BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai - Rancang Bangun Generator pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar dengan Pasangan Refrijeran-Absor

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Siklus Absorpsi
Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai

siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam
bentuk panas. Siklus absorpsi yang sering dijumpai sering digunakan untuk teknik
pendingin tapi bisa juga digunakan untuk pengkondisian udara. Dari beberapa
jenis siklus teknik pendingin dan pengkondisian udara, siklus absorpsi adalah
siklus yang sangat efisien karena siklus absorpsi dapat dijalankan dengan sumber
panas yang temperaturnya kurang dari 200 ⁰C dan panas ini bisa didapatkan
dengan memanfaatkan panas terbuang seperti gas buang, geothermal, dan panas
matahari. Maka berdasarkan sumber panasnya mesin pendingin siklus absorbsi
dapat dibagi menjadi :


Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang
digunakan dapat berupa minyak bumi (solar) dan gas. Pada sistem

pembakaran langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran
bahan bakarnya.



Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam)
yang biasanya dihasilkan oleh steam boiler atau bisa juga dari panas bumi
(geothermal).



Air panas (hot water-fired) sumber air panasnya dapat berupa diesel
genset.



Dan yang terakhir adalah memanfaatkan panas terbuang seperti gas buang
dari pabrik-pabrik atau mesin, geothermal, panas matahari.

Orang yang pertama kali merealisasikan mesin pendingin siklus absorpsi

adalah Ferdinand Carre dari perancis, dan memperoleh hak paten dari pemerintah
Amerika Serikat pada tahun 1860. Sejak saat itu mesin pendingin siklus absorpsi
mendapat perhatian dari masyarakat. Mesin pendingin siklus absorpsi telah

Universitas Sumatera Utara

dipasarkan secara komersial untuk industri-industri seperti industri perminyakan
dan kimia. Namun pada tahun 1915 ketika kompresor amonia tenaga listrik
diperkenalkan dan diterima masyarakat dengan baik, perkembangan teknik
pendingin siklus absorpsi mulai berkurang.

2.1.1

Teori Umum Siklus Absorpsi
Pada dasarnya siklus absorpsi memanfaatkan ikatan kimia antara dua zat

yaitu zat penyerap dan zat yang diserap. Proses pengikatan ini dapat terjadi secara
alami atau tanpa energi luar. Tetapi untuk proses pelepasan ikatannya, akan
diperlukan panas. Setelah terpisah oleh panas , kedua pasangan zat ini akan dapat
dicampur kembali. Proses ini dapat diulang menjadi sebuah siklus. Dan siklus

inilah yang dimanfaatkan untuk dijadikan siklus refrigerasi dan menjadi dasar
siklus absorpsi. Zat yang dapat diserap (diikat) oleh zat lain akan disebut
absorbate, sementara zat yang bertugas menyerap (mengikat) akan dinamakan
absorben. Zat yang diikat bertindak sebagai fluida kerja yang melakukan
pendinginan, sehingga absorbate sebagai refrijeran dan disebut juga fluida utama
(primer), sedangkan fluida sekunder adalah absorben. Pasangan yang sering
digunakan adalah Amonia dengan Air dan pasangan Litium Bromida dengan Air.
Pasangan ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin pendingin siklus
absorpsi. Pada penelitian ini pasangan absorbent-absorbate yang digunakan
adalah larutan ammonia-air. Air bertindak sebagai absorben (penyerap) dan
amonia bertindak sebagai absorbate (yang diserap). Air akan menyerap amonia
dan bersatu menjadi larutan. Dan larutan ini akan berpisah, jika diberikan panas
tertentu. Siklus absorpsi menggunakan energi mekanik yang sangat kecil yaitu
penggunaan pompa untuk mensirkulasikan fluida kerjanya, persentasinya hanya
sekitar 1% dibandingkan dengan energi panas yang digunakan.
Siklus absorpsi sederhana terdiri atas beberapa komponen utama yaitu
evaporator, kondensor, generator, absorber, katup ekspansi,dan pompa. Siklus
absorpsi sederhana ditampilkan pada gambar 1 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Komponen utama siklus absorpsi sederhana
(Sumber : Miller, 2006; Moran, 1998; Shan, 1991)

