I. PENDAHULUAN - Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Mangrove dan Dampaknya Terhadap Pengembangan Agribisnis Berbasis Masyarakat

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Hutan mangrove disebut juga dengan coastal woodland atau hutan bakau atau rawa garaman. Hutan mangrove merupakan suatu tempat yang bergerak akibat adanya pembentukan tanah lumpur dan daratan secara terus menerus oleh tumbuhan sehingga secara perlahan-lahan berubah menjadi semidaratan. Selain itu, hutan mangrove disebut juga suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindungi dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah aerob (Arief, 2003).

  Keberadaan vegetasi dan fauna yang terdapat di hutan mangrove merupakan potensi yang dapat dikembangkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan. Potensi yang diperoleh dari ekosistem hutan tersebut berupa hasil hutan kayu, nonkayu, jasa dan lingkungan. Manfaat hutan mangrove dapat dibedakan menjadi manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung dalam bentuk pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi dan layanan sedangkan tidak langsung adalah seperti sumber plasma nutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis dan iklim (Kustanti, 2011).

  Wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan terluas di dunia yang memiliki 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang sebagian besar ditumbuhi oleh hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan keberadaan ekosistem kawasan pantai. Dalam estimasi luasan mangrove global oleh FAO (2003) bahwa Indonesia memiliki luasan mangroveterbesar di dunia (22%), diikuti oleh Brazil, Nigeria, dan Australia yang masing-masing memiliki proporsi 6% dari luasan mangrove total global (Kustanti, 2011).

  Menurut buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011 oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medanbahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354.75 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584.90 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 96,797.79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 28,972.07 hektar. Penyebaran hutan mangrove di Serdang Bedagai sebesar 12.995.25 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 7.962.99 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 4.524.05 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 508.22 hektar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel.1.

  0.00

  3.889.61 2.664.94 376.71 6.931.23

  12. Tapanuli Selatan 186.97 479.39 29.64 696.00

  13. Kota Medan 0.00 1.503.43 463.89 1.967.32 14.

  Tanjung Balai

  74.69

  2.22

  76.91 15.

  620.84 2.261.94 455.49 3.338.28 11.

  Gunung Sitoli

  0.00

  73.48

  0.46

  73.94 Total

  59,584.90 96,797.79 28,972.07 185,354.75 Sumber : Buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011.

  Tapanuli Tengah

  10. Mandailing Natal

  Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011 NO Wilayah/ Propinsi/ Kabupaten/Kota Kondisi Fisik Luas Kawasan Mangrove (Ha) Rusak Berat (Ha) Rusak (Ha) Tidak Rusak (Ha)

  11.834.46 10.129.05 2.817.40 24.780.90

  1. Asahan

  940.17 7.506.74 2.624.64 11.071.55

  2. Batubara

  6,553.64 12.561.10 517.29 19,632.04

  

3. Labuhan Batu 7.181.19 8.383.39 4.099.15 19.663.73

  4. Labuhan Batu Utara

  5. Nias Utara

  13.526.90 23.564.93 13.559.11 50.650.93

  0.00 92.63 284.37 377.00

  6. Nias Selatan

  512.53 16.383.11 372.76 17.268.42

  7. Deli Serdang

  6.300.91 8.170.84 3.326.83 17.798.58

  

8. Serdang Bedagai 7.962.99 4.524.05 508.22 12.995.25

  9. Langkat

  Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah II, Medan. Berdasarkan data BP DAS (2006) dalam Anonim (2009) bahwa di Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan yang memiliki hutan mangrove sekitar 219.24 ha telah mengalami penurunan kualitas dengan kondisi 90,64 rusak berat, 128.6 ha rusak sedang sebagai akibat dari bertambah pesatnya jumlah penduduk pada wilayah tersebut dengan berbagai aktifitasnya. Keberadaan hutan mangrove di wilayah tersebut yang dulunya dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tempat pencarian ikan, udang dan kepiting serta sebagai penghasil kayu bagi kebutuhan masyarakat yang ada disekitarnya. Pohon-pohon mangrove yang ada hanyalah sisa-sisa yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, dan nelayan pun terpaksa harus pergi jauh ke laut untuk dapat menangkap ikan, udang dan kepiting serta mengambil kayu bakar ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan.

