Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) (Studi Pada Kelurahan Rambung, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi ).

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) (Studi Pada Kelurahan Rambung, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi )

S K R I P S I

OLEH :

ZURAIDA LUBIS

040903039

Departemen Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 8

I.3. Tujuan Penelitian ... 9

I.4. Manfaat Penelitian ... 9

I.5. Kerangka Teori ... 10

I.5.1. Partisipasi ... 10

I.5.1.1. Pengertian Partisipasi ... 10

I.5.1.2. Bentuk Partisipasi Masyarakat ... 15

I.5.1.3. Tangga Partisipasi ... 17

I.5.1.4. Pentingnya Partisipasi Dalam Pembangunan ... 20

I.5.2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 22

I.5.2.1. Visi dan Misi P2KP ... 24

I.5.2.2. Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip Yang Melandasi P2KP ... 25

I.5.2.3. Tujuan ... 27


(3)

I.5.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan (P2KP) ... 31

I.6. Defenisi Konsep ... 34

I.7. Defenisi Operasional ... 36

I.8. Sistematika Penulisan ... 37

BAB II. : METODE PENELITIAN ... 38

II.1. Bentuk Penelitian ... 38

II.2. Lokasi Penelitian ... 38

II.3. Populasi dan Sampel ... 38

II.3.1. Populasi ... 38

II.3.2. Sampel ... 39

II.4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

II.5. Teknik Analisa Data ... 41

BAB III. : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 42

III.1. Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi ... 42

III.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis ... 42

III.1.2. Hidrologi ... 43

III.1.3. Wilayah dan Pemerintahan ... 43

III.2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 48

BAB IV : PENYAJIAN DATA ... 55

IV.1. Penyajian Data Identitas Responden ... 55

IV.2. Hasil Wawancara Dengan Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 59


(4)

IV.3. Hasil Jawaban Dari Responden Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

Melalui Teknik Angket ... 66

BAB V : ANALISA DATA ... 79

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

VI.1. Kesimpulan ... 89

VI.2. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA


(5)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah.

Seiring dengan adanya tuntutan globalisasi, maka negara sedang berkembang dituntut untuk mampu bersaing dengan negara maju. Seperti apa yang diutarakan Brewer (Budiman, 2004 : 108) bahwa sistem dunia yang ada sekarang adalah sistem kapitalisme global, dimana sistem dunia inilah yang sekarang menjadi kekuatan yang menggerakkan negara-negara di dunia. Oleh karenanya negara-negara yang sedang berkembang harus segera mencari cara agar tetap bertahan terhadap perkembangan dunia. Jika tidak, gejala ketergantungan kembali akan terjadi pada negara-negara yang tidak sanggup beradaptasi, hingga berujung pada keterbelakangan.

Ketergantungan atau depedensi yang mengikat negara sedang berkembang kepada negara maju harus segera dilepaskan. Pelepasan ketergantungan itu ditujukan untuk kemandirian negara sedang berkembang dalam menghadapi persaingan global. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk melepaskan ketergantungan tersebut adalah dengan jalan menerapkan sistem pemberdayaan masyarakat pada sendi-sendi kehidupan pembangunan negara sedang berkembang. Pemberdayaan itu bertujuan untuk menyiapkan sejak dini masyarakat yang siap dan memiliki kemampuan untuk

survive dalam menghadapi globalisasi sekaligus untuk mewujudkan sense of community pada masyarakat. Karena melalui pemberdayaan, peran serta masyarakat akan semakin besar didalam pembangunan hingga nantinya menimbulkan rasa tanggung jawab bersama dalam mewujudkan pembangunan tersebut.


(6)

Teori pembangunan yang mengusung pemberdayaan masyarakat untuk menghentikan ketergantungan negara sedang berkembang terhadap negara maju, salah satunya terlihat jelas melalui teori Bottom Up, atau teori pembangunan yang mengutamakan kepada peran serta masyarakat dalam menciptakan program-program pembangunan. Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa masyarakat lebih memahami kebutuhan mereka sehingga masyarakat diikutsertakan dalam pembuatan program pembangunan agar program pembangunan tersebut tepat guna. Selain itu dengan diikutsertakannya masyarakat dalam pembuatan program pembangunan, maka masyarakat merasa lebih dilibatkan dalam program pemerintah, sehingga timbul rasa tanggung jawab serta kecintaan, kebersamaan dan rasa memiliki masyarakat terhadap lingkungannya. Dalam teori Bottom Up, pemerintah sebagai pencipta sarana tercapainya aspirasi masyarakat, dan pemerintah juga yang membuat kebijakan program selanjutnya. Jadi pada teori ini, pemberdayaan masyarakat sudah mulai diwujudkan dalam praktek pembuatan program pembangunan berupa saran dan masukan tentang kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya pemberdayaan masyarakat diteruskan dengan teori Top Down

yang mendasarkan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pihak pemerintah dalam hal pembangunan harus dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga masyarakat disini bertugas selain sebagai pelaksana kebijakan juga sebagai pemberi respon balik atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Teori ini melihat implementasi penerapan kebijakan dari sisi birokrasi. Penerapan kebijakan dari sisi birokrasi ini dapat dilihat melalui mekanisme kerja sistem politik yang dimulai dari mengalirnya input berupa tuntutan ataupun dukungan yang diusulkan oleh kelompok-kelompok kepentingan


(7)

ataupun parpol berwujud kepentingan khusus yang harus diartikulasikan hingga menjadi usulan yang sifatnya umum kemudian dimasukkan kedalam proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh badan legislatif dan eksekutif (tahap konversi). Maka dalam tahap ini input berubah menjadi output dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan. Kebijakan itu lalu dilaksanakan oleh birokrasi. Dalam hal ini nantinya terdapat feedback (umpan balik) yang dipengaruhi oleh lingkungan hingga menghasilkan tahapan baru yakni input, konversi serta output

kembali. Jadi nantinya aspirasi masyarakat tersebut dapat terealisasi berwujud kebijakan.

Apabila kedua teori ini dihubungkan, maka dituntut suatu program pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini masyarakat tidak hanya berkedudukan sebagai obyek program, tetap ikut serta menentukan program yang cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program apakah akan berlanjut atau berhenti tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.

Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan (Molejarto : 1994). Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang dikenal dengan


(8)

P2KP. Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalam tiap-tiap langkah pelaksanaan P2KP atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklus/tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Masyarakat. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap Pembentukan dan Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Dalam pelaksanaan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, P2KP meletakkan sasaran utamanya kepada KSM yang merupakan masyarakat tergolong kalangan ekonomi lemah untuk ditumbuhkan kemandiriannya. Sehingga bukan masyarakat miskin secara perseorangan yang akan diberdayakan, melainkan sejumlah orang dalam masyarakat yang tergabung dalam suatu wadah KSM yang dikenai tindakan (treatment).

Pada hakekatnya, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin di capai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut harus memenuhi kriteria sebagai pemanfaat program, serta bertujuan mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi.


