ALga

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jika mendengar istilah alga biasanya membayangkan tumbuhan laut yang banyak terdampar di pantai akibat tersapu ombak. Kadang-kadang juga terlintas dalam ingatan, beberapa jenis alga yang dijadikan bahan makanan, seperti agar-agar, atau bahkan jenis-jenis alga yang belakangan ini banyak dimanfaatkan sebagai manisan atau pelengkap minuman dingin. Namun, sebenarnya dunia alga tidak sedemikian sempit yang hanya terbatas pada tumbuhan laut. Sebagian besar alga memang tumbuh di lingkungan perairan, baik air laut maupun air tawar. Akan tetapi, alga juga ditemui di permukaanbatuan, tanah, pepohonan, ada pula yang hidup bersimbiosis dengan tumbuhan serta cendawan, bahkan ada alga yang hidup pada bulu binatang. Secara umum makalah ini bertujuan untuk membahastentang struktur, sifat, perkembangan dan dasar hidup Alga.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana deskripsi Alga? 2. Bagaimana struktur tubuh Alga?

3. Apa yang dimaksud dengan alga uniseluler? 4. Apa saja yang tergolong ke dalam makroalga? 5. Apa perbedaan siklus hidup pada Alga?

6. Apa perbedaan Alga dengan Botani tingkat tinggi? 7. Bagaimana peran Alga dalam kehidupan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui deskripsi mengenai Alga. 2. Untuk mengetahu struktur tubuh Alga.

3. Untuk mengetahui Alga yang tergolong uniseluler. 4. Untuk mengetahui Alga yang tergolong makroalga.


(2)

5. Untuk mengetahui perbedaan siklus hidup Alga.

6. Untuk mengetahui perbedaan Alga dengan Botani Tingkat Tinggi. 7. Untuk mengetahui peran alga.


(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Deskripsi Alga

Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular) sehingga dikelompokkan ke dalam Thallophyta,alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel (Sulisetijono, 2009).

Menurut Sulisetijono (2000), kajian fisiologi dan biokimia dan dilengkapi dengan penggunaan mikroskop elektron, maka dasar pengelompokkan alga yang utama adalah sebagai berikut:

1. Pigmentasi

Alga mempunyai berbagai warna, pigmen pun sudah ditemukan. Semua golongan alga mengandung klorofil dan beberapa karotenoid. Dalam pigmen karotenoid termasuk karoten dan xantofil. Disamping pigmen tersebut di atas yaitu pigmen yang larut dalam larutan organik, ada pula pigmen yang larut dalam air, yaitu fikobili protein. Pigmen ini terdapat dalam alga merah.

2. Hasil fotosintesis yang disimpan sebagai cadangan makanan

Cadangan makanan umumnya disimpan di dalam sitoplasma sel, kadang-kadang di dalam plastida di tempat berlangsungnya fotosintesis. Bentuk yang paling umum adalah tepung, senyawa yang menyerupai tepung, lemak, atau minyak. Beberapa alga tampaknya membebaskan sebagian materi yang berlebihan ke lingkungannya dan mungkin menggunakan lingkungannya sebagai tempat penyimpanan. Materi yang dibebaskan ini mungkin kembali lagi ke sel di kemudian hari. 3. Motilitas

Sebagian organisme dalam sebagian besar hidupnya motil, sedangkan bagian lainnya marga tidak memiliki motilitas, atau tidak


(4)

mempunyai sel-sel reproduktif yang motil. Sebagian alga tidak bergerak secara aktif ketika dewasa, tetapi terkadang dalam stadium reproduktif mempunyai sel-sel motil, misalnya pada alga coklat (Phaeophyceae) yang bentik atau alga hijau yang bentik.

Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari “holdfast” yaitu bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan thallus yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan. Tidak semua rumput laut bisa diketahui memiliki holdfast atau tidak. Rumput laut memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembangbiak. Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generatif dan vegetatif (Junaedi, 2004).

Gambar : Morfologi Makroalga

B. Struktur Tubuh Alga

Ganggang yang meliputi 20.000–30.000 jenis memiliki struktur tubuh yang sangat beragam. Anggota kelompok ini dapat berupa organisme bersel satu yang hidup sendiri (soliter) atau berkoloni, berbentuk filamen bercabang atau tidak bercabang, berbentuk lembaran atau bahkan menyerupai tumbuhan dengan bagian-bagian yang seperti akar, batang, dan daun.


(5)

Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Makroalga

Makroalga yaitu alga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh makroskopik dan termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah. Walaupun tampak adanya daun, batang, dan akar, bagian-bagian tersebut hanya semu belaka (Yulianto, 1996). Makroalga merupakan tumbuhan thalus yang hidup di air, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida, dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya. Selain derivat-derivat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat inilah yang justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggan tertentu diberi nama menurut warna tadi. Zat-zat warna tersebut berupa fikosianin (warna biru), fikosantin (warna pirang), dan fikoeritrin (warna merah). Disamping itu juga bisa ditemukan zat-zat warna santofil dan karotin (Tjitrosoepomo, 1998).

b. Mikroalga

Mikroalga yaitu alga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh mikroskopik.

C. Alga Bersel Satu (Uniseluler)

Alga bersel satu (uniseluler) termasuk ke dalam golongan mikroalga. Alga bersel satu yang hidup soliter (tidak berkoloni) dijumpai padabeberapa kelompok alga antara lain Chlamydomonas yang termasuk alga hijau. Diatomae anggota Bacillariophyta serta kelompok algauniseluler dan berflagela meliputi Euglenoid, Dinoflagellata serta Cryptophyta.

1. Chlamydomonas

a. Deskripsi Chlamydomonas

Alga ini merupakan algahijau penghuni air tawar yang cukup banyak dikenal. Sel Chlamydomonasberbentuk oval, pada bagian


(6)

ujung terdapat sepasang flagella (Gambar 1). Alga ini berukuran sangat kecil, sekitar 25 mm, kira-kira tiga kali dari ukuran sel darah merah manusia. Pada Chlamydomonas dijumpai vakuola kontraktil yang diduga berfungsi untuk mengatur kandungan air di dalam sel melalui mekanisme kontraksi dan relaksasi. Vakuola ini berada di ujung sel dekat pangkal flagella.

