BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi dan Bauran Promosi - Pengaruh Iklan Pokkits Terhadap Keputusan Pembelian Pada Konsumen Kentucky Fried Chicken Cabang Sun Plaza Medan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Promosi dan Bauran Promosi

  Promosi dipandang sebagai arus informasi atau persuasi satu-arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Menurut Harper, “Promosi adalah suatu program terkendali dan terpadu dari metode komunikasi material perusahaan atau produk yang dapat memuaskan konsumen, mendorong penjualan serta memberi kontribusi pada kinerja laba perusahaan” (2000:65). Promosi menunjukkan adanya lalu lintas informasi dua arah meliputi informasi mengenai produk dan segenap aspek informasi organisasi yang memerlukan pengelolaan dalam keberadaannya. Tujuan utama dari promosi sebenarnya hampir pasti ialah untuk meningkatkan penjualan. Hal ini terlihat dari pendapat Buchari Alma yang juga ‘menyetujui’ pernyataan Harper di mana ia menegaskan, “Tujuan utama promosi adalah memberi informasi, menarik perhatian, dan selanjutnya memberi pengaruh meningkatnya penjualan” (2002:137).

  Dalam kondisi perekonomian yang modern seperti saat ini, perusahaanlah yang harus memberitahukan dan mendorong masyarakat untuk membeli produk- produknya, apakah melalui media massa atau dengan cara lain. Tujuan promosi:

  3. Untuk mendapatkan pelanggan baru dan menjaga kesetiaan pelanggan.

  4. Untuk menjaga kestabilan penjualan ketika terjadi lesu pasar.

  5. Membedakan serta mengunggulkan produk dibanding produk pesaing.

  6. Membentuk citra produk di mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan.

  Promosi tidak hanya dilakukan oleh perusahaan/penjual saja, tetapi pembeli juga sering menggunakannya. Misalnya mereka memasang iklan pada sebuah suratkabar untuk mencari barang atau jasa yang diperlukan dari pihak lain. Selain itu pembeli dan penjual dapat menggunakan perantara komunikasi seperti biro periklanan untuk melaksanakan kegiatan promosi mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa pembeli, penjual, dan perantara bisa terlibat dalam promosi.

  Efektifitas pengelolaan promosi melibatkan koordinasi komponen- komponen bauran promosi. Bauran promosi didefenisikan sebagai kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat promosi yang lain, yang kesemuanya direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan (J. Stanton dalam Nugroho, 2003:160). Pendapat lain mengatakan bahwa bauran promosi merupakan gabungan dari berbagai jenis promosi yang ada untuk suatu produk yang sama agar hasil dari kegiatan promo yang dilakukan dapat memberikan hasil yang maksimal. Seperti yang dapat dilihat, kedua pendapat ini juga mengandung inti yang sama, yakni penggabungan alat-alat promosi untuk mencapai tujuan penjualan. Bauran promosi terdiri dari Periklanan (advertising), yaitu segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang, atau jasa.

  2. Penjualan personal (personal selling), yaitu presentasi pribadi oleh para wiraniaga perusahaan dalam rangka mensukseskan penjualan dan membangun hubungan dengan pelanggan.

3. Promosi penjualan (sales promotion), yaitu insentif jangka pendek untuk men- dorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa.

  4. Hubungan masyarakat (public relation), yaitu membangun hubungan baik dengan publik terkait untuk memperoleh dukungan, membangun “citra perusahaan” yang baik, dan menangani atau menyingkirkan gosip, cerita, dan peristiwa yang dapat merugikan.

  5. Pemasaran langsung (direct marketing), yaitu komunikasi langsung dengan sejumlah konsumen sasaran untuk memperoleh tanggapan langsung— penggunaan surat, telepon, faks, e-mail, dan lain-lain untuk berkomunikasi langsung dengan konsumen tertentu atau usaha untuk mendapat tanggapan langsung.

2.2 Iklan

2.2.1 Defenisi Iklan

  Iklan adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan.

  Menurut Kriyantono (2008), Iklan bisa didefinisikan sebagai “bentuk komunikasi nonpersonal yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang membeli produk dengan membayar sejumlah biaya untuk media.”

  Iklan adalah komunikasi komersial dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak sebagai target melalui media yang bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah

  

direct mail (pengeposan langsung), reklame ruang luar, atau kendaraan umum

(Lee, 2004).

  Menurut pakar periklanan dari Amerika Serikat, S. William Pattis (1993), iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial.

  Menurut Guinn, Allen, dan Semenik dalam buku yang berjudul

  

Advertising & Integrated Brand Promotion mengemukakan bahwa periklanan

  merupakan sebuah proses komunikasi. Ketiga tokoh tersebut menyatakan bahwa "Communication is a fundamental aspect of human existence, and advertising is a communication." (2003:13). “Komunikasi adalah aspek fundamental dari keberadaan manusia, dan periklanan adalah komunikasi”.

