Pendidikan Jiwa Hakikat Pendidikan Filos

PENDIDIKAN JIWA, HAKIKAT PENDIDIKAN FILOSOFIS MULLA SADRA
Sebuah Analisis berdasarkan Paper Tahereh Javidi Kalateh Jafarabadi: ‘Mullah Sadra’s Idea
about “Existence” and “Motion in Substance” and Its Educational Implications’

Disusun oleh:
Nama: Anik Damayanti
NIM: O100150009
Email: anik.damayanti@gmail.com

A. ABSTRAKSI
Tujuan makalah ini adalah untuk mengulas pandangan Mulla Sadra tentang teori
gerakan substansi dan implikasinya terhadap sistem pendidikan yang terkait jiwa
manusia. Secara berurutan, dijelaskan singkat ihwal eksistensi, hakikat (kuiditas), dan
gerakan subtansi. Pada akhirnya akan dijelaskan implikasi dari teori filosofi Mulla Sadra
dalam dunia pendidikan dan efeknya bagi perkembangan sebuah jiwa manusia.
Para filosof sebelum Mulla Sadra mengemukakan bahwa eksistensi gerakan itu
dimungkinkan terjadi dalam empat kategori aksiden, yaitu: kuantitas, kualitas, posisi dan
tempat. Esensi atau objek atau substansi yang tidak mengalami perubahan pada keempat
aksiden di atas, dianggap sebagai sesuatu yang tetap atau tidak bergerak. Mulla Sadra
membuktikan bahwa pergerakan trans-substansial sebuah objek itu ada dan tidak terjadi
secara aksiden.

Titik terpenting dari sistem pendidikan berdasarkan teori filosofi Mulla Sadra
adalah mempersiapkan ruang bagi perkembangan manusia. Fisolosi dari gerakan
substansial (motion in substance) memaknai jiwa akan berkembang tahapan demi
tahapan, dan pada tiap tahapan membutuhkan persepsi yang sesuai 1. Kebutuhan persepsi
inilah yang dapat dipenuhi melalui pendidikan. Pendidikan mengisi perkembangan jiwa
manusia sesuai dengan tahapannya menuju kesempurnaan. Demikianlah, dijelaskan
bahwa implikasi dari teori Mulla Sadra adalah jiwa membutuhkan ruang materialistik
untuk aktualiasasi (penampilan) dan kesempurnaan jiwa dicapai dengan bantuan
pendidikan.
1Tahereh Javidi Kalateh Jafarabadi, Mullah Sadra’s Idea about “existence” and “motion in substance” and its
educational implications, Ferdowsi University of Mashhad, hlm. 13.

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

B. BIOGRAFI SINGKAT
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-Qawani al-Syirazi
yang bergelar ‘Shadr al-Din’ atau lebih dikenal dengan Mulla Sadra atau Shadr alMuta’alihin. Ia dilahirkan di Syirazi sekitar tahun 980 H/1572 M. Ayahnya dikenal
sebagai seorang yang shalih dan pernah menjabat sebagai gubernur di wilayah Fars
sehingga ia berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan penjagaan yang baik di
kota kelahirannya.

Mulla Sadra mendapatkan pendidikan formalnya dari tradisi Syiah, yaitu fiqh
Ja’fari, ilmu hadits, tafsir dan syarah al-Quran di bawah bimbingan gurunya Bahauddin
al-‘Amali (w. 1031 H/1622 M). Kemudian ia berguru kepada seorang teolog-filosof
Muhammad yang lebih dikenal dengan Mir Damad (w. 1041 H/1631 M), sebagai guru
utamanya. Mir Damad merupakan pemikir masyhur yang dijuluki Guru Ketiga (setelah
Aristoteles dan Al-Farabi). Ia juga berguru kepada seorang filosof peripatetic Mir
Fendereski (w. 1050 H/1641 M).
Dalam dunia filosofi terdapat tiga mazhab utama, yaitu (1) mazhab peripatetic (alHikmah al-Masyaa’iyyah) dengan Ibnu Sina yang paling dikenal sebagai salah satu
tokohnya, (2) mazhab

