KATA PENGANTAR - Makalah Bahasa Baku di Bahasa Indonesia
Contoh Makalah B.Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan petunjuknya, kami dapat
menyelesaikan penulisan Makalah Bahasa Indonesia ini.
Makalah ini kami tulis berdasarkan materi Bahasa Indonesia yang berjudul “Bahasa Indonesia
Baku ”. Makalah ini adalah salah satu saran dan pendukung dalam mempelajari tata cara
penggunaan bahasa baku.
Namun demikian, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu segala kerendahan hati, kritik dan saran dari berbagai pihak kami
harapkan demi untuk penyempurnaan makalah berikutnya.
Akhirnya penulis mengucapkan terimahkasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Palangkaraya, 10 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Pengertian Kata Baku.................................................................................................................
BAB II.. PEMBAHASAN
1. Fungsi Bahasa Indonesia baku....................................................................................................
2. Ciri – ciri Bahasa Indonesia Baku.................................................................................................
3. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa................................................................................................
4. Faktor Lafal Baku.......................................................................................................................
5. Upaya Pembakuan Lafal B. Indonesia..........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengertian Kata Baku
Bahasa baku ialah satu jenis bahasa yang menggambarkan keseragaman dalam bentuk dan
fungsi bahasa, menurut ahli linguistik Einar Haugen. Ia dikatakan sebagai “loghat yang paling
betul” bagi sesuatu bahasa
Keseragaman dalam bentuk bererti bahawa bahasa baku sudahdikodifikasikan, baik dari
segi ejaan, peristilahan,
mahupun tatabahasa,
walaupun
kodifikasi
bahasa
itu
tidaklah
semestinya merupakan penyeragaman kod yang mutlak. Misalnya, dalam tatabahasa sudah ada
rumus morfologiMelayu yang
dasardigugurkan
apabila
menetapkan
diberi
bahawa konsonan k pada
awalan men;
sesuatu kata
umpamanya kasih menjadi mengasihi,
dan ketat menjadi mengetatkan. Tetapi dengan masuknya kata asing yang mengandungi gugus
konsonan pada awal kata, rumus tersebut diberi rumus tambahan, iaitu untuk kes tersebut,
konsonan k tidak digugurkan apabila diberi awalan meNG; umpamanya kritik menjadi mengkritik.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi
standar dan nonstandar. a. ragam standar, b. c. ragam nonstandar, ragam semi standar. Bahasa
ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan
perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modern
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fungsi Bahasa Indonesia baku
Secara umum fungsi Bahasa Indonesia adalah :
1. Komunikasi resmi
2. Wacana teknis
3. Pembicaraan di depan umum
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati
Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang
langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu
digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb.
atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan,
dengan guru, dengan orang yang baru dikenal.
Ada pun fungsi social dari bahasa indonesia sebagai :
1)
pemersatu
2)
Penanda kepribadian
3)
Penanda kewibawaan
4)
Sebagai kerangka acuan
Pengikraran bahasa Melayu (tinggi) sebagai bahasa Indonesia 70 tahun lalu merupakan peristiwa
bersejarah yang sangat penting dalam proses perkembangan bangsa Indonesia yang bersatu.
Sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia yang terdiri atas
ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebahasaan yang ratusan pula dan menyebar di
kepulauan Nusantara yang luas ini jika tidak ada satu bahasa sebagai alat komunikasi antara satu
dengan lain. Kehadiran suatu lafal baku yang perlu digunakan sebagai tolok dalam berbahasa
lisan pada peristiwa-peristiwa tutur resmi yang melibatkan pendengar dari berbagai kelompok
suku tentulah merupakan suatu keharusan.
Fungsi kepribadian lafal baku akan tampak bila kita terlibat dalam pergaulan antarbangsa. Melalui
bahasa lisan seseorang, kita dapat mengenal apakah dia menggunakan logat asing ataukah logat
baku. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia dapat saja mencapai penguasaan bahasa
Indonesia yang sangat baik namun itu biasanya terbatas pada bahasa tulisan. Atau,
kemungkinan lain, dapat saja kita terlibat dalam percakapan dengan bangsa serumpun, misalnya
dengan orang Malaysia atau Brunei Darussalam. Dari segi perawakan tentu sulit untuk
membedakan satu sama lain, tetapi melalui logat/dialek yang digunakan kita dapat mengenal
apakah seseorang termasuk bangsa Indonesia atau tidak.
