BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Komite Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi di SD Negeri Sukomarto Jumo Temanggung)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mutu Pendidikan
Mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan
pelanggan.Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu
sesuai dengan persepsi (quality in perception).Mutu ini
bisa disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata
orang yang melihatnya.Ini merupakan definisi yang
sangat penting.Sebab, ada satu resiko yang seringkali
kita abaikan dari definisi ini, yakni kenyataan bahwa
para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan
terhadap mutu. Dan mereka melakukan penilaian
tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang
bisa bertahan dalam persaingan (Sallis, 2010:56).
Sedangkan
menyebutkan
Crosby
bahwa
(dalam
mutu
Hadis,
2010:85)
ialah conformance
to
requirement (sesuai dengan kebutuhan). Suatu produk
memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang
telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi
bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Sejalan
dengan hal tersebut Deming (dalam Hadis, 2010:85)
mengemukakan bahwa mutu ialah kesesuain dengan
kebutuhan pasar atau konsumen.
Dalam
kontek
pendidikan,
pengertian
mutu
mencakup input, proses dan output pendidikan. Input
pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia
karena
dibutuhkan
untuk
berlangsungnya
proses,
meliputi sumber daya dan perangkat lunak serta
10
harapan-harapan
berlangsungnya
sebagai
proses.
pemandu
Kesiapan
input
bagi
sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik,
sehingga kadar mutu input dapat diukur dari tingkat
kesiapan input (Widiyarti, 2010:4)
Dari keempat pendapat diatas dapat dikatakan
bahwa Sallis menekankan pada kepuasan pelanggan
dan
dapat
melampaui
keinginan
dan
kebutuhan
pelanggan, sedangkan Crosby dan Deming hanya kalau
hasinya
sudah
sesuai
dengan
kebutuhan
saja.
Sedangkan dalam kontek pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses dan output pendidikan. Dari
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
mutu
pendidikan adalah hasil pendidikan yang sesuai dengan
standar
yang
telah
ditentukan
atau
keinginan dan kebutuhan pelanggan yang
melampaui
mencakup
input, proses dan output pendidikan.
Mutu merupakan hal yang penting dalam dunia
pendidikan.Peningkatan mutu pendidikan merupakan
sasaran pembangunan dibidang pendidikan nasional
dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan
kualitas manusia Indonesia secara kaffah (menyeluruh)
(Mulyasa, 2009:31).Sehingga pemerintah, dalam hal ini
Mentri
Pendidikan
Nasional
telah
mencanangkan
“Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal
2
Mei
2002;
dan
lebih
terfokus
lagi,
setelah
diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas (2003)
Bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui peningkatan
kualitas pendidikan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
11
Menurut (Zamroni, 2007:16) ada tiga perencanaan
strategi yang berkaitan dengan peningkatan mutu
sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil
(The
output
menekankan
Strategy),
Orientid
pada
Strategy),
proses
dan
(The
strategi
Strategi
Process
yang
Orientid
komprehensif
(The
Comprehensive Strategy).
2.2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbsis sekolah merupakan
terjemahan dari “school-based manajement”.Istilah ini
pertama kali muncul di Amerika Serikat pada saat
masyarakat
dengan
mempertanyakan
tuntutan
dan
setempat
(Mulyasa,
Sekolah
(MBS)
relevansi
pendidikan
perkembangan
masyarakat
2009:24).Manajemen
merupakan
salah
Berbaisis
satu
upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi.
Dari segi bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) berasal dari kata Manajemen, Barbasis dan
Sekolah.
Manajemen
adalah
proses
penggunaan
sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran.Berbasis berasal dari kata dasar basis yang
artinya dasar atau asas.Sekolah adalah tempat untuk
belajar dan mengajar.Berdasarkan hal tersebut, maka
MBS dapat diartikan sebagai pengguna sumberdaya
yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1).
Sedangkan
menurut
(Permadi,
2010:26)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model
12
pengelolaan
yang
memberikan
kemandirian
kepada
otonomi
sekolah
dan
atau
mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan
standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi,
mutu dan pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi
diperoleh melalui keleluasaan pengelola sumber daya
yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan
birokrasi.
Peningkatan
mutu
diperoleh
melalui
partisipasi orangtua, kelenturan pengelola sekolah,
Peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan
hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan
suasana
yang
kondusif.
Pemerataan pendidikan ini tampak pada tumbuhnya
partisipasi masyarakat, terutama masyarakat yang
mampu dan peduli, terhadap pendidiikan, sedangkan
masyarakat
yang
kurang
mampu
akan
menjadi
tanggungjawab pemerintah (Mulyasa, 2009:13)
Dengan
diterapkanya
Manajemen
Berbasis
Sekolah (MBS), maka sekolah dapat mengoptimalkan
sumberdaya
yang
sekolahnya,
karena
tersedia
bisa
untuk
lebih
memajukan
mengetahui
peta
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
mungkin
mengetahui
dihadapi.
Disamping
kebutuhannya,
itusekolah
khususnya
input
lebih
dan
output pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
13
Kewenangan
yang
bertumpu
pada
sekolah
merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki
tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa
keuntungan yaitu: (1) Kebijaksanaan dan kewenangan
sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta
didik, orang tua, dan guru; (2) bertujuan bagaimana
memanfaatkan sumber daya lokal; (3) efektif dalam
melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,
hasil
belajar,
tingkat
pengulangan,
tingkat
putus
sekolah, moral guru, dan iklim sekolah; (4) adanya
perhatian
bersama
untuk
mengambil
keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang
ulang sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah,
2000:17)
Dari
keempat
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Nurkolis mamandang istilah MBS
dari
segi
leksikalnya
yaitu
sebagai
pengguna
sumberdaya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri,
sedangkan
Mulyasa
mengutamakan
partisipasi
masyarakat, Permadi dan Fattah membahas tentang
pemberian otonomi atau kemandirian kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka MBS
dapat
diartikan
memberikan
sekolah
Pengelolaan
otonomi
untuk
yang
pendidikan
seluas-luasnya
pengambilan
keputusan
yang
kepada
yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah
termasuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
mutu pendidikan serta keunggulan masyarakat dan
bangsa.
14
2.3. Partisipasi Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada
hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat
berperan
dalam
membina
dan
mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.Dalam
hal ini, sekolah sebagai sistim sosial merupakan bagian
integral dari sistim sosial yang lebih besar, yaitu
masyarakat.Sekolah
dan
masyarakat
memiliki
hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan
sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien.
Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian
tujuan
atau
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat,
khususnya kebutuhan pendidikan (Mulyasa, 2009:50)
Dari
uraian
tersebut
hubungan
antara
merupakan
hal
menunjukkan
sekolah
yang
dengan
sangat
bahwa
masyarakat
penting
dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Di samping itu (Mulyasa, 2009:163) menyebutkan
bahwa
dalam
rangka
sekolah,disarankan
mewujudkan visi
perlunya
dan
misi
memberdayakan
masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal.
Selain mengadakan hubungan dengan masyarakat,
sekolah
juga
dituntut
dengan
pemerintah
untuk
setempat,
membina
misalnya
hubungan
pemuka-
pemuka masyarakat, organisasi sosial, seperti lembaga
sosial desa dan sejenisnya, serta meminta masukan
kepada
masyarakat
atau
pihak-pihak
membutuhkanya tentang program,
yang
kemajuan, dan
rencana-rencana untuk perbaikan sekolah.
15
Sekolah
diserahi
merupakan
mandat
untuk
lembaga
formal
yang
mendidik,
melatih
dan
membimbing generasi muda bagi peranannya di masa
depan, sementara masyarakat merupakan pengguna
jasa
pendidikan
masyarakat
itu.Hubungan
bertujuan
sekolah
antara
lain
dengan
untuk
(1)
memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan
anak; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas
hidup
dan
penghidupan
masyarakat;
(3)
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan
dengan sekolah (Mulyasa, 2009:50).
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
BAB IV pasal1 disebutkan bahwa masyarakat berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.Maka
dari itu sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak
dapat
dipisahkan
dari
masyarakat
lingkungannya,
sebaliknya masyarakatpun tidak dapat dipisahkan dari
sekolah.Dikatakan
demikian,
karena
keduanya
memiliki kepentingan.
Dari beberapa pendapat tersebut sesungguhnya
saling mendukung. Jadi kerjasama antara sekolah
dengan masyarakat pada hakekatnya adalah suatu
sarana
yang
menentukan
cukup
dalam
mempunyai
rangka
pembinaan, pertumbuhan, dan
peranan
usaha
yang
mengadakan
pengembangan siswa
di sekolah. Dengan adanya hubungan kerja sama
antara sekolah dengan masyarakat, dapat dicapai
perpaduan antara sarana sekolah dengan masyarakat.
Hubungan yang harmonis antara keduanya dalam
pengembangan
program
bersama
bagi
pembinaan
16
peserta
didik,
dapat
mengurangi
dan
mencegah
kemungkinan anak berbuat nakal karena program yang
padat
dan
menarik
ataukemungkinan
tidak
kepada
memberi
peserta
kesempatan
didik
untuk
berkhayal atau berbuat yang kurang baik.
2.4. Komite Sekolah
2.4.1. Pengertian Komite Sekolah
Komite
Sekolah
yang
berkedudukan
disetiap
satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang
tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga
pemerintahan. Komite Sekolah dapat terdiri dari satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan dalam
jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan
yang berbeda jenjang, tetapi berada pada lokasi yang
berdekatan, atau satuan pendidikan yang dikelola oleh
suatu
penyelenggraan
pendidikan,
atau
karena
pertimbangan lain, tanpa intervensi dengan lembaga
pemerintahan (Masaong dan Ansar, 2007:165)
Sedangkan
(Hasbullah,
2006:90)
menyatakan
bahwa pada dasarnya Komite Sekolah berada di
tengah-tengah antara orang tua murid, murid, guru,
masyarakat setempat, dan kalangan swasta. Asas
legalitas Komite Sekolah yang termuat dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan
Nasional, khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai
berikut: “Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga
mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta
17
pengawasan
pendidikan
pada
tingkat
satuan
pendidikan “
Dari
ketiga
pendapat
tersebut
dapat
kita
simpulkan
bahwa
pendapat
Masaong,
Ansar
dan
Hasbullah
menekankan
pada
kedudukan
Komite
Sekolah, sedangkan menurut UU Nomor 20 Tahun
2003 menekankan pada tujuan pembetukkan Komite
Sekolah, yaitu peningkatan mutu pelayanan.
