BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang - Peranan Pendapatan Asli Daerah Dalam Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan ( Studi Analisis : Kabupaten Samosir Tahun 2010-2015)

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Sejak diberlakukannya dua paket Undang-undang dengan perubahan

  paradigma pemerintahan yang baru, yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah memberikan harapan dan sekaligus tantangan kepada pemerintah daerah. Hal demikian agar dapat menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, meningkatkan daya saing antar daerah dalam proses pembangunan dan mendorong pemerataan pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa otonomi adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi.

  Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya pemantapan otonomi daerah. Otonomi daerah ditunjukkan dengan delegasi kewenangan pegambilan keputusan dan administrasi pembangunan serta delegasi pembiayaan pembangunan daerah. Menurut Kaho bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik. Istilah keuangan di sini mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, yang antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan

  1 pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.

  Maka Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

  2 peraturan perundang-undangan.

  Kesenjangan vertikal dan kesenjangan horizontal yang terjadi di kabupaten samosir adalah sebagai akibat kesenjangan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, dan adanya perbedaan potensi antar pemerintah daerah. Dimana hal demikian terlihat pada pajak daerah dan retribusi daerah yang masih mendominasi dalam penerimaan pendapatan asli daerah di kabupaten samosir. Sedangkan untuk komponen lain sebagai salah satu bagian dari beberapa bagian komponen sumber penerimaan yang lain yakni hasil pengelolaam kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami perkembangan yang fluktuatif. Menurut Mardiasmo, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli

  3

  daerah yang sah. Berdasarkan undang-undang 33 tahun 2004 bahwa yang menjadi sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi 1 Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari:

  Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2005. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Yayasan Pembaruan 2 Administrasi Publik Indonesia & Lukman Offset. Hal 66.

  Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Pasal 1 3 Angka 18.

  Saragih, Juli Panglima. 2002. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 132.

  1. Pajak daerah.

  2. Retribusi daerah.

  3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.

  4. Lain-lain PAD yang sah.

  Evaluasi keberhasilan peningkatan penerimaan PAD setiap tahun dapat diketahui dari Laporan Pendapatan Daerah Tahunan yang disusun setiap akhir

  4

  tahun pada tahun anggaran berjalan. Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Desentralisasi fiskal dilakukan melalui Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

  Undang-undang tersebut bertujuan guna untuk mengatasi kesenjangan vertikal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta kesenjangan horizontal antar pemerintah daerah agar terjadi pemerataan (equality) dalam kemampuan fiskal.

  Dalam rangka mengembangkan pendapatan daerah, maka daerah harus mampu menyusun perencanaan pengelolaan pendapatan daerah yang baik, menggali dan meningkatkan penerimaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ada maupun mencari sumber-sumber PAD baru di daerah kabupaten 4 samosir yang didukung dari berbagai stakeholder (pemangku kepentingan) yang Dinas Pendapatan, Keuangan dan Asset Daerah. 2014. Laporan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2013.

  Kabupaten Samosir. Hal 1. ada termasuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pengelola PAD. Peningkatan potensi PAD sudah merupakan suatu prioritas yang perlu mendapat perhatian pada setiap tahun anggaran. Peningkatan penerimaan PAD setiap SKPD pengelola PAD dituntut agar pemungutan pendapatan asli daerah dilaksanakan semaksimal mungkin sesuai Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dengan mengacu pada kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari besarnya potensi perkembangan sumber-sumber pendapatan asli daerah berdasarkan undang-undang sebagai payung hukum yang berlaku di kabupaten samosir semenjak berstatus menjadi daerah otonom, seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.1. Perkembangan Realisasi Sumber-Sumber PAD Di Kabupaten Samosir Periode 2010-2015 (Jutaan Rupiah).

  8

  95.879

  06 9.758.7

  099 1.614.100.9

  2013 5.893.394 .376 9.395.054.

  17.459.630.442

  69 4.663.5 14.863

  047 1.556.240.3

  2012 3.663.739 .163 7.576.136.

  14.201.578.951,5

  Tahun Penerim aan Jenis Komponen Penerimaan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaa n Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lain- lain Pendap atan Asli Daerah Yang Sah

  53

  4.299.3 45.824,

  011 1.063.464.2 85,05

  2011 5.016.902 .831 3.821.866.