  Untuk mengetahui di mana kita berada dalam dunia periklanan kini, kita harus ingat di mana kita berada kemarin. Selama zaman batu, barang-barang pecah belah dan tenunan merupakan hasil kerajinan tangan di desa-desa yang dikunjungi oleh para petani, peternak, dan pemburu yang mengembara. Barang- barang tersebut dibeli atau dipertukarkan (barter), dan mereka selalu membicarakan tentang keistimewaan hasil kerajinan tersebut. Karena itu praktik periklanan yang pertama adalah “buah bibir” atau yang lebih dikenal dengan istilah sekarang “promosi dari mulut ke mulut” (word mouth).

  Para pedagang Mesir zaman dulu berteriak-teriak untuk memberitahukan kedatangan kapal dan muatannya. Di propinsi Berry, Perancis, terdapat duabelas tukang teriak yang diorganisasikan ke dalam sebuah perusahaan. Ditemukannya tulisan di atas papyrus dan pena buluh pada abad keenambelas menunjukkan bahwa pada saat itu pesan perniagaan telah dapat dipelihara dan dibaca. Sebuah tulisan di papyrus yang berusia 3000 tahun masih merupakan iklan penawaran budak. Seiring dengan itu, dunia periklanan melangkah ke poster dinding. Pada penggalian reruntuhan Herculaneum dan Pompell ditemukan poster dinding yang mengumumkan pertandingan gladiator. Orang-orang Roma selalu memasang poster dinding di Inggris, Gaul, dan Persia, serta di sepanjang jalan-jalan utama menuju kerajaan.

  Seperti kebanyakan penemuan, mesin cetak Gutenberg tidak dipedulikan yang merupakan kota yang padat dengan lorong-lorong kecil di antara rumah- rumah, di mana barang dagangan diangkut ke kota dengan gerobak kecil yang dihela oleh anjing. Namun pada akhirnya, mesin cetak diterima keberadaannya. Mesin cetak dapat memperbanyak halaman kata-kata dan ilustrasinya, serta lebih murah ketimbang tulis tangan. Seni mencetak pun berkembang ke seluruh daratan Eropa, dan William Caxton, seorang misionaris yang ahli cetak, membawa mesin cetak “modern” yang pertama di Inggris. Tentu saja kita juga tidak boleh melupakan jasa Johannes Guttenberg yang telah menciptakan mesin cetak pertama di Eropa sekaligus menemukan tinta cetaknya.

  Pada tahun 1480, William Caxton telah memperkenalkannya dengan menempelkan iklannya di pintu-pintu gereja di London, sekaligus memperkenalkan hasil cetakannya. Iklan tersebut berisi penawaran buku tentang aturan kependetaan pada saat Paskah, yang Berjudul Pyes of Salisbury Use.

  Selanjutnya cara demikian diikuti oleh para pengusaha dengan memasang iklan (menawarkan hasil produksinya) di mingguan The Mercuries (1622). Kiat demikian mendorong munculnya koran iklan pertama di Inggris (1625). Rupanya perkembangan di Inggris tersebut mengilhami seorang dokter di Perancis, Theohraste Renoudot, untuk mendirikan sebuah lembaga periklanan yang diberi nama Bureau d’adresses, di mana setiap orang bisa memasang pengumuman tentang apa saja yang akan dijual atau dibutuhkannya, serta mereka yang mencari iklan pertama di dunia (Baschwitz dan Haversmit dalam Kustadi, 2010:17).

  Sementara itu, dunia periklanan menyebar ke Amerika meniru Inggris. Pada April 1704, The Weekly Boston Newletter pertama kali terbit dengan memuat iklan. Di negeri ini para tukang cetak kolonial mencetak iklannya dalam bentuk selebaran dengan bermacam-macam subyek, terutama tanah untuk peternakan. Beberapa pengembang di antaranya menawarkan tanahnya tanpa sewa selama lima tahun sebagai pancingan. Dalam hal ini orang-orang kolonial mulai berpikir akan efektifnya iklan pergolongan subyek, maka saat itu bermunculanlah iklan bersambung pergolongan seperti rekan-rekan orang Inggris menawarkan plester, posisi, pembedahan, dan pil.

  Tidak dapat disangkal lagi, dunia periklanan pun berkembang pesat. Antara tahun 1850 sampai dengan tahun 1900, proses periklanan meningkat lebih maju lagi dengan bermunculannya poster pada dinding-dinding tembok, cerobong asap, dalam selebaran edaran maupun dalam suratkabar. Meski pada awal abad ke-20 periklanan sempat tidak dianggap lagi oleh para pengusaha sebagai bagian dari strategi marketing, namun menjelang akhir tahun 1927 (Desember) Henry Ford membuktikan pengaruh iklan dalam menarik minat para konsumen. Dalam duaribu suratkabar dengan biaya 1,3 juta dollar, dia menurunkan serial iklan yang memperkenalkan model mobil baru. Hasilnya, satu juta penduduk New York histeris antri di luar show-room dealer mobil tersebut di Manhattan. dengan beragam tema pun berlimpahan, tidak hanya melalui media cetak, melainkan juga media elektronik, baik televisi, radio, film, maupun internet.

