BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar - Sejarah Dan Peranan Becak Di Pematangsiantar 1960-2006

  

BAB II

Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar

2.1 Letak Geografis

  Dilihat dari letak geografisnya Pematangsiantar sebagai Kotamadya tingkat

  II terletak di 3°.01-2°.54, 40” Lintang Utara dan 99°.06’, 23” - 99°.01.10” Bujur timur. Dengan ketinggihan 400 Mdpl Kota Pematangsiantar memiliki topografi daerah yang berbukit-bukit rendah. Hal tersebut menjadikan sebagian jalan-jalan di kota ini berkarakter naik turun. Keadaan topografi inilah yang menjadi faktor utama becak-becak di kota ini menggunakan motor-motor bercc besar sebagai penghelanya. Selain itu di kota ini juga terdapat beberapa sungai yang biasa dimanfaatkan warga untuk mengaliri sawah, tambak ataupun drainase alamiah. Sungai-sungai ini juga digunakan sebagai batas alamiah untuk wilayah kelurahan maupun kecamtan. Sungai- sungai tersebut antara lain Sungai Bah Bolon, Bah Silobang, Bah Kaitan, Bah Kora, Bah Si Batu-batu, Bah Silulu, Bah Sibarmbang, Bah Kahean, Bah Kandang, Bah

   Bane, Bah Kapul, dan Bah Sorma.

  7 Pematangsiantar dalam Angka 1994 BPS Kota Pematangsiantar.

2.2 Sejarah Singkat Perkembangan Kota Pematangsiantar

  Sebelum kemerdekaan Indonesia, wilayah Kota Pematangsiantar merupakan pusat salah satu kerajaan etnis simalungun yang bernama Kerajaan Siantar dengan

   Raja terakhirnya yang bernama Sang Nawaluh Damanik (1906). Raja ini

  

  berkedudukan di Pulau Holing dengan daerah kekuasaan meliputi: 1.

  Pulau Holing yang kemudian menjadi Kampung Pematang.

  2. Siantar Bayu menjadi Pusat Kota.

  3. Suhi Haluan menjadi Kampung Sipinggol-pinggol.

  4. Suhi Kahean menjadi Kampung Melayu, Martoba, Bane, Sukadame.

  5. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Karo, Kristen, Pantoan, Tomuan, Toba dan Martimbang.

  Dengan sikap non kooperatif dari Raja Siantar kepada Belanda beliau akhirnya di buang secara politis ke daerah Bengkalis pada tahun 1906. Hal ini berdampak pada berakhirnya kekuasaan Raja di Siantar dan beralih ke Hegemoni Belanda, ini ditunjukan dengan berpindahnya Controleur Belanda dari Perdagangan ke Siantar pada Tahun 1907. Dengan kondisi yang telah berubah tersebut pada tahun 1910 Belanda membentuk Badan Persiapan Kota Pematangsiantar, dan pada tahun

  Berdasarkan Staat Balt no.

  285 tahun 1917 kota Pematangsiantar berubah status menjadi Gemeente yang 8 9 Ibid,. hal. 3. 10 Sekarang sisa-sisa istana kerajaan ini dapat dilihat di Jl.Pematang.

  

Daniel Perret , Kolonialisme dan Etnissintas Batak Melayu di Sumatera Timur Laut , diterjemahkan oleh Saraswati Wardhany, Jakarta : KPG, 2010, hal. 221. memiliki wilayah otonomi sendiri. Perubahan status dan perkembangan wilayah Siantar menarik kedatangan para perantau Etnis Tionghoa dan Mandailing. Selain itu arus migrasi ini juga di pelancar dengan selesainya pembangunan Jalan Sibolga-

   Parapat-Pematangsiantar-Medan pada tahun 1929. Etnis Tionghoa banyak

  menempati daerah Siantar Bayu yang merupakan pusat kota dan Etnis Mandailing banyak mendiami wilayah Timbang Galung dan Kampung Melayu.