  Kondisi diatas menumbuhkan kesadaran dari semua pihak untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove yang rusak guna memperbaiki dan mengembalikan fungsi serta produktifitas sumberdaya alam tersebut. Rehabilitasi hutan mangrove merupakan suatu upaya untuk mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan mangrove akan terlaksana dengan baik apabila dilakukan secara terkordinasi dan terpadu antara pihak-pihak terkait baik pemerintah, swasta dan tentunya masyarakat. Partisipasi masyarakat akan sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove, mengingat masyarakat sebagai bagian yang berkaitan langsung dengan ketersediaan sumber daya hutan mangrove guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

  Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan terdapat di dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 42 ayat (2) yaitu : “Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat”.

  Dengan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove, masyarakat akan merasa lebih memiliki dan bertanggungjawab dalam memelihara sumber daya hutan dan lahan.Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang dilaksanakan adalah penanaman, pemeliharaan dan pengawasan dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.

  Strategi pelestarian yang melibatkan masyarakat lokal dipandang lebih efektif dibandingkan dengan pelestarian satu arah yang hanya melibatkan pemerintah. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi pelestarian dalam suatu kawasan, akan dapat memelihara fungsi keseimbangan ekosistem dan fungsi ekonomi kawasan tersebut bagi masyarakat setempat,sehingga dengan adanya keseimbangan ekosistem lingkungan tersebut diharapkan tercapai optimalisasi dan keberlanjutan pengelolaan wilayah tersebut (Erwiantoro, 2006).

  Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai dilaksanakan di dalam kawasan hutan lindung. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove pada awalnya diprakarsai atas kesadaran dan swadaya masyarakat disekitar kawasan hutan mangrove yang kemudian melibatkan pihak-pihak terkait.

  Aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berbeda di setiap tempat akan memberikan persepsi/pandangan, bentuk, faktor-faktor dan tingkat partisipasi masyarakat yang berbeda dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

  Kegiatan penanaman mangrove telah dilaksanakan di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan sejak tahun 1994, tahun 2004 dan tahun 2009 dengan jumlah bibit keseluruhan 23.000 bibit bakau. Kegiatan penanaman yang dilanjutkan dengan pemeliharaan tanaman tersebut dilakukan karena di satu sisi dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan mangrove yang diperoleh dari hasil agrobisnis mangrove seperti produksi ikan, produksi makanan dan minuman berbahan mangrove sedangkandi sisi lain dapat mengembalikan fungsi serta produktifitas sumber daya hutan mangrove yang diharapkan dapat mengurangi laju perusakan kawasan hutan mangrove akibat konversi penggunaan lain.

  Untuk melihat seberapa jauh hubungan partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove dan dampaknya terhadap pengembangan agrobisnis mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan maka perlu dikaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove. Faktor-faktor tersebut dilihat berdasarkan, tingkat pendidikan, umur, dan lama bermukim.

  Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah Pendapatan dan pengalaman berkelompok, sedangkan faktor eksternal adalah hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi (Pangestu, 1995).

  Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove dan mengetahui seberapa besar dampak agrobisnis mangrove dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

  2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan kenyataan, situasi dan kondisi habitat hutan mangrove di Desa Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat yang berada di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dalam upaya pelestaraian hutan mangrove?

  2. Bagaimana hubungan antara karakteristik masyarakat (umur, lama bermukim dan tingkat pendidikan) terhadap tingkat partisipasi masyarakat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ?

  3. Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan pendapatan melalui pengelolaan mangrove dalam pengembangan agrobisnis berbasis masyarakat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ?

  3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove yang ada di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

  2. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik masyarakat (umur, lama bermukim dan tingkat pendidikan) terhadap tingkat partisipasi masyarakat di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

  3. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi dengan pendapatan masyarakat melalui pengelolaan mangrove dalam pengembangan agrobisnis berbasis masyarakatdi Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Kegunaan Penelitian

  Hasil penelitian ini diaharapkan mampu memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :

  1. Sebagai instrument untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan partispasi masyarakat dalam rehabilitasi mangrove.

  2. Sebagai salah satu bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan khususnya pemerintah daerah dalam memecahkan masalah mengenai pengelolaan rehabilitasi mangrove.

  3. Sebagai salah satu bahan informasi mengenai dampak agrbisnis dan pelestarian mangrove yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan.