106267240 Penilaian Kinerja Kel 7 IKM B 09

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penilaian perilaku mengidentifikasi berbagai cara perilaku karyawan di
tempat kerja. Penilaian perilaku dirancang untuk membantu karyawan memahami
perilaku gaya individual mereka, sebagai motivator, dan preferensi. Setelah karyawan
memahami diri mereka sendiri, mereka dapat belajar mengenali gaya, motivator, dan
preferensi orang lain, dan menemukan cara untuk beradaptasi dengan gaya mereka
sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Pemahaman perilaku dapat membantu
organisasi meningkatkan kerjasama dan mengurangi konflik dan membangun tim
yang lebih efektif dan produktif.
Sistem penilaian kinerja merupakan cara yang nyata bagaimana suatu
organisasi dapat mengetahui tingkat kinerja karyawan yang beragam. Sistem
penilaian prestasi kerja penting karena dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan
organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan perilaku kerja dan penilaian perilaku kerja?
1.2.2 Apakah manfaat penilaian perilaku kerja?
1.2.3 Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja?
1.2.4 Apa sajakah kriteria faktor penilaian perilaku kerja?

1.2.5 Apa sajakah indikator dalam penilaian perilaku kerja dan metode apa saja yang
digunakan untuk penilaian perilaku kerja?
1.2.6 Apakah yang dimaksud dengan prestasi kerja/kinerja dan penilaian prestasi
kerja?
1.2.7 Apa sajakah tujuan dan manfaat dari penilaian prestasi kerja?
1.2.8 Apa sajakah metode penilaian prestasi kerja/kinerja serta bagaimana
evaluasinya?

1

BAB II
PENILAIAN PERILAKU YANG RELEVAN DENGAN PEKERJAAN /
PERILAKU KERJA (WORKING BEHAVIOUR)
2.1 Definisi
Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam
kehidupan bekerja. Berikut terdapat beberapa definisi perilaku kerja menurut para
ahli.
1. Perilaku Kerja menurut Bond and Meyer (1987) dalam Ricca (2010)
Perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan perilaku dimana hal tersebut sangat
penting di setiap pekerjaan dan situasi kerja.

2. Perilaku Kerja menurut Robbins (2002) dalam Ricca (2010)
Perilaku kerja yaitu dimana orang-orang dalam lingkungan kerja dapat
mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja. (Robbins menekankan
pada sikap yang diambil oleh pekerja untuk menentukan apa yang akan mereka
lakukan di lingungan tempat kerja mereka).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja
adalah suatu tindakan yang ditunjukkan oleh orang – orang yang bekerja di
lingkungan kerja mereka untuk mengaktualisasikan diri dalam melaksanakan tugas
yang ada di tempat mereka bekerja.
Sedangkan pengertian penilaian perilaku kerja adalah cara untuk melihat dan
mengevaluasi tindakan yang ditunjukkan orang-orang yang bekerja di lingkungan
kerja serta mengetahui sejauh mana tindakan tersebut dapat berperan/berpengaruh di
tempat kerja.
2.2 Manfaat Penilaian Perilaku Kerja
Kerberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh
perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja
ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Oleh karena itu penilaian

2


diperlukan agar para karyawan dapat diupayakan untuk membentuk perilaku kerja
yang konsisten dan positif.
Perilaku kerja prestatif dapat dilihat dalam sikap sebagai berikut :
1. Kerja Ikhlas
Kerja ikhlas bukan berarti kerja tanpa mengharapkan gaji/honor. Kerja ikhlas
dalam hal ini dapat diartikan kerja yang dilakukan tanpa keluh kesah. Segala jerih
payah bahkan rasa lelah tidak dirasakan suatu beban yang berat.
2. Kerja Mawas Diri dari Rasa Emosional
Kerja mawas diri dapat diartikan tidak tergesa-gesa dalam mengambil suatu
tindakan, tidak mudah terpancing oleh suasana dalam menerima suatu kritikan
maupun pujian. Sebelum bertindak dipikirkan dengan matang keputusan apa yang
akan diambil. Oleh karena itu sikap hati-hati perlu diterapkan agar tidak mudah
terjebak pada kesalahan yang sama.
3. Kerja Cerdas
Cerdas, sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti) dan
tajam dalam berpikir. Bekerja tidak hanya mengandalkan otot saja tetapi juga
mengandalkan otak artinya untuk mencapai sukses tidak hanya dibutuhkan kerja
keras saja akan tetapi juga kecerdasan untuk melakukan inovasi baru yang dapat
diterima oleh masyarakat.
Kerja cerdas adalah bekerja dengan menggunakan pikiran yang tajam, cepat, tepat

dalam menerima, menanggapi, menentukan sikap dan berbuat.
4. Kerja Keras
Kerja keras berarti bekerja dengan menggunakan sumber daya secara optimal,
misalnya tenaga, pikiran, dan perasaan dalam menggunakan waktu, bahan, dana
dan alat.
Kerja keras dalam bekerja mampunyai sifat mabuk kerja untuk dapat mencapai
sasaran yang ingin dicapai, dapat memanfaatkan waktu yang optimal sehingga
kadang-kadang tidak mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapi, sangat
bersemangat untuk meraih keinginannya.

3

5. Kerja Tuntas
Kerja tuntas artinya kerja yang tidak setengah-setengah dan mampu
mengorganisasikan bagian usaha secara terpadu dari awal sampai akhir untuk
dapat menghasilkan usahanya secara maksimal.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja di tempat kerja, yaitu :
1. Lingkungan kerja
Di dalam suatu lingkungan kerja harus benar-benar memberikan rasa

aman bagi para pekerja. Para pekerja atau karyawan menaruh perhatian yang besar
terhadap lingkungan kerja, baik dari strategi kenyamanan pribadi maupun
kemudahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Lingkungan fisik yang aman,
nyaman, bersih dan memiliki tingkat gangguan minimum sangat disukai oleh para
pekerja (Robbins (2002) dalam Ricca (2010)).
2. Konflik
Konflik dapat konstruktif atau destruktif terhadap fungsi dari suatu
kelompok atau unit. Tapi sebagian besar konflik cenderung merusak perilaku kerja
yang baik karena konflik akan menghambat pencapaian tujuan dari suatu pekerjaan
(Robbins (2002) dalam Ricca (2010)).
3. Komunikasi
Dalam memahami perilaku kerja, komunikasi merupakan salah satu faktor
terpenting yang berperan sebagai penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti
(Robbins (2002) dalam Ricca (2010)).
2.4 Perilaku Kontra-Produktif dalam Bekerja
Ada 3 (tiga) perilaku kontra-produktif dalam bekerja (work attitude) di dalam
organisasi yang harus diwaspadai. Ketiga perilaku tersebut adalah perilaku kerja
simbolik, perilaku kerja minimalis, serta perilaku kerja individu atau sektoral.
Perilaku kerja simbolik adalah suatu perilaku dalam bekerja yang hanya
bertujuan untuk memuaskan atasan atau pihak lain, sementara kondisi sebenarnya


4

berbeda dengan yang dilaporkan. Perilaku ini lebih mementingkan berbagai hal yang
sifatnya seremonial, tetapi substansi pekerjaan cenderung kurang mendapat perhatian.
Pengertian seremonial di sini sangat luas, mulai dari sekedar menyenangkan atasan,
sampai dengan sekedar menyenangkan masyarakat banyak melalui simbol-simbol
yang tidak relevan dengan substansi pekerjaan. Tujuan pekerjaan hanyalah untuk
memperoleh pengakuan simbolik, bukanlah untuk mengukir prestasi dalam kerangka
tugas pokok yang sesungguhnya. Misalnya, kita telah menyelenggarakan program
pembenahan perilaku dengan pelatihan spirituality quotient, dan yang ditonjolkan
adalah pelaksanaan pelatihannya , bukanlah dampak dari pelatihan itu sendiri yaitu
apakah sudah terjadi perubahan perilaku atau belum. Inilah yang dimaksud dengan
perilaku kerja simbolik.
Perilaku kerja yang kedua yang kontraproduktif adalah perilaku kerja
minimalis, yaitu suatu perilaku kerja yang tidak menghasilkan kerja yang tinggi,
melainkan kerja yang seadanya. Prinsip perilaku ini adalah kerja seadanya tanpa ada
suatu keinginan untuk memberikan yang terbaik dengan mengerahkan segala daya
upaya. Penyebabnya ada dua kemungkinan, yaitu kurang kompeten, sehingga tidak
mampu menghasilkan kinerja yang tinggi, atau tidak memiliki kemauan untuk

menghasilkan kinerja yang tinggi, biasanya karena tidak ada motivasi. Jadi,
pengembangan kompetensi dan peningkatan motivasi sangat diperlukan untuk
mencegah atau mengurangi perilaku kerja minimalis ini.
Perilaku kerja kontra-produktif yang terakhir adalah perilaku kerja individu
atau sektoral yang sangat bertentangan dengan semangat teamwork atau sinergi.
perilaku kerja individu atau sektoral adalah suatu perilaku di mana orang-orang
bekerja dengan saling penuh curiga, hanya ingin memajukan individu atau
kelompoknya semata, dan tidak ada keinginan untuk mencapai kinerja yang tinggi
secara organisasional. Penyebabnya adalah persaingan yang tidak sehat di dalam
organsiasi. Masing-masing individu saling berlomba untuk unjuk kemampuan, tetapi
tidak membangun sinergi.

5

2.5 Kriteria Faktor Penilaian Perilaku Kerja
Sembilan kriteria faktor penilaian perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan pegawai,
yaitu berupa :
a. Reliable measure, artinya harus mengukur perilaku kerja dan hasilnya secara
obyektif.
b. Content valid, artinya secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja.

c. Defined specific, artinya meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang
dapat diidentifikasikan.
d. Independent, artinya perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup
dalam kriteria yang komprehensif.
e. Non-overlaping, artinya tidak ada tumpang tindih antar kriteria.
f. Comprehensive, artinya perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus
dikeluarkan.
g. Accessible, artinya kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara
komprehensif.
h. Compatible, artinya kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi.
i. Up to date, artinya sewaktu-waktu kriteria perla ditinjau ulang menilik
kemungkinan adanya perubahan organisasi.
2.6 Indikator dalam Penilaian Perilaku Kerja
Di dalam perilaku kerja juga terdapat indikatornya, dimana indikator tersebut
merupakan hal-hal yang dapat mengukur sejauh mana perilaku kerja dapat berperan
di tempat kerja.
1. Indikator dalam penilaian perilaku kerja menurut Michon & Schene (2004) dalam
Christine (2007) adalah :
1. Sifat adalah suatu keadaan yang timbul dari diri seseorang yang sesuai dengan
kepribadiannya. Contohnya : ketepatan waktu, yang artinya seorang pekerja

harus bisa diandalkan untuk masuk kerja atau menghadiri rapat tepat waktu.
2. Kondisi biologis adalah keadaan yang menggambarkan jasmani seseorang.

6

3. Kondisi fisik memiliki arti ada tanggung jawab dan kesadaran dari para
pekerja dalam melaksanakan seluruh tugasnya karena mereka memiliki
kemampuan untuk melakukan tugas tersebut.
4. Kondisi sosial yang artinya seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial
yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja harus
mengawasi rekan kerja agar bertindak di jalan yang benar dan mengingatkan
apabila ada kesalahan.
2. Indikator dalam penilaian perilaku kerja menurut Bryson et al (1997) dalam Ricca
(2010)
Empat indikator yang digunakan untuk menilai perilaku kerja menurut Bryson et
al, yaitu:
a. Cooperatives—social skills (kemampuan berhubungan sosial)
Yaitu mengandalkan kemampuan sosial untuk bekerjasama dengan antar para
pekerja untuk mencapai suatu tujuan bersama.
b. Work quality (kualitas pekerjaan)

Para pekerja harus menunjukkan kualitas kerja yang baik agar dapat diakuai
dan dihargai.
c. Work habits (kebiasaan kerja)
Kebiasaan kerja dihubungkan dengan perilaku yang positif dan negatif di
tempat kerja.
d. Personal presentation (pengendalian diri)
Di tempat kerja harus dapat mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang
profesional dalam bekerja. Contoh : tidak menjadi mudah marah dan agresif
dan tidak berperilaku aneh.
3. Indikator dalam penilaian perilaku kerja menurut Tsang & Chiu (2000) dalam
Ricca (2010)
Tiga indikator yang digunakan untuk menilai perilaku kerja, yaitu :
a. Social behavior (hubungan sosial)
Menunjukkan perilaku sosial yang sesuai dengan aturan dan norma yang ada di
tempat kerja.

7

b. Vocational skill (keahlian atau kemampuan berdasarkan kejuruan)
Kejuruan berhubungan dengan kemampuan atau pengetahuan. Dan hal tersebut

dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan.
Contohnya yaitu kemampuan kejuruan memasak dibutuhkan oleh seorang koki
sehingga keahlian memasaknya yang sesuai dengan kejuruan yang diambil
diperlukan di tempat ia bekerja.
c. General behavior (perilaku umum)
Perilaku umum yang ditunjukkan akan dapat diketahui untuk mendeteksi
perilaku kerja para karyawan.
2.7 Metode Penilaian Perilaku Kerja
a. Kejadian Kritis (Critical incident)
Pendekatan dengan metode ini memerlukan kejelian dari penilai dalam
mengamati setiap perilaku orang yang dinilai. Penilai diharuskan untuk mencatat
apa yang akan dilakukan oleh orang tersebut apabila pada suatu waktu terjadi suatu
kejadian yang berbeda dengan yang biasa dia alami. Penilai melihat respon dari
orang yang dinilai, apakah orang tersebut dapat tetap fokus dan mendukung
sasaran yang telah ditetapkan atau bahkan malah menghambat pencapaian sasaran
yang telah ditetapkan.
b. Skala rating yang diberi bobot menurut perilaku (Behaviorally Anchored Rating
Scales/ BARS).
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode ini adalah
mengumpulkan data yang menggambarkan perilaku yang baik, rata-rata, dan buruk
untuk setiap kategori jabatan. Kejadian ini kemudian dikelompokkan menjadi
dasar penilaian yang akan dilakukan. Kemudian semua kejadian tersebut diberi
nilai sesuai dengan kontribusinya pada kinerjanya.
c. Skala pengamatan perilaku (Behavioral Observation Scale / BOS).
Skala Pengukuran Perilaku (Behavioral Observation Scales/BOS) merupakan
Pendekatan berdasarkan perilaku dalam metode penilaian kerja karyawan.
Behavioral Observation Scales (BOS) adalah metode untuk menilai kombinasi

8

dari kejadian kritis (critical incidents) serta frekuensi dari kejadian tersebut. Para
pekerja diobservasi kemudian dinilai secara keseluruhan.
Metode ini sangat mirip dengan BARS atau dengan Skala standar campuran.
Perbedaan ini adalah bahwa BOS menilai kinerja pelayanan karyawan dengan cara
mengamati seberapa sering mereka melakukan kejadian kritis (critical incidents)
serta frerkuensi kejadian tersebut. Nilai diperoleh tiap pelaku dengan memberi
angka kepada penilaian frekuensi secara keseluruhan.
Behavioral Observation Scales/BOS memiliki kelebihan yang meliputi
beberapa hal berikut menurut Schuler&Jackson (1996) dalam Christine (2007),
yaitu :
1.

Didasarkan pada suatu analisis jabatan yang sistematis

2.

Berlawanan dengan beberapa metode lain, BOS memungkinkan karyawan
ikut serta dalam pengembangan dimensi (melalui identifikasi kejadian penting
dalam analisis jabatan) yang memudahkan pemahaman dan penerimaan.

3.

Bermanfaat bagi peningkatan kinerja karena sasaran-sasaran tertentu dapat
dikaitkan dengan nilai dalam angka (rating) berdasarkan bobot perilaku yang
relevan (kejadian penting).

4.

Tampaknya memuaskan. Uniform Guidelines dalam hal validitas (keterkaitan
pekerjaan) dan reliabilitas.

2.8 Contoh Aplikasi Penilaian Perilaku Kerja
Penilaian perilaku karyawan pada Bank Syariah Mandiri di
wilayah Jawa Timur yang diberlakukan adalah dengan metode
penilaian berdasarkan perilaku (Behaviorally Anchored Rating
Scales/ BARS). Manfaat dari penilaian perilaku kerja pada Bank Syariah
Mandiri Surabaya adalah untuk kepentingan program pemberdayaan
prestasi kerja di lingkungan karyawan perusahaan Bank Syariah
Mandiri

Wilayah

Jawa

Timur

sebagai

bentuk

penilaian

yang

menggambarkan dimensi perilaku tertentu dan sebagai metode

9

penilaian yang tepat dan akurat sehingga dapat dijadikan acuan
untuk evaluasi kerja dan pengembangan potensi karyawan.
BAB III
PENILAIAN PRESTASI KERJA
3.1 Definisi
Menurut Bernardin dan Russel (1993) dalam Gomes (1995) memberikan
definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut : “performance is defined as the record
of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time
period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil yang diperoleh melalui
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).
Sedangkan pengertian penilaian prestasi kerja menurut Hariandja (2002)
dalam Sudayat (2009) penilaian prestasi kerja merupakan suatu evaluasi periodik dan
sitematis tentang prestasi kerja/jabatan (Job performance) seorang tenaga kerja,
termasuk potensi pengembangannya.
Menurut Mangkunegara (2001) dalam Sudayat (2009) penilaian prestasi kerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Menurut Kartono (2003) dalam Sudayat (2009) adalah keinginan untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit menguasai, memanipulasi atau
mengorganisasi objek fiscal. Manusia, atau ide melaksanakan hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin sesuai dengan kondisi yang berlaku. Mengatasi
berbagai kendala standar yang tinggi, mencapai performa puncak untuk diri sendiri,
mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, meningkatkan kemampuan diri
melalui pencapaian bakat secara berhasil.
Menurut Panggabean (2002) dalam Sudayat (2009) penilaian prestasi kerja
merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang atau evaluasi
prestasi kerja seseorang secara periodik.