Fungsi penanda wibawa lafal baku merupakan suatu fungsi yang mempunyai nilai sosial yang
tinggi dalam suatu masyarakat. Kemampuan seseorang dalam menggunakan lafal baku
cenderung akan ditafsirkan bahwa orang itu adalah orang terpelajar dan karena itu patut
disegani. Kewibawaan lafal baku tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari. Dalam senda gurau
tidak pernah kita mendengar lafal baku dijadikan bahan olok-olok. Pada umumnya yang kita
dengar adalah logat (lafal) yang bersifat kedaerahan.
Fungsi lafal baku sebagai kerangka acuan berarti bahwa lafal baku dengan perangkat kaidahnya
menjadi ukuran atau patokan dalam berbahasa Indonesia secara lisan pada situasi-situasi
komunikasi yang resmi.
1. B. Ciri – ciri Bahasa Indonesia Baku
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalahpelafalan yang relatif bebas
dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.
Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan
2. Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian orfologi bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata. Misalnya:
Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.
Kuliah sudah erjalan dengan baik.
3.
Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia bakuditulis secara jelas dan tetap di
dalam kalimat. Misalnya:
Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karenasemua diangapnya
penipu.
4.
Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya:
Bacalah buku itu sampai selesai!
Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?
Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.
5.
Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ituliskan
secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya:
Saya bertemu dengan adiknya kemarin.
Ia benci sekali kepada orang itu.
C. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten.
1.
Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
● Gubernur meninjau daerah kebakaran.
● Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
2.
Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit.
Misalnya:
Bahasa Baku
● Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
● Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
3.
Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara
konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
● Surat anda sudah saya terima.
● Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
● Surat anda saya sudah terima.
● Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4.
Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● anaknya
● dia punya anak
● membersihkan
● bikin bersih
● memberitahukan
● kasih tahu
● mereka
● dia orang
5.
Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa
daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
● Dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
● Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
● Paman saya mobilnya baru.
a. Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah
lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang
belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali
dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● cantik sekali
● cantik banget
● lurus saja
● lempeng saja
● masih kacau
● masih sembraut
● uang
● duit
b. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum
pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa
Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● atap
● atep
● menggunakan
● menggaken
● pendidikan
● pendidi’an
D. Faktor Penunjang dan Penghambat Pertumbuhan Lafal Baku
Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang
dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia.
Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap
memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, pembicaraan pada seksi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau
masalah yang bertalian dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi
negatifnya. Masalah yang bertalian dengan lafal baku yang akan disorot dalam hubungan ini
meliputi:
1. isu persatuan dan kesatuan,
2. isu pendidikan
3. isu kesempatan kerja
4. isu keunggulan bahasa baku
5. isu demokrasi dalam bahasa
Pada dasarnya isu tersebut membawa perubahan yang sangat signifikan pada cara lafal baku, hal
ini mungkin saja akan terus berpengaruh pada tata cara lafal bahasa in donesia, yang akan
berlanjut ke masa yang akan datang, kecuali bila kita beerfikir secara rasio untuk memperbiaki
bahasa innonesia yang merupaakan bahasa pemersatu kita.
E. Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia
Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah
Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama
bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik
secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan. Penetapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal
dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang
baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama–dalam hal ini ragam baku bahasa
Indonesia. Untuk keperluan berbahasa lisan tentu saja dibutuhkan lafal baku. Upaya pembakuan
lafal bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan dua jalur:
1. jalur sekolah dan
2. jalur luar sekolah.
DAFTAr PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti. 1975. “Tata Cara Standardisasi dan Pengembangan Bahasa Nasional”
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. No. 3 pp 7–14.
Moeliono, Anton M. 1975. “Ciri-Ciri Bahasa Indonesia yang Baku” dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. No. 3. pp. 2–6.
Salim, Emil. 1983. “Membangun Bahasa Pembangunan”. Makalah pada Kongres Bahasa
Indonesia IV.
http//: www. ainisastra.com
http//: www. Nawala.php.com
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan petunjuknya, kami dapat
menyelesaikan penulisan Makalah Bahasa Indonesia ini.
