Isi dampak korupsi bagi pembangunan bang

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam
yang tersedia,namun dilihat secara nyata,rakyat Indonesia banyak yang
menderita.penderitaan ini seperti :kemiskinan,kelaparan, dan kesengsaraan.
Penderitaan yang dijalani rakyat tidak lain dan tidak bukan adalah dampak dari
otonomi daerah yang kurang tersruktur.hal ini di karenakan rendahnya moral –
moral para pejabat yang memegang kekuasaan di Indonesia. Rendahnya moral
para pejabat yang ada di Indonesia menyebabkan Indonesia menempati rangking
ke-3 dalam Negara terkorub di dunia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa
Indonesia sebagai Negara yang memiliki kekayaan lebih.
Saat ini,korupsi di Indonesia sudah mencapai puncaknya,setiap pejabat tinggi
yang di periksa,pasti terlibat korupsi. Jika hal ini tidak di tanggapi dengan serius
maka Negara Indonesia tidak akan mencapai puncak emas seperti yang di cita –
cita kan dalam penukaan undang – undang dasar 1945.
Permasalahannya adalah,apakah korupsi di Indonesia dapat teratasi. Maka
dengan penyusunan makalah ini,saya akan mengunggakap hal – hal yang
berkaitan dengan korupsi yang ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?

2. Mengapa tindakan korupsi dapat terjadi?
3. Apakah dampak dari tindakan korupsi?
4. Bagaimana upaya atau tindakan yang harus dilakukan dalam menanggapi
korupsi?

1

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tindakan korupsi terjadi
3. Untuk mengetahui dampak dari tindakan korupsi
4. Untuk memberikan wawasan upaya yang perlu dilakukan dalam menanggapi
korupsi

2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Korupsi menurut Prof Sumitro Djojohadikusumo adalah kebocoran
terhadap dana pembangunan sekitar 30 persen pada tahun 1989 sampai dengan 1993

dari total investasi, jumlah tersebut sekitar Rp 12 triliun. Yang dimaksud dengan
kebocoran ialah pemborosan (inefisiensi ekonomi) atas penggunaan sumber daya
ekonomi. Menurut Sumitro, ada beberapa penyebab kebocoron. Pertama, karena
investasi yang ditanamkan dalam infrastruktur dengan masa pengembalian cukup
lama. Kedua, lemahnya penggarapan dan perawatan proyek investasi. Ketiga, adanya
penyimpangan dan penyelewengan.
Dampak korupsi menurut Evi Hartanti yaitu berkurangnya kepercayaan terhadap
pemerintah, hal ini disebabkan karena pejabat pemerintah melakukan korupsi.
Disamping itu, negara lain juga lebih mempercayai negara yang pejabatnya bersih
dari korupsi, baik dalam kerja sama di bidang ekonomi, politik maupun dalam bidang
lainnya. Hal ini mengakibatkan pembangunan ekonomi serta mengganggu stabilitas
perekonomian negara dan stabilitas politik.
Menurut Evi Hartanti dampak korupsi yang berikutnya adalah menyusutnya
pendapatan negara. Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari dua
sektor, yaitu pada penerimaan pajak dan pungutan bea. Pendapatan negara dapat
berkurang apabila tidak diselamatkan dari para pelaku korupsi yang dilakukan oleh
oknum pejabat terhadap penyelundupan dan penyelewengan pada sektor-sektor
penerimaan negara tersebut.
Dampak korupsi lebih lanjut dikemukakan oleh Evi Hartanti yaitu hukum tidak
lagi dihormati. Negara kita merupakan negara hukum yang segala sesuatu harus


