Hubungan Antara Tingkat Pendidikan denga

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI PARA
SUAMI TENTANG PROGRAM KELUARGA BERENCANA
(Studi Korelasional di RW. 03, Bintara 8, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi
Barat, Kota Bekasi)

DEDI SETIYAWAN
4915102572

Skripsi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015

ABSTRAK
DEDI SETIYAWAN. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Persepsi
Para Suami Tentang Program Keluarga Berencana (Studi Korelasional di RW. 03,
Bintara 8, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi). Skripsi,
Jakarta : Jurusan Pendidikan IPS. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri

Jakarta, 2014
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang hubungan
antara tingkat pendidikan dengan persepsi para suami tentang Program Keluarga
Berencana yang dilakukan di RW.03, Bintara 8, Keluraha Bintara, Kecamatan
Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
korelasional. Sampel yang diteliti berjumlah 39 orang dari populasi sasaran 878
orang dan populasi terjangkau 387 orang, yakni para suami yang masih berusia
subur dan sebagai akseptor KB, dengan tekhnik proportional stratified random
sampling. Variabel tingkat pendidikan (Variabel X) dibagi menjadi tingkat
pendidikan tinggi, menengah, dan rendah. Variabel persepsi para suami tentang
Program KB (Variabel Y) diukur dengan menggunakan Skala Likert. Uji coba
dilakukan terhadap 20 responden dengan hasil 31 item valid dari 45 item. Uji
validitasnya dilakukan dengan uji korelasi product moment, sedangkan uji
reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha dengan hasil = 0,927.
Berdasarkan perhitungan analisis data yang menggunakan rumus korelasi
product moment diperoleh r sebesar 0,415 sehingga hubungan kedua variabel
positif. Untuk mengetahui keberartian hubungan digunakan uji t dengan hasil
2,8209, sementara ttabel pada α = 0,05 diperoleh nilai 2,0262. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan hubungan kedua variabel bersifat signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan persepsi para suami
tentang Program KB dengan kontribusi variabel X terhadap variabel Y sebesar
17,23 %.

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Penanggung Jawab / Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta

Dr.Muhammad Zid, M.Si
NIP. 196304121994031002
No

Nama

1.

Drs.Muhammad Muchtar, M.Si.
NIP.195403151987031002


Tanda Tangan

Tanggal

………………

…………

……………….

………….

………………..

…………..

………………..

…………..


………………..

…………..

Ketua
2.

Martini, S.H.,M.H.
NIP.197103031998032001
Sekretaris

3.

Dr. Budiaman, M.Si.
NIP.196710211994031002
Dosen Pembimbing 1

4.


Bambu Segara, S.Sos.
NIP.196611021995121002
Dosen Pembimbing 2

5.

Dr.Eko Siswono, M.Si.
NIP.195903161983031004
Penguji Ahli

Tanggal Lulus : 06 Januari 2015

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Negeri Jakarta, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama

: DEDI SETIYAWAN


No. Registrasi

: 4915102572

Jurusan/Fakultas

: Pendidikan IPS/ Ilmu Sosial

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PERSEPSI
PARA SUAMI TENTANG PROGRAM KELUARGA BERENCANA (STUDI
KORELASIONAL DI RW. 03, BINTARA 8, KELURAHAN BINTARA,
KECAMATAN BEKASI BARAT, KOTA BEKASI)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta
Pada Tanggal

: 5 Januari 2015

DEDI SETIYAWAN
NIM.4915102572

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Jadilah kamu manusia
yang pada kelahiranmu
semua orang tertawa

bahagia, tetapi hanya
kamu sendiri yang
menangis; dan pada
kematianmu semua orang
menangis sedih, tetapi
hanya kamu yang
tersenyum.
(Mahatma Gandhi)

Karya kecil ini
kupersembahkan untuk
kedua orang tuaku tercinta,
adikku tersayang, dan
seluruh keluarga besar.
Serta segenap sahabat
yang selalu membuatku
menjadi lebih baik dan
berarti.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir
zaman, amin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Jakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “Hubungan
Antara Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Para Suami tentang Program
Keluarga Berencana (Studi Korelasional di RW. 03 Bintara 8, Kelurahan Bintara,
Kecamatan Bekasi Barat Kota Bekasi).
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Budiaman, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang sabar
membimbing dan mendukung penulis sejak dimulainya penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
2. Bapak Bambu Segara, S.Sos. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan pengayaan metodologi dan terus mendukung serta memotivasi

dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. Muhammad Zid, M.Si. selaku Dekan FIS UNJ.
4. Bapak Drs. Muhammad Muchtar, M.Si. Selaku Ketua Prodi Pendidikan IPS
FIS UNJ.
5. Ibu Martini, SH., MH. selaku Sekretaris Prodi Pendidikan IPS FIS UNJ.
6. Bapak Dr. Eko Siswono, M.Si. selaku Penguji Ahli skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Prodi Pendidikan IPS FIS UNJ.
8. Kedua orang tuaku yang telah mendidikku hingga menjadi manusia yang lebih
baik serta dukungan yang tiada hentinya baik secara moral maupun materil.

