PENGARUH COMPUTER SELF EFFICACY TERHADAP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan teknologi memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap perkembangan dalam bidang informasi. Saat ini, informasi
menjadi kunci terpenting dalam kehidupan manusia. Pengaruh perkembangan dan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi tersebut juga sampai ke berbagai
aspek lain di pendidikan salah satunya, teknologi menghadirkan media
pembelajaran baru. Sebagai produk dari sebuah kebudayaan, teknologi sudah
merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat
moderen. Hampir tidak pernah terbayangkan ilmu pengetahuan begitu pesat
perkembangannya, Tofler dalam Miarso (2009) menggambarkan perkembangan
itu sebagai revolusi yang berlangsung dalam tiga gelombang. Pertama: dalam
bentuk teknologi pertanian yang telah berlangsung ribuan tahun hingga kini,
Kedua: ditandai dengan adanya teknologi industri, dan Ketiga: merupakan revolusi
teknologi elektronika dan informatika, yang berlangsung hanya dalam waktu
puluhan tahun saja.
Saat ini kita mengalami gelombang baru, tatkala para peneliti lebih jauh
memfokuskan diri ke masalah alam pikiran (mind), genetika, dan fractal, disisi lain
perspektif keilmuan bergerak ke arah dimensi yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Melalui tahapan berjenjang, penelitian yang rumit ini kemudian
memunculkan pengetahuan baru saling bergantung satu dengan lainnya sehingga
memunculkan teknologi internet, robotika, bioteknologi, dan teknologi lain yang
diperlukan bagi berbagai kebutuhan hidup antara lain: bisnis, rumah tangga,
hiburan, kesehatan, pertanian, pertahanan, komunikasi, transportasi, dengan tidak
ketinggalan pada dunia pendidikan.
1
2
Perkembangan dan penggunaan teknologi di Indonesia menunjukkan tren
yang semakin meningkat, salah satu sarana pengguna teknologi di Indonesia
adalah internet. Hasil penelitian yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) menunjukkan penggunaan teknologi internet di
Indonesia mulai tumbuh semenjak tahun 1998. Pada tahun 1998 pengguna
internet di Indonesia hanya berjumlah 0.5 juta orang dan menyentuh angka 63 juta
pengguna di tahun 2012. Diperkirakan 2 tahun yang akan datang (tahun 2015)
pengguna internet di Indonesia mencapai 139 juta orang atau lebih dari separuh
penduduk Indonesia.
Gambar 1.1 Pengguna dan Prediksi Pengguna Internet di Indonesia
Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2012)
Apabila dibandingkan dengan data pengguna internet di Asia pada tahun
2009, posisi Indonesia berada diurutan kelima dibawah China, Japan, India dan
Korea Selatan.
3
Gambar 1.2 Negara Teratas Pengguna Internet di Asia
Sumber: www.internetworldstats.com/stats3.htm (2012)
Fenomena perkembangan dan penggunaan Ilmu Pengetahuan serta
Teknologi seperti yang telah dipaparkan diatas, sangat mempengaruhi
kecenderungan perubahan dalam dunia pendidikan. Hal tersebut diindikasikan
dengan: (1) sumber belajar sangat mudah dicari, (2) penggunaan dan
pemanfaatan ICT seperti media dan multimedia maupun e-learning, mobile
learning, web-learning dan lainnya dalam kegiatan pembelajaran, dan (3) model
belajar dengan sistim individual learning ataupun blended learning. Saat ini
pelaksanaan program-program e-learning banyak diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan. Perkembangan e-learning sebagai sistem pembelajaran jarak jauh
dewasa ini banyak terjadi di kalangan lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
prospek perkembangan e-learning melalui internet dalam pembelajaran,
khususnya pembelajaran terbuka dan pembelajaran jarak jauh sangat pesat.
Persepsi dasar tentang e-learning saat ini secara umum ada dua persepsi,
yaitu: (1) Electronic based e-learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa elektronik.
4
Pengertian persepsi pertama ini, tidak hanya internet, melainkan semua perangkat
elektronik seperti film, video, kaset, OHP, Slide, LCD Projector, tape dan lain-lain
sejauh menggunakan perangkat elektronik dan (2) Internet based, adalah
pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet yang bersifat online sebagai
instrumen utamanya. Pengertian persepsi kedua ini menekankan bahwa elearning haruslah menggunakan internet yang bersifat online yaitu komputer yang
terhubung dengan internet. Hal ini dapat diartikan bahwa pembelajar dalam
mengakses materi pembelajaran tidak terbatas jarak, ruang dan waktu, bisa
dimana saja dan kapan saja (any where and any time).
Pengertian kedua persepsi tersebut ditunjang oleh berbagai pendapat para
ahli yang berbeda. Beberapa ahli yang mendukung pendapat e-learning sebagai
electronic based antara lain: Urdan dan Wegen (2000) menjelaskan “e-learning is
delivery of content via all electonic media, icluding the internet, intranet, extranets,
satellite broadcast, audio/video tape, interactive tv, and CD-ROM.” E-learning
adalah pembelajaran dimana bahan pembelajaran disampaikan melalui media
elektronic seperti internet, intranet, satelit, TV, CDROM, dan lain-lain, jadi tidak
harus internet, karena internet salah satu bagian dari e-learning. Pendapat ini
didukung oleh Jenkins dan Hanson (2003) bahwa e-learning adalah proses belajar
yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan teknologi informasi
komunikasi. Jenkins dan Hanson tidak secara khusus mengatakan bahwa
teknologi informasi dan komunikasi hanya internet, namun termasuk perangkat
yang lainnya. Pendapat lain disampaikan Vaughan dan Wilson (2001) bahwa elearning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara
menggabungkan penyampaian materi pembelajaran secara digital yang terdiri dari
dukungan dan layanan dalam belajar. Konsep digital menurut Vaughan dan Wilson
tersebut mengisyaratkan bukan hanya internet, namun semua perangkat
elektronik yang dewasa ini sudah menggunakan sistem digital.
5
Para ahli yang mendukung pemahaman e-learning sebagai media yang
menggunakan internet diantaranya: Williams & Sawyer (2007), e-learning
merupakan sebuah nama untuk program pendidikan secara online. Hampir sama
dengan pendapat Henderson (2003) yang menyatakan bahwa e-learning
merupakan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer,
biasanya internet. E-Learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang
dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal
(Sembel, 2007). Istilah e-learning dimaknai sebagai usaha untuk membuat sebuah
transformasi proses belajar mengajar yang ada di sekolah dalam bentuk digital
yang dijembatani oleh teknologi internet (Purbo, 2002). Fokus e-learning lebih
pada efisiensi proses belajar mengajar, cara pengajaran maupun materi ajar masih
dapat mengacu pada kurikulum yang berlaku. Rosenberg (2001) menekankan
bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan
serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Elearning menggabungkan metode pengajaran dan teknologi sebagai sarana dalam
proses belajar. Dalam penelitian ini, penulis mengambil persepsi dasar tentang elearning menggunakan persepsi yang kedua yaitu Internet based, dimana proses
pembelajar yang dilakukan berbasis internet. Pengertian e-learning dapat penulis
rangkum dari pendapat para ahli yaitu kegiatan pembelajaran berbasis website
dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,
khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi
oleh jarak, ruang, dan waktu serta untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.
Untuk menjaga konsistensi penyebutan istilah e-learning dan selanjutnya dalam
studi ini penulis memakai istilah “sistem e-learning”.
Sistem e-Learning memberikan harapan baru sebagai alternatif solusi atas
sebagian besar permasalahan pendidikan di Indonesia, dengan fungsi yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, baik sebagai suplemen (tambahan), komplemen
6
(pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang selama ini digunakan (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Pemanfaatan
sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam
meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun
secara berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem
tersebut dapat memberikan manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness)
adalah seberapa jauh seseorang percaya bahwa penggunaan sistem informasi
tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan. Manfaat tersebut dapat
dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation). Ekspektasi kinerja
adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan
sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived
usefullness, motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas
atau efektifitas), importance to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness
(kebermanfaatan secara keseluruhan). Dalam organisasi maupun perusahaan
ekspektasi kinerja merupakan salah satu faktor yang diharapkan dapat terus
terealisir.
Salah satu variabel penting dalam penelitian teknologi informasi adalah
computer self-efficacy (CSE). Self-efficacy diturunkan dari teori sosial-kognitif dari
psikolog terkenal, Bandura (1997), self-efficacy merupakan keyakinan individu
atau penilaian tanggung jawab dan kewajiban. Menurut Bandura, memiliki
pengetahuan, keterampilan dan prestasi sebelumnya bukan prediktor yang kuat
untuk kinerja individu di masa depan, tetapi keyakinan individu tentang
kemampuannya yang akan berpengaruh. Konsep Computer Self Efficacy (CSE)
sebagai penilaian terhadap kapabilitas seseorang dalam penggunaan sistem
informasi/teknologi informasi. CSE dipandang sebagai salah satu variabel penting
untuk studi perilaku individual dalam bidang teknologi informasi (Agarwal et al.,
7
2000). CSE menurut Compeau dan Higgins (1995) sebagai judgement kapabilitas
dan
keahlian
komputer
seseorang
untuk
melakukan
tugas-tugas
yang
berhubungan dengan teknologi informasi. Selanjutnya, Compeau dan Higgins
(1995) mengungkapkan bahwa studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk
menentukan perilaku individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi
informasi/komputer.
Penelitian tentang CSE telah banyak dilakukan misalnya Igbaria dan Livari
(1995); serta Agarwal et al. (2000). Telah ada konsensus umum antara peneliti
dengan praktisi bahwa CSE mempunyai hubungan positif dengan attitude
seseorang yang dihubungkan dengan teknologi informasi (Sheng et al., 2003).
Penelitian dengan menggunakan variabel computer self efficacy juga telah
diterapkan dalam dunia pendidikan oleh Havelka dan Neal (2003). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa software self-efficacy memiliki dampak pada kinerja dan
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara software self-efficacy dan
kecemasan komputer.
Pemanfaatan
teknologi
informasi
merupakan
sarana
pendorong bagi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
penunjang/
Pemanfaatan
teknologi informasi dapat dilakukan secara efektif jika anggota dalam organisasi
dapat menggunakan teknologi tersebut dengan baik. Pemanfaatan teknologi yang
efektif dapat meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai dengan model penerimaan
teknologi (Technology Acceptance Model/ TAM) Davis (1989). TAM menyatakan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja. Kinerja
berhubungan dengan pencapaian serangkaian tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh individu-individu didalam organisasi. Semakin tinggi kinerja individu semakin
meningkat pula efektifitas, produktivitas, dan kualitas pelayanan individu tersebut.
