Menanamkan Jiwa Kreativitas Peserta Didi
Clara Ika Phaluphie
Universitas Sriwijaya
Menanamkan Jiwa Kreativitas Peserta Didik Sejak Dini Melalui Enterpeneurship
I.
PENDAHULUAN
Sudah populer di Indonesia bahwa tujuan pendidikan nasionaal pada
khususnya dan pembangunan pada umumnya adalah ingin meenciptakan
“manusia seutuhnya”. Maksudnya manusia yang lengkap, selaras, serasi dan
seimbang perkembangan
semua segi kepribadiannya. Siapa yang dikatakan
manusia utuh itu? Yang dikatakan manusia utuh itu adalah individu-individu
manusia, bukan kelompok. sehingga manusia seutuhnya itu adalah persona atau
individu-individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan,
dengan lingkungan atau alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu
kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri. Persona atau
individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik
unsur akal pikiran, perasaan, moral, dan keterampilan (cipta, rasa, dan karsa),
jasmani maupun rohani, yang berkembang secara penuh. Integrasi perkembangan
dari unsur-unsur itulah yang mewujudkan manusia utuh sebagai tujuan pendidikan
bangsa Indonesia.
Kreativitas itu racikan dasaarnya adalah kecintaan, kompetensi teknis,
dan keterampilan berpikir kreatif (Dani Ronnie:2011). Kreativitas merupakan
istilah yang banyak digunakan baaik di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah. Pada hakikatnya, pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan
sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan
menggunakan sesuatu yang sudah ada. Secara tradisional kreativitas dibatasi
sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Menurut Moreno
(dalam Slameto, 2010:146) yang penting dalam kreativitas itu bukanlah penemuan
sesuatu yang belum pernah di ketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa
produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak
1
harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya.
Moreno menambahkan tidak benar kalau kita beranggapan bahwa hanya siswasiswa (atau orang-orang) yang sangat cerdas saja yang dapat menjadi kreatif.
Dalam kenyataan, akan menjadi sukarlah untuk hidup secara normal tanpa adanya
kreativitas, karena kreativitas itu perlu untuk menghadapi perubahan-perubahan
yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia.
Salah satu bentuk kreativitas bisa melalu kewirausahaan. Kerwirausahaan
adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang di jadikan dasar, kiat dan sumber
daya untuk mencari peluang sukses. Memiliki jiwa entrepeneur berarti
mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab,
disiplin, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang wirausaha ketika
memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan
pada siswa sejak dini untuk membantu mereka menjalani seluruh kehidupannya.
Peserta didik yang mengenal dunia wirausaha sejak dini, akan mendapati manfaat
untuk bekal masa depan kelak. Pada tahapan usia yang terbilang belia, siswa yang
belajar menumbuhkan jiwa wirausaha, akan tumbuh menjadi pribadi yang kreatif.
Kreativitas yang terlatih sejak dini, termasuk melalui berbagai ajang dan kegiatan
kewirausahaan, menjadi modal utama produktivitas dan kemandiriannya kala
dewasa.
II.
PEMBAHASAN
Sejak 2009 lalu, pemerintah sudah menyusun kurikulum berbasis
enterpeneurship yang harusnya diintegrasikan dalam pembelajaran. Tujuannya
antara lain bagaimana mempersiapkan generasi muda yang kompeptitif serta bisa
membuka dunia usaha baru, termasuk mampu memberikan kerja untuk orang lain.
Indonesia bukannya tidak memiliki SDM yang cukup, bahkan jumlah penduduk
Indonesia saat ini berkisar sebanyak 24 juta orang sebagaimana yang dilansir
sebuah media online www.detik.com bulan Juli 2013 ini. Namun, dari 24 juta
orang penduduk Indonesia hanya 0,24 % yang berwirausaha. Artinya,
dibandingkan jumah penduduk Indonesia tentu sangat kurang sekali, Indonesia
masih membutuhkan sekitar 4,18 juta wirausaha lagi, sehingga jika target ideal
jumlah wirausaha sebanyak 4,75 juta bisa tercapai maka ekonomi Nasional bisa
2
dikuasai pribumi dan lapangan pekerjaan akan semakin luas, sehingga
kesejahteraan masyarakat akan trus meningkat. Mencetak wirausaha tentu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Perlu sebuah sistem yang baik, dijalankan
secara konsisten, di kontrol, dan ditanamkan sejak dini pada setiap insan
Indonesia. Kurikulum yang diterapkan harus terintegrasi karakter kewirausahaan.