1

9. Teman-teman seperjuangan, yang selalu bersama sejak semester awal
perkuliahan (Acel, Bonar, Bimo) yang banyak memberikan segalanya dalam
hidup ini, yang juga telah melewati perkuliahan dengan penuh suka, duka, dan
badai persahabatan secara bersama hingga akhir perkuliahan ini.
10. Bapak TB. M. Taufiq, SS.Ark. yang telah memberi bimbingan nonformal
diluar perkuliahan.
11. Putri Inayah yang telah setia mendampingi dan mendukung serta memotivasi
secara penuh dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Bapak Marullah selaku ketua RW. 03 Kelurahan Bintara, Bekasi yang telah
ikut menyupport penelitian ini.
13. Rasyid, Abdul, dan Anton yang juga sahabat terbaik saya di perkuliahan ini.
14. Seluruh teman-teman Prodi Pendidikan IPS angkatan 2010, khususnya Ririn
yang telah menjadi media informasi selama masa perkuliahan hingga saat ini.
15. Hanna, Hanief, Arif, Sahadat, Adih, Fadel, Ojan, Iqbal, Aji, Randy, Dimas,
Mahfud, Agung, Rio, dll yang telah menjadi teman berdiskusi maupun
bercengkrama di luar perkuliahan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan
penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis
serahkan segalanya mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
umumnya bagi kita semua.
Jakarta, 30 Desember 2014

DS

2

.

DAFTAR ISI
ABSTRAK
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................vii
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................7
C. Pembatasan Masalah.....................................................................................7
D. Perumusan Masalah......................................................................................7
E. Kegunaan Penelitian.....................................................................................8
BAB II: KAJIAN PUSTAKA.........................................................................................9
A. Deskripsi Teori..............................................................................................9
1. Hakikat Persepsi Suami tentang Program Keluarga Berencana
(KB).......................................................................................................9
a. Pengertian Persepsi..........................................................................9
b. Pengertian Program Keluarga Berencana (KB).............................15
c. Persepsi Terhadap Program Keluarga Berencana..........................18
d. Pengertian Suami...........................................................................19
2. Hakikat Tingkat Pendidikan.................................................................21
3. Penelitian yang Relevan.......................................................................25
B. Kerangka Berpikir......................................................................................26
C. Pengajuan Hipotesis....................................................................................29
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN..................................................................30
A. Tujuan Penelitian........................................................................................30
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................30
3

C. Metode dan Desain Penelitian....................................................................30
D. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................31
E. Instrumen Penelitian...................................................................................32
F. Tekhnik Analisis Data.................................................................................37
BAB IV: HASIL PENELITIAN...................................................................................40
A. Deskripsi Data.............................................................................................40
1. Tingkat Pendidikan Para Suami............................................................40
2. Persepsi Para Suami tentang Program KB............................................42
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data...........................................................44
C. Pengujian Hipotesis.....................................................................................47
D. Pembahasan Hasil Penelitian.......................................................................48
E. Keterbatasan Penelitian...............................................................................50
BAB V: KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN..............................................51
A. Kesimpulan..................................................................................................51
B. Implikasi......................................................................................................52
C. Saran............................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................54
LAMPIRAN...................................................................................................................56
RIWAYAT HIDUP

4

DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tingkat pendidikan, Populasi Terjangkau dan Sampel.....................................32
Tabel 2: Kisi-kisi Instrumen Penelitian...........................................................................35
Tabel 3: Data Tingkat Pendidikan dan Populasi Para Suami..........................................40
Tabel 4: Distribusi Frekuensi Persepsi Para Suami Tentang Program KB.....................42
Tabel 5: Deskripsi Data Variabel X (Persepsi Para Suami tentang Program
Keluarga Berencana) Per Strata.......................................................................43
Tabel 6: Hasil Uji Normalitas untuk Variabel Y.............................................................45
Tabel 7: ANAVA Regresi Linier Sederhana Ŷ = 114,362 + 7,591X...............................46

5

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Hubungan Kausal / Sebab Akibat X mempengaruhi Y.................................31
Gambar 2: Grafik Histogram dan Poligon Frekuensi.....................................................43
Gambar 3: Persamaan Garis Regresi Ŷ = 114,362 + 7,591X.........................................45

6

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I

Kuesioner Tingkat Pendidikan dan Persepsi Suami tentang
Program Keluarga Berencana.............................................................56

Lampiran II

Validitas item, hasil uji coba instrument variabel Y (Persepsi
suami tentang program KB)...............................................................61

Lampiran III

Perhitungan uji reliabilitas instrument variabel Y (persepsi
suami tentang program KB)...............................................................66

Lampiran IV

Penentuan rentangan, banyak kelas, panjang kelas, ujung kelas
interval pertama, dan kelas interval pertama variabel Y
(persepsi suami tentang program KB)................................................69

Lampiran V

Daftar distribusi frekuensi variabel Y (persepsi suami tentang
program KB).......................................................................................71

Lampiran VI

Penilaian persepsi sebagai keperluan analisis data per strata.............73

Lampiran VII

Uji normalitas sebagai uji persyaratan analisis data variabel Y
(persepsi suami tentang program KB)................................................74

Lampiran VIII

Mencari persamaan regresi.................................................................76

Lampiran IX

Perhitungan dan pengujian keberartian dan kelinieran model
regresi Ŷ = 114,362 + 7,591X............................................................77