  11.813.219.103,0

  80.141

  290 505.514.822 4.008.8

  2010 3.699.504 .850 3.599.319.

  26.661.345.261

  2014

  • - - - - -

  2015

  • - - -
  • - -

  Sumber: Diolah dari perolehan data Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Asset Daerah (DISPENKA) Kabupaten Samosir.

  Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk kabupaten samosir selama periode 2010-2015, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah memperlihatkan tren yang terus meningkat walaupun peningkatannya masih relatif kecil. Namun jika diperhatikan dari sumber-sumber penerimaan daerah tersebut, ternyata pajak daerah dan retribusi daerah masih mendominasi dalam penerimaan pendapatan asli daerah di kabupaten samosir. Sedangkan untuk sumber penerimaan yang lain yakni hasil pengelolaam kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah jelas masih mengalami perkembangan yang fluktuatif.

  Berkaitan dengan sektor ekonomi, potensi pendapatan asli daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah berguna untuk mempercepat pembangunan, kebutuhan akan modal bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, jika digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat dalam menggerakkan perekonomian pada sektor-sektor produksi. Seperti teori pertumbuhan Adam Smith, melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu sumber-sumber alam yang tersedia, sumber-sumber manusiawi dan stok barang kapital. Ketiga unsur tersebut merupakan modal dasar pembangunan ekonomi karena sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi masyarakat dan penduduk harus berperan dalam menggunakan sumber-sumber alam yang tersedia dan harus didukung oleh

  5 stok kapital yang ada.

  Selanjutnya, di sisi lain kapasitas pemerintah sebagai subyek pengelola keuangan di tingkat daerah dapat memanfaatkan organisasi koperasi yang dapat berperanan dalam reformasi sosial dengan menghimpun para pelaku ekonomi rakyat dalam dua aspek. Pertama, secara kolektif menghimpun para pelaku ekonomi rakyat dalam menjual produk-produk yang mereka hasilkan langsung ke konsumen dengan posisi tawar yang kukuh. Kedua, organisasi koperasi dapat menjadi wadah yang bertanggung jawab dalam membeli barang-barang yang diperlukan para pelaku ekonomi rakyat langsung dari para pemasok di sektor modern dengan posisi tawar yang kukuh pula. Melalui operasi organisasi

  6 koperasi, para pelaku penindas dan parasit ekonomi disapu bersih.

  Demikian pula halnya dalam perekonomian, sistem ekonomi kerakyatan lahir di kabupaten samosir yang telah berstatus sebagai daerah otonom sejak tahun 2004. Istilah ekonomi kerakyatan dalam hal ini digunakan oleh pemerintah samosir sebagai salah satu dari beberapa upaya yang termuat dalam misi untuk mencapai visi pada periode tahun 2010-2015 yaitu: “Mengembangkan ekonomi

  5 Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis, Edisi 1, Cetakan Keempat. Yogyakarta: 6 BPFE. Hal 79.

  Arief, Sirtua. 2002. Ekonomi Kerakyatan Indonesia Mengenang Bung Hatta. Surakarta: Universitas Muhammadyah Surakarta. Hal 180. kerakyatan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dengan pengelolaan Sumber

  7 Daya alam (SDA) yang berkelanjutan dan terkendali”.

  Upaya pengembangan ekonomi rakyat khususnya di daerah Samosir merupakan salah satu pekerjaan yang sangat mendesak guna terciptanya ekonomi masyarakat sejahtera dengan prinsip berkeadilan, berdaya saing dan berwawasan lingkungan. Sehingga penting adanya suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasi sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Agar pembangunan yang akan dilaksanakan mempunyai tujuan dan tepat sasaran maka perlu disusun perencanaan untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, serta memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Selain itu perencanaan pengembangan ekonomi rakyat disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

  8 penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

  Oleh karena itu, dengan adanya perkembangan potensi Pendapatan Asli Daerah setiap tahunnya walaupun dengan peningkatannya yang masih relatif kecil, dimana untuk jangka panjang, Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan mampu menjadi sumber pembiayaan daerah yang membiayai sendiri 7 pembangunan sehingga mencapai kesejahteraan masyarakat sesuai visi

  http://www.samosirkab.go.id/2012/index.php/2012-10-31-15-36-21/perekonomian , diakses tanggal 25 Juni 8 2014.

