KAJIAN STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI SOSIOLOGIS LEGENDA TANJUNG LESUNG DI PANDEGLANG DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

ENCENG TISWARA JATNIKA NIM 1204630

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Oleh

ENCENG TISWARA JATNIKA NIM 1204630

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia pada Sekolah Pascasarjana

@Enceng Tiswara Jatnika 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto copi, atau cara lainnya tanpa ijin penulis


(3)

SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 19660320 199103 1 004

Pembimbing II,

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 19720403 199903 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 19660320 199103 1 004


(4)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Metode Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II STRUKTUR, FUNGSI, NILAI SOSIOLOGIS DAN BAHAN AJAR CERITA RAKYAT... 12

A.Cerita Rakyat ... 12

B. Jenis Cerita Prosa Rakyat ... 14

1. Mitos ... 15

2. Legenda ... 16

3. Dongeng ... 18

C. Unsur-unsur Cerita Rakyat ... 19

1. Plot atau Alur Cerita ... 19

2. Tokoh dan Penokohan ... 21


(5)

viii

4. Tema dan Moral ... 24

D. Struktur Cerita Rakyat ... 26

E. Fungsi Cerita Rakyat ... 28

F. Nilai Sosial dalam Folklor ... 31

G. Sosiologis Sastra ... 36

H. Bahan Ajar Sastra ... 40

1. Fungsi Bahan Ajar ... 45

2. Ciri-ciri Bahan Ajar yang Baik ... 46

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN... ... 47

A. Lokasi Penelitian ... 47

B. Desain Penelitian ... 47

C. Metode Penelitian ... 50

D. Definisi Operasional ... 52

E. Instrumen Penelitian ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 61

B. Pengumpulan dan Deskripsi Data ... 62

C. Analisis Sumber Data ... 64

1. Kajian Struktur Legenda Tanjung Lesung ... 71

1.1Struktur Legenda Tanjung Lesung (versi 1) ... 71

1.1.1 Alur ... 71

1.1.2 Tokoh dan Penokohan ... 72

1.1.3 Latar/Setting ... 77

1.1.4 Tema dan Moral ... 82

1.2 Struktur Legenda Tanjung Lesung (versi 2) ... 89

1.2.1 Alur ... 89

1.2.2 Tokoh dan Penokohan ... 90


(6)

viii

1.2.4 Tema dan Moral ... 95

1.3 Struktur Legenda Tanjung Lesung (versi 3) ... 102

1.3.1 Alur ... 102

1.3.2 Tokoh dan Penokohan ... 104

1.3.3 Latar/Setting... 107

1.3.4 Tema dan Moral ... 111

2. Fungsi dan Nilai Sosiologis Legenda Tanjung Lesung ... 113

2.1 Fungsi Legenda Tanjung Lesung ... 113

2.2 Nilai Sosial Legenda Tanjung Lesung ... 118

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

BAB V BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA ... 137

A. Bahan Ajar cerita Rakyat ... 137

B. Contoh Pengembangan Bahan Ajar Cerita Rakyat ... 139

C. Contoh Buku Pengayaan Teks Cerita ... 144

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 177

A. Kesimpulan ... 177

B. Saran ... 180

DAFTAR PUSTAKA... 182

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 186 BIOGRAFI PENULIS


(7)

(8)

v

Enceng Tiswara Jatnika

Bahan pembelajaran sastra dewasa ini masih dipersoalkan, mengingat bahan pembelajaran masih banyak yang bersifat teoretis. Selain itu, terbatasnya buku-buku cerita yang digunakan di wilayah Pandeglang khususnya dirasakan sangat kurang, bahkan buku teks pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang terdapat di sekolah-sekolah tidak ditemukan cerita-cerita yang mengangkat cerita lokal daerah Pandeglang. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti mencoba menggali karya sastra lokal berupa cerita rakyat yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kabupaten Pandeglang yang selanjutnya dikaji berdasarkan struktur, fungsi, dan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya, untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar apresiasi sastra di SMP.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan data bahasa yang kemudian disusul dengan analisis. Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap. Tahan pertama, dilakukan pengkajian unsur pembentuknya dengan menggunakan pendekatan struktural. Dari tahap ini diperoleh deskripsi struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita Legenda Tanjung Lesung. Tahap kedua, dilakukan pengkajian terhadap kriteria cerita rakyat untuk pemanfaatannya sebagai bahan ajar. Pemerolehan data dilakukan melalui observasi partisipatif dan nonpasitipatif dengan menggunakan teknik, wawancara, angket, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa tiga versi cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung umumnya memiliki struktur alur yakni alur maju. Tokoh utama cerita adalah Puteri Ayu Siti Munigar, Raden Budog, dan Nyimas Ayu. Latar yang digunakan pada umumny nama-nama tempat yang ada di wilayah Tanjung Lesung. Cerita Legenda Tanjung Lesung bertema kepemimpinan. Fungsi yang terkadung dalam cerita adalah: sistem proyeksi, alat pengesahan pranata-pranata, alat pendidikan anak, dan pengawas norma-norma. Nilai-nilai sosial yang terkadung dalam cerita adalah: berbudi luhur, rendah hati, tidak sombong, rajin, ulet, bijaksana, dermawan, bermusyawarah, berhati-hati dalam bertindak, dan memanfaatkan alam sekitar. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang baik dan patut diteladani. Oleh karena itu, cerita rakyat tersebut dapat direkomendasikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ajar apresiasi sastra.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sebagian tersebar sastra daerah di Indonesia indentik dengan sastra lisan.Sastra lisan adalah kesusatraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut).Sastra lisan yang diceritakan secara turun temurun biasanya tidak diketahui pengarangnya atau bersifat anonim.Fungsinya, selain sebagai saluran untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran suku yang mempunyai sastra itu, juga cerminan alam pikiran, pandangan hidup, serta ekspresi rasa keindahan masyarakat pemiliknya.Salah satu contoh sastra lisan adalah cerita rakyat.Menurut Ajip Rosidi (1995: 125) bahwa cerita rakyat merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia.Bahasa-bahasa daerah yang menjadi media pengucapan tradisi lisan itu juga merupakan bagian dari kebudayaan tradisional, yaitu bahasa yang paling tepat dapat mengekspresikan kebudayaan yang bersangkutan.

Eksistensi cerita rakyat merupakan suatu fenomena budaya yang bersifat universal dalam kehidupan masyarakat.Sebagai produk budaya masyarakat, sastra lisan dapat dijumpai hampir di seluruh tempat di dunia.Sastra lisan pada umumnya tercipta sebagai tanggapan dan hasil pemikiran sistem kemasyarakatan (Razali dan Jonson, 2000:2).

Cerita rakyat merupakan bagian dari folklor bersifat komunal (milik bersama masyarakat), lokal (muncul dan berkembang di suatu tempat tertentu), serta informal (diturunkan tidak melalui pendidikan formal). Sifatnya yang lisan, komunal, dan informal mengakibatkan keaslian sastra lisan sukar untuk dipertahankan dalam jangka waktu lama.Perubahan-perubahan tidak dapat dihindari sejalan dengan perubahan, perkembangan waktu dan penyebarannya pun


(10)

Menurut Razali dan Jonson (2000:1) perubahan pola pikir masyarakat dapat pula menyebabkan ketidakpedulian mereka terhadap sastra lisan hanya dipandang sebagi kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada diluar jangkauan akal sehat.Hal ini tentu menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan, jika masyarakat melupakannya dari kehidupan mereka.

Kemampuan sastra lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia, itu membuktikan bahwa nenek moyang kita di masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang baik yang terkandung dalam sastra lisan yang dapat ditemui di seluruh daerah di Indonesia, tetapi yang menjadi tanggung jawab kita sebagai penikmat sekaligus pewaris adalah bagaimana menempatkan warisan leluhur itu sebagai salah satu kekayaan yang perlu diwariskan, dipahami, dan dinikmati, serta pada akhirnya akan menjadi pengungkap tirai kehidupan masa lampau yang dapat dijadikan tempat bercermin bagi kehidupan masa sekarang.

Sastra lisan, termasuk cerita rakyat merupakan warisan budaya nasional dan masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan dengan pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan, sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti yang berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena adanya unsur yang dikenal dalam masyarakat.

Cerita rakyat mampu mengungkapkan pengalaman manusia seperti kesenangan, kerinduan, cinta kasih, ratap tangis, dan kebencian.Segala rasa dapat terlahir dalam sastra.Demikian juga ajaran-ajaran hidup yang bermakna sakral dapat terlahir dalam sastra.Bahkan sastra menampakkan dasar penilaian yang sejajar dengan moral.Kesejajaran sastra dengan moral dapat tersurat dan tersirat pada setiap karya sastra yang umumnya mengungkapkan warna-warni kehidupan, sehingga di dalamnya terkandung sejumlah pengalaman yang berisi pandangan hidup dan renungan-renungan pengarangnya dalam bentuk yang estetis. Dengan


(11)

pengaruh moral dan pengetahuan pada pembacanya. Adanya keyakinan terhadap karya sastra yang bermanfaat dan menghibur, membuat pengajaran sastra di sekolah sangat penting.

Cerita rakyat termasuk bagian dari bahan yang perlu disampaikan pada pengajaran sastra.Pengajaran sastra mempuyai peranan dalam mencapai tujuan

pendidikan.Rusyana (1982:6) menjelaskan bahwa “Pengajaran sastra dapat

memberikan sumbangan yang maksimal terhadap aspek-aspek pendidikan susila,

sosial, perasaan, sikap penilaian, dan keagamaan”.Untuk mencapai tujuan

tersebut, sudah seharusnya guru sastra mempunyai apresiasi yang cukup tinggi dan wawasan sastra yang luas, serta memiliki inisiatif memilih bahan pembelajaran yang sasuai.Kemampuan tersebut perlu sebab erat kaitannya dengan menyiapkan bahan pembelajaran.Agar pembelajaran sastra jelas peranannya sesuai dengan tujuan pendidikan, bahan perlu dipersiapkan dan dikaji dengan baik.

Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting sebagai mana telah disinggung di atas, maka penelitian sastra lisan dalam hal ini cerita rakyat perlu dilakukan.Lebih-lebih lagi bila diingat bahwa terjadinya perubahan masyarakat, seperti adanya kemajuan-kemajuan dalam teknologi, adanya radio, televisi, dan yang lainnya dapat menyebabkan berangsur hilangnya sastra lisan di seluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan itu dari kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewarisan nilai budaya, karena dalam sastra lisan itu banyak ditemukan nilai-nilai serta cara hidup dan berpikir masyarakat yang memiliki sastra lisan itu (Rosidi, 1995:123).

Hampir setiap suku di Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian juga halnya masyarakat Banten lebih khusus lagi masyarakat Pandeglang.Sastra lisan masyarakat Pandeglang Banten disebarkan secara lisan dan hanya didasarkan pada daya ingat penuturnya saja, sehingga tidak mustahil jika sastra lisan masyarakat Pandeglang Banten mengalami penyimpangan dari bentuk aslinya.


(12)

mendengarkan radio daripada mendengarkan dongeng kakek atau neneknya. Cerita rakyat merupakan salah satu tradisi lisan yang memiliki nilai-nilai budaya yang sudah dilupakan oleh masyarakatnya pada saat ini. Karena sumber cerita rakyat berasal dari orang-orang tua yang sebagian besar telah meninggal, belum tentu mereka wariskan kepada anak cucunya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa ada cerita yang versinya berbeda-beda dalam suatu tempat tertentu. Bahkan ada cerita yang hanya diingat sebagian-sebagian saja sehingga tidak dapatkan secara keseluruhan seperti itu sangat memungkinkan nilai-nilai sosial budaya yang terkandung didalamnya pun hilang.

Selain permasalahan di atas, banyaknya cerita rakyat yang berbahasa Indonesia muncul dalam genre sastra modern, seperti puisi, cerpen, novel, dan drama yang tampaknya sangat berbeda dengan cerita aslinya. Menurut Sumiyadi (2009: 168) fenomena tersebut menunjukkan bahwa cerita rakyat ditanggapi pengarang modern secara beragam cenderung bersifat personal.Dengan demikian, cerita rakyat yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, yang kemudian tergolong ke dalam genre sastra modern, bukanlah cerita rakyat murni.Lebih lanjut Sumiyadi mengatakan bahwa pengarang sastra modern kemungkinan besar tidak bermaksud menceritakan kembali cerita tersebut, melainkan menanggapinya, bahkan mereaksinya sesuai dengan daya kreatif yang ada di benaknya. Kenyataan ini dapat menjadi kendala bagi pembaca yang akan mengapresiasi karya-karya tersebut terutama bagi mereka yang telah mengetahui cerita aslinya dari tuturan orang tua semasa kecilnya akan dibingungkan dengan fakta cerita yang berbeda.

Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan hiburan bagi masyarakat pendukungnya.Pada masa sebelum tersedianya pendidikan secara formal, seperti sekolah, cerita rakyat memiliki fungsi dan peranan yang amat penting sebagai media pendidikan bagi orang tua untuk mendidik anak dalam keluarga.Meskipun saat ini pendidikan secara formal telah


(13)

terutama dalam membina kepribadian anak dan menanamkan budi pekerti secara utuh dalam keluarga.

Pembelajaran apresiasi sastra berperan penting dalam pencapaian pendidikan nasional, karena sastra merupakan bahan pembelajaran yang dapat membina siswa ke arah kehidupan yang mendorong kreativitas dan dapat memperluas wawasan tentang nilai-nilai kehidupan.Pembelajaran sastra bertujuan meningkatkan daya apresiatif, mencipta, mempertajam perasaan, penalaran, dan kepekaan terhadap budaya dan lingkungannya.

Setiap guru yang mengajarkan sastra dituntut mampu mambawa siswanya ke dalam dunia sastra yang sesungguhnya.Kenyataan di lapangan tujuan pembelajaran sastra belum tercapai dengan baik, bahkan banyak peneliti dan pengamat sastra tidak tanggung-tanggung menganggap gagal.Meskipun pembelajaran sastra sudah tidak asing lagi, tetapi tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan keberadaannya.Pembelajaran sastra dianggap belum memenuhi harapan, bahkan dianggap sia-sia dan tidak bermanfaat. Ini mengingat, aplikasi dari hasil pembelajaran sastra di bangku sekolah tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari para siswa yang pernah menerima pembelajaran sastra tersebut.

Menurut Anwar (2009: 309) Secara keseluruhan masalah pembelajaran sastra mengerucut pada kenyataan bahwa baik guru maupun siswa tidak memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk langsung bersentuhan dengan karya sastra. Dengan kata lain pengalaman bersastra itulah masalah utamanya dan ini ada kaitan erat dengan persediaan buku sastra di perpustakaan yang umumnya minim. Setelah itu menurut Anwar barulah masalah kemampuan guru, minat siswa, metode pembelajaran, dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

Bahan pembelajaran sastra dewasa ini masih dipersoalkan, mengingat bahan pembelajaran masih banyak yang bersifat teoretis. Selain itu, terbatasnya buku-buku cerita yang yang digunakan di hampir seluruh wilayah Banten dan Pandeglang khususnya dirasakan sangat kurang, bahkan buku teks pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak ditemukan cerita-cerita yang mengangkat cerita lokal dalam hal ini cerita rakyat Banten termasuk Pandeglang di dalamnya.


(14)

dirasakan.Sebagian bahan studi dari beberapa buku teks bahasa Indonesia dan buku cerita yang dipakai menyajikan cerita rakyat yang bukan berasal dari daerahnya sendiri misalnya Sangkuriang, Timun Mas, Ande-ande Lumut, Malin Kundang, Rorojongrang, Kabayan,Rawa Pening, Asal-usul DanauToba, dan lain-lain. Di Pandeglang sebenarnya banyak cerita-cerita rakyat yang dapat diangkat untuk dijadikan sebagai bahan ajar, akan tetapi upaya pelestarian dan pendokumentasian cerita-cerita tersebut kurang maksimal, sehingga cerita-cerita rakyat yang ada akhirnya terlupakan. Contoh cerita rakyat Pandeglang yang banyak dikenal masyarakatnya antara lain; Pangeran Pande, Asal-usul Pandeglang, Cerita Syekh Mansyur, Nyi Parung Kujang, Nyi Jompong, Sumur Tujuh, Sasakala Curug Talaga, Batu Goong, Batu Quran, Tanjung Lesung, dan lain-lain.

Penelitian terhadap cerita-cerita rakyat dianggap penting untuk memperkaya khasanah materi pembelajaran sastra di sekolah-sekolah, terutama bagi sekolah-sekolah di daerah tempat hidup cerita tersebut. Dengan memperkenalkan cerita-cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Pandeglang misalnya, kita akan mendapat informasi tentang tatacara hidup serta latar belakang sosial budaya masyarakattersebut. Cerita rakyat di Pandeglang sebagai produk masyarakat lama dapat memberikan gambaran yang jelas tentang sistem nilai atau sistem budaya yang ada pada masyarakat sebelumnya dan hingga kini masih berpengaruh dalam kehidupan dan tingkah laku masyarakat Pandeglang. Hal-hal penting yang dapat diambil adalah apa yang dipuji, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, apa yang digemari dan dijungjung tinggi. Dengan demikian cerita ini menarik untuk dikaji sekaligus untuk memperkenalkan sastra lisan masyarakat Pandeglang.Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengangkat dan memperkenalkan kembali cerita-cerita rakyat masyarakat Pandeglang pada generasi muda Pandeglang yang telah banyak melupakan cerita-cerita yang ada di masyarakatnya.

Diantara cerita-cerita rakyat yang yang berkembang di Pandeglang LegendaTanjung Lesungmenarik untuk diteliti, selain nama Tanjung Lesung


(15)

akan tetapi berkenaan dengan asal-usul tempat tersebutmasih banyak yang belum mengetahuinya.

Pada penelitian sejenis yang dilakukan oleh Rukmana (2006) yang mengangkat cerita rakyat Banten Selatan membuktikan bahwa cerita-cerita rakyat tersebut memiliki nilai-nilai keteladanan yang baik, selain itu cerita-cerita rakyat Banten Selatan dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk siswa SD di Kabupaten Pandeglang karena memiliki kriteria tingkat keterbacaan yang sesuai.

Penelitian lain yang berkenaan dengan cerita rakyat yaitu oleh Halfian (2011), menunjukkan bahwa dalam cerita-cerira rakyat Wakorumba Selatan terdapat unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan, dan amanat yang berkaitan erat. Adapun hasil dari penelitiannya dijadikan sebagai bentuk pelestarian dijadikan sebagai alternatif bahan ajar muatan lokal untuk Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tiolintan (2008), hasil penelitian ini, menganalisis struktur intrinsik yang terdiri dari tema, penokohan, latar, motif dan amanat yang tersurat dan tersirat. Nilai budaya yang terkandung dalam tiga cerita rakyat Panjalu dikelompokkan kedalam lima nilai budaya dan masih berlaku di masyarakat pendukungnya. Adapun, upaya pelestarian nilai budayanya melalui model teater yang dibuat untuk masyarakat tersebut.