Gambar : Sel Chlamydomonas dan Bagian-bagiannya

Alga ini memiliki sebuah kloroplas berbentuk piala berukuran besar yang melingkupi nukleus yang berada di bagian tengahnya. Di dalam kloropas tersebut dijumpai satu sampai dua pirenoid berbentuk membulat. Pirenoid adalah suatu badan protein yang diduga mengandung enzim yangberperan dalam sintesis pati. Selain organel-organel tersebut,Chlamydomonas juga memiliki bintik mata merah yang berada di dekat pangkal flagella. Bintik mata ini mengandung pigmen rhodopsin sehingga sensitif terhadap cahaya, hal ini berkaitan dengan gerakan sel-sel algayang dipengaruhi cahaya (fototaksis).

b. Reproduksi Chlamydomonas

Chlamydomonas melakukan reproduksi secara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual terjadi melalui pembelahan mitosis. Sebelum memulai pembelahan sel, flagellanya mengalami


(7)

degenerasi. Selanjutnya nukleus mulai membelah. Pembelahan mitosis kadang terjadi berturut-turut hingga dihasilkan empat, delapan sampai 32 sel kecil. Sel anak kemudian membentuk flagella dan terus tumbuh hingga mencapai ukuran normal. Pada saat tersebut sel dapat memulai pembelahan berikutnya.

Pada keadaan lingkungan dengan suhu, serta cahaya tertentu algaini dapat melakukan reproduksi seksual. Sepasang sel Chlamydomonas saling mendekat dan berfungsi sebagai gamet, mula-mula dinding sel terlepas kemudian diikuti dengan penggabungan protoplas membentuk zigot (pada Gambar 2).

Gambar : Reproduksi seksual pada Chlamydomonas

Selanjutnya dinding zigot menebal, mengalami masa istirahat selamabeberapa minggu. Perubahan kondisi lingkungan secara tiba-tiba akanmemacu terjadinya pembelahan meiosis membentuk empat zoosporahaploid.

2. Diatomae

a. Deskripsi Diatomae

Alga bersel satu anggota Baccilariophyta ini merupakankelompok yang cukup dikenal karena peranannya yang cukup penting dalambidang industri. Diatom hidup di air tawar maupun air laut, namun lebih banyak dijumpai di laut yang bersuhu


(8)

dingin. Selain itu alga ini juga dijumpai di kulit pohon, dinding-dinding bangunan maupun lahan terbuka.

Secara morfologi sel Diatomae tampak menyerupai kotak kecil yangdilengkapi tutup. Dinding sel diatom memiliki alur-alur serta pori halus yangmenghubungkan protoplas dengan lingkungan air sekitarnya. Alur-alur padasel inilah yang menyebabkan sel-sel diatom tampak seperti kotak berukir.

Penyusun utama dinding sel diatom adalah silika, bahan tersebut ditimbun diantara rangka yang tersusun oleh zat pektin serta bahan–bahanlainnya. Bentuk sel diatom beraneka ragam, pada umumnya memilikisimetris bilateral atau radial. Sel diatom tidak berflagela, beberapa jenis yangbersifat motil bergerak dengan bantuan substansi berupa bahan lengket.Setiap sel diatom mengandung satu atau lebih kloroplas. Selain kloroplasdijumpai pula fukosantin, suatu pigmen kecoklatan yang membuat ganggangini tampak berwarna coklat keemasan.

b. Reproduksi Diatomae

Diatom memperbanyak diri dengan cara seksual maupun aseksual. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui pembelahan mitosis. Pembelahan yang terjadi secara terus-menerus akan menghasilkan sel-sel diatom dengan ukuran yang semakin kecil. Reproduksi seksual melibatkan pembelahan meiosis dalam pembentukan gamet-gamet. Dari empat sel haploid yang diperoleh beberapa mengalami degenerasi sehingga hanya satu sampai dua gamet yang berfungsi. Penggabungan dari gamet-gamet


(9)

membentuk zigot yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel diploid. Siklus hidup Diatom termasuk tipe gametik.

3. Alga Uniseluler Berflagella

Alga uniseluler berflagela meliputi kerabat Euglena (Euglenoid), Dinoflagelata dan Cryptophyta. Kelompok ini telah lama menjadi perhatian para ahli hewanmaupun tumbuhan, sehubungan dengan karakternya yang memilikikemiripan dengan hewan serta tumbuhan. Kelompok ini mirip dengantumbuhan karena memiliki klorofil a atau c. Sebaliknya organisme inimenyerupai hewan karena tidak memiliki dinding sel. Sel diselubungi olehpellicle yang fleksibel, yaitu membran plasma dilapisi dengan proteintambahan. Sel-sel Dinoflagelata memiliki bentuk yang kaku karena adanya plat selulosa yang terdapat di sebelah dalam membran sel.

4. Alga Uniseluler Berkoloni 1) Deskripsi

Volvox, yang termasuk alga hijau merupakan alga uniselulerberkoloni yang cukup dikenal. Koloni Volvox terdiri atas ribuan sel serupaChlamydomonas yang tersusun membentuk bola berongga dan berflagela.Sel-sel dalam koloni saling berhubungan melalui protoplasma.Koloni Volvox bergerak dengan cara menggelinding seperti bola,gerakan ini diatur oleh flagella dari sel-sel anggota koloni.

2) Reproduksi

Seperti alga yang lain Volvox dapat memperbanyak diri secara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual berlangsung


(10)

dengan cara pembentukan anak koloni seperti pada Gambar a. Mula-mula sel-seltertentu membesar, kemudian tumbuh ke arah dalam membentuk anakkoloni-koloni baru ini akan terlepas pada saat koloni induk pecah.

Reproduksi seksual terjadi melalui oogami. Sel-sel tertentu seperti yang membentuk koloni membesar dan berkembang menjadi sel telur. Sperma dihasilkan oleh koloni yang sama atau koloni lain. Hal ini berarti koloni dapat bersifat uniseksual, karena menghasilkan satu macam gamet, atau biseksual karena mampu membentuk dua macam gamet.