Kinerja individu dalam evaluasi pelaksanaan pembelajaran dengan sistem
e-learning berupa prestasi belajar mahasiswa. Dalam mengevaluasi prestasi
8
belajar, seluruh mahasiswa menginginkan tercapainya prestasi belajar yang tinggi,
karena prestasi belajar yang tinggi merupakan salah satu indikator keberhasilan
proses belajar (Syah, 2006). Namun kenyataannya tidak semua mahasiswa
mendapatkan prestasi belajar yang tinggi bahkan terdapat mahasiswa yang
mendapatkan prestasi belajar yang rendah. Prestasi belajar dipengaruhi oleh
setidaknya tiga faktor yaitu, 1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni
keadaan atau kondisi jasmani dan rohani; 2) Faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; 3) Faktor pendekatan belajar,
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Syah,
2006).
McClelland (1961) menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi
kebutuhan manusia, yaitu: (1) Need for achievement (kebutuhan akan prestasi),
(2) Need for affiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
social need-nya Maslow), dan (3) Need for Power (dorongan untuk mengatur).
Individu yang berprestasi menurut McClelland (1961) adalah mereka yang
berorientasi pada tugas dan siap menerima tugas-tugas yang menantang, serta
kerap
mengevaluasi
tugas-tugasnya
dengan
beberapa
cara,
seperti
membandingkan hasil kinerja dengan hasil kerja orang lain atau dengan standar
tertentu. Selain itu, McClelland (1986) mengartikan berprestasi sebagai standard
of excellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara
optimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Hsu
et al. (2011) terhadap pengguna
sistem e-learning menggunakan platform moodle dengan membandingkan
pembelajaran dengan metode konvensional dan metode sistem e-learning serta
untuk mengetahui kesenjangan antara siswa yang berprestasi tinggi dan siswa
yang berprestasi rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
9
negatif antara efisiensi sistem e-learning dan aksesibilitas ke komputer,
sedangkan ada hubungan positif antara frekuensi mengambil sistem e-learning
dan nilai ujian siswa.
Model kesuksesan sistem informasi telah banyak dikembangkan oleh para
peneliti (Bailey dan Person 1983, DeLone dan McLean 1992, Seddon 1997, Rai et
al., 2002). Dari beberapa model kesuksesan sistem informasi tersebut, model
DeLone dan McLean (1992) banyak mendapat perhatian dari para peneliti
selanjutnya (Mc Gill et al., 2003). Livari (2005) juga menguji secara empiris Model
DeLone dan McLean (D dan M) tersebut, hasilnya membuktikan bahwa
kesuksesan sistem informasi dipengaruhi oleh kualitas sistem informasi dan
kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem yang bersangkutan serta kualitas
layanan.
Model D dan M telah banyak digunakan seperti yang diungkapkan dalam
artikel ekstensif oleh Petter et al. (2008). D dan M telah dimodifikasi untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh beberapa penelitian IS dari berbagai
sudut.
Misalnya,
Holsapple
dan
Lee-Post
(2006)
memodifikasi
dan
mengembangkan penelitian yang digunakan dalam mengevaluasi sistem elearning. Lin (2007) memodifikasi model sukses D dan M yang digunakan dalam
penilaian keberhasilan penggunaan sistem pembelajaran online. Selanjutnya,
Wang et al. (2007) menggunakan model untuk menilai efisiensi dan keberhasilan
sistem e-learning dari sudut pandang organisasi dan karyawan. DeLone dan
McLean menggunakan model keberhasilan mereka (D dan M, 2003) ketika
mengevaluasi keberhasilan e-commerce. Dari sudut pandang e-commerce,
pengguna kunci adalah pengguna internal, pelanggan, dan penyedia. Selain itu,
interaksi dan proses bisnis dapat dievaluasi dengan bantuan dari enam dimensi
(Delone dan McLean, 2004)
10
Kualitas sistem (system quality) berarti kualitas dari kombinasi hardware
dan software dalam sistem informasi. Fokusnya adalah performa dari sistem,
dengan merujuk pada seberapa baik kemampuan perangkat keras, perangkat
lunak, kebijakan, dan prosedur dari sistem informasi dapat menyediakan informasi
sesuai kebutuhan pengguna (DeLone dan McLean, 1992). Bailey dan Pearson
(1983) menggunakan empat indikator untuk mengukur kualitas sistem:
kemudahan akses, fleksibilitas sistem; integrasi sistem, dan waktu respon.
Kualitas sistem elektronik dianggap menjadi perhatian utama yang dihadapi oleh
para pemangku kepentingan. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki
kualitas sistem e-learning dan berusaha untuk mengidentifikasi indikator yang
dapat mengukur konstruksi ini secara efektif. Volery dan Lord (2000) menyelidiki
faktor penentu keberhasilan dalam pendidikan online. Studi empiris mereka
menyimpulkan bahwa kualitas sistem merupakan faktor kunci dalam mengukur
pendidikan online. Kualitas sistem dalam pendidikan online diukur menggunakan
dua indikator: kemudahan akses dan navigasi antarmuka. Holsapple dan Lee-Post
(2006) mengukur kualitas sistem e-learning dengan enam Indikator: kemudahan
penggunaan, keramahan pengguna, stabilitas, keamanan, kecepatan, dan
responsif.
Kualitas informasi (information quality) merujuk pada output dari sistem
informasi, menyangkut nilai, manfaat, relevansi, dan urgensi dari informasi yang
dihasilkan (Pitt et al., 1998). Konstruk ini telah dimasukkan dalam sebagian besar
studi dalam hal keberhasilan sistem informasi. Wang dan Strong (1996)
mengembangkan kerangka kerja untuk ukuran penting data yang berkualitas bagi
konsumen. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa ada tiga kategori kualitas data:
(1) intrinsik: akurasi, objektivitas, believability, dan reputasi; (2) kontekstual: nilai
tambah, relevansi, ketepatan waktu, kelengkapan, dan sesuai jumlah data, dan (3)
representasional:
interpretability,
kemudahan
pemahaman,
konsistensi
11
representasi, dan representasi singkat. Untuk mengukur kesuksesan Enterprise
Support System (ESS). Sedera dan Gable (2004), melakukan penelitian mengenai
kualitas informasi. Keduanya mengidentifikasi enam dimensi yang valid untuk
mengukur kesuksesan ESS: ketersediaan; utilitas; dimengerti, relevansi, format,
dan keringkasan.
Sebagian besar studi yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
sistem e-learning telah menganggap kualitas informasi sebagai variabel penting
dalam mengukur kesuksesan. Holsapple dan Lee-Post (2006) menyatakan bahwa
kualitas informasi dianggap sebagai faktor fundamental dalam desain sistem. Subskala yang digunakan untuk mengukur kualitas informasi yang seharusnya
menjadi karakteristik dari isi pembelajaran seperti:
apakah itu: terorganisir,
disajikan secara efektif, waktu yang tepat, jelas ditulis, berguna, dan up-to-date.
Kualitas informasi telah digunakan sebagai faktor yang diperlukan oleh Wang et
al. (2007) untuk mengevaluasi kesuksesan sistem e-learning di perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kualitas informasi adalah membangun valid dan
reliabel dalam mengukur keberhasilan dalam konteks perusahaan menggunakan
sistem e-learning.
Kualitas layanan (service quality) merupakan persepsi pengguna atas jasa
yang diberikan oleh penyedia sistem e-learning. Pada awalnya ukuran kualitas
layanan ini didesain untuk mengukur kepuasan pelanggan oleh Parasuraman et
al. (1985). Kualitas layanan merupakan perbandingan antara harapan pelanggan
dan persepsi mereka tentang kualitas layanan pelanggan yang diberikan
(Parasuraman et al., 1985). Watson et al. (1998) merupakan peneliti pertama yang
menerapkan kualitas layanan ini dalam riset sistem informasi. Ketingger dan Lee
(1994) melakukan pengujian dengan membandingkan validitas dan reliabilitas
instrumen kualitas layanan dan kepuasan pengguna. Hasilnya menunjukkan
bahwa antara kedua variabel ini secara umum adalah mutually exclusive dan
12
complementary. Atas dasar hal ini dalam model keberhasilan sistem informasi
yang dibangun, Myers et al. (1998) menyarankan perlunya menambahkan variabel
kualitas layanan dalam mengukur keberhasilan suatu sistem informasi.
Kualitas layanan sistem e-learning dianggap sebagai isu menarik karena
merupakan komponen penting dalam keberhasilan sistem informasi. Holsapple
dan Lee-Post (2006), menganggap kualitas layanan, selain kualitas sistem, dan
kualitas informasi sebagai elemen penting dalam merancang kesuksesan sistem
e-learning. Lima indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan
adalah: ketepatan, ketanggapan, keadilan, knowledge ability, dan ketersediaan.
Ozkan dan Koseler (2009), menggunakan empat sub-skala untuk mengukur
kualitas layanan: pelacakan siswa; instruksi otorisasi, manajemen pembelajaran,
dan knowledge ability.
Penggunaan (use) sistem informasi yang telah dikembangkan mengacu
pada seberapa sering pengguna memakai sistem informasi. Semakin sering
pengguna memakai sistem informasi, biasanya diikuti oleh semakin banyak tingkat
pembelajaran (degree of learning) yang didapat pengguna mengenai sistem
informasi Mc Gill et al. (2005). Peningkatan derajat pembelajaran ini merupakan
salah satu indikator bahwa terdapat pengaruh antara kualitas sistem terhadap
pengguna (individual impact). Namun Livari (2005) memberikan bukti empiris
bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap intensitas penggunaan dan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pengguna. Hal ini dikarenakan obyek penelitian Livari (2005) menggunakan obyek
penggunaan sistem yang mandatory. Selanjutnya kepuasan pengguna tersebut
berpengaruh terhadap individual impact.
Seddon (1997), menyatakan bahwa penggunaan sistem informasi
merupakan perilaku yang muncul akibat adanya keuntungan atas pemakaian
sistem informasi tersebut. Perilaku yang ditimbulkan dari pemakaian sistem
13
informasi ini dalam proses selanjutnya diharapkan akan memberi dampak
terhadap kinerja individu. Sedangkan keberhasilan sistem informasi suatu
perusahaan tergantung bagaimana sistem itu dijalankan, kemudahan sistem itu
bagi para pemakainya, dan pemanfaatan teknologi yang digunakan (Goodhue,
1995). Kepuasan pengguna akhir sistem informasi dapat dijadikan sebagai salah
satu ukuran keberhasilan suatu sistem informasi (Doll dan Torkzadeh, 1988).
Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pengguna akhir
sistem informasi serta bagaimana dampak kepuasan ini terhadap kinerja individu
yang menggunakan sistem informasi, merupakan hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Snitkin dan King (1986); dan Igbaria dan
Tan (1997), mendukung penelitian Delone dan McLean pada hubungan kepuasan
pengguna (user satisfaction) mempengaruhi penggunaan (use). McGill et al.
(2003), juga mendukung pengaruh user satisfaction pada system usage. Baroudi
et al. (1986), juga menemukan hal yang sama, akan tetapi Baroudi, et al. (1986)
mengatakan bahwa use tidak secara signifikan mempengaruhi user satisfaction.
Pendapat Baroudi et al. (1986), juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Radityo dan Zulaikha (2007) dan McGill et al. (2003).
Kepuasan pemakai (user satisfaction) terhadap suatu sistem informasi
adalah bagaimana cara pemakai memandang sistem informasi secara nyata, tapi
tidak pada kualitas sistem secara teknik (McKeen et al., 2003). Dalam literatur
penelitian, user satisfaction seringkali digunakan sebagai ukuran pengganti dari
efektifitas sistem informasi (Melone, 1990). Studi yang dilakukan oleh Ramayah
dan Lee (2012) terhadap Universitas Publik di Penang, Malaysia menunjukkan
hasil bahwa kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan merupakan
faktor yang signifikan mempengaruhi kepuasan pengguna dalam menggunakan
sistem e-learning. Kepuasan pengguna juga ditemukan signifikan dalam
mempengaruhi niat pengguna untuk menggunakan. Temuan dalam penelitian ini
14
memungkinkan
pencipta
sistem e-learning untuk berfikir secara serius pada
faktor-faktor yang akan mempengaruhi kepuasan pengguna. Selain itu, studi ini
juga memberikan arah tentang bagaimana kepuasan pengguna dapat di
budayakan di kalangan pengguna untuk mendorong menggunakan sistem elearning.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur partisipasi
pendidikan tinggi adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu suatu jenjang
pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan
tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APK-nya, seperti
pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 APK Pendidikan Tinggi 2005-2011 di Indonesia
Tahun
Deskripsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
21.190.000
21.184.100
21.174.900
21.171.200
21.170.300
19.844.485
19.858.146
3.868.358
4.285.645
4.357.505
4.501.543
4.657.547
5.226.460
5.381.216
PTN
805.479
824.693
978.739
965.970
1.011.721
1.030.403
1.063.274
PTS
2.243.760
2.567.879
2.392.417
2.410.276
2.451.451
2.886.641
2.928.890
PT Kedinasan
48.493
51.318
47.253
47.253
66.535
92.971
101.351
Religious HEI
508.545
518.901
506.247
506.247
503.439
571.336
620.938
Universitas Terbuka
262.081
322.854
450.849
450.849
624.401
645.099
666.763
APK (%)
18,26%
20,23%
20,66%
21,26%
22,00%
26,34%
27,10%
0
1.97%
0.46%
0.60%
0.74%
4.34%
0.76%
Populasi (Usia 19-23)
Jumlah Mahasiswa
Besar Peningkatan
Sumber: Nizam (2012)
Data Angka Partisipasi Kasar (APK) pada Tabel 1.1 terlihat bahwa jenjang
pendidikan tinggi (usia 19-23 tahun) tiap tahun mengalami kenaikan. Data APK
pada tahun 2011 sebesar 27.10%, dengan asumsi peningkatan per tahun sebesar
1% maka pada tahun 2014, APK akan mencapai sebesar 30% (sesuai dengan
angka ideal APK sebesar 30%, Nizam, 2012). Fenomena pertumbuhan APK yang
positif tersebut jika dikaitkan dengan pertumbuhan pengguna internet (Gambar
15
1.1) hal ini akan menjadi fenomena baru, ketika penggunaan sistem e-learning
berkontribusi terhadap peningkatan APK yang tiap tahun trend-nya semakin
meningkat.
Proses penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
dilakukan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan salah satu
komponen
penting
pendidikan
nasional
yang
memiliki
peran
dalam
mempersiapkan SDM dengan kualifikasi tinggi untuk menjadi manusia yang
berkualitas amat tinggi atau profesional. Dalam peraturan pemerintah (PP) nomor
60 tahun 1999, disebutkan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: (1) menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
membuka khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian dan (2)
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya budaya nasional.
Dengan demikian, perguruan tinggi memiliki peran dalam membentuk
manusia yang berkualitas amat tinggi dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perguruan tinggi juga berperan dalam mempersiapkan profesional
dalam berbagai bidang keilmuan untuk kepentingan pembangunan bangsa dan
negara. Selain itu, secara filosofi perguruan tinggi sebagai tonggak perkembangan
civilization manusia.
Sebagian besar Program Studi perguruan tinggi di Indonesia belum
memiliki kualitas yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya
program studi yang kadaluarsa dan bahkan belum terakreditasi oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), baik PTN maupun PTS seperti
terlihat pada Tabel 1.2.
16
Tabel 1.2 Jumlah Program Studi (Prodi) yang Sudah dan Belum Terakreditasi
Sampai 2012
NO
Jenis PT
1
Negeri
2
PTS
3
Non Diknas
Total
Jumlah
Prodi
Terakre
-ditasi
Masih
Berlaku
Kadaluarsa
Belum
Terakreditasi
4.979
4.145
2.380
795
1.834
13.251
7.326
5.781
1.545
6.195
2.268
1.292
1.079
213
976
20.498
12.763
9.240
2.553
9.005
Sumber: Pusat Data BAN PT, 2012
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa:
total jumlah program studi yang
kadaluarsa akreditasinya berjumlah 2.553 atau sekitar 12.45% dan total program
studi yang belum terakreditasi berjumlah 9.005 atau sekitar 43.93%.
Menurut Ho (2004) sistem e-learning terdiri dari tiga komponen utama,
ketiga komponen tersebut adalah content, technology, dan technical system.
Sementara Kheterpal, (2005) membagi komponen e-learning juga menjadi tiga
komponen utama, yaitu: content, services to the customer (learner), dan
technology. Content merupakan bagian dari courses, modul atau learning objects.
Komponen sistem e-learning yang terkait dengan sisi teknologi mencakup hal-hal
teknis seperti susunan infrastruktur teknologi informasi, hardware, software, dan
teknologi komunikasi. Menurut Engelbrecth (2003), implementasi sistem elearning bagi perusahaan dan institusi pendidikan merupakan investasi yang
mempunyai tiga tujuan strategis, yaitu: (1) meningkatkan atau menunjang kualitas
pendidikan atau program pelatihan yang berdampak pada kualitas karyawan atau
pelajar, (2) memperbaiki akses kesempatan pembelajaran, dan (3) mengurangi
biaya pendidikan.
MacDonal (2001), menyusun suatu model pembelajaran yang terkenal
dengan istilah model demand-driven learning. Model tersebut terdiri dari tiga
komponen, yaitu: content, delivery, dan service. Tujuan utama pengembangan
model tersebut adalah untuk mendorong para akademisi dan para ahli untuk
17
berperan secara proaktif dalam pengembangan dan penggunaan teknologi untuk
proses
learning. Content merupakan bagian dari learning yang mempunyai
karakteristik comprehensive, authentic, dan researched. Delivery merupakan
proses penyampaian informasi melalui media web-based dan interface. Webbased dan interface mempunyai karakteristik user friendly, sedangkan service
merupakan bagian learning yang lebih berfokus pada ketentuan akan sumberdaya
yang dibutuhkan untuk learning, seperti kebutuhan akan pengelolaan administrasi
dan technical support.
Gambar 1.3 Model Demand-Driven Learning
Sumber: MacDonal (2001)
Gambar 1.3 memperlihatkan bahwa komponen teknologi sebagai dasar
infrastruktur merupakan salah satu bagian penting dalam sistem e-learning. Model
ini mengandung makna akan pentingnya pemahaman tentang peranan
infrastruktur ICT dalam mendukung komponen sistem e-learning baik dari sisi
content, delivery maupun service.
18
Proses penyelengaraan sistem e-learning memerlukan sistem yang mampu
mengelola pembelajaran secara online, sistem yang biasa dipakai tersebut
dikenal dengan LMS (Learning Managemen System). LMS dapat membantu
membuat dan menawarkan beberapa course, juga menyediakan kemampuan
memperlancar pelajaran dan dapat diintegrasikan dengan LCMS (Learning
Content Management System ) dalam membuat kontennya (Horton dan Horton,
2003). Moodle adalah salah satu LMS, yang di perkenalkan pertama kali oleh
Martin Dougiamas, seorang computer scientist dan educator di salah satu
perguruan tinggi Perth, Australia.
Moodle merupakan salah satu LMS open source yang dapat diperoleh
secara bebas melalui http://moodle.org. Moodle dapat dengan mudah dipakai
untuk mengembangkan sistem e-learning. Dengan Moodle portal sistem elearning dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. Perkembangan penggunaan LMS
Moodle dengan sifatnya yang open source tersebut telah berkembang dengan
cepat. Data pada tahun 2010, terdapat lebih dari 49 ribu situs e-learning tersebar
di
lebih
dari
210
negara
yang
dikembangkan
dengan
Moodle
(http://moodle.org.sites/). Sedangkan di Indonesia terdapat lebih dari 594 situs elearning yang dikembangkan dengan Moodle.
