View of FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

  

Kata Kunci : Obesitas, Merokok, Pola Makan, Aktifitas Seksual dan Kejadian Hipertropi.

  Data dari 13 Fakultas Kedokteran Negeri di Indonesia menunjukkan kanker prostat termasuk dalam 10 penyakit keganasan tersering pada pria. Di Sub bagian Urologi, bagian bedah FKUI/RSCM, selama periode 1995-1998 ditemukan rata-rata 17 kasus pertahun dan menduduki peringkat kedua setelah kanker buli-buli (kandung kemih). Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan bahwa angka kejadian BPH meningkat seiring bertambahnya usia.

  1 , H.Arham Alam

  2 , Yusran Haskas

  3

  1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  2 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  3 STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK

  Hipertropi Prostat adalah penyakit yang biasa terjadi pada laki – laki usia lanjut dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi jaringan fibromuscular pada daerah periurethral yang bisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urin yang tertahan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor obesitas, merokok, pola makan, dan aktifitas seksual dengan kejadian hipertropi prostat di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Metode penelitian: metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif

  analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik secara accidental sampling dengan

  jumlah 40 responden sesuai dengan criteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukan dari 40 responden terdapat 70 % yang obesitas dan yang 30 % tidak obesitas. Terdapat 57,5 % yang merokok dan 42,5 % yang tidak merokok. Terdapat 57,5 % pola makan yang tidak sehat dan 42,5 % yang pola makannya sehat. Terdapat 55 % yang aktifitas seksualnya tidak teratur dan 45 % yang aktifitas seksual teratur. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas, merokok, pola makan, dan aktifitas seksual dengan kejadian hipertropi prostat.

  Dari data tersebut telah terlihat bahwa terjadinya peningkatan kasus hipertropi prostat dalam tiap tahunnya. Berdasarkan prevalensi data hipertropi prostat tersebut, maka mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut dan menelusuri berbagai penyebab, memperdalam pemahaman mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

  PENDAHULUAN

  Hipertropi Prostat adalah penyakit yang biasa terjadi pada laki – laki usia lanjut dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi jaringan fibromuscular pada daerah periurethral yang bisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urin yang tertahan. Faktor - faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah obesitas, merokak, pola makan dan aktifitas seksual.

BAHAN DAN METODE

  Berdasar hasil autopsi, 20 persen penderita BPH berusia antara 41 sampai 50 tahun, 50 persen berumur 51-60 tahun, dan lebih dari 90 persen berusia 80 tahun. Sayang, di Indonesia, kita tidak memiliki data atau angka kejadian yang pasti.

  Berdasarkan data yang penulis dapat dari Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tahun 2012 adalah 136 orang sedangkan pada tahun 2013 bulan januari sampe bulan febuari jumlah pasien hipertropi prostat mencapai 29 orang.

  610 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR Maria Noviat Ngadha DJawa

  Lokasi, populasi, dan sampel

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampe Juli 2013 di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Populasi dari penelitian ini adalah semua laki- laki yang terkena penyakit hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Berdasarkan jumlah pasien pada Januari 2012

  • – Febuari 2013, maka jumlah populasinya adalah 165 orang dengan Besar sampel yaitu 40 orang yang berkunjung di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

  Jenis dan metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Analitik dengan

HASIL PENELITIAN

  23

  40 Total 40 100,0 Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa dari 40 responden, responden yang menderita hipertropi prostat sebanyak 24 responden (60%), tidak hipertropi 16 responden (6,5%). Tabel 2. Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar , Juni 2013

  Obesitas n (%) Obesitas

  28

  70 Tidak obesitas

  12

  30 Total 40 100.0 Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa dari 40 responden, responden yang obesitas sebanyak 28 responden (70%), dan tidak obesitas sebanyak 12 responden (30%). Tabel 3. Frekuensi Responden Berdasarkan Merokok di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Merokok n (%) Merokok

  57.5 Tidak merokok

  60 Tidak hipertropi

  17

  42.5 Total 40 100.0 Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa dari 40 responden, jumlah responden yang merokok sebanyak 23 responden (57.5%), sedangkan yang tidak merokok sebanyak 17 responden (42.5%). Tabel 4. Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Pola makan n % Tidak sehat

  23

  57.5 Sehat

  17

  42.5 Total 40 100.0

  16

  611

  pendekatan Cross Sectional Study. Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah tehnik accidental sampling, dalam hal ini, individu-individu mana yang dijadikan sampel adalah apa saja atau siapa saja yang kebetulan ditemui (Hariwijaya, 2011). Yang menjadi sampel adalah pasien yang berada di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang terkena hipertropi prostat pada saat penelitian berlangsung. Dengan kriteria inklusi yaitu Pasien yang menderita hipertropi prostat dan Pasien yang bersedia menjadi responden

  Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.