10

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi
kerja merupakan cara sistematis untuk mengevaluasi prestasi, kontribusi, potensi dan
nilai dari seorang karyawan oleh orang-orang yang diberi wewenang perusahaan
sebagai landasan pengembangan dan sebagainya.
3.2 Ruang Lingkup Penilaian Prestasi Kerja
Ruang lingkup penilaian prestasi kerja menurut Hasibuan (2002:88) dicakup
dalam what, why, where, when, who dan how atau sering disingkat dengan 5W+1H.
a. What (apa yang dinilai)
Yang dinilai perilaku dan prestasi kerja karyawan seperti kesetiaan, kejujuran,
kerjasama, kepemimpinan, loyalitas pekerjaan saat sekarang, potensi akan datang,
sifat dan hasil kerjanya.
b. Why (kenapa dinilai)
Dinilai karena :
1.Untuk menambah tingkat kepuasan para karyawan dengan memberikan
pengakuan terhadap hasil kerjanya
2. Untuk membantu kemungkinan pengembangan personel bersangkutan
3. Untuk memelihara potensi kerja
4. Untuk mengukur prestasi kerja para karyawan
5. Untuk mengukur kemampuan dan kecakapan karyawan
6. Untuk mengumpulkan data guna menetapkan program kepegawaian selanjutnya
c. Where (di mana penilaian dilakukan)
Tempat penilaian dilakukan dalam pekerjaan dan diluar pekerjaan.
1. Didalam pekerjaan (on the job performance) secara formal
2. Diluar pekerjaan (off the job performance) baik secara formal ataupun informal
d. When (kapan penilaian dilakukan)
Waktu penilaian dilakukan secara formal dan informal
1. Formal : penilaian dilakukan secara periodik
2. Informal : penilaian yang dilakukan secara kontinyu

11

e. Who (siapa yang akan dinilai)
Yang akan dinilai yaitu semua tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di
perusahaan. Yang menilai (appraiser) atasan langsungnya, atasan dari atasan
langsung, dan atau suatu tim yang dibentuk oleh perusahaan itu.
f. How (bagaimana menilainya)
Metode penilaian apa yang digunakan dan problem apa yang dihadapi oleh penilai
(appraiser) dalam melakukan penilaian.
3.3 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Pada hakekatnya terdapat dua tujuan utama dari kegiatan penilaian prestasi
kerja pegawai, yaitu :
A. Untuk tujuan administrasi personalia, karena hasil penilaian prestasi kerja
pegawai akan menjadi dasar untuk :
a. Penetapan naik atau turunnya penghasilan pegawai
b. Penetapan kepesertaan pelatihan pegawai
c. Penetapan jenjang karir jabatan pegawai dalam wujudnya sebagai promosi,
rotasi atau demosi jabatan.
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja dan produktivitas organisasi dan
unit kerja pada umumnya serta setiap individu pegawai dalam setiap jabatan
mereka khususnya.
B. Untuk tujuan pengembangan diri pegawai, adalah meliputi :
a. Sebagai dasar untuk mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan pegawai
sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam melibatkan
pegawai dalam program pengembangan pegawai.
b. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan kerja serta
meningkatkan motivasi kerja pegawai.
c. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan atau pejabat
penilai dalam mengamati perilaku pegawai secara keseluruhan.

12

3.4 Kegunaan/Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
1.

Performance Improvement (perbaikan prestasi kerja)
Umpan balik yg diberikan dapat dipergunakan untuk koreksi diri dan akhirnya
untuk meningkatkan prestasi kerja.

2.

Compensation Adjustments (penyesuaian kompensasi)
Evaluasi dari prestasi dapat dipergunakan untuk menentukan siapa yang berhak
mendapat kenaikan gaji, bonus, dll

3.

Placement Decisions (keputusan penempatan)
Hasil dari penelitian prestasi dapat digunakan untuk promosi, mutasi dan
demosi pegawai.

4.

Training & Development Needs (kebutuhan latihan dan pengembangan)
Training diperlukan untuk pegawai yang kurang berprestasi, sedangkan
Development cenderung digunakan untuk pegawai yang berprestasi baik.

5.

Career Planning & Development (perencanaan dan pengembangan karier)
Umpan balik dari hasil penilaian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengarahkan keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus
diteliti.

6.

Staffing Process Deficiencies (penyimpangan proses staffing)
Prestasi yang baik dan kurang secara tidak langsung menunjukkan kekuatan
atau kelemahan dalam prosedur penyusunan kepegawaian dari departemen
personalia.

7.

Informational Inaccuracies (ketidak-akuratan informasi)
Prestasi kerja yang jelek dapat menunjukkan kesalahan dalam informasi analisis
jabatan, perencanaan SDM atau komponen lain sistem informasi manajemen
personalia.

8.

Job Design Errors (kesalahan desain pekerjaan)

13

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosis kesalahan yang terjadi.

9.

Equal Employment Opportunity (kesempatan kerja yang adil)
Keakuratan penilaian prestasi yang secara tepat mengukur pekerjaan dengan
hasil

yang

kemudian

berdampak

pada

keputusan

penempatan

dapat

menghilangkan diskriminasi atau perbedaan yang ada.
10.

External Challenges (tantangan eksternal)
Prestasi juga dipengaruhi lingkungan luar seperti keluarga, keuangan, kesehatan
atau masalah pribadi lainnya. Dengan adanya penilaian dimungkinkan
perusahaan dapat memberikan bantuan.

11.

Feedback to Human Resource (umpan balik tehadap SDM)
Baik/buruknya prestasi kerja pegawai menunjukkan seberapa baiknya fungsi
SDM dilaksanakan.

