Pembuatan Bihun Instan Dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar Yang Dimodifikasi Dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

TINJAUAN PUSTAKA

  Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

  Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-

  16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).

  Bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan terigu. Sebagai contoh, kue kering dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang cukup tinggi. Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu (Antarlina, 1999).

  Ubi jalar basah yang berdaging lunak kandungan patinya antara 13-20 %, sedangkan pada jenis yang lebih kering, umbinya lebih kompak dan mengandung 18-25 % zat pati. Jenis ubi jalar yang berwarna putih mengandung kadar air yang lebih sedikit daripada yang berwarna merah. Varietas ubi jalar yang berwarna kuning tidak semanis varietas yang berwarna putih tetapi memiliki bau dan rasa serta sifat-sifat yang baik untuk dimasak (Pantastico, 198 6) Menurut Juanda dan Cahyono (2004) ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu ubi jalar putih yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna putih, ubi jalar kuning yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan, ubi jalar oranye yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna oranye, ubi jalar jingga yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga merah jingga, ubi jalar ungu yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu muda hingga ungu.

  Komposisi Kimia Ubi Jalar Banyak varietas ubi jalar, seperti ubi jalar putih, kuning dan ungu.

  Komposisi kimia ubi jalar secara umum dapat dilihat pada Tabel 2 dan kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar Senyawa

  Komposisi Energi (kj/100 gram) 71,1 Protein (%)

  1,43 Lemak (%)

  0,17 Pati (%)

  22,4 Gula (%)

  2,4 Serat makanan (%) 1,6 Kalsium (mg/100 gram) 29,0 Fosfor (mg/100 gram) 51,0 Besi (mg/100 gram) 0,49 Vitamin A (mg/100 gram) 0,01 Vitamin B1 (mg/100 gram) 0,09 Vitamin C (mg/100 gram) 24,0 Air (gram) 83,3

  Sumber : Sentra Informasi Iptek, (2005)

  Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu Kandungan Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu Zat pati (%) 28,79 24,47 12,64 Gula reduksi(%) 0,32 0,11 0,30 Lemak (%) 0,77 0,68 0,94 Protein (%) 0,89 0,49 0,77 Air (%) 62,24 68,78 70,46 Abu (%) 0,93 0,99 0,84 Serat (%) 25 2,79

  3 Vitamin C (mg/100mg) 28,68 29,22 21,43 Antosianin (mg/100gr) 0,06 0,456 11,051

  Sumber : Arixs (2006) dalam Winarti (2010)

  Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus/rebus sudah memenuhi anjuran kecukupan vitamin A 2100-3600 mkg sehari. Didukung pasukan zat gizi lain selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein, zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E. Dari 2/3 cangkir ubi merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, 1/4 kalori sepotong black forest cake. Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C. Makan 1 buah ukuran sedang ubi jalar merah mentah sudah memenuhi 42 % anjuran kecukupan vitamin C sehari. Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya oligosakarida (Hasim dan Yusuf, 2008).

  Pati

  Pati secara alami terdapat di dalam senyawa-senyawa organik di alam yang tersebar luas seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai energi selama dormansi dan perkecambahan. Ketika tanaman menghasilkan molekul- molekul pati, tanaman akan menyimpannya di dalam lapisan-lapisan di sekitar pusat hilum membentuk suatu granula yang kompak ( Smith, 1982).

  Pati memegang peranan penting dalam ฀ristal฀ pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam

  ฀ristal฀ seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung

  ฀ristal (Koswara, 2006).

  Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan

  α-(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan

  Gambar 2 ( Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991).

  Semua pati dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa dan amilopektin yang jumlahnya tergantung dari sumber tanaman asal, misalnya jagung mempunyai 25 % amilosa dan sisanya amilopektin. Jagung dengan amilosa tinggi dapat mencapai 80% amilosa sedangkan tapioka hanya mengandung 17% amilosa (Smith, 1982).