Sehingga siswa sudah dikenalkan pada kewirausahaan sejak dini (satuan
pendidikan tingkat TK/SD). Hal ini sudah dicanangkan pemerintah dengan
semangat membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausaha
melalui Instruksi Presiden Nomor 24 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional
Memasyarakat dan Membudayakan Kewirausahaan. Program ini mengamanatkan
kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk membangun dan
mengembangkan
program-program
kewirausahaan.
Sehingga
mendukung
Program Ekonomi Kreatif (PEK) Tahun 2010-2014, yakni pengembangan
kegiatan ekonomi berdasarkan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk
menciptakan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis dan daya saing serta
berguna dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Minimnya pendidikan enterpeneur, khususnya di kota Palembang
disebabkan karena tidak ada pendidikan yang mengkhususkan anak menjadi
enterpeneur. Paradigma yang ada pada anak lulus sekolah langsung mencari
pekerjaan,
bukan
membuka
lapangan
pekerjaan.
Sebagaimana
dilampir
pernyataan Johanes Agus Taruna, Owner My School usai pembukaan Global
Enterpeneur Week (19/11) pada Harian Sumatera Ekspres 20 November 2013 hal
19.
Pendidikan kewirausahaan sendiri merupakan salah satu bentuk aplikasi
kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan
kewirausahaan diperlihatkan di antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk
mencapai kesuksesan. Menurut Suparman Suhamidjaja bahwa: ”Pendidikan
kewirausahaan adalah pendidikan yang bertujuan untuk menempa bangsa
Indonesia sesuai dengan kepribadian Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.
Dalam arti yang lebih luas bahwa pendidikan kewirausahaan adalah pertolongan
untuk membelajarkan manusia Indonesia sehingga mereka memiliki kekuatan
3
pribadi yang dinamis dan kreatif sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
yang
berdasarkan
pancasila.
Padahal,
satuan
pendidikan
bisa
saja
mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan di sekolah masing-masing. Hal ini
dibolehkan, bahkan sangat dianjurkan oleh pemerintah. Setiap sekolah bebas
berkreativitas
membuat
sebuah
sistem
yang
mendukung
pendidikan
kewirausahaan.
Pendidikan kewirausahaan bisa terintegrasi dalam semua mata pelajaran,
muatan lokal, kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan diri, kultur sekolah atau
aturan-aturan yang buat oleh sekolah. Bahkan kewirausahaan bisa dijadikan
sebuah event kompetisi bagi peserta didik, misalkan ; lomba karya seni, lomba
memasak dan mengemas produk sehingga memiliki nilai jual, lomba kerajinan
tangan, dan sebagainya. Kemudian hasil karya siswa tersebut dipasarkan dan di
jual. Selanjutnya masing-masing individu atau kelompok peserta lomba diberi
nilai sesuai indikator penilaian yang telah ditentukan dan diberi penghargaan.
Sehingga tidak harus menunggu terlebih dahulu rancangan matang dari
pemerintahan pusat.
Di beberapa lembaga pendidikan sudah mengintegrasikan pendidikan
kewirausahaan dalam pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, terutama pada
satuan pendidikan Sekolah Menengah (SM) seperti, SMP, SMA, MA, dan SMK.
Karena siswa satuan pendidikan tingkat SM lebih mudah untuk diarahkan dan
secara kognisi sudah memiliki daya pikir kritis dan kreatif, berbeda sekali
dibandingkan siswa tingkat satuan TK dan SD yang masih memiliki sikap
dependensi sangat tinggi pada orang yang lebih tua atau guru. Namun, bukan
berarti para pendidik tidak bisa menanamkan jiwa kewirausahaan pada peserta
didiknya. Tentu sangat bisa sekali, walaupun dengan metode dan sistem yang
berbeda dengan satuan pendidikan tingkat SM.