illuminatif (al-Hikmah al-Isyraaqiyyah) dengan Suhrawardi

sebagai tokohnya, dan (3) mazhab al-Hikmah al-Muta’alliyyah. Mulla Sadra dikenal
sebagai pendiri mazhab yang ketiga, dengan mengadopsi prinsip hylomorphisme dari
mazhab iluminati dan prinsip tertentu dari ajaran sufi Ibnu Sina.
Mulla Sadra melakukan uzlah di sebuah desa dekat kota Qum, setelah
menyelesaikan pendidikan formalnya. Berikutnya ia kembali ke Syirazi dan mengajar di
sana, tetapi menolak tawaran untuk menduduki jabatan. Ia meninggal dunia di Basrah
pada tahun 1050 H/1641 M saat pulang menunaikan ibadah haji yang ketujuh kalinya.
C. KONSEP GERAKAN SUBSTANSI

1. Definisi Eksistensi dan Kuiditas
Sebelum menjelaskan pandangan Mulla Sadra mengenai ‘eksistensi’ dan
‘gerakan substansial’, kita perlu memahami beberapa istilah teknis yang digunakan
dalam dunia filosofi, diantaranya definisi eksistensi dan kuiditas (hakikat).
Eksistensi adalah konsep jiwa yang bertolak belakang dengan nihil (tidak ada).
Eksistensi eksternal merupakan sesuatu yang konkret/nyata dan identik dengan
realisasi/kenyataan dari suatu benda atau sebuah individu di dunia luaran. 2 Kuiditas
itu biasanya berupa deskripsi mengenai realitas akan “sesuatu” atau sepadan dengan

2Ibid., hlm. 2.

2

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

definisinya.3 Misalnya seseorang bertanya tentang kucing, jawaban yang berisi
penjelasan tentang karakteristik kucing, itulah kuiditas.4
Eksistensi merupakan satu-satunya hal yang tidak memerlukan demonstrasi
sebab setiap orang dapat menangkap eksistensi secara alamiah. Tak ada yang lebih
jelas dari eksistensi. Eksistensi dapat dilihat dari dua perspektif. Di satu sisi, konsep

eksistensi dari kehadiran atau ketampilan sebuah objek yang merupakan kuiditas
eksternal yang ada di dunia. Di sisi lain, kuiditas sebuah objek merupakan sebuah
fenomena mental yang berada di alam pikiran dan mengabstraksikan eksistensi
eksternal. Oleh sebab itu, kuiditas tidak selalu membutuhkan eksistensi sepanjang
waktu dan tidak beriringan dengannya. Ada istilah popular yang mengatakan:
kuiditas dengan sendirinya ada atau tidak ada, demikianlah adanya (kuiditas).5
Kuiditas tidak selalu beriringan dengan kenyataan dan eksistensi eksternal.
Menurut Sulaymani Amiri, sejumlah besar kuiditas nampak di alam pikiran,
pemikiran yang tertuang dalam bentuk lisan maupun tulisan, dan efeknya kurang
nampak di eksistensi eksternal sehingga seringkali belum terealisasikan.6
Mulla Sadra menegaskan: kadang-kadang kita menganggap kuiditas tanpa
eksistensi, maksudnya kita mengabaikan eksistensi eksternal. Dengan kata lain,
kuiditas tidak selalu beriringan dengan realitas di dunia objektif; oleh karena itu,
eksistensi-lah yang utama dan penting bagi realisasi dari suatu objek dan eksisten.
Menurut Ghaffari, pemikiran manusia yang mengabstraksikan kuiditas dari
eksistensi eksternal dan mengemukakannya.7
2.

Gerakan Substansial
Tak ada seorang pun yang menolak prinsip gerakan eksistensi, akan tetapi para

filosof sebelumnya meyakini bahwa gerakan eksistensi tersebut hanya terjadi dalam
empat kategori aksiden menurut Aristoteles, yaitu kuantitas, kualitas, posisi dan
tempat. Dua dari empat kategori gerakan eksistensi yang paling nampak adalah
gerakan dalam posisi dan tempat, misalnya gerakan individu-individu dan
kendaraan, burung yang terbang.
Gerakan kuantitas disebut pertumbuhan, contohnya pertumbuhan seorang anak
menjadi manusia dewasa dan pertumbuhan anak pohon menjadi pohon besar.
Gerakan kualitas juga dapat dilihat pada perubahan makhluk hidup dalam setiap

3Ibid.
4Ibid.
5Ibid., hlm. 3.
6Ibid., hlm. 4.
7Ibid., hlm. 5.