  Dinas Koperasi, Industri, dan Perdagangan. 2014. Rencana Strategis Tahun 20011-2015. Kabupaten Samosir. Hal 1. pemerintah kabupaten samosir dan pada akhirnya dapat mengurangi ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat. Dengan demikian, peneliti mengkonsepkannya dalam sebuah judul penelitian, yaitu “Peranan Pendapatan Asli Daerah Dalam Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan (Studi Analisis : Kabupaten Samosir Tahun 2010-2015)”.

  I. 2. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah merupakan penjelasan dan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan, atau dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pernyataan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah.

  Berdasarkan penjelasan di atas dan berangkat dari latar belakang masalah, peneliti mencoba merumuskan permasalahan yaitu “Mengapa Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mengalami perkembangan yang relatif kecil di Kabupaten Samosir Tahun 2010-2015? Apa Penyebabnya?”.

  I. 3. Pembatasan Masalah

  Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis yaitu :

  1. Memfokuskan penelitian di wilayah kabupaten samosir pada periode pemerintahan tahun 2010-2015.

  2. Hanya mengkaji tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam hal Ekonomi Kerakyatan pemerintahan daerah tingkat II Kabupaten Samosir.

  I. 4. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini mempunyai tujuan :

  1. Menganalisis sehingga mengetahui penyebab perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih relatif kecil di Kabupaten Samosir tahun 2010- 2015.

  2. Menganalisis sehingga mengetahui peranan dan faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi tingkat efektivitas dan efisiensi dalam mengembangkan implementasi ekonomi kerakyatan melalui peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kabupaten samosir.

  3. Menganalisis untuk mengetahui kebijakan publik apa yang digunakan terhadap program atau kegiatan sebagai upaya dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Samosir.

  I. 5. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain :

  1. Bagi pengembangan ilmu, menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi sebuah kajian ilmiah di bidang ilmu politik khususnya tentang Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan di daerah otonom.

  2. Bagi institusi, menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi semua pihak yang terlibat khususnya bagi pemerintahan Kabupaten Samosir dan

  Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya dalam perencanaan pengembangan ekonomi kerakyatan serta pengambilam kebijakan sebagai daerah otonom.

  3. Sebagai bahan acuan dan refrensi bagi penelitian selanjutnya terutama dalam hal meneliti masalah otonomi daerah terutama tentang peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai wujud perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

  I. 6. Kerangka Teori

  Sebagaimana telah dipaparkan pada landasan pemikiran di atas yang kemudian melahirkan rumusan masalah, upaya menganalisis tentang Peran Pendapatan Asli Daerah dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan di pemerintahan daerah Kabupaten Samosir tahun 2010-2015, maka kerangka teori merupakan bagian dari beberapa yang terpenting. Kerangka teori akan memuat teori-teori yang relevan dalam menjelaskan permasalahan yang sedang diteliti, sebagai landasan berpikir atau titik tolak dalam penelitian. Oleh sebab itu, penting disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan

  9 diri dari sudut mana masalah penelitian akan ditelaah.

  Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  I.6.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Menurut Mardiasmo, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang

  diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik 9 daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain H. Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers. Hal 39-40.

  10 pendapatan asli daerah yang sah”. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33

  Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: 1. Pajak daerah.

  2. Retribusi daerah.

  3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.

  4. Lain-lain PAD yang sah.

  Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka daerah harus melakukan maksimilisasi pendapatan asli daerah. Maksimilisasi PAD dalam pengertian bahwa keleluasan yang dimiliki oleh daerah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan PAD maupun untuk menggali sumber-sumber penerimaan yang baru.

  Peningkatan PAD dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai

  11

  berikut:

  1. Intensifikasi melalui upaya: 10 a. Pendataan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah.

  Hariyandi. 2002. Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Kontribusi Daerah Serta Potensinya di Kota Dumai. 11 Tesis Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: FE-UGM. Hal 132.

  Fachri Rangkuti. 2006. Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Penerimaan Daerah Pada Era Otonomi Di Sumatera Utara. Skripsi. Medan: FE-USU. Hal. 9. b. Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi.

  c. Mengintensifikasi penerimaan retribusi yang ada.

  d. Memperbaiki prasarana dan sarana pungutan yang belum memadai.