Penanaman jiwa wirausaha pada setiap satuan pendidikan tidak
harus sama, bisa dengan metode yang berbeda-beda sesuai karakter peserta didik
masing-masing satuan pendidikan. Pada tingkatan SMA kewirausahaan bisa
diintegrasikan dalam seluruh kurikulum, ekstra kurikuler, pengembangan diri,
muatan lokal, dan sebagainya. Kemudian diwujudkan dalam Kegiatan Belajar
4
Mengajar (KBM) dengan penyusunan silabus dan RPP yang terintegrasi
pendidikan kewirausahaan. Dalam mata pelajaran yang memuat praktikum bisa
diorientasikan kewirausahaan. Kegiatan ekstra kurikuler dan pengembangan diri
memiliki peluang yang cukup besar dalam penanaman kewirausahan, sebab
sekolah sepenuhnya bisa menentukan jenis kegiatan ekstra kurikuler dan
pengembangan diri untuk siswanya dan memiliki jam tersendiri yang lebih efektif
dibandingkan penyisipan kewirausahaan dalam mata pelajaran pokok kedinasan
maupun muatan lokal.
Penanaman jiwa wirausaha pada siswa, selain membuatnya lebih kreatif
dan inovatif hal ini juga melatih kemandirian bahkan menjadi sukses di hari
depan. Sebagaimana di lansir dalam Harian Sumatera Ekspres, 20 November
2013 hal.22 selain melalui pendidikan dalam kurikulum, penanaman jiwa
wirausaha dapat di tularkan melalui kepedulian masyarakat sekitar. Seperti adanya
komunitas Pacak (Kompak) yang mempunyai misi ingin menanamkan
keberhasilan yang sudah mereka capai kepada generasi muda. Komuntitas ini
melaksanakan serangkaian program edukasi kepada generasi muda yang sengaja
disasarkan pada jenjang sekolah menengah atas (SMA/SMK) yang fokusnya di
wilayah Palembang dahulu. Dalam edukasinya, kompak tidak hanya membuka
pola pikir, tetapi juga memberikan pemahaman bahwa generasi muda bisa
membuka dunia usaha baru. Termasuk mampu memberikan pekerjaan bagi orang
lain.
Pada tingkat pendidikan dasar, penanamkan konsep-konsep terkait dengan
kegiatan kewirausahaan pada anak didik dapat di berikan kepada mereka hal-hal
yang terkait dengan kegiatan kewirausahaan, walau hanya pengenalan minimalis.
pengkondisikan siswa melakukan kegiatan dasar kewirausahaan, misalnya
kegiatan ekonomi dikelas, kebiasaan usaha, yaitu warung kelas. Warung kelas
dapat kita jadikan sebagai dasar penanaman jiwa kewirausahaan sebab pada
kegiatan ini, semua hal dari anak didik, untuk anak didik dan oleh anak didik.
Warung kelas ini adalah milik siswa sehingga setiap anak mempunyai
tanggungjawab dan kewajiban yang sama dalam upaya peningkatan dan
kelancaran penjualan jajan yan ada. Setelah jajan habis, maka beberapa orang
5
secara bergantian bertugas untuk belanja makanan dan jajan untuk periode jualan
ke depan. Pada saat ini, anak dapat mengetahui apakah warung kelasnya
mendapatkan untung ataukah tidak. Dan, nilai keuntungan tersebut ditambahkan
untuk belanja untuk membesar atau memperbanyak barang dagangan. Dengan
cara ini, maka tumbuh kesadaran dalam jiwa anak didik bahwa mereka dapat
melakukan kegiatan usaha. Kesadaran ini diyakini dapat memicu semangat
kewirausahaan anak-anak. Dalam konteks ini yang paling dibutuhkan adalah
bimbingan guru agar kegiatan ini tidak mengganggu proses pendidikan anak.