Ketika sebuah institusi telah mengimplementasikan sistem e-learning
didalam organisasinya, maka keberhasilan atau efektifitasnya perlu diukur dan
ditentukan. Beberapa peneliti diantaranya DeLone dan McLean, (1992); Doll dan
Torkzadeh, (1988); Seddon, (1997) berkesimpulan bahwa keberhasilan sistem elearning sebagian besar dikaitkan dengan user satisfaction serta faktor-faktor
lainnya. Stokes (2001) mengemukakan bahwa masalah learner satisfaction dalam
lingkungan digital merupakan sesuatu yang sangat penting, sementara model
yang dikembangkan oleh DeLone dan McLean (2003) bisa dikatakan sebagai
19
pendekatan yang lebih komprehensif dibandingkan pendekatan model lain yang
ada. Model tersebut secara komprehensif mengukur kesuksesan IS sistem ecommerce. Model sukses IS DeLone dan McLean (2003) menyebutkan bahwa
variabel user satisfaction dipengaruhi oleh beberapa dimensi, diantaranya adalah:
information quality, system quality, dan service quality.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi pada pengguna sistem
e-learning berbasis website di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Kopertis
Wilayah III Jakarta, dimana tipe perguruan tinggi yang ada adalah universitas,
sekolah tinggi, institut, akademik, dan politeknik. Adapun rincian PTS yang ada di
lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3 Sebaran Jumlah PTS di Kopertis Wilayah III Berdasarkan Bentuk
NO
Bentuk PTS
Jumlah
1
Universitas
49
2
Institut
11
3
Sekolah Tinggi
142
4
Akademi
132
5
Politeknik
8
TOTAL PTS
342
Sumber: www.kopertis3.or.id (2012)
Dalam rangka penerapan dan pengembangan model pendidikan jarak jauh
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (sistem e-learning),
Koordinator Kopertis Wilayah III Prof. Dr. Ilza Mayuni, MA melalui surat Nomor:
030/K3/KM/2013, tanggal 19 Februari 2013, Perihal: Implementasi E-Learning
pada Program Studi, mengirimkan surat ke perguruan tinggi swasta sebagai pilot
project pelaksana pembelajaran dengan metode e-learning. Dari total 342 PTS,
terpilih 40 PTS yang ditunjuk sebagai pilot project dalam implementasi sistem elearning tersebut. Rincian PTS implementasi sistem e-learning yang telah
20
ditetapkan Dit. Belmawa Dijten DIKTI Kemendikbud tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.4 Daftar PTS Sebagai Pilot Project Dalam Implementasi Sistem ELearning di Kopertis Wilayah III
NO
Bentuk PTS
Jumlah
1
Universitas
31
2
Sekolah Tinggi
8
3
Akademi
1
TOTAL PTS Pilot Project
40
Sumber: www.kopertis3.or.id (2012)
Penelitian ini berfokus pada persepsi individu yaitu persepsi individu
berkaitan
dengan
kualitas
sistem,
kualitas
informasi,
kualitas
layanan,
penggunaan, kepuasan pengguna dan dampak individu terhadap penggunaan
sistem e-learning guna menguji pengaruhnya terhadap dampak penggunaan
sistem e-learning. Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada
kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk
menyelesaikan tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja
(Parasuraman, 2000). Dasar pertimbangan dalam penelitian ini adalah:
1) Model penerimaan dan kesuksesan teknologi hanya mampu menjelaskan
perilaku pengguna dari sisi manfaat yang dihasilkan oleh teknologi, padahal
ada kemungkinan seseorang menggunakan teknologi tidak berdasarkan
manfaatnya, melainkan ada paksaan dari orang lain dan organisasi
(mandatory). Dorongan lain ini juga dapat menyebabkan penolakan pengguna
individu walaupun penggunaan teknologi tersebut diyakini manfaatnya.
2) Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas khususnya dalam proses
pembelajaran dengan sistem e-learning, tetapi menurut pengamatan penulis
masih jarang yang meneliti dampak pembelajaran dengan sistem e-learning
terhadap kinerja individu/prestasi mahasiswa.
21
3) Telah banyak penelitian yang mempelajari penggunaan ICT/e-learning pada
institusi pendidikan, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang sekali
yang meneliti penggunaan ICT dari sisi penerimaan pengguna terhadap
kesuksesan sistem e-learning. Kebanyakan penelitian tentang sistem elearning mencermati keberhasilan penggunaan sistem e-learning sebagai
metode pembelajaran, sedangkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu
sendiri belum menjadi fokus para peneliti.
4) Ditemukan beberapa penelitian terdahulu tentang teknologi informasi yang
belum memiliki konsistensi dalam pengujian model, sehingga membuka
peluang untuk mengembangkan model pada objek penelitian ini. Adapun
rincian dari perbedaan pengujian model penelitian (research gap) dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 1.5 Research Gap Sebagai Dasar Penelitian
Research Gap
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
sistem terhadap penggunaan
Hasil
Peneliti
Signifikan Sedon dan Kiew (1996), Shaberwal et
al., (2006) Halawi et al., (2007), Hsieh
dan Wang (2007), Petter dan McLean
(2009), Freeze et al. (2010)
Tidak
signifikan
Lucas dan Spitler (1999), McGill et al.
(2003), Klein (2007), Saba (2012)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
informasi terhadap intensi
penggunaan
Signifikan Petter dan McLean (2009), Riaz dan
Hussain (2010)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
informasi terhadap
penggunaan
Signifikan Godhue dan Thompson (1995), Rai et
al. (2002), Halawi et al. (2007), Petter
dan McLean (2009), Freeze et al.
(2010), Saba (2012)
Tidak
signifikan
Tidak
signifikan
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap
penggunaan
Abood et al. (2010)
McGill et al. (2003), Iivari (2005)
Signifikan Iivari (2005), McGill et al., (2003), Wu
dan Wang (2006), Chiu et al., (2007),
Halawi et al. (2007), Abood et al. (2010)
Tidak
signifikan
Sabherwal et al. (2006)
22
Research Gap
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap Dampak
Individu
Hasil
Peneliti
Signifikan Rai et al., (2002) McGill et al. (2003),
Iivari (2005), McGill dan Klobas (2005),
Halawi et al., (2007), Abood et al.
(2010), Saba (2012)
Tidak
signifikan
Almutairi dan Subramanian (2005)
Sumber: Penelitian Terdahulu dipetakan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis melakukan studi
empiris, dirancang untuk mengetahui pengaruh dari variabel computer selfefficacy terhadap
kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan,
penggunaan, kepuasan pengguna, dan dampak individu. Adapun judul yang
diambil dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Computer Self-Efficacy
Terhadap
Kualitas
Sistem,
Kualitas
Informasi,
Kualitas
Layanan,
Penggunaan, Kepuasan Pengguna, dan Dampak Individu (Studi Pada
Mahasiswa Pengguna Sistem E-Learning di Kopertis Wilayah III Jakarta)”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas sistem?
2)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas informasi?
3)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas layanan?
4)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan?
5)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pengguna?
23
6)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
dampak individu?
7)
Apakah kualitas sistem berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
informasi?
8)
Apakah
kualitas
sistem
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
penggunaan?
9)
Apakah kualitas sistem berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
10)
Apakah kualitas informasi berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan?
11)
Apakah kualitas informasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
12)
Apakah
kualitas
layanan
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
penggunaan?
13)
Apakah kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
14)
Apakah penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
15)
Apakah penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap dampak
individu?
16)
Apakah kepuasan pengguna berpengaruh secara signifikan terhadap
dampak individu?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan
menentukan tingkat kesuksesan sistem e-learning dalam sebuah institusi
pendidikan tinggi di Kopertis Wilayah III Jakarta, dengan tujuan secara spesifik
adalah sebagai berikut:
24
1)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas sistem.
2)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas informasi.
3)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas layanan.
4)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap penggunaan.
5)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan pengguna.
6)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap dampak individu.
7)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas informasi.
8)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
9)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
10)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas informasi berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
11)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas informasi berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
12)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas layanan berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
13)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas layanan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
25
14)
Untuk menganalisis dan menjelaskan penggunaan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
15)
Untuk menganalisis dan menjelaskan penggunaan berpengaruh secara
signifikan terhadap dampak individu.
16)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kepuasan pengguna berpengaruh
secara signifikan terhadap dampak individu.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1
1)
Manfaat Teoritis
Mengembangkan model sebelumnya dari teori kesuksesan sistem informasi
The upadated DeLone dan McLean (D dan M IS Success Model, 2003)
dengan menambahkan variabel baru computer self-efficacy diadopsi dari
penelitian yang dilakukan oleh Chang, et al. (2011). Dengan pengembangan
model tersebut diharapkan dapat memperkaya model penerimaan teknologi
khususnya model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean (2003).
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan dan memberikan wacana baru
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan sistem e-learning berbasis
website di Kopertis Wilayah III Jakarta agar dapat berhasil dengan baik.
2)
Menguji teori-teori yang melandasi hipotesis penelitian ini antara lain;
variabel computer self efficacy dari teori Compeau dan Higgins (1995),
variabel kualitas sistem dari teori Nielsen(2000) McKinney et al.(2002),
variabel kualitas informasi teori Weber (1999), Liu dan Arnet (2000),Li et
al.(2002) variabeli kualitas layanan teori Deveraj et al.(2002), variabel
penggunaan teori Almutaini dan Subramanian(2005), Livari (2005),variabel
kepuasan pengguna teori Seddon dan Kiew(2003) McGill dan Klobas(2005),
dan variabel dampak dari teori Godhue (1995).
26
3)
Model kesuksesan sistem e-learning dalam studi ini diharapkan mampu
mengukur tingkat kesuksesan sistem e-learning dalam pembelajaran dengan
sistem e-learning.
1.4.2 Manfaat Praktis
1)
Sistem pembelajaran yang berbentuk jarak jauh berbasis Web (Web
Distance Learning) merupakan langkah awal majunya teknologi informasi
khusus dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, Web-based learning
menjadi salah satu metode dan teknologi yang bermanfaat dalam
pembelajaran jarak jauh. Sistem e-learning merupakan bentuk dasar dari
pendidikan jarak jauh yang menggunakan media elektronik sebagai media
penyampaian
materi
dan
komunikasi
antara
pengajar
dengan
mahasiswanya. Sistem E-learning adalah istilah yang paling baru pada
sistem pendidikan jarak jauh dan istilah ini diperuntukkan bagi proses
pembelajaran secara elektronik termasuk salah satunya media komputer dan
telekomunikasi. Dengan demikikian, hasil penelitian ini diharapkan
merupakan salah satu alat bantu awal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) dalam hal pelaksanaan proses pendidikan jarak jauh dengan sistem
e-learning, sehingga dapat memberikan kelancaran proses awal dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan sistem e-learning di seluruh perguruan
tinggi Kopertis III Jakarta.
2)
Bagi organisasi/institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wacana dalam upaya untuk menerapkan keberhasilan sistem
e-learning pada konteks pendidikan tinggi di lingkungan Kopertis III Jakarta.
Lebih lanjut diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi yang
bermanfaat bagi perguruan tinggi dan dasar pemikiran pengembangan serta
perbaikan pembelajaran berbasis teknologi informasi (sistem e-learning) di
masa yang akan datang.