Hasil penelitian lain dilakukan Seli (1996) menunjukkan bahwa cerita rakyat yang diteliti dipengaruhi oleh lingkungan pencitraan, seperti jika lingkungan pencitraanya adalah daerah yang masih berhutan lebat, banyak pohon besar, sungai, gunung melahirkan cerita hantu. Cerita rakyat tersebut memiliki struktur umum yaitu tokoh melakukan perbuatan yang kemudian melanggar janji yang menyimpulkan bahwa perbuatan baik akan mengalahkan kejahatan. Cerita tersebut memiliki kearifan lokal dan identitas yang dimiliki daerah dimana cerita itu berada..

Bukti-bukti penelitian di atas memperkuat keyakinan penulis untuk mencoba mengadakan penelitian dengan mengangkat cerita dari daerah sendiri sebagai bahan ajar apresiasi sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP).Adapun


(16)

fungsi, dan nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung yang berada di Pandeglang karena penulis yakini cerita-cerita tersebut memiliki fungsi dan nilai sosial yang dapat dimanfaatkan sekaligus berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Selain itu, cerita-cerita rakyat yang ada di Pandeglang masih sangat minim dijadikan sebagai bahan ajar apresiasi sastra oleh guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, guru bahasa dan sastra Indonesia perlu mempertimbangkan baik buruknya suatu karya sastra yang akan diapresiasi siswa. Dalam memilih bahan ajar karya sastra, guru selain mempertimbangkan sastranya juga perlu mempertimbangkan segi didaktis, kedekatannya dengan siswa dan pembelajarannya. Dengan demikian, pembelajaran sastra dapat mencapai tujuan yang diharapkan serta lebih dapat bermakna bagi siswa.

Bahan pelajaran apresiasi sastra bukan hanya terbatas pada bahan yang terdapat dalam buku sumber dan buku teks saja.Bahan pembelajaran sastra dapat diambil dari cerita-cerita yang terdapat di daerah dimana siawa belajar.Cerita daerah lebih mudah dicerna dan diapresiasi oleh siswa karena cerita berada dalam lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji cerita rakyat daerah Pandeglang untuk dikaji secara ilmiah salah satunya cerita rakyat Tanjung Lesung di Pandeglang. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Kajian Struktur, Fungsi dan Nilai Sosiologis LegendaTanjung Lesung di Pandeglangdan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra di Sekolah

Menengah Pertama”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan cerita rakyat berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan diantaranya melalui: (1) struktur cerita, (2) penggalian fungsi dalam cerita, (3) penggalian nilai sosiologis cerita, (4) serta pemanfaatanya sebagai bahan ajar apresiasi sastra.


(17)

1. Bagaimanakah struktur Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang?

2. Fungsi-fungsi apakah yang tercermin dalam Legenda Tanjung Lesung diPandeglang?

3. Bagaimanakah nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang?

4. Bagaimanakah desain bahan ajar Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang dalam pembelajaran apresiasi sastra?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang struktur cerita, serta fungsi dan nilai sosiologis dalam cerita rakyat Tanjung Lesung di Pandeglang. Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan penelitian yang penulis lakukan ini adalah untuk mendeskripsikan berkenaan dengan:

1)struktur cerita Legenda Tanjung Lesung; 2)fungsi Legenda Tanjung Lesung;

3) nilai-nilai sosiologis dalam Legenda Tanjung Lesung; dan

4)bahan ajar apresiasi sastra berupa buku pengayaan Legenda Tanjung Lesung.

D. Metode Penelitian

Metode merupakan cara kerja dalamk memahami objek yang menjadi sasaran penelitian.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik kualitatif, yaitu penelitian yang menjelaskan konsep-konsep dalam hubungan satu dengan yang lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat tanpa menggunakan angka-angka statistik dalam suatu struktur yang logis serta mempergunakan pemahaman yang mendalam dimana kesemuanya itu akan dideskripsikan apa adanya sesuai kenyataan pada data atau objek yang diteliti. Dengan kata lain, metode deskriptif analitik digunakan untuk mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti dengan hal-hal yang menjadi pusat perhatian, yaitu struktur, fungsi, dan nilai-nilai sosiologis dalam Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang.


(18)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak baik secara teoretis maupun praktis, diantaranya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan memberi warna terhadap perkembangan sastra lisan.Kegunaan penelitian ini yang paling utama adalah bagi guru-guru SMP di Kabupaten Pandeglang sebagai upaya pemilihan bahan ajar cerita rakyat yang lebih dekat dengan peserta didiknya.Manfaat secara teoretis seperti berikut ini.

1. Penelitian ini sebagai masukan untuk menambah wawasan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam memahami struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita rakyat.

2. Penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dalam pembelajaran sastra khususnya dalam memahami struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita rakyat.

Adapun manfaat secara praktis adalah seperti berikut ini.

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam memahami struktur, fungsi, dan nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita rakyat.

2. Hasil penelitian ini untuk memperkaya bahan pengembangan dalam pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.

F. Sistematika Penulisan

Sitematika penulisan dalam penelitian ini, megacu pada buku panduan pedoman penulisan karya ilmiah yang dikelauarkan UPI Bandung tahun 2012. Adapun sistematika tersebut adalah sebagai berikut. Bab I terdiri atas: (a) Latar Belakang Penelitian, (b) Identifikasi dan Perumusan Masalah, (c) Tujuan Penelitian, (d) Metode Penelitian, (e) Manfaat Penelitian, dan (f) Sistematika Penulisan.Bab II merupakan landasan teoretis yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya: (a) Pengertian Cerita Rakyat, (b) Jenis Prosa Rakyat, (c) Unsur-unsur Cerita Rakyat, (d) Kajian Struktur Cerita Rakyat, (e) Fungsi Cerita rakyat, (f)


(19)

Pada Bab III, mengenai metode penelitian diantaranya terdiri dari beberapa komponen; (a) Lokasi Penelitian, (b) Metode Penelitian, (c) Intrumen Penelitian, (d) Teknik Pengumpulan Data, dan (e) Analisis Data. Bab IV diuraikan hasil penelitian dan pembahasannya, dan pada Bab V berisi kesimpulan dan saran.


(20)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah daerah Tanjung Lesung yang berada di wilayah desa Tanjung Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.Letak lokasi ± 85 KM dari pusat pemerintahan Kabupaten Pandeglang ke arah Barat.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian sering disebut juga dengan rancangan penelitian.Pada bagian ini diungkapkan bentuk rancangan penelitian yang dilakukan.Bagian rancangan penelitian merupakan deskripsi tentang kegiatan penelitian yang dilakukan, terutama dalam mendapatkan data dan memperlakukannya.

Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan atau desain penelitian apa yang akan diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh, dilihat dari sudut metodologi penelitian. Di samping pemahaman hasil penelitian yang akan lebih proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan. Objek dan masalah penelitian memang mampengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain, ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua objek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda dengan tujuan objek dan masalah yang akan diteliti, tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan. Maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.

Tujuan rancangan penelitian adalah melalui penggunaan metode penelitian yang tepat, dirancang kegiatan yang dapat memberikan jawaban yang diteliti terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.


(21)

47

Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data kualitatif yang berupa deskripsi struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang. Pengumpulan data ini dilakukan melalui dua tahap.Tahap pertama, dilakukan pengkajian unsur pembentuknya dengan menggunakan pendekatan struktural. Dari tahap ini akan diperoleh deskripsi struktur, fungsi, dan nilai sosiologis cerita Legenda Tanjung Lesung. Tahap kedua, dilakukan pengkajian terhadap kriteria cerita rakyat untuk pemanfaatan sebagai bahan ajar.

Untuk menggambarkan desain penelitian dimaksud dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.


(22)

Diagram 3.1

Alur Pikir Penelitian

Alur Penelitian cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung, dapat digambarkan sebagai berikut.

Menentukan Topik

Cerita (prosa) Rakyat

Legenda

Asal Mula Nama Tempat

Menentukan Daerah Penelitan

Data

Analisis Data

Hasil Analisis Struktur, Fungsi dan

Nilai

Bahan Ajar Informan

Wawancara

Struktur Cerita

Informan

Wawancara

Fungsi dan Nilai Sosiologis


(23)

C. Metode Penelitian

Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibatnya berikutnya.Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami.Pernyataan tersebut dipertegas Iskandarwassid dan Sunendar (2009: 56) yang mengatakan bahwa metode lebih bersifat prosedural dan sistemik karena tujuannya untuk mempermudah pengerjaan suatu pekerjaan.

Syamsuddin dan Damaianti (2006: 14) mengatakan bahawa metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan. Metode juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran.

Menurut Koentjaraningrat (1977: 7-8), metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada dan sesuai dengan tujuan, sifat, objek, sifat ilmu atau teori yang mendukung. Dalam penelitian, objeklah yang menentukan metode yang akan digunakan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, betapa pentingnya metode dalam suatu penelitian.Metode penelitian sangat diperlukan sebagai arah dalam melaksanakan penelitian agar hasil yangdiperoleh sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Penelitian yang peneliti lakukan ini termasuk kepada jenis penelitian kualitatif.Menurut Wallen dan Warren (Cahyani, 2011:224) penelitian kulalitatif adalah studi yang penekanannya berhubungan dengan aktivitas-aktivitas, situasi-situasi atau bahan-bahan yang memerlukan deskripsi yang utuh tetntang sesuatu.


