Nilai yang Terkandung dalam Syair Tombo

Nilai yang Terkandung dalam Syair Tombo Ati dan Tujuh
Ajaran Sunan Drajat
dedikbaihaqi.blogspot.com /2014/08/nilai-yang-terkandung-dalam-syair-tombo.html

Nilai yang Terkandung dalam Syair Tombo Ati dan Tujuh Ajaran Sunan Drajat

PENDAHULUAN
Berbicara masalah perkembangan Islam di Indonesia menengok kembali uraian yang telah dipaparkan Clifford
Geertz. Ia membagi Islam di Jawa menjadi tiga, yaitu Abangan, Santri, dan Priyayi. Tradisi sosio-kultural santri
ditandai dengan ketaatannya menjalankan ibadah agama Islam sesuai dengan syariat agama. Sementara tradisi
abangan ditandai dengan orientasi sosio-kultural yang berakar pada tradisi mistisisme pra-hindu, dan tradisi
priyayi ditandai dengan orientasi kehidupan yang berakar pada tradisi aristokrasi Hindu-Jawa.
Tetapi, dari tahun ke tahun pemabagian ini mengalami pergeseran. Islam tidak lagi terbagi menjadi tiga bentuk
melainkan terbelah menjadi dua, yaitu Islam Pesisiran dan Islam Pedalaman. Dua “wajah” Islam ini membentuk
kebudayaan masing-masing yang menjadi ciri khas pembeda. Islam pesisiran menyebut dirinya adalah
golongan putih sedangkan Islam pedalaman yang meneguhkan Islam bukanlah hal yang hanya berbau arab,
melainkan Islam bercorak budaya Jawa.
Melihat jauh kebelakang, bahwa sebelum Islam menjadi besar pada masa kekuasaan Majapahit, Islam telah
menjadi pembeda secara budaya. Pembedaan budaya sebagai lawan dari budaya yang ada sebelumnya, yaitu
budaya Hindu dan Budha. Sedangkan untuk daerahnya mereka memilih pesisaran pantai utara seperti Gresik,
Tuban, dan Surabaya. Pemilihan daerah pesisiran bukannya tanpa alasan karena di daerah itu banyak sekali

saudagar yang beragama Islam sehingga mereka akan lebih mudah untuk berinteraksi sambil menjaga
“keputihannya”.
Dikotomi ini semakin kuat tatkala sesama putra terbaik Islam saling memperebutkan kekuasaan di daerah
Pajang (sekarang Jawa Tengah).
Tepatnya ketika Arya Penangsang (Adipati Jipang) berhadapan dengan Jaka Tingkir (Pajang). Peperangan
tersebut akhirnya dimenangkan oleh Jaka Tingkir. Kekalahan Arya Penangsang membuat para pendukungnya
tidak mau tunduk kepada Jaka Tingkir. Mereka tetap menjadi oposan dari kekuasaan Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir yang telah menjadi pucuk pimpinan segera memindahkan kekuasaannya dari Pajang ke Mataram.
Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko lebih jauh. Jika letak kekuasaan di daerah pesisiran maka akan terus
terjadi konflik karena daerah pesisiran merupakan daerah yang lebih maju pada waktu itu daripada daerah
pedalaman.
Untuk meneguhkan kekuasaannya, Jaka Tingkir membuat aturan-aturan dalam kehidupan sehari-hari. Ia
menciptakan bahasa khusus keratonan. Bahasa ini yang selanjutnya disebut dengan bahasa Krama. Aturan ini
sama sekali berbeda dengan bahasa sebelumnya yang tanpa tingkatan. Sedangkan di daerah pesisiran tetap
mempertahankan diri dengan penggunaan bahasa tanpa adanya unda usuk. Bahasa daerah pesisiran tetap
egaliter tanpa ada tingkatan bahasa ini kita kenal dengan bahasa Ngoko.
PEMBAHASAN
Bahasa ngoko ini merupakan bahasa yang mudah dipahami karena tidak mengandung aturan baku dalam
penggunaannya. Orang besar-kecil, pedagang-petani, kyai-santri bebas bercengkrama. Bahasa ini merupakan
cermin budaya yang egaliter.


