BAB I PENDAHULUAN - Analisis Peranan Laz Rumah Zakat Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Mikro Melalui Program Senyum Mandiri Di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang Masalah

  Pembangunan ekonomi merupakan tugas dan kewajiban suatu negara jika negara itu menginginkan tercapainya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi merupakan suatu upaya yang terarah dan terencana dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan sumber daya yang ada. Dengan kata lain, pembangunan bukan merupakan sasaran akhir ataupun tujuan melainkan sarana sebagai proses untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam perekonomian seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan. Menurut Tulus Tambunan (1999 : 8) proses pembangunan ekonomi di suatu negara secara alamiah menimbulkan kesempatan yang sama besar bagi semua jenis kegiatan ekonomi, termasuk industri dari semua skala usaha.

  Salah satu usaha yang dapat membantu pembangunan ekonomi adalah sektor usaha kecil mikro (UMK). Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, UMK selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan sangat penting, hal ini dikarenakan UMK dapat menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik tradisional maupun modern. (Partomo dan Soejoedono, 2002 : 13)

  Sebagai negara berkembang, peranan UMK di Indonesia sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Gambaran dan perkembangan UMK di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Jumlah UMK Dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesai

  Tahun 2005-2012

  UMK Tenaga Kerja Tahun (unit) (orang)

  2005 47.017.062 83.586.616 2006 49.021.803 87.909.598 2007 50.145.800 90.491.930 2008 51.409.612 94.024.278 2009 52.764.750 96.193.623 2010 54.114.821 98.238.913 2011 55.206.444 101.722.458 2012 56.534.592 107.657.509

  Sumber : Departemen Koperasi RI Keberadaan UMK hendaknya mampu berkontribusi nyata dalam mengatasi permasalahan ekonomi seperti pengangguran dan kemiskinan.

  Perkembangan dan pertumbuhan usaha UMK merupakan salah satu penyokong kuatnya pertumbuhan dan pembangunan perekonomian Indonesia. Akan tetapi masih banyak kendala yang dihadapi oleh UMK saat ini. Diantaranya adalah kendala dalam mengakses modal. Maka dari itu peran dari pemerintah dan swasta sangatlah di perlukan dalam menyediakan bantuan modal untuk UMK.

  Peran pemerintah sudah cukup banyak dalam mengembangkan UMK. Hal ini dapat dilihat dari program-program pemerintah seperti memberikan pinjaman tanpa agunan, memberikan kredit melalui bank-bank milik negara serta subsidi untuk beberapa jenis barang. Akan tetapi dalam perkembangannya, pemerintah tetap membutuhkan pihak swasta dalam menyediakan bantuan untuk mengembangkan UMK ini. Diantaranya adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya lagi kepada masyarakat. Kehadiran LAZ bagi pengembangan UMK tentunya bagaikan oase di tengah gurun pasir. Sebab, LAZ mampu menyediakan dana bagi UMK yang tidak mampu mengakses modal yang disediakan oleh pemerintah.

  Adapun dana yang disediakan oleh LAZ adalah bersumber dari zakat, infaq, dan sedekah dari umat muslim. Zakat, infak dan sedekah merupakan salah satu sistem distribusi pendapatan. Islam mewajibkan dan menganjurkannya untuk merealisasikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Tujuannya agar aset yang dimiliki dan kekuatan ekonomi tidak terpusat pada seseorang ataupun kelompok tertentu (Chalil, 2009 : 394).

  Peranan zakat tidak hanya terbatas pada pengentasan kemiskinan. Akan tetapi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kemasyarakatan lainnya.

  Target utama dari aplikasi zakat adalah mengentaskan kemiskinan secara keseluruhan. Mengentaskan kemiskinan dengan mengentaskan penyebabnya (Qardhawi, 2005). Peranan zakat sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Zakat merupakan suatu penggerak yang memberikan tunjangan kepada para pedagang atau profesi lain yang membutuhkan modal, yang tidak bisa didapatkan dari jalan lain (wulansari, 2014 : 3).

  Selain itu tindakan-tindakan untuk mereduksi kesenjangan pendapatan dan kekayaan akan lebih berhasil jika diperkuat dengan pengaktifan sistem ekonomi islam tentang zakat (Chapra, 2005). Islam memerintahkan setiap muslim yang mempunyai kelebihan tertentu untuk membayar zakat kepada fakir miskin. Zakat harus menjadi pelengkap pendapatan yang cukup dari usahanya sendiri. Tuntutan ini diimplementasikan dalam suatu sistem sosial ekonomi, sehingga dapat menyumbang pada ekspansi peluang kesempatan kerja sendiri dan mereduksi kesenjangan. Pembayaran pajak dari semua kekayaan diharapkan dapat membantu mengerahkan para pembayar zakat untuk memperoleh pendapatan dari kekayaan mereka demi membayar zakat tanpa mengurangi nilai kekayaan tersebut. Hal ini, akan membantu ketersediaan dana untuk tujuan-tujuan investasi, dengan demikian penumpukan harta akan cenderung berkurang, yang mengarah kepada peningkatan investasi dan lapangan kerja.