  2. Penggalian sumber-sumber penerimaan yang baru (ekstensifikasi). Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar tidak menimbulkan ekonomi biaya yang tinggi. Sebab, pada dasarnya tujuan meningkatkan pendapatan daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, upaya ekstensifikasi lebih diarahkan pada upaya untuk mempertahankan potensi daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

  3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan dalam masyarakat.

  1. Pajak Daerah Sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah “ kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

12 Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai

  peranan ganda, yaitu:

  13

  a. Sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary), b. Sebagai alat pengatur (regulatory).

  Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah, setiap pajak harus memenuhi beberapa unsur, yaitu: a. Unsur keadilan (equity), yaitu pajak harus adil baik secara vertikal maupun horizontal. Adil secara vertikal artinya pajak harus dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan adil di antar berbagai sektor yang berbeda pada tingkat atau golongan pendapatan yang sama.

  b. Unsur kepastian (certainty), yaitu bahwa pajak hendaknya dikenakan secara jelas, pasti dan tegas kepada setiap wajib pajak. Hal ini akan menolong pemerintah dalam membuat perkiraan mengenai rencana pendapatan daerah yang akan datang, dan juga akan ada keikhlasan dan usaha yang sungguh- sungguh bagi si wajib pajak dalam membayar pajak.

  c. Unsur kelayakan (convenience), yaitu bahwa wajib pajak harus dengan senang hati membayar pajak kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan para wajib pajak. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menggunakan uang pajak untuk menyediakan pelayanan kepada 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 No. 10. 13 Fachri rangkuti. Op.,Cit, Hal. 10-17.

  masyarakat secara optimal dan masyarakat tahu bahwa uang tersebut tidak diselewengkan penggunaannya.

  d. Efisiens (economy), artinya pajak daerah yang dipungut pemerintah daerah jangan sampai menciptakan biaya pemungutan yang lebih tinggi daripada pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah. Pajak-pajak yang demikian sebaiknya tidak dipungut lagi.

  e. Unsur ketepatan (adequancy), artinya pajak tersebut dipungut tepat pada waktunya dan jangan sampai memperberat anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang bersangkutan.

  Jenis pajak daerah menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah: a. Pajak Propinsi, antara lain:

  1) Pajak kendaraan bermotor, antara lain:  Kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat.

   Kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).

   Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. 2) Bea balik nama kendaraan bermotor, antara lain:  Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen).

  • Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
  • Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

   Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen).

   Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).

  • Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

  3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, antara lain:  Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

   Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tariff pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi.

  4) Pajak Air Permukaan, antara lain:  Jenis sumber air;  Lokasi sumber air;  Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;  Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;  Kualitas air;

   Luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air; dan  Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

  5) Pajak Rokok.

  b. Pajak kabupaten/kota 1) Pajak hotel, 2) Pajak restoran, 3) Pajak hiburan, 4) Pajak reklame, 5) Pajak penerangan jalan, 6) Pajak mineral bukan logam dan batuan, 7) Pajak parkir, 8) Pajak air tanah, 9) Pajak sarang burung wallet, 10) Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan 11) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Tabel 1.6.1. Jenis Pajak Daerah Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang

  10  Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam.

  10

  9. Pajak sarang burung walet

  20

  8. Pajak air tanah

  30

  7. Pajak parker

  25

  6. Pajak mineral bukan logam dan batuan

  1,5

  3  Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri.

  5. Pajak penerangan jalan

  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

  25

  4. Pajak reklame

  10

  75  Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional.

  35  Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa.