2.2.3 Ragam Iklan

  Berkowitz dalam Kustadi (2010:45) mengatakan bahwa pada hakikatnya periklanan dapat dilakukan untuk berbagai tujuan yang berbeda, namun tetap didasari oleh dua tipe subyeknya: produk dan institusi. Berfokus pada penjualan barang dan jasa, iklan tipe produk ada tiga bentuk:

1. Pioneering (perintisan).

  Digunakan untuk memperkenalkan produk baru dengan menceritakan tentang produknya, dari apa produk itu bisa dibuat, dan di mana dapat diperoleh. Kunci utama dari sasaran iklan pioneering adalah memberitahukan target pasar secara informatif. Iklan yang bersifat informatif demikian ditemukan untuk menarik perhatian, meyakinkan, di mana efektifitasnya tergantung pada keputusan konsumen.

2. Competitive (persaingan).

  Sebuah iklan yang mempromosikan ciri-ciri khusus dan keuntungan penggunaannya dari barang atau jasa yang ditawarkan. Sasaran pesannya adalah mengajak atau membujuk konsumen agar memilih jenis barang atau jasa suatu perusahaan tertentu ketimbang barang atau jasa perusahaan saingannya.

  Reminder (pengingatan kembali). Iklan berbentuk reminder digunakan untuk memperkuat pengetahuan sebelumnya akan sesuatu produk. Iklan ini tepat untuk menawarkan produk-produk atau jasa yang telah mencapai posisi terkenal dan berada dalam tahap pemantapan keberadaannya.

  Dilihat dari segi penampilannya, ketiga bentuk iklan produk tersebut diwujudkan dalam macam iklan yang dikenal dengan sebutan:

  1. Price advertising, yaitu iklan yang tampil dengan lebih menonjolkan harga barang atau jasa yang ditawarkan.

  2. Quality advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan mutu dari barang atau jasa yang ditawarkan.

  3. Brand advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan merk atau logo dari barang atau jasa yang ditawarkan.

  4. Prestige advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan prestise orang yang menggunakan barang atau jasa yang ditawarkannya.

  Iklan institusional lebih mengutamakan sasarannya pada pemberian jasa

  baik (goodwill) atau gambaran suatu organisasi, ketimbang mengemukakan barang atau jasa. Iklan demikian digunakan para pengusaha untuk membentuk kepercayaan publik terhadap (nama) perusahaannya (Selwitz dalam Kustadi, 2010:49). Tiga alternatif bentuk iklan institusional yang biasa digunakan adalah:

  Iklan pioneering institusional, seperti halnya tipe periklanan produk, digunakan untuk memberitahukan tentang perusahaan apa, apa yang dihasilkannya, dan di mana lokasinya.

  3. Iklan competitive institusional, mengemukakan kelebihan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan tertentu dibanding dengan produk hasil perusahaan lain.

2.2.4 Mengenali Khalayak Sasaran

  Langkah pertama dalam mengembangkan atau merencanakan program pembuatan iklan adalah mengenali khalayak sasaran iklan dimaksud, yaitu meneliti kelompok calon pembeli yang langsung akan diperlihatkan iklan tersebut. Sejauh waktu dan dana memungkinkan, khalayak sasaran program periklanan merupakan pasar sasaran bagi pengusaha barang dan jasa yang bisa dikenali melalui riset pasar dan studi pemilahan pasar. Melalui penelitian dan pengkajian tersebut, seorang pengusaha akan mengetahui tentang profil khalayak sasarannya yang mencakup gaya hidup, sikap, dan nilai-nilai pemikirannya, sehingga lebih memudahkan pembuatan jenis iklannya.

  Apabila perusahaan itu ingin menjangkau audiens dengan menggunakan iklannya, ia perlu mengetahui acara apa yang biasa ditonton di televisi dan apa yang biasa dibaca dari majalah. Setiap perusahaan pun mengetahui bahwa para konsumen banyak menerima informasi, gagasan, dan penawaran barang-barang hendaknya lebih menarik daripada iklan pengusaha lainnya, serta waktu dan tempatnya pun dipilih setepat mungkin.

  Banyak cara dapat dilakukan untuk melakukan penelitian dimaksud. Bisa menggunakan observasi tidak langsung, atau bisa juga menggunakan survey.

  Demikian pula alat penelitiannya bisa menggunkan wawancara atau angket tergantung berapa besar populasi atau sampel yang menjadi sasaran iklan tersebut.

