BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Budaya Organisasi 1.1. Pengertian Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Budaya Organisasi
1.1. Pengertian Budaya Organisasi
Sutrisno (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah berlaku lama, disepakati dan diikuti hingga menjadi suatu pedoman perilaku dan pemecahan masalah oleh anggota suatu organisasi. Sejalan dengan Robins (1990, dalam Moeljono, 2006) yang menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai-nilai yang maknanya dirasakan, dan diyakini seluruh jajaran organisasi sebagai landasan gerak organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota organisasi (Robbins, 1996 dalam Zookefli dan Md Nor, 2008). Budaya organisasi adalah sistem simbol dan interaksi unik dalam suatu organisasi yang menunjukkan cara berpikir, berplilaku dan berkeyakinan yang sama yang dimiliki anggota organisasi (Marquis & Huston, 2010).
Istilah budaya organisasi mengacu pada budaya yang berlaku di perusahaan yang pada umumnya berbentuk sebuah organisasi (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berprilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan (Moeljono, 2006).
Budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani pasien, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 1999 dalam Aryanti 2012).
1.2. Fungsi Budaya Organisasi
Matondang (2008) mengungkapkan bahwa budaya organisasi memiliki fungsi sebagai perekat sosial, alat pemersatu serta sebagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya anggota organisasi berprilaku.
Robins (2001, dalam Sutrisno, 2010) menjelaskan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu (a) Budaya mempunyai suatu peran pembeda yang artinya bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antar organisasi, (b) Budaya organisasi membawa satu rasa identitas bagi anggota organisasi, (c) Budaya organisasi mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual, (d) Budaya organisasi meningkatkan kemantapan sistem sosial.
1.3. Mengukur Keberadaan Budaya Organisasi
Robins (1990, dalam Matondang, 2008) menjelaskan bahwa terdapat 10 karakteristik yang dapat dipakai untuk mengukur keberadaan budaya, yaitu: a. lnisiatif lndividu. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang dimiliki individu; b.
Toleransi terhadap tindakan berisiko. Sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan mengambil risiko; c.
Arah, sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi; d. lntegrasi. Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi; e.
Dukungan dari manajemen. Tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka; f.
Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai; g. ldentitas, Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional; h. Sistem imbalan. Tingkat sejauh mana alokasi imbalan (misal, kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya; i. Toleransi terhadap konflik. Tingkat sejauh mana para pegawai di dorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka; j.
Pola-pola komunikasi. Tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
1.4. Karakteristik Budaya Organisasi
Stepen P. Robins dalam Matondang (2008) menjelaskan ada 7 karakteristik budaya organisasi, yaitu : (a) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking); (b) Perhatian terhadap detail (Attention to detail); (c) berorientasi kepada hasil (Outcome orientation); (d) Berorientasi kepada manusia (People orientation); (f) Agrasif (Aggresifness); (g) Stabil (Stability).
1.5. Dimensi Budaya Organisasi
Denison (2005, Denison et al, 2003 dalam Casida, 2008) menjelaskan
bahwa empat ciri efektifitas organisasi yaitu adaptasi (adaptability), keterlibatan (involvement), konsistensi (consistency), dan Misi (mission). Sejalan dengan Sutrisno (2010) dalam bukunya menyebutkan ada aspek dari budaya organisasi dalam peningkatan kinerja yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, serta penghayatan misi.
1. Keterlibatan
Anggota organisasi memiliki komitmen dan rasa kepemilikan yang kuat terhadap pekerjaan, tiap anggota memiliki beberapa masukan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka serta merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sejalan dengan tujuan organisasi (Denison et al, 2006).
Indikator keterlibatan adalah: (1) pemberdayaan (individu mempunyai otoritas / kewenangan, inisiatif, dan kemampuan untuk mengatur pekerjaannya sendiri sehingga menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab pada organisasi; (2) orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah tujuan bersama namun masing-masing karyawan saling bertanggung jawab); dan (3) pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada pengembangan kemampuan keterampilan karyawannya agar tetap kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010).
Perusahaan dengan sifat keterlibatannya mengikutsertakan, melibatkan, dan mengajak karyawannya berpartisipasi untuk menciptakan sense of ownership dan tanggung jawab sehingga timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan sistem pengontrolan yang lebih rendah (Sutrisno, 2010).