Makalah ini kami tulis berdasarkan materi Bahasa Indonesia yang berjudul “Bahasa Indonesia
Baku ”. Makalah ini adalah salah satu saran dan pendukung dalam mempelajari tata cara
penggunaan bahasa baku.
Namun demikian, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu segala kerendahan hati, kritik dan saran dari berbagai pihak kami
harapkan demi untuk penyempurnaan makalah berikutnya.
Akhirnya penulis mengucapkan terimahkasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Palangkaraya, 10 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Pengertian Kata Baku.................................................................................................................
BAB II.. PEMBAHASAN
1. Fungsi Bahasa Indonesia baku....................................................................................................
2. Ciri – ciri Bahasa Indonesia Baku.................................................................................................
3. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa................................................................................................
4. Faktor Lafal Baku.......................................................................................................................
5. Upaya Pembakuan Lafal B. Indonesia..........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengertian Kata Baku
Bahasa baku ialah satu jenis bahasa yang menggambarkan keseragaman dalam bentuk dan
fungsi bahasa, menurut ahli linguistik Einar Haugen. Ia dikatakan sebagai “loghat yang paling
betul” bagi sesuatu bahasa
Keseragaman dalam bentuk bererti bahawa bahasa baku sudahdikodifikasikan, baik dari
segi ejaan, peristilahan,
mahupun tatabahasa,
walaupun
kodifikasi
bahasa
itu
tidaklah
semestinya merupakan penyeragaman kod yang mutlak. Misalnya, dalam tatabahasa sudah ada
rumus morfologiMelayu yang
dasardigugurkan
apabila
menetapkan
diberi
bahawa konsonan k pada
awalan men;
sesuatu kata
umpamanya kasih menjadi mengasihi,
dan ketat menjadi mengetatkan. Tetapi dengan masuknya kata asing yang mengandungi gugus
konsonan pada awal kata, rumus tersebut diberi rumus tambahan, iaitu untuk kes tersebut,
konsonan k tidak digugurkan apabila diberi awalan meNG; umpamanya kritik menjadi mengkritik.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi
standar dan nonstandar. a. ragam standar, b. c. ragam nonstandar, ragam semi standar. Bahasa
ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan
perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modern
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fungsi Bahasa Indonesia baku
Secara umum fungsi Bahasa Indonesia adalah :
1. Komunikasi resmi
2. Wacana teknis
3. Pembicaraan di depan umum
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati
Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang
langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu
digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb.
atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan,
dengan guru, dengan orang yang baru dikenal.
Ada pun fungsi social dari bahasa indonesia sebagai :
1)
pemersatu
2)
Penanda kepribadian
3)
Penanda kewibawaan
4)
Sebagai kerangka acuan
Pengikraran bahasa Melayu (tinggi) sebagai bahasa Indonesia 70 tahun lalu merupakan peristiwa
bersejarah yang sangat penting dalam proses perkembangan bangsa Indonesia yang bersatu.
Sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia yang terdiri atas
ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebahasaan yang ratusan pula dan menyebar di
kepulauan Nusantara yang luas ini jika tidak ada satu bahasa sebagai alat komunikasi antara satu
dengan lain. Kehadiran suatu lafal baku yang perlu digunakan sebagai tolok dalam berbahasa
lisan pada peristiwa-peristiwa tutur resmi yang melibatkan pendengar dari berbagai kelompok
suku tentulah merupakan suatu keharusan.
Fungsi kepribadian lafal baku akan tampak bila kita terlibat dalam pergaulan antarbangsa. Melalui
bahasa lisan seseorang, kita dapat mengenal apakah dia menggunakan logat asing ataukah logat
baku. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia dapat saja mencapai penguasaan bahasa
Indonesia yang sangat baik namun itu biasanya terbatas pada bahasa tulisan. Atau,
kemungkinan lain, dapat saja kita terlibat dalam percakapan dengan bangsa serumpun, misalnya
dengan orang Malaysia atau Brunei Darussalam. Dari segi perawakan tentu sulit untuk
membedakan satu sama lain, tetapi melalui logat/dialek yang digunakan kita dapat mengenal
apakah seseorang termasuk bangsa Indonesia atau tidak.