  Dari hasil penelitian itu bisa diambil kesimpulan untuk menentukan teknik dan strategi pembuatan iklannya, terutama dalam menetapkan tujuan iklannya. Data yang diperoleh dari penelitian itu bisa dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh pemasangan (pembuatan) iklan tersebut.

2.2.5 Tujuan Iklan

  Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan periklanan adalah untuk meningkatkan penjualan yang menguntungkan. Adapun beberapa tujuan lain dari periklanan adalah (Basu Swastha, 1996:252): 1.

  Mendukung program personal selling dan kegiatan promosi yang lain.

  2. Mencapai orang-orang yang tidak dapat dicapai oleh tenaga penjualan/salesman dalam jangka waktu tertentu.

  3. Mengadakan hubungan dengan para penyalur, misalnya dengan

  Memperkenalkan produk baru.

  6. Menambah penjualan industri.

  7. Mencegah timbulnya barang-barang tiruan.

  8. Memperbaiki reputasi perusahaan dengan memberikan pelayanan umum melalui periklanan.

  Suhandang (2010:60) mengemukakan banyak manajer bisnis, bila diminta identifikasi tujuan mereka, segera akan berkata untuk memperoleh laba sebanyak mungkin. Sudah tentu laba yang banyak diperlukan sebagai hasil akhir, namun pernyataan itu tidak begitu operasional bagi penetapan suatu tujuan.

  

Tujuan yang berorientasikan pemasaran harus melukiskan segmen mana saja yang

  dituju untuk melayani keinginan dan keperluan utama orang-orang. Jadi, perusahaan atau petugas pemasaran harus mempertimbangkan penetapan tujuan berdasarkan sikap dan pemikiran konsumen dalam hal memenuhi keinginan dan keperluannya pada saat dihadapkan kepada barang atau jasa yang ditawarkan lewat iklan. Setelah khalayak sasaran dikenali, langkah selanjutnya yang harus diambil adalah menentukan kegiatan kampanye yang sempurna sehingga konsumen (khalayak dimaksud tadi) dapat dikatakan akan menanggapinya melalui suatu hirarki efek. Hirarki yang dimaksud adalah sikap khalayak yang merupakan rangkaian tingkat kesiapan calon pembeli, dari awal mengetahui adanya barang atau jasa yang ditawarkan sampai dengan melakukan tindakan akhir terhadap

  1. Awareness (mengetahui/menyadari), yaitu tahap di mana konsumen bisa mengenal dan mengingat barang atau jasa yang ditawarkan, minimal merknya; 2. Interest (perhatian/minat), ialah tahap di mana terjadi peningkatan keinginan konsumen untuk mempelajari beberapa keistimewaan barang atau jasa dari merk yang ditawarkan itu; 3. Evaluation (penilaian), yakni tahap penilaian konsumen terhadap barang atau jasa dari merk yang ditawarkan itu, sesuai dengan perasaan yang diharapkannya; 4. Trial (percobaan), yaitu tahap di mana timbul kesungguhan konsumen untuk mengawali pembelian dalam rangka mencoba memakai barang atau jasa dari merk yang ditawarkan tersebut; 5. Adoption (pengadopsian), ialah tahap di mana konsumen merasakan perlunya membeli kembali dan menggunakan atau seterusnya memakai barang atau jasa dari merk tersebut, setelah memperoleh pengalaman yang menyenangkan pada awal pembelian (percobaan) tadi.

  Pembuatan iklan dengan format yang baru perlu dilakukan dari waktu ke waktu untuk menjaga agar para pembaca, pendengar, dan pemirsa tidak bosan.

  Sehingga iklan tersebut benar-benar dapat mempengaruhi calon konsumen, dan di komunikasi yang beresensi persuasi. Jadi tujuan akhir yang hakiki dari penyusunan iklan adalah kegiatan komunikasi untuk menjangkau khalayak tertentu, agar mereka dapat membantu memperluas serta menyebarluaskan informasinya, dan mempergunakannya selama mungkin. Para konsumen tidak selalu bisa mengubah dirinya secara tiba-tiba dari insan yang tidak tertarik menjadi pembeli yang berkeyakinan. Umumnya mereka bergerak dari keadaan tidak tahu tentang barang atau jasa yang dilihat menjadi tahu dan kemudian mengenalinya, menyukainya, memilihnya, menerima, dan akhirnya membeli barang atau jasa dimaksud.

  Langkah-langkah atas komunikasi persuasif tersebut menunjukkan adanya tiga tujuan utama dari pemasangan iklan, yaitu:

  1. Membentuk kesadaran khalayak untuk mengetahui segala sesuatunya tentang barang atau jasa tertentu (yang ditawarkan);

  2. Menciptakan perasaan khalayak sedemikian rupa sehingga menyukai dan memilih barang atau jasa yang ditawarkan tersebut;

3. Mendorong khalayak agar berpikir dan bertindak (membeli) serta menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan itu.