Cho (2006, dalam Ariyanti, 2012) menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan terlibat dalam organisasi akan merasa menjadi bagian dalam organisasi, dan pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan tujuan organisasi.
2. Konsistensi
Organisasi mengembangkan suatu pola pikir dan menciptakan sistem organisasi yang membangun sistem pengelolaan internal berdasarkan dukungan konsensus (Denison et al, 2006). Sejalan dengan itu, Sutrisno (2010) menjelaskan perusahaan dengan sifat konsistensinya menanamkan sistem kepercayaan, nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami oleh para anggota organisasi agar terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsensus.
Indikator konsistensi adalah: (1) nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagai sejumlah nilai yang menciptakan rasa identitas yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas); (2) kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai masalah / isu penting, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi); serta (3) koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010). Sifat konsistensi dan keterlibatan dibutuhkan untuk membenahi masalah-masalah internal atau memperkuat sistem dan prosedur yang sudah berjalan (Sutrisno, 2010).
3. Adaptasi
Denison (2005, dalam casida 2008) menyatakan organisasi dengan sifat adaptasi yang dominan memungkinkan anggota organisasi untuk mengatasi tuntutan perubahan.
Sutrisno (2010) menjelaskan prusahaan dengan sifat adaptabilitas memiliki kemampuan untuk tanggap akan lingkungan eksternal, pelanggan internal dan pelanggan eksternal, dengan cara menerjemahkan permintaan lingkungan bisnis menjadi tindakan agar perusahaan bertahan, bertumbuh, dan berkembang. Sifat adaptabilitas dan keterlibatan membantu perusahaan lebih fleksibel dalam melakukan perubahan-perubahan yang sesuai agar lebih kompetitif.
Indikator adaptasi adalah : (1) membuat perubahan (organisasi mampu menciptakan cara yang adaptif dalam memenuhi tutntutan perubahan kebutuhan sehingga bisa membaca situasi dan bereaksi cepat terhadap tren saat ini serta mengantisipasi perubahan di masa yang akan datang); (2) fokus pada pelanggan (organisasi memahami dan bereaksi terhadapa pelanggan mereka serta mengantisipasi kebutuhan masa depan mereka); (3) organizational learning (organisasi menerima, menterjemahkan serta meninterpretasikan sinyal dari lingkungan menjadi peluang untuk berinovasi, mendapatkan pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan) (Denison et al, 2006).
4. Misi
Misi memberikan tujuan dan makna dengan menetapkan peran sosial serta tujuan eksternal bagi organisasi sehingga memberikan tujuan dan arah yang jelas bagi anggota organisasi dalam menentukan tindakan (Denison et al, 2006). Sutrisno (2010) menjelaskan bahwa perusahaan dengan sifat penghayatan misi mempunyai kemampuan untuk memahami arah jangka panjang yang bermanafaat bagi organisasi.
Indikator penghayatan misi adalah: ( 1) arah dan tujuan strategis yang jelas membawa manfaat bagi organisasi sehingga memperjelas bagaimana setiap karyawan dapat memberi kontribusi dan membuat organisasinya terkenal dalam industrinya; (2) tujuan dan sasaran (tujuan dan sasaran yang jelas dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi, serta menentukan arah yang jelas dalam melakukan pekerjaannya); serta (3) pemahaman visi (organisasi mempunyai pandangan bersama mengenai masa depan yang diinginkan, yang mencakup nilai-nilai inti serta menangkap pokok dan pikiran para anggota organisasinya sehingga dapat menjadi panduan dan arah dalam berkarya) (Denison et al, 2006 dan Sutrisno, 2010).
Organisasi dengan sifat misi yang dominan (dominant mission trait) mempunyai karyawan dengan pemahaman yang jelas terhadap tujuan jangka panjang organisasi (Denison, 2005 dalam Casida 2008). Sementara Sutrisno (2010) menjelaskan sifat adaptabilitas dan penghayatan misi sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan eksternal yang semakin kompleks. Sutrisno menambahkan bahwa sifat penghayatan misi dan konsistensi mewujudkan stabilitas bagi para karyawan dalam menjalankan pekerjaannya yang sesuai dengan strategi bisnis agar visi dan misi perusahaan tercapai.