Untuk mengetahui prinsip kerja siklus absorbsi sederhana ini maka
pertama siklusnya dibagi menjadi dua bagian siklus, yaitu siklus pertama
merupakan siklus ketika refrijeran terpisah dari absorben, ditunjukkan dengan titik
1-2-3-4. Siklus kedua adalah siklus dimana absorben dan refrijeran terlarut atau
terikat. Pada gambar ditunjukkan pada titik 5-6-7-8. Penjelasan prinsip kerja
siklus absorpsi sederhana ini dimulai dari titik 1-2-3-4.
Pada siklus pertama atau titik 1-2-3-4, yaitu :
1. Refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Kemudian uap ini akan
masuk ke siklus kedua dan keluar di titik 2 pada kondisi uap kering
(super heat) dan tekanan tinggi.
2. Dari titik 2, uap refrijeran masuk menuju kondensor. Di kondensor
panas dilepaskan ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi
secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3.
3. Kemudian refrijeran mengalir dari titik 3 menuju titik 4. Pada proses
ini terjadi penurunan tekanan secara adiabatik oleh katub ekspansi.
Pada saat tekanan turun temperatur juga akan turun dan sebagian

cairan akan berubah menjadi uap di titik 4.
4. Selanjutnya dari titik 4 menuju titik 1. Refrijeran akan melakukan
fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, dan siklus akan
berulang.

Universitas Sumatera Utara

Pada siklus kedua atau titik 5-6-7-8, yaitu :
1. Setelah selesai dari siklus pertama uap refrijeran keluar dari titik 1
masuk ke absorber dan keluar melalui titik 6. Di absorber terjadi
proses pengikatan uap oleh larutan yang datang dari titik 5 yaitu
larutan konsentrasi lemah. Proses ikatan kimia ini akan melepas
sejumlah panas ke lingkungan.
2. Kemudian larutan dari titik 6 menjadi larutan konsentrasi kuat akan
dipompakan ke titik 7 menuju generator oleh pompa.
3. Larutan dari titik 7 masuk ke generator, disini larutan akan dipanaskan
sehingga terjadi proses pelepasan refrijeran dan absorben. Refrijeran
akan keluar dari titik 2 sedangkan absorben atau larutan konsentrasi
lemah keluar dari titik 8.
4. Dari titik 8 larutan konsentrasi lemah akan diturunkan tekanannya

oleh katub ekspansi dan keluar menuju titik 5. Sebagai catatan, untuk
membuat siklus absorpsi dapat terjadi rasio tekanan pada generator
atau kondensor dan absorber atau evaporator harus diatur cukup tinggi.
Diagram p-h dari siklua absorpsi sederhana dengan komponen siklus
kedua ditampilkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi
(Sumber : Miler, 2006; Moran, 1998)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Perbedaan Siklus Absorpsi dengan Siklus Kompresi Uap
Perbedaan siklus absorpsi dengan siklus kompresi uap terletak pada
bagaimana caranya menaikkan tekanan refrijeran. Pada siklus kompresi uap
refrijeran yang datang dari evaporator akan masuk menuju kompresor. Kompresor
inilah yang digunakan untuk menaikkan tekanan refrijeran yang dialirkan kembali
masuk ke kondensor. Sedangkan pada siklus absorpsi larutan yang datang dari
evaporator akan masuk menuju absorber. Di absorber larutan dari evaporator akan
berikatan dengan larutan konsentrasi lemah yang merupakan hasil pemisahan dari
generator. Kemudian dipompakan menuju generator, dan di generator terjadi