1/5

Para ulama dengan kecerdikannya mengolah bahasa ini dalam pembuatan tembang maupun pujian.
Selanjutnya tembang dan pujian ini digunakan untuk menyebarkan agama Islam. Sebelumnya orang Jawa yang
suka nembang akan tetap nembang walaupun tembangnya sudah banyak yang bernafaskan Islam. Hal ini yang
membuat Islam mudah diterima di masyarakat.
Adapun salah satu bentuk pujian tersebut, yaitu:
Allahumma sholli wa sallim ‘ala Sayyidina wa maulana Muhammadin
Adadama fi’ilmillahi sholatan daimatan bida’wami mulkillahi
Tombo ati iku limo sakwernane
Moco quran kenekno (angen-angen) sakmaknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang soleh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir dalu ingkang suwe
Salah suwijine perkoro limo biso ngelakoni
Insya Allah gusti Allah nyembadani (ngijabahi)
Pegeaud dalam Wahyuningsih Dkk mengatakan bahwa karya sastra klasik mengandung isi atau makna relatif
luas meliputi bidang agama dan etik, sejarah dan mitologi, sastra, seni, hukum, ilmu masyarakat, cerita rakyat,

adat istiadat, dan serba-serbi. Ada tujuh ajaran Sunan Derajat yang tetap dijunjung tinggi oleh masyarakat
setempat. Inti ajaran tersebut adalah
1. Memangun Resep Diasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
2. Jeroning Suko Kudu Eling lan Waspodo (dalam suasana siang kita harus tetap ingat dan waspada)
3. Laksitaning Subroto tan Nyipto Marang Pringgobayaning Lampah (dalam perjalanan dalam mencapai cita-cita
luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan
4. Memperhardaning Ponco Driyo (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
5. Hening Heneng, Hening Henung (heneng dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan, dalam
keadaan hening kita akan mencapai cita-cita luhur)
6. Mulyoguno Poncowektu (kebahagian lahir batin akan dapat dicapai dengan sholat lima waktu)
7. - Wenehono teken marang wong kang wuto
- Wenehono mangan marang wong kang keluwen
- Wenehono klambi marang wong kang kawudan, lan
- Wenehono payung marang wong kaudanan.

Sekilas memang ada perbedaan antara tujuh ajaran yang diwariskan oleh sunan Derajat. Tetapi jika kita tengok
lebih jauh antara syair tombo ati dan ajaran sunan Derajat terdapat persamaan yang mendasar. Hal utama yang
digarap para penyebar agama Islam adalah kebersihan hati. Dengan hati yang suci dan bersih seseorang akan
dapat menetramkan hati orang lain. Modal kebersihan hati inilah manusia akan dapat mengarungi kehidupan
dunia.

Sastra identik dengan pesan-pesan moral di dalamnya baik itu yang berupa karya sastra bentuk tulisan maupun
bentuk lisan. Sampai saat ini masih belum ada teori yang dapat dipegang kebenarannya dalam menentukan
dahulu mana antara sastra lisan ataun sastra tulis. Nilai-nilai yang terkadung di dalam syair tombo ati dan tujuh
ajaran yang diwariskan sunan Drajat ini merupakan ajaran-ajaran yang meliputi ajaran tentang etika, nilai
agama dan sosial kemasyarakatan.
Nilai etika
Kata Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos maknanya adalah “kebiasaan atau adat”. Dalam bahasa
Indonesia, etika identik dengan moral. Etika dan moral memiliki perbedaan tetapi skalanya relatif kecil. Moral
memiliki pengertian yang lebih dangkal dibanding etika, karena hanya menyinggung perbuatan seseorang dari
segi luarnya saja. Sedangkan etika sudah menyentuh sampai kaidah dan motif perbuatan seseorang yang lebih
dalam (Wiraatmaja dalam Wahyuningsih, 1998:171).

2/5

Penuturan etika menurut G. Puja adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tata nilai baik-buruk suatu
perbuatan apa yang harus dihindari dan apa yang boleh dikerjakan, sehingga terciptanya suatu tatanan
hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi rukun, dan bermanfaat bagi orang itu,
masyarakat, lingkungan, dan alam sekitarnya (idem). Dengan demikian etika di sini diartikan dengan susila. Tata
susila bertujuan untuk membina hubungan selaras antara seseorang dengan hidup di sekitarnya.
Berdasarkan pandangan di atas dapat diketahui betapa luasnya lingkup pengertian etika atau tata susila ini,