  3. Pajak hiburan

  10

  2. Pajak restoran

  10

  1. Pajak hotel

  No Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%)

  10. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan 0,3 perkotaan

  11. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

  5 Disamping jenis atau objek pajak daerah seperti yang disebutkan diatas, daerah juga diberi keleluasan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah: a. Pungutan itu harus bersifat pajak, artinya yang dipaksakan dan balas jasanya tidak dapat langsung ditunjuk.

  b. Objek pajak dan dasar pajak yang baru tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan dan ketahanan. Contoh: pajak atas seluruh komoditi, pajak atas minuman beralkohol.

  c. Potensi pajak tersebut memadai, artinya biaya pemungutannya tidak akan lebih besar daripada penerimaan pajak.

  d. Pajak baru itu tidak berdampak ekonomi negatif, artinya tidak menyebabkan alokasi faktor produksi yang salah dan menghambat pembangunan. Pajak tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor. Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini adalah pajak yang dipungut atas kegiatan ekonomi tertentu tanpa alasan ekonomis atau sosial yang kuat, contoh: pajak atas produksi garam; pajak atas hasil perkebunan; pajak atas produksi semen; pajak atas lalu lintas barang.

  e. Pajak dikenakan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek keadilan (equity) dan kemampuan membayar (ability to pay) si wajib pajak.

  f. Pajak yang dikenakan akan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. Contohnya pajak atas pengambilan hasil hutan lindung.

  g. Objek pajak terletak di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Yang dimaksudkan dengan mobilitas rendah adalah objek pajak yang sulit untuk dipindahkan, misalnya pajak hotel, pajak restoran. Yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya hanya ditanggung oleh masyarakat lokal, misalnya pajak penerangan jalan.

  Perlu diingat bahwa untuk menetapkan kelayakan suatu pajak adalah sejumlah kriteria yang harus dipertimbangkan seperti yang diutarakan Devas (1989) yaitu:

  a. Hasil / perolehan pajak (tax yield), meliputi:

  1) Hasil pajak cukup besar. Pajak yang memberikan hasil yang cukup kecil justru akan menimbulkan inefisiensi dan menciptakan perlawanan pajak

  (tax payer resistance).

  2) Hasil yang lebih pasti dan dapat diprediksi. Hasil pajak hendaknya relatif stabil, tidak berfluktuasi dari tahun ke tahun agar mudah dalam melakukan rencana pembelanjaan. 3) Elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan kenaikan pendapatan.

  4) Perbandingan antara biaya pungut (collection cost) dengan hasil pajak (tax yield) kecil.

  b. Keadilan (equity) 1) Tax base (Dasar Pengenaan Pajak) dan kewajiban wajib pajak harus jelas.

  2) Horizontal equity. Pajak yang dilakukan harus menciptakan keadilan horizontal, yaitu mereka yang kondisi ekonominya sama memiliki beban pajak yang sama. 3) Vertical equity. Beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar, yang kaya harus membayar pajak lebih tinggi dari yang miskin. 4) Benefit principle. Mereka yang menikmati fasilitas publik secara lebih baik harus membayar pajak lebih tinggi.

  c. Daya guna ekonomi (economic efficiency economic neutrality). Pajak hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara produktif dan tidak mengganggu perekonomian. Sistem perpajakan hendaknya memberikan netralitas ekonomi sehingga mengurangi distorsi ekonomi.

  d. Kemampuan melaksanakan (ability to implement).

  1) Adanya political acceptability untuk menerapkan pajak. 2) Terdapat dukungan kapasitas administrasi dan skill aparat pajak yang memadai.

  e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source).

  1) Harus jelas pemerintah daerah mana yang harus menerima pajak. 2) Kedudukan objek pajak jelas agar pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari satu daerah ke daerah lain.

  f. Masalah tarif pajak berbeda (the problem of differential tax rates).

  g. Pengaruh tempat (lokasi) terhadap beban pajak (location responses to taxation).

  Jika jenis pajak atau tarif pajak berbeda-beda untuk tiap daerah, maka pembayar pajak cenderung untuk mengurangi beban pajak. Idealnya, pajak daerah dapat meminimalkan distorsi yang menyebabkan masyarakat dan pelaku bisnis meninggalkan suatu daerah.

  h. Masalah keadilan antar wilayah (the problem of inter-regional equity).

  Beberapa pemerintah daerah memiliki potensi pajak daerah yang lebih besar dari yang lainnya. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan- perbedaan antar daerah dari segi potensi masing-masing daerah. i. Kapasitas untuk mengimplementasikan (capacity to implement).

  Sistem pengenaan pajak terdiri dari: 1) Pajak progresif, yaitu sistem pengenaan pajak dimana semakin tingginya dasar pajak (tax base) seperti tingkat penghasilan wajib pajak, harga barang mewah dan sebagainya, akan dikenakan pungutan pajak yang semakin tinggi persentasenya.