pemisahan larutan yang menghasilkan refrijeran dan larutan konsentrasi lemah.
Refrijeran inilah yang akan masuk menuju kondensor. Perlu diketahui bahwa
siklus absorpsi dan siklus kompresi uap akan melakukan proses yang sama mulai
dari refrijeran masuk ke kondensor sampai keluar dari evaporator.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses siklus absorpsi dan siklus kompresi
uap hampir sama hanya saja fungsi dari kompresor pada siklus kompresi uap
diganti menjadi absorber, pompa generator dan katup ekspansi pada siklus
absorpsi. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan siklus absorpsi bertolak
belakang dengan siklus kompresi uap. Jika siklus kompresi uap berkembang maka
siklus absorsi akan melambat. Tetapi ada beberapa keunggulan siklus absorpsi
dibandingkan siklus kompresi uap, yaitu :
1. Pengoperasian yang tidak bising
2. Umurnya yang relatif panjang
3. Efisien dan ekonomis jika memanfaatkan panas terbuang seperti gas
buang, geothermal, dan panas matahari.
4. Mudah mengontrol kapasitasnya.

2.2

Pasangan Refrijeran-absorben siklus absorpsi

Siklus absorpsi terjadi dengan memanfaatkan ikatan kimia antara

refrijeran dan absorben yaitu dengan mengikat

refrijeran dan absorben di

absorber dan memisahkannya di generator. Untuk menjadikan dua zat sebagai

Universitas Sumatera Utara

refrijeran dan absorben ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu sebagai
berikut ini :
1. Tidak boleh membentuk fasa padat selama siklus untuk mencegah aliran
siklus terhenti.
2. Refrijeran lebih mudah menguap dengan tujuan mengurangi panas
masukan di generator.
3. Antara refrijeran dan absorben harus memiliki ikatan yang kuat agar
mengurangi jumlah absorben yang bersirkulasi di dalam siklus sehingga
dimensi berkurang.
4. Tekanan operasi tidak terlalu tinggi di generator dan tidak terlalu rendah di

absorber. Bertujuan untuk mengurangi dimensi peralatan daya pompa.
5. Tidak korosif
6. Stabil, maksudnya refrijeran dan absorben tidak berubah sifat agar bisa
dipakai dalam waktu yang lama.
7. Refrijeran dan absorben harus aman yaitu tidak beracun, tidak mudah
terbakar, dan tidak merusak lingkungan.

Syarat syarat diatas belum bisa dipenuhi semua pada pasangan refrijeran
dan absorben. Tetapi ada pasangan refrijeran dan absorben yang mendekati yang
bisa digunakan yaitu pasangan amonia-air (amonia sebagai refrijeran dan air
sebagai absorben) dan pasangan air-lithium bromida (air sebagai refrijeran dan
lithium bromida sebagai absorben). Kedua pasangan inilah yang sering dijumpai
pada siklus absorpsi yang dikomersialkan.
Ada beberapa keunggulan dan kekurangan antara pasangan amonia-air dan
air-lithium bromida, yaitu :

1. Pasangan amonia-air
Pasangan amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang
diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif
terhadap tembaga dan alloynya, volatilitasnya yang rendah dan tekanan


Universitas Sumatera Utara

kerja yang tinggi serta sifat amonia yang sedikit beracun sehingga
membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara. Pasangan amoniaair dapat dioperasikan pada temperatur evaporasi dibawah 0 ºC.
2. Pasangan air- lithium bromida
Pasangan air- lithium bromida memiliki beberapa keunggulan yaitu
aman dikarenakan tidak bersifat racun, memiliki volalitas yang tinggi,
stabil, dan memiliki panas laten yang tinggi. Tetapi pasangan ini
mempunyai kelemahan yaitu pasangan air- lithium bromida tidak dapat
dioperasikan mendekati temperatur evaporasi 0 ºC. Hal ini disebabkan air
sebagai refrijeran akan berubah menjadi padat sehingga siklus terhenti.
Sehingga tidak digunakan bekerja pada temperatur yang rendah.