3.5 Sistem Penilaian Prestasi Kerja
Werther dan Davis (1993) menjelaskan melalui suatu bagan elemen pokok
dari sistem penilaian prestasi pekerjaan yang efektif, digambarkan sebagai berikut:
Human Performance

Performance Appraisal

Employee Feedback

Performance Measure

Performance Related Standart Measure

Human Resources Decision

Employee Records

14

Gambar 2.5.1 Proses Penilaian Prestasi Kerja
Sumber: Werther dan Davis (1993)
Menurut gambar diatas, sistem penilaian prestasi pekerjaan terdapat beberapa
sub sistem yaitu penilaian prestasi pekerjaan harus punya keterkaitan langsung
dengan standar pekerjaan yang harus dicapai (performance related standart measure).
Standar pekerjaan hendaknya berkaitan dengan deskripsi pekerjaan yang disyaratkan
kepada pemangku jabatan. Penilaian prestasi pekerjaan (performance appraisal)
hendaknya mempunyai kriteria pengukuran (performance measure) yang dapat
diandalkan untuk setiap prestasi kerja. Jika prestasi kerja atau kriteria pengukuran
tidak terkait dengan prestasi kerja karyawan, maka evaluasi menjadi tidak akurat/bias.
Sub sistem selanjutnya ialah penilaian prestasi pekerjaan harus dapat memberikan
umpan balik baik kepada karyawan maupun kepada bagian kepegawaian organisasi
bersangkutan. Umpan balik kepada karyawan (employee feedback) yaitu berupa
konseling untuk mengarahkan karyawan agar tidak melakukan kesalahan dalam
bekerja.
Sedangkan untuk bagian kepegawaian, berupa hasil penilaian prestasi
pekerjaan selama ini (employee records), dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan mengenai sumber daya manusia (Human Resources
decision) , misalnya pembinaan pegawai dalam meningkatkan kinerjanya.
3.6 Persiapan Penilai
Untuk menentukan siapa yang melakukan penilaian merupakan suatu masalah
pokok dalam proses penilaian karena penetapan penilai ini erat sekali hubungannya
dengan persoalan apakah hasil penilaian itu objektif atau tidak. Penetapan penilai
(appraiser) yang qualified sangat sulit karena harus memiliki syarat tertentu.
Syarat penilai sebagai berikut.

15

1. Penilai harus jujur, objektif, dan mempunyai pengetahuan mendalam tentang
unsur-unsur yang akan dinilai supaya penilaiannya sesuai dengan realitas/fakta
yang ada.
2. Penilai hendaknya mendasarkan penilaian atas benar dan salah, baik atau buruk,
terhadap unsur yang dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil dan objektif.
3. Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang
akan dinilainya supaya hasil penilaiannya dapat dipertanggung jawabkan dengan
baik.
4. Penilai harus mempunyai kewenangan (authority) formal supaya mereka dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
5. Penilai harus mempunyai keimanan supaya penilaiannya jujur dan adil.
Penilai sering tidak berhasil untuk tidak melibatkan emosionalnya dalam
menilai prestasi kerja karyawan. Ini menyebabkan evaluasi menjadi bias. Bias adalah
distorsi pengukuran yang tidak akurat. Masalah kemungkinan bias terutama bila
ukuran yang digunakan bersifat subyektif. Berbagai bias penilai yang paling umum
terjadi adalah:
1. Hallo Effect
Hallo effect terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan
mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebagai contoh, bila seorang atasan
senang kepada seorang karyawan, maka pandangan ini bisa mengubah estimasi
atasan terhadap prestasi kerja karyawan. Masalah ini paling mudah terjadi bila
para penilai harus mengevaluasi teman / rekan mereka.
2. Kesalahan Kencederungan Terpusat
Banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan sebagai yang efektif
atau tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi
kerja cenderung dibuat rata-rata. Pada formulir penilaian, distorsi ini
menyebabkan

penilai

menghindari

penilaian

‘ekstrim”

tersebut,

dan

menempatkan penilaian pada atau dekat dengan nilai tengah.
3. Bias Terlalu Lunak Dan Terlalu Keras

16

Kesalahan terlalu lunak (leniency bias) disebabkan oleh kecenderungan
penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja
karyawan. Kesalahan terlalu keras (strickness bias) adalah sebaliknya, yang
terjadi karena penilai cenderung terlalu ketat dalam evaluasi mereka. Kedua
kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar prestasi tidak jelas.
4.

Prasangka Pribadi
Faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seseorang atau kelompok
bisa mengubah penilaian. Sebagai contoh, seorang atasan pria mungkin cenderung
memberi penilaian rendah kepada para karyawan wanita karena suatu hal. Sebab
prasangka pribadi lain yang mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas,
kesukuan, agama, kesamaan, kelompok dan status sosial.

5. Pengaruh Kesan Terakhir
Bila menggunakan ukuran prestasi kerja subyektif, penilaian sangat
dipengaruhi oleh kegiatan karyawan yang paling akhir (recency effect). Kegiatan
terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai umpan balik, dan
pemilihan teknik penilaian prestasi kerja secara tepat.
Berbagai distorsi di atas dapat dikurangi melalui pemberian latihan bagi para
penilai, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian prestasi kerja secara tepat.
Latihan untuk para penilai hendaknya mencakup tiga tahap. Pertama, berbagai bias
atau kesalahan dan berbagai penyebab harus dijelaskan. Kedua, peranan penilaian
prestasi kerja dalam keputusan karyawan hendaknya diuraikan dengan menekankan
pentingnya obyektivitas daan sikap tidak memihak. Ketiga, para penilai diberi
kesempatan untuk menerapkan ukuran prestasi kerja sebagai bagian latihan mereka.
Di samping pemberi latihan, para penilai harus memperoleh umpan balik ini
tentang penilaian mereka di waktu yang lalu. Umpan balik ini memungkinkan para
penilai memperbaiki perilaku penilaian di kemudian hari.
Departemen personalia juga dapat mengurangi distorsi melalui pemilihan
teknik penilaian prestasi kerja secara selektif. Untuk mempermudah pembahasan,

17

teknik ini dikelompokkan menjadi metode yang berorientasi pada prestasi di masa
lalu dan yang berorientasi masa mendatang.