Lampiran X

Perhitungan dan pengujian keberartian koefisien korelasi.................83

7

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Faktor penduduk senantiasa menempati posisi yang semestinya layak
mendapat perhatian dalam setiap usaha pembangunan. Hal ini bukan tanpa
alasan

mengingat

tujuan

pembangunan

justru

untuk

meningkatkan

kemakmuran seluruh penduduk ke taraf yang lebih baik. Di samping menjadi
sasaran pembangunan, penduduk juga berfungsi sebagai perencana dan
pelaksana pembangunan itu sendiri.
Dewasa ini laju pertumbuhan penduduk makin cepat tetapi tidak
diimbangi dengan laju pertambahan produksi pangan, akibatnya banyak
menimbulkan permasalahan baru, seperti tingkat pengangguran yang makin
tinggi, terjadinya bencana kelaparan di beberapa daerah dan memburuknya
pendapatan perkapita masyarakat.1 Dari kenyataan ini tampaknya teori
Malthus yang berpendapat bahwa penduduk bertambah secara deret ukur,
sementara produksi bahan makanan bertambah mengikuti deret hitung dapat
dibenarkan.2
Berbagai literatur yang ada menunjukan bahwa jumlah penduduk
memperlihatkan grafik naik yang sangat pesat. Sebagai petunjuk dapat
dikemukakan bahwa menurut sensus 1930 jumlah penduduk

1Laju penduduk jadi ancaman serius, dalam Kompas, 2010),Rabu, 21 Oktober
2N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta : Erlangga, 2004), p.102

1

2

Indonesia mencapai angka 61 juta jiwa, Pada sensus berikutnya, yang
dilakukan pada 1961, angka itu membengkak menjadi 97 juta. Sepuluh tahun
kemudian, berdasarkan hasil sensus 1971, jumlah penduduk naik menjadi 119
juta. Sensus 1980 tercatat angka 147,5 juta penduduk, kemudian pada tahun
1990, berkembang lagi menjadi 179,3 juta jiwa dan pada Sensus 2000 jumlah
penduduk telah mencapai 206 juta jiwa, dengan tingkat pertumbuhan
penduduk berkisar antara 1,5 % (1930-1961); 2,1 % (1961-1971); 2,3 %
(1971-1980); 1,97 % (1980-1990) dan 2,2 % ( 1990 – 2000 ).3
Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan sumber daya
manusia yang potensial dan produktif bagi pembangunan nasional. Namun
sebaliknya jumlah penduduk yang besar dan tidak berkualitas akan menjadi
beban

dalam

pelaksanaan

pembangunan

nasional.

Dengan

semakin

meningkatnya pertumbuhan penduduk seperti yang diungkapkan dalam teori
Malthus, maka sangat diperlukan suatu cara untuk membatasi kelahiran (birth
control). Istilah birth control ini mengandung pengertian yang lebih luas,
yakni bukan saja pengurangan jumlah anak yang dilahirkan, melainkan juga
memperpanjang jarak antara lahirnya anak yang satu dengan anak yang
berikutnya sedemikian rupa sehingga sang ibu dapat menikmati kesempatan
untuk menyembuhkan dirinya dari akibat kehamilan dan persalinan yang baru
saja berakhir. Kemudian istilah birth control ini berubah menjadi planed
parenthood atau family planning yang di Indonesia lebih popular dengan
sebutan Keluarga Berencana.
Program keluarga berencana yang selanjutnya disebut KB sudah lama
dicanangkan pemerintah sejak tahun 1967 bertujuan untuk mewujudkan
3Iip Saripudin, Program KB, Riwayatmu Kini (Bandung : BPPKB Kota Bandung, 2013),

3

keluarga yang sejahtera dengan kemudahan menentukan jumlah dan
pembatasan anak.4 Hal ini tentu memerlukan dukungan dari lapisan
masyarakat untuk ikut menyukseskannya, terutama bagi mereka yang telah
berkeluarga. Bagi keluarga yang telah mempunyai anak dua atau lebih
diperlukan sekali kesadarannya untuk mengikuti program KB. Untuk
mendukung program KB ini pemerintah melalui suatu Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), organisasi yang berdiri sejak 22
Januari 1970 yang mempunyai otoritas penuh untuk merencanakan dan
mengkoordinir semua kegiatan baik dalam keluarga berencana maupun
population studies (masalah kependudukan), telah melakukan usaha-usaha
dengan memberikan penerangan pada lapisan masyarakat dengan berbagai
penyuluhan dan pendidikan.5
Selama ini yang selalu menjadi sasaran penelitian pada bidang KB
adalah para ibu atau istri karena mereka dianggap sebagai kunci keberhasilan
program KB tersebut. Namun belum ditemukan studi yang meneliti secara
empiris bagaimana sebenarnya persepsi, peranan, partisipasi atau keterlibatan
para suami dalam program KB. Padahal dalam KB Mandiri sekarang ini, baik
suami maupun istri mempunyai tanggung jawab yang sama dalam ber-KB.
Bila hanya para ibu atau istri saja yang menjadi sasaran penelitian, maka
sangat disayangkan sekali mengingat para suamipun mempunyai pengaruh
sebagai decision maker dalam keluarga.
Pria pada umumnya, terutama pria yang belum menikah berpendapat
bahwa KB sepenuhnya adalah tanggung jawab wanita. Bahkan, banyak pria
4 Iswarati, Buku Sumber untuk Advokasi Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender, dan
Pembangunan Kependudukan, (Jakarta : BKKBN, 2006), p.24
5Ibid., p.23