Fungsi penanda wibawa lafal baku merupakan suatu fungsi yang mempunyai nilai sosial yang
tinggi dalam suatu masyarakat. Kemampuan seseorang dalam menggunakan lafal baku
cenderung akan ditafsirkan bahwa orang itu adalah orang terpelajar dan karena itu patut
disegani. Kewibawaan lafal baku tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari. Dalam senda gurau
tidak pernah kita mendengar lafal baku dijadikan bahan olok-olok. Pada umumnya yang kita
dengar adalah logat (lafal) yang bersifat kedaerahan.
Fungsi lafal baku sebagai kerangka acuan berarti bahwa lafal baku dengan perangkat kaidahnya
menjadi ukuran atau patokan dalam berbahasa Indonesia secara lisan pada situasi-situasi
komunikasi yang resmi.
1. B. Ciri – ciri Bahasa Indonesia Baku
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalahpelafalan yang relatif bebas
dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek.
Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan
2. Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian orfologi bahasa
Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata. Misalnya:
Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu.
Kuliah sudah erjalan dengan baik.
3.
Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia bakuditulis secara jelas dan tetap di
dalam kalimat. Misalnya:
Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karenasemua diangapnya
penipu.
4.
Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis
secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya:
Bacalah buku itu sampai selesai!
Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri?
Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.
5.
Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ituliskan
secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya:
Saya bertemu dengan adiknya kemarin.
Ia benci sekali kepada orang itu.
C. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten.
1.
Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
● Gubernur meninjau daerah kebakaran.
● Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
2.
Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit.
Misalnya:
Bahasa Baku
● Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
● Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
3.
Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara
konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
● Surat anda sudah saya terima.
● Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
● Surat anda saya sudah terima.
● Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4.
Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● anaknya
● dia punya anak
● membersihkan
● bikin bersih
● memberitahukan
● kasih tahu
● mereka
● dia orang
5.
Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa
daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
● Dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
● Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
● Paman saya mobilnya baru.
a. Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah
lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang
belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali
dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● cantik sekali
● cantik banget
● lurus saja
● lempeng saja
● masih kacau
● masih sembraut
● uang
● duit
b. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum
pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa
Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku
● atap
● atep
● menggunakan
● menggaken
● pendidikan
● pendidi’an
D. Faktor Penunjang dan Penghambat Pertumbuhan Lafal Baku
Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang
dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia.
Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap
memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, pembicaraan pada seksi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau
masalah yang bertalian dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi
negatifnya. Masalah yang bertalian dengan lafal baku yang akan disorot dalam hubungan ini
meliputi:
1. isu persatuan dan kesatuan,
2. isu pendidikan
3. isu kesempatan kerja
4. isu keunggulan bahasa baku
5. isu demokrasi dalam bahasa
Pada dasarnya isu tersebut membawa perubahan yang sangat signifikan pada cara lafal baku, hal
ini mungkin saja akan terus berpengaruh pada tata cara lafal bahasa in donesia, yang akan
berlanjut ke masa yang akan datang, kecuali bila kita beerfikir secara rasio untuk memperbiaki
bahasa innonesia yang merupaakan bahasa pemersatu kita.
E. Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia
Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah
Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama
bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik
secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan. Penetapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal
dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang
baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama–dalam hal ini ragam baku bahasa
Indonesia. Untuk keperluan berbahasa lisan tentu saja dibutuhkan lafal baku. Upaya pembakuan
lafal bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan dua jalur:
1. jalur sekolah dan
2. jalur luar sekolah.
DAFTAr PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti. 1975. “Tata Cara Standardisasi dan Pengembangan Bahasa Nasional”
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. No. 3 pp 7–14.
Moeliono, Anton M. 1975. “Ciri-Ciri Bahasa Indonesia yang Baku” dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. No. 3. pp. 2–6.
Salim, Emil. 1983. “Membangun Bahasa Pembangunan”. Makalah pada Kongres Bahasa
Indonesia IV.
http//: www. ainisastra.com
http//: www. Nawala.php.com