Jadi
mandiri
Komite Sekolah
yang
adalah suatu lembaga
berkedudukan
disetiap
satuan
pendidikan, serta merupakan badan mandiri yang tidak
memiliki
hubungan
hierarki
dengan
lembaga
pemerintahanyang berada di tengah-tengah antara
orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat,
dan kalangan swastayang dibentuk dan berperan
dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga,
sarana
prasarana,
serta
pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Kepengurusan dan keanggotaan dalam Komite
Sekolah harus mencerminkan orang tua siswa dan
masyarakat. Kepengurusan dan keanggotaan Komite
Sekolah meliputi: (1) perwakilan orangtua siswa, (2)
tokoh
masyarakat
seperti
kepala
dusun,
ulama,
budayawan, dan sebagainya, (3) anggota masyarakat
seperti LSM peduli pendidikan, (4) pejabat pemerintah
setempat, (5) dunia usaha dan dunia industri (DUDI),
(6) pakar pendidikan, (7) organisasi profesi tenaga
kependidikan seperti PGRI, (8) perwakilan siswa, dan
atau alumni (Haryanto, 2008:96).
18
Sedangkan tujuan Komite Sekolah adalah : (1)
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional
dan program pendidikan di satuan pendidikan; (2)
Meningkatkan
tanggung
jawab
dan
peran
serta
masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan di
satuan pendidikan; (3) Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan
dan
pelayanan
pendidikan
yang
bermutu di satuan pendidikan (Haryanto, 2008:81).
2.4.2. Peran Komite Sekolah
Tugas dan fungsi Dewan Sekolah/Komite Sekolah
antara lain: (1) menetapkan AD dan ART Komite
Sekolah, memberi masukan terhadap muatan RAPBS
dan Rencana Strategik Pengembangan serta Standar
Pelayanan Sekolah; (2) menentukan dan membantu
kesejahteraan personal, mengkaji pertanggung jawaban
dan implementesinya; (3) mengkaji kinerja sekolah dan
melakukan internal auditing (school self assessment),
merekomendasikan, menerima Kepala Sekolah dan
Guru.
Tugas
membantu
Dewan
menetapkan
Sekolah/Komite
Sekolah
visi,
standar
misi
dan
pelayanan, menjaga jaminan mutu sekolah (quality
assurance),
memelihara,
mengembangkan
potensi,
menggali sumber dana, mengevaluasi, merenovasi,
mengidentifikasi, dan mengelola kontribusi masyarakat
terhadap sekolah (Satori, 2001:71).
Sedangkan
Pendidikan
menurut
Nasional
Nomor
Keputusan
Menteri
044/U/2002
Tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan
19
bahwa Komite Sekolah mengemban peran sebagai : (1)
Pemberi
pertimbangan
Pendukung
(advisory
(supporting
agency);
agency);(3)
(2)
Pengawas
(controlling agency); dan (4) Penghubung (mediator
agency).Disamping itu (Haryanto, 2008:81) menyebutka
bahwa
Komite
sebagai
sekolah
berikut:
(1)
mengemban
pemberi
empat
peran
pertimbangan,
(2)
pendukung, (3) pengawas, dan (4) Mediator. Keempat
peran Komite Sekolah tersebut bukan peran yang
berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait
antara peran yang satu dengan peran lainya.
2.5. Kinerja Komite Sekolah
Kinerja
berasal
”performance”.
dari
Dalam
bahasa
Kamus
Inggris
Lengkap
yaitu
Inggris–
Indonesia, Indonesia-Inggris, diartikan: pertunjukan,
perbuatan,
daya
guna,
prestasi,
pelaksanaan,
penyelenggaraan, pagelaran (Adi Gunawan, 2002:279).
Para
pakar
banyak
memberikan
definisi
tentang
kinerja, diantaranya adalah : (Husain Umar, 2004:76)
mengatakan
bahwa
pengertian
kinerja
adalah
keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja
sedemikian rupa sehinga mencapai tujuan kerja secara
obtimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan
dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan
hasil yang dicapai. Sedangkan Smith yang dikutip oleh
(Mulyasa,
2003:136)
menyatakan
bahwa
kinerja
adalah merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses. Jadi kinerja merupakan pencapaian atas apa
20
yang sudah direncanakan, baik oleh pribadi maupun
oleh organisasi.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa Adi
Gunawan mengartikan kinerja sama dengan prestasi
kerja, sedangkan Husain Umar kemampuan seseorang
untuk bekerja sedemikian rupa sehinga mencapai
tujuan kerja secara obtimal dengan pengorbanan rasio
kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapaidan
Mulyasa merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Kinerja adalah Hasil kerja atau
prestasi kerja seseorang atau organisasi yang dapat
dicapai secara obtimal dengan pengorbanan rasio kecil
dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
Yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian
ini adalah tingkat ketercapaian prestasi kerja dari
Komite Sekolah, sesuai dengan peran dan fungsinya,
yaitu
sebagai
badan
pertimbangan,
pendukung,
pengontrol dan penghubung di SD Negeri Sukomarto
Jumo Temanggung, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
2.5.1. Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Badan Pemberi Pertimbangan (advisory
agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai advisory
agency, badan yang memberi pertimbangan kepada
sekolah atau yayasan. Idealnya sekolah dan yayasan
pendidikan
Komite
harus
Sekolah
meminta
dalam
pertimbangan
merumuskan
kepada
kebijakan,
21
program dan kegiatan sekolah, termasuk juga dalam
merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah yang
bersifat given, seperti di sekolah swasta dengan ciri
khas tertentu (Haryanto, 2008:81).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
peran Komite
Sekolah diantaranya adalah sebagai badan Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan
kebijakan
pendidikan
di
satuan
pendidikan yang terdiri dari identifikasi sumber daya
pendidikan dalam masyarakat; memberikan masukan
untuk penyusunan RAPBS; menyelenggarakan rapat
RAPBS
(sekolah,
orang
tua
siswa
masyarakat);
memberikan pertimbangan perubahan RAPBS; ikut
mengesahkan
RAPBS
bersama
kepala
sekolah;
memberikan masukan terhadap proses pengelolaan
pendidikan di sekolah; memberikan masukan terhadap
proses pembelajaran kepada para guru; identifikasi
potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat;
memberikan
pertimbangan
tentang
tenaga
kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah
memberikan
pertimbangan
tentang
sarana
dan
prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah dan
memberikan
pertimbangan
tentang
anggaran
yang
dapat dimanfaatkan di sekolah.
2.5.2.
Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Pemberi Dukungan (supporting agency)
Komite Sekolah sebagai supporting agency, yaitu
badan yang memberikan dukungan berupa dana,
tenaga, dan pikiran. Jika dahulu peran BP3 lebih
22
sebagai pendukung dana , maka penekanan peran
Komite Sekolah seharusnya bukan pada aspek dana
saja tetapi juga aspek lainya, terutama berupa gagasan
dalam rangka penyelenggaraan dan peningkatan mutu
pendidikan (Haryanto, 2008: 82).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
komponen dan
indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran
sebagai badan pendukung (supporting agency) adalah:
memantau
ketenagaan
pendidikan
di
sekolah;
mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi
kekurangan
guru
di
sekolah;
mobilisasi
tenaga
kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di
sekolah; memantau kondisi sarana dan prasarana yang
ada
di
sekolah;
mobilisasi
bantuan
sarana
dan
prasarana sekolah; mengkoordinasi dukungan sarana
dan parasarana
sekolah; mengevaluasi pelaksanaan
dukungan sarana dan prasarana sekolah; memantau
kondisi anggaran pendidikan di sekolah; memobilisasi
dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah;
mengkoordinasikan
pendidikan
di
dukungan
sekolah;
terhadap
mengevaluasi
anggaran
pelaksanaan
dukungan anggaran di sekolah
2.5.3.
Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Badan Pengontrol (controlling agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai controlling
agency, badan yang melaksanakan pengawasan sosial
kepada
sekolah.
Pengawasan
ini
tidak
sebagai
pengawasan institusional sebagaimana yang dilakukan
lembaga
maupun
badan
pengawasan,
seperti
23
inspektorat, atau bedan pemeriksa keuangan, maupun
badan
pengawasan
fungsional
lainya.
Pengawasan
sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial,
dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika
sekolah
menyusun
menyusun
RAPBS,
laporan
atau
ketika
sekolah
pertanggungjawaban
kepada
masyaraka (Haryanto, 2008:82).
Sedangkan menurut Tim Pengembangan Komite
Sekolah
Ditjen
komponen
terkait
dan
pada
(controlling
Dikdasmen
indikator
perannya
agency)
pengambilan
(Depdiknas:
kinerja
sebagai
adalah:
keputusan
Komite
badan
Sekolah
pengontrol
mengontrol
di
sekolah;
proses
mengontrol
kualitas kebijakan di sekolah; mengontrol
perencanaan
pendidikan
di
sekolah;
2004),
proses
pengawasan
terhadap kualitas perencanaan sekolah; pengawasan
terhadap
kualitas
program
sekolah;
memantau
organisasi sekolah; memantau penjadwalan program
sekolah;
memantau
alokasi
anggaran
untuk
pelaksanaan program sekolah; memantau sumber daya
pelaksana
program sekolah; memantau partisipasi
stake holder pendidikan dalam pelaksanaan program
sekolah; memantau hasil ujian akhir; memantau angka
partisipasi
sekolah;
memantau
angka
mengulang
sekolah; memantau angka bertahan di sekolah.
2.5.4.Kinerja
Komite
Sekolah
dalam
Perannya
Sebagai Badan Penghubung (mediator agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai mediator
agency
antara
sekolah
dengan
orang
tua
dan
masyarakat. Keberadaan Komite Sekolah di lembaga
24
pendidikan
akan menjadi tali pengikat ukhuwah
antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (Haryanto,
2008:83).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
komponen
indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran
sebagai badan penghubung (mediator agency) adalah:
menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan
masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan
Komite
Sekolah
dengan
mengidentifikasi
Dewan
aspirasi
Pendidikan;
masyarakat
untuk
perencanaan pendidikan; membuat usulan kebijakan
dan
program
pendidikan
kepada
sekolah;
mensosialisasikan kebijakan dan program
sekolah
kepada masyarakat; memfasilitasi berbagai masukan
kebijakan
program
terhadap
pengaduan dan keluhan
sekolah;
menampung
terhadap kebijakan dan
program sekolah; mengkomunikasikan pengaduan dan
keluhan
masyarakat
terhadap
sekolah;
mengindentifikasi kondisi sumber daya di sekolah;
mengidentifikasi
sumber-sumber
daya
masyarakat;
memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di
sekolah; mengkoordinasikan bantuan masyarakat.