(24)

Mc Millan dan Scmaher (Syamsuddin dan Damaianti, 2006: 73) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang yang terlibat dalam penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data kulaitatif yang berupa deskripsi struktur, fungsi, dan nilai sosiologis Legenda Tanjung Lesung di Pandeglang. Ratna (2011: 53) mengungkapkan bahwa metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan kata-kata yang kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif digunakan tidak terbatas hanya pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu. Dalam hal ini, metode deskriptif analisis berarti bukan hanya melakukan deskripsi murni, melainkan juga menetapkan arti, dan menarik kesimpulan atau impilkasi.Dengan demikian, metode ini berusaha pula mendeskripsikan fakta secara logis. Melalui metode ini, pendeskripsian data dilakukan dengan cara menunjukkan fakta-fakta yang berhubungan dengan struktur cerita, dilanjutkan dengan penganalisisan fakta-fakta data dan dilengkapi dengan pendeskripsian fungsi dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam fakta cerita rakyat yang diteliti.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data di lapangan melalui metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Perencanaan

Langkah ini meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data, kemudian merumuskan situasi penelitian, lokasi yang dipilih, dan menentukan informan sebagai sumber data.Adapun informan yang dipilih adalah seorang pembicara asli (native speaker) yang merupakan sumber informasi dan secara harfiah informan tersebut menjadi guru bagi peneliti (Spradley dalam Taum, 2011: 238). b) Memulai Pengumpulan Data


(25)

Sebelum memulai mengumpulkan data, peneliti berusaha menciptakan hubungan baik (rapport), menumbuhkan kepercayaan serta hubungan yang akrab dengan individu atau kelompok yang menjadi sumber data.Peneliti memulai wawancara dengan beberapa informan yang telah dipilih.

c) Pengumpulan data dasar.

Setelah peneliti berpadu dengan situasi yang diteliti, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan dokumen yang lebih intensif. Dalam tahap ini, peneliti benar-benar melihat, mendengarkan, membaca, dan merasakan apa yang ada dengan penuh perhatian. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai dilakukan, dan keduanya terus berjalan berdampingan. d) Pengumpulan Data Penutup

Pengumpulan data berakhir setelah peneliti meninggalkan lokasi penelitian, dan tidak melakukan pengumpulan data lagi. Batas akhir penelitian tidak bisa ditentukan sebelumnya seperti pada penelitian kuantitatif, tetapi dalam proses penelitian sendiri. Akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan kelengkapan data yang diteliti.Peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan lagi data baru.

e) Melengkapi

Langkah ini merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan menyusun cara menyajikannya. Analisis data dimulai dengan menyusun fakta-fakta hasil temuan lapangan.Kemudian peneliti membuat diagram-diagram, tabel, gambar-gambar dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya.Hasil analisis data, diagram, bagan, tabel, dan gambar-gambar tersebut diinterpretasikan, dikembangkan menjadi proposisi dan prinsip-prinsip.


(26)

f) Pengarsipan, data-data yang sudah didapatkan di lapangan, perlu segera diarsipkan secara rapi dengan menggunakan teknik/model pengarsipan yang dipilih.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran tentang penelitian ini, di bawah ini akan diuraikan definisi operasional sebagai berikut.

1. Struktur Cerita Rakyat

Struktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah struktur dalam yang merupakan kaitan antarunsur yang membangun cerita Legenda Tanjung Lesung yang meliputi alur, penokohan, latar, tema dan moral, gaya penulisan, dan motif yang digolongkan menurut genre mitos, legenda, dan dongeng.

2. Fungsi Cerita Rakyat

Fungsi merupakan fungsi cerita rakyat Legenda Tanjng Lesung di Pandeglang yang mengacu pada pendapat Basccomantara lain; fungsi pencerminan kehendak, sebagai alat pengesahan pranata-pranata, sebagai alat pendidikan anak atau fungsi didaktif, dan fungsi sebagai pengawas norma-norma. 3. Nilai-nilai Sosiologis Legenda Tanjung Lesung

Nilai-nilai sosiologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai yang sosial yang terkandung dalam cerita rakyat Tanjung Lesung yang mengggambarkan hubungan antara manusia dengan pribadinya seperti rendah hati, tidak sombong, rajin, ulet, waspada, baik budi, hubungan manusia dengan manusia antara lain sikap, dermawan, adil, bijaksana,, musyawarah, rukun, suka memberi nasihat, atau hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya seperti memanfaatkan alam sekitar.

4. Bahan Ajar

Bahan ajar sastra adalah bahan yang akan diajarkan kepada siswa secara berencana agar dapat meningkatkan apresiasi sastra siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran pada tingkat SMP berdasarkan kurikulum yang ada.


(27)

E. Instrumen Penelitan

Instrumen mengacu kepada alat untuk mengumpulkan data.Alat pengumpul data digunakan untuk menghimpun data yang diperlukan sesuai variabel penelitian dan permasalahan yang muncul dalam penelitian.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.Wawancara dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan data penelitian.Sebelum melaksanakan wawancara perlu disiapkan istrumen wawancara yang disebut pedoman wawancara (interview guide).Pedoman ini berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau direspon oleh responden. Menurut Sukmadinata (2005: 216), isi pertanyaan atau pernyataan wawancara bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah atau variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian.

Dalam persiapan wawancara selain penyusunan pedoman, yang sangat penting adalah membina hubungan baik dengan responden.Keterbukaan responden untuk memberikan jawaban atau respon secara objektif sangat ditentukan oleh hubungan baik yang tercipta antara pewawancara dengan responden.Sebaliknya, rusaknya hubungan baik dengan responden dapat mengakibatkan kegagalan wawancara.

Hal penting yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pewawancara adalah perekaman atau pencatatan data.Oleh karena itu, alat perekam dapat digunakan untuk merekam data yang didapat.Sebelum wawancara dilaksanakan sebaiknya disiapkan alat pencatat yang mencukupi.Alat pencatat dapat bersatu dengan pertanyaan atau pernyataan yang disusun dalam suatu format, ataupun dibuat terpisah. Alat pencatat yang bersatu dengan daftar pertanyaan dapat memudahkan dalam pengisian, karena berada pada lembar yang sama. Dalam


(28)

pembuatan catatan hasil wawancara, selain mencatat jawaban atau respon-respon dari responden yang langsung berhubungan dengan pertanyaan, juga dicatat reaksi-reaksi lainnya baik yang dinyatakan secara verbal maupun nonverbal.

2. Angket

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak secara langsung bertanya jawab dengan responden). Angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden.

Dalam penyusunan angket perlu diperhatikan beberapa hal.Pertama sebelum butir-butir pertanyaan atau pernyataan ada pengantar atau petunjuk pengisian.Dalam pengantar dijelaskan maksud pengedaran angket, jaminan kerahasiaan jawaban, serta ucapan terima kasih kepada responden.Petunjuk pengisian menjelaskan bagaimana cara pertanyaan atau merespon pernyataan yang tersedia.KeduaButir-butir pertanyaan dirumuskan secara jelas, menggunakan kata-kata yang lazim digunakan (popular), kalimat tidak terlalu panjang.Ketigauntuk menghiondari kekeliruan sebaiknya jawaban atau respon langsung diberikan pada alternative jawaban, atau menggunakan kolom jawaban yang bersatu dengan pertanyaan atau pernyataan.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber nonmanusia.Sumber ini terdiri atas dokumen dan rekaman.Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara agar hasil penelitian lebih kredibel/dapat dipercaya.Tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas tinggi.Sebagai contoh banyak foto yang tidak mencerminkan keadaan aslinya, karena foto dibuat untuk kepentingan tertentu.Demikian juga autobiografi yang ditulis untuk diirinya sendiri, sering subyektif.


(29)

Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti susun dan teknik pengumpulan data yang telah ditentukan, maka dalam penelitian ini ada instrumen yang perlu dipersiapakan atau dibuat.Adapun, instrumen yang mendukung untuk memperoleh data adalah sebagai berikut.

1)Pedoman wawancara yang ditujukan kepada informan atau sumber data yang mengetahui tentang Legenda Tanjung Lesung berupa hasil konteks tuturan.

2) Pedoman wawancara yang ditujukan kepada para praktisi pendidikan, budayawan, atau sejarahwan yang memahami tentang fungsi dan nilai sosial cerita rakyat.

3)Angket yang ditujukan kepada guru-guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang yang yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesiaberkaitan denganvariabel penyusunan bahan ajar Legenda Tanjung Lesung.

Setiap kali kita akan menyusun pedoman wawancara, kita juga dituntut untuk menyusun kisi-kisi dari pedoman wawancara tersebut. Tujuan dibuatnya kisi-kisi pedoman wawancara adalah untuk menghidarkan semaksimal mungkin ketidakseimbangan ataupun ketidakadilan dalam menghimpun data penelitian. Sehubungan dengan permasalahan penelitian yang memuat empat variabel penelitian, maka penulis membuat sebaran kisi-kisi instrumen penelitian sebagai berikut,

Tabel 3.1

Sebaran Kisi-kisi dan Instrumen

No. Variabel Penelitian Teknik Pengumpulan data Instrumen 1 Struktur Cerita Rakyat Analisis dokumentasi Format Analisis 2 Fungsi Cerita Rakyat Wawancara Pedoman Wawancara

3 Nilai Sosiologis Wawancara Pedoman Wawancara


(30)

Berdasarkan sebaran kisi-kisi dan intrumen yang dibuat, selanjutnya dibuat kisi-kisi pada setiap instrumen yang dimaksud.Adapun kisi-kisi instrumen dan alat pengumpul data penelitian yang dibuat disertakan dalam lampiran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2009: 25) dilakukan pada natural setting(kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data pada sastra lisan dapat diawali dengan langkah perekaman, Perekaman sejauh mungkin harus dilaksanakan dalam konteks sastra asli. Maksudnya sastra lisan tersebut sedang dilantumkan atau didongengkan dan peneliti merekam secara langsung (Endraswara, 2008: 152)

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian folklor, yaitu penelitian lapangan.Peneliti sendiri berperan sebagai instrumen utama mendapatkan berbagai informasi dan data yang diperlukan dari beberapa orang informan.Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, peneliti melakukan berbagai teknik, baik teknik langsung maupun teknik tidak langsung.