2.2.6 Penyusunan Naskah Iklan

  Unsur sentral dalam rencana penyusunan program periklanan adalah barang atau jasa yang dianggap penting bagi para calon pembeli dalam membuat keputusannya untuk mencoba dan membelinya guna dimiliki atau dipakainya.

  Orang-orang kreatif di agen atau biro-biro iklan bertanggungjawab dalam mengolah keistimewaan-keistimewaan dimaksud, seperti kualitas, model, hal-hal yang bisa dipercaya, sifat ekonomisnya, dan manfaatnya, untuk dikemas menjadi naskah iklan yang bisa menumbuhkan perhatian dan minat, serta dapat dipercaya.

  Kiat demikian sering mengandalkan teknik-teknik persuasi yang melibatkan daya cipta humor, kekhawatiran, kedukaan, keindahan, latar belakang suara, dan ilustrasi dalam visualisasi. Kiat-kiat penyusunan naskah iklan dapat dilakukan melalui tiga langkah utama:

  1. Message generation (Penurunan Pesan) Para petugas periklanan yang kreatif biasanya menggunakan berbagai metode yang berbeda untuk mencurahkan ide-idenya dalam naskah atau pesannya guna meraih tujuannya.

  2. Message Evaluation and Selection (Penilaian dan Pemilihan Pesan) Para pembuat iklan perlu menilai naskah pesan-pesan iklannya yang mungkin bisa dipergunakan.

  3. Message Execution (Penentuan/Pengabsahan Pesan) Pengaruh pesan tidak hanya tergantung pada apa yang diutarakannya saja, melainkan juga bagaimana cara mengutarakannya.

  Penyusunan tujuan merupakan awal dari penentuan proses pembuatan iklan dan penentuan kapan mengemukakan pesannya merupakan langkah berikutnya. Tahap-tahap tersebut melibatkan cara bagaimana suatu iklan bisa diulang penyajiannya dan menentukan berapa banyak orang (konsumen) yang harus diraihnya. Dengan kata lain, tahapan-tahapan dimaksud tercakup dalam bentuk jadwal pemasangan iklan. Dalam hal ini harus melibatkan usaha mencapai keseimbangan antara jangkauan dan frekuensi penyajian iklannya (Lockenby dalam Suhandang, 2010:82). Jangkauan terkait dengan beragam orang yang bisa diraih oleh pesan iklannya, sedangkan frekuensi pemasangan iklan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya memperoleh konsumen yang ingat akan pesan iklannya.

  Penyajian iklan melalui satu medium saja biasanya tidak cukup untuk dapat menyadarkan atau menarik perhatian khalayak, walaupun penyajiannya berulang-ulang. Namun demikian walaupun hal itu terjadi, mungkin hanya bisa untuk mengkhususkan daya tarik suatu produk atau merek yang telah dikenal khalayak. Apabila ingin menarik perhatian mereka yang belum mengenal produk atau merek yang disodorkan, maka frekuensi penyajian serta penggunaan berbagai medium merupakan hal yang amat penting. Namun demikian, hendaknya dijaga agar frekuensi pengulangan tidak mengakibatkan terjadinya rasa bosan atau tercapainya point of diminishing return (titik atau masa dimana orang merasa pemasangan iklan adalah waktu, kapan tepatnya iklan itu disuguhkan kepada khalayak. Dalam hal ini bukan hanya pengaturan waktu yang didasarkan pada jam dan hari saja, melainkan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi khalayak yang berkesempatan bisa melihat atau menikmati iklan yang disajikan.

  Menyusun jadwal pemasangan iklan memerlukan pula suatu pengertian tentang bagaimana pasar bereaksi. Kebanyakan perusahaan cenderung mengikuti salah satu dari enam pendekatan berikut (Longman dalam Suhandang, 2010:84): 1.

  Ikatan Tetap (Steady Pulse) Iklan disajikan sebagai selingan atau sisipan pada acara dan waktu tertentu sehingga selalu menetap dalam ingatan khalayak atau mengikat diri mereka sepanjang tahun.

  2. Ikatan Musiman (Seasonal Pulse) Iklan disajikan pada musim diperlukannya produk dimaksud dalam musim tertentu.

  3. Ikatan Berkala (Periodic Pulse) Iklan disajikan secara berkala (tetap) setiap waktu tertentu.

  4. Ikatan Tak Menentu (Erratic Pulse) Secara tidak langsung, suatu perusahaan menyajikan iklannya tidak mengikuti suatu aturan tertentu dimana keadaannya sedang ramai atau sepi pembeli. Ia memasang iklannya kapan saja, yang penting bisa dilihat atau ditonton dan

  Ikatan Awal (Start-Up Pulse) Umumnya dilakukan untuk mengkampanyekan suatu produk baru.