3

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

tahapannya, misalnya penampilan seseorang, perubahan kimiawi pada buah

(perubahan pada rasa, warna dan bentuk buah dari mentah menjadi matang), atau
perubahan evolusi internal pada tahap psikologis seseorang.8
Para filosof dahulu hanya mengakui kemungkinan gerakan eksistensi dalam
empat kategori aksiden di atas. Apabila esensi atau substansi bersifat tetap terhadap
kuantitas, kualitas, dan posisi maka disebut tidak bergerak. Bahkan seorang filosof
terkemuka Ibnu Sina meyakini bahwa jika kita menerima gerakan substansial maka
dengan gerakan itu, setiap substansi akan meninggalkan diri dan identitasnya
kemudian berubah menjadi identitas baru yang berbeda dengan identitas
sebelumnya.9
Mulla Shadra mengemukakan sebuah argumen bahwa seluruh aksiden tidak
memiliki eksistensi mandiri dari objek-objeknya. Akan tetapi seluruh aksiden berasal
dari substansi itu sendiri. Dari satu sisi ketika seluruh aksiden ini mengalami
perubahan dan terjadi pergerakan di dalamnya maka hal itu memahamkan kepada
kita bahwa substansi juga memiliki gerakan. Karena segala jenis perubahan yang
terjadi pada satu objek, maka perubahan tersebut juga terjadi padanya. Dan sebagai
hasilnya gerakan aksidental merupakan petunjuk dari gerakan pada substansi dan
itulah yang dimaksud dengan gerakan substansial.10
Pertumbuhan buah yang merupakan gerakan

kuantitatif


biasanya

menghasilkan perubahan warna dan rasa yang merupakan gerakan kualitatif. Ini
menunjukkan gerakan substansial, yaitu perubahan yang terjadi dengan aksiden
berasal dari dalam substansi itu sendiri.
3.

Gradasi Eksistensi
Kuiditas objek dilihat dari sifat dan struktur terbagi menjadi dua: substansi
immaterial yang bersifat tetap atau statis dan substansi material yang memiliki
esensi in-flux dan sifat bergerak sehingga eksistensinya bersifat gradual dan
bertahap. Jika eksistensi material tidak in-flux maka tidak akan terjadi
perkembangan, seperti pohon yang tumbuh menjadi pohon besar atau bayi yang
berkembang menjadi manusia dewasa.11

8Ibid., hlm. 6.
9Ibid., hlm. 7.
10---, Apa gerakan substansial itu (al-harakah al-jauhariyah) dan bagaimana perannya dalam kehidupan
keseharian manusia?, http://www.islamquest.net/id/archive/question/fa7225 diakses pada 31 Maret 2016

21:24 WIB.
11Tahereh Javidi, Mullah Sadra’s Idea…, Ferdowsi University of Mashhad, hlm. 8.

4

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

Mulla Sadra menarik dua teori yaitu prinsip eksistensi dan gradasi eksistensi.
Dia juga membuktikan bahwa esensi dari objek material bersifat gradable dan
memiliki kemampuan untuk bergerak dari dalam esensinya sendiri (motion by
essence).12 Tidak seperti para filosof sebelumnya yang meyakini bahwa waktu
(seperti tempat) memiliki eksistensi objektif, waktu merupakan wadah tetap bagi
objek dan kejadian. Menurut Kalin, Mulla Sadra berpendapat bahwa waktu memiliki
eksistensi immaterial daripada eksistensi objektif, dan diabstraksikan dari gerak
trans-substansial suatu objek dan kejadian-kejadian.13
Menurut Rahimiyan, teori relativitas umum dalam fisika modern mempertegas
teori filosofi Sadra bahwa waktu merupakan bagian dari segala sesuatu yakni
dimensi keempat dan segala sesuatu juga memiliki dimensi waktunya sendiri.14
Berdasarkan teori Mulla Sadra, gerakan substansial (motion in substance)
tidak akan pernah mengubah esensi dari substansi, contohnya seseorang tetap

merasa bahwa dirinya adalah orang yang sama (sejak lahir) walaupun dia mengalami
perubahan selama hidupnya.15 Hal lain yang dijelaskan dari teori dasar gerakan
substansial-nya Sadra adalah mengenai jiwa manusia. Sadra meyakini bahwa jiwa
muncul dari tubuh manusia kemudia jiwa mengalami perkembangan dalam cahaya
gerakan menuju kesempurnaan, hingga akhirnya menjelma sesuatu yang
independen.16

4.