Menurut Danandjaja (2007: 13) bahwa pengumpulan atau pengiventarisan folklor dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; (1) mengumpulkan semua judul karangan (buku dan artikel), yang pernah ditulis orang mengenai folklor Indonesia; dan (2) mengumpulkan bahan-bahan folklor dari tutur kata orang-orang anggota kelompok yang mempunyai folklor dan hasilnya kemudian langsung diterbitkan atau diarsipkan. Tujuan dari teknik ini adalah untuk melengkapi penelitian.

Teknik langsung yang peneliti gunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan berhubungan dengan cerita rakyat Tanjung Lesung di Kabupaten


(31)

Pandeglang jenis legenda dengan menggunakan teknik nontes. Adapun teknik yang dilakukan adalah:

1) teknik rekaman dan pencatatan, digunakan untuk mendapatkan data utama penelitian berupa cerita yang berkembang di masyarakat dari informan yang dianggap tahu tentang cerita rakyat daerahnya.Teknik pencatatan bisa dipergunakan untuk menstranskripsikan hasil rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai aspek yang berkaitan dengan suasana penceritaan dan informasi-informasi lain yang dipandang perlu selama melakukan wawancara dan pengamatan.

2) teknik pengamatan(observasi), dilakukan untuk melihat dan mengamatigeografis, pola hidup dan sosial budaya yang ada pada masyarakat Tanjung Lesung.

3) teknik wawancara, dilakukan terhadap pencerita maupun kepada pemuka masyarakat yangdianggap patut memberikan keterangan mengenai tradisi

atau kebiasaan masyarakat setempat.Dalam wawancara ada dua tahap penting.Tahap pertama ‘wawancara bebas’ (free interview/non-directed interview) yang member kebebasan seluas-luasnya kepada informan untuk berbicara.Tahap kedua ‘wawancara terarah’ (structured/directed interview), yakni mengajukan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya untuk memperoleh gambaran yang utuh dan mendalam (indepth-interview).

4) Teknik angket, ditujukan kepada guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang ada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia berkaitan denganvariabel bahan ajar cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung.

1. Konteks Penuturan

Data utama penelitian ceritalisan diambilberdasarkan konteks penuturan para informan melalui teknik perekaman.


(32)

Enceng Tiswara Jatnika, 2014

KAJIAN STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI SOSIOLOGIS LEGENDA TANJUNG LESUNG DI

PANDEGLANG DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH

Cerita Legenda Tanjung Lesung (LTL) yang memiliki konteks situasi (waktu yang bebas diceritakan kapanpun dan dimanapun yang diinginkan oleh penutur (yang menceritakan cerita/dongeng).

Tradisi menceritakan sebuah dongeng pada masyarakat Sunda khususnya daerah pesisir pantai (Pandeglang), diceritakan secara bebas tanpa ada ikatan waktu atau ritual khusus. Dalam hal ini Legenda Tanjung Lesung juga memiliki posisi yang sama dengan dongeng – dongeng yang berkembang di Pandeglang yaitu memiliki kebebasan dalam proses penceritaan, tidak terikat oleh waktu, tempat, atau ritual tertentu.

2. Bentuk Pendokumentasian atau Pengarsipan

Data yang sudah didapatkan di lapangan, selanjutnya diarsipkan secara rapi sebagai hasil dokumentasi sastra lisan. Dalam pengarsipan tersebut meliputi unsur-unsur:

(1) Bahan Folklor: Klasifikasi (legenda); masyarakat (Sunda Banten); tanggal, bulan, tahun rekaman; bahasa cerita tersebut.

(2) Teks yang telah ditarsipsikan: teks asli dan terjemahannya.

(3) Kolofon: keterangan tentang waktu, tempat dan pelaku pencatatan. Pelaku pencatatan meliputi narasumber atau penutur dan peneliti (nama, umur, tempat lahir, pendidikan, pekerjaan, kedudukan dalam adat/masyarakat. (4) Keterangan sekitar bahan/aparat kritik: berbagai catatan etnografis,

keterangan tentang teks yang kurang jelas, penilaian dan interpretasi peneliti sendiri.

Contoh hasil dokumentasi/pengarsipan sastra lisan.

Legenda Tanjung Lesung Teks A

………. (Teks Asli bahasa Sunda)

………. (Teks terjemahan bahasa Indonesia) Kolofon:


(33)

Data yang terkumpul, selanjutnya diolah dan dianalisis dengan prosedur seperti berikut ini.

a. Seleksi, menyeleksi data yang benar-benar diperlukan, yaitu data yang memberikan informasi tentang sosial budaya masyarakat dan Legenda Tanjung Lesung, membuang data yang tidak diperlukan, yakni data yang tidak memberikan informasi tentang sosial budaya dan cerita Legenda Tanjung Lesung.

b. Transkripsi, setelah data diseleksi, kemudian data tentang cerita Legenda Tanjung Lesung ditranskripsi dari bahasa lisan ke dalam bahasa tulis.

c. Penerjemahan, setelah data tentang legenda Tanjung Lesung ditranskripsi secara tertulis, selanjutnya diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

d. Memaparkan lingkungan penceritaan, yakni lingkungan wilayah Tanjung Lesung.

e. Menganalisis struktur cerita Legenda Tanjung Lesung berdasarkan format analisis seperti di bawah ini.

Tabel 3.2

Pedoman Analisis Struktur Cerita Rakyat

Struktur Cerita Indikator Unsur Intrinsik Keterangan

Alur Jalinan peristiwa


(34)

dalam cerita serta karakter tokoh yang bersangkutan

Latar latar tempat, waktu, dan suasana Tema dan moral Persoalan yang mendasari cerita serta

moral yang terkandung dalam cerita

f. Menganalisis fungsi yang terkandung dalam cerita Legenda Tanjung Lesung diantaranyafungsi pencerminan kehendak, sebagai alat pengesahan

pranata-pranata, sebagai alat pendidikan anak atau fungsi didaktif, dan fungsi sebagai pengawas norma-norma.

g. Menganalisis nilai sosiologis yang terdapat dalam cerita Legenda Tanjung Lesung yang meliputi nilai sosial hubungan manusia sebagai pribadi, hubungan


(35)

BAB V

BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

A. Bahan Ajar Cerita Rakyat

Pembelajaran sastra khususnya prosa pada jenjang Sekolah Menengah pada dasarnya bertujuan mengembangkan potensi dan kreativitas serta menambah pengalaman hidup sesuai dengan kemampuannya, serta mengenali dan mempertahankan eksistensi dirinya dalam kehidupan.Selain itu, pembelajaran sastra di sekolah dimaksudkan mengembangkan daya apresiasi siswa terhadap nilai-nilai sosial budaya yang terkandung dalam sebuah karya satra secara keseluruhan.

Hasil penelitian pada analisis struktur, fungsi dan nilai dalam Legenda Tanjung Lesung perlu ditindaklanjuti, yaitu dengan mengajukan hasil penelitian tersebut sebagai bahan ajar.Bahan ajar ini diajukan karena Legenda Tanjung Lesung merupakan salah satu sastra lisan yang ada di Kabupaten Pandeglang dan belum banyak dikenal siswa.Oleh karena itu, melalui pembelajaran prosa khususnya cerita rakyat, siswa dapat mengetahui lebih banyak tentang nilai-nilai dalam masyarakat masa lampau.

Karya sastra yang baik adalah karya satra yang memiliki kriteria yang mengisyaratkan layak tidaknya dapat dijadikan sebagai bahan ajar. Pertama, relevansi cerita dengan tujuan, tema, dan standar kompetensi yang tertuang dalam silabus.Artinya, cerita yang disajikan memenuhi standar yang tidak menyimpang dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK/KD) yang tertuang dalam silabus pembelajaran.Cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung disarankan menjadi bahan ajar karena memang sesuai dengan pokok bahasan dalam silabus bahasa Indonesi.Tentang materi pembelajaran cerita rakyat dapat kita temukan pada silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII seperti berikut ini.