Gambar : Koloni Volvox mengandung anak koloni (a) dan zigot berdinding tebal berduri (b)

Selanjutnya sel-sel sperma berenang menuju sel telur dan membuahinya membentuk zigot. Untuk sementara waktu zigot mengalami masa istirahat. Zigot yang bersifat dorman ini memiliki dinding yang tebal dengan tonjolan-tonjolan, seperti duri seperti pada Gambar 1.4b. Zigot yang aktif kembali kemudian mengalami meiosis menghasilkan zoospora yang bersifat haploid.

Contoh lain dari alga uniseluler berkoloni adalah Hydrodyction, suatu alga hijau bersifat non motil. Koloni alga ini tersusun oleh sel-sel berbentuk memanjang yang saling bersambungan membentukstruktur polygonal. Oleh karena


(11)

penampilan yang menyerupai jala, ganggang ini dikenal sebagai jala air (water net). Keseluruhan koloni berupa silinder berongga.

Gambar : Koloni Hydrodictyon, alga hijau bersifat non motil

5. Alga Berbentuk Filamen

Struktur alga ini menyerupai benang, ada yang bercabang-cabang maupun tidak bercabang. Sel-sel penyusunnya ada yang berinti tunggal, ada pula yang berinti banyak (multi nukleat). Alga dengan struktur seperti ini banyak dijumpai diantara alga hijau, namun dikenal pula pada alga coklat serta alga merah.

a. Spirogyra

Spirogyra banyak dijumpai di air tawar dan sering terlihatberjumbai pada permukaan air yang tenang. Spirogyra berupa filamen tak bercabang yang tersusun oleh sel-sel silindris. Setiap sel mengandung kloroplas berbentuk pita melingkar menyerupai spiral dapat dilihat pada Gambar. Pada kloroplas terdapat pirenoid yang mudah terlihat. Selain kloroplas, terdapat vakuola yang mengisi sebagian besar ruangan sel.

Reproduksi Spirogyra tidak membenuk zoospora ataupun sel berflagela. Setiap sel penyusun filamen alga ini memiliki kemampuan membelah namun pembelahan sel untuk membentuk filamen baru terjadi secara alami bila filamen patah oleh badai atau


(12)

gangguan lain. Dengan cara ini terjadi reproduksi aseksual melalui fragmentasi.

Reproduksi seksual pada Spirogyra oleh sifatnya yang berkelompoksehingga filamen-filamen berada berdekatan satu sama lain. Hal ini diawalidengan pembentukan tonjolan berupa papilla pada sel-sel filamen yang berhadapan. Akibat pemanjangan dari kedua belah pihak maka ujung-ujung tonjolan pada akhirnya bersentuhan diikuti dengan peleburan membentuk tabung konjugasi yang menghubungkan pasangan sel tersebut. Proses ini diikuti dengan pemadatan protopas yang selanjutnya berfungsi sebagai gamet. Salah satu dari pasangan protoplas akan berpindah tempat untuk berfusi dengan protoplas pasangannya. Protoplas yang berpindah tempat dianggap sebagai gamet jantan, sebaliknya yang tetap tinggal didalam sel dianggap gamet betina.

Zigot yang terbentuk mengalami penebalan dinding dan bersifat dorman sampai mendapatkan kondisi lingkungan yang sesuai, berakhirnya musim dingin. Selanjutnya zigot mengalami meiosis menghasilkan empat sel haploid, namun tiga sel diantaranya mengalami disintegrasi. Sel yang tersisa tumbuh membentuk filamen baru.

Gambar : Sel Sphyrogyra (A) serta tahap konyugasi (B, C, dan D)


(13)

Alga ini merupakan alga coklat yang berbentuk filamen berukuran mikroskopis. Ectocarpus tumbuh pada batuan atau permukaanalga lain yang lebih besar dalam laut. Struktur tubuh Ectocarpus berupa filamen bercabang-cabang, alga ini mempunyai sifat isomorfik, artinya individu gametofit yang bersifat haploid memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan individu sporofit (diploid). Apabila ditemukan talus pada Ectocarpus maka tidak dapat dikenali apakah ganggang tersebut merupakan gametofit atau sporofit.

Gambar : Filamen Ectocarpus yang Diamati dalam Mikroskop

Pada Ectocarpus reproduksi terjadi secara seksual maupun aseksual.Siklus hidupnya memiliki tipe sporik, dimana meiosis menghasilkan spora haploid yang akan membentuk gametofit. 6. Alga Multiseluler Berbentuk Lembaran

Alga dengan talus berupa lembaran merupakan penyusun utama rumput laut (sea weed). Secara taksonomi rumput laut terdiri atas kelompok alga hijau, alga merah, dan alga coklat. Alga bentuk lembaran yang cukup kompleks dapat dibedakan menjadi bagian-bagian yang serupa akar, batang dan daun.


(14)

Gambar : Alga multiseluler bentuk lembaran:Ulva (alga hijau) (a), Gigartina (alga merah) (b), dan Sargassum (alga coklat) (c).

Macrocystis merupakan alga berbentuk lembaran dengan ukuran yang sangat besar. Alga dewasa dapat mencapai panjang 60 m. Talus dari alga ini dapat dibedakan atas bagian-bagian: hold fastyakni bagian serupa akar yang berfungsi sebagai jangkar untuk melekat pada dasar laut, stipes yakni bagian serupa batang, lembaran yakni bagian serupa daun yang menempel sepanjang stipes. Pada dasar lembaran terdapat bladder suatu struktur seperti gelembung berisi gas yang berfungsi untuk mengapung.


(15)

Di sebelah dalam meristoderm adalah bagian korteks yang cukup luas. Sel-sel penyusunnya berupa parenkima. Diantara parenkima terdapat sel-sel penghasil lendir yang mengelilingi suatu saluran lendir. Bagian dalam stipes disebut bagian medulla, tersusun oleh sel-sel yang membentuk deretan. Deretan sel-sel ini mengisi bagian medulla dalam susunan yang agak longgar.

Pada daerah transisi antara korteks dan medulla terdapat sel-sel menyerupai elemen tapis pada tumbuhan tinggi. Sel-sel ini memiliki lempeng-lempeng berpori seperti lempeng tapis yang tersusun oleh bahan berupa kalose. Sel-sel ini saling bersambungan dengan sel-sel lain serupa, membentuk semacam saluran. Kalau pada tumbuhan tinggi saluran tapis berperan dalam penyaluran gula, pada ganggang berfungsi untuk menyalurkan manitol.