Artinya, warung kelas hanya dibuka pada saat sebelum masuk waktu
pembelajaran dan pada saat jam istirahat. Diluar kedua jam tersebut, maka secara
tegas guru melarang adanya transaksi jual beli. Memang, pembelajaran
kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara teoritis. Kita harus mengkondisikan
agar anak didik melakukan pembelajaaran kewirausahaan dengan menerapkan
learning by doing.
Pendidikan
yang
berwawasan
kewirausahan
ditandai
Pendidikan
kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya dengan
proses pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah
potensi kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai kewirausahaan akan menjadi
pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui
kurikulum karakteristik peserta didik yang dapat digunakannya dalam
bersosialisasi dan terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. berinteraksi dengan
lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki karakter kreatif, inovatif,
bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu.
Pendidikan Kewirausahaan dalam Perspektif Sosio-Psikologis masih
berkontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia Indonesia. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi
pada Analisis pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan bahwa Indonesia
belum sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta
didik dapat melepaskan diri dari tujuan pendidikan kolonial, yaitu menjadi
pegawai dan tentang tujuan dan orientasi mengikuti pendidikan untuk menjadi
pegawai negeri, bukan menjadi seseorang yang dapat berdiri sendiri. Pendidikan
6
kewirausahaan juga mempersiapakan peserta didik memiliki sikap sepertinya
memberikan implikasi dalam tataran kehidupan sosial.
III.
PENUTUP
III.1.
KESIMPULAN
Penanaman jiwa kreativitas pada peserta didik dapat melalui pendidikan
enterpeneurship (kewirausahaan). Pendidikan enterpeneurship sendiri selain
meningkatkan kreativitas siswa, juga dapat melatih siswa mandiri. Pemberian soft
skill pada muatan pembelajaran maupun penyisipan pendidikan kewirausahaan
dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha. Pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu
dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pendidikan kewirausahaan
diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan
di
sekolah
yang
dapat
merealisasikan
pendidikan
kewirausahaan
dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Selain di sekolah,
penanaman pendidikan enterpenuer ini juga dapat melalui masyarakat yang peduli
akan generasi muda dengan adanya komunitas yang memberikan bimbingan dan
arahan penularan sukses dan perubahan mind set pada peserta didik. Penerapkan
prinsip-prinsip dan metodologi kearah potensi kreativitas dan inovasi anak bagi
sekolah (pendidik dan kepala sekolah) juga harus di dukung oleh Kementrian
Pendidikan. Sehingga, peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai kewirausahaan
akan menjadi pembentukan kecakapan hidup (life skill).
III.2.
SARAN
Penanaman jiwa kreativitas pada peserta didik melalui pendidikan
kewirausaahaan amatlah penting, mengingat minimnya pendidikan enterpeneur di
Indonesia. Selain itu, pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi pada Analisis
pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan bahwa Indonesia belum sosiopsiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta didik
7
memiliki sikap sepertinya memberikan implikasi dalam tataran kehidupan sosial.
Kemampuan
sumber
daya
manusia
yang
pengembangan
pendidikan
kewirausahaan ini harus memperhatikan suasana psikologis agar dapat
memanfaatkan kekayaan alam yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
Ronnie, Dani. 2011. Guru Cerdas (The Power of Emotional & Adversity Quotient
for Teachers). Palembang: ALTI Publishing.
Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi. Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grasindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumber Internet:
Wordprees. 2011. Konsep Kewirausahaan Dan Pendidikan Kewirausahaan.
(Online),
(http://
khmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/29/konsep-
kewirausahaan-dan-pendidikan-kewirausahaan/), diakses 20 November
2013.
Sumber koran:
Apriani, Dwi. 2013. “Sasar Sekolah, Tanamkan Kiat Jadi Sukses”. Sumatera
Ekspres. Hal.17
Sumatera Ekspres. 20 November 2013. “Minim Pendidikan Enterpeneur”. Hal.19
8
Universitas Sriwijaya
Menanamkan Jiwa Kreativitas Peserta Didik Sejak Dini Melalui Enterpeneurship
I.