(36)

Silabus Pembelajaran

Sekolah : SMP

Kelas/Semester : VII / I

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Standar Kompetensi : 1. Mendengarkan

Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan 2. Bercerita

Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita Kompetensi Dasar Materi Pembelaja ran

Indikator Kegiatan

Pembelajaran Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/ Bahan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Menemukan hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan Cara menemuka n hal menarik dari dongeng dan implementa si- nya  Mampu menemukan ide-ide menarik dalam dongeng  Mampu merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng o Mendengark an penyajian dongeng o Bertanya jawab untuk menemukan ide-ide yang menarik dari dongeng o Merangkai

ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng

Lisan dan tertulis

2 x 40 Kaset/CD Dongeng, Buku Teks Menunjukkan relevansi isi dongeng yang diperdengarkan dengan situasi sekarang Cara menunjuka n relevansi isi dongeng dengan situasi sekarang dan implementa si- nya  Mampu menemukan isi dongeng yang diperdengar kan  Mampu merelevansi kan isi dongeng dengan situasi sekarang o Mendengark an dongeng o Mendiskusik an isi dongeng o Menunjukka n relevansi isi dongeng dengan situasi sekarang Lisan dan tertulis

2 x 40 Kaset/CD , Buku Teks

Bercerita de-ngan urutan yang baik, sua-ra, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat Penyampai an cerita  Mampu menentukan pokok-pokok cerita  Mampu merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang baik

o Menentukan buku cerita yang menarik berdasarkan persediaan buku di perpustakaan . o Membaca buku cerita Lisan dan tertulis

6 x 40 Perpustak aan, Buku Cerita, Buku Teks


(37)

dan menarik

 Mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat menarik itu. o Berdiskusi untuk menentukan pokok-pokok cerita o Merangkai pokok-pokok cerita menjadi urutan cerita yang baik dan menarik o Berlatih bercerita o Bercerita dengan urutan yang baik, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat

Berdasarkan silabus tersebut di atas, guru kemudian menjabarkannya ke dalam format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

B. Contoh Pengembangan Bahan Ajar Cerita Rakyat

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Sekolah : SMP…

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VII/1

Standar Kompetensi : Mendengarkan

5. Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan Kopetensi Dasar : 5.1 Menemukan hal-hal menarik dari dongeng

yang diperdengarkan

5.2 Menunjukkan relevansi isi dongeng yang diperdengarkan dengan situasi sekarang Alokasi waktu : 2x 40 menit


(38)

1. Peserta didik dapat menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan

II.Materi Pembelajaran

a. Cara menemukan hal-hal menarik dari cerita rakyat/dongeng (Legenda Tanjung Lesung) dan implementasinya

III. Metode Pembelajaran

Pemodelan, Tanya jawab, inkuiri dan demonstrasi

IV. Kegiatan Pembelajaran

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan Pertama :

A. Kegiatan Awal

Apersepsi :

Peserta didik mendengarkan penyajian cerita rakyat (Legenda Tanjung Lesung)

Motivasi :

Menemukan ide-ide yang menarik dari cerita rakyat (Legenda Tanjung Lesung)

B. Kegiatan Inti

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

o melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;

o Peserta didik mencermati ide-ide menarik dari cerita rakyat

(Legenda Tanjung Lesung)

o Peserta didik menemukan ide-ide menarik dari cerita rakyat

(Legenda Tanjung Lesung)

o menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media

pembelajaran, dan sumber belajar lain;

o memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara

peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

o melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran; dan

o memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,


(39)

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

o memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan

lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

o memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

o memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan

kolaboratif;

o memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar;

o memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang

dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

o memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok;

o memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,

serta produk yang dihasilkan;

o memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang

menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

o memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

o memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,

o memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan,

o memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

 berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;

 membantu menyelesaikan masalah;

 memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

 memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

 memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.


(40)

C. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

o bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

o melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

o memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; o merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

o menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

V. Sumber belajar

1. Kaset/CD cerita rakyat 2. Buku teks

3. Teks Cerita Legenda Tanjung Lesung

VI. Penilaian

Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian Teknik Penilaian Bentuk

Penilaian Instrumen  Mampu menemukan

ide-ide menarik dalam cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung

 Mampu merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarikcerita rakyat Legenda Tanjung Lesung

Tes tulis Uraian Identifikasilah ide-ide menarik yang terdapat dalam dongeng yang disajikan secara lisan ini!

 Rangkaikanlah ide-ide menarik yang berasal dari cerita rakyat yang kamu dengarkan sehingga menjadi hal-hal menarik dari cerita tersebut!

 Mampu menemukan isi cerita

rakyat/legenda yang diperdengarkan

Tes tulis Uraian  Tulislah isi legenda yang kamu dengarkan secara lisan!


(41)

Identifikasikan sekurang-kurangnya 3 ide menarik yang terdapat dalam cerita Legenda Tanjung Lesung

Kegiatan Skor

1. Peserta didik dapat mengedentifikasi sekurang-kurangnya tiga ide yang menarik dalam legenda Tanjung Lesung 2. Peserta didik dapat mengedentifikasi hanya dua ide yang

menarik dalam legenda Tanjung Lesung

3. Peserta didik dapat mengedentifikasi hanya satu ide yang menarik dalam legenda Tanjung Lesung

4. Peserta didik tidak dapat mengedentifikasi ide yang menarik dalam legenda Tanjung Lesung

3 2 1 0

Rangkaikanlah ide-ide menarik yang berasal dari legenda yang kamu dengarkan sehingga menjadi hal-hal menarik dari legenda tersebut !

Kegiatan Skor

1 Peserta didik dapat merangkaikan ide-ide yang menarik dari legenda sekurang-kurangnya tiga hal yang menarik 2 Peserta didik dapat merangkaikan ide-ide yang menarik

dari legenda hanya dua hal yang menarik

3 Peserta didik dapat merangkaikan ide-ide yang menarik dari legenda hanya satu hal yang menarik

4 Peserta didik tidak dapat merangkaikan ide-ide yang menarik dari legenda menjadi hal yang menarik

3 2 1 0

Tuliskanlah pokok-pokok isi dongeng yang disajikan secara lisan!


(42)

1. Peserta didik dapat menuliskan pokok-pokok isi dongeng :

a. Siapa tokoh utama ? b. Di mana kejadiannya ? c. Kapan kejadiannya ? d. Bagamana kejadiannya ?

2. Peserta didik tidak menuliskan apa-apa

1 1 1 1 0

Penghitungan nilai akhir dalam skala 0-100 adalah sbb. : Nilai = Perolehan skor x 100

Skor Maksimum

C.Contoh Buku Pengayaan Teks Cerita

Penginfentarisan cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung dipandang perlu sebagai tindak lanjut pelestarian cerita rakyat itu sendiri.Setelah penginfentarisasian kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan buku pengayaan berupa buku teks cerita rakyat Legenda Tanjung Lesung untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar cerita rakyat.

Adapun susunan buku pengayaan tersebut dapat dilihat pada perkiraan daftar isi buku seperti di bawah ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAGIAN I PUTERI AYU SITI MUNIGAR DAN RADEN BUDUG

BAGIAN II ASAL USUL TANJUNG LESUNG


(43)

BIOGRAFI SINGKAT

Contoh Ilustrasi Buku Pengayaan Cerita Legenda Tanjung Lesung

Cerita Rakyat Pandeglang

LEGENDA


(44)

Diceritakan kembali oleh

Enceng Tiswara Jatnika

KATA PENGANTAR

Cerita rakyat merupakan salah satu tradisi lisan yang memiliki nilai-nilai budaya yang saat ini sudah mulai terlupakan masyarakatnya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa ada cerita yang hanya diingat sebagian-sebagian saja sehingga memungkinkan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya pun hilang. Selain itu buku-buku cerita yang digunakan di hampir seluruh sekolah di wilayah Kabupaten Pandeglang dirasakan sangat kurang, bahkan dalam buku teks pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak ditemukan cerita-cerita yang mengangkat cerita lokal.

Berdasarkan hal tersebut penyusun mencoba menyusun kembali cerita-cerita rakyat Pandeglang yang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir utara wilayah selatan Kabupaten Pandeglang. Dalam buku ini penulis sajikan tiga buah cerita rakyat yang mengangkat cerita tentang legenda Tanjung Lesung. Penulis memperoleh cerita tersebut dari beberapa tokoh masyarakat sebagai informan yakni Sukma Marda Saputra, Rizky Febrian, Sena Sutisna, dan beberapa informan lainnya.

Mudah-mudahan buku cerita ini dapat menjadi salah satu alternatif sebagai bahan pengayaan cerita rakyat di sekolah-sekolah.


(45)

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAGIAN I

PUTERI AYU SITI MUNIGAR DAN RADEN BUDUG 1

BAGIAN II

ASAL USUL TANJUNG LESUNG 8

BAGIAN III

HIKAYAT TANJUNG LESUNG 12


(46)

BAGIAN I

PUTERI AYU SITI MUNIGAR DAN

RADEN BUDUG

Menurut sahibul hikayat, pada jaman dahulu kala di pesisir Selat Sunda yang sekarang termasuk wilayah Desa Tanjung Jaya Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang ada sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Tanjung Kuntianak. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja bernama Raden Watu Ireng.Dia mempunyai seorang prameswari yang sangat cantik jelita bernama Dewi Rara Kemuning dan mempunyai seorang puteri bernama Puteri Ayu Siti Munigar.

Walaupun kerajaan Tanjung Kuntianak ini kecil, namun amatsubur makmur, aman tentram, gemah ripah loh jinawi, murah sandang murah pangan.Hal ini tidaklah mengherankan karena diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana.Pemerintahan beliau dibantu oleh seorang maha patih merangkap sebagai penasihat raja yang bernama Aria Judang, dan sebagai panglima perang merangkap panglima angkatan lautnya bernama Laksamana Tolok.Beliau sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sering beliau menyamar sebagai rakyat biasa agar lebih leluasa mengelilingi desa-desa di wilayahnya dan melihat kehidupan rakyatnya secara langsung.

Demikian halnya dengan puteri kasayangannya yang bernama PuteriAyu Siti Munigar, sama seperti ayahnya sang puteri begitu dicintai dan disayangi rakyatnya. Ia seorang puteri yang sangat cantik baik budi perangainya, tutur bahasanya selalu sopan, tidak sombong, dan tak pernah hanyut oleh sanjungan. Hal itu tidak mengherankan karena ia dibimbing oleh ayah dan ibunya yang memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana. Selain itu juga tidak lepas dari bimbingan para guru dan penasihat istana yang sengaja didatangkan dari luar kerajaan, baik untuk mempelajari ilmu agama, ilmu tata pemerintahan, bahkan ilmu-ilmu kanuragan.