  Beik (2009 : 2) menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini, di dunia Barat muncul sebuah konsep yang mendorong berkembangnya sharing

  

economy atau gift economy, dimana perekonomian harus dilandasi oleh semangat

  saling berbagi dan memberi. Konsep ini merupakan modal penting dalam memacu peningkatan perekonomian dan mampu membuat perekonomian suatu negara lebih efisien. Maka sewajarnya jika umat Islam di Indonesia turut membantu perbaikan ekonomi dengan memaksimalkan zakat, infaq dan sedekah.

  Jumlah penduduk Indonesia yang besar, dengan komposisi 87% muslim dan asumsi 20% adalah muzaki atau pemberi zakat, membuat nilai potensi zakat berdasarkan penelitian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dengan Institut Pertanian Bogor pada Januari-April 2011 sekitar Rp 217 triliun. Jumlah tersebut cukup signifikan untuk mengatasi kemiskinan. Namun kenyataannya, realisasi Rp 1,5 triliun atau belum mencapai 1% dari potensi zakat yang ada. Data belum mencakup penyaluran zakat secara pribadi langsung ke mustahik atau penerima zakat (Dakwatuna, 7 Agustus 2011).

  Sementara di Sumatera Utara, menurut Pimpinan Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara telah mengumpulkan dana yang berasal dari zakat, infaq dan sedekah (ZIS) sekitar Rp 1,4 miliar hingga pertengahan Agustus 2011 yang akan disalurkan untuk membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Dengan rincian sebanyak Rp 600 juta berasal dari zakat dan Rp 800 juta dari infaq serta sedekah. Namun sedang diupayakan pengumpulan ZIS lebih banyak agar dapat membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Pada tahun 2010, dana ZIS yang terkumpul oleh Bazda Sumatera Utara mencapai Rp 1,7 milyar dengan rincian Rp 1,2 milyar dari zakat dan sekitar Rp 450 juta dari infaq dan sedekah (waspadaonline, 16 Agustus 2011).

  Seperti halnya zakat, walaupun infaq dan sedekah tidak wajib, infak dan sedekah tidak kalah pentingnya dengan zakat. Infaq dan sedekah juga merupakan media pemerataan pendapatan umat Islam yang sangat dianjurkan. Dengan kata lain, infaq dan sedekah juga dapat dikategorikan sebagai media untuk memperbaiki taraf kehidupan dan juga media untuk mencapai kesejahteraan umat. oleh karena itu, zakat infaq dan sedekah harus diupayakan secara maksimal. Jika pengelolaan zakat, infaq dan sedekah dikelola secara optimal, maka zakat akan menjadi salah satu solusi dari sasaran akhir perekonomian negara, yakni mengurangi jumlah kaum dhuafa dan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

  Ada beberapa ayat Al Qur’an yang menjelaskan arti kata dhufa yang berasal kata dh’afa atau dhi’afan. Salah satu Firman Allah yang artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (dhi’afan), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”(terjemahan Al-Quran, surat an-Nisaa’: 9). Dalam beberapa ayat yang lain, dhuafa disebut sebagai mustadh’afin. Diantaranya dalam Surah Al Qashash ayat 5 yang artinya: “dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas (alladzinastudh’ifun). Kemudian dalam Surah Al A’raaf : 137 yang artinya: “dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu (yustadh’afun). Serta dalam surat An Nisa : 75 yang artinya: “mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah (mustadh’afin). Berdasarkan beberapa ayat di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa yang dimaksud kaum dhuafa adalah orang-orang lemah atau tertindas.

  Kaum dhuafa ini perlu dibantu dan dibela. Salah satunya dengan memberikan dan menyalurkan dana zakat kepada mereka. Dengan dana ini diharapkan terjadinya peningkatan kesejahteraan dan mengubah status mereka dari golongan miskin menjadi masyarakat yang lebih sejahtera.