  2) Pajak proporsional, yaitu sistem pengenaan pajak dimana tarif pajak (dalam %) yang dikenakan tetap sama besarnya walaupun nilai objek pajaknya berbeda-beda.

  3) Pajak regresif, yaitu sistem pengenaan pajak dimana walaupun nilai atau harga objek pajak meningkat dan jumlah pajak yang dibayar wajib pajak juga meningkat, namun dalam arti persentase jumlah pajak yang di bayar itu semakin kecil.

  2. Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Menurut Undang-undang Nomor

  28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud dengan retribusi daerah yang selanjutnya disebut “retrbusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

  14 badan”.

  Jadi, dalam hal retribusi daerah balas jasa dengan adanya retribusi tertsebut dapat langsung ditunjuk. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan tertentu memang melalui jalan dimana retribusi jalan tersebut dipungut, retribusi pasar dibayar karena ada pemakaian ruangan pasar tertentu oleh si pembayar retribusi. Tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya. Semakin efisien pengelolaan pelayanan publik di suatu daerah, maka semakin kecil tarif retribusi yang dikenakan. Jadi sesungguhnya dalam hal pemungutan iuran retribusi itu dianut asas manfaat (benefit principles). Dalam asas ini besarnya pungutan ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Namun, yang menjadi persoalannya ialah dalam menentukan berapa besar manfaat yang diterima oleh orang yang membayar retribusi tersebut dan menentukan berapa besar pungutan yang harus dibayarnya.

  15 Untuk menilai manfaat harus ditempuh melalui beberapa langkah, yaitu: a. Diidentifikasi manfaat fisik yang dapat diukur besarnya.

  14 15 UU No. 28 Tahun 2009., op.,cit. No 64.

  Fachri rangkuti.,op.cit. Hal 19-21. b. Diterapkan nilai rupiahnya dengan cara menggunakan harga pasar, atau harga barang pengganti, atau dengan mengadakan survei tentang kesediaan membayar

  (willingness to pay).

  Ada terdapat 3 Objek dan Golongan Retribusi Daerah Menurut Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108, diantaranya: 1) Retribusi Jasa Umum; 2) Retribusi Jasa Usaha; dan 3) Retribusi Perizinan Tertentu.

  1. Retribusi Jasa Umum

  16 Adapun yang termasuk dalam jenis retribusi jasa umum antara lain:

  a. Pelayanan kesehatan,

  b. Pelayanan persampahan/kebersihan,

  c. Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan akta catatan sipil, d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat,

  e. Pelayanan parkir di tepi jalan umum,

  f. Pelayanan pasar,

  g. Pengujian kendaraan bermotor,

  h. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran, i. Penggantian biaya cetak peta, 16 j. Penyediaan dan/atau penyedotan kakus, UU No. 28 Tahun 2009., op.,cit. Pasal 110. k. Pengolahan limbah cair, l. Pelayanan tera/tera ulang, m. Pelayanan pendidikan, dan n. Pengendalian menara telekomunikasi.

  2. Retribusi Jasa Usaha

  17 Adapun yang termasuk dalam jenis retribusi jasa usaha, antara lain:

  a. Pemakaian kekayaan daerah,

  b. Pasar grosir dan/atau pertokoan,

  c. Tempat pelelangan,

  d. Terminal,

  e. Tempat khusus parkir,

  f. Tempat penginapan/pesanggrahan/villa,

  g. Rumah potong hewan,

  h. Pelayanan kepelabuhan, i. Tempat rekreasi dan olahraga, j. Penyeberangan di air, k. Penjualan produksi usaha daerah.

  3. Retribusi Perizinan Tertentu

  18 Jenis Retribusi Perizinan tertentu yang dapat dipungut retribusinya antara lain:

  a. Izin mendirikan bangunan, 17

  b. Izin tempat penjualan minuman beralkohol, 18 Ibid., Pasal 127.

  Ibid., Pasal 141. c. Izin gangguan,

  d. Izin trayek, dan e. Izin usaha perikanan.

  Retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau regresif berdasarkan potensi kemampuan pembayar retribusi. Sebagai misal retribusi sampah dapat dikenakan tarif yang lebih tinggi di daerah perumahan elit dan lebih rendah di daerah perumahan tipe sederhana.