3

didasarkan pada hukum. Cita-cita untuk menggapai tertib hukum tidak akan terwujud
apabila para penegak hukum melakukan tindak pidana korupsi, sehingga hukum tidak
lagi dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak lagi diindahkan oleh masyarakat.
Lebih lanjut Evi mengatakan dampak korupsi selanjutnya ialah berkurangnya
kewibawaan pemerintah dalam masyarakat. Apabila banyak dari pejabat pemerintah
yang melakukan penyelewenangan keuangan negara, masyarakat akan besikap apatis
terhadap segala tindakan dan anjuran pemerintah. Sifat apatis masyarakat ini yang
mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan mengganggu stabilitas keamanan
negara.
Dampak korupsi selanjutnya menurut Evi Hartanti yaitu rapuhnya keamanan dan
ketahanan negara. Keamanan dan ketahanan negara akan menjadi rapuh apabila para
pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak memaksakan
ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan menggunakan penyuapan
sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya. Dampak dari korupsi ini juga
mengakibatkan pada berkurangnya loyalitas masyarakat terhadap negara.
Evi mengatakan bahwa dampak korupsi berikutnya adalah terjadi perusakan
mental pribadi. Seseorang yang sering melakukan penyelewengan dan

penyalahgunaan wewenang, mentalnya akan menjadi rusak. Hal ini mengakibatkan
segala sesuatu dihitung dengan materi dan akan melupakan segala yang menjadi
tugasnya dan hanya melakukan perbuatan atau tindakan yang bertujuan untuk
menguntungkan dirinyaataupun orang lain yang dekat dengan dirinya. Yang lebih
berbahaya lagi, jika tindakan korupsi ini ditiru atau dicontohkan oleh generasi muda
Indonesia.
Juniadi Soewartojo mengatakan bahwa dampak korupsi terhadap perekonomian dan
pembangunan nasional pada umumnya dipandang negatif. Dengan korupsi akan
berakibat pada pemborosan keuangan atau kekayaan negara maupun swasta, yang
tidak terkendali penggunaannya karena berada di tangan para pelakunya yang besar

4

kemungkinan disalurkan untuk keperluan-keperluan yang bersifat konsumtif. Korupsi
dapat menghambat pula pertumbuhan dan pengembangan wiraswasta yang sehat dan
disamping itu tenaga profesional kurang atau tidak dimanfaatkan pada hal yang
potensial bagi pertumbuhan ekonomi.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa korupsi pada dasarnya merupakan pajak tidak
langsung yang harus dipikul oleh masyarakat, khususnya para konsumen. Hal ini
disebabkan bahwa biaya yang harus dipikul pengusaha untuk keperluan mesin

korupsi akan dibebankan pada konsumen dengan meningkatkan atau menaikkan
harganya. Inefisiensi dalam birokrasi administrasi negara merupakan akibat tindakan
korupsi para pejabat atau pegawai. Apabila keadaan demikian berlanjut, hal ini dapat
menimbulkan dan menyuburkan apatisme masyarakat pada umumnya serta
militanisme pada ekstrimis oposan pemerintah yang berkuasa. Krisis kepercayaan
kepada para pejabat atau pemegang kekuasaan atau pemerintah sulit untuk
dihindarkan. Situasi yang demikian ini akan dapat mematangkan suatu revolusi atau
perubahan sosial lainnya.
Kekhawatiran mengenai dampak korupsi yang menjalar dan bersifat endemis
memang cukup beralasan dengan bahayanya terhadap kelangsungan hidup bangsa
dan negara yang bersangkutan. Meskipun terdapat penggunaan istilah bahwa korupsi
telah membudaya atau korupsi dewasa ini telah merupakan kebudayaan korupsi atau
ungkapan lainnya, mungkin hal ini terlampau mendramatisasikan keadaan yang
sebenarnya. Namun demikian, perlu diperhatikan jika Bung Hatta salah seorang
proklamator pernah mengkonstatir bahwa korupsi bisa-bisa akan membudaya jika
dibiarkan terus, memang penanganan secara serius perlu ditingkatkan.

5

BAB 3

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corruptio atau Corruptus. Kemudian, muncul
dalambahasa Inggis dan Prancis Corruption, dalam bahasa Belanda Korruptie,
selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Korupsi. Alatas (1987),
menandaskan esensi korupsi sebagai pencurian melalui penian dalam situasi yang
mengkhianati kepercayaan. Korupsi merupakan perwujudan immoral dari dorongan
untuk memperoleh seseatu dengan metode pencurian dan penipuan. Titik penting
yang ingin diletakkkannya di sini, juga mencakup dua bentuk korupsi yang sulit
untuk dimasukkan dalam kebanyakan peristilahan korupsi, yaitu nepotisme dan
korupsi otoganik. Sementara Bank Dunia membatasi pengertian korupsi hanya pada,
“Pemanfaatan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.” Ini merupakan
definisi yang sangat luas dan mencakup 3 unsur korupsi yang digambarkan dalam
akronim KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme diatur secara limitatif dalam Pasal 1 butir 3 Undang – Undang No.28
tahun 1999 yang memberi pengertian Korupsi yaitu “Korupsi adalah tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang – undangan yang mengatur
tentang tindak pidana korupsi.”
“Korupsi” adalah penyalahgunaan kekuasaan, wewenang, dan jabatan atau