2.2.1

Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini

didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas I (disebut bau amonia). Sifat

amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Sifat Amonia
Sifat Amonia
Massa jenis

682 kg/m3, cair

Titik lebur

-77,7 oC

Titik didih

-33.3 oC

Klasifikasi EU

Kautik, korosif

Panas Laten Penguapan (Le)

1357 kJ/kg

(Sumber : Chang, 2003)

Titik lebur dan titik didih yang rendah menjadi keunggulan tersendiri dari
amonia yaitu pada siklus absorpsi mesin dapat bekerja pada temperatur evaporasi
di bawah 0 ºC. Walaupun amonia memberi sumbangan penting bagi keberadaan

Universitas Sumatera Utara

nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak
kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia diatur sebagai gas
tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika
terhirup.

2.3

Generator
Generator merupakan alat penukar kalor. Pada siklus refrigerasi atau

pendinginan generator berfungsi sebagai tempat proses pelepasan refrijeran dari
absorben atau disebut desorpsi. Agar proses ini terjadi maka diberikan energi
dalam bentuk panas. Dengan demikian generator berfungsi sebagai pemanas.
Pada penelitian ini energi dalam bentuk panas diperoleh dari gas buang motor
bakar. Adapun proses yang terjadi di generator yaitu dimulai dengan larutan
konsentrasi kuat akan masuk ke generator. Kemudian larutan ini dipanaskan oleh
gas buang dari motor bakar. Pemanasan ini menyebabkan temperatur larutan
meningkat sehingga refrijeran dan absorben berpisah. Refrijeran menjadi uap
masuk ke kondensor sedangkan absorben masuk ke katub ekspansi. Absorben ini
disebut juga larutan konsentrasi rendah.
Berdasarkan konstruksinya generator yang digunakan adalah heat
exchanger tipe tubular (shell and tube) dan berdasarkan bentuk aliran fluida
termasuk heat exchanger single pass (counter flow).
Heat exchanger tipe tubular
Heat exchanger tipe ini melibatkan penggunaan tube pada desainnya.
Bentuk penampang tube yang digunakan bisa bundar, elips, kotak, dan lain
sebagainya. Heat exchanger tipe tubular didesain untuk dapat bekerja pada
tekanan tinggi, baik tekanan yang berasal dari lingkungan kerjanya maupun
perbedaan tekanan tinggi antar fluida kerjanya. Tipe tubular sangat umum
digunakan untuk fluida kerja cair-cair, cair-gas, gas-cair atau gas-gas. Namun
untuk penggunaan pada fluida kerja gas-cair, atau gas-gas, khusus digunakan pada

Universitas Sumatera Utara

kondisi fluida kerja bertekanan dan bertemperatur tinggi dikarenakan tidak ada
jenis heat exchanger lain yang mampu untuk bekerja pada kondisi tersebut.

Heat exchanger tipe tubular jenis shell and tube.
Heat exchanger tipe shell and tube merupakan satu tipe yang paling
mudah dikenal. Tipe ini melibatkan tube sebagai komponen utamanya. Salah satu
fluida mengalir di dalam tube, sedangkan fluida lainnya di luar tube. Pipa-pipa
tube disusun berada di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut
dengan shell, sehingga pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu shell.

K
o
m

Gambar 2.2 heat exchanger tipe shell and tube
(Sumber : Donald Q. Kern, 2006)

Komponen utama dari heat exchanger tipe shell and tube
Komponen utama dari heat exchanger tipe shell and tube adalah sebagai
berikut :
1. Tube.
Tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak
digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian tube dapat
bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara

1. Shell
ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang
mengalir di dalam tube. Umumnya shell didesain berbrntuk silinder dengan
penampang melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris
jika diameter desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika
lebih dari 0,6 meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris
dan disambung dengan proses pengelasan.
2. Front-End dan Rear-End Head
Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuk dan keluar dari fluida sisi
tube. Selain itu bagian ini juga berfungsi untuk menghadapi adanya efek
pemuaian.
3. Buffle
Ada dua jenis buffle yang ada pada heat exchanger tipe shell and tube,
yakni tipe tranversal dan longitudinal. Keduanya berfungsi sebagai pengatur
arah aliran fluida sisi shell.
4. Tubesheet
Tube yang melintang longitudinal membutuhkan penyangga agar
posisinya bisa stabil. Jika sebuah heat exchanger menggunakan baffle
tranversal maka ia juga berfungsi ganda sebagai penyangga. Namun jika tidak
menggunakan buffle maka membutuhkan penyangga khusus.

Heat exchanger single-pass
Dikatakan single-pass yakni apabila fluida mengalir satu kali di dalam
heat exchanger.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Ilustrasi aliran fluida single-pass
(Sumber : Donald Q. Kern, 2006)

Tipe single-pass counter flow heat exchanger
Fluida-fluida yang mengalir pada heat exchanger tipe ini sejajar, akan
tetapi memiliki arah yang saling berlawanan. Hal itu membuat desain ini
menghasilkan efisiensi perpindahan panas yang paling baik diantara jenis heat
exchanger yang lain. Hal ini disebabkan karena fluida dingin yang masuk ke
dalam heat exchanger akah bertemu dengan fluida sumber panas yang akan keluar
dari heat exchanger, dimana fluida ini sudah mengalami penurunan panas. Begitu
pula pada sisi outlet fluida yang dipanaskan, ia akan dipanaskan oleh fluida
sumber panas yang baru saja masuk ke exchanger tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Perpindahan panas
Ketika besi dipanasi, air dimasak, dan matahari menyinari bumi terjadi
perpindahan panas. Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang
perpindahan energi (dalam bentuk panas) yang terjadi karena adanya perbedaan
suhu diantara kedua benda atau material. Perpindahan panas terdiri atas,konduksi,
konveksi, dan radiasi. Konduksi terjadi pada besi yang dipanasi, konveksi terjadi
pada air yang dimasakdan radiasi terjadi pada pada saat matahari menyinari bumi.
Ilmu perpindahan kalor dapat digunakan untuk menentukan suhu batangan baja
sebagai fungsi waktu artinya, ilmu perpindahan kalor dapat mengetahui waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur akhir. Adapun perpindahan panas
yang terjadi pada siklus absorbsi yaitu :


Konduksi (hantaran)



Konveksi (aliran)

2.4.1 Perpindahan panas konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor
mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam
suatu medium (padat, cair, gas) atau medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung. Laju perpindahan panas konduksi melalui suatu
lapisan material dengan ketebalan tetap adalah berbanding lurus dengan beda
suhu di pangkal dan ujung lapisan tersebut, berbanding lurus dengan luas
permukaan tegak lurus arah perpindahan panas dan berbanding terbalik dengan
ketebalan lapisan.
Rumus hukum Fourier:
……………………………………………………………...…(2.1)
Keterangan :
q

= laju aliran kalor (watt)

Universitas Sumatera Utara

k

= konduktifitas termal bahan (W/(m2.0C)
= gradient suhu kearah perpindahn kalor (0C/m)

A

= luas penampang (m2)

Pada alat penukar kalor perpindahan konduksi terjadi pada bagian
tabung/pipa,tahanan termal yang terjadi pada tabung/pipa adalah seperti pada
gambar 2.3

Gambar 2.4 Mode perambatan panas pada dinding tube
(Sumber : Cengel, 1989)

2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi
Bila ada fluida yang bergerak terhadap suatu permukaan, dan kedua suhunya
tidak sama, maka akan terjadi mekanisme perpindahan panas secara konveksi.
Semakin cepat gerakan fluida tersebut, maka semakin besar laju perpindahan
panas konveksinya. Bila fluida tidak bergerak, maka mekanisme perpindahan
panas akan menjadi mekanisme perpindahan konduksi kembali.
Karena konveksi terjadi akibat adanya gerakan fluida, maka dikenal istilah
konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami (konveksi bebas) terjadi
karena fluida bergerak secara alamiah dimana pergerakan fluida tersebut lebih