3.7 Metode Penilaian
3.7.1 Metode Penilaian Berorientasi Pada Masa Lalu
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal prestasi kerja yang telah
dilakukan dan telah terjadi dan sampai batas tertentu, dapat diukur.
Kelemahannya adalah bahwa prestasi kerja dimasa lalu tidak dapat diubah, tetapi
dengan mengevaluasi prestasi kerja dimasa lalu, maka para karyawan
mendapatkan bahan masukan mengenai upaya mereka untuk memperbaiki
prestasi kerja mereka. Teknik penilaian tersebut mencakup antara lain:
a. Rating scale (skala peringkat)
Evaluasi subyektif dilakukan penilai terhadap karyawan dengan skala
tertentu dari rendah sampai tinggi. Penilaian hanya atas dasar pendapat penilai
sendiri yang membandingkan prestasi pegawai dengan berbagai kriteria yang
dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan.
Keunggulannya ialah hasil penilaian mudah dihubungkan dengan
tujuan kenaikan gaji, mudah diadministrasikan, waktu pelatihan bagi penilai
perlu waktu sedikit, biaya pengembangan sistem ini murah, dapat diterapkan
diorganisasi yang memiliki jumlah pegawai yang besar.
Sedangkan kelemahannya ialah kesulitan untuk menentukan kriteria
yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja, sehingga penilai sering
melakukan penilaian berdasarkan pendapat pribadi dan memaksakan suatu
kriteria yang sebetulnya tidak berhubungan dengan prestasi kerja.

18

Perusahaan X
Instruksi : Untuk faktor prestasi berikut, cantumkan pada skala penilaian hasil
evaluasi saudara terhadap karyawan yang bernama seperti tertera di bawah ini.
Nama karyawan :

Departemen :

Nama Penilai :
Faktorfaktor
Penilaian

Tanggal :
Sangat
baik
5

Baik
4

Sedang
3

Jelek
2

Sangat
jelek
1

1.
Keandalan
2. inisiatif
3. Kehadiran
4. Sikap
5.
Kerjasama
.......
.......
Total
Skor total =

Gambar 2.7.1 Contoh Metode Rating Scale (skala peringkat)

b. Checklist
Yaitu berupa formulir isian dimana penilai memberikan bobot
penilaian tertentu yang berbeda untuk pekerjaan yang satu dengan yang
lainnya sehingga penilaian akan terkait dengan tugas pekerjaan seseorang.
Misalnya bobot bagi faktor kepemimpinan akan tinggi bagi seseorang yang
menjabat suatu jabatan manajerial. Sebaliknya bobot kepemimpinan akan
rendah atau bahkan tidak dinilai bagi pegawai yang melaksanakan kegiatan
operasional dan tidak punya bawahan sama sekali.

19

Keunggulannya, murah, terstandarisasi, mudah untuk dilaksanakan
dan diadministrasikan, sedikit kebutuhan pelatihan bagi penilai. Sedangkan
kelemahannya ialah adanya kecenderungan penilai bertindak subyektif,
interprestasi yang tidak tepat tentang faktor yang dinilai dan cara pembobotan
yang tidak tepat.

PERUSAHAAN Y
Instruksi : periksa setiap item berikut dan terapkan pada karyawan yang
bernama seperti tertera di bawah ini.
Nama karyawan:
Nama penilai:
Bobot
(6,5)
(4,0)
(3,9)
.......

Departemen :
Tanggal:
Cek disini

1. Karyawan bersedia kerja lembur bila diminta
2. Karyawan menjaga tempat kerja tetap rapi
3. Karyawan bersedia membantu karyawan lain
.............................................................................

100,00

Total seluruh bobot

=

Gambar 2.7.2 Contoh Metode Checklist
c. Critical incident method (metode insiden kritikal)
Yaitu teknik yang berdasarkan pada catatan penilai tentang perilaku
pegawai baik yang sifatnya positif maupun yang negatif dalam kaitannya
dengan pelaksanaan tugasnya. Teknik ini berguna untuk memberikan feedback
bagi pegawai dan dapat mengurangi recency effect bias. Akan tetapi akan
menjadi tidak berguna bila penilai tidak mencatat peristiwa kritis tersebut atau
mengada-ada
pelaksanaan
kerja
pegawaicatat
bersangkutan.
Instruksi: tentang
pada setiap
kategori
di bawah,
peristiwa khusus
perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat jelek.
Nama Karyawan:
Nama Penilai:

Departemen:
Periode penilaian:

(Pengendalian bahaya keamanan)
Tanggal
Perilaku karyawan positif
………..
……………………………………………
………..
……………………………………………
Tanggal
Perilaku karyawan negatif
………..
……………………………………………
………..
……………………………………………

20

Gambar 2.7.3 Critical incident method (metode insiden kritikal)
d. Behaviorally Anchored Rating Scale / BARS (skala peringkat yang dikaitkan
dengan perilaku)
Teknik yang mengkaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan
perilaku tertentu. Deskripsi prestasi kerja yang baik maupun yang tidak
memuaskan dibuat oleh pegawai sendiri, rekan kerja dan atasan langsung
masing-masing. Deskripsi demikian memungkinkan bagian kepegawaian
menyusun berbagai kategori perilaku pegawai dikaitkan dengan prestasi kerja.
Kelebihannya antara lain BARS mengukur perilaku yang terkait
dengan pekerjaan yang relevan dan spesifik, selain itu perilaku bisa diamati
dan diukur secara objektif sehingga dapat mengurangi tingkat subyektivitas
dalam penilaian. Sedangkan kekurangannya antara lain BARS tidak mengukur
secara langsung end result, pencapaian tujuan, selain itu BARS hanya bisa
untuk perilaku yang dapat diamati dan sulit untuk diterapkan bagi perilaku
yang sulit diamati.
e. Field review method (metode evaluasi lapangan)
Merupakan teknik penilaian dengan cara ikut melibatkan staf ahli
penilaian dari bagian kepegawaian untuk menilai prestasi kerja pegawai. Hasil
dari penilaian akan disampaikan kepada atasan langsung pegawai untuk
diteliti dan kepada pegawai yang dinilai. Kelebihannya, obyektivitas dapat
terjamin karena penilaian dilakukan oleh para ahli penilaian dan tidak
terpengaruh halo effect. Kelemahannya, mahal, tidak praktis, dan terdapat
perbedaan persepsi antara penilai dengan wakil kepegawaian tersebut apabila
ukuran standar yang digunakan penilaian bersifat subyektif.