kedudukan yang memberikan keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang menimbulkan kerugian Negara atau perekonomian Negara atau pihak
lain dirugikan.

6

Arti “Tindak Pidana Korupsi” telah dirumuskan secara normatif dan tegas
dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 dengan pengertian adalah
“Perbuatan – perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara
melawan hukum dalam pengertian formil dan materil”, maka arti melawan hukum
yang terjadi dalam tindak pidana korupsi juga mencakup perbuatan- perbuatan yang
tercela yang dirasakan oleh masyarakat dan terhadap pelakunya harus diadili dan
dipidana apabila terbukti disidang Pengadilan.
Sementara itu perbuatan korupsi sebagai tindak pidana formil bearti : Suatu
perbuatan walaupun resiko akibat dari kerugian Negara tersebut pelaku telah
mengembalikan kepada Negara, namun pengembalian tersebut tidaklah menghapus /
menghilangkan / meniadakan unsur perbuatan pidananya, dengan pengertian terhadap
pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan kesidang Pengadilan dan apabila terbukti
perbuatannya tetap dipidana, sedangkan pengembalian keuangan Negara tersebut
hanya bersifat meringankan pelaku sesuai Pasal 4 Undang – Undang 31 Tahun 1999.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tindak Korupsi
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13
pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 yang telah di ubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal – pasal
tersebut terdapat 30 tindakan yang dapat di kategorikan sebagai tindak korupsi.
Namun secara ringkas, rindakan – tindakan tersebut dapat di kelompokkan sebagai
berikut :
1. kerugian keuangan Negar
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

7

7. Gratifikasi.
Paling tidak ada lima jenis potensi masalah penyebab korupsi yang
merupakan lapisan paling bawah dari gunung es korupsi, yaitu:
1. Sistem yang biasa diatur dalam perundangan-undangan, Standar Profesi,

Standard Operating Procedure (SOP),
2. Integritas moral dari pejabat atau petugas yang mengawaki suatu jabatan dan
masyarakat pada umumnya,
3. Tingkat kesejahteraan karyawan yang dimanifestasikan pada tingkat
pendapatan (remunerasi) yang belum rasional. Pendapatan yang cukup untuk
menghidupikeluarga, menyekolahkan anak, berobat, dan berekreasi secara
sederhana,
4. Tingkat Pengawasan (baik internal control, social control, maupun
selfcontrol)
5. Budaya taat pada hukum (aturan)
Sistem yang biasa diatur dalam perundangan-undangan. Aturan atau
perundangan-undangan bias berlaku efektif dalam masyarakat apabila memenuhi tiga
persyaratan, yaitu:
1. Secara filosofis benar, dalam arti tujuan dibuatnya suatu aturan atau undangundang itu benar, tidak bertentangan dengan tujuan yang lebih tinggi atau
tujuan berbangsa dan bernegara
2. Secara yuridis benar, dakam arti aturan itu dibuat didasarkan pada aturan
pembuatan suatu undang-undang yang benar sehingga tidak bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi
3. Secara sosiologis benar, dalam arti dapat diterima oleh masyarakat luas.
Apabila sistem yang dibuat hanya untuk kepentingan golongan(yang sedang

berkuasa saja) akan menumbuhkan potensi konflik, sekaligus menimbulkan
potensi korupsi oleh pejabat yang sedang berkuasa.