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh perbedaan massa jenis fluida akibat adanya variasi suhu pada
fluida tersebut. Logikanya, kalau suhu fluida tinggi, tentunya dia akan menjadi
lebih ringan dan mulai bergerak keatas.
Sementara konveksi paksa trjadi karena bergeraknya fluida bukan karena
faktor alamiah. Fluida bergerak karena adanya alat yang digunakan untuk
menggerakkan fluida tersebut, seperti kipas, pompa, blower dan sebagainya.
Konveksi paksa terdiri atas dua yaitu :
a) Konveksi paksa (Aliran Luar)

Gambar 2.5 Aliran luar
(Sumber : Cengel, 1989)

Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara
bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di
dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas
yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat
di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar
dimana laju perpindahan panasnya :

……………………………………………(2.2)
Dimana :
h

= Koefisien perpindahan pans konveksi

As

= Luas permukaan perpindahan kalor

Ts

= Suhu pada plat

Universitas Sumatera Utara

T∞

= Suhu udara/Gas buang

q

= Laju perpindahan panas

b) Konveksi paksa (Aliran Dalam)

Gambar 2.6 Aliran dalam
(Sumber : Cengel, 1989)

Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran dalam
seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana fluida
dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang
secara bebas seperti halnya pada luar.
Laju perpindahan panas aliran dalam :

………………………………….…………(2.3)

h

= Koefisien perpindahan pans konveksi

As

= Luas permukaan perpindahan kalor

Ts

= Suhu pada plat

T∞

= Suhu fluida

q

= Laju perpindahan panas

Universitas Sumatera Utara

c) Perpindahan panas secara keseluruhan
Pada banyak kasus perpindahan panas yang melibatkan proses konveksi
dan konduksi, dimana laju perpindahan panas total :

………………………………………….……..(2.4)

Dimana untuk mencari U ( koefisien perpindahan panas keseluruhan )
adalah :
…………………………………(2.5)

Panas dari generator di alirkan ke larutan amonia-air yang besarnya dapat
di tentukan dari persamaan :

………………………………….………(2.6)
Dimana:
= Suhu gas buang masuk generator
= Suhu gas buang keluar generator

2.5 Parameter dalam Perhitungan nilai Perpindahan Panas Generator
Sebelumnya

dalam

alat

penukar

kalor

yaitu

generator

adalah

menggunakan jenis shell and tube dengan tambahan buffle. Larutan amonia air
akan dipanaskan oleh gas buang dari motor bakar. Dalam pembahasan nilai nilai
parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan panas, laporan ini hanya
membahas mengenai perpindahan panas pada tabung atau tube-nya saja, sehingga
persamaan yang di bahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan
persamaan konveksi yang secara umum digunakan pada penukar kalor tabung
pipa (shell and tube). Seringkali salah satu fluida dalam penukar panas mengalir
dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir dalam ruang annulus sebuah pipa

Universitas Sumatera Utara

yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell yang memuat banyak pipa,
perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap pipa. Antara lain fluida di
dalam pipa dan permukaan dinding pipa sebelah dalam, panas dipertukarkan
secara konveksi, kemudian panas menjalar secara konduksi melalui logam dinding
pipa sedangkan diluar pipa terjadi lagi konveksi.
Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung
berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan
panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor
adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan
panas secara konveksi diperkirakan dari persamaan persamaan empiris lain
daripada untuk konveksi luar pipa. Banyak buku yang memuat keterangan tentang
koefisien perpindahan panas baik dalam bentuk persamaan maupun dalam bentuk
lain. Dalam mencari persamaan empiris itu harus diperhatikan sifat fluida, sifat
aliran, jenis perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan), letak pipa dan lain
sebagainya.
2.5.1 Sifat sifat termodinamika fluida
a) Temperatur rata-rata fluida