Gambar: Struktur anatomi stipes dari Macrocystis porifera (a) Diagram dari potongan melintang stipes dan (b) Struktur anatomi


(16)

D. Makroalga

Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah makroalga atau dikenal dalam perdagangan sebagai rumput laut (seaweed). Makroalga laut ini tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati yang kemudian disebut dengan thallus, karena secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisi Thallophyta. Tiga kelas dalam divisi ini adalah:

1. Chlorophyta (alga hijau)

Alga ini merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Alga hijau

(Chlorophyceae)

termask ke

dalam divisi Chlorophyta. Perbedaan dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkay tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan b, karoten dan xantofil, violasantin, dan lutein. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Hasil asimilasi beberapa amilum, penyusunannya sama seperti pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amilose dan amilopektin. Beberapa xantofil jumlahnya melimpah ketika organisme tersebut masih muda dan sehat, xantofil lainnya akan tampak dengan bertambahnya umur. Pigmen selalu berada dalam plastida disebut kloroplas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin sedangkan lapisan dalam terbentuk dari selulosa. Contohnya: Entermorpha, Caulerpa, Halimeda dan Spirulina. Alga hijau yang tumbuh di laut di sepanjang perairan yang dangkal. Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul bila air surut (Bachtiar, 2007).

Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang meupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak ada pula yang


(17)

membentuk koloni menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1998).

2. Phaeophyta (ganggang coklat)

Menurut Tjitrosoepomo (1998), phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang. Dalam kromatoforanya terkandung klorofil a, karoten, dan xantofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan ganggany itu berwarna pirang. Sebagai hasil asimilasi dan sebagai zat makanan cadangan tidak pernah ditemukan zat tepung, tetapi sampai 50% dari berat keringnya terdiri dari laminarin, sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin dan lebih dekat dengan selulosa daripada dengan tepung. Selain laminarin juga ditemukan manit, minyak dan zat-zat lainnya. Dinding selnya yang sebelah dalam terdiri dari selulosa, sedangkan sebelah luar dari pektin terdapat algin, yaitu suatu senyawa yang menyerupai gelatin, yaitu garam Ca dari asam alginat yang pada Laminaria sampai 20 – 60% berat keringnya.

Pada Phaeophyceae tidak ada bentuk yang berupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang). Susunan tubuh yang paling sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur thalus yang paling kompleks dapat dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Macrocystis, Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi eksternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Thalus dari alga ini memiliki alat pelekat yang menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon dengan cabang yang menyerupai daun dengan gelembung udara (Sulisetijono, 2009).


(18)

Thallus dari kelas Phaeophyceae tidak ada yang uniseluler, paling sederhana berbentuk filamen yang bercabang. Panjang thalus beberapa mm sampai kurang lebih 50 m. Sebagian besar hidupnya melekat pada substrat dengan perantaraan alat perekat. Phaeophyceae hidup subur di laut yang berada di iklim dingin dan mereka hidup di perairan dangkal. Warna alga coklat ini mencerminkan melimpahnya xantofil, yaitu fikosantin di dalam palstid. Cadangan makanan berupa laminarin, mannitol atau berbentuk tetes-tetes lemak (Sulisetijono, 2000).

3. Rhodophyta (Ganggang Merah)

Rhodophyta sebagian besar hidup di laut, terutama dalam lapisan-lapisan air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya gelombang pendek. Hidupnya sebagai bentos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar, ada juga yang hidup di atas tanah atau di dalam tanah (ini hanya bentuk yang uniseluler). Jenis-jenis yang ada di laut jumlahnya banyak sekali dan melimpah di laut tropis.

Banyakjuga yang

mengandung kalsium.

Mereka dapat hidup seperti epifit pada alga yang lainnya, dapat juga hidup pada hewan laut (epozoik) (Sulisetijono, 2000).

Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga berwarna pirang kemerah-merahan. Kroamtofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna ungu itu tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin (Tjitrosoepomo, 1998).


(19)

Alga merah memiliki kompoonen dinding sel yang terdiri dari yang fibriler, dan terdiri dari manan dan xylan dan komponen nonfibriler. Komponen non fibriler ini yang menarik perhatian karena mengandung bahan tabilizer, untuk membentuk sel seperti keraginan dan agar (galaktan yang mengandung sulfat) (Sulisetijono, 2000).

Thallus bermacam-macam bentuknya, ada yang silindris, pipih, dan lembaran. Rumpun yang terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhaba berupa filamen dan ada juga yang berupa percabangan yang kompleks, tetapi pada golongan yang sederhanapun telah bersifat heterotrik. Jaringan tubuh belum bersifat parenkim, melainkan hanya merupakan plektenkim. Perkembangbiakan dapat secara aseksual, yaitu dengan pembentukan spora, dan dapat juga secara seksual (oogami) (Tjitrosoepomo, 1998).

Dinding sel terdiri dari dua komponen yaitu komponen fibriler awan membentuk rangka dinding dan komponen non fibriler berbentuk matrik. Tipe umum dari komponen fibriler mengandung selulosa, sedangkan non fibriler tersusun dari galaktan seperti agar, keraginan porpiran (Sulisetijono, 2009).

E. Siklus Hidup Pada Alga

Seperti pada tumbuhan dan cendawan, reproduksi seksual pada alga mengalami pergiliran generasi antara fase diploid dan fasehaploid. Fase diploid membentuk fase haploid melalui pembelahan meiosis. Gamet haploid yang dihasilkan selanjutnya akan berfusi membentuk zigot yang merupakan tahap awal dari fase diploid. Pada alga fase haploid maupun diploid hidup bebas. Hal ini berbeda dengan tumbuhan, dimana pada saat dewasa salah satu fase menumpang pad fase lainnya. Pada lumut sporofit yang merupakan fase diploid menempel pada gametofit yangmerupakan fase haploid. Sebaliknya pada tumbuhan berbiji gametofit yangterdapat di dalam menempel pada sporofit yang berupa individu tumbuhan.Keadaan ini juga berbeda dengan siklus hidup pada cendawan yang memilikifase haploid yang dominan. Pada cendawan fase diploid hanya dijumpai pada zigot,


(20)

sedangkan pada ganggang terdapat fase diploid berupa talus multiseluler. Pada alga dikenal tiga tipe siklus hidupnya, yaitu tipe zigot, tipe genetik dan tipe sporik.