PENDAHULUAN
Sudah populer di Indonesia bahwa tujuan pendidikan nasionaal pada
khususnya dan pembangunan pada umumnya adalah ingin meenciptakan
“manusia seutuhnya”. Maksudnya manusia yang lengkap, selaras, serasi dan
seimbang perkembangan
semua segi kepribadiannya. Siapa yang dikatakan
manusia utuh itu? Yang dikatakan manusia utuh itu adalah individu-individu
manusia, bukan kelompok. sehingga manusia seutuhnya itu adalah persona atau
individu-individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan,
dengan lingkungan atau alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu
kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri. Persona atau
individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik
unsur akal pikiran, perasaan, moral, dan keterampilan (cipta, rasa, dan karsa),
jasmani maupun rohani, yang berkembang secara penuh. Integrasi perkembangan
dari unsur-unsur itulah yang mewujudkan manusia utuh sebagai tujuan pendidikan
bangsa Indonesia.
Kreativitas itu racikan dasaarnya adalah kecintaan, kompetensi teknis,
dan keterampilan berpikir kreatif (Dani Ronnie:2011). Kreativitas merupakan
istilah yang banyak digunakan baaik di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah. Pada hakikatnya, pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan
sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan
menggunakan sesuatu yang sudah ada. Secara tradisional kreativitas dibatasi
sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Menurut Moreno
(dalam Slameto, 2010:146) yang penting dalam kreativitas itu bukanlah penemuan
sesuatu yang belum pernah di ketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa
produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak
1
harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya.
Moreno menambahkan tidak benar kalau kita beranggapan bahwa hanya siswasiswa (atau orang-orang) yang sangat cerdas saja yang dapat menjadi kreatif.
Dalam kenyataan, akan menjadi sukarlah untuk hidup secara normal tanpa adanya
kreativitas, karena kreativitas itu perlu untuk menghadapi perubahan-perubahan
yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia.
Salah satu bentuk kreativitas bisa melalu kewirausahaan. Kerwirausahaan
adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang di jadikan dasar, kiat dan sumber
daya untuk mencari peluang sukses. Memiliki jiwa entrepeneur berarti
mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung jawab,
disiplin, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang wirausaha ketika
memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika sifat-sifat ini ditanamkan
pada siswa sejak dini untuk membantu mereka menjalani seluruh kehidupannya.
Peserta didik yang mengenal dunia wirausaha sejak dini, akan mendapati manfaat
untuk bekal masa depan kelak. Pada tahapan usia yang terbilang belia, siswa yang
belajar menumbuhkan jiwa wirausaha, akan tumbuh menjadi pribadi yang kreatif.
Kreativitas yang terlatih sejak dini, termasuk melalui berbagai ajang dan kegiatan
kewirausahaan, menjadi modal utama produktivitas dan kemandiriannya kala
dewasa.
II.
PEMBAHASAN
Sejak 2009 lalu, pemerintah sudah menyusun kurikulum berbasis
enterpeneurship yang harusnya diintegrasikan dalam pembelajaran. Tujuannya
antara lain bagaimana mempersiapkan generasi muda yang kompeptitif serta bisa
membuka dunia usaha baru, termasuk mampu memberikan kerja untuk orang lain.
Indonesia bukannya tidak memiliki SDM yang cukup, bahkan jumlah penduduk
Indonesia saat ini berkisar sebanyak 24 juta orang sebagaimana yang dilansir
sebuah media online www.detik.com bulan Juli 2013 ini. Namun, dari 24 juta
orang penduduk Indonesia hanya 0,24 % yang berwirausaha. Artinya,
dibandingkan jumah penduduk Indonesia tentu sangat kurang sekali, Indonesia
masih membutuhkan sekitar 4,18 juta wirausaha lagi, sehingga jika target ideal
jumlah wirausaha sebanyak 4,75 juta bisa tercapai maka ekonomi Nasional bisa
2
dikuasai pribumi dan lapangan pekerjaan akan semakin luas, sehingga
kesejahteraan masyarakat akan trus meningkat. Mencetak wirausaha tentu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Perlu sebuah sistem yang baik, dijalankan
secara konsisten, di kontrol, dan ditanamkan sejak dini pada setiap insan
Indonesia. Kurikulum yang diterapkan harus terintegrasi karakter kewirausahaan.