(47)

Semakin dewasa kecantikan Puteri Ayu Siti Munigar semakin terkenal jauh tersiar dan termasyur sampai ke mancanegara. Banyak raja dan pangeran yang melamar tetapi kesemuanya ditolak sang puteri secara halus dan sopan. Akan tetapi banyak diantaranya yang salah pengertian dan akhirnya mengancam Kerajaan Tanjung Kuntianak.Hal ini menjadikan raja Watu Ireng selalu resah.Akhirnya beliau memanggil Patih Aria Judang dan bermusyawarah untuk mencari jalan keluarnya.

“Tolong Paman, harus bagaimana aku mengambil keputusan atas masalah

ini, karena ini menyangkut maslah kelangsungan hidup kerajaan?”

“Menurut pendapat hamba, tak ada jalan lain untuk melindungi rakyat dan

kerajaan dari kehancuran, Sri Paduka harus memilih seorang dari salah satu raja atau pangeran yang paling gagah dan digjaya. Caranya kita adakan sayembara, barang siapa yang mengalahkan jago dari pihak kita dialah yang berhak memiliki Puteri Ayu Siti Munigar, dan bila Paduka berkenan untuk mendermabaktikan diri pada nusa dan bangsa dan demi kehormatan Kerajaan Tanjung Kuntianak tercinta ini, biarlah hamba dengan sisa tenaga ini ijinkan hamba mewakili kerajaan Paduka untuk beradu laga mmenandingi raja-raja dan pangeran-pangeran dari mancanegara. Hamba ikhlas dan rela Gusti!”

“Paman, banarkah yang Paman ucapkan?” “Benar Sri Paduka, hamba rela berkorban”.

“Semoga Dewata Agung memberkahi dan melindungi Paman, lega rasanya

hatiku kini.”

Keesokan harinya diedarkanlah pengumuman sayembara itu ke seluruh peloksok kerajaan terutama kepada para utusan dari mancanegara, bahwa barang siapa yang bisa mengalahkan patih tua Aria Judang dari Kerajaan Tanjung Kuntianak, akan dinikahkan dengan Puteri Ayu Siti Munigar.

Nun jauh disana di Selat Sunda, antara pulau Jawa dengan pulau Perca (Sumatera), ada sebuah pulau kecil, pulau Sebuku namanya.Di sini hidup seorang janda dengan seorang anaknya yang bernama Raden Budug.Konon kabarnya janda ini merupakan penjelmaan seorang bidadari dari Kayangan Suargaloka yang terkena supata para dewa karena kesalahannya.Ia diturunkan ke marcapada sebagai manusia biasa. Namun isuk jaganing pageto (besok atau lusa), apabila Raden Budug sudah menikah dan menjadi raja selama empat puluh tahun supata itu akan habis dan mereka bisa ke kedewataan di Surgaloka. Janda itu sangat menyayangi putranya yang semata wayang.

Raden Budug adalah seorang putera yang baik, rajin dan selalu berbakti pada orang tuanya.Ia selalu rajin bekerja membantu ibunya, bercocok tanam di ladang, juga mencari ikan di laut untuk memenuhi kebutuhan lauk pauk sehari-hari. Ia mempunyai sebuah perahu yang bentuknya aneh, persis seperti lesung tempat menumbuk padi. Menginjak dewasa atas saran ibunya Raden Budug pergi untuk mencari guru luhung resi yang sakti, untuk segera berguru padanya.Resi itu bernama Resi Sebesi.

Tak banyak dibicarakan tentang perjalanan Raden Budug dalam mencari Padepokan Resi Sebesi. Setelah Padepokan itu ditemukan, maka Raden Budug pun berguru kepada Resi Sebesi. Dalam belajarnya, Raden


(48)

Budog selalu rajin, ulet, tekun, dan teliti di setiap menerima pelajaran dari sang guru. Maka, tidak mengherankan setiap ilmu yang diberikan cepat diserap dan diterima atau dipahami, maklumlah Raden Budug adalah terusing ratu terahing kusumah, titisan andanawari, ganti sukma kandange dewa.

Hampir tujuh tahun lamanya Raden Budug berguru di Padepokan Resi Sebesi, hingga pada suatu hari Raden Budug dipanggil Sang Resi.

“Cucuku..., besok pagi Raden boleh meninggalkan padepokan ini untuk menemui ibumu di Pulau Sebuku. Hanya perlu diingat, menurut wangsiting dewa setelah tujuh hari menemui ibumu, Raden segera berlayar ke arah selatan menuju Kerajaan Tanjung Kuntianak. Di sana akan diadakan sayembara adu jago. Di sanalah jodoh dan kebahagiaan Raden akan ditemui.

Keesokan harinya, Raden Budug meninggalkan padepokan untuk menemui ibunya. Pada hari kedelapan setelah bertemu ibunya Raden Budug berangkat mengarungi lautan luas menuju Kerajaan Tanjung Kuntianak dengan diiringi doa dan lambaian tangan bunda tercinta.

Manusia punya rencana, Hyang Murbeng Alam yang menentukan, ketika perahu Raden Budug mendekati pantai Kerajaan Tanjung Kuntianak, tiba-tiba datanglah badai yang sangat dahsyat mengamuk dengn ganasnya. Gelombang setinggi gunung memporakporandakan apa saja yang dilaluinya. Begitu pula perahu Raden Budug tak terkecuali, perahunya terlempar jauh ke darat dan hancur berkeping-keping (kelak dikemudian hari tempat itu dinamakan Tanjung Lesung). Adapun Raden Budug sendiri terlempar ke sebelah timur tempat terdampar perahu lesungnya, ia jatuh dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Setelah siuman, Raden Budug bersemedi sambil mencucurkan air mata memohon pertolongan dan petunjuk Sanghyang Widi. (Sampai sekarang bekas tempat Raden Budug mencucurkan air mata dinamakan Cipanon, kini menjadi kampung nelayan tempat rekreasi).

Atas petunjuk dari ilapat yang didapat, Raden Budug berjalan ke arah matahari terbenam. Akhirnya tibalah di Kerajaan Tanjung Kuntianak. Di sana suasana sangat ramai maklumlah hari itu sedang diadakan sayembara adu jago untuk memperebutkan puteri kerajaan yang bernama Puteri Ayu Siti Munigar.

Di tengah alun-alun tampak sudah berdiri panggung kehormatan dengan megahnya. Panggung itu berhadap-hadapan dengan panggung khusus tempat adu jago, dihias beragam janur dan dipadu warna-warni umbul-umbul dan bendera kerajaan menambah kesan di hati para peserta sayembara dan penonton yang melihatnya.

Goong berbunyi tiga kali berturut-turut pertanda sayembara dimulai, Maha Patih Aria Judang telah berdiri di tengah panggung siap meladeni para jago dari seluruh kerajaan yang ikut sayembara. Peserta pertama yang maju adalah Ki Balitung raja dari Pulau Sertung. Dalam berbepa jurus Ki Balitung terlempar ke luar arena dengan memuntahkan darah segar. Riuh rendah penonton menyambut kemenangan patih kesayangannya.


(49)

Peserta berikutnya Pangeran Sumur Manuk dari Pulau Haliwungan. Pangeran ini pun sama seperti peserta pertama, dalam waktu yang tidak terlalu lama badannya terlempar ke luar arena.Demekian pula dengan peserta-peserta berikutnya nasibnya serupa seperti peserta-peserta sebelumnya. Akhirnya habislah seluruh peserta sayembara.

Sebelum sayembara ditutup, masuklah seorang pemuda yang berparas tampan bagaikan Batara Kamajaya dari Jagat Suralaya, dengan hormatnya ia menghadap Sri Baginda, memohon ijin mengikuti sayembara.

“Siapa namamu, anak muda?”

“Ampun beribu ampun Baginda, nama hamba Raden Budug berasal dari Padepokan Resi Sebesi, kalau boleh diijinkan hamba ingin mengikuti

sayembara ini.”

Sri Baginda merasa simpatik dan tertarik pada tata cara dan ketampanan Raden Budug, terlebih puteri mahkota Puteri Ayu Siti Munigar, hatinya berbunga-bunga dan amatanya sering mencuri pandang.

Atas seijin raja akhirnya sayembara adu jago dilanjutkan kembali, kali ini bertarung Patih Aria Judang melawan Raden Budug. Jurus demi jurus telah berlalu keduanya imbang tak ada yang kalah dan yang menang. Penonton riuh rendah memberikan semangat kepada jagonya masing-masing. Pada jurus yang kelima puluh satu Raden Budug mengeluarkan jurus andalan warisan Resi Sebesi dan dampaknya Patih Aria Judang terlempar ke luar arena. Riuh rendah penonton meledak menyambut kemenangan Raden Budug. Begitu pun dengan Puteri Ayu Siti Munigar nampak gembira menyambut kemenangan Raden Budug.

Sesuai kesepakatan, maka pemenang sayembara berhak untuk mendapatkan puteri mahkota Siti Munigar. Betapa gembiranya Raden Budug atas putusan raja untuk mengangkatnya sebagai menantu, tak terkecuali Puteri Ayu Siti Munigar tampak senang hatinya, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, bagaikan memburu emas dapat berlian.

Pada hari yang telah ditentukan perkawinan Raden Budug dan Puteri Ayu Siti Munigar sekaligus penobatan sang putri sebagai ratu menggantikan ayahnya Raden Watu Ireng dilaksanakan. Semua rakyat Tanjung Kuntianak dengan sukarela memberikan berbagai sumbangan, ada yang memberi terank seperti kambing, kerbau, itik, ayam, dan lain-lain, ada juga yang memberikan beras, ikan laut, dan sayur mayur. Keraton dan kaputren dihiasi dengan beragam jamur dan dedaunan. Semua jenis kesenian yang ada di wilayah kerajaan Tanjung Kuntianak diunadak dan ditampilkan untuk

memeriahkan pesta perkawinan, seperti kendang peca, calung, angklung, suling, karinding. Tak ketinggalan dog-dog, reog, rengkong, dan ubrug.