1. Siklus Hidup Tipe Zigotik

Tipe ini dijumpai secara luas pada ganggang hijau, hampir semuaganggang hijau uniseluler mengikuti tipe zigotik ini. Pada tipe ini dalam sepanjang hidupnya fase yang dominan adalah fase haploid. Tipe ini serupa dengan siklus hidup cendawan dimana fase diploid hanya dijumpai pada zigot. Fase haploid dibentuk pada saat zigot mengalami pembelahan meiosis.

2. Siklus Hidup Tipe Gametik

Tipe ini mirip dengan siklus hidup pada hewan, dalam hal pembentukan gamet. Seperti pada hewan gamet dibentuk secara langsung dari pembelahan meiosis yang terjadi pada sel-sel tertentu dari fase diploid. Pada ganggang tipe siklus hidup ini termasuk jarang. 3. Siklus Hidup Tipe Sporik

Tipe ini menyerupai siklus hidup pada tumbuhan. Pada kelompok inisel-sel tertentu pada fase diploid yang multiseluler mengalami meiosis menghasilkan spora. Oleh karena menghasilkan spora, fase diploid disebut sebagai sporofit. Spora haploid yang dihasilkan dapat berupa spora berflagela yang mampu berpindah tempat (motil) yang dikenal dengan zoospora atau spora non motil yang disebut aplanospora. Spora haplopid yang tumbuh mengalami pembelahan mitosis membentuk talus yang akan menghasilkangamet sehingga disebut gametofit. Jadi berbeda dengan tipe gametik, pada tipe sporik fase diploid yang mengalami meiosis tidak langsung membentuk gamet melainkan menghasilkan spora. Gamet dibentuk oleh gametofit yang tumbuh dari spora. Gamet pada ganggang secara morfologi sangat beragam, namun pada umumnya gamet memiliki satu atau lebih flagela


(21)

yang digunakan untuk berenang (kecuali gamet pada ganggang merah). Sehubungan denganperbedaan gamet jantan dan betina, dijumpai tiga tipe kawinan: isogami, anisogami dan oogami.

Gambar: Morfologi gamet dan Tipe-tipe Perjodohan pada Alga a. Isogami

Semua gamet secara morfologi tampak serupa, tidak dapat dibedakan antara gamet jantan dan betina walaupun secara genetik berbeda. Dalam kondisi demikian gamet dibedakan dengan notasi gamet + dan gamet -.

b. Anisogami

Semua gamet berflagela, namun terdapat perbedaan ukuran. Gamet yang berukuran lebih besar biasanya dianggap gamet betina, sedangkan yang lebih kecil dianggap sebagai gamet jantan.

c. Oogami

Gamet yang berukuran lebih besar tidak berflagela sehingga bersifat nonmotil, sedangkan gamet yang berukuran kecil ada yang berflagela ataupuntidak berflagela. Gamet berukuran besar dan non motil tersebut ditentukansebagai sel telur sedangkan yang lebih kecil sebagai sel sperma.


(22)

1. Siklus Hidup Tipe Zigotik: pada Ulothrix

Siklus hidup tipe zigotik terjadi antara lain pada Ulothrix, suatualga hijau bentuk filamen. Tipe ini juga dijumpai padaChlamydomonas, alga hijau yang banyak menghuni air tawar. Sel-selpenyusun talus Ulothrix bersifat haploid. Pada tahap awal reproduksi seksualbeberapa sel membelah secara mitosis berkali-kali menghasilkan banyakgamet pada sel induk. Dalam kasus seperti ini sel-sel induk tersebut berfungsisebagai gametangium. Gamet-gamet dari ganggang Ulothrix sangat miripdengan sel-sel Chlamydomonas yang merupakan individu algatersebut.Keduanya memiliki sepasang flagela pada bagian depan (anterior) yangdigunakan untuk berenang-renang di dalam air. Bila gamet Ulothrix bertemudengan gamet yang serasi, kedua gamet tersebut saling berpasanganselanjutnya berfusi membentuk zigot diploid yang memiliki 4 flagela.

Secara kasat mata gamet-gamet dihasilkan oleh alga Ulothrix tampak serupa, sehingga disebut sebagai isogamet. Akan tetapi sebenarnyadi dalam gamet-gamet yang serupa tersebut terkandung informasi genetikyang berbeda. Kandungan informasi genetik ini dapat dikenali sehinggamemungkinkan pasangan gamet-gamet yang serasi untuk berfusi.Berdasarkan pengenalan tersebut pasangan gamet tertentu serasi untukberfusi, sementara kombinasi gamet lainnya tidak dapat berfusi. Tampaknyaterdapat dua tipe gamet yang secara sederhana disebut sebagai tipe + (plus)dan tipe – (minus). Setiap individu Ulothrix hanya menghasilkan satu tipegamet, yaitu gamet tipe + atau tipe -, sehingga gamet-gamet yang dihasilkanoleh individu yang sama tidak akan berjodoh, sedangkan gamet-gamet yangdihasilkan oleh individu-individu berbeda dapat berfusi.

Zigot dihasilkan dari fusi gamet berkembang sehingga berbentuk steris,kehilangan flagela selanjutnya memasuki masa istirahat. Pada fase ini zigotmampu bertahan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim,seperti kondisi udara yang kering. Pada tahap awal masa


(23)

pertumbuhan zigotmengalami peningkatan aktivitas metabolisme kemudian diikuti denganpembelahan secara meiosis menghasilkan miospor + dan miospor – yangmasing-masing mampu berkembang menjadi individu baru. Bila miospor tersebut akan berkecambah selanjutnya mengalami pembelahan mitosis secara terus menerus membentuk individu haploid tipe + atau tipe -.