Konsekuensi Logis dari Teori Gerakan Substansial Sadra
Tahereh Jafarabadi menjelaskan dalam makalanya ada beberapa konsekuensi
logis yang bermanfaat yang dapat ditarik dari teori gerakan substansial ini, antara
lain:17
a. Esensi dunia bersifat dinamis seiring dengan dinamisnya alam. Alam menurut
Sadra bersifat dinamis, berbeda dengan pendapat Aristotelian.
b. Gerakan alam memiliki tujuan tertentu dan mengarahkan dunia dan seluruh
eksistensi di dalamnya menuju kesempurnaan.
c. Sifat dari waktu dan dalam batas tertentu, relativitasnya dapat terungkap dengan
teori ini, sehingga dapat dijelaskan definisi waktu dengan tepat.
d. Kesempurnaan merupakan salah satu produk dan kebutuhan dari dunia.


12Ibid.
13Ibid., hlm. 9.
14Ibid.
15Ibid., hlm. 10.
16Ibid., hlm. 11.
17Ibid.

5

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

e. Gerakan itu bersifat linier, terhubung dan terangkai seperti rantai. Menurut
Sadra, hakikat dari arah gerakan alam adalah nyata dan objektif, bukan
imajinatif, dan ini satu-satunya hal yang menggambarkan waktu.
D. IMPLIKASI GERAKAN SUBSTANSI DALAM PENDIDIKAN
1. Gerakan Substansial Menuju Kesempurnaan
Dengan menerima konsep gerakan substansial maka kita juga harus menerima
bahwa keseluruhan alam, secara serentak dan seiring sejalan bergerak menuju
kesempurnaan. Dalam teori ini, gerakan menuju kesempurnaan merupakan bagian

dari fitrah alam natural.18
Salah satu konsekuensi logis dari gerakan substansial adalah alam itu bersifat
dinamis, bahwa setiap materi pada setiap detiknya, berubah dari sebuah bentuk
menjadi bentuk yang lain. Karena itu, alam semesta detik demi detik berada dalam
kondisi dekonstruksi dan konstruksi.19
Dalam mengelaborasi gerakan substansial dan melalui jalan seluruh entitas
hingga sampai pada tujuannya harus dikatakan bahwa secara asasi gerakan
menyempurna ini pada awalnya bermula dari materi awal (hyle) yang merupakan
murni potensi dan sama sekali tidak memiliki aktualisasi. Kemudian materi murni
ini untuk pertama kalinya menampakkan aktualisasi lemah pada dirinya dan
berbentuk rangkapan dan kemudian berubah menjadi mineral (jamad). Pada
kelanjutan gerakan gradualnya, manusia memasuki alam tumbuhan dan setelah
melintasi beberapa tingkatan, manusia memiliki bentuk hewani dan melintas pada
alam hewani dan selepas itu memasuki alam manusiawi yang memiliki ragam
tingkatan dan derajat. Untuk melintasi tingkatan manusiawi ini, manusia
memerlukan ilmu dan amal dan setelah melintasi ragam dan banyak tingkatan di
alam manusiawi secara gradual akan meninggalkan alam manusiawi; karena
substansi berada dalam keadaan menyempurna, maka manusia tidak lagi memiliki
kecenderungan untuk tinggal di alam ini sedemikian ia melaju sehingga menjadi
akal universal. Dan pada akhirnya menggapai Tuhan.20
2.