2. Kinerja
2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2007). Selanjutnya Wibowo (2007) menjelaskan bahwa kinerja merupakan suatu proses terkait dengan bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Dalam keperawatan, proses keperawatan merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk sutu tindakan keperawatan / pemberian asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005).
Miner (1990, dalam Sutrisno, 2010) mengemukakan bahwa terdapat empat aspek dari kinerja yaitu : kualitas yang dihasilkan, kuantitas yang dihasilkan, waktu kerja, dan kerja sama.
a.
Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas.
b.
Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. c.
Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.
d.
Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.
2.2. Kinerja dalam Asuhan Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa merupakan pelayanan keperawatan profesional yang berdasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan proses psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan mesalah kesehatan jiwa klien (Susilawati, dkk, 2005 dan Dalami, 2010).
Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, perawat menggunakan proses keperawatan sebagai alat untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien (Hidayat, 2004). Perawat memberiakan asuhan keperawatan jiwa secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan keperawatan (Susilawati, dkk, 2005).
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan langsung ataupun tidak langsung kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan (PPNI, 2005).
2.3. Standar Praktik Keperawatan Jiwa
2.3.1. Standar Praktik Keperawatan Jiwa Menurut Depkes RI
Depkes RI tahun 2006 menjelaskan standar praktik keperawatan jiwa
terdiri dari lima yaitu : Standar I : Pengkajian, Standar II : Diagnosa
Keperawatan, Standar III : Perencanaan, Standar IV : Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan, dan Standar V : Evaluasi.STANDAR I : PENGKAJIAN Pernyataan
Perawat mengumpulkan data spesifik tentang kesehatan jiwa pasien
yang diperoleh dari berbagai sumber data dengan menggunakan berbagai metode
pengkajian.Rasional Pengkajian yang terfokus memudahkan perawat membuat keputusan
klinik (diagnosa keperawatan) dan membuat perencanaan intervensi keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.Kriteria struktur
1. Ada kebijakan pemberlakuan/ SAK dan SOP
2. Adanya petunjuk teknis
3. Tersedianya format pengkajian Kriteria proses
1. Melakukan kontrak dengan pasien/keluarga/masyarakat
2. Mengkaji keluhan utama pasien dan data penunjang lain dengan berbagai
metode pengkajian dan dari berbagai sumber3. Mengelompokkan data yang diperoleh secara sistimatis
4. Memvalidasi data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai metode
validasi5. Mendokumentasi seluruh data yang diperoleh dalam format pengkajian Kriteria hasil
1. Diperolehnya keluhan utama dan data dasar pasien; yang dikelompokkan
dan didokumentasikan pada format pengkajian yang telah ditetapkan
2. Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengumpulan data STANDAR II : DIAGNOSA KEPERAWATAN Pernyataan
Perawat menganalisa data hasil pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan jiwa. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan merupakan
keputusan klinis perawat tentang respons individu, keluarga dan masyarakat
terhadap masalah kesehatan jiwa yang aktual maupun resiko.Rasional Melalui diagnosis keperawatan yang ditegakkan, perawat
memperlihatkan kemampuan melakukan justifikasi ilmiah dalam membuat
keputusan klinik Kriteria struktur1. Adanya daftar diagnosa keperawatan
2. Kebijakan SAK
Kriteria proses
1. Menganalisa data pasien
2. Mengidentifikasi masalah keperawatan pasien
3. Mendokumentasikan masalah keperawatan pasien Kriteria hasil
Diperoleh serangkaian masalah keperawatan yang aktual maupun resiko sesuai
dengan kondisi pasien.STANDAR III: PERENCANAAN
Pernyataan
Perawat mengembangkan serangkaian langkah-langkah penyelesaian masalah
kesehatan pasien dan keluarga yang terencana dan terorganisir dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain. Perencanaan menggambarkan intervensi yang mengarah pada kriteria hasil yang diharapkan.Rasional
Rencana tindakan keperawatan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
tindakan keperawatan yang terapeutik, sistematis dan efektif untuk mencapai hasil yang diharapkan Kriteria struktur1. Adanya kebijakan SAK
2. Adanya format rencana keperawatan
Kriteria proses
1. Memprioritaskan masalah keperawatan
2. Merumuskan tujuan keperawatan
3. Menetapkan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah pasien
4. Memvalidasi kesesuaian rencana keperawatan dengan kondisi pasien terkini
5. Mendokumentasikan rencana keperawatan Kriteria hasil
Adanya dokumentasi rencana keperawatan yang berfokus pada kemampuan kognitif, afektif, psikomotor pasien dan keluarga STANDAR IV : PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Pernyataan
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan sesuai dengan kewenangan.