Untuk
menjalankan
perannya
itu,
Komite
Sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong tumbuhnya
perhatian
dan
komitmen
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Badan itu
juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik
perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia
25
industri, pemerintah, dan DPRD berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu Dikdasmen
(Depdiknas: 2004).
Fungsi
menganalisis
lainnya
aspirasi,
adalah
menampung
pandangan,
dan
tuntutan,
dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional
Nomor
044/U/2002
Tentang
Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa
fungsi
Komite
tumbuhnya
Sekolah
perhatian
adalah
dan
(1)
mendorong
komitmen
masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
(2)
melakukan
kerja
sama
(perorangan/organisasi/dunia
dengan
masyarakat
usaha/dunia
industri)
dan pemerintah berkenaan dengan penyelengaraan
pendidikan
yang
bermutu;
(3)
menampung
dan
menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat
(4)
memberikan
rekomendasi
masukan,
kepada
satuan
pertimbangan,
pendidikan
dan
mengenai
kebijakan dan program pendidikan, Rencana Angaran
Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), kriteria
kinerja
satuan
pendidikan,
kriteria
tenaga
kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan hal lain
yang terkait dengan pendidikan; (5) mendorong orang
tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan; (6) menggalang dana masyarakat dalam
rangka
pembiayaan
penyelengaraan
satuan
pendidikan;
(7)
pengawasan
terhadap
melakukan
pendidikan
evaluasi
kebijakan,
di
dan
program,
26
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan. Semua organisasi seharusnya memiliki
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga AD/ART,
Begitu pula Komite Sekolah. Dalam Keputusan Mentri
Pendidikan
Dewan
Nasional
Pendidikan
Nomor
dan
044/U/2002
Komite
Tentang
Sekolah
juga
menyebutkan bahwa Komite Sekolah wajib memiliki AD
dan ART, yang sekurang-kurangnya memuat (1) nama
dan tempat kedudukan; (2) dasar, tujuan dan kegiatan;
(3)
keanggotaan
dan
kepengurusan;
(4)
hak
dan
kewajiban anggota dan pengurus; (5) keuangan; (6)
mekanisme dan rapat-rapat; dan (7) perubahan AD dan
ART, serta pembubaran organisasi.
2.6. Evaluasi Kinerja
Istilah evaluasi berasal bahasa Inggris “evaluation”
yang artinya pengukuran (measurement), dan penilaian
(assessment) (Arifin, 2011:4). Sedangkan Anderson
(dalam Arikunto, 2004:1) memandang Evaluasi sebagai
sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa
kegiatan
yang
direncanakan
untuk
mendukung tercapainya tujuan. Berbeda lagi dengan
Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004:1), mengungkapkan
bahwa Evaluasi merupakan proses penggambaran,
pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat
bagi
pengambil
keputusan
dalam
menentukan
alternatif keputusan. Sedangkan pendapat (Arikunto,
2010:2) yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan
untuk
bekerjanya
mengumpulkan
sesuatu,
yang
informasi
selanjutnya
tentang
informasi
27
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang
tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Zaenal Arifin memandang evaluasi
dari sudut bahasa sedangkan Anderson sebagai suatu
proses
menentukan
Stufflebeam
dan
hasil
yang
Suharsimi
telah
dicapai,
disamping
proses
penggambaran juga pencarian dan pemberian informasi
yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif keputusan.Jadi dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mengukur
dan menilai kegiatan yang telah direncanakan dengan
caramengumpulkan
kegiatan
tersebut,
informasi
yang
tentang
selanjutnya
bekerjanya
informasi
itu
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil sebuah keputuan atau kebijakan.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan
yang dikemukakan Mengginson (dalam Mangkunegara,
2000:69)
adalah
pimpinan
suatu
untuk
proses
menentukan
yang
digunakan
apakah
seorang
karyawan melakukan pekerjaanya sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Selanjutnya Sikula (dalam
Mangkunegara,
2000:69)
mengemukakan
bahwa
penilaian pegawai merupakan evaluasi sistimatis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa pendapat Mengginson menjelaskan
tentang
proses
yang
digunakan
pimpinan
untuk
menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaanya
sesuai
dengan
tanggungjawabnya apa belum
tugas
dan
, sedangkan Sikula
28
membahas
tentang
penilaian
pegawai
merupakan
evaluasi sistimatis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Maka dapat disimpulkan bahwa
evaluasi
kinerja
Komite
Sekolah
adalah
suatu
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan Komite Sekolah. Selain itu,
juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja
secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai
kepada
Komite
Sekolah
tersebut,
sehingga
dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik dimasa
yang akan datang dan dapat sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan.
Apabila
pencapaian
sesuai
dengan
yang
direncanakan, maka kinerja yang dilakukan sudah
terlaksana
dengan
baik,
dan
apabila
pencapaian
melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan
kinerjanya sangat baik. Sebaliknya apabila pencapaian
kurang
tidak
sesuai dengan apa yang direncanakan atau
sesuai
dari
apa
yang
direncanakan,
maka
kinerjanya dapat dikatakan kurang baik. atau sangat
buruk Smith (dalam Mulyasa, 2003:136)
Dalam hal ini peneliti akan mengevaluasi kinerja
Komite Sekolah di SD Negeri Sukomarto, apakah
Komite Sekolah SD Negeri Sukomarto sudah berjalan
baik atau belum. Hasil penelitian akan dikatakan baik
apabila sudah sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan (indikator ketercapaian lebih dari 75%), dan
dikatakan kurang baik apabila kurang sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan (tingkat ketercapaian
indikator kurang dari 76%)
29
Adapun indikator kinerja Komite Sekolah yang
diakses dari Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen
Dikdasmen (Depdiknas: 2004) dapat dilihat pada tabel
dibawah ini!
Tabel 2.1
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pertimbangan
(AdvisoryAgency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pertimbangan
(Advisory
Agency)
Fungsi
Manajemen
Pendidikan
1.Perencanaan
sekolah
2.Pelaksanaan
Program
a.Kurikulum
b. PBM
c. Penilaian
3.Pengelolaan
Sumber
daya
Pendidikan
a. SDM
b. S/P
c. Anggaran
Indikator Kinerja
a. Identifikasi
sumber
daya
pendidikan dalam masyarakat.
b. Memberikan masukan untuk
penyusunan RAPBS.
c. Menyelenggarakan
rapat
RAPBS (sekolah, orang tua
siswa, masyarakat)
d. Memberikan
pertimbangan
perubahan RAPBS.
e. Ikut
mengesahkan
RAPBS
bersama kepala sekolah.
a. Memberikan masukan terhadap
proses pengelolaan pendidikan
di sekolah.
b. Memberikan masukan terhadap
proses pembelajaran kepada
para guru.
a. Identifikasi
potensi
sumber
daya
pendidikan
dalam
masyarakat.
b. Memberikan
pertimbangan
tentang tenaga kependidikan
yang dapat diperbantukan di
sekolah.
c. Memberikan
pertimbangan
tentang sarana dan prasarana
yang dapat diperbantukan di
sekolah.
d. Memberikan
pertimbangan
tentang anggaran yang dapat
dimanfaatkan di sekolah.
30
Tabel 2.2
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pendukung
(Supporting Agency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pendu
kung
(Suppor
tinngAgen
cy)
.
Fungsi
Indikator Kinerja
Manajemen
Pendidikan
1. Pengelolaan a. Memantau
ketenagaan
Sumber
pendidikan di sekolah.
Daya
b. Mobilisasi guru sukarelawan
untuk
menanggulangi
kekurangan guru di sekolah.
c. Mobilisasi tenaga kependidikan
non
guru
untuk
mengisi
kekurangan di sekolah.
2. Pengelolaan a. Memantau kondisi sarana dan
Sarana dan
prasarana yang ada di sekolah.
Prasarana
b. Mobilisasi bantuan sarana dan
parasarana sekolah.
c. Mengkoordinasi
dukungan
sarana
dan
parasarana
sekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan
sarana
dan
prasarana sekolah.
1. Pengelolaa a. Memantau kondisi anggaran
n Anggaran
pendidikan di sekolah.
b. Memobilisasi
dukungan
terhadap anggaran pendidikan
di sekolah.
c. Mengkoordinasikan dukungan
terhadap anggaran pendidikan
di sekolah.
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan anggaran di sekolah.
31
Tabel 2.3
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pengontrol
(Controlling Agency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pengon
trol
(Control
ling
Agency)
Fungsi
Manajemen
Pendidikan
1.Mengontrol
perencanaan
pendidikan
di sekolah
Indikator Kinerja
a. Mengontrol proses pengambilan
keputusan di sekolah.
b. Mengontrol kualitas kebijakan
di sekolah.
c. Mengontrol
proses
perencanaan
pendidikan
di
sekolah
d. Pengawasan terhadap kualitas
perencanaan sekolah
e. Pengawasan terhadap kualitas
program sekolah.
2.Memantau
a. Memantau organisasi sekolah
pelaksanaan b. Memantau
penjadwalan
program
program sekolah
sekolah
c. Memantaua alokasi anggaran
untuk pelaksanaan program
sekolah.
d. Memantau
sumber
daya
pelaksana program sekolah.
e. Memantau partisipasi stakeholder
pendidikan
dalam
pelaksanaan program sekolah.
3.Memantau
a. Memantau hasil ujian akhir.
out
put b. Memanatau angka partisipasi
sekolah
pendidikan
c. Memantau angka mengulang
sekolah
d. Memantau angka bertahan di
sekolah.