Pendidikan bagi Jiwa Manusia
Mulla Sadra berpendapat bahwa kesadaran diri manusia merupakan bukti
adanya esensi non-materialistik dalam manusia yakni jiwa. Jiwa membutuhkan
ruang materialistik untuk kemunculan dan ketampilannya. Jiwa yang merupakan

18---, Apa gerakan substansial…, www.islamquest.com..., diakses pada 1 April 2016 7:02 WIB.
19Ibid.
20Ibid.

6

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

elemen kesadaran manusia, bagian internal manusia inilah yang memberikan esensi
gerakan dan keadaan eksternal yang mempersiapkan ruang bagi gerakannya.
Keduanya diarahkan menuju kesempurnaan dan dikendalikan oleh sebuah jiwa
superior. Kesempurnaan jiwa hanya dapat dicapai dengan pendidikan.21
Manusia memiliki potensial dan aksi dan kekuatan untuk merealisasikan
potensial menjadi aksi, yang merupakan esensi manusia. Pendidikan dibutuhkan
untuk mengisi eksistensi manusia dan kesempurnaan merupakan intervensi jiwa
dalam proses penciptaan yang berlangsung terus-menerus. Jiwa seseorang dibangun
selama hidupnya dengan ditopang oleh pendidikan yang dicapainya dan tindakantindakannya.22
Jiwa melalui tahapan demi tahapan menuju kesempurnaan dan ini
membutuhkan persepsi yang tepat sesuai tahapannya. Tidaklah mungkin
pengetahuan dan persepsi atau aksiden lainnya dari jiwa ditransfer dari sesuatu atau
seseorang kepada orang lain. Dari sudut pandang filosofis, esensi mustahil
ditransmisikan secara aksiden dari satu manusia ke manusia lain. Manusia
berkembang karena gerakan substansial, dan mencapai batas yang jelas dan ide-ide
rasional.
Oleh sebab itu, sistem pendidikan yang terpenting berdasarkan teori filosofis
Sadra adalah mempersiapkan ruang bagi perkembangan manusia. Situasi dalam
sistem pendidikan dirancang sedemikian rupa supaya siswa dapat memahami materi
studi dengan mendalam dan menambahkan ke dalam esensinya melalui partisipasi
aktif dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Tujuan dari pendidikan dalam sistem pendidikan menurut Sadra adalah
mengajarkan bagaimana mengajar. Dengan sistem ini, teknik penghafalan
pengetahuan dan transfer pengetahuan kepada orang lain dianggap sebagai sesuatu
yang sia-sia belaka dan tidak memiliki nilai dalam sudut pandang pendidikan. 23
Sistem pendidikan yang demikian itu tidak akan dapat menambah esensi bagi jiwa
manusia, tetapi itu dilakukan untuk men-transfer esensi aksidental seseorang untuk
esensi orang lain. Itulah sebabnya pembelajaran cara ini tidak mampu menembus
jiwa secara mendalam dan mudah dilupakan.24
Sistem pendidikan Mulla Sadra memandang bahwa perkembangan rasional
dan berfikir intuitif sebagai salah satu tujuan penting dari pendidikan. Sistem
21Tahereh Javidi, Mullah Sadra’s Idea…, Ferdowsi University of Mashhad, hlm. 12.
22Ibid., hlm. 13.
23Ibid., hlm. 13.
24Ibid.

7

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

pendidikan harus dapat menyediakan sarana atau suasana yang membuat siswa
memahami semua aspek pengetahuan melalui proses berfikir rasional dan intuitif.25
Lebih jauh lagi mengenai tujuan sistem pendidikan Mulla Sadra adalah
pengenalan dan penghargaan terhadap jiwa pada setiap tahapannya. Sebab dalam
pandangan Sadra, pengenalan jiwa merupakan persiapan bagi mengenal Tuhan. Jika
manusia