(9)

KSM sendiri merupakan sebuah wadah yang dibentuk atas dasar semangat dan keinginan bersama untuk berbuat mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik. Kelompok ini dibentuk karena adanya kesadaran mendalam pada diri setiap orang, bahwa kebersamaan akan membantu mereka mengatasi kemiskinan dan berbagai persoalan yang dihadapinya. Kesadaran akan kebersamaan ini akan menjadi perisai yang menghiasi setiap perjalanan siklus di P2KP. Pembentukan KSM sendiri yang akan menjadi pemanfaat dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) harus menjadikan kebersamaan sebagai keyword, baik dalam konsep maupun opersional kegiatannya. Perlu disadari bahwa KSM memiliki posisi strategis dalam pelaksanaan P2KP. Bahkan, keberhasilan KSM akan menjadi tolak ukur keberlangsungan program ini di masyarakat. Dikatakan demikian, karena di dalam KSM itulah semua nilai-nilai luhur akan diuji. Kepedulian, keadilan, rasa tanggungjawab serta kebersamaan akan sangat berperan ketika KSM melaksanakan kegiatannya. Ketika nilai-nilai tersebut ternyata tidak muncul dalam aktivitas pemanfaatan dana yang dilakukan KSM, maka dimungkinkan proses pembelajaran di masyarakat akan terhambat

Secara psikologis, anggota KSM harus menyadari bahwa rasa kebersamaan, kepedulian dan kasih sayang merupakan dasar bagi pertemuan mereka dalam kelompok yang dibentuknya, dan tanpa itu semua keberadaan mereka di KSM tidak banyak memberikan makna. Perlu disadari, KSM tidak sama dengan kelompok swadaya lainnya, termasuk koperasi. Jika di dalam koperasi keanggotaan berkumpul

. Jika hal ini terjadi, maka keberlangsungan program akan terancam, bahkan terpaksa berjalan mundur. Guna menghindari hal tersebut maka pembentukan KSM harus didasarkan pada berbagai pertimbangan.


(10)

karena keinginan bersama untuk mensejahterakan ekonomi anggotanya dengan mengorientasikan perolehan keuntungan material, maka di dalam KSM keanggotaan berkumpul karena keinginan untuk menumbuhkan kebersamaan dan kepedulian demi terwujudnya perubahan dan kesejahteraan.

Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Rambung Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara. Kelurahan Rambung yang terdiri dari sepuluh lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri hingga kebersamaan dan kepedulian bahwa masyarakat mampu melaksanakan penyusunan suatu program.

Secara teknis, Program P2KP Reguler di Kelurahan Rambung dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus 2006 hingga 2008 ini. Adapun untuk penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada Kelurahan Rambung dilakukan melalui 3 tahap, yakni BLM Tahap I, II, dan III. Nantinya pada masing-masing tahap, berdasarkan konsep Tridaya, dibagi lagi menjadi 3 jenis bantuan yakni BLM untuk bantuan sosial, lingkungan, serta ekonomi. Disetiap BLM inilah terdapat atau terdiri dari beberapa KSM. Pada BLM Tahap I, pembentukan dan pengembangan KSM dilakukan dari bulan November hingga Desember 2006. Lalu, pada BLM Tahap II pembentukan dan pengembangan KSM dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2007, sedangkan


(11)

untuk BLM Tahap III pembentukan dan pengembangn KSM pada bulan Februari hingga Maret 2008.

Terdapat pengakuan dari seorang fasilitator yang dalam hal ini mempunyai peran sebagai pendamping berjalannya program (pra penelitian, 11 Januari 2008, wawancara dengan Khairani), bahwasanya terdapat kendala dalam perealisasian program, misalnya pada penyaluran BLM untuk jenis bantuan lingkungan berupa KSM pembuatan jalan setapak dalam penyaluran Tahap III di Kelurahan Rambung. Sesungguhnya, dana bantuan untuk jenis BLM lingkungan ini digunakan dalam pembelian atau penyediaan material bangunan, sedangkan untuk pengerjaannya dirumuskan sebagai bagian dari partisipasi atau swadaya masyarakat dalam bentuk gotong royong. Namun permasalahan yang timbul, yakni nilai partisipasi melalui gotong royong sebagai wujud swadaya masyarakat itu belum dapat terwujud, karena diketahui pada saat pelaksanaan tahap KSM tersebut yang timbul malah kesepakatan sistem upah untuk pengerjaan bantuan jenis BLM lingkungan ini. Hal demikian disebabkan karena, masyarakat yang menjalankan pengerjaan bantuan ini sesuai dengan konsep KSM itu sendiri merupakan masyarakat ekonomi lemah, sehingga mereka juga memikirkan keberlangsungan hidup mereka apabila dalam seharinya hanya gotong royong tanpa menghasilkan uang untuk kebutuhan makan mereka. Disini dapat dipertanyakan, seperti apa bentuk partisipasi yang dipahami serta dilakukan masyarakat.

Kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan Rambung serta hasil


(12)

akhirnya dan juga bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri melihat lebih jauh berjalannya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada P2KP Kelurahan Rambung, juga sehubungan dengan berlangsungnya tahap tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan yakni penyaluran BLM Tahap III.

I. 2. Perumusan Masalah.

Untuk mempermudah penelitian dan agar penelitian memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Rambung, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi.

2. Bagaimanakah keberlangsungan dari pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Kelurahan Rambung dilihat dari unsur partisipasi masyarakatnya.

3. Bagaimanakah hasil akhir dari pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Kelurahan Rambung dilihat dari unsur partisipasi masyarakatnya.


(13)

I. 3. Tujuan Penelitian

.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Rambung.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang dilakukan di Kelurahan Rambung.

3. Untuk mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat di dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Rambung.

I. 4.Manfaat Penelitian.

Disamping tujuan yang hendak dicapai diatas, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Departemem Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dalam menjalankan berbagai program penanggulangan kemiskinan, khususnya kepada


(14)

Kelurahan Rambung dan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, serta sebagai masukan bagi penyelenggaraan berbagai program kemiskinan kedepan.

3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

I. 5. Kerangka Teori I. 5. 1. Partisipasi

I. 5. 1. 1. Pengertian Partisipasi

Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, take a part

yang artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Menurut Davis (Sastroputro, 1998), mengemukakan bahwa partisipasi “as a mental and emotional involvement of a earson in a groupsituation which encourages him a contribute to group goals and share responsibility in them”. Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Menurut Sastroputro (1998), mengemukakan defenisi partisipasi yang dikutip beberapa ahli sebagai berikut:

1. Achmadi, menyatakan partisipasi dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama. Swadaya adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar pemenuhan kebutuhan.


(15)

2. Alstaire White, menyatakan partisipasi adalah keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaanya terhadap proyek-proyek pembangunan.

3. Santoso Sastroputro, menyatakan partisipasi adalah keterlibatan spontan dalam kesadaran disertai dengan tanggungjawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

4. Daryono menyatakan partisipasi berarti keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan, menentukan kebutuhan, menentukan tujuan dari prioritas, dalam rangka mengeksploitasi sumber-sumber potensial dalam pembangunan.

Adapun Oakley, dalam Modul P2KP 2006 mengartikan partisipasi ke dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :


(16)

a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan) b. Sumbangan materi (dana, barang, alat)

c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja) d. Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pembangunan

3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan..

Secara umum ada 2 (dua) jenis defenisi partisipasi yang beredar di masyarakat, menurut Loekman (1995), yaitu :

1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.

2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada


(17)

tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.

Sebelumnya sangat penting diketahui defenisi dari masyarakat itu sendiri. Adapun menurut Sadeli (Masyurdin, 1994:43), masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya. Sedangkan Ralph Linton, menyatakan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri sendiri, dan mereka menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dalam wilayah tertentu, dimana terdapat kesadaran bahwa mereka adalah satu kesatuan sosial dan memiliki sistem kesatuan serta sistem kebudayaan sendiri yang selalu berubah.

Diketahui bahwasanya pengertian dari partisipasi juga telah mengalami berbagai penyimpangan sehingga lebih mendekati apa yang sering disebut sebagai “mobilisasi“ atau malah sering sekali diartikan sebagai “rekayasa sosial”, dimana masyarakat tetap saja didudukkan sebagai objek pembangunan.