32
Tabel 2.4
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Penghubung
(Mediator Agency)
Peran
Fungsi
Komite
Manajemen
Sekolah
Pendidikan
Badan
1.Perencanaan
Penghubu
ng
(Mediator
Agency)
Indikator Kinerja
a. Menjadi penghubung antara
Komite
Sekolah
dengan
masyarakat, Komite Sekolah
dengan sekolah, dan Komite
Sekolah
dengan
Dewan
Pendidikan.
b. Mengidentifikasi
aspirasi
masyarakat untuk perencanaan
pendidikan.
c. Membuat usulan kebijakan dan
program pendidikan kepada
sekolah
2.Pelaksanaan
program
a. Mensosialisasikan
kebijakan
dan program sekolah kepada
masyarakat
b. Memfasilitasi
berbagai
masukan kebijakan program
terhadap sekolah
c. Menampung pengaduan dan
keluhan terhadap kebijakan
dan program sekolah. D.
d. Mengkomunikasikan
pengaduan
dan
keluhan
masyarakat terhadap sekolah
3.Pengelolaan
Sumber
Daya
pendidikan
a. Mengindentifikasi
kondisi
sumber daya di sekolah
b. Mengidentifikasi
suber-sumber
daya masyarakat
c. Memobilisasi
bantuan
masyarakat untuk pendidikan di
sekolah
d. Mengkoordinasikan
bantuan
masyarakat
33
2.7. Penelitian Terdahulu
Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan
Komite
Sekolah,
yang
dilaksanakan
oleh
peneliti
sebelumnya diantaranya adalah yang dilakukan oleh
Armansyah (2009) dengan penelitianya yang berjudul
"Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam
Penyelengaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai”
menyimpulkan bahwa : (a) Komite Sekolah belum
mampu melaksanakan peranannya sebagai pemberi
pertimbangan,
sebagai
badan
penghubung,
badan
pengontrol dan sebagai badan pendukung; (b) khusus
dalam penggalangan dukungan dana dari masyarakat
seperti dunia usaha/dunia industri, maupun dari tokoh
masyarakat yang peduli pendidikan, Komite Sekolah
belum mampu dan hanya memanfaatkan sumber dana
yang berasal dari orang tua siswa dengan pengutipan
uang Komite Sekolah; (c) Komite Sekolah pada SMA
Negeri
di
kota
diperdayakan
Binjai
dapat
dikatakan
belum
sebagaimana mestinya, dan ini di
sebabkan belum berperannya Dewan Pendidikan secara
maksimal maupun Dinas Pendidikan di kota Binjai; (d)
Komite Sekolah belum bisa menjalankan peranya
secara
maksimal
sebagaimana
yang
diamanatkan
keputusan mendiknas nomor 044/U/2002 dan ini
disebabkan pihak sekolah/satuan pendidikan belum
memberikan kepercayaan maupun kewenangan penuh
kepada Komite Sekolah.
Sedangkan
penelitian
yang
dilakukan
Ninik
(2011) dengan penelitianya yang berjudul “Peranan
Komite Sekolah Dalam Pembiayaan Pendidikan di SMA
34
Negeri
1 Tuntang Kabupten Semarang”, mempunyai
pendapat
yang
berbeda.
Tesis
ini
menyimpulkan
bahwa: (a) Komite Sekolah SMA Negeri I Tuntang telah
menjalankan fungsinya sebagai badan pertimbangan
(Advisory Agency) dalam penyusunan biaya pendidikan
yang tertuang dalam RAPBS, sehingga pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar
dan tidak terkendala oleh dana karena anggaran telah
ditetapkan secara cermat. Komite Sekolah sebagai
badan
pertimbangan
selalu
mengupayakan
penyusunan RAPBS secara efektif dan efisien sehingga
tidak terjadi adanya dobel anggaran atau pemborosan
biaya pendidikan; (b) Komite Sekolah SMA Negeri I
Tuntang telah mampu menjadi Supporting Agency
sekaligus sebagai mediator dalam hal penggalangan
dana
dan
memperoleh
alokasi
biaya
kepercayaan
pendidikan,
dari
sehingga
pemerintah
dan
masyarakat untuk mengelola biaya pendidikan.
Beberapa
strategi
untuk
memperoleh
dana
senantiasa diupayakan, misalnya dengan pembuatan
sertifikat tanah, penggalangan dana pendamping dari
orangtua siswa yang ternyata mampu menjadi nilai
tambah dalam pengajuan proposal ke pemerintah.
Selain itu juga menjalin kerjasama dengan pihak
perusahaan sekitar seperti PT. Indonesia Power dan PT.
Perkebunan Tlogo yang telah memberikan beasiswa
bagi siswa dan pembuatan lapangan olahraga serta
pembangunan jalan menuju ke sekolah; (c) Komite
Sekolah SMA Negeri I Tuntang dalam hal pengawasan
dan evaluasi biaya pendidikan telah dapat menjalankan
fungsi
controling
dengan
baik,
sehingga
dapat
35
memperbaiki manajemen biaya pendidikan di sekolah
tersebut. Kerjasama yang baik antara pihak sekolah
dan komite dalam hal pengawasan dan evaluasi telah
dapat
memberikan
informasi
yang
positif
untuk
penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
menyimpulkan
Mawan
Kriswantoro
bahwa
Komite
(2013)
Sekolah
yang
telah
melaksanakan peranya sebagai badan pertimbangan,
pendukung dan penghu bung. Namun dalam hal
pengontrol kebijakan dan program sekolah, Komite
Sekolah belum sepenuhnya melaksanakannya, karena
Komite Sekolah sebagai organisasi yang bersifat sosial
dan
masing-masing
kesibukan
dalam
anggota
profesi
komite
mempunyai
masing-masing
sehingga
belum mampu melaksanakan kontrol secara langsung
di sekolah.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh
A.T.
berjudul
Alabi
(2012)
Utilization
Secondary
School
dengan
of
penelitianya
Committee
Principals’
System
yang
and
Administrative
Effectiveness in Ilorin Metropolis, Nigeria. Pemanfaatan
Sistim Komite dan Keefektifan Administrasi Kepala
Sekolah Menengah (SMP, SMA) di Kota Ilorin, Nigeria,
yang menyimpulkan bahwa: Administrasi yang efektif
merupakan prasyarat bagi keberhasilan administrasi
sekolah menengah.Maksud dari hal tersebut adalah
bahwa, perkembangan dari hubungan yang harmonis
di sekolah menengah oleh kepala sekolah melalui
pemanfaatan
sistem
komite
membantu
dalam
meningkatkan hasil pendidikan dan meningkatkan
36
hasil pendidikan secara obtimal. Semakin banyaknya
kebutuhan akan melibatkan lebih banyak staf di
sekolah
menengah
administrasi
telah
membuat
argumen untuk penggunaan komite lebih masuk akal.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Joyce
Nyandoro (2013) dengan penelitianya yang berjudul
“Effectiveness Of
School Development Committees In
Financial Management In Chimanimani West Circuit
Primary Schools In Zimbabwe” (Keefektifan Komite
Sekolah Dalam Membangun Manajemen Keuangan di
Cimani-mani Barat Studi di Sekolah Dasar Zimbabwe)
yang menyimpulkan bahwa: Adatiga kegagalan yang
muncul
dari
penelitian
ini.
sekolah
komite
pengembangan
Pertama
di
beberapa
Chimanimani
lingkungan sebelah barat dioperasikan tanpa undangundang pasal 87 tahun 1992.Kegagalan kedua untuk
mematuhi undang-undang pasal87 Tahun 1992 yang
telah mendapatkan persetujuan mengalami penurunan
pemahaman
isinya
pengembangan
oleh
sebagian
sekolah.Kegagalan
komite
ketiga
oleh
masyarakat untuk membentuk komite pengembangan
sekolah yang efektif yang bisa menggalang dana dari
berbagai sumber.
Oleh karena itu, disarankan pertama bahwa
pemerintah melalui kantor-kantor provinsi memastikan
bahwa dalam melengkapi undang-undang pasal 87
Tahun 1992 dan panduan terkait lainnya dengan
semua
sekolah
untuk
kesuksesan
program
desentralisasi keuangan. Kedua, bahwa Kementerian
Pendidikan, Seni, Olahraga dan Kebudayaan melalui
timsupervisi memastikan bahwa komite pengembangan
37
sekolah memahami kebijakan dari kementerian melalui
beberapa pelatihan sebelum menerapkan kebijakan
tersebut.Ketiga,
Para
pembuat
kebijakan
tersebut
mengembangkan buku pegangan untuk Komite Sekolah
yang ditulis dalam bahasa yang lebih sederhana untuk
orang-orang
level
awam
untuk
mengerti
dan
menggunakanya.Buku pegangan harus mencakup isuisu
seperti
bagaimana
melestarikan
sumber
sumber,
daya
penggunaan
untuk
sekolah
dan
dan
bagaimana untuk mendirikan komite pengembangan
sekolah yang efektif.Keempat, para pembuat kebijakan
juga membuat kebijakan responsif terhadap komunitas
yang berbeda sehubungan dengan ekonomi mereka,
latar belakang dan kemampuan untuk membangun
komite pengembangan sekolah yang efektif. Kelima,
bahwa komite pengembangan sekolah harus bekerja
sebagai
kelompok
dan
menjadi
organisasi
pembelajaran, berbagi ide pada tingkat yang sama
kesulitan dan pengembangan strategisbahwa organisasi
non pemerintah, seperti SNV, program sekolah, yang
lebih baik dari Zimbabwe dan lainya yang bekerja sama
dengan Kementerian Pendidikan, Seni, Olahraga dan
Budaya secara ekonomis menggunakan upaya mereka,
waktu
dan
dana
untuk
mencakup
semua
orang
tua/wali termasuk Para kepala desa setiap kali mereka
menyelenggarakan
memastikan
lokakarya/seminar
mereka
semua
akrab
untuk
dengan
peran
mereka sebagai orang tua dan juga sebagai komite
pengembangan sekolah.Dan akhirnya, bahwa mentri
pendidikan tertinggi juga turut andil melalui kebijakan
kurikulumnya
untuk
menyertakan
program
38
desentralisasi dan manajemen pembangunan pada
guru untuk memastikan mereka akan membantu
dalam
pelatihan
orang
tua
dan
anggota
komite
pengembangan sekolah. Peneliti cukup yakin bahwa ini
akan
membantu
pemerintah
untuk
meningkatkan
efektivitas komite pengembangan sekolah di seluruh
penjuru negeri .
Dari
beberapa
penelitian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa kinerja komite sekolah di berbagai
tempat
berbeda-beda.
Ada
Komite
sekolah
yang
kinerjanya sudah sesuai dengan peran dan fungsinya,
sementara ditempat lain belum bisa dilaksanakan.
2.8. Kerangka Pikir Penelitian
Dalam
Manajemen
Berbasis
Sekolah
(MBS)
menganjurkan masyarakat untuk ikut ambil bagian
atau berpartisipasi
dalam pendidikan. Dengan
adanya wadah partisipasi masyarakat melalui Komite
Sekolah, diharapkan mampu menjawab dan mencari
solusi
permasalahan
pendidikan
pada
satuan
pendidikan sehingga dapat memacu peningkatan
mutu pendidikan.
Untuk memberikan gambaran secara lebih jelas,
maka
dapat
mengenai
Peningkatan
disusun
Kinerja
Mutu
kerangka
Komite
Pendidikan
pikir
penelitian
Sekolah
di
SD
Dalam
Negeri
Sukomarto Jumo Temanggung, sebagai berikut:
39
Gambar 2.1
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR
044/U/2001 TANGGAL 2 APRIL 2002 TENTANG
PERAN KOMITE SEKOLAH
EVALUASI KINERJA KOMITE SEKOLAH
Pemberi
Pertimbangan
Pendu
kung
Mutu
Pendidikan
Pengon
trol
Rekomendasi
/Kibijakan
Mediator
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mutu Pendidikan
Mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan
pelanggan.Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu
sesuai dengan persepsi (quality in perception).Mutu ini
bisa disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata
orang yang melihatnya.Ini merupakan definisi yang
sangat penting.Sebab, ada satu resiko yang seringkali
kita abaikan dari definisi ini, yakni kenyataan bahwa
para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan
terhadap mutu. Dan mereka melakukan penilaian
tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang
bisa bertahan dalam persaingan (Sallis, 2010:56).