Sehingga siswa sudah dikenalkan pada kewirausahaan sejak dini (satuan
pendidikan tingkat TK/SD). Hal ini sudah dicanangkan pemerintah dengan
semangat membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausaha
melalui Instruksi Presiden Nomor 24 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional
Memasyarakat dan Membudayakan Kewirausahaan. Program ini mengamanatkan
kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk membangun dan
mengembangkan
program-program
kewirausahaan.
Sehingga
mendukung
Program Ekonomi Kreatif (PEK) Tahun 2010-2014, yakni pengembangan
kegiatan ekonomi berdasarkan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk
menciptakan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis dan daya saing serta
berguna dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Minimnya pendidikan enterpeneur, khususnya di kota Palembang
disebabkan karena tidak ada pendidikan yang mengkhususkan anak menjadi
enterpeneur. Paradigma yang ada pada anak lulus sekolah langsung mencari
pekerjaan,
bukan
membuka
lapangan
pekerjaan.
Sebagaimana
dilampir
pernyataan Johanes Agus Taruna, Owner My School usai pembukaan Global
Enterpeneur Week (19/11) pada Harian Sumatera Ekspres 20 November 2013 hal
19.
Pendidikan kewirausahaan sendiri merupakan salah satu bentuk aplikasi
kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan
kewirausahaan diperlihatkan di antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk
mencapai kesuksesan. Menurut Suparman Suhamidjaja bahwa: ”Pendidikan
kewirausahaan adalah pendidikan yang bertujuan untuk menempa bangsa
Indonesia sesuai dengan kepribadian Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.
Dalam arti yang lebih luas bahwa pendidikan kewirausahaan adalah pertolongan
untuk membelajarkan manusia Indonesia sehingga mereka memiliki kekuatan
3
pribadi yang dinamis dan kreatif sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
yang
berdasarkan
pancasila.
Padahal,
satuan
pendidikan
bisa
saja
mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan di sekolah masing-masing. Hal ini
dibolehkan, bahkan sangat dianjurkan oleh pemerintah. Setiap sekolah bebas
berkreativitas
membuat
sebuah
sistem
yang
mendukung
pendidikan
kewirausahaan.
Pendidikan kewirausahaan bisa terintegrasi dalam semua mata pelajaran,
muatan lokal, kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan diri, kultur sekolah atau
aturan-aturan yang buat oleh sekolah. Bahkan kewirausahaan bisa dijadikan
sebuah event kompetisi bagi peserta didik, misalkan ; lomba karya seni, lomba
memasak dan mengemas produk sehingga memiliki nilai jual, lomba kerajinan
tangan, dan sebagainya. Kemudian hasil karya siswa tersebut dipasarkan dan di
jual. Selanjutnya masing-masing individu atau kelompok peserta lomba diberi
nilai sesuai indikator penilaian yang telah ditentukan dan diberi penghargaan.
Sehingga tidak harus menunggu terlebih dahulu rancangan matang dari
pemerintahan pusat.
Di beberapa lembaga pendidikan sudah mengintegrasikan pendidikan
kewirausahaan dalam pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, terutama pada
satuan pendidikan Sekolah Menengah (SM) seperti, SMP, SMA, MA, dan SMK.
Karena siswa satuan pendidikan tingkat SM lebih mudah untuk diarahkan dan
secara kognisi sudah memiliki daya pikir kritis dan kreatif, berbeda sekali
dibandingkan siswa tingkat satuan TK dan SD yang masih memiliki sikap
dependensi sangat tinggi pada orang yang lebih tua atau guru. Namun, bukan
berarti para pendidik tidak bisa menanamkan jiwa kewirausahaan pada peserta
didiknya. Tentu sangat bisa sekali, walaupun dengan metode dan sistem yang
berbeda dengan satuan pendidikan tingkat SM.