6. Ikatan Promosional (Promotional Pulse)

  Penyajian iklan dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan metode peningkatan penjualan (kegiatan sales promotion) yang dilakukan Public Relations suatu perusahaan.

2.2.8 Pemilihan Media yang Tepat

  Dalam menentukan di mana menempatkan iklannya, suatu perusahaan harus memilih beberapa media yang bisa digunakan secara tunggal atau bersama- sama (dipadukan) untuk memperoleh hasil (pengaruh) yang maksimal. Dalam hal ini para pemasang iklan ataupun pengusaha harus bisa memilih media yang efektif bagi pencapaian tujuan iklannya.

  Untuk memperluas khalayak sasaran, tentunya, media yang perlu digunakan adalah media massa. Media massa terbagi dalam tiga golongan (menurut sifatnya), yaitu yang bersifat auditif (lisan) atau juga disebut the spoken

  

word ; yang bersifat visual (tertulis) atau the printed word; dan yang bersifat audio

visual (perpaduan gambar/tulisan dengan suara). Namun kini orang banyak

  mengenalnya sebagai media cetak (seperti surat kabar, majalah, dan barang- barang cetakan lainnya) dan media elektronik (seperti radio, televisi, film, dan internet). Berikut ini beberapa pertimbangan dalam pemilihan media dilihat dari

  Kebaikan dan Keburukan Beberapa Media Iklan

  No Media Kebaikan Keburukan

  1. Suratkabar - Biasanya relatif tidak mahal - Mudah diabaikan

  • Sangat fleksibel - Cepat basi
  • Dapat dinikmati lebih lama

  2. Majalah -Dapat dinikmati lebih lama -Biayanya relatif tinggi

  • Pembacanya lebih selektif -Fleksibilitasnya rendah
  • Dapat mengemukakan gambar yang menarik

  3. Televisi - Dapat dinikmati oleh siapa - Biayanya relatif tinggi saja -Hanya dapat dinikmati sebentar

  • Waktu dan acara siarannya - Kurang fleksibel sudah tertentu
  • Dapat memberikan kombinasi antara suara dengan gambar yang bergerak

  4. Radio - Biayanya relatif rendah -Waktunya terbatas

  • Dapat diterima oleh siapa saja -Tidak dapat mengemukakan
  • Dapat menjangkau daerah gambar yang luas -Pendengar sering kurang mendengarkan secara penuh karena sambil melakukan pekerjaan lain

  Sumber: Swastha (1996:255)

2.2.9 Iklan Televisi

2.2.9.1 Defenisi Iklan Televisi

  Sebagaimana diketahui, iklan televisi adalah wacana publik dalam ruang sosiologis yang telah menghidupkan diskusi-diskusi tanpa henti di kalangan anggota masyarakat. Dalam pandangan konstruksi sosial, iklan televisi adalah cara

  (1993:320) menerangkan bahwa iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas ke dalam gemerlapan yang memikat dan mempesona.

  Sebuah sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui media.

  Dalam Advertising Exellence, Bovee (1995:14) mendeskripsikan iklan sebagai sebuah proses komunikasi, di mana terdapat: pertama, orang yang disebut sebagai sumber munculnya ide iklan; kedua, media sebagai medium; dan ketiga, adalah audiens.

  Dalam proses menuangkan ide ke dalam pesan, terjadi proses encoding di mana ide itu dituangkan dalam bahasa iklan yang meyakinkan orang. Media kemudian mengambil alih ide itu dan kemudian dikonstruksi menjadi bahasa media. Pada tahap ini terjadi decoding karena audiens menangkap bahasa media itu dan membentuk pengetahuan-pengetahuan atau realitas, dan pengetahuan itu bisa mendorong respons balik kepada iklan tersebut. Respons ada dua macam, yaitu pemirsa merespons materi iklan atau merespons pesan media. Merespons materi iklan bisa berbentuk reaksi terhadap iklan tersebut, karena merugikan pihak-pihak tertentu. Sedangkan merespons pesan media, bisa merupakan bersikap untuk membeli atau tidak membeli produk.

  Siaran televisi turut mempengaruhi efektivitas iklan. Ada dua kategori utama siaran televisi yang penting dalam periklanan, yakni televisi jaringan dan tiga puluh atau lebih saluran yang mereka terima, termasuk afiliasi jaringan di tingkat lokal dan stasiun-stasiun independen, berbagai jaringan kabel, superstasiun-superstasiun, serta saluran-saluran sistem kabel lokal.

2.2.9.2 Kategorisasi Iklan Televisi

  Iklan televisi berkembang dengan berbagai kategori di samping karena iklan televisi perlu kreativitas dan selalu menghasilkan produk-produk iklan baru, namun juga karena daya beli masyarakat terhadap sebuah iklan televisi yang selalu bervariasi karena tekanan ekonomi. Bila dibandingkan dengan media lain, iklan televisi memiliki kategorisasi yang jauh berbeda karena sifat media yang juga berbeda. Kategori besar dari sebuah iklan televisi adalah berdasarkan sifat media ini, di mana iklan televisi dibangun dari kekuatan visualisasi objek dan kekuatan audio (Burhan Bungin, 2008:111).