Oleh karenanya terdapat beberapa pengertian partisipasi yang dapat dipakai atau dirumuskan oleh Parwoto, dalam modul P2KP 2006 berjudul Pengorganisasian Masyarakat sebagai berikut :

a. Pelibatan diri pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama.

b. “Voluntary involvement of people in making and implementing decisionis directly affecting there lives…. Pelibatan secara sukarela oleh masyarakat dalam


(18)

pengambilan dan pelaksanaan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

c. “A voluntary process by which people including the disadvantaged ( income,

gender, ethnicity, education ) influence or control the decisions that affect them . Suatu proses yang wajar dimana masyarakat termasuk yang kurang beruntung (penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung. Sehingga partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintahan maupun pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :

a. Bersifat proaktif, dan bukan reaktif, yang artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak.

b. Ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat. c. Ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut.

d. Ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan setara.

Terkait dengan uraian di atas, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen yang penting dalam pembagian masyarakat. Menurut Adi (2001), partisipasi


(19)

masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat dari dalam 4 (empat) tahap yaitu :

1. Tahap assesment.

Dilakukan dengan mengidentifikasikan masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk itu masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

2. Tahap alternatif program atau kegiatan.

Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa alternatif program. 3. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan.

Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaanya di lapangan.

4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil).

Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan.

I. 5. 1. 2. Bentuk Partisipasi Masyarakat.

Menurut Davis, yang dikutip oleh Sastroputro (1998), bahwa bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:

a. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa. b. Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu (dermawan, pihak ketiga).


(20)

d. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh komuniti (biasanya diputuskan oleh komuniti, antara lain rapat desa yang menentukan anggarannya).

e. Sumbangan dalam bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.

f. Aksi masa.

g. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri. h. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock, dalam Modul P2KP 2006, disebutkan bahwa secara garis besar terdapat 3 (tiga) jenis partisipasi, yaitu: 1. Partisipasi Teknis.

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat.

2. Partisipasi Asli.

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat didalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah dan ideologis, secara bersamaan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan berotonomi.


(21)

3. Partisipasi Semu.

Partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat hanya sekedar objek.

I. 5. 1. 3. Tangga Partisipasi

Dalam modul P2KP 2006 berjudul Pengorganisasian Masyarakat oleh Parwoto, dikatakan bahwa konsep yang luas mengenai partisipasi, telah menempatkan partisipasi sebagai sebuah kata yang tidak jelas yang memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Dalam beberapa hal partisipasi telah menjadi beberapa konsep yang omnibus (apapun dapat disebut partisipasi). Salah satu cara untuk memahami partisipasi adalah dengan menggunakan “tangga partisipasi“. Tangga partisipasi memperlihatkan relasi antara warga dengan pemerintah dalam formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik.

Sejak diperkenalkan oleh Sherry Arnstein, kurang lebih 20 tahun yang lalu banyak pihak yang mencoba merumuskan tangga partisipasi. Sherry Arnstein yang seorang sosiolog mencoba membuat jenjang partisipasi dalam delapan jenjang, dimana tingkat terendah adalah manipulasi atau rekayasa sosial dan yang tertinggi adalah bila terjadi kontrol sosial atau pengendalian oleh masyarakat. Kemudian delapan jenjang tersebut dikelompokkan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok sebagai berikut:

1. Non-partisipan yakni sebagai kelompok yang paling rendah.


(22)

a. Manipulasi/rekayasa sosial, adalah pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai objek pembangunan dan dimanipulasi agar sesuai dengan harapan program yang telah dirumuskan oleh pengambil keputusan (pemerintah).

b. Terapi, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa (orang sakit) dan harus percaya terhadap apa yang diputuskan oleh pemerintah (dokter).

2. Tokenism atau yang memiliki kadar haidah sebagai kelompok menengah. Termasuk didalamnya secara berjenjang dari yang terendah adalah:

a. Informasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan pemberian informasi akan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti pemasyarakatan program dan lain-lain.

b. Konsultasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi mengenai apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di lokasi yang bersangkutan.

c. Penentraman, yaitu pendekatan pembangunan dengan misalnya merekrut tokoh-tokoh masyarakat untuk duduk dalam panitia pembangunan sebagai upaya menentramkan masyarakat tetapi keputusan tetap ditangan pemerintah. 3. Kadar Kedaulatan Rakyat yakni sebagai kelompok yang tertinggi.

Termasuk didalamnya secara berjenjang mulai dari yang terendah adalah:

a. Kerjasama, yaitu pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan yang setara sehingga keputusan dimusyawaratkan dan diputuskan bersama.


(23)

b. Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

c. Kontrol sosial, yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian pembangunan ada ditangan masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwasanya partisipasi baru benar-benar terjadi apabila memiliki kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial (social control/citizen control) dimana keputusan penting dan pengendalian pembangunan ada ditangan masyarakat.

Para praktisi juga umumnya menerima bahwa tangga yang lebih tinggi merupakan wujud dari kualitas partisipasi yang lebih tinggi. Tetapi para praktisi juga dapat menerima bentuk partisipasi yang lebih rendah dalam situasi sosial politik sejauh bentuk tersebut merupakan salah satu strategi untuk mendorong partisipasi yang lebih luas.

Tabel. I.1. Tangga Partisipasi (Leader of Participation) oleh Sherry Arnstein Kontrol sosial

Pendelegasian Kadar Kedaulatan Rakyat

Kerjasama

Penentraman (placation)

Konsultasi Kadar Hadiah

Informasi

Terapi Non Partisipasi

Manipulasi/rekayasa sosial


(24)

I. 5. 1. 4. Pentingnya Partisipasi dalam Pembangunan.

Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi (economic growth) menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan kemerataan dalam pembagian manfaat pembangunan, maka berkembanglah berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.

Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development

dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas dan dengan era

partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga, dan menempatkan warga sebagai subyek dalam proses pembangunan (Korten : 1986).

Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan (Molejarto : 1994). Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang dikenal dengan P2KP.


(25)

Conyers (1991) menyebutkan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan yaitu:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal

2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut. Kepercayaan semacam ini adalah penting khususnya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai untuk turut “urun rembug“ (memberikan saran) dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.

Sementara itu, Yeremias T. Keban melalui kolom tanggapan terhadap topik Partisipasi Masyarakat yang dikutip dalam diskusi publik LGSP USAID (2007:1), menyebutkan bahwa pentingnya partisipasi masyarakat meliputi sebagai berikut: 1. Partisipasi sangat diperlukan dalam rangka demokrasi, bahkan beberapa dekade

lalu Berelson pernah mengatakan bahwa partisipasi adalah syarat mutlak untuk suatu kehidupan demokrasi. Untuk Indonesia yang sudah menerima ideologi demokrasi, maka partisipasi mau tidak mau harus diterima dan dipraktekkan dalam sistem politik, administrasi pemerintahan dan dalam proses pengambilan


(26)

keputusan publik. Partisipasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kepemerintahan.

2. Secara teoritis, partisipasi memberi pengaruh positif terhadap kinerja/pencapaian hasil dan kepuasan. Artinya, semakin menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasaan.

3. Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust. Ketika masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu, kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan itu karena mereka diberi keleluasan untuk menyampaikan berbagai pendapat, keluhan dan sebagaianya.

4. Partisipasi juga diperlukan untuk kepentingan masyarakat (ada learning process/education, gain skills) dan juga untuk pemerintah (meyakinkan masyarakat, membangun trust, mengurangi kegelisahan, dan lain-lain).

I. 5. 2. Program Penanggulangan Kemiskinan Pekotaan ( P2KP )

Dalam Pedoman Umum P2KP 3 (Rahadi : 2007), disebutkan bahwa P2KP adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal.