memahami

bahwa

jiwa

itu

satu

namun

implementasi

dalam

aksi/tindakannya dan tingkatannya bisa bermacam-macam, maka ia dapat melihat
keesaan Tuhan dan dengan mudah memahami bagaiman Tuhan itu Esa namun tandatanda (kebesaran-Nya) dan manifestasi-Nya bisa ditemukan dimana-mana.26
Pengenalan jiwa beserta tahapan-tahapan jiwa, sejatinya bersesuaian dengan
pendapat para psikolog dan ahli pendidikan yang menyatakan bahwa pengenalan
terhadap tahapan yang berbeda pada jiwa sesuai dengan perkembangan manusia dan
karakteristik tiap tahapan sangat penting untuk mencapai kesempurnaan manusia,
sebagai bentuk keberhasilan dalam mendidik manusia. Oleh karena itu, pengenalan
jiwa beserta tahapan-tahapannya sudah seharusnya turut dipertimbangkan sebagai
salah satu tujuan terpenting dalam sistem pendidikan di masyarakat.27
E. ANALISIS
Tahereh Jafarabadi menjelaskan sistem pendidikan berdasarkan teori filosofis
Mulla Sadra, dapat dipahami ke dalam tiga sub sistem filsafat: ontologi, epistemology
dan aksiologi. Secara ontologi, Jafarabadi mengemukakan bahwa gerakan substansial
yang terjadi dalam esensi manusia senantiasa memungkinkan jiwa mengalami
perkembangan. Dalam perkembangannya terdapat tahapan-tahapan yang dilalui, dan
pada setiap tahapan ini memerlukan persepsi atau pengetahuan yang tepat untuk
mengiringinya. Pengetahuan yang tepat ini dapat dipenuhi atau diperoleh dari
pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya berfungsi untuk mempersiapkan ruang materialistik bagi
perkembangan manusia. Secara epistemologis, bagaimana merancang sistem pendidikan
yang paling sesuai untuk menguatkan esensi manusia, dijelaskan oleh Jafarabadi yaitu
salah satunya melalui partisipasi aktif dalam proses pengajaran-pembelajaran sehingga
siswa memahami bidang studi secara mendalam. Sistem pendidikan secara epistemology,
diselenggarakan dengan mengembangkan metoda berfikir secara rasional dan intuitif. 28
Pemakalah tidak sependapat dengan Jafarabadi yang menyatakan bahwa metodologi
25Ibid., hlm. 14.
26Ibid.
27Ibid.
28Ibid.

8

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

pembelajaran dengan teknik menghafal dan transfer pengetahuan dianggap tidak
memiliki nilai dalam menambah esensi manusia.
Kelahiran ilmu dalam Islam, menurut Hamid Fahmi Zarkasy, ditandai dengan
diturunkannya wahyu (Al-Quran) kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat
Jibril.29 Jiwa seorang Muhammad Saw. yang kala itu haus akan ilmu dan ma’rifat kepada
Rabb-nya dibimbing oleh Jibril dengan cara yang paling mula-mula, yaitu dengan teknik
menghafal dan transfer pengetahuan. Muhammad Saw diperintahkan mengikuti apa yang
diucapkan oleh Jibril, secara perlahan-lahan.

‫سان ل ل‬
‫ج ل‬
‫ فلإ ه ل‬١٧ ‫هۥ‬
‫ذا‬
‫ن ع لل ليعلنا ل‬
‫ إ ه ن‬١٦ ‫ل ب ههه ۦۦ‬
‫ك ل هت لعع ل‬
‫لل ت ت ل‬
‫حرركع ب هههۦ ل ه ل‬
‫هۥ ولقترعلءان ل ت‬
‫جمععل ت‬
١٨ ‫هۥ‬
‫ه فلٱت نب هعع قترعلءان ل ت‬
‫قللرأعن نل ت‬

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat

(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.” (Al-Qiyamah, 75: 16-18)