4

yang sudah berkeluarga pun, walau mereka sudah menyadari pentingnya
masalah KB, masih bersikap bahwa KB adalah tanggung jawab istri. 6
Beberapa penelitian yang berkenaan dengan persepsi tentang program KB,
antara lain Zainal Abidin yang meneliti sikap mahasiswa terhadap penerimaan
KB, dengan latar belakang besar keluarga dan jenis kelamin diperoleh temuan
bahwa sikap mahasiswa wanita terhadap penerimaan KB lebih positif dari
sikap mahasiswa pria. Temuan tersebut dapat diterima karena hanya wanita
yang dapat merasakan penderitaan akibat mengalami proses reproduksi anak,
baik ketika hamil dan melahirkan atau ketika memelihara bayi. 7 Sedangkan
sikap mahasiswa pria terhadap penerimaan KB terlihat kurang positif jika
dibandingkan dengan sikap mahasiswa wanita. Temuan ini kurang
menggembirakan padahal sebagian besar masyarakat Indonesia masih
menganggap bahwa pria sangat dominan peranannya dalam keluarga dan
masyarakat. Pria sebagai pelindung wanita, pria sebagai panutan, pria wajib
mencari nafkah keluarga, pria sebagai kepala keluarga, pria penentu jumlah
anak walaupun pria kurang menghayati penderitaan wanita dalam proses
reproduksi.8
Program KB di Indonesia terasa terjadi ketimpangan disebabkan
minimnya partisipasi pria di dalam mengikuti program tersebut. Jika meninjau
kembali target pemerintah tahun 2013 untuk keseluruhan di Indonesia,
pemerintah menargetkan peran pria atau suami dalam partisipasinya mengikuti
program KB sebesar 5 % dari jumlah total akseptor KB. Namun
6Ipin Z. A. Husni, Advokasi dan KIE Program KB Nasional, (Jakarta : BKKBN, 2006), p. 6.
7 Zainal Abidin, Sikap Mahasiswa Terhadap Penerimaan KB dengan Latar Belakang Besar
Keluarga dan Jenis Kelamin, (Jakarta : Tesis, FPS – IKIP, 1991), p. 68-69.
8Ibid., p. 71

5

kenyataannya, pada pertengahan tahun 2012 jumlah peserta KB pria di
Indonesia baru mencapai 1,3 %.9
Rendahnya partisipasi pria di dalam menyukseskan program KB
disebabkan kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang
masih menganggap partisipasi pria belum penting dilakukan, kurangnya
informasi yang memadai seputar alat kontrasepsi bagi pria serta persepsi
masyarakat yang menganggap masalah KB dan kesehatan reproduksi
merupakan tanggung jawab perempuan. Padahal jika ditelusuri peran pria
dalam program KB sangat dibutuhkan dalam kesehatan reproduksi yang
berperan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman
oleh tenaga medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan,
menjadi ayah yang bertanggung jawab, dan menghindari kekerasan terhadap
perempuan serta tidak bias gender.10
Pelaksanaan gerakan KB

di

wilayah

Jawa

Barat

cukup

menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari data tahun 2010 - 2014 dimana
laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan menjadi 1.60 % dibandingkan
dengan tahun 2005 - 2010 yang menunjukan angka 1.73 %.11 Namun bila
dikaitkan dengan tingkat kemandirian masyarakat Jawa Barat dalam ber-KB,
maka diperoleh data bahwa peran pria hanya 3,37 % dari 1.545.118 peserta
KB.12 Hal ini sangat disayangkan mengingat tingkat pendidikan mereka lebih
tinggi dibandingkan dengan kaum perempuan.
Bintara 8 yang berada di Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat,
Kota Bekasi pun memiliki gambaran yang dapat mewakili, terutama di RW.
9Jumlah Pria Peserta KB Masih Rendah, dalam kompas, 2012), Selasa, 8 Mei.
10Partisipasi KB Pria Masih Rendah, dalam Kompas, 2001), Jumat, 30 Nopember
11http://www.datastatistik-indonesia.com diakses pada tanggal 23 maret 2014 pukul 21:00
12http://aplikasi.bkkbn.go.id diakses pada tanggal 23 maret 2014 pukul 21:00

6

03. Konstelasi sosial masyarakat di lingkungan RW ini cenderung masih male
dominated. Namun, seharusnya gejala ini memberi peluang bahwa kaum pria
sebenarnya dapat menjadi dinamisator dalam pelaksanaan program KB
sehingga diharapkan sikap mereka lebih positif dalam menerima program KB.
RW yang memiliki sebagian besar akseptor KB yang terdiri dari para suami
ini termasuk daerah yang sedang gencar melakukan program KB, meskipun
peserta akseptor perempuan tetap dominan. Persepsi para suami tentang
program KB di RW ini tentunya dapat dipengaruhi oleh pendidikan mereka,
sebab segala sikap tingkah laku yang ditunjukkan mencerminkan sampai di
mana tingkat pendidikannya.
Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti dalam
bentuk penelitian kuantitatif tentang hubungan antara tingkat pendidikan
dengan Persepsi para suami tentang program KB di lingkungan RW.03,
Bintara 8, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat Kota Bekasi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah program KB hanya menjadi tanggung jawab para istri atau kaum
ibu?
2. Apakah terdapat pengaruh antara faktor sosial budaya dengan kesadaran
para suami dalam ber-KB?
3. Apakah yang menjadi penyebab rendahnya partisipasi suami dalam berKB?
4. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi para
suami tentang Program KB?
5. Bagaimana bentuk hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi
para suami tentang Program KB?