(27)

P2KP memahami bahwa akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi dengan nilai-nilai universal kemanusiaan yakni jujur, dapat dipercaya, ikhlas, kerelawanan, adil, kesetaraan serta kesatuan dalam keragaman dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan yakni transparansi, akuntabilitas, partisispasi, demokrasi, desentralisasi.

Sehingga P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya.

Adapun substansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat, nantinya dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan dan prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini dilangsungkan selama masa program P2KP maupun pasca program P2KP olen masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan komunitas belajar kelurahan.

Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dilakukan melalui pelibatan intensif pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP,


(28)

penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) agar mampu menyusun dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dan PJM Pronangkis Kota/Kabupaten berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan).

Selain itu, dalam programnya P2KP juga mendorong kemandirian serta kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Namun, untuk lebih menjamin kapasitas kemandirian masyarakat dan pemda agar mampu menangani kemiskinan di wilayahnya, maka perlu didorong upaya-upaya menuju tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) yakni demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi.

I.5.2.1. Visi dan Misi P2KP

Mengingat bahwa program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan, maka diperlukan rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuah perilaku dan arahan pihak (stakeholders) dalam mengembangkan program-program kemiskinan di wilayahnya. 1. Visi

Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan pemukiman sehat, produktif dan lestari.

2. Misi

Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok setempat dalam menanggulangi


(29)

kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.

I.5.2.2. Nilai-Nilai dan Prinsip-prinsip Yang Melandasi P2KP

Sejalan dengan substansi konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) bahwa persoalan kemiskinan dapat ditanggulangi dengan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan yang bersifat universal dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, maka rumusan nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut :

1. Nilai-nilai universal kemanusiaan (gerakan moral)

Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli), dalam melaksanakan P2KP adalah :

a. Jujur

b. Dapat dipercaya c. Ikhlas / kerelawanan d. Adil

e. Kesetaraan


(30)

2. Prinsip-prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance)

Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan yang mengacu pada tata kepemerintahan yang baik (Good Govermance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah : a. Demokrasi; dalam setiap proses pengembalian keputusan apapun,

musyawarah harus menjadi alat terkuat dan pilar utama dalam menjalankan suatu proses demokrasi.

b. Partisipasi; dalam tiap langkah kegiatan P2KP harus dilakukan secara partisipatif sehingga mampu membangun rasa kepedulian dan kepemilikan serta proses belajar melalui bekerja bersama.

c. Transparansi dan akuntabilitas; dalam proses manajemen program maupun manajemen organisasi masyarakat.

d. Desentralisasi; dalam proses pengembalian keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat.

3. Prinsip-prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya)

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus dijunjung tinggi ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah melalui peneapan konsep Tridaya sebagai berikut :

a. Perlindungan lingkungan (Environmental Protection) b. Pengembangan masyarakat (Social Development) c. Pengembangan ekonomi (Economic development)


(31)

I.5.2.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan P2KP yaitu :

a. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya.

b. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dari kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM).

c. Mengedepankan peran pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat.

I.5.2.4. Kelompok Sasaran

Pada dasarnya, kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (Stakeholders).


(32)

P2KP ini, pada pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu pada partisipasi aktif masyarakat, maka keberhasilan pelaksanaan P2KP ini tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalm tiap-tiap langkah pelaksanan P2KP atau lebih dikenal dengan siklus P2KP yakni dimulai dari siklus/ tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM) hingga pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Diketahui bahwa, salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi didalamnya yakni tahap Pembentukan/ Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Pembentukan KSM pada dasarnya menjadi bagian dari proses belajar masyarakat dalam pengorganisasian kelompok, yaitu menggambarkan serangkaian kegiatan untuk membangun kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, sehingga tumbuh ikatan kebersamaan yang cukup kuat, sebagai sarana menumbuhkan solidaritas dan kepedulian diantara masyarakat serta media belajar bersama dalam memecahkan persoalan-persoalannya secara mandiri.

Dengan demikian, pada hakekatnya KSM dapat didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yakni adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut haruslah memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan untuk


(33)

mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar, penngembangan SDM serta pengembangan ekonomi.

Posisi KSM di P2KP adalah independen. Posisi KSM dalam P2KP adalah sebagai pelaku langsung dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Anggota masyarakat yang tergabung dalam KSM tidak hanya untuk meningkatkan wawasan tentang prinsip dan nilai P2KP, akan tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui interaksi antar sesama anggota KSM, sangat memungkinkan terjadi pergesekan yang mencerdaskan sehingga tumbuh nilai-nilai baru, cara pandang, cara menyelesaikan masalah, maupun cara memahami realitas yang dapat mempengaruhi kehidupan.

Diketahui, KSM dalam P2KP bukanlah semata-mata sebagai kelompok peminjam atau yang berorientasi pada kegiatan ekonomi, melainkan kelompok pemberdayaan. Dalam hal ini, bisa dikatakan KSM merupakan wadah bagi tumbuhnya rasa percaya diri, semangat kemandirian saling kepercayaan sosial, rasa kebersamaan dan lain-lain. Namun demikian, apabila terjadi pembentukan KSM yang diawali dan didasari oleh kepentingan ekonomi adalah kenyataan yang wajar, karena selama ini program pengembangan yang ada di masyarakat lebih banyak dengan pendekatan peningkatan pendapatan, selain juga karena kehidupan sehari-hari warga masyarakat tidak lepas dari masalah ekonomi. Kenyataan tersebut harus disikapi lebih bijak dengan menggunakannya sebagai jalan masuk menuju KSM sebagai wadah pemberdayaan.


(34)

Agar KSM dalam P2KP benar-benar menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, maka ada beberapa prinsip yang perlu, yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM yakni :

a. Karakter saling mepercayai dan mendukung.

Melalui pengembangan karakter tersebut, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, parasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. Dengan demikian, setiap anggota KSM memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu djadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.

b. Mandiri dalam membuat keputusan.

Melalui kebersamaan kelompok, maka secara mandiri dimungkinkan adanya proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil pemusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan keputusan bersama.

c. Mandiri dalam menetapkan kebutuhan.

Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait dengan pengembangan kemampuan/ kapasitas para anggotanya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan.


(35)

d. Partisipasi yang nyata.

Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada kelompok atau anggota kelompok lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan. Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan keswadayaannya dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas.

I. 5. 3. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)..

Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan psoses kegiatan yang berlangsung. Partisipasi masyarakat sendiri, diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintah maupun pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi (economic growth) menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan kemerataan dalam pembagian manfaat pembangunan, maka berkembanglah berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.


(36)

Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development

dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas, dan dengan era

partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan warga sebagai subyek dalam proses pembangunan (Korten : 1986).

Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan (Molejarto : 1994). Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang dikenal dengan P2KP.

Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Diketahui bahwa, suatu identifikasi kemiskinan yang dilakukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya lalu kemudian digulirkan sebuah program “bantuan” kepada orang-orang yang tergolong miskin, acapkali yang terjadi adalah kecenderungan sosial. Hal ini disebabkan, karena dalam pandangan masyarakat setempat, bahwa masyarakat yang memperoleh bantuan bukanlah


(37)

tergolong warga yang miskin dilingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat memiliki pandangan atau konsep tersendiri mengenai kemiskinan di wilayah tinggal mereka. Inilah yang umum disebut sebagai “kearifan lokal”. Dalam mengidentifikasikan kemiskinan masyarakat, unsur kearifan lokal perlu dihargai, masyarakat yang lebih mengetahui keadaan wilayahnya daripada orang luar yang datang ,membawa seperangkat alat untuk melihat kemiskinan di wilayah mereka (Santoso, 2005).