8

Integritas moral merupakan faktor yang subjektif dan situsional yang
terbentuk sejak lama, dimulai melalui pendidikan sejak masih kecil, bahkan ada yang
mengatakan sejak dalam kandungan ibunya. Faktor ini terbentuk oleh lingkungan, di
samping faktor bakat yang diturunkan (heriditer). Kedua-duanya saling mendukung.
Penghasilan sebagian besar pegawai, pejabat negara dan masyarakat kita
masih tidak rasional. Apabila kebutuhan hidupnya lebih besar dari pada
penghasilannya, maka mereka akan mencari penghasilan secara terselebung (hidden
income). Misalnya dalam bentuk pungli, uang semir, uang jago atau uang keamanan,
uang pelicin, pemerasan, penipuan, suap – menyuap, penggelapan, pencurian,
perampokan, dan korupsi, serta bentuk-bentuk kejahatan lainnya dalam segenap
bidang kehidupan masyarakat. Memang, dengan pemberian gaji yang rasional tidak
serta merta menjamin seseorang tidak melakukan korupsi. Tetapi ini palig tidak bias
mengurangi, bahkan apabila tertangkap, pemimpin dapat langsung bias menindak
tegas.
Pengawasan memberikan andil yang tidak sedikit terhadap terjadinya

korupsi. Ada beberapa kelemahan yang dimiliki aparat pengawasan antara lain:
1) Unit organisasi pengawasan di bawah kendali pemimpin
organisasi. Ini akan lebih efektif apabila tidak seperti itu
bentuknya, dalam arti unit organisasi pengawasan harus lebih
independ3n, seperti halnya Her Majesty inspector di Inggris ada di
bawah perdana menteri (kepala pemerintahan);
2) Integritas petugas pengawas harus baik sehingga tidak terkooptasi
oleh koruptor;

9

3) Sikap dan perilaku dari petugas inspektorat atau badan
pengawasan yang belum sepenuhnya didasarkan pada aturanaturan atau kode etik yan berlaku;
4) Kompetensi petugas sesuai dengan bidang imu yang dimilikinya
dan sesuai dengan yang diperlukan dalam melakukan pengawasan;
5) Persepsi terhadap tugas pengawasan yang dianggap kurang penting
dalam suatu organisasi sehingga perhatian segenap pihak tidak
optimal terhadap upaya pengawasan;
6) Pemimpin unit organisasi pengawasan sebaiknya jangan dipilih
orang yang “busuk”. Pepatah jepang yang mengataakan bahwa
ikan mulai busuk dari kepala memang ada benarnya.
Budaya taat pada hukum adalah faktor potensi masalah penyebab
terjadinya korupsi yang kelima. Betapa pentingnya budaya taat pada hukum ini dalam
menangkal korupsi telah dibuktikan di negara-negara maju yang memiliki nilai Indek
Persepsi Korupsi (IPK) inggi. Pembentukan suatu budaya harus dilakukan oleh
masyarakat luas (secara komprehensif), melibatkan segenap pihak dan dalam waktu
yang lumayan panjang, dilakukan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa.
2.3 Dampak Tindakan Korupsi
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak bagi
perekonomian, yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik
menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua
dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak
terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya
anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan
indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini
nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang

10

dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak
pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan
mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi
akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro
saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan
jasa sebagai salah satu contohnya.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah
membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah
birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi
para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena
masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di
negara lain yang lebih aman. Berkurannya nilai Investasi ini diduga berasal dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya Hal ini akan merugikan
negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan
penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan
mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi akibat adanya korupsi,
semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan
program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran,
korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin.
Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering
menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan,
pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada
negara negara berkembang seperti Indonesia.