7

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka masalah
dibatasi pada “Hubungan antara tingkat pendidikan dengan Persepsi para
suami tentang program KB”
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan Persepsi para suami tentang Program KB di RW. 03,
Bintara 8, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi?
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai
referensi untuk dapat mengembangkan penelitian selanjutnya dalam
memecahkan masalah mengenai program Keluarga Berencana (KB). Hal ini
berkaitan dengan kesadaran dalam ber-KB yang belum dipahami secara benar
oleh para suami dalam kehidupan berkeluarga mereka.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi
lembaga BKKBN dan masyarakat di lingkungan RW. 03, Bintara 8, Kelurahan
Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi sebagai informasi yang dapat
memberikan masukan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi yang selanjutnya dapat menggerakkan,
mengaktifkan serta meningkatkan kesadaran para suami dalam ber-KB.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Hakikat Persepsi Suami tentang Program Keluarga Berencana
a. Pengertian Persepsi
Kehidupan individu sejak dilahirkan tidak lepas dari interaksi dengan
lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. 13 Dalam interaksi ini, individu
menerima rangsang atau stimulus dari luar dirinya.
Setiap hari kita dibombardir oleh ribuan stimuli. 14 Sebenarnya, stimuli
itu dapat dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah stimuli pisik
(phisical stimuly) yang datang dari lingkungan sekitar. Tipe kedua adalah
stimuli yang berasal dari dalam si individu itu sendiri dalam bentuk
predisposisi, seperti harapan (expectation), motivasi (motivation), dan
pembelajaran (learning) yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya.
Kombinasi keduanya menghasilkan gambaran yang bersifat pribadi.
Mengingat manusia merupakan entitas yang unik, dengan pengalaman,
keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengharapan yang unik, akibatnya persepsi
juga unik.
Persepsi

sebagai

proses

dimana

individu

mengatur

dan

mengintrepetasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

13 Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta : EGC, 2004), p. 93.
14 Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),
p. 105.

8

9

lingkungan mereka.15 Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa
berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan
tersebut sering timbul. Lalu mengapa persepsi orang-orang berbeda untuk realitas
yang sama? karena adanya perbedaan dalam perceptual selection, perceptual
organization dan perceptual interpretation.16
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera,
kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian
individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan
persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang
ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan.17 Sedangkan menurut Walgito persepsi merupakan proses
psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran,
sehingga membentuk proses berpikir.18
Menurut Simamora persepsi adalah “bagaimana kita melihat dunia
sekitar kita”. Jika dimisalkan ada sebuah objek, toko matahari. Objek tersebut
kita atau dalam bahasa canggihnya kita mendapat stimuli tentang objek
tersebut.19 Berdasarkan stimuli itu, kita memberikan gambaran tentang toko
matahari: “menurut saya, toko matahari itu…….. dan seterusnya.

15 .Stephen P. Robins, Perilaku Organisasi, terjemahan Diana Angelica, (Jakarta : Salemba Empat,
2008), p. 175.
16 Bilson Simamora, Op.Cit.
17 Sunaryo, Op.Cit.
18 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), p.271.
19 Bilson Simamora, Op. Cit,p.102.

10

Secara formal, persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses,
dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasi
stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. 20 Stimuli
adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh indera, seperti produk, kemasan,
merek, iklan, harga, dan lain-lain. Stimuli tersebut diterima oleh panca indera,
seperti mata, telinga, mulut, hidung dan kulit. Dengan demikian persepsi
merupakan suatu fungsi biologis (melalui organ-organ sensoris) yang
memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan
dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungannya.
Istilah persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam
memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan
sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang
dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu
seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadiankejadiannya.21 Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling
kita, khususnya antar manusia. Dalam kehidupan sosial di kelas tidak lepas
dari interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, antara mahasiswa dengan
dosen. Adanya interaksi antar komponen yang ada di dalam kelas menjadikan
masing-masing komponen (mahasiswa dan dosen) akan saling memberikan
tanggapan, penilaian dan persepsinya. Adanya persepsi ini adalah penting agar
dapat menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan
kapasitas belajar di kelas. Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana
20Ibid.
21 Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, terjemahan Gina Gania, (Jakarta:
Erlangga, 2006), p. 116.

11

kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan, persepsi juga
merupakan proses psikologis sebagai hasil penginderaan serta proses terakhir
dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Persepsi seseorang akan
mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong mahasiswa untuk
melaksanakan sesuatu (motivasi) belajar. Oleh karena itu, menurut Semiun,
persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan.22
Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam individu, misalnya
sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktorfaktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik
sosial maupun fisik.23
Meskipun individu-individu memandang pada suatu benda yang sama,
mereka dapat mepersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang
bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar balikkan persepsi.24 Faktorfaktor ini terdiri dari :
1. Pelaku persepsi.
2. Objek atau yang dipersepsikan.
3. Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau
gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan
tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam
22Yustinus Semiun, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud, (Yogyakarta: Kanisius, 2006),
p. 279.
23 Dwi Prasetya, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), p.24.
24 Stephen P. Robins,Op.Cit.

12

tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada
manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasanpenjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu.25 Oleh karena itu,
persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak
dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian yang diambil mengenai keadaan
internal orang itu.
Persepsi menurut Gilmer dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika
proses persepsi terjadi.26 Dan karena ada beberapa faktor bersifat subyektif
yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu
akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural.
Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya
kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin,
dan hal-hal lain yang bersifat subyektif. Sementara faktor struktural adalah
faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial. Halhal tersebut sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempersepsikan
sesuatu.