Oleh karenanya P2KP sendiri merupakan sekaligus sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalam tiat-tiap langkah pelaksanaan P2KP, atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklus/tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Tunai. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Pada hakekatnya, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin di capai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut harus memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi.


(38)

Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Rambung. Kelurahan Rambung yang terdiri dari sepuluh lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri bahwa masyarakat mampu melaksanakan penyusunan suatu program.

Terdapatnya berbagai kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan Rambung serta hasil akhirnya dan bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri melihat lebih jauh berlangsungnya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada P2KP Kelurahan Rambung sehubungan dengan berjalannya tahap tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan.

I. 6. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:30). Berdasarkan pengertian


(39)

tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan yakni:

1. Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela tentunya, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung.

2. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup dalam wilayah tertentu, dimana terdapat kesadaran bahwa mereka adalah satu kesatuan sosial dan memiliki sistem kehidupan dan sistem kebudayaan sendiri yang selalu berubah. 3. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan sekelompok manusia yang

selanjutnya disebut sebagai masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintahan maupun pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

4. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan adalah salah satu program Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunanan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal.


(40)

I. 7.Defenisi Operasional.

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut.

Berikut ini indikator-indikator yang dipakai sebagai alat pengukur dari partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) :

1. Adanya forum musyawarah berupa serangkaian kegiatan berbentuk kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.

2. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam proses pelayanan publik. 3. Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat.

4. Bentuk partisipasi yakni partisipasi teknis berupa keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data serta pelaksanaan kegiatan ; partisipasi asli berupa keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah dan ideologis secara bersamaan ; serta partisipasi semu berupa partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elit masyarakat) untuk kepentingan sendiri.


(41)

I. 8.Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data. BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa, serta membuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.

BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan .


(42)

BAB II

METODE PENELITIAN

II. 1. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif, menurut Hadani (1990:60) bentuk deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian pengambilan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi yang akurat.

Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

II. 2. Lokasi Penelitian.

Adapun yang menjadi lokasi dari penelitian ini adalah Kelurahan Rambung Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara.

II. 3. Populasi dan Sampel II. 3. 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2005 : 90) populasi adalah wilayah generalis yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk memepelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(43)

Maka yang dikatakan sebagai populasi adalah berupa objek maupun subjek yang ditentukan oleh peneliti dan berada pada suatu wilayah tertentu yang menjadi lokasi penelitian serta memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan konsep penelitian serta menjadi bahan kajian yang berkaitan dengan masalah penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti menetapkan yang menjadi populasi adalah seluruh warga masyarakat Kelurahan Rambung sebanyak 4873 jiwa.

II. 3. 2. Sampel

Menurut Singarimbun (1995 : 53) sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya, dengan kata lain sampel adalah bagian dari populasi. Pengambilan sebagian itu dimaksudkan sebagai representatif dari seluruh populasi sehingga kesimpulan juga berlaku bagi keseluruhan populasi.

Peneliti menentukan sampel masyarakat Kelurahan Rambung ini dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel tidak didasarkan atas strata, pedoman atau wilayah, tetapi berdasarakan atas adanya tujuan tertentu dan tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian untuk dijadikan sebagai informan kunci dan informan biasa. Adapun jumlah sampel yang dijadikan sebagai informan biasa berjumlah 12 orang yang terdiri dari 9 orang ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta 3 orang tokoh masyarakat.

Adapun 9 ketua KSM ini diambil berdasarkan teknis penyaluran bantuan itu sendiri, dimana pada kelurahan Rambung khususnya, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ini disalurkan melalui 3 tahap yakni BLM Tahap I, Tahap II dan Tahap III. Nantinya pada masing-masing tahap, berdasarkan konsep TRIDAYA, dibagi lagi


(44)

menjadi 3 jenis yakni BLM untuk bantuan sosial, lingkungan serta ekonomi. Disetiap jenis bantuan inilah yang terdiri dari beberapa KSM. Oleh karenanya peneliti merasa perlu untuk mengambil sampel pada tiap jenis bantuan di ketiga tahap penyaluran bantuan tersebut. Adapun tokoh masyarakat disini, diambil dari masing-masing tahap penyaluran yakni pada tahap I, II serta III.

Sedangkan yang dijadikan sebagai informan kunci dalam penelitian ini yaitu, seorang fasilitator kelurahan (faskel) yang berperan sebagai pendamping selama berjalannya program P2KP, serta seorang koordinator BKM.

II. 4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam data menurut klasifkasi jenis dan sumbernya, yaitu:

1. Pengumpulan data primer, adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer tersebut dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Metode Wawancara (interview), yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang terkait dan memiliki relevansi terhadap masalah penelitian.

b. Metode Angket (quesioner), yaitu pemberian daftar pertanyaan secara tertutup kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban.

2. Pengumpulan Data Sekunder, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah sejumlah buku, karya ilmiah, dan dokumen/arsip yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.


(45)

II. 5. Teknik Analisa Data.

Sesuai dengan metode penelitian ini, maka teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, adalah teknik analisa data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap permasalahan yang diteliti.


(46)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi III.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintahan kota dari Provinsi Sumatera Utara yang berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (Ibukota Provinsi Sumatera Utara). Terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas jalan Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Balige dan Siborong-borong.

Kota Tebing Tinggi terletak diantara 30.160 – 30.220 Lintang Utara dan 99.070 - 99.0110

1. Sebelah Utara dengan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai. Bujur Timur dengan batas-batas :

2. Sebelah Selatan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Sebelah Timur dengan PT Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Sebelah Barat dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan letak geografisnya Kota Tebing Tinggi beriklim tropis. Dengan ketinggian 26-34 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini cukup panas yaitu berkisar 250 C – 270C


(47)

sebagaimana kota di Sumatera Utara pada umumnya, curah hujan rata-rata mencapai 1776 mm/tahun dengan kelembaban udara 80% - 90%.

III.1.2. Hidrologi

Di kota wilayah Tebing Tinggi terdapat empat buah sungai yang mengalir dari barat menuju timur. Keempat sungai tersebut adalah sungai Padang, Sungai Bahilang, Sungai Kalembah, dan Sungai Sibarau. Di sekitar Sungai Padang dan Bahilang merupakan wilayah potensi banjir, yaitu Kelurahan Bandar Utama, Persiakan, Bandar Sono, Mandailing, Bagelen, Rambung, Tambangan, Brohol dan Rantau Laban.

III.1.3. Wilayah dan Pemerintahan

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843.8 hektar (38.438 km2

1. Kecamatan Rambutan, terdiri dari :

). Secara administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi 5 (lima) kecamatan dengan 35 (tiga puluh lima) Kelurahan, yaitu sebagai berikut :

a. Kelurahan Tanjung Marulak b. Kelurahan Tanjung Marulak Hilir c. Kelurahan Rantau Laban

d. Kelurahan Mekar Sentosa e. Kelurahan Lalang

f. Kelurahan Sri Padang g. Kelurahan Karya Jaya

2. Kecamatan Padang Hilir, terdiri dari : a. Kelurahan Tebing Tinggi


(48)

c. Kelurahan Tambangan d. Kelurahan Tambangan Hulu e. Kelurahan Satria

f. Kelurahan Bagelen

g. Kelurahan Deblod Sundoro 3. Kecamatan Padang Hulu, terdiri dari :

a. Kelurahan Pabatu

b. Kelurahan Pagar Merbau c. Kelurahan Bandar Sono d. Kelurahan Persiakan e. Kelurahan Tualang f. Kelurahan Lubuk Baru g. Kelurahan Lubuk Raya 4. Kecamatan Bejenis terdiri dari :

a. Kelurahan Bulian b. Kelurahan Bandar Sakti c. Kelurahan Pinang Mancung d. Kelurahan Teluk Karang e. Kelurahan Pelita

f. Kelurahan Barohol g. Kelurahan Durian 5. Kecamatan Tebing Tinggi


(49)

b. Kelurahan Badak Bejuang c. Kelurahan Pasar Baru d. Kelurahan Bandar Utama e. Kelurahan Rambung

f. Kelurahan Tebing Tinggi Lama g. Kelurahan Mandailing

Kelurahan Rambung

Kelurahan Rambung merupakan salah satu daerah yang berada di Kecamatan Tebing Tinggi Kota. Kelurahan Rambung sendiri memiliki luas wilayah 0,59 km2 dan luas pemukiman 0,01 km2

Dalam hal pendidikan di Kelurahan Rambung, terdapat 439 orang yang belum sekolah, sedangkan yang tamatan SD/sederajat sebanyak 410 orang, SLTP/sederajat 673 orang serta yang paling mendominasi pendidikan penduduk di Kelurahan

. Selebihnya diisi dengan perkantoran, kuburan, pekarangan, taman serta prasarana umum lainnya.