karena terkait dengan kehidupan manusia dari berbagai dimensi, termasuk di dalamnya dimensi ruang dan
waktu. Etika atau tata susila sebagai ilmu pengetahua yang mengatur dan membina keselarahan hubungan
antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan tuhan, antara manusia dengan lingkungannya.
Syair Tombo Ati apabila disimak terdapat ajaran tentang etik hampir di seluruh syairnya. Kalimat kedua sampai
ketujuh memuat etika bermasyarakat agar selaras. Bila seseorang membaca Alquran dengan merenungkan
maknanya maka orang itu akan dapat memahami kehidupan ini sehingga dalam setiap kelakuannya akan
berdasarkan aturan dan informasi yang ada di dalam Alquran. Arti kenekno di sini yaitu menghayati ciptaan
Tuhan yang tersebar di seluruh jagat raya ini.
Kalimat ketiga dan keempat lebih nyata menyentuh kehidupan masyarakat. Anjuran untuk selalu bergaul dengan
orang sholeh sangat ditekankan. Karena lewat pertemanan kepribadian seseorang akan terbentuk. Seorang
teman bisa menjadi orang yang sangat dekat melebihi seorang saudara sekalipun. Menyangkut hal ini pernah
seorang cerdik mengatakan “jika kamu ingin mengetahui seseorang itu baik atau buruk, maka lihatlah siapa
temannya”. Dengan berteman dengan orang sholah, seseorang akan dapat mengetahui baik-buruknya
perbuatan dalam masyarakat sehingga dalam perajalanan hidupnya ia akan tetap terjaga.
Kalimat keempat seseorang akan belajar tentang susahnya hidup dalam kekurangan. Hal ini juga sesuai dengan
tembang kinanthi yang ada dalam serat Sri Gandana bait 38 “Dasar dari pikiran yang baik, bukan karana kaya
atau miskin, meskipun manusia yang miskin, apabila hatinya baik, tidak bertindak hina, pastilah dihormati
orang”. Hidup miskin adalah salah satu pilihan ulama dahulu maupun sekarang dalam menjalani hidupnya.
Dengan selalu terjaga perutnya seseorang akan lebih jelas dan terang dalam memandang persoalan. Hal
seperti ini juga pernah dilakukan oleh sahabat nabi Abu Dzar Alghiffari. Hingga akhir hidupnya ia selalu menjaga

dirinya dari rasa kenyang karena hal itulah ia diyakini sebagai pencetus kehidupan sufi.
Nilai Religius
Kata agama berasal dari dari kata kerja bahasa sanskerta yang terdiri dari kata “gam” yang berarti pergi. Kata ini
mendapatkan prefiks “A” yang berarti ingkar atau kebalikan dari kata dasar dari arti “pergi” menjadi “datang”.
Mendapat suffiks “A” merubah menjadi “kedatangan”(punyatmaja dalam Wahyuningsih, 1998:177). Kedatangan
yang dimaksudkan adalah datangnya utusan sebagai pengajar kebaikan dan penyebar wahyu ketuhanan.
Menurut Shcarf, 1995 dalam Bagong Suyanto,ed. membagi kajian agama menjadi dua dimensi, yakni teologis
dan sosiologis. Dalam corak teologis berangkat dari adalanya klaim tentang kebenaran mutlak ajaran suatu
agama. Doktrin-doktrin keagamaan yang diyakini berasal dari tuhan, kebenarannya juga diakui berada di luar
jangkauan kemampuan manusia. Sedangkan dimensi sosiologis melihat agama sebagai salah satu dari institusi
sosial, sebagai subsistem dari sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya sebagai pranata
sosial.
Agama secara umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan dunia gaib - khususnya dengan tuhannya -. Dalam definisi tersebut, sebenarnya, agama dilihat
sebagai teks atau doktrin sehingga keterlibatan manusia sebagai pendukung atau penganut agama tersebtu
tidak tampak tercakup di dalamnya (Robertson dalam Bagong Suyanto, ed 2004:229).
Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang
eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang
takwa kepada tuhannya, beradab dan manusiawi. Karena itu juga, keyakinan tentang keagamaan dapat dilihat
sebagai berorientasi pada masa yang akan datang. Hal ini dapat diketahui dalam kalimat syair ketiga dan

kelima.
Sholat fardu lakonono dan dzikir dalu ingkang suwe. Kenapa harus sholat fardu dan bedzikir? Sholat adalah

3/5

salah satu cara mengingat Tuhan begitu juga dengan berdzikir. Dengan mengingat tuhan seseorang akan
senantiasa takut untuk berbuat sesuatu yang dapat membuat Tuhan-nya jauh darinya. Walaupun dua hal ini
tidak dapat dirasakan secara langsung akibatnya, tetapi manusia tetap menjalankannya. Di sinilah letak doktrin
keagamaaan dalam teori yang telah tertulis di depan.
Hal ini sama dengan ajaran sunan Derajat pada nomer enam. Inti kebahagiaan seseorang akan terletak pada
sholat yang ia lakukan sebanyak lima waktu. Dengan ditambah waspada dan ketenangan seseorang akan
sempurna di dalam menjalankan kehidupan di dunia.
Nilai sosial Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang
lembaga dan proses sosial (Damono, 1978:6). Dengan mempelajari sosiologi kita akan mendapatkan gambaran
tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses
pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.
Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusiadalam masyarakat; usaha manusia untuk
menyesuaikan diri dan usahanya mengubah masyarakat. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan
cermin langsung ari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain
(Damono, 1978:9).