  Iklan televisi adalah salah satu dari iklan lini atas (above-the-line). Umumnya iklan televisi terdiri atas iklan sponsorship, iklan layanan masyarakat, iklan spot (Bovee, 1995:405), Promo Ad, dan iklan politik.

  Iklan sponsorship atau juga yang dimaksudkan dengan iklan konsumen merupakan dominasi utama dalam iklan televisi. Iklan ini perkembangannya lebih pesat karena didukung oleh dana yang besar dan kreativitas yang menakjubkan serta sarat dengan harapan-harapan konsumtif. dari sebuah perusahaan komersial. Contohnya iklan bahaya merokok, iklan bahaya narkotika, iklan anti kekerasan, dan sebagainya.

  Iklan spot ialah iklan yang hanya menampilkan gambar-gambar yang tidak bergerak dengan latar suara tertentu sebagai dukungan utama terhadap gambar tersebut. Iklan ini disebut juga ‘Iklan Kecil’.

  Promo Ad merupakan bentuk iklan yang menayangkan cuplikan acara tertentu. Promo Ad memandu para audiens untuk memilih acara-acara mana yang perlu, harus ditonton, dan bukan harus tertarik pada iklan itu sendiri. Target utama promo Ad bukan menjual sebuah produk atau jasa, namun jumlah pemirsa yang menonton sebuah acara di televisi tersebut. Dengan meningkatnya jumlah pemirsa terhadap acara tersebut, maka akan meningkat pula rating acara tersebut. Kondisi ini akan sangat menguntungkan untuk meraih sebanyak-banyaknya sponsor untuk acara tersebut.

  Iklan politik hampir sama dengan iklan konsumen, hanya saja berbeda pada ‘produk’ yang dijual dan penyelesaian akhir tujuan iklan. Iklan politik tidak menjual barang, namun menjual program partai, dan tidak mengarahkan pemirsa kepada perilaku membeli, namun mengarahkan perilaku pemirsa kepada sikap menerima sebuah partai dan memilihnya di saat pemilihan umum.

2.2.10 Bahasa sebagai Realitas Sosial Iklan

  dan Zoest, 1992:9). Sistem tanda bahasa ini digunakan secara maksimal dalam iklan televisi.

  Vestergaard dan Schroder menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal dan pesan visual. Pesan verbal berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak (addresser dan addressee) yang melakukan komunikasi. Sedangkan dalam pesan visual hubungan kedua belah pihak sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana addressee menafsirkan teks dan gambar (Vestergaard dan Schroder dalam Kustadi 2010:128).

  Sebagai bagian dari dunia komunikasi, maka iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama untuk melakukan penggambaran tentang sebuah realitas.

  Demikian pentingnya bahasa sebagai alat iklan, maka di dalam iklan bahasa digunakan untuk semua kepentingan iklan. Bahasa juga dipahami sebagai wacana di mana iklan dilihat sebagai seni. Artinya, iklan merupakan seni bagaimana orang menggunakan bahasa untuk menjual. Ada dua unsur iklan: pertama, iklan itu berbisnis dan kedua, iklan itu seni. Sebagai seni, maka iklan itu sebuah karya kreativitas yang menjadi cerminan suatu masyarakat di mana iklan itu berada dan itu sangat bermanfaat bagi nuansa pengembangan seni masyarakat dan bagus bagi kesetaraan gender.

  Sebagai media komunikasi, maka iklan bersifat informatif sedangkan Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Suryani, 2008: 5). Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada perilaku konsumen semata namun juga perlu mengaitkannya dengan strategi pemasaran yang akan disusunnya.

  Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya didasarkan pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing. Dalam pasar yang semakin intensif tingkat persaingannya, tuntutan konsumen yang semakin tinggi dan sangat ingin diperlakukan secara khusus, pemahaman akan konsumen menjadi semakin tinggi.

  Akan tetapi, strategi pemasaran bukan hanya disesuaikan dengan konsumen, tetapi juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan produk.

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yakni: Faktor-faktor kebudayaan a. Kebudayaan

  Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.

  b.

  Sub-budaya Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.

  c.

  Kelas Sosial Merupakan kelompok-kelompok yang relatif homogen yang mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

2. Faktor-faktor sosial a.

  Kelompok Referensi Terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

  b.

  Keluarga Terdiri dari keluarga orientasi dan keluarga prokreasi. Keluarga orientasi merupakan orang tua seseorang, sedangkan keluarga prokreasi yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga.

  c.

  Peran dan Status Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran

  Umur dan Tahapan dalam Siklus Hidup Konsumsi seseorang dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga.

  b.