  Penggunaan sumber pati sebagai pembentuk gel atau pembentuk film, memerlukan jenis pati yang mengandung amilosa lebih tinggi. Amilosa berperan penting dalam pembentukan gel dan film karena kemudahan amilosa untuk membentuk ikatan hydrogen

  ฀rista sendiri pada saat pasta pati dihasilkan. Pati dengan kandungan sekitar 25-30% (misalnya pati beras dan jagung) umumnya dapat memberikan karakter gel pati yang kompak. Sebagai contoh, dalam pembuatan sohun, bihun, dan mie diperlukan tepung dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi karena akan berpengaruh pada kekuatan tekstur gel dari untaian mie yang dihasilkan (Kusnandar, 2010).

  Menurut Almatsier (2004) dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi ฀ristal, yang meyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh

  ฀ristal ฀ristal฀. Bila dipanaskan dengan air, struktur ฀ristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal inilah yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi).

  Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektinlah yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaan. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa CH OH CH OH 2 2 CH OH 2 O

  O HO H OH OH H

H O H OH

H H H H H H H O H H OH H OH H OH O OH n

CH OH

2 CH OH

  2 O O H H H H H H OH O H OH

O H Ikatan a -1,6

  O OH H H CH

2

CH OH

2 CH OH

2 O O O H H H H H H H H H OH OH O H O H OH H O O H OH H OH H OH Ikatan a -1,4 Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Swinkels 1985).

  Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi.

  Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula pati mencakup hal-hal sebagai berikut.

  1. Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula.

  2. Hilangnya sifat birefringence.

  3. Peningkatan kejernihan pasta.

  4. Peningkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.

  5. Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula yang pecah.

  6. Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89

  C, kentang 57-87

  C, gandum 50-86

  C, tapioka 68-92

  C, Corn waxy 68-90 C (Smith, 1982; Swinkels, 1985).

  Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar

  Kandungan pati pada beberapa bahan pangan pati (%) dalam basis kering dapat dilihat pada Tabel 4. Sifat fisik, kimia dan fungsional pati ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 4. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan Bahan Pangan Pati (%) dalam basis kering Biji gandum

  67 Beras

  89 Jagung

  57 Biji sorghum

  72 Kentang

  75 Ubi jalar

  90 Ubi kayu

  90 Sumber : Iptek Net, (2005). Tabel 5. Sifat fisik pati ubi jalar Varietas (P) Warna Densitas kamba Sudut curah Bentuk

  (gr/ml) ( granula pati ɵ )

  Ubi jalar ungu muda Agak putih 0,8571 22,84 Bulat, oval (+++)

  Ubi jalar kuning Agak putih 0,7142 25,15 Bulat, oval (++)

  Ubi jalar putih Putih 0,8571 25,66 Bulat, oval (++++)

  Ubi jalar ungu Tidak putih 0,7142 26,96 Bulat, oval

  (+) (Futri, 2008).

  Tabel 6. Sifat kimia pati ubi jalar Varietas (P) Air Abu Serat Protein Lemak Pati

  (%bb) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) Ubi jalar ungu muda 10,73 0,43 1,63 0,87 0,0423 87,75

  ±0,115 ±1,28 ±0,004 ±0,08 ±0,002 ±0,2 Ubi jalar kuning 10,00 0,37 0,56 0,85 0,0444 88,25

  ±0,2 ±0,13 ±0,09 ±0,03 ±0,0028 ±0,19 Ubi jalar putih 8,70 0,22 0,19 0,82 0,0360 87,52

  ±0,115 ±0,12 ±0,07 ±0,09 ±0,0021 ±0,11 Ubi jalar ungu 8,20 0,35 1,56 1,21 0,0128 93,47

  ±0,2 ±0,122 ±0,05 ±0,39 ±0,0031 ±0,193 Tabel 7. Sifat fungsional pati ubi jalar berdasarkan %bk Varietas (P) Daya serap Daya serap Kejernihan Suhu gelatinisasi air (g/g) minyak(g/g) pasta(%T) pati (

  C) Ubi jalar ungu muda 0,81 1,04 86,14 79,70

  ±0,03 ±0,01 ±0,14 ±2,8 Ubi jalar kuning 0,98 0,95 87,54 76,60

  ±0,10 ±0,02 ±0,52 ±2,17 Ubi jalar putih 0,98 1,11 89,28 64,87

  ±0,53 ±0,015 ±0,49 ±2,31 Ubi jalar ungu 0,96 1,10 88,10 71,33

  ±0,02 ±0,014 ±0,14 ±0,96 (Futri, 2008).