Sementara untuk aspek-aspek persepsi, Allport berpendapat bahwa ada
tiga komponen, yaitu: 27
1. Komponen kognitif
25Ibid.
26 Dwi Prasetya, Op.Cit.
27Ibid. p.25.

13

Yaitu komponen yang tersusus atas dasar pengetahuan atau informasi yang
dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini
kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap
tersebut.
2. Komponen afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya
evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem
nilai yang dimilikinya.
3. Komponen konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
berhubungan dengan obyek sikapnya.
Rokeach (dalam Dwi Prasetya) memberikan pengertian bahwa dalam
persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu
sikap merupakan predisposisi untuk merespons, untuk berperilaku.28 Ini berarti
bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk
berbuat atau berperilaku.
Dari batasan ini dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen
kognitif, komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan
kesediaan untuk bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek
sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang
saling berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap
obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu

28Ibid. p.26.

14

dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal di antara ketiga
komponen tersebut.

b. Pengertian Program Keluarga Berencana (KB)
Dari sekian banyak masalah yang dihadapi manusia dalam seperempat
abad terakhir, adalah laju pertumbuhan penduduk yang cepat. Angka kematian
bayi dan anak-anak telah banyak berkurang karena sanitasi dan pengendalian
penyakit yang lebih baik, hal tersebut menyebabkan jumlah manusia yang
bertahan hidup meningkat.29 Untuk mengatasi hal ini salah satu diantaranya
diperlukan adanya program KB.
KB pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak sehingga terbentuk keluarga bahagia yang menjadi dasar bagi
terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Dengan mengendalikan kelahiran,
maka dapat menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia.
Menurut Letter, KB ialah suatu ikhtiar atau usaha manusia yang
disengaja

untuk

mengatur

kehamilan

atau

jarak

kelahiran

dalam

keluarga.caranya dengan tidak melawan hukum agama, dan undang-undang
Negara, demi untuk mencapai kesejahteraan bangsa dan Negara pada
umumnya.30
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988
dinyatakan bahwa pengendalian pertumbuhan penduduk terutama dilakukan
melalui upaya penurunan tingkat kelahiran serta penurunan tingkat kematian,
khususnya kematian bayi dan anak. Penurunan tingkat kelahiran terutama
dilakukan melalui gerakan KB yang juga bertujuan untuk meningkatkan
29 Dian Paramesti Bahar, Setiap Wanita, (Jakarta : Delaprasta, 1997), p.104.
30 M. Letter, Tuntutan Rumah Tangga Muslim dan KB, (Padang : Angkasa Raya, 2000), p. 36

15

kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga kecil, bahagia
dan sejahtera.31
Pelaksanaan gerakan KB nasional merupakan bagian integral dari
pembangunan kualitas sumber daya manusia dan salah satu faktor dominan
dalam mewujudkan pembangunan kualitas sumber saya manusia dan salah
satu faktor dominan dalam mewujudkan pembangunan di segala bidang.
Karena itu gerakan KB nasional berupaya untuk meningkatkan pemberdayaan
keluarga sebagai wahana pembangunan terutama dalam pengembangan
kualitas sumber daya manusia yang potensial. Kemampuan bangsa dan Negara
yang mengandalkan pada kemampuan komparatif semakin kecil peranannya
dibanding dengan keunggulan kompetitif yang hanya bias dicapai bila
didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang sehat, terdidik, terampil,
memiliki etos kerja, disiplin, produktif dan berjiwa setia kawan yang dilandasi
oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1992, gerakan KB nasional dengan nuansa baru telah
dimantapkan pelaksanaannya melalui UU No. 10 tahun 1992, tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Hal ini
memberikan landasan konstitusional dan operasional yang lebih kuat dan
mendasar.32
Berdasarkan UU tersebut, gerakan KB nasional didefinisikan sebagai
upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat, hal ini sesuai
dengan arah dan kebijaksanaan Gerakan Keluarga Berencana Nasional
(GKBN). Dalam GBHN tahun 1999, difokuskan untuk “meningkatkan
31Informasi Dasar Gerakan KB Pembangunan Keluarga Sejahtera, (Jakarta : BKKBN, 2006), p.57.
32 Rapat Kerja Nasional Gerakan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2000, Buku I Panduan,
(Jakarta : BKKBN, 2000), p.1-2.

16

kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka
kematian, dan peningkatan kualitas program Keluarga Berencana”.33
Terdapat empat elemen penting yang menjadi bagian dari upaya
GKBN, yaitu: “(1) pengaturan kelahiran; (2) pendewasaan usia perkawinan;
(3) pembinaan ketahanan keluarga; dan (4) peningkatan kesejahteraan
keluarga.34 Dengan demikian, GKBN sebagai salah satu program pokok dalam
upaya mencapai keluarga sejahtera terus diarahkan untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk. Melalui pendewasaan usia perkawinan dan
penurunan angka kelahiran diharapkan dapat tercapai keseimbangan antara
pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi serta daya tamping
lingkungan.
Di samping itu, pemberdayaan keluarga semakin ditingkatkan dalam
upaya membina ketahanan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dengan
demikian taraf hidup keluarga dan masyarakat semakin meningkat dan makin
mempunyai keuletan dan ketangguhan dalam mewujudkan kehidupan yang
harmonis.
Tujuan umum pembangunan program KB ialah memberikan kontribusi
terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu,
dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Untuk mencapai tujuan program
KB diperlukan adanya kesadaran dan sikap positif dari masyarakat, terutama
bagi para suami demi menjaga kesehatan reproduksi istrinya.
c. Persepsi Terhadap Program Keluarga Berencana
Persepsi terhadap keluarga berencana adalah adanya pandangan,
tanggapan, pengamatan, seseorang terhadap program Keluarga Berencana
33 Rapat Kerja Nasional Gerakan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2000, Buku II Materi,
(Jakarta : BKKBN, 2000), p.1.
34Ibid.,