Pada Ulothrix, reproduksi aseksual terjadi manakala sebuah selvegetatif berkembang menjadi sporangium. Sporangium tersebut akanmenghasilkan mitospora yang berbentuk seperti buah pir dan memiliki empat flagela. Jumlah mitospora yang dihasilkan oleh setiap sporangium berkisar antara 14 – 64 buah. Setelah beberapa saat berenang-renang di air mitospora yang motil ini akhirnya melekat pada dasar kolam, kehilangan flagela selanjutnya mulai mengalami pembelahan mitosis membentukindividu baru. Selain itu terdapat pula beberapa mitospora yang mengalamidormansi sebagai upaya pertahanan terhadap kondisi lingkungan yangburuk.


(24)

2. Siklus Hidup Tipe Gametik: Diatom

Sel-sel pada Diatomae bersifat diploid. Pada proses pembentukangamet nukleus mengalami meiosis menghasilkan empat nukleus haploid.Dari empat nukleus yang terbentuk beberapa mengalami degenerasisehingga hanya satu atau dua yang mampu bertahan dan menjadi gamet.Karena sel-sel diploid ini langsung membentuk gamet, sel-sel tersebutberfungsi sebagai gametangium.

Bila dua gametangium Diatomae berada berdekatan keduanya akanterbuka, masing-masing melepaskan gamet. Selanjutnya kedua gametberfusi membentuk zigot yang bersifat diploid. Zigot membesar danmengalami masa istirahat untuk sementara waktu. Zigot yang akanberkembang mensekresi material yang akan membentuk dinding silika selanjutnya menjadi Diatom vegetatif yang bersifat diploid.

Pada Diatomae, reproduksi aseksual terjadi melalui pembelahan sel. SelDiatomae terdiri atas dua keping dinding silika yang berpasangan sepertiwadah dan tutup dari sepasang cawan petri. Pada pembelahan sel dinding selbaru dibentuk di sebelah dalam dinding sel induk. Bagian wadah akanmembentuk tutup baru di sebelah dalamnya, demikian juga bagian tutup akanmembentuk wadah baru di sebelah dalamnya seperti pada Gambar 13.

Reproduksi aseksual dengan cara tersebut terjadi berulang kali sehingga dihasilkan individu baru dengan ukuran yang semakin kecil. Kejadian ini terus berlanjut hingga pada suatu saat tercapai ukuran minimal, pada saat tersebut reproduksi secara asexual dihentikan. Untuk memperoleh individu baru dengan ukuran yang besar lagi sel Diatom harus melakukan reproduksi secara seksual.


(25)

Gambar : Siklus Hidup Gametik pada Diatomae

3. Siklus Hidup Tipe Sporik: Generasi Isomorfik pada Ectocarpus Ectocarpus merupakan alga coklat berbentuk filamen yang seringdijumpai di perairan bergaram daerah beriklim sedang. Pada alga dengan siklus hidup tipe sporik seperti ini gamet-gamet dihasilkan oleh gametangium yang bersifat haploid melalui pembelahan mitosis. Gametgamet yang dihasilkan memiliki dua flagela yang muncul dari bagian tengah sel. Gamet-gamet tersebut terdiri dari tipe + dan tipe – namun tampak serupa sehingga termasuk kelompok isogamet. Fusi dari isogamet + dan isogamet– yang terjadi di perairan menghasilkan zigot diploid yang selanjutnya melekat pada dasar perairan. Zigot yang berkembang mengalami pembelahan mitosis membentuk individu diploid yang disebut sporofit. Talus sporofit yang bersifat diploid ini sangat mirip bentuk maupun ukurannya dengan gametofit yang bersifat haploid. Bila di laut kita menemukan talus Ectocarpus kita tidak dapat mengenali apakah individu tersebut merupakan sporofit diploid ataukah


(26)

gametofit (haploid). Untuk membedakan keduanya kita dapat memeriksa apakah kromosomnya yang bersifat diploid atau haploid. Kondisiseperti Ectocarpus, yaitu generasi sporofit berpenampilan sama dengan gametofit disebut bersifat isomorfik. Sporofit pada tipe ini menghasilkan dua macam sel reproduktif. Sekelompok sel pada sisi cabang melepaskan sel-sel yang bersifat motil. Sel-sel tersebut bukan berupa gamet, namun merupakan spora aseksual yang dibentuk secara mitosis, disebut mitospora. Bila mitospora tumbuh akan dihasilkan individu baru bersifat diploid. Individu baru yang terbentuk merupakan sporofit, sama seperti induknya. Selain itu pada sporofit dijumpaipula sporangium berbentuk sferis. Di dalam sporangium tersebut terjadipembelahan meiosis yang menghasilkan meiospor haploid. Secara morfologimeiospor yang dibentuk sangat mirip dengan gamet maupun mitospora.Bila meiospor berkecambah akan tumbuh menjadi gametofit (haploid).Siklus hidup Ectocarpus yang termasuk tipe sporik dengan generasiisomorfik dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar : Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Isomorfik pada Ectocarpus


(27)

4. Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Heteromorfik

Selain tipe sporik dengan generasi isomorfik seperti Ectocarpus,dijumpai pula tipe sporik dengan generasi heteromorfik, misal pada alga Laminaria. Pada Laminaria yang merupakan alga coklat ini individu gametofit tidak identik dengan individu sporofit. Sporofit berukuran besar, terdiri dari talus berukuran besar dilengkapi dengan pelekat serta tangkai yang panjang. Sedangkan gametofit berukuran kecil tersusun oleh benang-benang bercabang.

Gambar : Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Heteromorfik pada Laminaria

F. Perbedaan Alga dengan Botani Tingkat Tinggi

Alga digolongkan sebagai Protista. Jika dilihat dari perawakannya sebagian besar alga makroskopis seperti rumput laut, sehingga cenderung akan dianggap mereka sebagai kelompok tumbuhan, bukan hewan atau cendawan. Memang ada kedekatan antara alga dan tumbuhan jika diteliti


(28)

komponen dinding sel, cadangan makanan dalam sel maupun kandungan klorofilnya yang sangat mirip dengan tumbuhan. Seperti pada tumbuhan dinding sel sebagian besar alga mengandung selulosa. Beberapa alga memiliki cadangan makanan berupa pati, selain itu pada kelompok ini juga dijumpai pigmen fotosintesis berupa klorofil a, klorofil b dan karotin.