  Pengumpulan data dan pengolahan data

  Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kepada responden. Pengumpulan data melalui kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

  Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data ini diperoleh dari instansi yang terkait yaitu di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

  Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner yang disediakan). Adapun langkah-langkah pengolahan data yaitu :

  1. Selecting Selecting merupakan pemilihan data untuk mengklasifikasi data menurut kategori.

  2. Editing Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi, meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.

  3. Coding

  4. Tabulasi Data

  Hipertropi prostat n (%) Hipertropi

  Setelah dilakukan editing dan

  coding dilanjutkan dengan pengolahan

  data kedalam suatu tabel menurut sifat- sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

  Analisis data a. Analisis Univariat.

  Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara mendiskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dengan melihat distribusi frekuensi, mean, median dan modus.

  b. Analisis Bivariat.

  Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara sendiri sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, SPSS 16,00.

  Tabel 1. Frekuensi Responden Berdasarkan Hipertropi Prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  24

  612

  21

  24

  60

  16 40 40 100,0 p =0,001

  Berdasarkan data pada tabel 7 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang merokok, dari 23 responden tersebut, 19 responden (47.5%) yang hipertropi prostat dan 4 responden (10%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang tidak meroko diantaranya terdapat 5 responden (12.5%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (30%) yang tidak hipertropi prostat.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan

  chi-square diperoleh nilai p = 0,001 atau p < α

  yang artinya ada hubungan antara merokok dengan hipertropi prostat. Tabel 8. Tabulasi Silang Antara Pola Makan dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Pola Makan Hipertropi prostat hipertropi prostat Tidak hipertropi prostat

  Total n % n % n % Tidak Sehat

  52.5

  17

  2 5.0 23 57.5 Sehat

  3

  7.5 14 35.0 17 42.5 Total

  24

  60

  16 40 40 100,0 p =0,000

  Berdasarkan data pada tabel 8 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang memiliki pola makan tidak sehat, dari 23 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 2 responden (5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang pola makannya sehat, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 14 responden (35.0%) yang tidak hipertropi prostat.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan

  chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α

  42.5 Total

  30

  Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa dari 40 responden, jumlah responden yang pola makannya tidak sehat sebanyak 23 responden (57.5%), sedangkan yang pola makannya sehat sebanyak 17 responden (42.5%).

  24

  Tabel 5. Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Seksual di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Aktifitas seksual n % Tidak teratur

  22

  55 Teratut

  18

  45 Total 40 100.0 Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa dari 40 responden, jumlah responden aktivitas seksual tidak teratur sebanyak 22 responden (55%), sedangkan yang tidak teratur sebanyak 18 responden (45%). Tabel 6. Tabulasi Silang Antara obesitas dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Obesitas Hipertropi prostat hipertropi prostat

  Tidak hipertropi prostat Total n % n % n % obesitas 18 45.0 4 10.0 22 55.0

  Tidak obesitas 6 15.0 12 30.0 18 45.0 Total

  60

  57.5 Tidak merokok 5 12.5 12

  16 40 40 100,0 p =0,002

  Berdasarkan data pada tabel 6 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (55.0%) yang Obesitas, dari 22 responden tersebut 18 responden (45.0%) yang hipertropi prostat dan 4 respondenn (10.0%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang tidak obesitas diantaranya terdapat 6 responden (15.0%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (10.0%) yang tidak hipertropi prostat.

  Berdasarkan uji statistik dengan chi-

  square diperoleh nilai p = 0,02 atau p > α yang

  artinya ada hubungan antara obesitas dengan hipertropi prostat. Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Merokok dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

  Merokok Hipertropi prostat hipertropi prostat

  Tidak hipertropi prostat Total n % n % n % Merokok 19 47.5

  4

  10

  23

  yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan hipertropi prostat. Tabel 9. Tabulasi Silang Antara Aktivitas seksual dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

45.0 Total

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan pembahasan di atas peneliti berasumsi bahwa merokok dapat menyebabkan hipertropi prostat. Sesuai dengan peringatan bahaya rokok yang mengatakan bahwa rokok dapat menyebabkan kanker. Rokok mengandung berbagai macam zat karsinogen yaitu zat yang dapat memicu timbulnya kanker. Begitu pula dengan

  Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Patric Davey (2010) yang mengatakan, kanker prostat banyak diakibatka oleh radiasi dan polutan. Polusi industri, asap rokok, kendaraan dapat menjadi pemicu munculnya sel kanker.

  Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Suheri (2009) yang menunjukkan bahwa sebanyak 45 responden (88,8%) yang mengalami hipertropi prostat merupakan perokok aktif.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,001 atau p < α yang artinya ada hubungan antara merokok dengan hipertropi prostat.

  2. Faktor Lingkungan Kerja Berdasarkan data pada tabel 7 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang merokok, dari 23 responden tersebut, 19 responden (47.5%) yang hipertropi prostat dan 4 responden (10%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang tidak meroko diantaranya terdapat 5 responden (12.5%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (30%) yang tidak hipertropi prostat.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa seorang laki-laki yang obesitas akan beresiko terkena hipertropi prostat. Hal ini bisa disebabkan karena hampir semua kasus obesitas terjadi karena komsumsi lemak yang berlebihan. Sedangkan konsumsi lemak berlebihan pada penelitian saya sangat erat kaitannya dengan kejadian hipertropi prostat.

  Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shirley E. Otto (2005) yang mengatakan bahwa penumpukan lemak dalam tubuh dapat memicu pembentukan sel-sel prostat. Oleh sebab itu, pria obesitas memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker prostat.

  Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Hastuti Purnama Dewi (2011) pada pasien yang didiagnosa menderita kangker prostat di Rumah Sakit Moewardi Surakarta yang menunjukkan bahwa 72% responden memiliki riwayat obesitas sebelumnya.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,02 atau p < α yang artinya ada hubungan antara obesitas dengan hipertropi prostat.

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rezki Amalia obesitas disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara jumlah makanan yang masuk dan keluar, serta kurang mengoptimalkan energi yang tersedia, pola makan makanan cepat saji juga dapat mempercepat tingkat obesitas, penelitian membuktikan bahwa orang yang makan di restoran cepat saji secara teratur atau lebih dari dua kali dalam satu minggu memiliki perbedaan bermakna antara empat sampai lima kg berat badannya bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak makan direstoran cepat saji.

  1. Faktor Riwayat Penyakit Diabetes Melitus Berdasarkan data pada tabel 6 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (55.0%) yang Obesitas, dari 22 responden tersebut 18 responden (45.0%) yang hipertropi prostat dan 4 respondenn (10.0%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang tidak obesitas diantaranya terdapat 6 responden (15.0%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (10.0%) yang tidak hipertropi prostat.

  613 Aktivitas Seksual

  Hipertropi prostat hipertropi prostat Tidak hipertropi prostat

  chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan

  Berdasarkan data pada tabel 9 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti sterdapat 22 responden (57.5%) yang memiliki aktivitas seksual tidak teratur, dari 22 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 1 responden (2.5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang aktivititas seksual teratur, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 15 responden (37.5%) yang tidak hipertropi prostat.

  16 40 40 100,0 p =0,000

  60

  24

  55.0 Teratur 3 7.5 15 37.5 18

  22

  2.5

  1

  52.5

  Total n % n % n % Tidak Teratur 21

  yang artinya ada hubungan antara aktivitas seksual dengan hipertropi prostat.

  614

  pembesaran prostat, yang apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik, maka akan berkembang menjadi kanker.

  3. Faktor Perilaku Merokok Berdasarkan data pada tabel 8 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang memiliki pola makan tidak sehat, dari 23 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 2 responden (5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang pola makannya sehat, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 14 responden (35.0%) yang tidak hipertropi prostat.

  Pola makan merupakan changeble risk faktor terjadinya kanker prostat, konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi utamanya lemak hewani akan meningkatkan resiko terkena kanker prostat. Peranan lemak dalam meningkatkan resiko kanker prostat terjadi dengan beberapa mekanisme, pertama lemak dapat mempengaruhi kadar testoteron, suatu hormon yang diperlukan untuk sel - sel prostat baik jinak maupun ganas. Pria yang mengkonsumsi sedikit lemak akan mempengaruhi kadar hormon testoteron yang relatif rendah, kedua lemak adalah sumber radikal bebas dan yang ketiga adalah hasil metabolis asam lemak merupakan zat karsinogenik contohnya asam tidak jenuh omega - 6 yang dapat memicu pertumbuhan kanker prostat.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan hipertropi prostat.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Ariadi (2011) tentang riwayat gizi penderita hipertropi prostat di sebuah Rumah sakit di Samarinda. Dalam penelitian ini ditemukan, 81 % penderita memiliki riwayat konsumsi lemak berlebihan.

  Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shirley E. Otto (2005) yang mengatakan bahwa, kebiasaan makan sehari-hari, terutama komsumsi lemak dalam jumlah yang banyak seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang barat, yang mengakibatkan perubahan metabolisme hormon, diperkirakan menjadi faktor yang berhubungan erat dengan kejadian kanker prostat.