  Pekerjaan Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

  c.

  Keadaan Ekonomi Terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan hartanya, serta kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.

  d.

  Gaya Hidup Merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapat seseorang.

  e.

  Kepribadian dan Konsep Diri Jenis-jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek.

2.3.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

  Keputusan pembelian barang/ jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih. Umumnya ada lima peranan yang terlibat. Kelima peran tersebut meliputi: a.

  Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk

  Pembawa pengaruh (influencer), yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasihat yang mempengaruhi keputusan pembelian.

  c.

  Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

  d.

  Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.

  e.

  Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang/ jasa yang dibeli.

  Dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan pembelian sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Assael (dalam Suryani, 2008:13-15) membagi dalam dua dimensi yaitu tingkat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli.

  Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian informasi dan evaluasi terhadap merek yang lain sebelum keputusan diambil. Dilain pihak ada pula konsumen yang jarang mencari informasi tambahan, karena konsumen ini telah terbiasa membeli merek tersebut. Pada dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat keterlibatan saat pemilihan suatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat terlalu dalam, hal ini dapat terjadi karena: a.

  Produk amat penting bagi konsumen sebab image pribadi dari konsumen terkait dengan produk.

  Pertimbangan emosional.

  e.

  Pengaruh dari norma grup.

  Keterlibatan yang tinggi digolongkan sebagai high involvement purchase

  

decision , sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase

decision . Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang mempengaruhi

  perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pemasar.

2.3.2 Keputusan Pembelian

  Menurut Philip Kotler (2007:223), Keputusan Pembelian yaitu beberapa tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian suatu produk. Adapun tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian itu meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi berbagai alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Penjelasan singkat dari tahap-tahap itu adalah:

  1. Pengenalan masalah, adalah tahap dimana konsumen mengenali adanya suatu masalah atau kebutuhan.

  2. Pencarian informasi, adalah tahap dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih banyak informasi, dilakukan dengan cara meningkatkan perhatian atau aktif mencari informasi.

  3. Evaluasi berbagai alternatif, adalah tahap dimana konsumen menggunakan

  Keputusan pembelian, adalah tahap dimana konsumen benar-benar melakukan pembelian.

5. Perilaku pasca pembelian, adalah tindakan lebih lanjut setelah melakukan pembelian berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan.

2.4 Penelitian Terdahulu

  1. Hilda (2011) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Iklan Tarif Hemat Terhadap Keputusan Pembelian Kartu Simpati Pada Mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi USU”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklan tarif hemat Simpati terhadap keputusan untuk membeli kartu Simpati pada Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi USU Medan. Hasil dari analisis data deskriptif dan data kualitatif menunjukkan bahwa Iklan Tarif Hemat Simpati (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Kartu Simpati (Y) pada Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi USU.

  2. Masrina (2011) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Iklan Televisi Molto Ultra Sekali Bilas Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi USU”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Dari hasil penelitian analisis regresi linear sederhana diketahui bahwa iklan televisi dipengaruhi oleh variabel lain.

  3. Sari (2010) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Iklan Bersambung Televisi Pond’s Flawless White Terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswi Politeknik Negeri Medan”. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Dari penelitian dengan menggunakan analisis regresi linear berganda tersebut diketahui bahwa secara simultan video (X ), variabel audio (X ), variabel talent

  

1

  2

  (X

  3 ), variabel props (X

4 ), variabel setting (X

5 ), variabel lightning (X 6 ),

  variabel pacing (X

  7 ), dan variabel kontinuitas (X 8 ) berpengaruh positif dan

  signifikan terhadap keputusan pembelian (Y) Mahasiswi Politeknik Negeri Medan.

2.5 Kerangka Konseptual

  Dalam melakukan kegiatan pemasaran, terlebih melalui iklan di televisi, dibutuhkan ide-ide kreatif dari pihak perusahaan agar sukses menarik perhatian dari penonton. Melalui iklan, perusahaan harus sebisa mungkin menampilkan produk mereka dengan menonjolkan segala kebaikan dan keunggulan dibandingkan produk pesaing agar dapat membentuk persepsi konsumen bahwa produk merekalah yang terbaik.

  Menurut Kotler (2007:223), keputusan pembelian yaitu beberapa tahapan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.

  Pengaruh iklan Pokkits terhadap keputusan pembelian konsumen yaitu munculnya ketertarikan dan rasa penasaran tentang produk yang diiklankan sehingga konsumen membeli produk sebagai hasil akhirnya. Dengan iklan yang dikemas semenarik mungkin, diharapkan dapat menimbulkan tanggapan yang positif pada benak konsumen.

  Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

  Keputusan Pembelian IklanTelevisi (Y) (X) Sumber: Kotler (2007: 223) (data diolah, Maret 2013)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang mana kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah iklan Pokkits berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pada konsumen Kentucky Fried Chicken Cabang Sun Plaza Medan.