11

2.4 Upaya Memberantas Korupsi
Tidak satu negara pun saat ini yang bebas dari praktik korupsi. Hanya
saja, ada beberapa negara, seperti Singapura, Hong Kong, dan Portugal yang
memperlihatkan kemajuan dan keberhasilan mengurangi praktik korupsi dalam
sistem perekonomiannya. Karena begitu luasnya aspek korupsi maka upaya
mengatasi praktik korupsi membutuhkan upaya – upaya dalam berbagai bidang
pemerintahan dan cara mengelola negara. Hal ini tidak bisa selesai dalam waktu
beberapa bulan dan beberapa tahun saja. Umumnya kegagalan upaya pemberantasan
korupsi terjadi akibat strategi pemberantasan korupsi hanya memanfaatkan salah satu
bidang saja, seperti (1) upaya menaikkan gaji pegawai negeri, atau (2) menerapkan
sanksihukum seberat – beratnya, atau (3) membentuk badan dan komisi antokorupsi,
atau (4) mengungkap dan mempublikasi berbagai skandal korupsi, atau (5) hanya
memangkas jumlah pegawai pemerintah. Pengalaman Singapura sangatlah menarik
dicermati. Yakni kecilnya birokrasi namun status para pegawainya sangat tinggi
dengan upah tinggi pula.
Studi banding dengan pengalaman negara lain sangatlah bermanfaat.
Misalnya, negara- negara yang paling kurang korup di dunia saat ini, seperti Swedia,
Denmark, dan Kanada mencatat tax burdens paling tinggi. Sementara negara – negara
yang tercatat sebagai paling korup seperti Nigeria, Pakistan, Banglades, RRC dan
Venezuela, adalah negara – negara yang memiliki tax burdens paling rendah. Fakta
lain yang menarik dari kelompok negara paling korup terakhir ini memperlihatkan
praktik regulasi quasi-fiskal, khususnya menyubstitusi penarikan pajak dan
pengeluaran pemerintah. Artinya, mengurangi korupsi di negara – negara tersebut
bisa saja diawali dengan penghapusan kebijakan quasi-fiskal tersebut. Akhirnya,
upaya strategis pemberantasan korupsi di Indonesia mensyaratkan adanya langkah
konkret dalam tujuh bidang secara simultan:

12

Pertama, political will berupa adanya kejujuran dan keterbukaan dari
pemerintahan untuk melawan korupsi. Pemimpin pemerintah mesti memilih sikap:
zero tolerance terhadap korupsi;
Kedua, level kelembagaan seperti perubahan – perubahan di bidang
kebijakan yang mengurangi peluang dan desakan untuk melakukan korupsi misalnya
dengan menata-ulang kebijakan intensif pajak dan menghapus discretionary policy;
Ketiga, menaikkan gaji para pegawai negeri dan memberi intensif dan
bonus bagi pegawai yang jujur;
Keempat, melembagakan pengawasan efektif dan sanksi hukum terhadap
pegawai yang melanggar peraturan;
Kelima, mereformasi dan menyelesaikan masalah dana partai politik
Keenam, merumuskan dan memberlakukan kode etik (ethics kode) untuk
lembaga – lembaga publik, yang menetapkan apa saja yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, yang haram dan yang haram, bagi para pegawai negeri;
Ketujuh, menyosialisasikan panduan yang memilah bentuk – bentuk
korupsi, seperti (1) bribery: yaitu pembayaran dalam bentuk uang yang berlangsung
dalam pola hubungan korup dan mensyaratkan adana imbal-jasa, mencakup pula
kickbacks, gratuities, pay-off, sweteners, greasing palm, dan lain-lain; (2) fraud:
bentuk korupsi berupa trickery, swindle dan deceit, counterfeiting, racketing,
smuggling dan forgery dan lain – lain; (3) embezzlement yakni pencurian hak dan
kekayaan negara oleh pejabat pemerintah; (4) extortion yakni uang hasil pemerasan,
paksaan, kekerasan, ancaman dan lain-lain; (5)

favoritism yakni bentuk

penyalahgunaan wewenang (power abuse) yang mempengaruhi distribusi sumber
alam; (6) nepotism yakni praktik KKN dalam pemerintahan.

13

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat.
Baik kepada perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik.
Terutaman dalam pembangunan bangsa Korupsi menunjukan tantangan serius
terhadap pembangunan. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit
legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidakefisienan yang tinggi.
4.2 Saran
Pembangunan di Indonesia tidak boleh terkoyak hanya karena ulah oknum
yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, komitmen yang kuat dari para
pemimpin adalah kunci, karenanya pada setiap proses pemilihan presiden atau
pejabat apapun, agar dilakukan dengan fit proper test yang harus memperhatikan
moralitas, Pemerintah secara perlahan-lahan harus mulai mengurangi keterlibatan
para aktivitas ekonomi. Peran pemerintah selanjutnya adalah 'polisi pasar' atau
menjadi 'wasit dunia usaha' yang memastikan aktivitas ekonomi berjalan lancar
serta

meminimalkan

terjadinya

14

kegagalan

pasar.

15