  Zakat merupakan salah satu instrumen yang strategis dalam upaya menurunkan angka kemiskinan. Zakat mempunyai fungsi yaitu tidak hanya dunia dan menunjang kesejahteraan sosial ekonomi. Zakat merupakan kegiatan pendistribusian pendapatan (transfer of income), zakat mempertemukan pihak surplus pendapatan dengan pihak defisit pendapatan. Zakat juga mempunyai tujuan akhir yaitu mengubah seorang mustahik menjadi muzakki.

  Zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai pendukung peningkatan pendayagunaan zakat produktif. Pengembangan zakat produktif ini dalam bentuk sebagai modal usaha. Konsep ini dikembangkan karena usaha mikro mustahik tidak mampu untuk mengakses modal ke lembaga keuangan formal seperti bank, perbankan dan lain-lain. Padahal usaha mikro mustahik tersebut memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

  Di masa kini, pengelolaan zakat tidak lagi di kelola oleh Bait al-mal. Zakat dikelola oleh badan dan lembaga amil zakat, baik pemerintah maupun swasta.

  Pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat akan lebih optimal jika dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat atau LAZ sebagai organisasi yang terpercaya, sebab mereka tidak hanya menyerahkan zakat begitu saja tetapi ikut mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar dapat dijadikan sebagai modal usaha sehingga penerima zakat tersebut dapat memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri pada masa- masa selanjutnya (Sartika, 2008 : 77).

  Di Indonesia terjadi perkembangan mengenai pengelolaan zakat. Pemerintah juga sudah mengeluarkan Undang-Undang zakat terbaru nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Bahwa Undang-Undang ini secara khusus memberikan gambaran tentang tujuan dari pengelolaan zakat untuk kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan (pasal 3 ayat 2). Undang-undang No.

  38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang No. 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dasar hukum ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-undang No 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D/tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Undang- undang tersebut menyiratkan tentang pentingnya peningkatan kinerja BAZ dan LAZ sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana sehingga mampu mengelola zakat dengan baik.

  Salah satu Lembaga Amil Zakat yang telah berkembang di Kota Medan salah satunya adalah Rumah Zakat. Rumah Zakat memiliki tujuan yaitu dapat menjadi partner pemerintah dalam program MDG’s salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kemandirian masyarakat serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Program Senyum Mandiri adalah program Rumah Zakat dengan konsep pemberian bantuan modal kepada mustahik. Program ini bertujuan untuk membantu Usaha Mikro Mustahik yang tidak memiliki modal usaha.

  Keberadaan LAZ Rumah Zakat di kota Medan diharapkan mampu berkontribusi secara nyata terhadap perkembangan UMK di kota medan. tentang peranan LAZ Rumah Zakat melalui program senyum mandiri terhadap perkembangan UMK di kota Medan.

  1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : a.

  Adakah perbedaan omset penjualan UMK sebelum dan setelah diberikan bantuan oleh LAZ Rumah Zakat? b.

  Adakah perbedaan aset UMK sebelum dan setelah diberikan bantuan oleh LAZ Rumah Zakat c.

  Adakah perbedaan laba UMK sebelum dan setelah diberikan bantuan oleh LAZ Rumah Zakat

  1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini memiliki tujuan: a.

  Untuk melihat perubahan omset penjualan UMK sebelum dan setelah mendapatkan bantuan dari LAZ Rumah Zakat.

  b.

  Untuk melihat perubahan aset kerja UMK sebelum dan setelah mendapatkan bantuan dari LAZ Rumah Zakat.

  c.

  Untuk melihat perubahan laba UMK sebelum dan setelah mendapatkan bantuan dari LAZ Rumah Zakat.

1.5 Manfaat Penelitian

  Secara teoritis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah keilmuan dan studi tentang peranan LAZ Rumah zakat terhadap perkembangan UMK di kota Medan. Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat: a.

  Bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama: Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penyaluran zakat, serta dapat menjadi masukan dan referensi untuk mengambil kebijakan mengenai penyaluran zakat.

  b.

  Bagi Praktisi: Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi BAZ dan LAZ di kota Medan sebagai masukan berupa informasi tentang peran LAZ terhadap perkembangan UMK di kota Medan c.

  Bagi Institusi pendidikan: Penelitian ini dapat dijadikan bahan pengkajian yang lebih komprehensif mengenai urgensi Lembaga Amil Zakat.

  d.

  Bagi peneliti selanjutnya: Untuk menjadi bahan rujukan serta menambah informasi peneliti berkaitan dengan peran LAZ terhadap perkembangan UMK.

  e.

  Bagi penulis: Untuk menelaah dan memahami peranan LAZ Rumah Zakat terhadap perkembangan UMK di Medan. Serta memberikan kontribusi positif terhadap pemberdayaan masyarakat.