Penanaman jiwa wirausaha pada setiap satuan pendidikan tidak
harus sama, bisa dengan metode yang berbeda-beda sesuai karakter peserta didik
masing-masing satuan pendidikan. Pada tingkatan SMA kewirausahaan bisa
diintegrasikan dalam seluruh kurikulum, ekstra kurikuler, pengembangan diri,
muatan lokal, dan sebagainya. Kemudian diwujudkan dalam Kegiatan Belajar
4
Mengajar (KBM) dengan penyusunan silabus dan RPP yang terintegrasi
pendidikan kewirausahaan. Dalam mata pelajaran yang memuat praktikum bisa
diorientasikan kewirausahaan. Kegiatan ekstra kurikuler dan pengembangan diri
memiliki peluang yang cukup besar dalam penanaman kewirausahan, sebab
sekolah sepenuhnya bisa menentukan jenis kegiatan ekstra kurikuler dan
pengembangan diri untuk siswanya dan memiliki jam tersendiri yang lebih efektif
dibandingkan penyisipan kewirausahaan dalam mata pelajaran pokok kedinasan
maupun muatan lokal.
Penanaman jiwa wirausaha pada siswa, selain membuatnya lebih kreatif
dan inovatif hal ini juga melatih kemandirian bahkan menjadi sukses di hari
depan. Sebagaimana di lansir dalam Harian Sumatera Ekspres, 20 November
2013 hal.22 selain melalui pendidikan dalam kurikulum, penanaman jiwa
wirausaha dapat di tularkan melalui kepedulian masyarakat sekitar. Seperti adanya
komunitas Pacak (Kompak) yang mempunyai misi ingin menanamkan
keberhasilan yang sudah mereka capai kepada generasi muda. Komuntitas ini
melaksanakan serangkaian program edukasi kepada generasi muda yang sengaja
disasarkan pada jenjang sekolah menengah atas (SMA/SMK) yang fokusnya di
wilayah Palembang dahulu. Dalam edukasinya, kompak tidak hanya membuka
pola pikir, tetapi juga memberikan pemahaman bahwa generasi muda bisa
membuka dunia usaha baru. Termasuk mampu memberikan pekerjaan bagi orang
lain.
Pada tingkat pendidikan dasar, penanamkan konsep-konsep terkait dengan
kegiatan kewirausahaan pada anak didik dapat di berikan kepada mereka hal-hal
yang terkait dengan kegiatan kewirausahaan, walau hanya pengenalan minimalis.
pengkondisikan siswa melakukan kegiatan dasar kewirausahaan, misalnya
kegiatan ekonomi dikelas, kebiasaan usaha, yaitu warung kelas. Warung kelas
dapat kita jadikan sebagai dasar penanaman jiwa kewirausahaan sebab pada
kegiatan ini, semua hal dari anak didik, untuk anak didik dan oleh anak didik.
Warung kelas ini adalah milik siswa sehingga setiap anak mempunyai
tanggungjawab dan kewajiban yang sama dalam upaya peningkatan dan
kelancaran penjualan jajan yan ada. Setelah jajan habis, maka beberapa orang
5
secara bergantian bertugas untuk belanja makanan dan jajan untuk periode jualan
ke depan. Pada saat ini, anak dapat mengetahui apakah warung kelasnya
mendapatkan untung ataukah tidak. Dan, nilai keuntungan tersebut ditambahkan
untuk belanja untuk membesar atau memperbanyak barang dagangan. Dengan
cara ini, maka tumbuh kesadaran dalam jiwa anak didik bahwa mereka dapat
melakukan kegiatan usaha. Kesadaran ini diyakini dapat memicu semangat
kewirausahaan anak-anak. Dalam konteks ini yang paling dibutuhkan adalah
bimbingan guru agar kegiatan ini tidak mengganggu proses pendidikan anak.