21

f. Test and observation (tes dan observasi)
Artinya pegawai yang dinilai diuji kemampuan dan keterampilannya
baik secara tertulis maupun presentasi, yang langsung diamati oleh penilai.
Kelebihannya, ialah adanya keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan
tugas pekerjaan pegawai, adanya standarisasi. Kelemahannya, biaya besar
untuk alat tes (simulator) dan untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi.
g. Comparative approach (pendekatan komparatif)
Yaitu dengan cara membandingkan prestasi kerja seseorang dengan
orang lain yang memiliki pekerjaan sejenis, lalu ditentukan peringkat prestasi
dari yang terbaik sampai yang terburuk. Kebaikannya, mudah digunakan
untuk bahan pertimbangan kenaikan gaji, tunjangan, dan promosi, serta
terstandarisasi. Sedangkan kelemahannya, sulit digunakan apabila jumlah
pegawai besar, lebih menekankan pada peringkat pegawai sehingga bisa
menimbulkan persaingan yang tidak sehat, selain itu juga dapat menimbulkan
hallo effect dan recency effect.
3.7.2 Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Penilaian yang berorientasi masa depan memusatakan pada prestasi
kerja di waktu yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau
penetapan sasaran prestasi kerja di masa mendatang. Teknik yang bisa
digunakan adalah:
1. Penilaian Diri (Self-Appraisals)
Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi adalah untuk
melanjutkan pengembangan diri. Bila karyawan menilai dirinya, perilaku
defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga
cenderung dilaksanakan.
2. Penilaian Psikologis (Psycological Appraisal)
Penilaian ini pada umumnya terdiri dari wawancara mendalam, tes
psikologi, diskusi dengan atasan langsung, dan review evaluasi lainnya.
Penilaian psikologi, biasanya dilakukan oleh para psikolog, terutama
digunakan untuk menilai potensi karyawan di waktu yang akan datang.

22

Evaluasi terhadap intelektual, emosi, motivasi karyawan dan karakteristik
hubungan pekerjaan lainnya sebagai hasil penilaian diharapkan bisa
membantu untuk memperkirakan prestasi kerja di waktu yang akan
datang.

Evaluasi

tersebut

terutama

digunakan

untuk

keputusan

penempatan dan pengembangan. Akurasi penilaian sepenuhnya tergantung
pada ketrampilan para psikolog.
3. Teknik Pusat Penilaian (Assessment Center)
Assessment centers adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang
distandarisasikan dimana tergantung pada tipe penilaian dan penilai. Bisa
wawancara mendalam, test psikologi, diskusi kelompok, simulasi dsb.
Yang diidentifikasikan melalui metode assessment center secara
umum meliputi tiga aspek, yaitu kecerdasan, kepribadian serta
keterampilan manajerial. Metode yang digunakan dalam assessment
center adalah berupa :
a. Psychological-test, terdiri atas serangkaian test untuk mengidentifikasi
taraf kecerdasan melalui berbagai jenis achievement-test yang
mengukur kemampuan numerikal, verbal, daya tangkap, daya nalar,
serta test kepribadian melalui test proyektif dan minat.
b. Simulation execises, terdiri atas beberapa kegiatan simulatif untuk
mengidentifikasikan

aspek

managerial

skill

pegawai

melalui

pelaksanaan inbasket exercise yang berisikan berbagai nota dinas,
surat perintah, laporan, cacatan telepon yang harus dijawab seluruhnya
sekaligus dalam waktu singkat.
4. Pendekatan Manajemen by Objective (MbO) / Manajemen Berdasarkan
Sasaran
Inti pendekatan MbO adalah bahwa setiap atasan dan bawahannya
secara bersama menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja di
waktu yang akan datang. Kemudian, dengan menggunakan sasaran
tersebut, penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama pula.

23

Metode ini dilakukan dengan membandingkan antara hasil yang
dicapai dalam pelaksanaan dan tujuan berupa sasaran atau target yang
harus dicapai selama satu periode tertentu. Perbandingan tidak saja dari
segi kuantitas tapi juga dari segi kualitas.
Prosedur dari metode penilaian MbO ini dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Setiap bawahan diminta untuk menentukan sendiri sasaran atau target
prestasi kerja bagi dirinya untuk jangka pendek beserta cara
bagaimana ia dapat memperbaiki pola kerjanya sendiri serta pola kerja
dari unitnya.
b. Atasan dan bawahan bersama-sama membicarakan apa yang
diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk menyesuaikan
terhadap organisasi sebagai keseluruhan.
c. Pada akhir masa penilaian yang ditetapkan (misalkan 6 bulan) mereka
bertemu lagi untuk menilai apakah sasaran dapat dicapai dengan baik,
membahas perihal apa saja yang dapat diperbaiki dan menetapkan
sasaran-sasaran baru untuk masa penilaian berikutnya. Sebagai upaya
untuk saling mengisi, maka atasan menuliskan hasil penilaian yang
terperinci mengenai bawahannya dan bawahannya menuliskan prestasi
kerja yang dapat atau tidak dapat dicapainya.
3.8 Evaluasi Penilaian
Evaluasi penilaian kinerja adalah proses pemberian umpan balik kepada
pegawai yang sedang dinilai dalam upaya memberi masukan tentang aspek yang
harus diperbaiki. Evaluasi penilaian kinerja tersebut antara lain:
1. Tell and sell approach, mereview prestasi kerja karyawan dan mencoba
meyakinkan karyawan untuk berprestasi lebih baik.
2. Tell and listen approach, memungkinkan karyawan untuk menjelaskan berbagai
alasan, latar belakang dan perasaan defensif mengenai prestasi kerja.
3. Problem solving approach: mengidentifikasi masalah yang mengganggu prestasi
kerja karyawan, kemudian melalui latihan, coaching atau konseling upaya
dilakukan untuk memecahkan penyimpangan.