Sedangkan
menyebutkan
Crosby
bahwa
(dalam
mutu
Hadis,
2010:85)
ialah conformance
to
requirement (sesuai dengan kebutuhan). Suatu produk
memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang
telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi
bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Sejalan
dengan hal tersebut Deming (dalam Hadis, 2010:85)
mengemukakan bahwa mutu ialah kesesuain dengan
kebutuhan pasar atau konsumen.
Dalam
kontek
pendidikan,
pengertian
mutu
mencakup input, proses dan output pendidikan. Input
pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia
karena
dibutuhkan
untuk
berlangsungnya
proses,
meliputi sumber daya dan perangkat lunak serta
10
harapan-harapan
berlangsungnya
sebagai
proses.
pemandu
Kesiapan
input
bagi
sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik,
sehingga kadar mutu input dapat diukur dari tingkat
kesiapan input (Widiyarti, 2010:4)
Dari keempat pendapat diatas dapat dikatakan
bahwa Sallis menekankan pada kepuasan pelanggan
dan
dapat
melampaui
keinginan
dan
kebutuhan
pelanggan, sedangkan Crosby dan Deming hanya kalau
hasinya
sudah
sesuai
dengan
kebutuhan
saja.
Sedangkan dalam kontek pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses dan output pendidikan. Dari
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
mutu
pendidikan adalah hasil pendidikan yang sesuai dengan
standar
yang
telah
ditentukan
atau
keinginan dan kebutuhan pelanggan yang
melampaui
mencakup
input, proses dan output pendidikan.
Mutu merupakan hal yang penting dalam dunia
pendidikan.Peningkatan mutu pendidikan merupakan
sasaran pembangunan dibidang pendidikan nasional
dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan
kualitas manusia Indonesia secara kaffah (menyeluruh)
(Mulyasa, 2009:31).Sehingga pemerintah, dalam hal ini
Mentri
Pendidikan
Nasional
telah
mencanangkan
“Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal
2
Mei
2002;
dan
lebih
terfokus
lagi,
setelah
diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas (2003)
Bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui peningkatan
kualitas pendidikan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
11
Menurut (Zamroni, 2007:16) ada tiga perencanaan
strategi yang berkaitan dengan peningkatan mutu
sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil
(The
output
menekankan
Strategy),
Orientid
pada
Strategy),
proses
dan
(The
strategi
Strategi
Process
yang
Orientid
komprehensif
(The
Comprehensive Strategy).
2.2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbsis sekolah merupakan
terjemahan dari “school-based manajement”.Istilah ini
pertama kali muncul di Amerika Serikat pada saat
masyarakat
dengan
mempertanyakan
tuntutan
dan
setempat
(Mulyasa,
Sekolah
(MBS)
relevansi
pendidikan
perkembangan
masyarakat
2009:24).Manajemen
merupakan
salah
Berbaisis
satu
upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi.
Dari segi bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) berasal dari kata Manajemen, Barbasis dan
Sekolah.
Manajemen
adalah
proses
penggunaan
sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran.Berbasis berasal dari kata dasar basis yang
artinya dasar atau asas.Sekolah adalah tempat untuk
belajar dan mengajar.Berdasarkan hal tersebut, maka
MBS dapat diartikan sebagai pengguna sumberdaya
yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1).
Sedangkan
menurut
(Permadi,
2010:26)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model
12
pengelolaan
yang
memberikan
kemandirian
kepada
otonomi
sekolah
dan
atau
mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan
standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi,
mutu dan pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi
diperoleh melalui keleluasaan pengelola sumber daya
yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan
birokrasi.
Peningkatan
mutu
diperoleh
melalui
partisipasi orangtua, kelenturan pengelola sekolah,
Peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan
hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan
suasana
yang
kondusif.
Pemerataan pendidikan ini tampak pada tumbuhnya
partisipasi masyarakat, terutama masyarakat yang
mampu dan peduli, terhadap pendidiikan, sedangkan
masyarakat
yang
kurang
mampu
akan
menjadi
tanggungjawab pemerintah (Mulyasa, 2009:13)
Dengan
diterapkanya
Manajemen
Berbasis
Sekolah (MBS), maka sekolah dapat mengoptimalkan
sumberdaya
yang
sekolahnya,
karena
tersedia
bisa
untuk
lebih
memajukan
mengetahui
peta
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
mungkin
mengetahui
dihadapi.
Disamping
kebutuhannya,
itusekolah
khususnya
input
lebih
dan
output pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
13
Kewenangan
yang
bertumpu
pada
sekolah
merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki
tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa
keuntungan yaitu: (1) Kebijaksanaan dan kewenangan
sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta
didik, orang tua, dan guru; (2) bertujuan bagaimana
memanfaatkan sumber daya lokal; (3) efektif dalam
melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,
hasil
belajar,
tingkat
pengulangan,
tingkat
putus
sekolah, moral guru, dan iklim sekolah; (4) adanya
perhatian
bersama
untuk
mengambil
keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang
ulang sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah,
2000:17)
Dari
keempat
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Nurkolis mamandang istilah MBS
dari
segi
leksikalnya
yaitu
sebagai
pengguna
sumberdaya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri,
sedangkan
Mulyasa
mengutamakan
partisipasi
masyarakat, Permadi dan Fattah membahas tentang
pemberian otonomi atau kemandirian kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka MBS
dapat
diartikan
memberikan
sekolah
Pengelolaan
otonomi
untuk
yang
pendidikan
seluas-luasnya
pengambilan
keputusan
yang
kepada
yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah
termasuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
mutu pendidikan serta keunggulan masyarakat dan
bangsa.
14
2.3. Partisipasi Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada
hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat
berperan
dalam
membina
dan
mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.Dalam
hal ini, sekolah sebagai sistim sosial merupakan bagian
integral dari sistim sosial yang lebih besar, yaitu
masyarakat.Sekolah
dan
masyarakat
memiliki
hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan
sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien.
Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian
tujuan
atau
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat,
khususnya kebutuhan pendidikan (Mulyasa, 2009:50)
Dari
uraian
tersebut
hubungan
antara
merupakan
hal
menunjukkan
sekolah
yang
dengan
sangat
bahwa
masyarakat
penting
dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Di samping itu (Mulyasa, 2009:163) menyebutkan
bahwa
dalam
rangka
sekolah,disarankan
mewujudkan visi
perlunya
dan
misi
memberdayakan
masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal.
Selain mengadakan hubungan dengan masyarakat,
sekolah
juga
dituntut
dengan
pemerintah
untuk
setempat,
membina
misalnya
hubungan
pemuka-
pemuka masyarakat, organisasi sosial, seperti lembaga
sosial desa dan sejenisnya, serta meminta masukan
kepada
masyarakat
atau
pihak-pihak
membutuhkanya tentang program,
yang
kemajuan, dan
rencana-rencana untuk perbaikan sekolah.
15
Sekolah
diserahi
merupakan
mandat
untuk
lembaga
formal
yang
mendidik,
melatih
dan
membimbing generasi muda bagi peranannya di masa
depan, sementara masyarakat merupakan pengguna
jasa
pendidikan
masyarakat
itu.Hubungan
bertujuan
sekolah
antara
lain
dengan
untuk
(1)
memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan
anak; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas
hidup
dan
penghidupan
masyarakat;
(3)
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan
dengan sekolah (Mulyasa, 2009:50).
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
BAB IV pasal1 disebutkan bahwa masyarakat berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.Maka
dari itu sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak
dapat
dipisahkan
dari
masyarakat
lingkungannya,
sebaliknya masyarakatpun tidak dapat dipisahkan dari
sekolah.Dikatakan
demikian,
karena
keduanya
memiliki kepentingan.
Dari beberapa pendapat tersebut sesungguhnya
saling mendukung. Jadi kerjasama antara sekolah
dengan masyarakat pada hakekatnya adalah suatu
sarana
yang
menentukan
cukup
dalam
mempunyai
rangka
pembinaan, pertumbuhan, dan
peranan
usaha
yang
mengadakan
pengembangan siswa
di sekolah. Dengan adanya hubungan kerja sama
antara sekolah dengan masyarakat, dapat dicapai
perpaduan antara sarana sekolah dengan masyarakat.
Hubungan yang harmonis antara keduanya dalam
pengembangan
program
bersama
bagi
pembinaan
16
peserta
didik,
dapat
mengurangi
dan
mencegah
kemungkinan anak berbuat nakal karena program yang
padat
dan
menarik
ataukemungkinan
tidak
kepada
memberi
peserta
kesempatan
didik
untuk
berkhayal atau berbuat yang kurang baik.
2.4. Komite Sekolah
2.4.1. Pengertian Komite Sekolah
Komite
Sekolah
yang
berkedudukan
disetiap
satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang
tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga
pemerintahan. Komite Sekolah dapat terdiri dari satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan dalam
jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan
yang berbeda jenjang, tetapi berada pada lokasi yang
berdekatan, atau satuan pendidikan yang dikelola oleh
suatu
penyelenggraan
pendidikan,
atau
karena
pertimbangan lain, tanpa intervensi dengan lembaga
pemerintahan (Masaong dan Ansar, 2007:165)
Sedangkan
(Hasbullah,
2006:90)
menyatakan
bahwa pada dasarnya Komite Sekolah berada di
tengah-tengah antara orang tua murid, murid, guru,
masyarakat setempat, dan kalangan swasta. Asas
legalitas Komite Sekolah yang termuat dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan
Nasional, khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai
berikut: “Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga
mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta
17
pengawasan
pendidikan
pada
tingkat
satuan
pendidikan “
Dari
ketiga
pendapat
tersebut
dapat
kita
simpulkan
bahwa
pendapat
Masaong,
Ansar
dan
Hasbullah
menekankan
pada
kedudukan
Komite
Sekolah, sedangkan menurut UU Nomor 20 Tahun
2003 menekankan pada tujuan pembetukkan Komite
Sekolah, yaitu peningkatan mutu pelayanan.