  3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Sumber penerimaan PAD lainnya yang menduduki peranan penting setelah pajak daerah dan retribusi daerah adalah bagian pemerintah daerah atas laba BUMD. Tujuan didirikannya BUMD adalah dalam rangka menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah. Selain itu, BUMD juga merupakan cara yang lebih efisien dalam melayani masyarakat, dan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah. Jenis penerimaan yang termasuk hasil-hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara

  19 lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.

  4. Lain-lain PAD Yang Sah Menurut Halim, “Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah”. Jenis pendapatan ini meliputi

  20 19 objek pendapatan berikut: 20 Fachri Rangkuti., op.cit., Hal 21.

  Munir, Dasril., Djuanda., Tangkilisan. 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: YPAPI. Hal 69.

  1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan; 2) Penerimaan jasa giro; 3) Penerimaan bunga deposito; 4) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; 5) Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah.

  Selanjutnya, merujuk pada perspektif Mardiasmo dan Makhfatih telah pula menguraikan bahwa: “Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variable-variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi), dan yang tidak dapat dikendalikan (variabel-variabel non-ekonomi)

  21 yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah”.

  Sementara itu Widayat menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya.

  Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah sehingga maksimal yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara

21 Hariyandi., op. cit,. Hal 81.

  ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek

  22 retribusi atau pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru.

I.6.2. Ekonomi Kerakyatan

  Dalam uraian mengenai misi pasal 33 UUD 1945, yaitu: “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

  23

  sebesar-besar kemakmuran rakyat”, selalu ditekankan bahwa pasal ini berisi politik perekonomian untuk mencapai kemakmuran rakyat. Maksud dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan material dan kebutuhan dasar. Tetapi, upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar- besarnya, sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat (banyak), bukan kemakmuran seorang. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, bagi kemakmuran bagi semua orang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang lainnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.

  Kemakmuran lebih urgen dari pada ekonomi atau kemakmuran, terbukti dari terbentuknya kementerian kemakmuran yang menguasai masalah-masalah ekonomi pada awal kemerdekaan dan bukan kementerian ekonomi. Pasal 33 dan penjelasannya yang berjudul kesejahteraan social menyebutkan kemakmuran 22 rakyat yang tingkatnya memang sangat rendah pada awal kemerdekaan, dan 23 Ibid., Hal 120.

  UUD’45., Amandemen I, II, III, IV: Hal. 36-37. perekonomian disusun untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 34 yang termasuk yang termasuk dalam bab kesejahteraan sosial menegaskan, bahwa apabila melalui upaya-upaya politik perekonomian dan politik kemakmuran, ada sebagian anggota masyarakat yang miskin dan terlantar, maka negara berkewajiban untuk memeliharanya. Inilah “kewajiban sosial” negara yang jika ditambah ketentuan pasal 27 ayat 2 menjadi semacam ukuran berhasil tidaknya negara atau pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan sosial seluruh rakyat. Kesejahteraan sosial menyangkut pemenuhan kebutuhan materiil yang harus

  24 diatur dalam organisasi dan sistem ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan.

  Secara singkat dapatlah disimpulkan bahwa Negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui empat cara, yaitu:

  1. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

  2. Penguasaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya.

  3. Pemeliharaan fakir miskin dan anak terlantar.

  4. Penyediaan lapangan kerja.

  Masalah yang selalu dipertanyakan adalah bagaimana menyelenggarakan kesejahteraan tersebut. Telah banyak ditulis perlunya dibedakan antara menguasai dan memiliki. Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan ada pada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan 24 kepentingan umum. Inilah prinsip dasar dalam ekonomi. Soal peningkatan tenaga

  Mubyarto, 1997. Ekonomi Kerakyatan Program IDT dan Demokrasi Indonesia, Ed. II, Cet. I, Yogyakarta: Aditya Media, Hal. 20. beli dan pembukaan lapangan kerja baru seluas mungkin, telah digariskan oleh panitia pemikir siasat ekonomi yang dibentuk tahun 1974 dan diakui oleh

25 Muhammad Hatta sendiri.

  “Pembangunan harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga pada penutup rencana lima tahun pertama yang didasarkan ide ini pendapatan nasional naik merata dengan lima belas persen. Merata, sebab pendapatan seluruhnya, yaitu

  26 tenaga belinya, harus bertambah lima belas persen”.