24

3.9 Contoh Aplikasi Penilaian Prestasi Kerja
1)

Penilaian Prestasi Kerja/kinerja PNS dengan Menggunakan Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil
adalah laporan hasil kinerja pegawai selama satu tahun yang di dalamnya
terdapat unsur yang dinilai dalam pelaksanaan pekerjaaan seorang PNS
merupakan salah satu aspek/faktor pendukung dalam rangka mewujudkan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) atau akuntabilitas publik.
Sebab akuntabilitas publik/kinerja pemerintah tidak pernah akan terwujud,
tergambarkan atau terealisir tanpa melihat terselenggaranya akuntabilitas
tingkah laku baik seseorang (akuntabilitas spiritual) secara nyata dan
konsisten. Suatu kegiatan/program dari setiap entitas tidak akan “akuntabel”
bila personal yang melakukan kegiatan (tugas dan tanggungjawab) selalu
berbuat menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.
Indikator kinerja merupakan rambu-rambu yang harus ditaati setiap
pegawai (PNS) dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu apabila tidak
ditemukan atau kejelasan tentang kriterianya, maka perlu ada kesepakatan
tentang tahapan (kriteria yang dibangun dalam menjalankan tugasnya).
Untuk memberikan penilaian terhadap akuntabilitas tingkah laku baik
seseorang (spiritual) dapat di lihat dari unsur yang dinilai di DP3 seseorang.
Unsur yang dinilai ini dapat dijadikan indikator pengukuran kinerja seseorang
selain kriteria tupoksi (tugas pokok organisasi) , yang antara lain dilihat pada
tabel penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai sebagai berikut:

25

Penilaian Pelaksanaan Kinerja PNS
Unsur yang Dinilai (indikator

Nilai Angka

Sebutan/kriteria

Kesetiaan, prestasi kerja,

85 - 100

baik, sangat baik, sangat berhasil

ketaatan, tanggung jawab,

70 - 85

sedang, baik, berhasil

kejujuran, kerjasama,

55 - 70

kurang, sedang, cukup berhasil

prakarsa, kepemimpinan

0 – 55

kurang, sedang, cukup berhasil

kinerja)

2)

Penilaian Prestasi Kerja/Kinerja di RS Onkologi Surabaya
Sistem penilaian kinerja individu perawat pelaksana di unit Rawat
Inap RS Onkologi Surabaya terdiri dari kompetensi pelayanan keperawatan
dan administratif, perilaku kerja dan penerapan budaya organisasi sebagai
input. Adapun prosesnya adalah melaksanakan penilaian kinerja dengan
menggunakan metode rating scale yang dilaksanakan secara formal sekali
dalam setahun dan secara informal sewaktu-waktu bila diperlukan, penilaian
dilakukan oleh petugas yang telah ditetapkan yaitu atasan langsung, atasan
tidak langsung dan rekan kerja yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan
tentang metode penilaian. Output dari penilaian adalah berupa hasil penilaian
yang terdiri dari lima kategori yaitu istimewa, baik, rata-rata, kurang baik dan
buruk.

26

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perilaku kerja adalah suatu tindakan yang ditunjukkan orang – orang yang
bekerja di lingkungan kerja mereka untuk mengaktualisasikan diri dalam
melaksanakan berbagai tugas yang ada di tempat mereka bekerja. Sedangkan
pengertian penilaian perilaku kerja adalah cara untuk melihat dan mengevaluasi
tindakan yang ditunjukkan orang-orang yang bekerja di lingkungan kerja serta
mengetahui sejauh mana tindakan tersebut dapat berperan/berpengaruh di tempat
kerja.
Perilaku individu dalam bekerja menentukan tinggi rendahnya kinerja seorang
pekerja. Penilaian perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan diperlukan agar para
karyawan dapat diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang konsisten dan
positif. Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja di tempat kerja, yaitu
lingkungan kerja, konflik, dan komunikasi.
Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil yang diperoleh melalui
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu). Sedangkan
penilaian prestasi kerja merupakan cara sistematis untuk mengevaluasi prestasi,
kontribusi, potensi dan nilai dari seorang karyawan oleh orang-orang yang diberi
wewenang perusahaan sebagai landasan pengembangan dan sebagainya.
Hasil penilaian prestasi kerja dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai)
pada organisasi tersebut telah memenuhi sasaran/target sebagaimana yang
dikehendaki oleh organisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagaimana
perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut
sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan sebagainya.
Dengan informasi tersebut berarti hasil penialian prestasi kerja merupakan refleksi
dari berkembang atau tidaknya organisasi. Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan
dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan
sekaligus juga meningkatkan loyalitas pegawai.

27

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2010.

Pengertian

Kinerja.

http://kesmas-

unsoed.blogspot.com/2010/10/pengertian-kinerja.html. Sitasi tanggal 10 April
2011.
Anonim.

2010.

Skala

Pengamatan

Perilaku

Behavioral.

http://jurnal-

sdmku.blogspot.com/2010/12/skala-pengamatan-perilaku-behavioral.html.
Sitasi tanggal 4 mei 2011
Christine,

Ike.

2007.

Perilaku

Kerja.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20572/4/Chapter%20II.pdf.
Sitasi tanggal 4 Mei 2011
Gomes, Faustino Cardoso. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
Andi Offset.
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogjakarta : BPFE.
Haryono,

Slamet.

2004.

Daftar

Penilaian

Pelaksanaan

Pekerjaan

DP3.

http://www.pns.web.id/artikel/35-artikel/68-daftar-penilaian-pelaksanaanpekerjaan-dp3. Sitasi tanggal 10 April 2011
Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara
Priyangga, Ana. 2010. Performance Appraisal (Penilaian Prestasi kerja Pegawai).
http://anapriyangga,blogspot.com/2010/10/performance-appraisalpenilaian.html. Sitasi tanggal 12 April 2011
Ricca.

2010.

WORKING

BEHAVIOUR

(Perilaku

Kerja)

http://riccabelajarpsikologi.blogspot.com. Sitasi tanggal 16 April 2011
Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Sudayat,

Ridwan

Iskandar.

2009.

Prestasi

Kerja.

http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/40-prestasi-kerja.pdf. Sitasi
tanggal 28 Maret 2011

28