17

yang bertujuan untuk membantu individu untuk menghindari kelahiran yang
tidak diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu kelahiran,
menentukan jumlah anak dalam keluarga. Berdasarkan teori yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa aspek – aspek persepsi
terhadap keluarga berencana adalah sebagai berikut:
1. Persepsi terhadap program dan tujuan KB.
Tujuan KB merupakan objek yang dipersepsi berupa penundaan kelahiran,
dan tujuan lebih jauh adalah kesejahteraan / kebahagiaan keluarga. Objek
tersebut menimbulkan stimulus yang pada umumnya berasal dari luar
stimulus tentang KB, biasanya dapat dari teman, tokoh-tokoh dari
lingkungan yang memberikan pengaruh, dan lain sebagainya. Setelah
memperoleh pengaruh maka akan direspon kemudian diperhatikan yang
selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk perilaku.
2. Persepsi informasi / sosialisasi tentang tata cara atau alat KB.
Objek informasi yang dapat dipersepsi berupa macam-macam tata cara
dan alat KB. Stimulus diperoleh dari pergaulan, pengalaman, dan
pengetahuan sehingga akan direspon, kemudian diperhatikan untuk
diwujudkan dalam perilaku sebenarnya.
3. Sumber pengetahuan tentang alat KB.
Sumber pengetahuan tentang alat KB adalah objek yang dipersepsi yang
berasal dari petugas KB, yang dapat meningkatkan tentang pentingnya
kesadaran KB agar individu merespon pentingnya KB, kemudian
melaksanakan program KB tersebut.
d. Pengertian Suami
Pengertian suami menurut Undang-undang perkawinan No.1 tahun
1974 pasal 31 adalah kepala rumah tangga yang memikul tanggung jawab
bersama-sama istri untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia, selaras,

18

serasi, dan seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suami adalah
seorang laki-laki yang melakukan ikatan resmi dengan seorang wanita. Hal ini
sama dengan buku terbitan depdiknas yang menyatakan suami adalah pria
yang menjadi pasangan resmi seorang wanita. Resmi yang dimaksud adalah
melalui ikatan perkawinan
Di Indonesia pengaruh suami sangat kuat di dalam pembentukan
keluarga, suami dianggap sebagai tiang keluarga dan mewarnai kehidupan di
dalam rumah tangga. Dengan demikian, tidak heran apabila suami mempunyai
peran yang sangat berarti dalam dalam sebuah keluarga. Peran suami sebagai
faktor penentu dalam keluarga cukup beralasan karena dalam pengalaman
secara kultural kaum pria dianggap sebagai pelindung dan bertanggung jawab
terhadap keamanan dan kehidupan.35 Seorang suami seharusnya berfungsi
mengambil bagian bersama istri dalam menjaga keharmonisan berumah
tangga, memelihara anak, dan menjalankan tugas kerumah tanggaan
sebagaimana yang dilakukan seorang istri dirumah. Peran yang paling penting
terhadap anak dan istri, suami hendaknya memberikan pilihan dan kesempatan
untuk mengambil suatu keputusan yang berhubungan dengan pribadi. Program
KB seharusnya dijalankan bukan hanya tugas istri saja. Mengingat pada
umumnya pengaruh suami di Indonesia sangat berarti, maka peran suami
dalam mengikuti program KB sangat diperlukan.
Para suami yang menjadi objek penelitian ini adalah laki-laki yang
berusia subur, yaitu berusia 12 – 15 tahun hingga usia tak terbatas, selagi ia

35 Ratna Megawangi, Peranan Suami dalam Peningkatan Kampanye Ibu Sehat Sejahtera, (Bogor :
IPB, 1997), p.7.

19

masih dapat mengeluarkan air mani yang mengandung sperma, dan sedang
atau pernah menjadi peserta akseptor KB. 36
2. Hakikat Tingkat Pendidikan
Pengertian tentang pendidikan sangat beraneka ragam, karena para ahli
tidak memandang dari sudut yang sama. Walaupun demikian bukanlah berarti
adanya aneka macam pengertian akan mengaburkan arti dari pendidikan, akan
tetapi semakin memperjelas arti dari pendidikan itu sendiri.
Syam mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.37 Sedangkan Suryadi dan Tilaar mengemukakan bahwa
pendidikan adalah proses pemanusiaan anak manusia dan manusia itu sendiri
sepanjang hayatnya agar ia bermakna bagi kehidupannya sebagai seorang
individu, sebagai anggota keluarga, masyarakat bangsanya, dan bagi
kemanusiaan.38
Yoesoef memberikan batasan pendidikan dan menghubungkannya
dengan kebudayaan sebagai mana yang dikutip oleh Said yang menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberikan
tuntunan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak-anak agar kelak dalam garisgaris kodrat pribadinya dari pengaruh segala keadaan yang mengelilingi
dirinya anak-anak dapat kemajuan dalam hidupnya lahir dan batin menuju kea
rah kemanusiaan.39 Lebih lanjut Yoesoef mengatakan “Dipandang dari sudut
kebudayaan, peranan pendidikan adalah memperkenalkan, memilih, merawat,
meneruskan,