  Merujuk pada kutipan diatas jelas bahwa politik ekonomi perlu memprioritaskan upaya peningkatan daya beli rakyat, merupakan salah satu jaminan bagi politik kemakmuran yang bersifat kerakyatan. Apabila cara melaksanakan politik kemakmuran yang demikian itu dilaksanakan konsekuen, maka pertumbuhan ekonomi merupakan kebijakan ekonomi yang tidak bisa diterima Muhammad Hatta karena pendapatan nasional keseluruhannya bisa bertambah, sedangkan pendapatan rakyat masing-masing ditekan serendah- rendahnya. Ini tidak sesuai dengan cita-cita kemakmuran rakyat, yang tertanam

  27 dalam UUD 1945.

  Sesudah kemerdekaan, Muhammad Hatta berusaha keras untuk membangun ekonomi rakyat terutama melalui usaha-usaha koperasi di segala bidang, semuanya diusahakan sebagai usaha realisasi perekonomian berasas 25 kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 UUD 1945. Koperasi inilah

  Sri Edi Swasono, 13 Juli 1988. Demokrasi Ekonomi, Komitmen dan Pembangunan Indonesia, Pidato 26 Pengukuhan Guru Besar, UI, Hal. 6. 27 Mohammad Hatta, Ekonomi Terpimpin, Djakarta : Fasco, Cet. II, 1960, Hal. 55.

  Ibid, Hal. 56. pengejawantahan perekonomian rakyat yang dipercaya oleh Muhammad Hatta sebagai soko guru perekonomian nasional atau sebagai tiang penyangga utama ketahanan ekonomi bangsa yang merdeka. Koperasi adalah wadah kegiatan ekonomi rakyat yang mengarah pada nilai pemberdayaan dan kesejahteraan.

  Muhammad Hatta mengatakan bahwa gerakan koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan adalah gerakan demokrasi dan sukarela dan tidak dapat dipaksakan.

  Sistem suka rela itulah, beserta menanam rasa cinta kepada masyarakat yang ditanam dalam jiwa anggota-anggota koperasi, yang mendorong perkembangan

  28 koperasi dimana-mana.

  Menurut Muhammad Hatta untuk menghidupkan koperasi dengan baik,

  29

  harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:

  1. Rasa solidaritas, rasa setia kawan,

  2. Individualisme, tahu harga diri,

  3. Kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan self-help-tolong diri sendiri dan oto-aktivitas, guna kepentingan bersama,

  4. Cinta kepada masyarakat, yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri atau golongan sendiri,

  5. Rasa tanggung jawab moril dan sosial.

  28 29 Muhammda Hatta. 2002. Kumpulan Pidato III, Cet. II, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. Hal. 219.

  Ibid. Lihat juga I Wangsa Widjaya. Op. cit., Hal. 124.

I.6.2.1. Program Ekonomi Kerakyatan

  Muhammad Hatta sebagaimana dikutip oleh Sirtua Arief dalam bukunya “ekonomi kerakyatan indonesia mengenang bung Hatta” mengemukakan bahwa

  30

  ekonomi kerakyatan memiliki beberapa program diantaranya:

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Strategi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) Kabupaten Toba Samosir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui Penerimaan Pajak Hotel

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir

0 14 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Komposisi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Konsentrasi Belanja Daerah Terhadap Penggunaan Anggaran Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

0 0 13

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Kebijakan Politik Hugo Chavez Dalam Penanggulangan Krisis Ekonomi Venezuela (1998-2008)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial di Kabupaten Samosir

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Mandiri (PKLM) - Prosedur dan Peranan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Asahan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Politik Anggaran Kabupaten Samosir Tahun Anggaran 2012 Beserta Perubahannya

0 0 21

BAB II DESKRIPSI LOKASI 2. 1. Gambaran Umum dan Sejarah Kabupaten Samosir - Peranan Pendapatan Asli Daerah Dalam Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan ( Studi Analisis : Kabupaten Samosir Tahun 2010-2015)

0 0 22