Jadi
mandiri
Komite Sekolah
yang
adalah suatu lembaga
berkedudukan
disetiap
satuan
pendidikan, serta merupakan badan mandiri yang tidak
memiliki
hubungan
hierarki
dengan
lembaga
pemerintahanyang berada di tengah-tengah antara
orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat,
dan kalangan swastayang dibentuk dan berperan
dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga,
sarana
prasarana,
serta
pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Kepengurusan dan keanggotaan dalam Komite
Sekolah harus mencerminkan orang tua siswa dan
masyarakat. Kepengurusan dan keanggotaan Komite
Sekolah meliputi: (1) perwakilan orangtua siswa, (2)
tokoh
masyarakat
seperti
kepala
dusun,
ulama,
budayawan, dan sebagainya, (3) anggota masyarakat
seperti LSM peduli pendidikan, (4) pejabat pemerintah
setempat, (5) dunia usaha dan dunia industri (DUDI),
(6) pakar pendidikan, (7) organisasi profesi tenaga
kependidikan seperti PGRI, (8) perwakilan siswa, dan
atau alumni (Haryanto, 2008:96).
18
Sedangkan tujuan Komite Sekolah adalah : (1)
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional
dan program pendidikan di satuan pendidikan; (2)
Meningkatkan
tanggung
jawab
dan
peran
serta
masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan di
satuan pendidikan; (3) Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan
dan
pelayanan
pendidikan
yang
bermutu di satuan pendidikan (Haryanto, 2008:81).
2.4.2. Peran Komite Sekolah
Tugas dan fungsi Dewan Sekolah/Komite Sekolah
antara lain: (1) menetapkan AD dan ART Komite
Sekolah, memberi masukan terhadap muatan RAPBS
dan Rencana Strategik Pengembangan serta Standar
Pelayanan Sekolah; (2) menentukan dan membantu
kesejahteraan personal, mengkaji pertanggung jawaban
dan implementesinya; (3) mengkaji kinerja sekolah dan
melakukan internal auditing (school self assessment),
merekomendasikan, menerima Kepala Sekolah dan
Guru.
Tugas
membantu
Dewan
menetapkan
Sekolah/Komite
Sekolah
visi,
standar
misi
dan
pelayanan, menjaga jaminan mutu sekolah (quality
assurance),
memelihara,
mengembangkan
potensi,
menggali sumber dana, mengevaluasi, merenovasi,
mengidentifikasi, dan mengelola kontribusi masyarakat
terhadap sekolah (Satori, 2001:71).
Sedangkan
Pendidikan
menurut
Nasional
Nomor
Keputusan
Menteri
044/U/2002
Tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan
19
bahwa Komite Sekolah mengemban peran sebagai : (1)
Pemberi
pertimbangan
Pendukung
(advisory
(supporting
agency);
agency);(3)
(2)
Pengawas
(controlling agency); dan (4) Penghubung (mediator
agency).Disamping itu (Haryanto, 2008:81) menyebutka
bahwa
Komite
sebagai
sekolah
berikut:
(1)
mengemban
pemberi
empat
peran
pertimbangan,
(2)
pendukung, (3) pengawas, dan (4) Mediator. Keempat
peran Komite Sekolah tersebut bukan peran yang
berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait
antara peran yang satu dengan peran lainya.
2.5. Kinerja Komite Sekolah
Kinerja
berasal
”performance”.
dari
Dalam
bahasa
Kamus
Inggris
Lengkap
yaitu
Inggris–
Indonesia, Indonesia-Inggris, diartikan: pertunjukan,
perbuatan,
daya
guna,
prestasi,
pelaksanaan,
penyelenggaraan, pagelaran (Adi Gunawan, 2002:279).
Para
pakar
banyak
memberikan
definisi
tentang
kinerja, diantaranya adalah : (Husain Umar, 2004:76)
mengatakan
bahwa
pengertian
kinerja
adalah
keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja
sedemikian rupa sehinga mencapai tujuan kerja secara
obtimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan
dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan
hasil yang dicapai. Sedangkan Smith yang dikutip oleh
(Mulyasa,
2003:136)
menyatakan
bahwa
kinerja
adalah merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses. Jadi kinerja merupakan pencapaian atas apa
20
yang sudah direncanakan, baik oleh pribadi maupun
oleh organisasi.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa Adi
Gunawan mengartikan kinerja sama dengan prestasi
kerja, sedangkan Husain Umar kemampuan seseorang
untuk bekerja sedemikian rupa sehinga mencapai
tujuan kerja secara obtimal dengan pengorbanan rasio
kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapaidan
Mulyasa merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Kinerja adalah Hasil kerja atau
prestasi kerja seseorang atau organisasi yang dapat
dicapai secara obtimal dengan pengorbanan rasio kecil
dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
Yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian
ini adalah tingkat ketercapaian prestasi kerja dari
Komite Sekolah, sesuai dengan peran dan fungsinya,
yaitu
sebagai
badan
pertimbangan,
pendukung,
pengontrol dan penghubung di SD Negeri Sukomarto
Jumo Temanggung, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
2.5.1. Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Badan Pemberi Pertimbangan (advisory
agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai advisory
agency, badan yang memberi pertimbangan kepada
sekolah atau yayasan. Idealnya sekolah dan yayasan
pendidikan
Komite
harus
Sekolah
meminta
dalam
pertimbangan
merumuskan
kepada
kebijakan,
21
program dan kegiatan sekolah, termasuk juga dalam
merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah yang
bersifat given, seperti di sekolah swasta dengan ciri
khas tertentu (Haryanto, 2008:81).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
peran Komite
Sekolah diantaranya adalah sebagai badan Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan
kebijakan
pendidikan
di
satuan
pendidikan yang terdiri dari identifikasi sumber daya
pendidikan dalam masyarakat; memberikan masukan
untuk penyusunan RAPBS; menyelenggarakan rapat
RAPBS
(sekolah,
orang
tua
siswa
masyarakat);
memberikan pertimbangan perubahan RAPBS; ikut
mengesahkan
RAPBS
bersama
kepala
sekolah;
memberikan masukan terhadap proses pengelolaan
pendidikan di sekolah; memberikan masukan terhadap
proses pembelajaran kepada para guru; identifikasi
potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat;
memberikan
pertimbangan
tentang
tenaga
kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah
memberikan
pertimbangan
tentang
sarana
dan
prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah dan
memberikan
pertimbangan
tentang
anggaran
yang
dapat dimanfaatkan di sekolah.
2.5.2.
Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Pemberi Dukungan (supporting agency)
Komite Sekolah sebagai supporting agency, yaitu
badan yang memberikan dukungan berupa dana,
tenaga, dan pikiran. Jika dahulu peran BP3 lebih
22
sebagai pendukung dana , maka penekanan peran
Komite Sekolah seharusnya bukan pada aspek dana
saja tetapi juga aspek lainya, terutama berupa gagasan
dalam rangka penyelenggaraan dan peningkatan mutu
pendidikan (Haryanto, 2008: 82).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
komponen dan
indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran
sebagai badan pendukung (supporting agency) adalah:
memantau
ketenagaan
pendidikan
di
sekolah;
mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi
kekurangan
guru
di
sekolah;
mobilisasi
tenaga
kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di
sekolah; memantau kondisi sarana dan prasarana yang
ada
di
sekolah;
mobilisasi
bantuan
sarana
dan
prasarana sekolah; mengkoordinasi dukungan sarana
dan parasarana
sekolah; mengevaluasi pelaksanaan
dukungan sarana dan prasarana sekolah; memantau
kondisi anggaran pendidikan di sekolah; memobilisasi
dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah;
mengkoordinasikan
pendidikan
di
dukungan
sekolah;
terhadap
mengevaluasi
anggaran
pelaksanaan
dukungan anggaran di sekolah
2.5.3.
Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya
Sebagai Badan Pengontrol (controlling agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai controlling
agency, badan yang melaksanakan pengawasan sosial
kepada
sekolah.
Pengawasan
ini
tidak
sebagai
pengawasan institusional sebagaimana yang dilakukan
lembaga
maupun
badan
pengawasan,
seperti
23
inspektorat, atau bedan pemeriksa keuangan, maupun
badan
pengawasan
fungsional
lainya.
Pengawasan
sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial,
dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika
sekolah
menyusun
menyusun
RAPBS,
laporan
atau
ketika
sekolah
pertanggungjawaban
kepada
masyaraka (Haryanto, 2008:82).
Sedangkan menurut Tim Pengembangan Komite
Sekolah
Ditjen
komponen
terkait
dan
pada
(controlling
Dikdasmen
indikator
perannya
agency)
pengambilan
(Depdiknas:
kinerja
sebagai
adalah:
keputusan
Komite
badan
Sekolah
pengontrol
mengontrol
di
sekolah;
proses
mengontrol
kualitas kebijakan di sekolah; mengontrol
perencanaan
pendidikan
di
sekolah;
2004),
proses
pengawasan
terhadap kualitas perencanaan sekolah; pengawasan
terhadap
kualitas
program
sekolah;
memantau
organisasi sekolah; memantau penjadwalan program
sekolah;
memantau
alokasi
anggaran
untuk
pelaksanaan program sekolah; memantau sumber daya
pelaksana
program sekolah; memantau partisipasi
stake holder pendidikan dalam pelaksanaan program
sekolah; memantau hasil ujian akhir; memantau angka
partisipasi
sekolah;
memantau
angka
mengulang
sekolah; memantau angka bertahan di sekolah.
2.5.4.Kinerja
Komite
Sekolah
dalam
Perannya
Sebagai Badan Penghubung (mediator agency)
Komite Sekolah memiliki peran sebagai mediator
agency
antara
sekolah
dengan
orang
tua
dan
masyarakat. Keberadaan Komite Sekolah di lembaga
24
pendidikan
akan menjadi tali pengikat ukhuwah
antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (Haryanto,
2008:83).
Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah
Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004),
komponen
indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran
sebagai badan penghubung (mediator agency) adalah:
menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan
masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan
Komite
Sekolah
dengan
mengidentifikasi
Dewan
aspirasi
Pendidikan;
masyarakat
untuk
perencanaan pendidikan; membuat usulan kebijakan
dan
program
pendidikan
kepada
sekolah;
mensosialisasikan kebijakan dan program
sekolah
kepada masyarakat; memfasilitasi berbagai masukan
kebijakan
program
terhadap
pengaduan dan keluhan
sekolah;
menampung
terhadap kebijakan dan
program sekolah; mengkomunikasikan pengaduan dan
keluhan
masyarakat
terhadap
sekolah;
mengindentifikasi kondisi sumber daya di sekolah;
mengidentifikasi
sumber-sumber
daya
masyarakat;
memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di
sekolah; mengkoordinasikan bantuan masyarakat.
Untuk
menjalankan
perannya
itu,
Komite
Sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong tumbuhnya
perhatian
dan
komitmen
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Badan itu
juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik
perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia
25
industri, pemerintah, dan DPRD berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu Dikdasmen
(Depdiknas: 2004).