mengolah,

dan

mengembangkan

seluruh

hasil

pikiran,

36 BKKBN, Kesehatan Reproduksi, p.13.
37 M. Hali Anshari, Pengantar dasar – dasar kependidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2001), p,1,
38 H.A.R. Tilaar, Pendidikan Suatu Pengantar, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994), p.4.
39 H.M. Said, Ilmu Pendidikan, (Bandung : Alumni, 2002), p.5.

20

kemampuan dan perasaan manusia melalui training yang diberikannya kepada
anggota masyarakat.”40
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan
suatu proses bagi manusia untuk lebih dewasa baik dalam bersikap maupun
bertingkah laku. Pengertian kedewasaan di sini adalah sebagai suatu
pertanggung jawaban atas nasib diri sendiri dan pembentukan diri sendiri.
Bertanggung jawab bisa diartikan sebagai memenuhi nilai-nilai etis dan
norma-norma susila dan berusaha hidup sesuai dengan norma-norma tadi.41
Ada beberapa ciri-ciri yang melekat pada individu yang telah dewasa,
yaitu: 1) Adanya sikap kestabilan (kemantapan) baik dalam tingkah laku,
pandangan hidup maupun nilai-nilai, 2) Adanya tanggung jawab secara
individual, sosial dan susila, 3) Adanya sifat berdiri sendiri / mandiri. 42
Pengaruh pendidikan bagi individu memang cukup besar, sehingga segala
sikap dan tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu akan mencerminkan
sampai sejauh mana tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa peranan pendidikan bagi individu
sangat besar sehingga baik dalam bersikap maupun dalam menentukan segala
sesuatunya. Semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya melalui
pendidikan, maka semakin kritis pula individu itu dalam bersikap dan
bertingkah laku.
Demikian besarnya peranan pendidikan dalam membentuk sikap dan
tingkah laku individu, maka Cline dan Hanian menyatakan bahwa apabila
dalam masyarakat dikehendaki adanya perubahan sikap dan tingkah laku,
maka pendidikan merupakan faktor yang amat penting dalam perubahan sikap
40Ibid, p.5.
41 Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : Mandar Maju, 1995), p.224.
42 H.M. Said, Op.Cit., p.32.

21

dan tingkah laku.43 Berkaitan dengan hal itu, Idris menyatakan bahwa
pendidikan individu erat kaitannya dengan tingkat pengembangan potensipotensinya termasuk potensi emosional dan segala sikap-sikapnya.44
Senada dengan Idris, Waskito menyatakan bahwa individu yang
berpendidikan tinggi akan berbeda dengan individu yang berpendidikan dasar.
Berbeda yang dimaksud adalah berbeda dalam berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku. Jika dihadapkan pada suatu objek individu yang lebih tinggi
tingkat pendidikannya umumnya lebih kritis dalam berpikir, bersikap dan
bertindak dibandingkan dengan individu yang lebih rendah tingkat
pendidikannya.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui jalur pendidikan
formal, non formal, dan informal. Jalur pendidikan formal ialah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sementara menurut Anshari, pendidikan formal adalah pendidikan
yang diselenggarakan secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat yang
jelas dan ketat. Pendidikan formal merupakan lanjutan atau pengembangan
pendidikan yang telah diberikan orang tua terhadap anak dalam keluarga. 45
Sedangkan Coombs lebih jelas lagi menggambarkan tentang satuan
pendidikan formal sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf bahwa pendidikan
formal adalah pendidikan berstruktur, mempunyai jenjang atau tingkat dalam

43 M.Djufri, Kontribusi Tingkat Pendidikan, Peran Ganda dan Akses Kie-KB Terhadap Adopsi IbuIbu RT :Survey di Bone (1987), Tesis, (Jakarta : FPS, IKIP, 1988), p.15
44 Zahara Idris, Dasar – dasar Kependidikan, (Bandung : Angkasa, 2002), p.11.
45 M. Hali Anshari, Op.Cit., p.44.

22

periode waktu-waktu tertentu, berlangsung dari sekolah dasar sampai ke
perguruan tinggi / universitas.46
Selanjutnya yang dimaksud dengan pendidikan dasar adalah jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah
dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.47
Sedangkan pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menegah kejuruan, berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Sementara
pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.48
Seperti dikemukakan di atas, jenjang pendidikan mempunyai tujuan
yang berbeda, tentunya semakin tinggi jenjang pendidikan semakin tinggi pula
tujuannya. Oleh karena itu, semakin tinggi jenjang pendidikan diharapkan
semakin mendekati tujuan pendidikan nasional.
Individu yang memiliki pendidikan dasar saja, tentunya akan berbeda
dengan individu yang berpendidikan menengah atau pendidikan tinggi.
Perbedaan itu akan terlihat baik dalam soal berfikir maupun bertindak,
termasuk kesehatan reproduksi.
3. Penelitian yang Relevan

46 M. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999), p.61.
47UU. No. 20 Tahun 2003
48Ibid

23

Peneli