaku

asertif

serta

perlakuan-perlakuan

yang

memberikan
sesuai

sebagai

upaya

meningkatkan

penyesuaian diri siswa. Perilaku asertif pada
siswa

dapat

ditingkatkan

dengan

cara

melakukan pelatihan asertif.
3. Untuk Peneliti Lain
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik
20

MARDANI / HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

untuk mengadakan penelitian dengan tema
yang

sama,

memperluas

diharapkan
ruang

untuk

lingkup

lebih

sehingga

responden yang terlibat dalam penelitian
jumlahnya lebih besar. Selain itu, dapat
melakukan kontrol terhadap variabel yang
dapat
antara

mempengaruhi
lain

perkembangan

keadaan

penyesuaian diri,
fisik,

dan

psikologis,
kematangan,

lingkungan, agama dan budaya.

Kecemasan Komunikasi Interpersonal
pada Siswa Kelas X SMA Al Islam I
Surakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Lloyd, S.R. 1991. Mengembangkan Perilaku
Asertif yang Positif. Budiyanto (pen).
Jakarta: Binarupa Aksara.
Myers, G.E., & Myers, M,T. 1992. The
Dynamics of Human Communication.
USA: McGraw-Hill, Inc.
Santrock, J.W. 2007. Remaja. Edisi ke-11.
Jakarta : Erlangga.

DAFTAR PUSTAKA
Alberti, R., dan Emmons, M. 2002. Your
Perfect Right: Hidup Lebih Bahagia
dengan Mengungkapkan Hak. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjustment
and Mental Health. New York: Rinehart
and Winston.

Setiono, V., dan Pramadi, A. 2005. Pelatihan
Asertivitas dan Peningkatan Perilaku
Asertif Pada Siswa-Siswi SMP. Anima:
Calhoun, J.F., dan Acocella, J.R. 1995.
Indonesian Psychological Journal. Vol.
Psikologi tentang Penyesuaian dan
20, No. 2, 149-168.
Hubungan Kemanusiaan. Satmoko (pen).
Edisi ke-3. Semarang: IKIP Semarang Sunarto, H., dan Hartono, B.A. 2006.
Press.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Cetakan ke-3. Bandung: Widayati, C.S. 2002. Reformasi Pendidikan
PT Remaja Rosdakarya.
Dasar . Jakarta : Grasindo.
Fensterheim, H., dan Bear, J. 1980. Jangan Yong, F.S. 2010. A Study on The Assertiveness
Bilang Ya Bila Anda Akan Mengatakan
and Academic Procrastination of English
Tidak. Jakarta: Gunung Jati.
and Communication Student at a Private
University. American Journal of Scientific
Gunarsa, S.D. 2007. Konseling dan Psikoterapi.
Research. Issue. 9, 62-72.
Jakarta: Gunung Mulia.

Haber, A., & Runyon, R.P. 1984. Psychology of Zakiyah, N., Hidayati, F.N.R., dan Setyawan, I.
2010. Hubungan Antara Penyesuaian Diri
Adjustment. Illinois: The Dorsey Press.
dengan Prokrastinasi Akademik Siswa
Sekolah Berasrama SMP N 3 Peterongan
Hamoud, S.A., Dayem, S.A.E., dan Ossman,
Jombang. Jurnal Psikologi Undip. Vol. 8,
L.H. 2011. The Effect of an Assertiveness
No. 2, 156-167.
Training Program on Assertiveness skills
and Self-Esteem of Faculty Nursing
Students. Journal of American Science. Zengel, M. 2009. The Effectiveness of an
Assertiveness Training Programme on
Vol. 7, No.12.
Adolescent’s Assertiveness Level. Journal
Elementary Education Online. Vol. 8, No.
Hurlock, E.B. 2006. Psikologi Perkembangan
2, 485-492.
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi ke5. Jakarta : Erlangga.
Kusumawati, Nike. 2012. Hubungan antara
Konsep Diri dan Asertivitas dengan
21