……………………………...………………(2.7)
Dimana :

Temperatur inlet (Tci)
Temperatur outlet (Tco)

b) Mencari Temperatur rata-rata gas buang

………………………………………….….(2.8)
Dimana :

Temperatur inlet (Thi)
Temperatur outlet (Tho)

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Sifat aliran fluida
Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) menjadi aliran laminar dan
aliran turbulen. Aliran laminar adalah aliran dengan fluida yang bergerak dalam
kecepatan rendah, semua partikel partikelnya mempunyai sifat aliran yang
seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran ini masing masing partikelnya
mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap
partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam
sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menyentuh
permukaan atau dinding saluran, dengan demikian kesempatan fluida mengambil
atau mentransfer panas pada dinding saluran menjadi lebih besar. Dalam heat
exchanger selalu diinginkan agar alirannya turbulen sehingga kapasitas
perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat diperoleh dengan
pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding saluarn kasar. Jenis
aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan perhitungan bilangan reynold.
Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa dapat didefinisikan dengan
menggunakan rumus :
…………………………………………………….…………..(2.9)
Keterangan : ρ = kerapatan fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter pipa (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat
aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk
Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re
4000 adalah jenis aliran turbulen.
Sedangkan

bilangan nusselt untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau

berkembang penuh (fully developed turbulent flow) di dalam tabung licin dapat di
tuliskan dengan persamaan :

Universitas Sumatera Utara

…………………………………………………(2.110
Pada bagian pintu masuk dimana aliran belum berkembang atau bersifat aliran
transisi, bilangan nusselt dapat dituliskan dalam persamaan :
…………………..…………………(2.11)
Dan bilangan nusselt untuk laminar dapat dituliskan dalam persamaan :
……..…………………………..(2.12)
Keterangan :

n

= 0,3 untuk pendingin

n

= 0,4 untuk pemanasan

Re

= Bilangan Reynolds

Pr

= Bilangan Prandtl

d

= diameter tabung

L

= Panjang tabung

2.5.3 Laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor
Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor dipengaruhi
oleh adanya tiga (3) hal, yaitu:
1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U)
Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat didasarkan
atas luas dalam atau luar tabung, menurut selera perancang sehingga cara
menghitungnya bias dengan 2 cara yaitu:


Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Ui)
…………………………..(2.13)

Universitas Sumatera Utara



Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Uo)
……………………..…….(2.14)

Keterangan : ri

= jari-jari pipa dalam (m)

ro

= Jari jari pipa luar (m)

Ao

= Luas permukaan luar total (m2)

Ai

= Luas permukaan dalam total (m2)

ho

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian luar (W/m2K)

hi

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian dalam (W/m2K)

L

= Panjang pipa

Kmaterial = Konduktivitas panas material (W/m0K)
Koefisien perpindahan kalor pada masing masing proses perpindahan
kalor dapat dijabarkan sebagai berikut :


Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian
dalam (hi)
………………………………………………………(2.15)
Keterangan :
hi

= koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam
(W/m2K)

Nu

= Bilangan nusselt

k

= Konduktifitas thermal (W/m2 0C)

Di

= Diameter dalam (m)

Universitas Sumatera Utara



Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian
luar (ho)
……………………………………………………….(2.16)
Keterangan :
ho

= koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar
(W/m2K)

Nu

= Bilangan nusselt

k

= Konduktifitas thermal (W/m2 0C)

Do

= Diameter luar (m)

2. Luas perpindahan panas (A)


Menghitung luas perpindahan panas (A)

Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai)
……………………………………………………………….(2.17)
Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao)
……………………………………………………………….(2.18)
Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan
persamaan :


Luas permukaan penukar panas (Atotal)

…………………….…………(2.19)
……………………….………….(2.20)
`

Keterangan :
Ao

= Luas permukaan total, dalam (m2)

Universitas Sumatera Utara

Ai

= Luas permukaan total, luar (m2)