  Modifikasi Pati Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda.

  Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati tersebut untuk produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati dapat diperoleh melalui modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, 1989).

  Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrodegrasi (Kusnandar, 2010).

  Modifikasi pati dapat dilakukan dengan perlakuan fisik, diantaranya dengan pemanasan pada kadar air tertentu (hydrothermal atau heat moisture treatment).

  Modifikasi pati dengan perlakuan kimia adalah dengan perlakuan ikatan silang (crosslink), hidrolisis asam, oksidasi, dekstrinasi dan konversi asam. Perlakuan fisik untuk modifikasi pati cenderung lebih aman dan alami dibandingkan perlakuan kimia (Collado, et al., 2001).

  Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan molekulnya (Afrianti, 2004).

  Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) Heat moisture treatment (HMT) adalah proses pemanasan pati pada suhu

  tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam kondisi semi kering, yaitu tingkat kadar air yang lebih rendah dari kondisi yang disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi.

  Kadar air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30% dan suhu yang digunakan adalah 100 C (Lorenz dan Kulp, 1981).

  Perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati, serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT berlangsung (Manuel, 1996).

  Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati hingga terbentuk lubang di bagian permukaannya. Proses pemanasan pati dan keberadaan air saat HMT berlangsung mengakibatkan area amorphous pati mengembang, kemudian menekan keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan dan pelelehan area berkristal granula pati, serta menghasilkan bentuk granula pati

  Jika pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Namun jumlah air yang terserap dan pengembangannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara

  55 C sampai 65 C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar instant rice dan instant pudding dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi (Winarno, 1992).

  Perlakuan HMT pada pati tidak hanya mengubah sifat fungsional pati, tetapi juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten (resistance starch atau RS), yaitu pati yang lebih sulit dicerna. Pembentukan pati resisten selama proses HMT dapat disebabkan oleh terjadinya pemotongan rantai lurus dari amilopektin dan pembentukan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau lemak sehingga membentuk struktur yang lebih kompak. Pembentukan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit untuk dipecah oleh enzim pencernaan sehingga menyebabkan penurunan indeks glikemik (IG), yaitu indeks yang menunjukkan kecepatan penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu tertentu. Pati dengan indeks glikemik yang rendah berguna bagi penderita diabetes (Kusnandar, 2010).

  Pati berdasarkan profil gelatinisasinya ada 4 jenis yaitu tipe A, B, C dan D. Profil tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami breakdown) contohnya pati kentang dan tapioka. Profil tipe B mirip pati tipe A tetapi dengan viskositas maksimum lebih rendah contohnya pati dari serealia. Profil tipe C adalah pati yang mengalami pengembangan yang terbatas, yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi) contohnya pati kacang hijau dan pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan

  

heat moisture treatment (HMT). Profil tipe D adalah pati yang mengalami

  pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55% (Schoch dan Maywald, 1968 dalam Kusnandar, 2010).

  Perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan dari campuran tepung-air dan pati- air dapat dimonitor menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) yang merupakan viskometer dengan pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap penanganan dengan pengadukan terkontrol. Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural dari campuran tersebut (Copeland, et al., 2009).

  Bihun Instan

  Kata bihun berasal dari bahasa Cina: bie berarti beras, dan hun berarti awalnya berkembang di Cina bagian selatan yang terpengaruh pada kemunculan mi di Cina bagian utara. Bedanya, bila pertanian Cina bagian utara didominasi oleh gandum, bihun muncul di Cina Selatan yang pertaniannya lebih bertumpu pada

  a beras (Wikipedia, 2011 ).

  Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan. Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air

  Koswara, 2006

  mendidih paling lama 3 menit ( ). Kandungan Gizi Bihun per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 8.

  Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan.

  Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun biasa memerlukan waktu lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut adalah penambahan air kansui, pemasakan tahap pertma lebih lama, ukuran cetakan bihun instan lebih kecil serta pemasakan tahap kedua yang lebih lama dari bihun biasa.

  Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kansui (air obat) yang ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses pemasakan tahap pertama. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada pembuatan biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada jumlah adonan yang dimasak).

  Tabel 8. Kandungan gizi bihun per 100 g bahan Uraian Bihun kering Energi (kkal) 353 Air (g)

  11,3 Protein (g) 10,5 Lemak (g) Karbohidrat (g) 77,7 Serat (g) Abu (g)

  0,5 Kalsium (mg)

  13 Fosfor (mg)

  66 Besi (mg) 1,3 Natrium (mg)

  7 Kalium (mg)

  16 Retinol (µg) Vitamin A (µg) Tiamin (mg) 0,16 Riboflavin (mg) 0,06 Niasin (mg) 1,4

  Sumber :Asean Food Compotition Tables (2000) di dalam Suyanti (2009)

  Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.

  Setelah bihun dicetak, pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna).

  Pemasakan tahap kedua biasa dilakukan sampai 2 jam tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa (Astawan, 2008).

  Bahan yang Ditambahkan Air kansui

  Air kansui disebut juga garam alkali. Masyarakat pada umumnya mengenalnya dengan sebutan air obat atau air abu. Tetapi ada juga yg menyebutnya air kie atau air khi.

  Air kansui dipergunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kansui merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat, natrium karbonat, natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu. Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2008).

  Sodium tripolyphospate (STTP) Sodium tripolyphosphate (STTP) merupakan senyawa polifosfat dari natrium

  dengan rumus Na

5 P

  3 O 10 . STPP berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan

  tidak berbau. STPP dapat pula bereaksi dengan pati. Ikatan antara pati dengan fosfat diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat menurunkan derajat pembengkakan granula, dan meningkatkan stabilitas adonan. Menurut FDA (Food and Drug Administration) penggunaan alkali fosfat adalah 0,5 % pada produk. Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk,

  b yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Wikipedia, 2011 ).

  CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering

  dipakai dalam industry makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik (Winarno, 1992).

  Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membetuk larutan koloid. Dalam pembuatan mi, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan (Astawan, 2008).

  Syarat Mutu Bihun Instan Syarat mutu bihun instan dapat dilihat pada Tabel 9.

  9.

  12.3 Keadaan : Bau Rasa Warna Benda-benda asing Keutuhan, %bb Uji kematangan (bihun:air 1:5) b/b Air, % b/b Abu tanpa garam, % b/b Protein (N x 6,25) % b/b Derajat asam, mg KOH/100g contoh Bahan tambahan makanan Cemaran logam : Timbal (Pb), mg/kg Tembaga (Cu), mg/kg Seng (Zn), mg/kg Raksa (Hg), mg/kg Arsen (As), mg/kg Cemaran mikroba : Angka lempeng total E.coli Kapang menit Koloni/g APM/g Koloni/g normal normal normal tidak boleh ada min 90 maks 3 maks 11 maks 2 min 6 maks 3 sesuai SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Men. Kes No.722/Men.Kes/Per/IX/88 maks 1.0 maks 10.0 maks 40.0 maks 0.05 maks 0,5 maks 1.0 x 10 6 < 3

  12.2

  12.1

  12.

  10.4 11.

  10.3

  10.2

  10.1

  10.

  8.

  Tabel 9. Syarat mutu bihun instan berdasarkan SNI 01-3742-1995

  7.

  6.

  5.

  4.

  3.

  1.3 2.

  1.2

  1.1

  No. Uraian Satuan Persyaratan 1.