Rasional Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan upaya mencegah
munculnya masalah kesehatan jiwa, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan pasien.Kriteria struktur
1. Adanya kebijakan SAK dan SOP
2. Tersedia pedoman pelaksanaan tindakan Kriteria proses
1. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada strategi pelaksanaan dengan pendekatan hubungan terpeutik
2. Melibatkan pasien (keluarga) dan profesi lain dalam melaksanakan tindakan
3. Melakukan modifikasi tindakan berdasarkan perkembangan kesehatan pasien
4. Mendokumentasikan tindakan keperawatan Kriteria hasil
Tindakan keperawatan dan respon pasien terdokumentasikan Tindakan Perawatan Pasien Gangguan Jiwa (Purba, dkk., 2012) Tindakan keperawatan pasien harga diri rendah 1.
Mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yangdimiliki pasien 2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan 3. Membantu pasien untuk menetapkan/memilih kegiatan sesuai kemampuan 4. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan 5. Penkes pada keluarga serta mengajarkan keluarga cara memotivasi pasien dan menamati perkembangan perubahan perilaku pasien
Tindakan keperawatan pasien defisit perawatan diri 1.
Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri 2. Melatih pasien berhias/berdandan 3. Melatih pasien makan secara mandiri 4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
5. Penkes pada keluarga serta mengajarkan cara perawatan pasien di rumah Tindakan keperawatan pasien isolasi sosial 1.
Membina hubungan saling percaya 2. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial 3. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap 4. Penkes pada keluarga serta melatih keluarga merawat pasien di rumah
Tindakan keperawatan pasien halusinasi 1.
Membantu pasien mengenali halusinasi 2. Melatih pasien mengontrol halusinasi 3. Penkes pada keluarga serta mengajarkan cara perawatan pasien di rumah
Tindakan keperawatan pasien waham 1.
Membina hubungan saling percaya 2. Tidak mendukung atau membantah waham pasien 3. Yakinkan pasien berada dalarn keadaan aman 4. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari 5. Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti mernbicarakannya 6. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi persien sesuai dengan realitas 7. Diskusikan dengan pasien kemampuan realistis yang dimilikinya pada saat yang lalu dan saat ini
8. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang dimilikinya
9. Diskusikan kebutuhan psikologis/ernosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbuikan kecemasan, rasa takut, dan marah.
10. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien 11.
Berbicara dalam konteks realitas 12. Bila pasien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya berikan pujian yang sesuai
13. Jelaskan pada pasien tentang program pengobaternnya (manfaat, dosis obat, jenis, dan efek sarnping obat yang diminum serta cara meminum obat yang benar)
14. Diskusikan akibat yang terjadi bila pasien berhenti minum obat tanpa konsultasi 15.
Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien 16. Diskusikan dengan keluarga tentang: Cara merawat pasien waham di rumah,follow up dan keteraturan pengobatan, lingkungan yang tepat untuk pasien
17. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nana obat, dosis, frekuensi, efek sanrping, akibat penghentian obat)
18. Diskusikan dengan heluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera Tindakan keperawatan pasien perilaku kekerasan 1.
Mmembina hubungan saling percaya 2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu 3. Diskusikun perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Disktrsikan tanda dan gejala perilaku kekerasan sccara fisik
b) Diskirsikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersarna pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara: sosial/verbal, terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan, 5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya 6. Diskusikan bersarna pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: fisik
(pukul kasur dan batal, tarik napas dalam), obat, sosial/verbal, spiritual (sholat/berdoa) 7. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
8. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a). Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat b). Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat c). Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
9. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien. yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain Tindakan keperawatan pasien risiko bunuh diri Pasien dengan isyarat bunuh diri 1.
Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman
2. Meningkatkan harga diri pasien 3.
Meningkatkan kemampuan pasien menyelesaikan masalah 4. Penkes pada keluarga dan mengajarkan cara merawat pasien di rumah Pasien dengan ancaman dan percobaan bunuh diri 1.
Melindungi pasien dari ancaman atau percobaan bunuh diri 2. Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat
STANDAR V : EVALUASI Pernyataan :
Perawat melakukan evaluasi perkembangan kondisi kesehatan pasien untuk menilai pencapaian tujuan Rasional Evaluasi menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan keperawatan.
Kriteria struktur Adanya SOP dan instrumen
Kriteria proses
1. Menilai kesesuaian respons pasien dan kriteria hasil
2. Memodifikasi rencana keperawatan sesuai kebutuhan
3. Melibatkan pasien dan keluarga Kriteria hasil
1. Hasil evaluasi tindakan terdokumentasikan
2. Perubahan data pasien terdokumentasikan
3. Perubahan pada masalah keperawatan pasien terdokumentasikan
4. Modifikasi pada rencana keperawatan terdokumentasikan
2.3.2. Standar Praktik Keperawatan Jiwa Menurut Videbeck
Sheila L. Videbeck (2008) dalam bukunya menjelaskan standar
praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa terdiri dari : Standar I. Pengkajian,
Standar II. Diagnosis, Standar III. Identifikasi Hasil, Standar IV. Perencanaan,
Standar V. Implementasi Standar VI. Evaluasi.Standar I. Pengkajian : perawat kesehatan jiwa mengumpulkan data
kesehatan klien, standar II. Diagnosis : perawat kesehatan jiwa menganalisis data
untuk menetapkan diagnosis, standar III. Identifikasi Hasil : perawat kesehatan
jiwa mengidentifikasi hasil yang diharapkan pada setiap klien, standar IV.
Perencanaan : perawat kesehatan jiwa mengembangkan rencana asuhan yang
menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan, standar V.
Implementasi : perawat kesehatan jiwa mengimplementasikan intervensi yang
diidentifikasi pada rencana asuhan, standar VI. Evaluasi : perawat kesehatan jiwa mengevaluasi kemajuan klien dalam mencapai hasil yang diharapkan.Standar V. Implementasi terdiri dari : 1. Standar Va. Konseling : Perawat kesehatan jiwa melakukan intervensi untuk mambantu klien meningkatkan atau memperoleh kembali kemampuan koping mereka, memelihara kesehatan jiwa, dan mencegah gangguan jiwa serta disabilitas.
2. Standar Vb. Terapi Lingkungan : Perawat kesehatan jiwa membersihkan, membentuk, dan mempertahankan lingkungan terapeutik dalam
berkolaborasi dengan klien dan pemberi perawatan kesehatan yang lain.
3. Standar Vc. Aktivitas Perawatan Diri : Perawat kesehatan jiwa menyusun
intervensi yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan klien sehari-hari
untuk meningkatkan perawatan diri serta kesejahteraan fisik dan jiwa.4. Standar Vd. Intervensi Psikbiologis : Perawat kesehatan jiwa menggunakan pengetahuan tentang intervensi psikobiologis dan
menerapkan keterampilan klinis untuk memulihkan kesehatan klien dan
mencegah disabilitas lebih lanjut.5. Standar Ve. Penyuluhan Kesehatan : Perawat kesehatan jiwa, melalui
penyuluhan kesehatan membantu klien mencapai hidup sehat, memuaskan
dan produktif.6. Standar Vf. Manajemen Kasus : Perawat kesehatan jiwa melaksanankan manajemen kasus untuk mengoordinasi pelayanan kesehatan yang komprehensif dan memeastikan kontinuitas asuhan.
7. Standar Vg. Promosi dan Pemeliharaan Kesehatan : Perawat kesehatan
jiwa menggunakan strategi dan intevensi untuk meningkatkan memelihara
kesehatan jiwa serta mencegah gangguan jiwa.8. Standar Vh-Vj : merupakan intervensi praktik keperawatan lanjutan dan hanya dapat dilakukan oleh perawat spesialis bersertifikat dalam keperawatan kesehatan jiwa.