Fungsi
menganalisis
lainnya
aspirasi,
adalah
menampung
pandangan,
dan
tuntutan,
dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional
Nomor
044/U/2002
Tentang
Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa
fungsi
Komite
tumbuhnya
Sekolah
perhatian
adalah
dan
(1)
mendorong
komitmen
masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
(2)
melakukan
kerja
sama
(perorangan/organisasi/dunia
dengan
masyarakat
usaha/dunia
industri)
dan pemerintah berkenaan dengan penyelengaraan
pendidikan
yang
bermutu;
(3)
menampung
dan
menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat
(4)
memberikan
rekomendasi
masukan,
kepada
satuan
pertimbangan,
pendidikan
dan
mengenai
kebijakan dan program pendidikan, Rencana Angaran
Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), kriteria
kinerja
satuan
pendidikan,
kriteria
tenaga
kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan hal lain
yang terkait dengan pendidikan; (5) mendorong orang
tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan; (6) menggalang dana masyarakat dalam
rangka
pembiayaan
penyelengaraan
satuan
pendidikan;
(7)
pengawasan
terhadap
melakukan
pendidikan
evaluasi
kebijakan,
di
dan
program,
26
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan. Semua organisasi seharusnya memiliki
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga AD/ART,
Begitu pula Komite Sekolah. Dalam Keputusan Mentri
Pendidikan
Dewan
Nasional
Pendidikan
Nomor
dan
044/U/2002
Komite
Tentang
Sekolah
juga
menyebutkan bahwa Komite Sekolah wajib memiliki AD
dan ART, yang sekurang-kurangnya memuat (1) nama
dan tempat kedudukan; (2) dasar, tujuan dan kegiatan;
(3)
keanggotaan
dan
kepengurusan;
(4)
hak
dan
kewajiban anggota dan pengurus; (5) keuangan; (6)
mekanisme dan rapat-rapat; dan (7) perubahan AD dan
ART, serta pembubaran organisasi.
2.6. Evaluasi Kinerja
Istilah evaluasi berasal bahasa Inggris “evaluation”
yang artinya pengukuran (measurement), dan penilaian
(assessment) (Arifin, 2011:4). Sedangkan Anderson
(dalam Arikunto, 2004:1) memandang Evaluasi sebagai
sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa
kegiatan
yang
direncanakan
untuk
mendukung tercapainya tujuan. Berbeda lagi dengan
Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004:1), mengungkapkan
bahwa Evaluasi merupakan proses penggambaran,
pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat
bagi
pengambil
keputusan
dalam
menentukan
alternatif keputusan. Sedangkan pendapat (Arikunto,
2010:2) yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan
untuk
bekerjanya
mengumpulkan
sesuatu,
yang
informasi
selanjutnya
tentang
informasi
27
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang
tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa Zaenal Arifin memandang evaluasi
dari sudut bahasa sedangkan Anderson sebagai suatu
proses
menentukan
Stufflebeam
dan
hasil
yang
Suharsimi
telah
dicapai,
disamping
proses
penggambaran juga pencarian dan pemberian informasi
yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif keputusan.Jadi dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mengukur
dan menilai kegiatan yang telah direncanakan dengan
caramengumpulkan
kegiatan
tersebut,
informasi
yang
tentang
selanjutnya
bekerjanya
informasi
itu
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil sebuah keputuan atau kebijakan.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan
yang dikemukakan Mengginson (dalam Mangkunegara,
2000:69)
adalah
pimpinan
suatu
untuk
proses
menentukan
yang
digunakan
apakah
seorang
karyawan melakukan pekerjaanya sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Selanjutnya Sikula (dalam
Mangkunegara,
2000:69)
mengemukakan
bahwa
penilaian pegawai merupakan evaluasi sistimatis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa pendapat Mengginson menjelaskan
tentang
proses
yang
digunakan
pimpinan
untuk
menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaanya
sesuai
dengan
tanggungjawabnya apa belum
tugas
dan
, sedangkan Sikula
28
membahas
tentang
penilaian
pegawai
merupakan
evaluasi sistimatis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Maka dapat disimpulkan bahwa
evaluasi
kinerja
Komite
Sekolah
adalah
suatu
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan Komite Sekolah. Selain itu,
juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja
secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai
kepada
Komite
Sekolah
tersebut,
sehingga
dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik dimasa
yang akan datang dan dapat sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan.
Apabila
pencapaian
sesuai
dengan
yang
direncanakan, maka kinerja yang dilakukan sudah
terlaksana
dengan
baik,
dan
apabila
pencapaian
melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan
kinerjanya sangat baik. Sebaliknya apabila pencapaian
kurang
tidak
sesuai dengan apa yang direncanakan atau
sesuai
dari
apa
yang
direncanakan,
maka
kinerjanya dapat dikatakan kurang baik. atau sangat
buruk Smith (dalam Mulyasa, 2003:136)
Dalam hal ini peneliti akan mengevaluasi kinerja
Komite Sekolah di SD Negeri Sukomarto, apakah
Komite Sekolah SD Negeri Sukomarto sudah berjalan
baik atau belum. Hasil penelitian akan dikatakan baik
apabila sudah sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan (indikator ketercapaian lebih dari 75%), dan
dikatakan kurang baik apabila kurang sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan (tingkat ketercapaian
indikator kurang dari 76%)
29
Adapun indikator kinerja Komite Sekolah yang
diakses dari Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen
Dikdasmen (Depdiknas: 2004) dapat dilihat pada tabel
dibawah ini!
Tabel 2.1
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pertimbangan
(AdvisoryAgency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pertimbangan
(Advisory
Agency)
Fungsi
Manajemen
Pendidikan
1.Perencanaan
sekolah
2.Pelaksanaan
Program
a.Kurikulum
b. PBM
c. Penilaian
3.Pengelolaan
Sumber
daya
Pendidikan
a. SDM
b. S/P
c. Anggaran
Indikator Kinerja
a. Identifikasi
sumber
daya
pendidikan dalam masyarakat.
b. Memberikan masukan untuk
penyusunan RAPBS.
c. Menyelenggarakan
rapat
RAPBS (sekolah, orang tua
siswa, masyarakat)
d. Memberikan
pertimbangan
perubahan RAPBS.
e. Ikut
mengesahkan
RAPBS
bersama kepala sekolah.
a. Memberikan masukan terhadap
proses pengelolaan pendidikan
di sekolah.
b. Memberikan masukan terhadap
proses pembelajaran kepada
para guru.
a. Identifikasi
potensi
sumber
daya
pendidikan
dalam
masyarakat.
b. Memberikan
pertimbangan
tentang tenaga kependidikan
yang dapat diperbantukan di
sekolah.
c. Memberikan
pertimbangan
tentang sarana dan prasarana
yang dapat diperbantukan di
sekolah.
d. Memberikan
pertimbangan
tentang anggaran yang dapat
dimanfaatkan di sekolah.
30
Tabel 2.2
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pendukung
(Supporting Agency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pendu
kung
(Suppor
tinngAgen
cy)
.
Fungsi
Indikator Kinerja
Manajemen
Pendidikan
1. Pengelolaan a. Memantau
ketenagaan
Sumber
pendidikan di sekolah.
Daya
b. Mobilisasi guru sukarelawan
untuk
menanggulangi
kekurangan guru di sekolah.
c. Mobilisasi tenaga kependidikan
non
guru
untuk
mengisi
kekurangan di sekolah.
2. Pengelolaan a. Memantau kondisi sarana dan
Sarana dan
prasarana yang ada di sekolah.
Prasarana
b. Mobilisasi bantuan sarana dan
parasarana sekolah.
c. Mengkoordinasi
dukungan
sarana
dan
parasarana
sekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan
sarana
dan
prasarana sekolah.
1. Pengelolaa a. Memantau kondisi anggaran
n Anggaran
pendidikan di sekolah.
b. Memobilisasi
dukungan
terhadap anggaran pendidikan
di sekolah.
c. Mengkoordinasikan dukungan
terhadap anggaran pendidikan
di sekolah.
d. Mengevaluasi
pelaksanaan
dukungan anggaran di sekolah.
31
Tabel 2.3
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Pengontrol
(Controlling Agency)
Peran
Komite
Sekolah
Badan
Pengon
trol
(Control
ling
Agency)
Fungsi
Manajemen
Pendidikan
1.Mengontrol
perencanaan
pendidikan
di sekolah
Indikator Kinerja
a. Mengontrol proses pengambilan
keputusan di sekolah.
b. Mengontrol kualitas kebijakan
di sekolah.
c. Mengontrol
proses
perencanaan
pendidikan
di
sekolah
d. Pengawasan terhadap kualitas
perencanaan sekolah
e. Pengawasan terhadap kualitas
program sekolah.
2.Memantau
a. Memantau organisasi sekolah
pelaksanaan b. Memantau
penjadwalan
program
program sekolah
sekolah
c. Memantaua alokasi anggaran
untuk pelaksanaan program
sekolah.
d. Memantau
sumber
daya
pelaksana program sekolah.
e. Memantau partisipasi stakeholder
pendidikan
dalam
pelaksanaan program sekolah.
3.Memantau
a. Memantau hasil ujian akhir.
out
put b. Memanatau angka partisipasi
sekolah
pendidikan
c. Memantau angka mengulang
sekolah
d. Memantau angka bertahan di
sekolah.