Penduduk sebagai salah satu komponen pembangunan memiliki dua sisi yang sangat penting yakni, di satu sisi sebagai subyek pembangunan dan disisi lain sebagai objek pembangunan. Begitu juga jumlah yang besar merupakan sumber dari ketersediaan tenaga kerja, namun dengan penyebaran dan kualitas yang rendah justru dapat menimbulkan permasalahan kerja sendiri.

Berdasarkan data tahun 2007, penduduk Kelurahan Rambung berjumlah 4877 jiwa, dimana umur 21 hingga 28 tahun yang paling mendominasi mengisi jumlah penduduk Kelurahan Rambung ini.


(50)

Rambung yakni SLTA/Sederajat sebanyak 2503 orang. Selain itu terdapat cukup banyak pula penduduk yang mengenyam sekolah tinggi, yakni tercatat sebanyak 168 orang yang menamatkan D1, 121 orang untuk D-2, 112 orang untuk D-3, 313 orang untuk S-1 serta 2 orang untuk S2.

Adapun kualitas pendidikan penduduk diatas yang menjadikan di Kelurahan Rambung terdapat 456 orang memiliki mata pencaharian sebagai buruh/swasta. Namun di Kelurahan Rambung ini juga terdapat pegawai negeri sebanyak 339 orang, pedagang 291 orang, pengemudi becak 79 orang serta banyak lagi profesi yang digeluti oleh penduduk di sini.

Apabila dilihat dari tenaga kerja Kelurahan Rambung mencatat sebanyak 3272 orang warga yang bekerja dengan usia sekitar 15-60 tahun, kemudian sebanyak 1009 orang sebagai ibu rumah tangga serta 1065 orang penduduk masih sekolah.

Berdasarkan data perekonomian masyarakat tahun 2007 terdapat tingkat perekembangan Kelurahan yakni sebagai berikut :

a. Pengangguran

Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 15-55 tahun) : 3272 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah : 924 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun menjadi ibu rumah tangga : 942 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun bekerja penuh : 1138 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun bekerja tidak tentu : 243 orang b. Sektor Industri : RT Pangan

Nilai total produksi : 130.000.000


(51)

Tenaga kerja : 60.000.000 c. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk tahun ini : 4877 jiwa

Jumlah penduduk tahun lalu : 4847 jiwa

d. Kemiskinan

Jumlah Kepala Keluarga : 1249 Rt

Jumlah Keluarga Prasejahtera : 2 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 1 : 175 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 2 : 362 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 3 : 642 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 3 plus : 68 Rt e. Penguasaan Aset Ekonomi oleh masyarakat

Aset Rumah

Tidak memiliki rumah : 277 Rt

Memiliki rumah sendiri : 972 Rt

Aset lainnya

Memiliki usaha ekonomi : 65 Rt

Tidak memiliki usaha : 1184 Rt

Aset rumah disewakan

Memiliki rumah kontrakan : 136 Rt

Tidak memiliki rumah dikontrakan : 0 Rt

Memiliki mobil


(52)

Tidak memiliki mobil : 1204 Rt Memiliki motor

Memiliki motor : 125 Rt

Tidak memiliki motor : 1124 Rt

Kondisi kampung

Jumlah RW atau sebutan lain : 10 RW

Jumlah RW kumuh : 0 RW

III.2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

Dalam usaha mengatasi kemiskinan di daerahnya, Kelurahan Rambung diketahui juga ikut dalam salah satu program penanggulangan kemiskinan yang lagi berjalan di berbagai kota saat ini. Program tersebut yakni P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). P2KP sebagai salah satu program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat serta pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai universal dijadikan sebagai pengalaman baru oleh masyarakat Kelurahan Rambung.

Adapun di Kelurahan Rambung, yang terlibat dalam pelaksanaan program ini yakni tersusun dalam suatu perangkat organisasi yakni Perangkat Organisasi BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat Sejahtera) yakni :


(53)

1) BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)

BKM adalah lembaga masyarakat warga, yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan masyarakat milik masyarakat, yang diakui oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar dalam upaya masyarakat membangun kemandirian menuju tatanan masyarakat madani yang dibangun dan dikelola berlandasan berbasis nilai-nilai universal.

Tugas Pokok BKM adalah :

a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan serta aturan main (termasuk sanksi) secara demokratis dan partisipatif mengenai hal-hal yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelurahan, termasuk penggunaan dana BLM program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya ;

b) Mengorganisasi masyarakat untuk bersama-sama merumuskan visi, misi, rencna strategis, dan rencana program penanggulangan kemiskinan (pronangkis) ;

c) Memonitor, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang telah diambil BKM, termasuk penggunaan dana program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

d) Mendorong berlangsungnya proses pembangunan partisipatif sejak tahap penggalian ide dan aspirasi, pemetaan swadaya atau penilaian kebutuhan, perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga monitoring dan evaluasi.


(54)

e) Memverifikasi penilaian yang telah dilakukan oleh unit-unit pelaksana dan memutuskan proposal mana yang diprioritaskan didanai oleh dana program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya atau dana-dana lain yang dihimpun oleh BKM, atas dasar kriteria dan prosedur yang disepakati dan ditetapkan bersama ;

f) Memonitor, mengawasi dan memberi masukan untuk berbagai kebijakan maupun program pemerintah lokal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat miskin maupun pembangunan di kelurahannya ;

g) Menjamin dan mendorong peran serta berbagai unsur masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kaum perempuan di wilayahnya, melalui proses serta hasil keputusan yang adil dan demokratis ;

h) Membangun transparansi kepada masyarakat khususnya dan pihak luar umumnya, melalui berbagai media seperti papan pengumuman, sirkulasi laporan kegiatan dan keuangan bulanan/triwulan serta rapat-rapat terbuka, dan lainnya.

i) Membangun akuntabilitas kepada masyarakat dengan mengauditkan diri melalui auditor external/independen serta menyebarluarkan hasil auditnya kepada seluruh lapisan masyarakat.

j) Melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dengan dihadiri masyarakat luas dan memberikan pertanggungjawaban atas segala keputusan dan kebijakan yang diambil kepada masyarakat.