Bila dilihat dari ketiga hal tersebut alga memang tampak berkerabat dekat dengan tumbuhan. Namun, bila ditinjau lebih jauh maka akan disadari bahwa alga bukan benar-benar tumbuhan, hal tersebut berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan hidupnya. Struktur tubuh alga beradaptasi terhadap lingkungan air yang merupakan habitat utamanya, sebaliknya tumbuhan beradaptasi terhadap lingkungan darat. Hal yang sangat nyata dapat dilihat, misalnya struktur umum tubuhnya. Alga multiseluler pada umumnya berupa benang atau lembaran dengan struktur jaringan penyusun yang sederhana. Tubuh alga tidak mengalami deferensiasi membentuk akar, batang dan daun dengan struktur jaringan yang kompleks, mengingat tumbuhan ini tidak memerlukan organ tersebut. Alga menyerap air dan hara yang melimpah di sekitarnya dengan seluruh permukaan tubuhnya. Oleh karena itu, tidak memerlukan sistem perakaran. Air bukan merupakan pembatas bagi kelompok alga, sedangkan tumbuhan sehari-hari langsung berhadapan dengan udara dan cahaya matahari, permukaan tubuh tumbuhan dilapisi dengan kutikula untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan.

Epidermis pada alga tidak dilapisi oleh kutikula. Lingkungan hidup yang relatif “nyaman” tidak mengharuskan alga melindungi gamet– gametnya dengan lapisan pelindung steril. Gamet pada alga berenang bebas di dalam air demikian pula zigotnya terdapat bebas di perairan. Zigot selanjutnya langsung berkembang membentuk gametofit sehingga tidak dikenal embrio. Pada tumbuhan, struktur penghasil gamet lebih kompleks, zigot dilindungi lapisan steril pada gametangium betina.

Menurut Sulisetijono (2009), ada tiga ciri reproduksi seksual pada alga yang dapat digunakan untuk membedakannya dengan tumbuhan hijau yang lain. Ketiga ciri yang dimaksud adalah:


(29)

1. Pada alga uniselular, selnya berfungsi sebagai sel kelamin (gamet). 2. Pada alga multiselular, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang

berupa sel tunggal, dan ada pula gametangium yang tersusun dari banyak sel.

3. Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika tersusun dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertil. G. Peranan Alga

Richmond (1986) dan Kabinawa (1988) menyatakan bahwa mikroalga mempunyai kemungkinan besar sebagai bahan berbagai macam 9 produksi, seperti protein sel tunggal (PST) baik untuk pakan maupun pangan, asam lemak, gliserol, pigmen alami, enzim, asam amino, antibiotika, vitamin, karoten, yodium, gas hidrogen, bahan-bahan hayati seperti metana dan polisakarida, pupuk hayati pemurnian air limbah dan rekayasa genetika.

Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan lain-lain) pada kondisi terbaiknya. Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan bahwa untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-rata produktivitas mikroalga secara umum dapat mencapai 15–25 gram/m2/hari. Nilai produktivitas ini masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya. Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga misalnya 30-50% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budidaya dalam satu tahun akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton. Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit 3,3-6,0 ton/hektar/tahun (Rahardjo, 2008).

Mikroalga dapat menjadi solusi yang nyata untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada cadangan bahan baku lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam jumlah yang besar. Sebagai perbandingan dengan tumbuhan di daratan,


(30)

tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang kacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu 10 negara. Hal ini tidak nyata dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil. Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat. Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre) (Rahardjo, 2008). Gracillaria untuk membuat agar agar. Chlorelia dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Sargassum berperan sebagai pupuk dan makanan ternak. Laminaria digitalis sebagai penghasil yodium untuk obat penyakit gondok. Eucheuma spinosum dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan kosmetik.


(31)

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan materi yang diuraikan dapat disimpulkan bahwa Alga merupakanorganisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular) sehingga dikelompokkan ke dalam Thallophyta, alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel. Dasar pengelompokkan alga adalah pigmentasi, hasil fotosintesis yang disimpan sebagai cadangan makanan dan motilitas. Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga dibagi menjadi dua golongan yaitu makroalga dan mikroalga. Alga uniseluler memiliki bentuk berupa filamen bercabang atau tidak bercabang, berbentuk lembaran atau bahkan menyerupai tumbuhan dengan bagian-bagian yang seperti akar, batang, dan daun.Alga uniseluler terdiri dari Chlamydomonas, Diatomae, alga uniseluler berflagela, alga uniseluler berkoloni, alga uniseluler berfilamen, alga uniseluler dan alga berbentuk lembaran.Makroalga terdiri dari Chlorophyta, Rhodophyta dan Phaeophyta. Pada alga dikenal tiga tipe siklus hidupnya, yaitu tipe zigot, tipe genetik dan tipe sporik.


(1)

gametofit (haploid). Untuk membedakan keduanya kita dapat memeriksa apakah kromosomnya yang bersifat diploid atau haploid. Kondisiseperti Ectocarpus, yaitu generasi sporofit berpenampilan sama dengan gametofit disebut bersifat isomorfik. Sporofit pada tipe ini menghasilkan dua macam sel reproduktif. Sekelompok sel pada sisi cabang melepaskan sel-sel yang bersifat motil. Sel-sel tersebut bukan berupa gamet, namun merupakan spora aseksual yang dibentuk secara mitosis, disebut mitospora. Bila mitospora tumbuh akan dihasilkan individu baru bersifat diploid. Individu baru yang terbentuk merupakan sporofit, sama seperti induknya. Selain itu pada sporofit dijumpaipula sporangium berbentuk sferis. Di dalam sporangium tersebut terjadipembelahan meiosis yang menghasilkan meiospor haploid. Secara morfologimeiospor yang dibentuk sangat mirip dengan gamet maupun mitospora.Bila meiospor berkecambah akan tumbuh menjadi gametofit (haploid).Siklus hidup Ectocarpus yang termasuk tipe sporik dengan generasiisomorfik dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar : Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Isomorfik pada Ectocarpus


(2)

4. Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Heteromorfik

Selain tipe sporik dengan generasi isomorfik seperti Ectocarpus,dijumpai pula tipe sporik dengan generasi heteromorfik, misal pada alga Laminaria. Pada Laminaria yang merupakan alga coklat ini individu gametofit tidak identik dengan individu sporofit. Sporofit berukuran besar, terdiri dari talus berukuran besar dilengkapi dengan pelekat serta tangkai yang panjang. Sedangkan gametofit berukuran kecil tersusun oleh benang-benang bercabang.