Hal itu menjelaskan bahwa teknik menghafal dan transfer ilmu termasuk salah satu
metoda pembelajaran yang efektif bagi tahapan jiwa tertentu. Metoda yang sama juga
diterapkan pada periode ketiga tradisi ilmu dalam Islam yaitu masa Ahlu ash-Shuffah.
Para Sahabat yang berasal dari negeri jauh lalu tinggal dan menetap di sekitar masjid
Nabawi untuk belajar dan menghadiri majelis ilmu dari Rasulullah Saw secara langsung.
Ahlu ash-Shuffah ini dengan tekun menyimak dan menghafal ayat-ayat Al-Quran beserta
penjelasannya dari Rasulullah Saw. Pada masa setelah Rasulullah Saw. wafat,
kebanyakan dari mereka menjadi ahli ilmu yang banyak meriwayatkan hadits seperti Abu
Hurairah, Ibnu Mas’ud.
Kemudian metoda Muhammad Idris menimba ilmu dari gurunya Imam Malik,
dengan mendatangi majelis ilmunya dan menghafal hadits-hadits yang disampaikan sang
Guru secara mengagumkan. Hingga akhirnya beliau menjadi pakar Hukum Islam yang
masyhur sebagai salah satu pendiri madzhab, yaitu Imam Syafi’i.
Menurut pemakalah, metoda menghafal dan transfer ilmu sangat penting dalam
sistem pendidikan Islam, bukan saja karena sejarah membuktikan, sebab metoda ini
penting digunakan pada tahapan jiwa yang muda, baru mulai berkembang sehingga
membutuhkan pengarahan yang jelas dan tepat untuk mengarahkan jiwa menuju
keimanan dan ma’rifat yang benar.
Aspek aksiologis dari sistem pendidikan yang berdasarkan teori filosofis Sadra
untuk mencapai pengenalan terhadap Tuhan. Tujuan pendidikan yang berorientasi pada
pengenalan jiwa beserta tahapan-tahapannya adalah mengarahkan perkembangan jiwa
29Adian Husain et. al., Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), hlm. 23.

9

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

menuju kesempurnaan untuk menggapai Tuhan. Manusia diharapkan untuk memahami
keesaan Tuhan sekaligus melihat tanda-tanda (Kebesaran-Nya) dan manifestasi-Nya
dalam berbagai bentuk di alam semesta.30
Menurut pemakalah, tujuan utama dari sistem pendidikan Islam adalah
tertanamnya iman yang kuat menghujam dalam jiwa manusia. Manusia dapat mencapai
ma’rifatullah (pengenalan terhadap Tuhan) seusia dengan akidah yang benar. Ketika
manusia mempelajari ilmu-ilmu kauniyah yang tersebar di alam semesta, selalu
mengingatkannya akan Kebesaran Tuhannya dan menambah keimanannya. Demikianlah
karakteristik orang-orang berakal, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran.

‫ف ٱل نيعل وٱلن نهار لل لي نل ت ت‬
‫ب‬
‫ن هفي ل‬
‫مونل ه‬
‫ض ولٱخعت هل نل ه‬
‫إه ن‬
‫ق ٱل ن‬
‫س نل‬
‫ت رلووهلي ٱلعلعب نل ه‬
‫ه ل ل ه‬
‫خلع ه‬
‫ت ولٱلعرع ه‬
‫ل‬
‫ن فهففي‬
‫جن تففوب هههمع ولي لت ل ل‬
‫ ٱل ن ه‬١٩٠
‫فك نففترو ل‬
‫ى ت‬
‫ما ولقتتعو د‬
‫ن ي لذعك تترو ل‬
‫ه قهي نل د‬
‫ن ٱلل ن ل‬
‫ذي ل‬
‫دا ولع للفف ن‬

‫حن ل ل‬
‫قن لففا ع لفف ل‬
‫ت هنلفف ل‬
‫ب‬
‫ما ل‬
‫ل‬
‫ك فل ه‬
‫مونل ه‬
‫ذا ل‬
‫سففبع لن‬
‫ذا ب لنط هدل ت‬
‫ق ٱل ن‬
‫خل لقع ل‬
‫ض لرب نلنا ل‬
‫س لن‬
‫خلع ه‬
‫ت ولٱلعرع ه‬
١٩١ ‫ٱلنناره‬

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran, 3:
190-191)