  Maks 1.0 x 10 4

  Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

  Penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan adalah proses pembuatan tepung dan pati alamiah dari 4 varietas lokal ubi jalar yang banyak ditanam di Sumatera Utara serta karakteristik fisikokimia dan fungsionalnya. Varietas lokal yang digunakan adalah ubi jalar berdaging umbi putih, ungu muda, ungu tua dan oranye. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 9,75 – 16,78%. Rendemen pati yang tertinggi diperoleh pada varitas ubi jalar berdaging umbi kuning yaitu 16,79% dan yang terendah pada ubi jalar berdaging umbi ungu muda yaitu 9,75%. Suhu gelatinisasi pati tertinggi diperoleh pada pati ubi jalar ungu yaitu 79,70 dan yang terendah diperoleh pada pati ubi jalar putih yaitu 64,87. Daya penyerapan air minyak dari pati ubi jalar tinggi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan pada berbagai produk pangan seperti mie dan kue-kue (Julianti, 2008; Julianti dan Ridwansyah, 2008).

BAHAN DAN METODA

  Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 – Maret 2012 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini alat-alat penelitian dan alat analisis sebagian ada di laboratorium tersebut, sedangkan pengujian dengan alat

  Chromameter , Kett whitenessmeter, Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-

  3305 dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia dan PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

  Bahan Penelitian

  Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 varietas ubi jalar yaitu ubi jalar putih, kuning, oranye dan ungu. Dalam pembuatan bihun instan digunakan pati termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar tersebut.

  Bahan Kimia Adapun bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol, NaOH,

  hexan, aquadest, H

  2 SO 4 , K-Na-Tartarat, Na-karbonat, glukosa standard, iod, phenol,

  HCl, H SO pekat, DNS. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan

  2

  4 untuk analisa sifat fisikokimia dan fungsional pati dan bihun instan.

  Alat Penelitian

  Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi pati ubi jalar dan modifikasi pati ubi jalar dengan HMT yaitu pisau, ember, mesin pemarut, kain saring, oven, digunakan untuk karakterisasi sifat fisika-kimia dan fungsional pati alami dan pati termodifikasi HMT adalah neraca analitik, cawan alamunium, cawan porselin, desikator, mikroskop polarisasi cahaya, hot plate, Chromameter , Kett whitenessmeter ,

  

Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-3305, centrifuge , tanur, dan peralatan gelas

  lainnya. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bihun instan adalah alat pencetak bihun (ampia), beacker glass, panci pengukusan, loyang dan oven pengering. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi bihun instan adalah cawan alamunium, cawan porselin, Soxlet, hot plate, labu KjeIdahl dan Autoclave.

  Metode Penelitian

  Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu:

  a. Tahap 1 : Pembuatan pati alami. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu varietas ubi jalar (V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

  V1 = Ubi jalar putih V2 = Ubi jalar kuning V3 = Ubi jalar oranye V4 = Ubi jalar ungu

  Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Kemudian dilakukan pengujian karakteristik fisiko pati ubi jalar alami yang diamati meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta.

  b. Tahap 2 : Modifikasi pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu pati alami dari ubi jalar (V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

  V1 = Pati alami dari ubi jalar putih V2 = Pati alami dari ubi jalar kuning V3 = Pati alami dari ubi jalar oranye V4 = Pati alami dari ubi jalar ungu

  Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Dilakukan pengujian karakteristik fisiko kimia pati ubi jalar termodifikasi HMT yang diamati meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati, karakteristik pasta, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi kejernihan pasta, daya larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent dan derajat polimerisasi.

  c. Tahap 3 : Pembuatan bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi Heat

  Moisture Treatment (HMT). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

  Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu pati termodifikasi dari ubi jalar (V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

  V1 = Pati termodifikasi dari ubi jalar putih V2 = Pati termodifikasi dari ubi jalar kuning V3 = Pati termodifikasi dari ubi jalar oranye V4 = Pati termodifikasi dari ubi jalar ungu

  Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Pembuatan bihun dengan mencampurkan binder adonan, air kansui (air abu), CMC dan dicetak dengan alat pencetak bihun instan (ampia), dikukus dan dikeringkan (Astawan, 2006; Koswara, 2006). Dilakukan pengujian karakterisitik bihun instan yang akan diamati yaitu analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar protein, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji organoleptik (tekstur, warna dan rasa). Dari hasil penelitian diharapkan diperoleh bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi HMT dengan mutu yang terbaik dan dapat diterima masyarakat.