  Dari penjelasan di atas, maka peneliti dapat menarik asumsi bahwa pola makan yang tidak sehat dapat mempengaruhi terjadinya hipertropi prostat. Pola makan yang tidak sehat seperti komsumsi lemak berlebihan merupakan faktor yang dapat mengganggu metabolisme dalm tubuh.

  Sehingga gangguan ini tentunya dapat mempengaruhi timbulnya sel-sel abnormal seperti pada hipertropi prostat.

  4. Faktor Perilaku Minum Alkohol Berdasarkan data pada tabel 9 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (57.5%) yang memiliki aktivitas seksual tidak teratur, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 1 responden (2.5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang aktivititas seksual teratur, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 15 responden (37.5%) yang tidak hipertropi prostat.

  Pembengkakan prostat direalisasikan (disebabkan) dengan kegiatan seks berlebihan. Saat kegiatan seksual kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi, jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang berlebihan akan mengakibatkan infeksi prostat yang meningkatkan BPH sehingga terjadilah hipertropi prosta. Seks yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang pria menjadi kurus akibat ini terjadi karna tingginya intensitas seks yang dilakukan oleh pria tidak didukung dengan asupan makanan dan kecukupan latihan fisik yang baik. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormone testoteron.

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara aktivitas seksual dengan hipertropi prostat.

  Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Joice (2010) yang menemukan bahwa 65 % penderita hipertropi prostat memiliki kebiasaan seks yang buruk atau yang tidak teratur disebabkan karena kegiatan seks berlebihan.

  Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shirley E. Otto (2005), telah dikemukakan beberapa faktor yang meningkatkan dan faktor pencetus seperti pengaruh genetik, riwayat aktivitas seksual, infeksi virus,

  615

  SARAN

  Burnett, dkk. 2010, Panduan untuk Penderita Kanker Prostat, Jakarta : Permata Puri Media Brunner & Suddarth, 2012, Buku Ajar Keperawatan Bedah , Jakarta : Selemba Medika.

  DAFTAR PUSTAKA Atika, Proverawaty. 2010, Obesitas dan Gangguan Prilaku , Yogyakarta : Maha Medika.

  3. Disarankan bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti tentang kejadian hipertropi prostat agar penelitian dapat dilakukan dalam skala besar dengan jumlah sampel yang besar dan tempat penelitian diperluas ke rumah sakit lainnya sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi.

  2. Disarankan bagi masyarakat lebih waspada terhadap kejadian hipertropi prostat terutama bagi laki – laki yang berumur lebih dari 40 tahun.

  1. Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kejadian yang berhubungan dengan hipertropi prostat serta dapat melakukan kegiatan monitoring prevalensi kejadian hipertropi prostat yang dilaksanakan secara berkesenambungan.

  Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan,maka saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  4. Ada Hubungan yang bermakna antara Aktifitas Seksual dengan kejadian hipertropi prostat.

  patogen tertentu, kadmium, bahan-bahan kimia industri dan urbanisasi.

  3. Ada Hubungan yang bermakna antara Pola Makan dengan kejadian hipertropi prostat.

  2. Ada Hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian hipertropi prostat.

  1. Ada Hubungan yang bermakna antara Obesitas dengan kejadian hipertropi prostat.

  Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

  KESIMPULAN

  Dari penjelasan di atas maka peneliti dapat berasumsi bahwa kebiasaan seksual yang tidak teratur, dapat mempengaruhi timbulnya hipertropi prostat. Ini bisa tertjadi karena, pada saat melakukan hubungan, maka kelenjar prostat akan bekerja dalam membantu ereksi. Apabila kerja dari prostat ini tidak teratur maka akan memicu gangguan pada sel dalam prostat tersebut. Gangguan inilah yang berpotensi menimbulkan hipertropi.

  Bustam, 2007, Epidemiologi Penyakot tidak Menular, Jakarta : Rineka. Danny, dkk. 2008, Ar A Glance Sistim Reproduksi. Ellizabet Aula, 2011, Skarang atau tidak sama sekali, Makassar. Muttaqin,Arif. Dkk, 2012, Asuhan Keperawatan Sistim Perkemihan, Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Rahayu, 2009, Mengenal, Mencegah, dan Mengobati kanker, Viktory Inti Cipta. Sulistyoningsih, 2011, Gizi untuk Kesehatan Anak, Yogyakarta, Graha Ilmu. Tarwato, 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Verawaty, dkk., 2011, Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Pria, Bandung, Grafindo. Wim , 2004, Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup dan Dukungan Kelurga, Jakarta, Arcan.