Gambar : Siklus Hidup Tipe Sporik dengan Generasi Heteromorfik pada Laminaria

F. Perbedaan Alga dengan Botani Tingkat Tinggi

Alga digolongkan sebagai Protista. Jika dilihat dari perawakannya sebagian besar alga makroskopis seperti rumput laut, sehingga cenderung akan dianggap mereka sebagai kelompok tumbuhan, bukan hewan atau cendawan. Memang ada kedekatan antara alga dan tumbuhan jika diteliti


(3)

komponen dinding sel, cadangan makanan dalam sel maupun kandungan klorofilnya yang sangat mirip dengan tumbuhan. Seperti pada tumbuhan dinding sel sebagian besar alga mengandung selulosa. Beberapa alga memiliki cadangan makanan berupa pati, selain itu pada kelompok ini juga dijumpai pigmen fotosintesis berupa klorofil a, klorofil b dan karotin.

Bila dilihat dari ketiga hal tersebut alga memang tampak berkerabat dekat dengan tumbuhan. Namun, bila ditinjau lebih jauh maka akan disadari bahwa alga bukan benar-benar tumbuhan, hal tersebut berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan hidupnya. Struktur tubuh alga beradaptasi terhadap lingkungan air yang merupakan habitat utamanya, sebaliknya tumbuhan beradaptasi terhadap lingkungan darat. Hal yang sangat nyata dapat dilihat, misalnya struktur umum tubuhnya. Alga multiseluler pada umumnya berupa benang atau lembaran dengan struktur jaringan penyusun yang sederhana. Tubuh alga tidak mengalami deferensiasi membentuk akar, batang dan daun dengan struktur jaringan yang kompleks, mengingat tumbuhan ini tidak memerlukan organ tersebut. Alga menyerap air dan hara yang melimpah di sekitarnya dengan seluruh permukaan tubuhnya. Oleh karena itu, tidak memerlukan sistem perakaran. Air bukan merupakan pembatas bagi kelompok alga, sedangkan tumbuhan sehari-hari langsung berhadapan dengan udara dan cahaya matahari, permukaan tubuh tumbuhan dilapisi dengan kutikula untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan.

Epidermis pada alga tidak dilapisi oleh kutikula. Lingkungan hidup yang relatif “nyaman” tidak mengharuskan alga melindungi gamet– gametnya dengan lapisan pelindung steril. Gamet pada alga berenang bebas di dalam air demikian pula zigotnya terdapat bebas di perairan. Zigot selanjutnya langsung berkembang membentuk gametofit sehingga tidak dikenal embrio. Pada tumbuhan, struktur penghasil gamet lebih kompleks, zigot dilindungi lapisan steril pada gametangium betina.

Menurut Sulisetijono (2009), ada tiga ciri reproduksi seksual pada alga yang dapat digunakan untuk membedakannya dengan tumbuhan hijau yang lain. Ketiga ciri yang dimaksud adalah:


(4)

1. Pada alga uniselular, selnya berfungsi sebagai sel kelamin (gamet). 2. Pada alga multiselular, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang

berupa sel tunggal, dan ada pula gametangium yang tersusun dari banyak sel.

3. Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika tersusun dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertil. G. Peranan Alga

Richmond (1986) dan Kabinawa (1988) menyatakan bahwa mikroalga mempunyai kemungkinan besar sebagai bahan berbagai macam 9 produksi, seperti protein sel tunggal (PST) baik untuk pakan maupun pangan, asam lemak, gliserol, pigmen alami, enzim, asam amino, antibiotika, vitamin, karoten, yodium, gas hidrogen, bahan-bahan hayati seperti metana dan polisakarida, pupuk hayati pemurnian air limbah dan rekayasa genetika.

Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan lain-lain) pada kondisi terbaiknya. Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan bahwa untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-rata produktivitas mikroalga secara umum dapat mencapai 15–25 gram/m2/hari. Nilai produktivitas ini masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya. Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga misalnya 30-50% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budidaya dalam satu tahun akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton. Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit 3,3-6,0 ton/hektar/tahun (Rahardjo, 2008).

Mikroalga dapat menjadi solusi yang nyata untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada cadangan bahan baku lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam jumlah yang besar. Sebagai perbandingan dengan tumbuhan di daratan,


(5)

tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang kacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu 10 negara. Hal ini tidak nyata dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil. Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat. Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre) (Rahardjo, 2008). Gracillaria untuk membuat agar agar. Chlorelia dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Sargassum berperan sebagai pupuk dan makanan ternak. Laminaria digitalis sebagai penghasil yodium untuk obat penyakit gondok. Eucheuma spinosum dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan kosmetik.


(6)

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan materi yang diuraikan dapat disimpulkan bahwa Alga merupakanorganisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular) sehingga dikelompokkan ke dalam Thallophyta, alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel. Dasar pengelompokkan alga adalah pigmentasi, hasil fotosintesis yang disimpan sebagai cadangan makanan dan motilitas. Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga dibagi menjadi dua golongan yaitu makroalga dan mikroalga. Alga uniseluler memiliki bentuk berupa filamen bercabang atau tidak bercabang, berbentuk lembaran atau bahkan menyerupai tumbuhan dengan bagian-bagian yang seperti akar, batang, dan daun.Alga uniseluler terdiri dari Chlamydomonas, Diatomae, alga uniseluler berflagela, alga uniseluler berkoloni, alga uniseluler berfilamen, alga uniseluler dan alga berbentuk lembaran.Makroalga terdiri dari Chlorophyta, Rhodophyta dan Phaeophyta. Pada alga dikenal tiga tipe siklus hidupnya, yaitu tipe zigot, tipe genetik dan tipe sporik.