  Model Rancangan (Bangun, 1991)

  Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal dengan model :

  ij = µ + i

  • ij Ŷ α ε dimana:

  ij : Hasil Pengamatan dari Faktor V pada taraf ke-i dan ulangan ke–j

  Ŷ µ : Efek nilai tengah umum

  : Efek dari Faktor V pada taraf ke–i α i ij : Efek galat dari faktor V pada taraf ke–i dengan ulangan ke-j.

  ε Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant

  Range ).

  Tetapi untuk karakteristik fisikokimia dan karakteristik pasta pada pati alami dan termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar dilakukan uji t untuk membandingkan dua perlakuan tersebut yaitu dengan menggunakan uji t secara berpasangan (paired comparison).

  Pelaksanaan Penelitian

  1. Ekstraksi Pati Ubi Jalar Ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian ditimbang beratnya. Bahan diparut bubur bahan ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air) dan diaduk-aduk agar pati lebih banyak keluar dari jaringan bahan. Kemudian bubur bahan disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan di atas endapan dibuang kemudian ditambahkan air lagi dan didiamkan selama 6-8 jam agar diperoleh pati yang bersih. Kemudian air cucian pasta dibuang dan pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50 C-60 C selama 20 jam. Produk yang telah kering akan mengeluarkan bunyi gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung kasar. Tepung kasar ini selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan yang berukuran 80 mesh. Dihasilkan pati ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia pati ubi jalar alami.

  2. Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) Prosedur teknik HMT mengacu pada Adebowale, et al. (2005) yang dimodifikasi. Pati ubi jalar dianalisis kadar airnya terlebih dahulu. Proses modifikasi pati ubi jalar dengan teknik HMT adalah sebagai berikut: sebanyak 200 gram pati diatur kadar airnya sampai 25% dengan cara menyemprotkan aquades. Jumlah aquades ditentukan berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa. Contoh perhitungan kesetimbangan massa adalah sebagai berikut: (100% - KA1) x BP1 = (100% - KA2) x BP2 (100% - 11,49%) x 200 g = (100% - 25%) x BP2 88,51% x 200 g = 75% x BP2

  177 g = 75% x BP2 BP2 = 236 Jumlah aquades = BP2 - BP1 = 236 g - 200 g = 36 g Keterangan: KA1= Kadar air pati kondisi awal KA2= Kadar air pati yang diinginkan BP1= Bobot pati pada kondisi awal BP2= Bobot pati setelah mencapai KA2

  Pati ubi jalar yang telah mencapai kadar air 25% selanjutnya ditempatkan di dalam loyang tertutup. Kemudian disimpan pada suhu 6 C di refrigerator selama 12 jam untuk menyeragamkan kadar air. Selanjutnya dipanaskan selama 3 jam pada suhu 110 C sambil diaduk tiap 1jam. Setelah itu pati dikeluarkan dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian dikeringkan pada suhu 50 C selama 4 jam. Pati yang menggumpal dihaluskan dan diayak. Dihasilkan pati ubi jalar yag termodifikasi dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia dan fungsional pati ubi jalar termodifikasi HMT.