32
Tabel 2.4
Indikator Kinerja Komite SekolahdalamPerannya
Sebagai Badan Penghubung
(Mediator Agency)
Peran
Fungsi
Komite
Manajemen
Sekolah
Pendidikan
Badan
1.Perencanaan
Penghubu
ng
(Mediator
Agency)
Indikator Kinerja
a. Menjadi penghubung antara
Komite
Sekolah
dengan
masyarakat, Komite Sekolah
dengan sekolah, dan Komite
Sekolah
dengan
Dewan
Pendidikan.
b. Mengidentifikasi
aspirasi
masyarakat untuk perencanaan
pendidikan.
c. Membuat usulan kebijakan dan
program pendidikan kepada
sekolah
2.Pelaksanaan
program
a. Mensosialisasikan
kebijakan
dan program sekolah kepada
masyarakat
b. Memfasilitasi
berbagai
masukan kebijakan program
terhadap sekolah
c. Menampung pengaduan dan
keluhan terhadap kebijakan
dan program sekolah. D.
d. Mengkomunikasikan
pengaduan
dan
keluhan
masyarakat terhadap sekolah
3.Pengelolaan
Sumber
Daya
pendidikan
a. Mengindentifikasi
kondisi
sumber daya di sekolah
b. Mengidentifikasi
suber-sumber
daya masyarakat
c. Memobilisasi
bantuan
masyarakat untuk pendidikan di
sekolah
d. Mengkoordinasikan
bantuan
masyarakat
33
2.7. Penelitian Terdahulu
Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan
Komite
Sekolah,
yang
dilaksanakan
oleh
peneliti
sebelumnya diantaranya adalah yang dilakukan oleh
Armansyah (2009) dengan penelitianya yang berjudul
"Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam
Penyelengaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai”
menyimpulkan bahwa : (a) Komite Sekolah belum
mampu melaksanakan peranannya sebagai pemberi
pertimbangan,
sebagai
badan
penghubung,
badan
pengontrol dan sebagai badan pendukung; (b) khusus
dalam penggalangan dukungan dana dari masyarakat
seperti dunia usaha/dunia industri, maupun dari tokoh
masyarakat yang peduli pendidikan, Komite Sekolah
belum mampu dan hanya memanfaatkan sumber dana
yang berasal dari orang tua siswa dengan pengutipan
uang Komite Sekolah; (c) Komite Sekolah pada SMA
Negeri
di
kota
diperdayakan
Binjai
dapat
dikatakan
belum
sebagaimana mestinya, dan ini di
sebabkan belum berperannya Dewan Pendidikan secara
maksimal maupun Dinas Pendidikan di kota Binjai; (d)
Komite Sekolah belum bisa menjalankan peranya
secara
maksimal
sebagaimana
yang
diamanatkan
keputusan mendiknas nomor 044/U/2002 dan ini
disebabkan pihak sekolah/satuan pendidikan belum
memberikan kepercayaan maupun kewenangan penuh
kepada Komite Sekolah.
Sedangkan
penelitian
yang
dilakukan
Ninik
(2011) dengan penelitianya yang berjudul “Peranan
Komite Sekolah Dalam Pembiayaan Pendidikan di SMA
34
Negeri
1 Tuntang Kabupten Semarang”, mempunyai
pendapat
yang
berbeda.
Tesis
ini
menyimpulkan
bahwa: (a) Komite Sekolah SMA Negeri I Tuntang telah
menjalankan fungsinya sebagai badan pertimbangan
(Advisory Agency) dalam penyusunan biaya pendidikan
yang tertuang dalam RAPBS, sehingga pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar
dan tidak terkendala oleh dana karena anggaran telah
ditetapkan secara cermat. Komite Sekolah sebagai
badan
pertimbangan
selalu
mengupayakan
penyusunan RAPBS secara efektif dan efisien sehingga
tidak terjadi adanya dobel anggaran atau pemborosan
biaya pendidikan; (b) Komite Sekolah SMA Negeri I
Tuntang telah mampu menjadi Supporting Agency
sekaligus sebagai mediator dalam hal penggalangan
dana
dan
memperoleh
alokasi
biaya
kepercayaan
pendidikan,
dari
sehingga
pemerintah
dan
masyarakat untuk mengelola biaya pendidikan.
Beberapa
strategi
untuk
memperoleh
dana
senantiasa diupayakan, misalnya dengan pembuatan
sertifikat tanah, penggalangan dana pendamping dari
orangtua siswa yang ternyata mampu menjadi nilai
tambah dalam pengajuan proposal ke pemerintah.
Selain itu juga menjalin kerjasama dengan pihak
perusahaan sekitar seperti PT. Indonesia Power dan PT.
Perkebunan Tlogo yang telah memberikan beasiswa
bagi siswa dan pembuatan lapangan olahraga serta
pembangunan jalan menuju ke sekolah; (c) Komite
Sekolah SMA Negeri I Tuntang dalam hal pengawasan
dan evaluasi biaya pendidikan telah dapat menjalankan
fungsi
controling
dengan
baik,
sehingga
dapat
35
memperbaiki manajemen biaya pendidikan di sekolah
tersebut. Kerjasama yang baik antara pihak sekolah
dan komite dalam hal pengawasan dan evaluasi telah
dapat
memberikan
informasi
yang
positif
untuk
penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
menyimpulkan
Mawan
Kriswantoro
bahwa
Komite
(2013)
Sekolah
yang
telah
melaksanakan peranya sebagai badan pertimbangan,
pendukung dan penghu bung. Namun dalam hal
pengontrol kebijakan dan program sekolah, Komite
Sekolah belum sepenuhnya melaksanakannya, karena
Komite Sekolah sebagai organisasi yang bersifat sosial
dan
masing-masing
kesibukan
dalam
anggota
profesi
komite
mempunyai
masing-masing
sehingga
belum mampu melaksanakan kontrol secara langsung
di sekolah.
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh
A.T.
berjudul
Alabi
(2012)
Utilization
Secondary
School
dengan
of
penelitianya
Committee
Principals’
System
yang
and
Administrative
Effectiveness in Ilorin Metropolis, Nigeria. Pemanfaatan
Sistim Komite dan Keefektifan Administrasi Kepala
Sekolah Menengah (SMP, SMA) di Kota Ilorin, Nigeria,
yang menyimpulkan bahwa: Administrasi yang efektif
merupakan prasyarat bagi keberhasilan administrasi
sekolah menengah.Maksud dari hal tersebut adalah
bahwa, perkembangan dari hubungan yang harmonis
di sekolah menengah oleh kepala sekolah melalui
pemanfaatan
sistem
komite
membantu
dalam
meningkatkan hasil pendidikan dan meningkatkan
36
hasil pendidikan secara obtimal. Semakin banyaknya
kebutuhan akan melibatkan lebih banyak staf di
sekolah
menengah
administrasi
telah
membuat
argumen untuk penggunaan komite lebih masuk akal.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Joyce
Nyandoro (2013) dengan penelitianya yang berjudul
“Effectiveness Of
School Development Committees In
Financial Management In Chimanimani West Circuit
Primary Schools In Zimbabwe” (Keefektifan Komite
Sekolah Dalam Membangun Manajemen Keuangan di
Cimani-mani Barat Studi di Sekolah Dasar Zimbabwe)
yang menyimpulkan bahwa: Adatiga kegagalan yang
muncul
dari
penelitian
ini.
sekolah
komite
pengembangan
Pertama
di
beberapa
Chimanimani
lingkungan sebelah barat dioperasikan tanpa undangundang pasal 87 tahun 1992.Kegagalan kedua untuk
mematuhi undang-undang pasal87 Tahun 1992 yang
telah mendapatkan persetujuan mengalami penurunan
pemahaman
isinya
pengembangan
oleh
sebagian
sekolah.Kegagalan
komite
ketiga
oleh
masyarakat untuk membentuk komite pengembangan
sekolah yang efektif yang bisa menggalang dana dari
berbagai sumber.
Oleh karena itu, disarankan pertama bahwa
pemerintah melalui kantor-kantor provinsi memastikan
bahwa dalam melengkapi undang-undang pasal 87
Tahun 1992 dan panduan terkait lainnya dengan
semua
sekolah
untuk
kesuksesan
program
desentralisasi keuangan. Kedua, bahwa Kementerian
Pendidikan, Seni, Olahraga dan Kebudayaan melalui
timsupervisi memastikan bahwa komite pengembangan
37
sekolah memahami kebijakan dari kementerian melalui
beberapa pelatihan sebelum menerapkan kebijakan
tersebut.Ketiga,
Para
pembuat
kebijakan
tersebut
mengembangkan buku pegangan untuk Komite Sekolah
yang ditulis dalam bahasa yang lebih sederhana untuk
orang-orang
level
awam
untuk
mengerti
dan
menggunakanya.Buku pegangan harus mencakup isuisu
seperti
bagaimana
melestarikan
sumber
sumber,
daya
penggunaan
untuk
sekolah
dan
dan
bagaimana untuk mendirikan komite pengembangan
sekolah yang efektif.Keempat, para pembuat kebijakan
juga membuat kebijakan responsif terhadap komunitas
yang berbeda sehubungan dengan ekonomi mereka,
latar belakang dan kemampuan untuk membangun
komite pengembangan sekolah yang efektif. Kelima,
bahwa komite pengembangan sekolah harus bekerja
sebagai
kelompok
dan
menjadi
organisasi
pembelajaran, berbagi ide pada tingkat yang sama
kesulitan dan pengembangan strategisbahwa organisasi
non pemerintah, seperti SNV, program sekolah, yang
lebih baik dari Zimbabwe dan lainya yang bekerja sama
dengan Kementerian Pendidikan, Seni, Olahraga dan
Budaya secara ekonomis menggunakan upaya mereka,
waktu
dan
dana
untuk
mencakup
semua
orang
tua/wali termasuk Para kepala desa setiap kali mereka
menyelenggarakan
memastikan
lokakarya/seminar
mereka
semua
akrab
untuk
dengan
peran
mereka sebagai orang tua dan juga sebagai komite
pengembangan sekolah.Dan akhirnya, bahwa mentri
pendidikan tertinggi juga turut andil melalui kebijakan
kurikulumnya
untuk
menyertakan
program
38
desentralisasi dan manajemen pembangunan pada
guru untuk memastikan mereka akan membantu
dalam
pelatihan
orang
tua
dan
anggota
komite
pengembangan sekolah. Peneliti cukup yakin bahwa ini
akan
membantu
pemerintah
untuk
meningkatkan
efektivitas komite pengembangan sekolah di seluruh
penjuru negeri .
Dari
beberapa
penelitian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa kinerja komite sekolah di berbagai
tempat
berbeda-beda.
Ada
Komite
sekolah
yang
kinerjanya sudah sesuai dengan peran dan fungsinya,
sementara ditempat lain belum bisa dilaksanakan.
2.8. Kerangka Pikir Penelitian
Dalam
Manajemen
Berbasis
Sekolah
(MBS)
menganjurkan masyarakat untuk ikut ambil bagian
atau berpartisipasi
dalam pendidikan. Dengan
adanya wadah partisipasi masyarakat melalui Komite
Sekolah, diharapkan mampu menjawab dan mencari
solusi
permasalahan
pendidikan
pada
satuan
pendidikan sehingga dapat memacu peningkatan
mutu pendidikan.
Untuk memberikan gambaran secara lebih jelas,
maka
dapat
mengenai
Peningkatan
disusun
Kinerja
Mutu
kerangka
Komite
Pendidikan
pikir
penelitian
Sekolah
di
SD
Dalam
Negeri
Sukomarto Jumo Temanggung, sebagai berikut:
39
Gambar 2.1
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR
044/U/2001 TANGGAL 2 APRIL 2002 TENTANG
PERAN KOMITE SEKOLAH
EVALUASI KINERJA KOMITE SEKOLAH
Pemberi
Pertimbangan
Pendu
kung
Mutu
Pendidikan
Pengon
trol
Rekomendasi
/Kibijakan
Mediator