27
3)
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi terkait dengan
pokok bahasan kesuksesan sistem e-learning di masa yang akan datang.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan teknologi memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap perkembangan dalam bidang informasi. Saat ini, informasi
menjadi kunci terpenting dalam kehidupan manusia. Pengaruh perkembangan dan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi tersebut juga sampai ke berbagai
aspek lain di pendidikan salah satunya, teknologi menghadirkan media
pembelajaran baru. Sebagai produk dari sebuah kebudayaan, teknologi sudah
merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat
moderen. Hampir tidak pernah terbayangkan ilmu pengetahuan begitu pesat
perkembangannya, Tofler dalam Miarso (2009) menggambarkan perkembangan
itu sebagai revolusi yang berlangsung dalam tiga gelombang. Pertama: dalam
bentuk teknologi pertanian yang telah berlangsung ribuan tahun hingga kini,
Kedua: ditandai dengan adanya teknologi industri, dan Ketiga: merupakan revolusi
teknologi elektronika dan informatika, yang berlangsung hanya dalam waktu
puluhan tahun saja.
Saat ini kita mengalami gelombang baru, tatkala para peneliti lebih jauh
memfokuskan diri ke masalah alam pikiran (mind), genetika, dan fractal, disisi lain
perspektif keilmuan bergerak ke arah dimensi yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Melalui tahapan berjenjang, penelitian yang rumit ini kemudian
memunculkan pengetahuan baru saling bergantung satu dengan lainnya sehingga
memunculkan teknologi internet, robotika, bioteknologi, dan teknologi lain yang
diperlukan bagi berbagai kebutuhan hidup antara lain: bisnis, rumah tangga,
hiburan, kesehatan, pertanian, pertahanan, komunikasi, transportasi, dengan tidak
ketinggalan pada dunia pendidikan.
1
2
Perkembangan dan penggunaan teknologi di Indonesia menunjukkan tren
yang semakin meningkat, salah satu sarana pengguna teknologi di Indonesia
adalah internet. Hasil penelitian yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) menunjukkan penggunaan teknologi internet di
Indonesia mulai tumbuh semenjak tahun 1998. Pada tahun 1998 pengguna
internet di Indonesia hanya berjumlah 0.5 juta orang dan menyentuh angka 63 juta
pengguna di tahun 2012. Diperkirakan 2 tahun yang akan datang (tahun 2015)
pengguna internet di Indonesia mencapai 139 juta orang atau lebih dari separuh
penduduk Indonesia.
Gambar 1.1 Pengguna dan Prediksi Pengguna Internet di Indonesia
Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2012)
Apabila dibandingkan dengan data pengguna internet di Asia pada tahun
2009, posisi Indonesia berada diurutan kelima dibawah China, Japan, India dan
Korea Selatan.
3
Gambar 1.2 Negara Teratas Pengguna Internet di Asia
Sumber: www.internetworldstats.com/stats3.htm (2012)
Fenomena perkembangan dan penggunaan Ilmu Pengetahuan serta
Teknologi seperti yang telah dipaparkan diatas, sangat mempengaruhi
kecenderungan perubahan dalam dunia pendidikan. Hal tersebut diindikasikan
dengan: (1) sumber belajar sangat mudah dicari, (2) penggunaan dan
pemanfaatan ICT seperti media dan multimedia maupun e-learning, mobile
learning, web-learning dan lainnya dalam kegiatan pembelajaran, dan (3) model
belajar dengan sistim individual learning ataupun blended learning. Saat ini
pelaksanaan program-program e-learning banyak diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan. Perkembangan e-learning sebagai sistem pembelajaran jarak jauh
dewasa ini banyak terjadi di kalangan lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
prospek perkembangan e-learning melalui internet dalam pembelajaran,
khususnya pembelajaran terbuka dan pembelajaran jarak jauh sangat pesat.
Persepsi dasar tentang e-learning saat ini secara umum ada dua persepsi,
yaitu: (1) Electronic based e-learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa elektronik.
4
Pengertian persepsi pertama ini, tidak hanya internet, melainkan semua perangkat
elektronik seperti film, video, kaset, OHP, Slide, LCD Projector, tape dan lain-lain
sejauh menggunakan perangkat elektronik dan (2) Internet based, adalah
pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet yang bersifat online sebagai
instrumen utamanya. Pengertian persepsi kedua ini menekankan bahwa elearning haruslah menggunakan internet yang bersifat online yaitu komputer yang
terhubung dengan internet. Hal ini dapat diartikan bahwa pembelajar dalam
mengakses materi pembelajaran tidak terbatas jarak, ruang dan waktu, bisa
dimana saja dan kapan saja (any where and any time).
Pengertian kedua persepsi tersebut ditunjang oleh berbagai pendapat para
ahli yang berbeda. Beberapa ahli yang mendukung pendapat e-learning sebagai
electronic based antara lain: Urdan dan Wegen (2000) menjelaskan “e-learning is
delivery of content via all electonic media, icluding the internet, intranet, extranets,
satellite broadcast, audio/video tape, interactive tv, and CD-ROM.” E-learning
adalah pembelajaran dimana bahan pembelajaran disampaikan melalui media
elektronic seperti internet, intranet, satelit, TV, CDROM, dan lain-lain, jadi tidak
harus internet, karena internet salah satu bagian dari e-learning. Pendapat ini
didukung oleh Jenkins dan Hanson (2003) bahwa e-learning adalah proses belajar
yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan teknologi informasi
komunikasi. Jenkins dan Hanson tidak secara khusus mengatakan bahwa
teknologi informasi dan komunikasi hanya internet, namun termasuk perangkat
yang lainnya. Pendapat lain disampaikan Vaughan dan Wilson (2001) bahwa elearning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara
menggabungkan penyampaian materi pembelajaran secara digital yang terdiri dari
dukungan dan layanan dalam belajar. Konsep digital menurut Vaughan dan Wilson
tersebut mengisyaratkan bukan hanya internet, namun semua perangkat
elektronik yang dewasa ini sudah menggunakan sistem digital.
5
Para ahli yang mendukung pemahaman e-learning sebagai media yang
menggunakan internet diantaranya: Williams & Sawyer (2007), e-learning
merupakan sebuah nama untuk program pendidikan secara online. Hampir sama
dengan pendapat Henderson (2003) yang menyatakan bahwa e-learning
merupakan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer,
biasanya internet. E-Learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang
dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal
(Sembel, 2007). Istilah e-learning dimaknai sebagai usaha untuk membuat sebuah
transformasi proses belajar mengajar yang ada di sekolah dalam bentuk digital
yang dijembatani oleh teknologi internet (Purbo, 2002). Fokus e-learning lebih
pada efisiensi proses belajar mengajar, cara pengajaran maupun materi ajar masih
dapat mengacu pada kurikulum yang berlaku. Rosenberg (2001) menekankan
bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan
serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Elearning menggabungkan metode pengajaran dan teknologi sebagai sarana dalam
proses belajar. Dalam penelitian ini, penulis mengambil persepsi dasar tentang elearning menggunakan persepsi yang kedua yaitu Internet based, dimana proses
pembelajar yang dilakukan berbasis internet. Pengertian e-learning dapat penulis
rangkum dari pendapat para ahli yaitu kegiatan pembelajaran berbasis website
dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,
khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi
oleh jarak, ruang, dan waktu serta untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.
Untuk menjaga konsistensi penyebutan istilah e-learning dan selanjutnya dalam
studi ini penulis memakai istilah “sistem e-learning”.
Sistem e-Learning memberikan harapan baru sebagai alternatif solusi atas
sebagian besar permasalahan pendidikan di Indonesia, dengan fungsi yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, baik sebagai suplemen (tambahan), komplemen
6
(pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang selama ini digunakan (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Pemanfaatan
sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam
meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun
secara berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem
tersebut dapat memberikan manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness)
adalah seberapa jauh seseorang percaya bahwa penggunaan sistem informasi
tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan. Manfaat tersebut dapat
dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation). Ekspektasi kinerja
adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan
sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived
usefullness, motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas
atau efektifitas), importance to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness
(kebermanfaatan secara keseluruhan). Dalam organisasi maupun perusahaan
ekspektasi kinerja merupakan salah satu faktor yang diharapkan dapat terus
terealisir.
Salah satu variabel penting dalam penelitian teknologi informasi adalah
computer self-efficacy (CSE). Self-efficacy diturunkan dari teori sosial-kognitif dari
psikolog terkenal, Bandura (1997), self-efficacy merupakan keyakinan individu
atau penilaian tanggung jawab dan kewajiban. Menurut Bandura, memiliki
pengetahuan, keterampilan dan prestasi sebelumnya bukan prediktor yang kuat
untuk kinerja individu di masa depan, tetapi keyakinan individu tentang
kemampuannya yang akan berpengaruh. Konsep Computer Self Efficacy (CSE)
sebagai penilaian terhadap kapabilitas seseorang dalam penggunaan sistem
informasi/teknologi informasi. CSE dipandang sebagai salah satu variabel penting
untuk studi perilaku individual dalam bidang teknologi informasi (Agarwal et al.,
7
2000). CSE menurut Compeau dan Higgins (1995) sebagai judgement kapabilitas
dan
keahlian
komputer
seseorang
untuk
melakukan
tugas-tugas
yang
berhubungan dengan teknologi informasi. Selanjutnya, Compeau dan Higgins
(1995) mengungkapkan bahwa studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk
menentukan perilaku individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi
informasi/komputer.
Penelitian tentang CSE telah banyak dilakukan misalnya Igbaria dan Livari
(1995); serta Agarwal et al. (2000). Telah ada konsensus umum antara peneliti
dengan praktisi bahwa CSE mempunyai hubungan positif dengan attitude
seseorang yang dihubungkan dengan teknologi informasi (Sheng et al., 2003).
Penelitian dengan menggunakan variabel computer self efficacy juga telah
diterapkan dalam dunia pendidikan oleh Havelka dan Neal (2003). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa software self-efficacy memiliki dampak pada kinerja dan
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara software self-efficacy dan
kecemasan komputer.
Pemanfaatan
teknologi
informasi
merupakan
sarana
pendorong bagi organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
penunjang/
Pemanfaatan
teknologi informasi dapat dilakukan secara efektif jika anggota dalam organisasi
dapat menggunakan teknologi tersebut dengan baik. Pemanfaatan teknologi yang
efektif dapat meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai dengan model penerimaan
teknologi (Technology Acceptance Model/ TAM) Davis (1989). TAM menyatakan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja. Kinerja
berhubungan dengan pencapaian serangkaian tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh individu-individu didalam organisasi. Semakin tinggi kinerja individu semakin
meningkat pula efektifitas, produktivitas, dan kualitas pelayanan individu tersebut.