  3. Pembuatan Bihun Instan Pada pembuatan bihun instan terlebih dahulu dibuat binder adonan sebagai perekat pati sehingga dapat membentuk adonan dengan baik. Prosesnya yaitu ditimbang 20% tepung beras dari total pati untuk adonan dicampur air dengan perbandingan 1:3 dan juga ditambahkan STTP 0,5% dan air kansui (air abu) 1% kemudian dipanaskan hingga tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi tersebut digunakan sebagai binder adonan. Pati termodifikasi HMT ditambahkan CMC 0,5% kemudian dicampur dengan binder adonan. Setelah itu diadon hingga kalis. Kemudian adonan dicetak menjadi bihun. Selanjutnya bihun dikukus dengan suhu 90 C selama 3 menit. Kemudian dikeringkan pada suhu 60 C selama 1 jam.

  Dihasilkan bihun instan dan dikemas. Dilakukan pengujian karakterisitik bihun instan.

  Pengamatan dan Pengukuran Data

  Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada pati ubi jalar alami diamati karakteristik fisikokimia meliputi kadar air, derajat asam,

  ,

  derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta . Pada pati ubi jalar termodifikasi HMT diamati karakteristik fisiko kimia meliputi kadar air, derajat asam, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi derajat putih, kejernihan pasta, daya larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent, derajat polimerisasi, sifat amilografi , bentuk dan ukuran granula pati. Pada bihun instan dilakukan pengujian meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar protein, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji organoleptik (aroma, rasa dan tekstur).

  Kadar air (AOAC, 1995).

  Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 C dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105 C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

  • berat sampel awal (g) berat sampel akhir (g) Kadar air =

  x 100 %

  berat sampel awal (g)

  Kadar abu (SNI-01-3451-1994)

  Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 100 C selama satu jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 300 C selama dua jam dan dinaikkan lagi menjadi 500 C selama dua jam hingga terbentuk abu. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut. bobot abu (g)

  Kadar abu = x 100 % bobot sampel (g)

  Kadar serat kasar (AOAC, 1995)

  Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H

2 SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan Autoclave selama

  15 menit pada suhu 105

  C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas lalu 25 ml H

2 SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%.

Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C selama satu jam, pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap. bobot saring dan (g) - kertas serat bobot kertas saring (g)

  Kadar serat kasar =

  x 100 %

  bobot sampel awal (g)

  Kadar lemak (AOAC 1995)

  Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

  bobot lemak (g)

  Kadar x 100 %

  lemak = bobot sampel (g) Kadar protein (metode kjeIdahl, AOAC, 1995)

  Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H SO pekat, satu

  2

  4

  gram katalis dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%. kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

  (A

  B) x N x 0,014 - x 6,25

  Kadar protein = x 100 %

  bobot sampel (g)

  A = ml NaOH untuk tittrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

  Derajat asam pati

  Ditimbang 10g pati dituang ke beacker glass, kemudian ditambahkan 100 ml etanol 70% yang sudah dinetralkan dengan indikator pp. Dikocok selama 1 jam pada alat pengocok mekanis. Saring dengan cepat melalui kertas whatman no.1. Pipet 50ml, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titrasi dengan larutan NaOH 0.1N.

  100/50 x ml NaOH x N NaOH x 100 Derajat asam = Bobot Sampel (g)

  Kejernihan pasta (Luis et al., 1999)

  Pasta sampel (1%) dibuat dengan cara mensuspensikan 50 mg sampel ke dalam 5ml akuades didalam tabung reaksi berulir. Pasta sampel tersebut direbus ke dalam air mendidih selama 30 menit sambil dikocok setiap 5 menit. Selanjutnya pasta sampel didinginkan hingga suhu kamar kemudian d iukur %T pada λ 650 dengan akuades sebagai blanko.

  Daya serap air dan minyak pati (Sathe and Salunkhe, 1981).

  Dilarutkan 1 gram pati kedalam 10 ml air atau minyak selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (21 C). Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 5000

  RPM selama 30 menit. Volume dari supernatan dicatat dan volume air/minyak dapat dihitung dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml sedangkan minyak 0,8888 g/ml. Kemudian dihitung dengan rumus :

  berat air/minyak (g) - berat supernatan (g) Daya serap air atau minyak(g/g ) = bobot sampel (g)

  Daya larut dalam air dingin (SNI 06-1451-1989)

  Ditimbang teliti 2 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai tanda tera. Dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian diambil 10 ml dan dituang ke dalam cawan porselin yang sudah ditimbang beratnya.

  Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu pertama 80 C untuk 1 jam pertama, lalu langsung dinaikkan suhunya menjadi 90 C untuk 1 jam kedua dan dinaikkan lagi menjadi 100 C untuk 1 jam ketiga, kemudian dikeluarkan dari oven dan ditimbang. Sampel tersebut dimasukkan lagi ke dalam oven selama 30 menit, lalu diangkat dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

  10 (A -

  B)

  Daya larut dalam air dingin = x 100 %

  C

  Dimana : A = berat cawan porselin+ isi (g) B = berat cawan porselin (g) C = berat sampel (g)

  Profil amilograf

  Profil amilograf diukur dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA, Model Tecmaster Newport Scientific, Australia). Sebanyak ± 3,00g dilarutkan secara langsung pada aquades sebanyak ±25 ml pada canister. Pada pengukurannya digunakan standar dua dimana sampel akan diatur suhu awalnya 50 C dalam satu ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan kembali pada suhu awal 50 C selama 7,5 menit dan ditahan selama 2 menit.

  Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat diukur antara lain viskositas puncak, viskositas pada akhir waktu ditahan 95 C atau viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir (FV) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback (SB=FV-VPP) temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.

  Bentuk granula pati, metode mikroskop polarisasi

  Bentuk granula dapat dilihat di bawah mikroskop yaitu, mikroskop polarisasi cahaya dan mikroskop cahaya (Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang) yang dilengkapi dengan kamera (Olympus model C-35A) dengan cara sebagai berikut :

  Untuk pengamatan di bawah mikroskop polarisasi cahaya yaitu suspensi pati disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian ditambahkan larutan iod untuk menambah daya kontras. Suspensi ini diteteskan di atas gelas objek dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Objek diuji dengan meneruskan cahaya melalui alat polisator dan selama pengamatan, alat analisator diputar sehingga cahaya terpolarisasi sempurna yang ditunjukkan oleh butir-butir pati yang belum mengalami gelatinisasi dengan sifat birefringence. Bila pengamatan dilakukan tanpa menggunakan polarisator dan alat penganalisa (analisator), maka disebut mikroskop cahaya.

   Derajat putih

  Derajat putih diukur dengan Whitenes Meter (Kett Electric Laboratory (C-100-3). Kalibrasi dilakukan dengan standar warna putih BaSO yang memiliki

  4 derajat putih 100 % (110.8). Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam wadah khusus, dipadatkan, ditutup, kemudian dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar (A).

  A Derajat putih (%) = x 100 % 110

  A= Nilai yang terbaca pada alat

  Total gula (metode fenol sulfat dalam Apriantono, et al., 1989)

  Terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang bahan 5g, tambahkan 20 ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. Disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 200 ml. Dipanaskan di waterbath hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50 ml). Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Dilakukan pengenceran dengan mengambil 1 ml sampel dan ditambahkan 19 ml aquadest kemudian diaduk. Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan cara diambil 1ml sampel, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5%, kocok. Ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan lautan. Dibiarkan selama 10 menit, kocok. Diukur absorbansinya pada 490 nm. Dibuat kurva standart. Kemudian ditentukan total karbohidrat atau total gula sampel (dinyatakan sebagai % glukosa).

  Pengukuran gula pereduksi (metode DNS, dalam Apriantono, et al., 1989)

  Terlebih dahulu dibuat pereaksi DNS dengan cara dilarutkan 10,6 g asam 3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air ditambahkan ke dalam larutan tersebut 106 g NaK-tartarat. 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu 50

  C) dan 8,3 Na-metabisulfit, dicampur merata. Distandarisasi dengan cara dititrasi 3 ml pereaksi jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N. Ditambahkan larutan glukosa standart 0,2 – 5,0 mg/ml.