(55)

k) Membuka akses dan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan, keputusan, kegiatan dan keuangan yang dibawah kendali BKM.

l) Memfasilitasi aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam perumusan kebutuhan dan usulan program penanggulangan kemiskinan dan pembangunan wilayah kelurahan setempat, untuk dapat dikomunikasikan, dikoordinasikan dan diintegrasikan dengan program serta kebijakan pemerintah kelurahan, kecamatan dan kota.

m) Mengawal penerapan nilai-nilai dasar, dalam setiap keputusan maupun pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan serta pembangunan

n) Menghidupkan serta menumbuhkembagkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, pada setiap tahapan dan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan dan/atau pembangunan kelurahan dengan bertumpu pada kondisi budaya masyarakat setempat (kearifan lokal) ;

o) Merencanakan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru, pengembangan ekonomi rakyat, dan peningkatan kualitas lingkungan serta permukiman yang berkaitan langsung dengan upaya – upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin setempat. p) Memfasilitasi networking (jejaring) kerjasama dengan berbagai potensi


(56)

2) Perangkat Organisasi BKM

a) Unit Pengelola Keuangan (UPK)

1. Dipimpin oleh seorang manajer yang dipilih melalui rapat anggota BKM 2. Anggota sesuai kebutuhan

3. Tidak diperbolehkan dirangkap oleh BKM 4. Pengawasan pelaksanaan UP oleh BKM 5. Pelayanan UP berorientasi pada masyarakat

b) Unit Pengelola Sosial (UPS) dan Unit Pengelola Lingkungan (UPL)

1. Masing-masing UP berkedudukan mandiri dalam melaksanakan kegiatan dan pengelolaan dana

2. Bertanggung jawab kepada BKM

3. Berkewajiban memberikan informasi dan laporan perkembangan masing-masing kegiatan

4. Memberikan pertanggungjawaban berkala dan pertanggungjawaban akhir 5. Memberi masukan bagi pertimbangan keputusan BKM

c) Sekretariat

1. Pelaksana operasional dan administrasi kegiatan sehari-hari 2. Maksimum 3 orang, bekerja paruh waktu

3. Tidak diperkenankan dirangkap oleh BKM atau UP 3) Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

KSM adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yakni adanya kepentingan dan


(57)

kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.

Tugas Pokok Dan Fungsi KSM

a. Sebagai sarana pendorong dalam proses perubahan sosial. Proses pembelajaran yang terjadi dalam KSM adalah menjadi pendorong terjadinya perubahan paradigma, pembiasaan praktek nilai-nilai baru, cara pandang dan cara kerja baru serta melembagakannya dalam praktek kehidupan sehari-hari. b. Sebagai wadah pembahasan dan penyelesaian masalah. Setiap kegiatan yang

dilaksanakan KSM lazimnya berkaitan dengan upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, dan penyelesaian merupakan rumusan bersama yang disepakati secara bersama-sama pula.

c. Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi. Jika ada permasalahan, kepentingan ataupun harapan yang berkembang di masyarakat, maka KSM dapat menampungnya, membahas dan menyalurkan kepada pihak-pihak yang relevan, dengan tetap berpijak pada hak-hak warga masyarakat yang lainnya. d. Sebagai wadah untuk menggalang tumbuhnya saling kepercayaan

(menggalang social trust). Melalui KSM, para anggota bisa saling terlihat dalam pelaksanaan kegiatan dan membagi tanggung jawab semata-mata atas dasar saling percaya. Saling percaya secara sosial ini dapat dibangun melalui cara penjaminan di antara para anggota kelompok yang telah bersepakat serta melalui rekomendasi kelompok. Ketika kelompok membangun hubungan dengan pihak lain pun, kepercayaan tersebut sebagai modalnya yang utama.


(58)

e. Sebagai wahana untuk endorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jika masyarakat membutuhkan dana atau modal, maka KSM bisa berfungsi sebagai sumber keuangan. Keuangan di KSM bisa saja bersumber dari pihak luar ataupun dari internal anggota sendiri, misalnya dengan cara iuran bersama. Iuran anggota tersebut bisa menjadi modal usaha dan sekaligus menjadi salah satu bentuk ikatan pemersatu dan membangun kekuatan secara mandiri.

Perangkat Organisasi BKM Rambung Sejahtera sebagai berikut :

Garis Fasilitasi Garis Perintah Garis Kemitraan

BKM Koordinator PIALA GINTING, SH

SEKRETARIAT - SYAHNAN LUBIS - FINA

UPS Sutriasih

UPL Syahbarudin

UPK M. Yamin

LKM/ (Koperasi CV, PT)

KSM/ PANITIA

KSM PANITIA


(59)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Penyajian data ini berbentuk data yang berasal dari hasil penyebaran angket (quesioner) dan wawancara (interview) dilakukan kepada informan kunci yang terdiri dari seorang fasilitator kelurahan (faskel) serta seorang koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM); dan 9 orang Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta 3 orang tokoh masyarakat sebagai informan biasa.

IV.1. Penyajian Data Identitas Responden

Tabel IV.1.1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 2

Pria Wanita

10 2

83% 17%

Jumlah 12 100%

Sumber : Penelitian lapangan, 2008

Dari data di atas, diketahui bahwa jumlah responden pria adalah 10 orang (83%) dan wanita 2 orang (17%). Dengan demikian diketahui bahwa jumlah responden pria lebih banyak daripada jumlah responden wanita. Adapun alasan dari jumlah responden lebih banyak laki-laki daripada wanita adalah dengan teknik

purposive dalam metode pengambilan sampel, menyebabkan sampel yang diambil adalah sampel yang dianggap berkompeten untuk menjawab persoalan. Dan sampel yang dianggap berkompeten oleh peneliti adalah orang-orang yang memiliki


(60)

hubungan dengan berjalannya pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Rambung.

Adapun orang-orang yang berkompeten dan memiliki kedudukan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Bukan berdasarkan atas perbedaan gender, namun sehubungan dengan program kegiatan dalam P2KP yang lebih banyak membutuhkan tenaga terampil laki-laki daripada wanita. Dalam hal ini wanita diberdayakan karena memiliki lebih banyak waktu luang dibanding lelaki yang harus bekerja seharian penuh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

83% 17%

Pria Wanit a


(61)

Tabel IV.1.2. Identitas Responden Menurut Jenis Pekerjaan

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 2 3

Ibu Rumah Tangga Wiraswasta

PNS

2 8 2

17% 66 17%

Jumlah 12 100%

Sumber : Penelitian Lapangan, 2008

Dari data di atas, diketahui bahwa responden dengan jenis pekerjaan sebagai ibu rumah tangga berjumlah 2 orang (17%), responden dengan jenis pekerjaan sebagai wiraswasta berjumlah 8 orang (66%), dan responden dengan jenis pekerjaan sebagai PNS berjumlah 2 orang (17%). Maka disimpulkan bahwa responden dengan jenis pekerjaan sebagai wiraswasta adalah yang terbanyak.

Keadaan tersebut disebabkan karena selain mereka yang menjalankan program P2KP, mereka juga sebagai orang-orang yang berkompeten karena memiliki dasar ilmu pengetahuan yang cukup dalam menjawab permasalahan yang sedang diteliti oleh peneliti.

17%

66% 17%

Ibu Rumah Tangga Wiraswasta PNS


(62)

Tabel IV.1.3. Identitas Responden Menurut Lokasi Penelitian

No. Lokasi penelitian Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8 Lingkungan I Lingkungan II Lingkungan III Lingkungan IV Lingkungan V Lingkungan VI Lingkungan VII Lingkungan VIII 1 0 2 2 0 1 2 4 8% 0% 17% 17% 0% 8% 17% 33%

Jumlah 12 100%

Sumber : Penelitian Lapangan, 2008

Dari data di atas, diketahui bahwa responden dengan lokasi penelitian di lingkungan I berjumlah 1 orang (8%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan II tidak ada (0%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan III berjumlah 2 orang (17%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan IV berjumlah 2 orang (17%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan V tidak ada (0%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan VI berjumlah 1 orang (8%), responden dengan lokasi penelitian di lingkungan VII berjumlah 2 orang (17%), dan responden dengan lokasi penelitian di lingkungan VIII berjumlah 4 orang (33%). Maka dapat disimpulkan bahwa responden dengan lokasi penelitian di lingkungan VIII adalah yang terbanyak.