Kinerja individu dalam evaluasi pelaksanaan pembelajaran dengan sistem
e-learning berupa prestasi belajar mahasiswa. Dalam mengevaluasi prestasi
8
belajar, seluruh mahasiswa menginginkan tercapainya prestasi belajar yang tinggi,
karena prestasi belajar yang tinggi merupakan salah satu indikator keberhasilan
proses belajar (Syah, 2006). Namun kenyataannya tidak semua mahasiswa
mendapatkan prestasi belajar yang tinggi bahkan terdapat mahasiswa yang
mendapatkan prestasi belajar yang rendah. Prestasi belajar dipengaruhi oleh
setidaknya tiga faktor yaitu, 1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni
keadaan atau kondisi jasmani dan rohani; 2) Faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; 3) Faktor pendekatan belajar,
yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Syah,
2006).
McClelland (1961) menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi
kebutuhan manusia, yaitu: (1) Need for achievement (kebutuhan akan prestasi),
(2) Need for affiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
social need-nya Maslow), dan (3) Need for Power (dorongan untuk mengatur).
Individu yang berprestasi menurut McClelland (1961) adalah mereka yang
berorientasi pada tugas dan siap menerima tugas-tugas yang menantang, serta
kerap
mengevaluasi
tugas-tugasnya
dengan
beberapa
cara,
seperti
membandingkan hasil kinerja dengan hasil kerja orang lain atau dengan standar
tertentu. Selain itu, McClelland (1986) mengartikan berprestasi sebagai standard
of excellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara
optimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Hsu
et al. (2011) terhadap pengguna
sistem e-learning menggunakan platform moodle dengan membandingkan
pembelajaran dengan metode konvensional dan metode sistem e-learning serta
untuk mengetahui kesenjangan antara siswa yang berprestasi tinggi dan siswa
yang berprestasi rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
9
negatif antara efisiensi sistem e-learning dan aksesibilitas ke komputer,
sedangkan ada hubungan positif antara frekuensi mengambil sistem e-learning
dan nilai ujian siswa.
Model kesuksesan sistem informasi telah banyak dikembangkan oleh para
peneliti (Bailey dan Person 1983, DeLone dan McLean 1992, Seddon 1997, Rai et
al., 2002). Dari beberapa model kesuksesan sistem informasi tersebut, model
DeLone dan McLean (1992) banyak mendapat perhatian dari para peneliti
selanjutnya (Mc Gill et al., 2003). Livari (2005) juga menguji secara empiris Model
DeLone dan McLean (D dan M) tersebut, hasilnya membuktikan bahwa
kesuksesan sistem informasi dipengaruhi oleh kualitas sistem informasi dan
kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem yang bersangkutan serta kualitas
layanan.
Model D dan M telah banyak digunakan seperti yang diungkapkan dalam
artikel ekstensif oleh Petter et al. (2008). D dan M telah dimodifikasi untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh beberapa penelitian IS dari berbagai
sudut.
Misalnya,
Holsapple
dan
Lee-Post
(2006)
memodifikasi
dan
mengembangkan penelitian yang digunakan dalam mengevaluasi sistem elearning. Lin (2007) memodifikasi model sukses D dan M yang digunakan dalam
penilaian keberhasilan penggunaan sistem pembelajaran online. Selanjutnya,
Wang et al. (2007) menggunakan model untuk menilai efisiensi dan keberhasilan
sistem e-learning dari sudut pandang organisasi dan karyawan. DeLone dan
McLean menggunakan model keberhasilan mereka (D dan M, 2003) ketika
mengevaluasi keberhasilan e-commerce. Dari sudut pandang e-commerce,
pengguna kunci adalah pengguna internal, pelanggan, dan penyedia. Selain itu,
interaksi dan proses bisnis dapat dievaluasi dengan bantuan dari enam dimensi
(Delone dan McLean, 2004)
10
Kualitas sistem (system quality) berarti kualitas dari kombinasi hardware
dan software dalam sistem informasi. Fokusnya adalah performa dari sistem,
dengan merujuk pada seberapa baik kemampuan perangkat keras, perangkat
lunak, kebijakan, dan prosedur dari sistem informasi dapat menyediakan informasi
sesuai kebutuhan pengguna (DeLone dan McLean, 1992). Bailey dan Pearson
(1983) menggunakan empat indikator untuk mengukur kualitas sistem:
kemudahan akses, fleksibilitas sistem; integrasi sistem, dan waktu respon.
Kualitas sistem elektronik dianggap menjadi perhatian utama yang dihadapi oleh
para pemangku kepentingan. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki
kualitas sistem e-learning dan berusaha untuk mengidentifikasi indikator yang
dapat mengukur konstruksi ini secara efektif. Volery dan Lord (2000) menyelidiki
faktor penentu keberhasilan dalam pendidikan online. Studi empiris mereka
menyimpulkan bahwa kualitas sistem merupakan faktor kunci dalam mengukur
pendidikan online. Kualitas sistem dalam pendidikan online diukur menggunakan
dua indikator: kemudahan akses dan navigasi antarmuka. Holsapple dan Lee-Post
(2006) mengukur kualitas sistem e-learning dengan enam Indikator: kemudahan
penggunaan, keramahan pengguna, stabilitas, keamanan, kecepatan, dan
responsif.
Kualitas informasi (information quality) merujuk pada output dari sistem
informasi, menyangkut nilai, manfaat, relevansi, dan urgensi dari informasi yang
dihasilkan (Pitt et al., 1998). Konstruk ini telah dimasukkan dalam sebagian besar
studi dalam hal keberhasilan sistem informasi. Wang dan Strong (1996)
mengembangkan kerangka kerja untuk ukuran penting data yang berkualitas bagi
konsumen. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa ada tiga kategori kualitas data:
(1) intrinsik: akurasi, objektivitas, believability, dan reputasi; (2) kontekstual: nilai
tambah, relevansi, ketepatan waktu, kelengkapan, dan sesuai jumlah data, dan (3)
representasional:
interpretability,
kemudahan
pemahaman,
konsistensi
11
representasi, dan representasi singkat. Untuk mengukur kesuksesan Enterprise
Support System (ESS). Sedera dan Gable (2004), melakukan penelitian mengenai
kualitas informasi. Keduanya mengidentifikasi enam dimensi yang valid untuk
mengukur kesuksesan ESS: ketersediaan; utilitas; dimengerti, relevansi, format,
dan keringkasan.
Sebagian besar studi yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
sistem e-learning telah menganggap kualitas informasi sebagai variabel penting
dalam mengukur kesuksesan. Holsapple dan Lee-Post (2006) menyatakan bahwa
kualitas informasi dianggap sebagai faktor fundamental dalam desain sistem. Subskala yang digunakan untuk mengukur kualitas informasi yang seharusnya
menjadi karakteristik dari isi pembelajaran seperti:
apakah itu: terorganisir,
disajikan secara efektif, waktu yang tepat, jelas ditulis, berguna, dan up-to-date.
Kualitas informasi telah digunakan sebagai faktor yang diperlukan oleh Wang et
al. (2007) untuk mengevaluasi kesuksesan sistem e-learning di perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kualitas informasi adalah membangun valid dan
reliabel dalam mengukur keberhasilan dalam konteks perusahaan menggunakan
sistem e-learning.
Kualitas layanan (service quality) merupakan persepsi pengguna atas jasa
yang diberikan oleh penyedia sistem e-learning. Pada awalnya ukuran kualitas
layanan ini didesain untuk mengukur kepuasan pelanggan oleh Parasuraman et
al. (1985). Kualitas layanan merupakan perbandingan antara harapan pelanggan
dan persepsi mereka tentang kualitas layanan pelanggan yang diberikan
(Parasuraman et al., 1985). Watson et al. (1998) merupakan peneliti pertama yang
menerapkan kualitas layanan ini dalam riset sistem informasi. Ketingger dan Lee
(1994) melakukan pengujian dengan membandingkan validitas dan reliabilitas
instrumen kualitas layanan dan kepuasan pengguna. Hasilnya menunjukkan
bahwa antara kedua variabel ini secara umum adalah mutually exclusive dan
12
complementary. Atas dasar hal ini dalam model keberhasilan sistem informasi
yang dibangun, Myers et al. (1998) menyarankan perlunya menambahkan variabel
kualitas layanan dalam mengukur keberhasilan suatu sistem informasi.
Kualitas layanan sistem e-learning dianggap sebagai isu menarik karena
merupakan komponen penting dalam keberhasilan sistem informasi. Holsapple
dan Lee-Post (2006), menganggap kualitas layanan, selain kualitas sistem, dan
kualitas informasi sebagai elemen penting dalam merancang kesuksesan sistem
e-learning. Lima indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan
adalah: ketepatan, ketanggapan, keadilan, knowledge ability, dan ketersediaan.
Ozkan dan Koseler (2009), menggunakan empat sub-skala untuk mengukur
kualitas layanan: pelacakan siswa; instruksi otorisasi, manajemen pembelajaran,
dan knowledge ability.
Penggunaan (use) sistem informasi yang telah dikembangkan mengacu
pada seberapa sering pengguna memakai sistem informasi. Semakin sering
pengguna memakai sistem informasi, biasanya diikuti oleh semakin banyak tingkat
pembelajaran (degree of learning) yang didapat pengguna mengenai sistem
informasi Mc Gill et al. (2005). Peningkatan derajat pembelajaran ini merupakan
salah satu indikator bahwa terdapat pengaruh antara kualitas sistem terhadap
pengguna (individual impact). Namun Livari (2005) memberikan bukti empiris
bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap intensitas penggunaan dan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pengguna. Hal ini dikarenakan obyek penelitian Livari (2005) menggunakan obyek
penggunaan sistem yang mandatory. Selanjutnya kepuasan pengguna tersebut
berpengaruh terhadap individual impact.
Seddon (1997), menyatakan bahwa penggunaan sistem informasi
merupakan perilaku yang muncul akibat adanya keuntungan atas pemakaian
sistem informasi tersebut. Perilaku yang ditimbulkan dari pemakaian sistem
13
informasi ini dalam proses selanjutnya diharapkan akan memberi dampak
terhadap kinerja individu. Sedangkan keberhasilan sistem informasi suatu
perusahaan tergantung bagaimana sistem itu dijalankan, kemudahan sistem itu
bagi para pemakainya, dan pemanfaatan teknologi yang digunakan (Goodhue,
1995). Kepuasan pengguna akhir sistem informasi dapat dijadikan sebagai salah
satu ukuran keberhasilan suatu sistem informasi (Doll dan Torkzadeh, 1988).
Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pengguna akhir
sistem informasi serta bagaimana dampak kepuasan ini terhadap kinerja individu
yang menggunakan sistem informasi, merupakan hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Snitkin dan King (1986); dan Igbaria dan
Tan (1997), mendukung penelitian Delone dan McLean pada hubungan kepuasan
pengguna (user satisfaction) mempengaruhi penggunaan (use). McGill et al.
(2003), juga mendukung pengaruh user satisfaction pada system usage. Baroudi
et al. (1986), juga menemukan hal yang sama, akan tetapi Baroudi, et al. (1986)
mengatakan bahwa use tidak secara signifikan mempengaruhi user satisfaction.
Pendapat Baroudi et al. (1986), juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Radityo dan Zulaikha (2007) dan McGill et al. (2003).
Kepuasan pemakai (user satisfaction) terhadap suatu sistem informasi
adalah bagaimana cara pemakai memandang sistem informasi secara nyata, tapi
tidak pada kualitas sistem secara teknik (McKeen et al., 2003). Dalam literatur
penelitian, user satisfaction seringkali digunakan sebagai ukuran pengganti dari
efektifitas sistem informasi (Melone, 1990). Studi yang dilakukan oleh Ramayah
dan Lee (2012) terhadap Universitas Publik di Penang, Malaysia menunjukkan
hasil bahwa kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan merupakan
faktor yang signifikan mempengaruhi kepuasan pengguna dalam menggunakan
sistem e-learning. Kepuasan pengguna juga ditemukan signifikan dalam
mempengaruhi niat pengguna untuk menggunakan. Temuan dalam penelitian ini
14
memungkinkan
pencipta
sistem e-learning untuk berfikir secara serius pada
faktor-faktor yang akan mempengaruhi kepuasan pengguna. Selain itu, studi ini
juga memberikan arah tentang bagaimana kepuasan pengguna dapat di
budayakan di kalangan pengguna untuk mendorong menggunakan sistem elearning.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur partisipasi
pendidikan tinggi adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu suatu jenjang
pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan
tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APK-nya, seperti
pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 APK Pendidikan Tinggi 2005-2011 di Indonesia
Tahun
Deskripsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
21.190.000
21.184.100
21.174.900
21.171.200
21.170.300
19.844.485
19.858.146
3.868.358
4.285.645
4.357.505
4.501.543
4.657.547
5.226.460
5.381.216
PTN
805.479
824.693
978.739
965.970
1.011.721
1.030.403
1.063.274
PTS
2.243.760
2.567.879
2.392.417
2.410.276
2.451.451
2.886.641
2.928.890
PT Kedinasan
48.493
51.318
47.253
47.253
66.535
92.971
101.351
Religious HEI
508.545
518.901
506.247
506.247
503.439
571.336
620.938
Universitas Terbuka
262.081
322.854
450.849
450.849
624.401
645.099
666.763
APK (%)
18,26%
20,23%
20,66%
21,26%
22,00%
26,34%
27,10%
0
1.97%
0.46%
0.60%
0.74%
4.34%
0.76%
Populasi (Usia 19-23)
Jumlah Mahasiswa
Besar Peningkatan
Sumber: Nizam (2012)
Data Angka Partisipasi Kasar (APK) pada Tabel 1.1 terlihat bahwa jenjang
pendidikan tinggi (usia 19-23 tahun) tiap tahun mengalami kenaikan. Data APK
pada tahun 2011 sebesar 27.10%, dengan asumsi peningkatan per tahun sebesar
1% maka pada tahun 2014, APK akan mencapai sebesar 30% (sesuai dengan
angka ideal APK sebesar 30%, Nizam, 2012). Fenomena pertumbuhan APK yang
positif tersebut jika dikaitkan dengan pertumbuhan pengguna internet (Gambar
15
1.1) hal ini akan menjadi fenomena baru, ketika penggunaan sistem e-learning
berkontribusi terhadap peningkatan APK yang tiap tahun trend-nya semakin
meningkat.
Proses penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
dilakukan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan salah satu
komponen
penting
pendidikan
nasional
yang
memiliki
peran
dalam
mempersiapkan SDM dengan kualifikasi tinggi untuk menjadi manusia yang
berkualitas amat tinggi atau profesional. Dalam peraturan pemerintah (PP) nomor
60 tahun 1999, disebutkan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: (1) menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
membuka khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian dan (2)
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya budaya nasional.
Dengan demikian, perguruan tinggi memiliki peran dalam membentuk
manusia yang berkualitas amat tinggi dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perguruan tinggi juga berperan dalam mempersiapkan profesional
dalam berbagai bidang keilmuan untuk kepentingan pembangunan bangsa dan
negara. Selain itu, secara filosofi perguruan tinggi sebagai tonggak perkembangan
civilization manusia.
Sebagian besar Program Studi perguruan tinggi di Indonesia belum
memiliki kualitas yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya
program studi yang kadaluarsa dan bahkan belum terakreditasi oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), baik PTN maupun PTS seperti
terlihat pada Tabel 1.2.
16
Tabel 1.2 Jumlah Program Studi (Prodi) yang Sudah dan Belum Terakreditasi
Sampai 2012
NO
Jenis PT
1
Negeri
2
PTS
3
Non Diknas
Total
Jumlah
Prodi
Terakre
-ditasi
Masih
Berlaku
Kadaluarsa
Belum
Terakreditasi
4.979
4.145
2.380
795
1.834
13.251
7.326
5.781
1.545
6.195
2.268
1.292
1.079
213
976
20.498
12.763
9.240
2.553
9.005
Sumber: Pusat Data BAN PT, 2012
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa:
total jumlah program studi yang
kadaluarsa akreditasinya berjumlah 2.553 atau sekitar 12.45% dan total program
studi yang belum terakreditasi berjumlah 9.005 atau sekitar 43.93%.
Menurut Ho (2004) sistem e-learning terdiri dari tiga komponen utama,
ketiga komponen tersebut adalah content, technology, dan technical system.
Sementara Kheterpal, (2005) membagi komponen e-learning juga menjadi tiga
komponen utama, yaitu: content, services to the customer (learner), dan
technology. Content merupakan bagian dari courses, modul atau learning objects.
Komponen sistem e-learning yang terkait dengan sisi teknologi mencakup hal-hal
teknis seperti susunan infrastruktur teknologi informasi, hardware, software, dan
teknologi komunikasi. Menurut Engelbrecth (2003), implementasi sistem elearning bagi perusahaan dan institusi pendidikan merupakan investasi yang
mempunyai tiga tujuan strategis, yaitu: (1) meningkatkan atau menunjang kualitas
pendidikan atau program pelatihan yang berdampak pada kualitas karyawan atau
pelajar, (2) memperbaiki akses kesempatan pembelajaran, dan (3) mengurangi
biaya pendidikan.
MacDonal (2001), menyusun suatu model pembelajaran yang terkenal
dengan istilah model demand-driven learning. Model tersebut terdiri dari tiga
komponen, yaitu: content, delivery, dan service. Tujuan utama pengembangan
model tersebut adalah untuk mendorong para akademisi dan para ahli untuk
17
berperan secara proaktif dalam pengembangan dan penggunaan teknologi untuk
proses
learning. Content merupakan bagian dari learning yang mempunyai
karakteristik comprehensive, authentic, dan researched. Delivery merupakan
proses penyampaian informasi melalui media web-based dan interface. Webbased dan interface mempunyai karakteristik user friendly, sedangkan service
merupakan bagian learning yang lebih berfokus pada ketentuan akan sumberdaya
yang dibutuhkan untuk learning, seperti kebutuhan akan pengelolaan administrasi
dan technical support.
Gambar 1.3 Model Demand-Driven Learning
Sumber: MacDonal (2001)
Gambar 1.3 memperlihatkan bahwa komponen teknologi sebagai dasar
infrastruktur merupakan salah satu bagian penting dalam sistem e-learning. Model
ini mengandung makna akan pentingnya pemahaman tentang peranan
infrastruktur ICT dalam mendukung komponen sistem e-learning baik dari sisi
content, delivery maupun service.
18
Proses penyelengaraan sistem e-learning memerlukan sistem yang mampu
mengelola pembelajaran secara online, sistem yang biasa dipakai tersebut
dikenal dengan LMS (Learning Managemen System). LMS dapat membantu
membuat dan menawarkan beberapa course, juga menyediakan kemampuan
memperlancar pelajaran dan dapat diintegrasikan dengan LCMS (Learning
Content Management System ) dalam membuat kontennya (Horton dan Horton,
2003). Moodle adalah salah satu LMS, yang di perkenalkan pertama kali oleh
Martin Dougiamas, seorang computer scientist dan educator di salah satu
perguruan tinggi Perth, Australia.
Moodle merupakan salah satu LMS open source yang dapat diperoleh
secara bebas melalui http://moodle.org. Moodle dapat dengan mudah dipakai
untuk mengembangkan sistem e-learning. Dengan Moodle portal sistem elearning dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. Perkembangan penggunaan LMS
Moodle dengan sifatnya yang open source tersebut telah berkembang dengan
cepat. Data pada tahun 2010, terdapat lebih dari 49 ribu situs e-learning tersebar
di
lebih
dari
210
negara
yang
dikembangkan
dengan
Moodle
(http://moodle.org.sites/). Sedangkan di Indonesia terdapat lebih dari 594 situs elearning yang dikembangkan dengan Moodle.