  Melihat perkembangan ini pihak Belanda kemudian menaikan status Kota Pematangsiantar menjadi Gemeente yang memiliki dewan kota berdasarkan Staat Blat no.717 tahun 1939. Dewan kota ini diberi nama Gemeente Raad yang berarti Dewan Perwakilan Kota Besar. Dimasa Jepang status kota berubah menjadi Siantar State dan Dewan kota dihapuskan.

  Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia Pematangsiantar kembali memiliki otonomi. Dimana pada tahun 1948 berdasarkan UU No.2/1948 status gemeente berubah menjadi Ibu Kota Kabupaten Simalungun dengan Bupati Simalungun merangkap sebagai walikota. Kemudian berdasarkan UU No. 1/1957 kota ini berubah status menjadi Kota Praja penuh dengan pemerintahan tersendiri dan terlepas dari Kabupaten Simalungun yang di kepalai seorang walikota, dan dibagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Siantar Timur dan Kecamatan Siantar Barat.

  Dimana setiap Kecamatan membawahi beberapa Kelurahan (kampung) dengan pembagian sebagai berikut :

  1. 11 Kecamatan Siantar Timur : Ibid., hal. l41.

  a.

  Kampung Kota b.

  Kampung Tomuan c. Kampung Suka Dame d.

  Kampung Kristen Barat e. Kampung Kristen Timur 2. Kecamatan Siantar Barat a.

  Kampung Timbang Galung Lama b.

  Kampung Timbang Galung Baru c. Kampung Melayu d.

  Kampung Aek Nauli e. Kampung Bantan

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1981 maka pada tanggal 17 maret 1982 dan diresmikan oleh Gebernur Sumatera Utara, Kotamadya Pematangsiantar dengan luas wilayah 1.248 Ha dibagi menjadi Empat Kecamatan sebagai berikut :

  1. Kecamatan Siantar Barat dengan Ibukotanya Timbang Galung

  2. Kecamatan Siantar Timur dengan Ibukotanya Tomuan

  3. Kecamatan Siantar Utara dengan Ibukotanya Sukadame

  4. Kecamtan Siantar Selatan dengan Ibukotanya Kristen

  Dengan melihat perkembangan kota Pematangsiantar yang cukup pesat, Pemerintah Pusat pun kembali memperluas daerah kota Pematangsiantar dengan menambah sembilan desa dari wilayah administratif Kabupaten Simalungun yaitu Desa Nagahuta, Desa Siopat Suhu, Desa Martoba, Desa Bah Kapul, Desa Pematang Marihat, Desa Sukaraja, Desa Baringin Pansur Nauli, Desa Simarimbun, Desa Tambun Nabolon. Untuk memperkuat hal tersebut dikelurakanlah Peraturan

12 Pemerintah No.15 Tahun 1986 , yang membagi kota Pematangsiantar menjadi enam

  wilayah kecamatan : 1.

  Kecamatan Siantar Martoba, yang terdiri dari : a.

  Desa Bah Kapul.

  b.

  Desa Martoba.

  c.

  Desa Tambun Nabolon.

2. Kecamatan Siantar Marihat, yang terdiri dari : a.

  Kelurahan Suka Maju.

  b.

  Kelurahan Perdamean : 1.

  Desa Nagahuta.

  2. Desa Baringin Pansur Nauli.

  3. Desa Pematang Marihat.

  4. Desa Simarimbun.

  12 www.djpp.depkumham.go.id Lemabaran negara Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1986

tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamdya Daerah Tingkat II Kota Pematangsiantar dan

Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun , diakses 11 November 2012

3. Kecamatan Siantar Utara, yang terdiri dari : a. Kelurahan Bane.

  b. Kelurahan Sigulangulang.

  c. Kelurahan Kahean.

  d. Kelurahan Sukadame.

  e. Kelurahan Baru.

  f. Kelurahan Melayu.

  g. Kelurahan Martoba.

  4. Kecamatan Siantar Timur, yang terdiri dari : a. Kelurahan Asuhan.

  b. Kelurahan Tomuan.

  c. Kelurahan Kebon Sayur.

  d. Kelurahan Pahlawan.

  e. Kelurahan Pardomuan.

  f. Kelurahan Merdeka.

  g. Kelurahan Siopat Suhu.