Suatu yang khas dalam masyarakat manusia adalah dikenal dan digunakannya sistem komunikasi simbolik
antara para warga masyarakat. Di dalam masyarakat manusia selalu ada yang dinamakan double reality
(Suyanto. Ed, 2004:22). Di satu pihak ada sistem fakta, yaitu suatu sistem yang tersusun atas segala apa yang
senyatanya di dalam kenyataan ada, dan di lain pihak ada yang naman sistem normatif, yaitu sistem yang
berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada. Hal ini tersusun dalam bait
berikut ini
Bagus temen wong kang urip sing biso ngaji
Tembi akhire biso mulyo lan biso muji
Rino lan wengi lamun eleng kang moho suci
Nok akhirat suwargo widodari
Secara normatif seharusnya semua manusia dapat “mengaji” khususnya umat Islam. Orang yang bisa mengaji
ia akan hidup mulya dan punya pengaruh di masyarakat. Apalagi jika ia setiap saat ingat akan penciptanya.
Dilihat dari adanya bait ini mencerminkan masyarakat pada waktu itu tidak jauh bedanya dengan
sekarang. Dahulu juga banyak orang Islam yang jauh dari akarnya, banyak berbuat dosa dan kesalahan.
Lamolane wong kang urip sing ati-ati
Lamolane wong kang urip sing wajib tobat
Mumpung iseh lawang tobat iku mengo
Yen wis tutup bakal susah awak iro
Ajaran sunan Derajat yang pertama selalu mengutamakan orang lain. Ajaran in sangat cocok dengan ajaran
nabi Muhammad, yaitu khairunnas anfauhum linnas (sebaik-baiknya manusia adalah yang beranfaat bagi

manusia lain). Ajaran sunan Derajat ditutup dengan empat hal yang sangat manusiawi, yaitu:
-Wenehono teken marang wong kang wuto
- Wenehono mangan marang wong kang keluwen
- Wenehono klambi marang wong kang kawudan, lan
- Wenehono payung marang wong kaudanan.
Dengan adanya syair pujian ini, para ulama memimpikan masyarakatnya dapat menjalani kehidupan yang ideal,
yaitu manusia yang hidup selaras dengan manusia lain tetapi tidak melupakan kewajibannya sebagai mahluk
yang “memiliki” kewajiban kepada Tuhan. Manusia yang selalu mawas diri terhadap kehidupan dunia dan selalu
mengharapkan keridlaan Allah dalam setiap langkah kehidupannya.
KESIMPULAN
Meskipun adanya perbedaan antara tujuh ajaran yang diwariskan oleh sunan Derajat dan Syair Tombo ati.

4/5

Namun jika kita tengok lebih jauh antara syair tombo ati dan ajaran sunan Derajat terdapat persamaan yang
mendasar. Hal utama yang digarap para penyebar agama Islam adalah kebersihan hati. Dengan hati yang suci
dan bersih seseorang akan dapat menetramkan hati orang lain. Modal kebersihan hati inilah manusia akan
dapat mengarungi kehidupan dunia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam syair tombo ati da tujuh ajaran sunan drajat identik dengan pesan-pesan
moral di dalamnya baik itu yang berupa karya sastra bentuk tulisan maupun bentuk lisan. Sampai saat ini masih

belum ada teori yang dapat dipegang kebenarannya dalam menentukan dahulu mana antara sastra lisan ataun
sastra tulis. Nilai-nilai yang terkadung di dalam syair tombo ati ini merupakan ajaran-ajaran yang meliputi ajaran
tentang etika, nilai agama dan sosial kemasyarakataan.
Daftar Pustaka Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembagnan Bahasa
Suyanto, Bagong dan Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media
Wahyuningsih dkk. 1998. Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna Sri Gandana. Jakarta: Pialamas Permai
Yos Rizal. Kesusasteraan Islam Pesisir dan Kejawen di Indonesia: Perkembangan Sastra Progresif dan
Ekspresif dalam Islam.

5/5

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir Qs. 3/Ali-‘Imran: 159

9 101 103