Tujuan terpenting kedua dalam sistem pendidikan Islam adalah tumbuhnya jiwajiwa menuju kesempurnaan yakni berupa manusia yang beriman dan cakap dalam
mengelola alam semesta untuk kelestarian dunia mineral, tumbuhan, binatang dan
manusia itu sendiri. Tujuan yang ingin dicapai adalah supaya manusia mampu
menjalankan tugasnya sebagai khalifah fil-ardh dengan baik.31 Sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 30-31, ALLAH SWT. mengajarkan kepada Adam
beberapa ilmu yang tidak diajarkan-Nya kepada para malaikat sebab ALLAH SWT.
mempersiapkan Adam sebagai khalifah di bumi.
Pemakalah setuju dengan ide bahwa sistem pendidikan dirancang untuk
mempersiapkan ruang aktualisasi bagi jiwa-jiwa manusia yang berkembang secara
bertahap menuju kesempurnaan. Akan tetapi, pemakalah memiliki pandangan sendiri
bahwa kesempurnaan jiwa manusia bukan saja untuk mengenal Tuhan (jiwa yang
beriman), tetapi juga untuk kembali membumi bersama manusia untuk menjalankan
perannya sebagai khalifah di bumi.
30Tahereh Javidi, Mullah Sadra’s Idea…, Ferdowsi University of Mashhad, hlm. 14.
31Adian Husain, Filsafat Ilmu…, hlm. 225.

10

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

F.

KESIMPULAN
Para filosof sebelum Mulla Sadra mengemukakan bahwa gerakan pada eksistensi
atau objek dimungkinkan terjadi karena empat aksiden yaitu kuantitas, kualitas, posisi
dan tempat. Mulla Sadra membuktikan adanya gerakan substansial, gerakan yang terjadi
dengan aksiden dari dalam substansi itu sendiri. Gerakan substansial ini tidak mengubah
esensi dari eksistensi. Berbeda dengan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa jika suatu
objek mengalami gerakan substansial maka eksistensi objek tersebut akan berubah
menjadi identitas yang berbeda dengan sebelumnya.
Gerakan substansial Mulla Sadra pada akhirnya menjelaskan bahwa semua
eksistensi baik material dan non-material akan mengalami perubahan, baik di alam
semesta maupun dalam diri manusia itu sendiri. Masing-masing mengalami gerakan
substansial menuju kesempurnaan. Gerakan substansial yang terjadi di dalam esensi
manusia menyebabkan jiwa manusia berkembang melampaui tahapan-tahapannya.
Perkembangan jiwa memerlukan persepsi dan pengetahuan yang tepat untuk
mengiringi sesuai tahapannya. Pendidikan lah yang diperlukan untuk mengisinya.
Jafarabadi menyinggung sedikit ihwal metoda pengajaran-pembelajaran yang efektif
dalam sistem pendidikan Sadra, yaitu dengan membuat sistem pendidikan yang
memungkinkan siswa aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami materi studi
dengan mendalam. Jafarabadi menyatakan bahwa teknik menghafal dan transfer
pengetahuan bersifat sia-sia sebab tidak mampu menambah esensi seseorang dan (materi
studi) mudah dilupakan. Pemakalah tidak sependapat dengan ide Jafarabadi ini.
Pemakalah berpendapat bahwa pada tahapan jiwa muda dan mulai berkembang
membutuhkan metoda pembelajaran dengan menghfala dan transfer ilmu. Metoda ini
efektif untuk mengarahkan jiwa yang belum mengetahui arah kesempurnaan mana yang
ingin dicapai.
Fungsi terpenting

pendidikan

berdasarkan

filosofi

Sadra

adalah

untuk

mempersiapkan ruang bagi perkembangan manusia. Jafarabadi menyebutkan bahwa
salah satu tujuan dari sistem pendidikan Mulla Sadra adalah untuk mengenali jiwa
beserta tahapannya sebagai persiapan untuk mengenal Tuhan. Pada akhirnya, untuk
merancang sistem pendidikan, bukan saja dilihat dari sudut pandang para pakar
pendidikan dan psikolog, tetapi juga perlu dipertimbangan dari sudut pandang filosofis.
Sehingga pengenalan jiwa beserta tahapannya layak dipertimbangkan sebagai salah satu
tujuan terpenting dalam sistem pendidikan di masyarakat.

11

Pendidikan Jiwa, Hakikat Pendidikan Filosofis Mulla Sadra

DAFTAR PUSTAKA
Husaini, Adian., et. al. 2013. Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press.
Tahereh Javidi Kalateh Jafarabadi. Mullah Sadra’s Idea about “Existence” and “Motion in
Substance” and Its Educational Implications. Ferdowsi University of Mashhad.
---. Apa gerakan substansial itu (al-harakah al-jauhariyah) dan bagaimana perannya dalam
kehidupan keseharian manusia? www.islamquest.com

12