  5. Kecamatan Siantar Selatan, yang terdiri dari : a. Kelurahan Aek Nauli.

  b. Kelurahan Martimbang.

  c. Kelurahan Kristen.

  d. Kelurahan Toba.

  e. Kelurahan Karo.

  f. Kelurahan Simalungun.

  6. Kecamatan Siantar Barat, yang terdiri dari : a. Kelurahan Bantan.

  b. Kelurahan Banjar.

  c. Kelurahan Proklamasi.

  d. Kelurahan Dwikora.

  e. Kelurahan Teladan.

  f. Kelurahan Sipinggol-pinggol.

  f.

  Kelurahan Simarito.

  g.

  Kelurahan Timbang Galung. Dengan ibukota kecamatan sebagai berikut : 1.

  Kecamatan Siantar Martoba berkedudukan di Kelurahan Martoba.

  2. Kecamatan Siantar Marihat berkedudukan di Kelurahan Marihat.

  3. Kecamatan Siantar Utara berkedudukan di Kelurahan Sukadame.

  4. Kecamatan Siantar Timur berkedudukan di Kelurahan Tomuan.

  5. Kecamatan Siantar Selatan berkedudukan di Kelurahan Kristen, dan 6.

  Kecamatan Siantar Barat berkedudukan di Kelurahan Timbang Galung. Dengan pembagian wilayah ini Kotamadya Pematangsiantar memiliki luas yang pada sebelumnya 1.248 Ha menjadi 7.997 Ha dengan batas wilayah administratif sebagai berikut : Sebelah Utara dibatasi oleh sungai Bahapal dan Desa Sinaksak.

  • Sebelah Selatan dibatasi oleh desa-desa Marihat Baris, Silampuyang dan
  • Bah Sampuran.
  • Sebelah Timur dibatasi oleh Desa-desa Karangsari, Rambung Merah, dan Bah Sampuran.

  • Sebelah Barat dibatasi oleh Desa-desa Talun Kondot, Negeri Bosar, Sumpang Panel, dan Siborna.

2.2 Keadaan Penduduk

  Kotamadya Pematangsiantar sebagai kota kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Medan, mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sebagai kota yang memenuhi kebutuhan bagi kawasan Hiterlandnya Pematangsiantar mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini dipicu masuknya urbanisasi penduduk dari wilayah-wilayah kabupaten Simalungun. Selain itu faktor perluasan wilayah dan peningkatan fasilitas publik menjadi salah satu faktor bertambahnya penduduk Kota berhawa sejuk ini.

  Tabe . I . Komposisi Penduduk Siantar

  No TAHUN JUMLAH PENDUDUK Luas Wilayah 01 1960 114.900 1.248 02 1970 129.200 1.248 03 1980 219.316 1.248 04 1990 227.234 7.997 05 2000 240.787 7.997 06 2006 247.837 7.997 Sumber: Kantor Badan Statistik Kotamadya Pematangsiantar.

  Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bertambahnya penduduk Pematangsiantar. Dimana pada tahun 1960 dengan luas wilayah 1.248 Km² jumlah penduduk yaitu 114.900 jiwa, mengalami peningatan hampir 50% di tahun 2006 yang mencapai 247.837 jiwa dengan luas wilayah 7.997 Km². Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini jugalah yang melatarbelakangi pemerintah pusat memperluas wilayah administratif Pematangsiantar di tahun 1986 dari 1.248 Km² menjadi 7.997 Km².

  Sebagai kota yang mengalami pertumbuhan menjadikan kota itu beralih fungsi sebagai pusat pendidikan, industri, pemerintahan, pelayan jasa dan distribusi serta pengembangan wilayah. Dengan mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, peran transportasi tentunya mengambil posisi yang cukup penting bagi kemajuan kota ini. Becak sebagai salah satu moda transportasi yang terdapat di kota ini dan mulai muncul pada tahun 1960 secara tidak langsung juga memberikan peran yang cukup tinggi bagi perkembangan Kota yang berhawa sejuk ini. Seiring perjalanan waktu becak di Kota Pematangsiantar tidak hanya menjadi alat transportasi namun juga menjadi transportasi unik yang tidak dimiliki kota-kota lain di Indonesia.