Artinya, warung kelas hanya dibuka pada saat sebelum masuk waktu
pembelajaran dan pada saat jam istirahat. Diluar kedua jam tersebut, maka secara
tegas guru melarang adanya transaksi jual beli. Memang, pembelajaran
kewirausahaan tidak dapat dilakukan secara teoritis. Kita harus mengkondisikan
agar anak didik melakukan pembelajaaran kewirausahaan dengan menerapkan
learning by doing.
Pendidikan
yang
berwawasan
kewirausahan
ditandai
Pendidikan
kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya dengan
proses pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah
potensi kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai kewirausahaan akan menjadi
pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui
kurikulum karakteristik peserta didik yang dapat digunakannya dalam
bersosialisasi dan terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. berinteraksi dengan
lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki karakter kreatif, inovatif,
bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu.
Pendidikan Kewirausahaan dalam Perspektif Sosio-Psikologis masih
berkontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia Indonesia. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi
pada Analisis pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan bahwa Indonesia
belum sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta
didik dapat melepaskan diri dari tujuan pendidikan kolonial, yaitu menjadi
pegawai dan tentang tujuan dan orientasi mengikuti pendidikan untuk menjadi
pegawai negeri, bukan menjadi seseorang yang dapat berdiri sendiri. Pendidikan
6
kewirausahaan juga mempersiapakan peserta didik memiliki sikap sepertinya
memberikan implikasi dalam tataran kehidupan sosial.
III.
PENUTUP
III.1.
KESIMPULAN
Penanaman jiwa kreativitas pada peserta didik dapat melalui pendidikan
enterpeneurship (kewirausahaan). Pendidikan enterpeneurship sendiri selain
meningkatkan kreativitas siswa, juga dapat melatih siswa mandiri. Pemberian soft
skill pada muatan pembelajaran maupun penyisipan pendidikan kewirausahaan
dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha. Pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu
dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pendidikan kewirausahaan
diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan
di
sekolah
yang
dapat
merealisasikan
pendidikan
kewirausahaan
dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Selain di sekolah,
penanaman pendidikan enterpenuer ini juga dapat melalui masyarakat yang peduli
akan generasi muda dengan adanya komunitas yang memberikan bimbingan dan
arahan penularan sukses dan perubahan mind set pada peserta didik. Penerapkan
prinsip-prinsip dan metodologi kearah potensi kreativitas dan inovasi anak bagi
sekolah (pendidik dan kepala sekolah) juga harus di dukung oleh Kementrian
Pendidikan. Sehingga, peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai kewirausahaan
akan menjadi pembentukan kecakapan hidup (life skill).
III.2.
SARAN
Penanaman jiwa kreativitas pada peserta didik melalui pendidikan
kewirausaahaan amatlah penting, mengingat minimnya pendidikan enterpeneur di
Indonesia. Selain itu, pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi pada Analisis
pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan bahwa Indonesia belum sosiopsiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta didik
7
memiliki sikap sepertinya memberikan implikasi dalam tataran kehidupan sosial.
Kemampuan
sumber
daya
manusia
yang
pengembangan
pendidikan
kewirausahaan ini harus memperhatikan suasana psikologis agar dapat
memanfaatkan kekayaan alam yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
Ronnie, Dani. 2011. Guru Cerdas (The Power of Emotional & Adversity Quotient
for Teachers). Palembang: ALTI Publishing.
Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi. Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grasindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumber Internet:
Wordprees. 2011. Konsep Kewirausahaan Dan Pendidikan Kewirausahaan.
(Online),
(http://
khmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/29/konsep-
kewirausahaan-dan-pendidikan-kewirausahaan/), diakses 20 November
2013.
Sumber koran:
Apriani, Dwi. 2013. “Sasar Sekolah, Tanamkan Kiat Jadi Sukses”. Sumatera
Ekspres. Hal.17
Sumatera Ekspres. 20 November 2013. “Minim Pendidikan Enterpeneur”. Hal.19
8