(63)

Adapun alasan mengapa lebih banyak responden dengan lokasi penelitian di lingkungan VIII, yaitu merujuk dari data P2KP yang menyebutkan bahwa lingkungan VIII memiliki kepala keluarga miskin paling banyak dibanding dengan lingkungan lainnya. Hal tersebut juga dapat dilihat pada lingkungan I sampai dengan VIII, dimana yang dijadikan responden hanya 1 hingga 2 orang, sehingga kepala keluarga miskin pada masing-masing lingkungan tersebut tidak sebanyak pada lingkungan VIII. Oleh karena itu, P2KP memfokuskan kegiatan programnya pada lingkungan VIII.

8%

0%

17%

17%

0%

8% 17%

33%

Lingkungan I Lingkungan II Lingkungan III Lingkungan IV Lingkungan V Lingkungan VI Lingkungan VII Lingkungan VIII

Gambar 4.3. Diagram Identitas Responden Menurut Lokasi Penelitian

IV.2. Hasil Wawancara Dengan Fasilitator Kelurahan (Faskel) Dan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

1. Menurut anda, apa saja yang menjadi kendala di lapangan pada penyaluran BLM I, II, III baik pada sektor sosial, lingkungan maupun ekonomi


(1)

menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasan.

Disini, peneliti melihat bahwa apa yang ditanggapi oleh Yeremias terhadap teori tersebut kenyataannya sama seperti yang terlihat di lapangan, dimana partisipasi atau keterlibatan masyarakat melalui KSM terhadap program P2KP ini memberikan hasil yang positif terhadap kinerja dan pencapaian hasil serta kepuasan baik bagi masyarakat setempat maupun orang-orang yang berada di dalam tubuh P2KP itu sendiri, walaupun disini tidak dapat dipungkiri bahwasanya masih terdapat beberapa kendala baik dari bantuan sosial, lingkungan maupun ekonomi. Kendala-kendala tersebut berasal dari tubuh KSM sendiri maupun masyarakat setempat. Namun disini, diharapkan kendala-kendala yang terjadi dapat mendewasakan masyarakat akan kehadiran program-program kemiskinan lainnya ke depan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Rambung yakni partisipasi asli yang kemudian ditindak lanjuti dengan partisipasi teknis. Partisipasi ali dalam hal ini berupa keterlibatan masyarakat yang dilakukan atau kesadaran mereka bahwa apa yang diberikan atau diprioritaskan oleh P2KP merupakan kebutuhan mereka, sehingga diperlukan suatu pengembangan partisipasi melalui keterlibatan dalam suatu wadah yakni KSM. Kemudian partisipasi yang sudah tertanam pada masyarakat ditindak lanjuti dengan partisipasi teknis, dimana masyarakat yang sudah berbekal kesadaran, dimotivasi untuk terlebih dahulu melakukan pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, kemudian pelaksanaan kegiatan. Hal ini untuk mengajak masyarakat agar belajar lebih kritis lagi mengenali kebutuhan mereka.

2. Pelaksanaan atau realisasi dari program P2KP digambarkan melalui siklus atau tahapan. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi didalamnya yakni tahap pembentukan dan pengembangan KSM. Oleh karenanya P2KP meletakkan sasaran utamanya pada KSM. Di Kelurahan Rambung, KSM yang merupakan forum musyawarah berupa serangkaian kegiatan berbentuk


(3)

kelompok-kelompok swadaya hampir sepenuhnya terbentuk, namun aspirasi masyarakat dalam hal ini masih ada yang belum terwakili, baik pada bantuan sosial, lingkungan, maupun ekonomi yang dilaksanakan pada penyaluran BLM Tahap I, II, maupun III. Hal ini berarti, dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala.

3. Adapun keberhasilan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP di Kelurahan Rambung digambarkan melalui tergalinya sense of community masyarakat. Di Kelurahan Rambung sendiri, pada kenyataannya secara umum sense of community tersebut sudah terbentuk sehingga sudah dapat menggali jiwa kebersamaan, saling kepercayaan serta semangat gotong royong, masyarakat setempat. Hal ini berarti partisipasi akan keterlibatan masyarakat melalui KSM terhadap program P2KP memberikan hasil yang positif terhadap kinerja dan pencapaian hasil serta kepuasan masyarakat.

VI.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai masukan antara lain :

1. Walaupun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa partisipasi masyarakat terhadap program ini cukup baik, namun juga harus senantiasa dilakukan perbaikan-perbaikan ke depan seperti misalnya lebih menginternalisasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan ke segala aspek kehidupan masyarakat, lembaga lokal maupun kelompok peduli yang ada. Dengan hal ini, diharapkan di masyarakat tumbuh benih-benih kepedulian kepada sesama


(4)

sehingga mampu membangun kebersamaan, gotong royong, kerjasama sebagai pondasi yang kokoh untuk memberdayakan masyarakat sendiri.

2. Melakukan penguatan yakni penguatan akuntabilitas masyarakat, dimana diharapkan masyarakat peduli untuk menumbuhkembangkan kontrol sosial secara obyektif dan efektif sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan benar-benar berpihak kepada masyarakat miskin dan mendorong kemandirian serta keberlanjutan upaya-upaya penangulangan kemiskinan di Kelurahan Rambung.

3. Menjalin kemitraan dengan Pemda dan kelompok – kelompok peduli setempat. Hal ini bertujuan agar masalah-masalah yang dialami masyarakat dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Budiman, Arief, 2004. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Medan

Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Hadani, Nawawi. 1990. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Press. Korten, David, C. 1986. Pembangunan Yang Memihak Rakyat, Kupasan Tentang

Teori dan Metode Pembangunan, Lembaga Studi Pembangunan. Jakarta.

Loekman, Soetrisno. 1995. Menuju Masu Partisipatif, Yogyakarta : Kanisius.

Masyurdin, T. 1994. Sosiologi Suatu Pengenal Awal. Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat FH USU.

Molejarto, Vihyandika, 1994. Kemiskinan : Hakekat, Ciri Dimensi, dan Kebijakan dalam Centre For Strategis and International Studies, Kemiskinan Mengais Sumberdaya. Majalah Analisis, Tahun XXXIII. No. 3

Rahadi, R. Arif, dkk, 2007. Pedoman Umum P2KP-3. Jakarta : Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Sastroputro, Santoso, R.A. 1998. Propaganda Salah Satu Bentuk Komunikasi Masa. Bandung : Alumni.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES. ---. 2006. Modul P2KP. Medan : Darma Dedana Cipta Consultans

---. 2007. Diskusi Publik : Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerintahan


(6)

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Artikel :

Santoso, Ditto. 7 Agustus 2005. Pendekatan Alternatif Dalam Mengidentifikasi Kemiskinan.

Situs Internet http://www.p2kp.org


Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Program Pnpm Mandiri Perkotaan Bidang Infrastruktur Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Kota Tebing Tinggi

0 35 104

Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Study Pada Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor Medan)

1 70 94

Implementasi Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Kelurahan Tambangan Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi

0 58 132

Pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Studi pada Kelurahan Kota Matsum I, Kecamatan Medan Area, Kota Medan).

1 47 70

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Kelurahan Lubuk Pakam I-II Kecamatan Lubuk Pakam

14 111 222

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)(Studi Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli )

6 52 86

Respon Masyarakat Terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Di Kelurahan Pekan Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

1 39 127

Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2kp) Di Kecamatan Medan Maimun

2 47 125

EFEKTIFITAS MODAL DANA BERGULIR DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) (Studi kasus Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota padang).

0 0 6