Do

= Diameter pipa bagian luar total (m)

Di

= Diameter pipa bagian dalam (m)

L

= Panjang pipa (m)

Uo

= Koefisien perpindahan panas menyeluruh
Berdasarkan pipa luar (W/m2K)

F

= Faktor koreksi

ΔTLMTD = Beda suhu rata-rata log
3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference
(ΔLMTD)
……………………………………………………..(2.21)
……………………………………………………..(2.22)
……………………………………………..…………..(2.23)

Keterangan : Tci

= Temperatur air masuk (C)

Tco

= Temperatur air keluar (C)

Thi

= Temperatur udara masuk (C)

Tho

= Temperatur udara keluar (C)

Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada
satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma
alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Konfigurasi
aliran alternative adalah alat penukar panas diman fluida bergerak dalam arah
aliran melintang (cross flow) atau dengan sudut tegak lurus satu sama lainya
melalui alat penukar panas tersebut, jika suatu penukar kalor yang bukan jenis
pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor
koreksi terhadap LMTD untuk pipa susunan ganda aliran lawan arah dengan suhu
fluida panas dan dingin yang sama, maka persamaan perpindahan panas menjadi

Universitas Sumatera Utara

Q = U.A.F.ΔT LMTD. Bila terdapat perubahan fase seperti kondensasi atau
penguapan, fluida biasanyaberada pada suhu yang hakekatnya tetap maka nilai
factor koreksi F = 1,0
2.5.4 Penukar panas dalam aliran paralel
Dari gambar di bawah ini,maka persamaan kekekalan energi dapat di tulis :
……………..…………………………………………..(2.24)
………..…………………………………………………(2.25)

Dan

Karena
Maka

………………….…………………………(2.26)

Gambar 2.7 Penukar panas dalam arah parallel
(Sumber : Cengel, 1989)

Universitas Sumatera Utara

Perpindahan kalor dinyatakan dengan :
………………………...……………………………(2.27)

Bila persamaan 2.28 di substitusikan ke persamaan 2.27 kemudian di integralkan :

Atau
……………………………………………….(2.28)
Apabila di substitusikan dengan persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 maka :

……………………………..…………….(2.29)
Dengan demikian maka laju perpindahan kalor dapat ditulis :
…………………………………..………………………….(2.30)
Dimana :

2.5.5 Penukar panas dengan arah yang berlawanan
laju perpindahan panas dapat ditulis seperti laju perpindahan panas aliran parallel
namun untuk,

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Penukar panas dengan aliran fluida berlawanan
(Sumber : Cengel, 1989)

2.6 Faktor Pengotoran
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan
hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran
pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam
tahanan termal (Janna, 2000; Incropera, 2006) .
Faktor pengotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya

Universitas Sumatera Utara

kecepatan. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran
pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung
cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

………………………………………………………………..(2.31)

Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida
Fluida
Air laut, air sungai, air
mendidih, air suling
Dibawah 50 oC
Diatas 50 oC

0,0001
0,0002

Bahan bakar

0,0009

Uap air (bebas minyak)

0,0001

Refrijeran (cair)

0,0002

Refrijeran (gas)

0,0004

Alcohol (gas)

0,0001

Udara

0,0004

(Sumber : Janna, 2000)

2.7 Keefektifan
Untuk menghitung keefektifan dari generator maka terlebih dahulu mencari nilai
Cmin dan Cmaks., Dengan diperoleh hasil perhitungan Cmindan Cmaks maka akan
dapat digunakan rumus efektifitas yang tepat. Didalam perhitungan ini sifat-sifat
fisik fluida dihitung pada temperatur rata-rata.
Cc = ṁccp,c

Universitas Sumatera Utara

Ch = ṁhcp,h
Bila Ch = Cmin maka keefektifan ε
ε=

…………………………………………………………………(2.32)

Bila Cc = Cminmaka keefektifan ε
ε=

…………………………………………………………………(2.33)

Universitas Sumatera Utara