Ketika sebuah institusi telah mengimplementasikan sistem e-learning
didalam organisasinya, maka keberhasilan atau efektifitasnya perlu diukur dan
ditentukan. Beberapa peneliti diantaranya DeLone dan McLean, (1992); Doll dan
Torkzadeh, (1988); Seddon, (1997) berkesimpulan bahwa keberhasilan sistem elearning sebagian besar dikaitkan dengan user satisfaction serta faktor-faktor
lainnya. Stokes (2001) mengemukakan bahwa masalah learner satisfaction dalam
lingkungan digital merupakan sesuatu yang sangat penting, sementara model
yang dikembangkan oleh DeLone dan McLean (2003) bisa dikatakan sebagai
19
pendekatan yang lebih komprehensif dibandingkan pendekatan model lain yang
ada. Model tersebut secara komprehensif mengukur kesuksesan IS sistem ecommerce. Model sukses IS DeLone dan McLean (2003) menyebutkan bahwa
variabel user satisfaction dipengaruhi oleh beberapa dimensi, diantaranya adalah:
information quality, system quality, dan service quality.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi pada pengguna sistem
e-learning berbasis website di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Kopertis
Wilayah III Jakarta, dimana tipe perguruan tinggi yang ada adalah universitas,
sekolah tinggi, institut, akademik, dan politeknik. Adapun rincian PTS yang ada di
lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3 Sebaran Jumlah PTS di Kopertis Wilayah III Berdasarkan Bentuk
NO
Bentuk PTS
Jumlah
1
Universitas
49
2
Institut
11
3
Sekolah Tinggi
142
4
Akademi
132
5
Politeknik
8
TOTAL PTS
342
Sumber: www.kopertis3.or.id (2012)
Dalam rangka penerapan dan pengembangan model pendidikan jarak jauh
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (sistem e-learning),
Koordinator Kopertis Wilayah III Prof. Dr. Ilza Mayuni, MA melalui surat Nomor:
030/K3/KM/2013, tanggal 19 Februari 2013, Perihal: Implementasi E-Learning
pada Program Studi, mengirimkan surat ke perguruan tinggi swasta sebagai pilot
project pelaksana pembelajaran dengan metode e-learning. Dari total 342 PTS,
terpilih 40 PTS yang ditunjuk sebagai pilot project dalam implementasi sistem elearning tersebut. Rincian PTS implementasi sistem e-learning yang telah
20
ditetapkan Dit. Belmawa Dijten DIKTI Kemendikbud tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.4 Daftar PTS Sebagai Pilot Project Dalam Implementasi Sistem ELearning di Kopertis Wilayah III
NO
Bentuk PTS
Jumlah
1
Universitas
31
2
Sekolah Tinggi
8
3
Akademi
1
TOTAL PTS Pilot Project
40
Sumber: www.kopertis3.or.id (2012)
Penelitian ini berfokus pada persepsi individu yaitu persepsi individu
berkaitan
dengan
kualitas
sistem,
kualitas
informasi,
kualitas
layanan,
penggunaan, kepuasan pengguna dan dampak individu terhadap penggunaan
sistem e-learning guna menguji pengaruhnya terhadap dampak penggunaan
sistem e-learning. Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada
kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk
menyelesaikan tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja
(Parasuraman, 2000). Dasar pertimbangan dalam penelitian ini adalah:
1) Model penerimaan dan kesuksesan teknologi hanya mampu menjelaskan
perilaku pengguna dari sisi manfaat yang dihasilkan oleh teknologi, padahal
ada kemungkinan seseorang menggunakan teknologi tidak berdasarkan
manfaatnya, melainkan ada paksaan dari orang lain dan organisasi
(mandatory). Dorongan lain ini juga dapat menyebabkan penolakan pengguna
individu walaupun penggunaan teknologi tersebut diyakini manfaatnya.
2) Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas khususnya dalam proses
pembelajaran dengan sistem e-learning, tetapi menurut pengamatan penulis
masih jarang yang meneliti dampak pembelajaran dengan sistem e-learning
terhadap kinerja individu/prestasi mahasiswa.
21
3) Telah banyak penelitian yang mempelajari penggunaan ICT/e-learning pada
institusi pendidikan, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang sekali
yang meneliti penggunaan ICT dari sisi penerimaan pengguna terhadap
kesuksesan sistem e-learning. Kebanyakan penelitian tentang sistem elearning mencermati keberhasilan penggunaan sistem e-learning sebagai
metode pembelajaran, sedangkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu
sendiri belum menjadi fokus para peneliti.
4) Ditemukan beberapa penelitian terdahulu tentang teknologi informasi yang
belum memiliki konsistensi dalam pengujian model, sehingga membuka
peluang untuk mengembangkan model pada objek penelitian ini. Adapun
rincian dari perbedaan pengujian model penelitian (research gap) dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 1.5 Research Gap Sebagai Dasar Penelitian
Research Gap
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
sistem terhadap penggunaan
Hasil
Peneliti
Signifikan Sedon dan Kiew (1996), Shaberwal et
al., (2006) Halawi et al., (2007), Hsieh
dan Wang (2007), Petter dan McLean
(2009), Freeze et al. (2010)
Tidak
signifikan
Lucas dan Spitler (1999), McGill et al.
(2003), Klein (2007), Saba (2012)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
informasi terhadap intensi
penggunaan
Signifikan Petter dan McLean (2009), Riaz dan
Hussain (2010)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
informasi terhadap
penggunaan
Signifikan Godhue dan Thompson (1995), Rai et
al. (2002), Halawi et al. (2007), Petter
dan McLean (2009), Freeze et al.
(2010), Saba (2012)
Tidak
signifikan
Tidak
signifikan
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap
penggunaan
Abood et al. (2010)
McGill et al. (2003), Iivari (2005)
Signifikan Iivari (2005), McGill et al., (2003), Wu
dan Wang (2006), Chiu et al., (2007),
Halawi et al. (2007), Abood et al. (2010)
Tidak
signifikan
Sabherwal et al. (2006)
22
Research Gap
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap Dampak
Individu
Hasil
Peneliti
Signifikan Rai et al., (2002) McGill et al. (2003),
Iivari (2005), McGill dan Klobas (2005),
Halawi et al., (2007), Abood et al.
(2010), Saba (2012)
Tidak
signifikan
Almutairi dan Subramanian (2005)
Sumber: Penelitian Terdahulu dipetakan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis melakukan studi
empiris, dirancang untuk mengetahui pengaruh dari variabel computer selfefficacy terhadap
kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan,
penggunaan, kepuasan pengguna, dan dampak individu. Adapun judul yang
diambil dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Computer Self-Efficacy
Terhadap
Kualitas
Sistem,
Kualitas
Informasi,
Kualitas
Layanan,
Penggunaan, Kepuasan Pengguna, dan Dampak Individu (Studi Pada
Mahasiswa Pengguna Sistem E-Learning di Kopertis Wilayah III Jakarta)”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas sistem?
2)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas informasi?
3)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas layanan?
4)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan?
5)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pengguna?
23
6)
Apakah computer self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap
dampak individu?
7)
Apakah kualitas sistem berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
informasi?
8)
Apakah
kualitas
sistem
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
penggunaan?
9)
Apakah kualitas sistem berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
10)
Apakah kualitas informasi berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan?
11)
Apakah kualitas informasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
12)
Apakah
kualitas
layanan
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
penggunaan?
13)
Apakah kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
14)
Apakah penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan
pengguna?
15)
Apakah penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap dampak
individu?
16)
Apakah kepuasan pengguna berpengaruh secara signifikan terhadap
dampak individu?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan
menentukan tingkat kesuksesan sistem e-learning dalam sebuah institusi
pendidikan tinggi di Kopertis Wilayah III Jakarta, dengan tujuan secara spesifik
adalah sebagai berikut:
24
1)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas sistem.
2)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas informasi.
3)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas layanan.
4)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap penggunaan.
5)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan pengguna.
6)
Untuk menganalisis dan menjelaskan computer self-efficacy berpengaruh
secara signifikan terhadap dampak individu.
7)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas informasi.
8)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
9)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas sistem berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
10)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas informasi berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
11)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas informasi berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
12)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas layanan berpengaruh secara
signifikan terhadap penggunaan.
13)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas layanan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
25
14)
Untuk menganalisis dan menjelaskan penggunaan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pengguna.
15)
Untuk menganalisis dan menjelaskan penggunaan berpengaruh secara
signifikan terhadap dampak individu.
16)
Untuk menganalisis dan menjelaskan kepuasan pengguna berpengaruh
secara signifikan terhadap dampak individu.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1
1)
Manfaat Teoritis
Mengembangkan model sebelumnya dari teori kesuksesan sistem informasi
The upadated DeLone dan McLean (D dan M IS Success Model, 2003)
dengan menambahkan variabel baru computer self-efficacy diadopsi dari
penelitian yang dilakukan oleh Chang, et al. (2011). Dengan pengembangan
model tersebut diharapkan dapat memperkaya model penerimaan teknologi
khususnya model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean (2003).
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan dan memberikan wacana baru
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan sistem e-learning berbasis
website di Kopertis Wilayah III Jakarta agar dapat berhasil dengan baik.
2)
Menguji teori-teori yang melandasi hipotesis penelitian ini antara lain;
variabel computer self efficacy dari teori Compeau dan Higgins (1995),
variabel kualitas sistem dari teori Nielsen(2000) McKinney et al.(2002),
variabel kualitas informasi teori Weber (1999), Liu dan Arnet (2000),Li et
al.(2002) variabeli kualitas layanan teori Deveraj et al.(2002), variabel
penggunaan teori Almutaini dan Subramanian(2005), Livari (2005),variabel
kepuasan pengguna teori Seddon dan Kiew(2003) McGill dan Klobas(2005),
dan variabel dampak dari teori Godhue (1995).
26
3)
Model kesuksesan sistem e-learning dalam studi ini diharapkan mampu
mengukur tingkat kesuksesan sistem e-learning dalam pembelajaran dengan
sistem e-learning.
1.4.2 Manfaat Praktis
1)
Sistem pembelajaran yang berbentuk jarak jauh berbasis Web (Web
Distance Learning) merupakan langkah awal majunya teknologi informasi
khusus dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, Web-based learning
menjadi salah satu metode dan teknologi yang bermanfaat dalam
pembelajaran jarak jauh. Sistem e-learning merupakan bentuk dasar dari
pendidikan jarak jauh yang menggunakan media elektronik sebagai media
penyampaian
materi
dan
komunikasi
antara
pengajar
dengan
mahasiswanya. Sistem E-learning adalah istilah yang paling baru pada
sistem pendidikan jarak jauh dan istilah ini diperuntukkan bagi proses
pembelajaran secara elektronik termasuk salah satunya media komputer dan
telekomunikasi. Dengan demikikian, hasil penelitian ini diharapkan
merupakan salah satu alat bantu awal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) dalam hal pelaksanaan proses pendidikan jarak jauh dengan sistem
e-learning, sehingga dapat memberikan kelancaran proses awal dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan sistem e-learning di seluruh perguruan
tinggi Kopertis III Jakarta.
2)
Bagi organisasi/institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wacana dalam upaya untuk menerapkan keberhasilan sistem
e-learning pada konteks pendidikan tinggi di lingkungan Kopertis III Jakarta.
Lebih lanjut diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi yang
bermanfaat bagi perguruan tinggi dan dasar pemikiran pengembangan serta
perbaikan pembelajaran berbasis teknologi informasi (sistem e-learning) di
masa yang akan datang.
27
3)
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi terkait dengan
pokok bahasan kesuksesan sistem e-learning di masa yang akan datang.