“Pada hari ini, empat belas hari bulan purnama, dengan ijin Hyang Maha Agung, dengan resmi kunikahkan puteriku Siti Munigar sebagai putri mahkota kepada Raden Budug dari Padepokan Resi Sebesi, semoga Hyang Widi merestui dan memberekahinya.”


(50)

“Aku Raja di Kerajaan Tanjung Kuntianak, saat ini menyatakan menyerahkan kekuasaanku kepada puteriku Puteri Ayu Siti Munigar dan

suaminya Raden Budug.”

“Seteleh penobatan ini, berdasarkan petunjuk gaib dari Dewata Agung,

Kerajaaan Tanjung Kuntianak kuganti menjadi Kerajaan Tanjung Lesung.”

“Nama ini untuk mengenang perjalanan Raden Budug ketika akan

mengikuti sayembara, perahunya yang berebentuk lesung dihempas badai dan gelombang setinggi gunung sehingga hancur berantakan di sebuah tanjung yang termasuk wilayah kerajaan Tanjung Kuntianak, semoga nama ini akan kekal dan abadi sampai akhir jaman.

Beberapa saat kemudian, Perabu Watu Ireng melakukang tapa brata untuk mensucikan dan mendekatkan dirinya kpeda Sang Maha Pencipta. Beliau bertapa di sebuah bukit berbatu sampai akhir hayatnya. Kelak kemudian hari tempat ini dinamakan bukit Batu Hideung yang terkenal dengan keindahan panorama alamnya.

Semenjak Puteri Ayu Siti Munigar dinobatkan menjadi ratu, maka resmilah Kerajaan Tanjung Lesung diratuinya. Beliau didampingi suami dan pangloma perang Aria Tolok begitu pula dengan Maha Patih Aria Judang yang merangkap sebagai penasihat kerajaan.

Di bawah kepemimpinan beliau (Puteri Ayu Siti Munigar),Kerajaan Tanjung Lesung maju dengan pesatnya, boleh dikatamencapai jaman keemasan. Para petani semakin makmur, banyak sawah dan ladang baru dibuka untuk meningkatkan kesejahtraan para petani.Para pedagang pada senang bisa meningkatkan perusahaannya.Begitu pula nelayan mendapatkan hasil laut yang melimpah untuk menjamin kelangsungan hidup keluarganya.Sehingga di Kerajaan Tanjung Lesung tidak ada istilah pengangguran.Bidang pendidikan pun maju pesat, banyak padepokan dan sekolah didirikan, bahkan guru-gurunya ada yang didatangkan dari luar kerajaan.Sarana keagamaan mendapat perhatian sangat besar dengan banyak dibangunya sanggar-sanggar pemujaan, kuil, wihara juga candi di tiap kampung dan desa.Kehidupan para pemuka agama, resi dan biksu mendapat perhatian khusus dari kerajaan.Soal kesenian juga tidak terlepas dari perhatian dan bimbingan khusus dari pemerintah kerajaan.Semua giat bekarja di bidangnya masing-masing, sehingga tidak berlebihan jika kerajaan itu mendapat gelar kerajaan yang apanjang-apunjung, gemah ripah loh jinawi, murah sandang murah pangan, aman adil kertarahaja.

Hal ini tidaklah mengherankan, karena ratunya memerintah dengan adil dan bijaksana.Yang salah mendapat hukuman sesuai dengan kesalahannya, yang baik mendapat anugrah sesuai dengan jasa kebaikannya.Bahkan tak segan-segan memberikan bintang jasa kepada rakyatnya yang berprestasi tinggi, sehingga seluruh rakyat kerajaan Tanjung Lesung sangat mencintai dan menghormati.Berkat nasihat serta bimbingan Maha Patih Aria Judang beserta panglima kapetengan Aria Tolok.

Pada suatu pagi yang cerah. “Anakku, Siti Munigar dan Raden Budug mendekatlah kemari anakku...!


(51)

“Anakku... perlu kalian berdua ketahui, menurut wangsiting dewa, ajalku sudah semakin dekat oleh karena itu,sebelum ajalku tiba ibu berpesan untuk yang terakhir kalinya

“Apa Ibunda... Ibunda akan segera mati? Tidak Ibu.” Maka

menangislah keduanya.

“Anakku... ingatlah semua makhluk yang bernyawa di dunia ini akan

terkena mati, asal dari-Nya akan kembali kepada-Nya, camkan itu anakku.”

“Pesan ibu yang terakhir, dalam menjalankan roda pemerintahan berbuatlah secara jujur dan benar, adil dan bijaksana. Lindungilah rakyat yang lemah, utamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi untuk kesejahtraan bangsa dan negara. Bertindaklah berdasarkan hukum dan undang-undang karena keduanya adalah sumber segalanya, ingatlah

anakku...”

“Satu wasiat dari ibu, bila ibu mati meninggalkan alam fana ini,

kuburkanlah jenazah ibu di sebalah timur.

“Baik Ibunda, pesan Ibu akan ananda laksanakan dengan baik, semoga

dewata agung mesertui.”

Selang beberapa waktu setelah itu, pada malam bulan sedang purnama, ketika semua orang sedang tidur dengan nyenyaknya, ibu suri Kerajaan Tanjung Lesung yang tercinta menghembuskan nafas terakhirnya, pergi menghadap Sang Maha Pencipta.

Pada hari yang keempat puluh satu barulah dilaksanakan upaca penguburan di tempat yang telah diwasiatkan almarhumah. Sampai saat ini tempat ini dinamakan kampung Kamuning, kuarang lebih lima ratus meter jauhnya dari pasar Citeureup ke arah barat.

Sepeninggal ibu suri Dewi Rara Kemuning, Kerajaan Tanjung Lesung semakin nampak kemudurannya. Tanah longsor,banjir, dan gempa bumi melanda wilayah kerajaan, bahkan Krakatau meletus. Hal ini menjadikan rakyat sengsara dan menderita. Kelaparan terjadi dimana-mana, penyakit menular menyerang dengan ganasnya.

Pada tahun ketiga puluh sembilan, dimana kerajaan dalam keadaan kacau balau, tiba-tiba Maha Patih Aria Judang meninggal dunia. Kejadian ini sangat memukul pikiran Sang Ratu. Kembali kerajaan berkabung selama empat puluh hari sesuai dengan adat kerajaan dimasa itu.

Pada hari yang keempat puluh satu, jenazah patih yang sangat berjasa dikuburkan di sebuah tempat pinggir kali yang mengalir dari arah selatan ke Selat Sunda antara kampung Cipanon dan kampung Kamuning yang sekarang kali itu dinamakan kali Jedang.

Sudah jatuh tertimpa tangga, pada hari yang sangat naas terjadi peristiwa yang menggoncangkan kerajaan, penyakit menular menyerang dengan ganasnya dan banyak merenggut jiwa. Pagi terkena, sore meninggal. Sore terkena malam meninggal.

Pada malam Jumat Kliwon, Puteri Ayu Siti Munigar didampingi suaminya Raden Budug memasuki kamar pemujaan. Beliau segera bersemedi untuk memohon petunjuk Hyang Agung. Beliau memusatkan pikirannya


(1)

PENILAIAN KELAYAKAN BUKU PENGAYAAN TEKS CERITA Pengantar

 Terimakasihataskesediaanwaktu yang Bapak/IbusediakanuntukberparisipasidalampenilaiankelayakanBu kuPengayaanTeksCerita.

 Bapak/Ibudimintauntukmembacasalahsatucerita yang telah kami susun.

KemudianBapak/Ibudimintamemberikankomentartentangkelayaka

nterhadapisidaricerita yang

disajikandalambukupengayaantersebut.

 KomentarBapak/Ibudimohonuntukdituliskanpadalembarinstrumen yang disediakan.

 Atasperhatian, bantuan, dankerjasama yang baik, kami mengucapkanterimakasih.

IDENTITAS BUKU PENGAYAAN

NamaBuku : Cerita Rakyat Pandeglang Judul : LegendaTanjungLesung NamaPenulis : EncengTiswaraJatnika

Pandeglang, Januari 2014

NamaPembaca : H. AkhmadMujani, S.Pd. Sekolah : SMP Negeri 1 Cadasari


(2)

Tandatangan :

PENILAIAN KELAYAKAN BUKU PENGAYAAN TEKS CERITA

NO ASPEK YANG DINILAI JAWABAN SARAN PERBAIKAN YA TIDAK

1. Cerita disusun secara logis dan sistematis

-

2. Menggunakan gaya tulis yang mudah dicerna dan enak dibaca

-

3. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar

√ Istilah-istilah bahasa daerah dijelaskan atau dikurangi 4. Isi cerita membangun

mental-emosional

-

5. Mendorong sikap empati dan apresiasi

-

6. Menununjukkan pengalaman belajar yang dapat mengaktifkan pembaca

-

7. Isi cerita tidak bertentangan dengan unsur SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)

- 8. Ada contoh iluistrasi (berupa benda,

gambar, angka, grafik, tabel, dsb.)

Ilustrai gambar akan

mempertajam imajinasi 9. Isi cerita sesuai dengan

perkembangan jiwa peserta didik

-

10. Merangsang pengembangan kreativitas


(3)

(4)

BIOGRAFI PENULIS

Enceng Tiswara Jatnika dilahirkan di Pandeglang, Provinsi Banten pada tanggal 16 Desember 1970. Anak kedua dari pasangan Sena Sutisna dan Atit Sumiati. Pendidikan dasar dijalaninya di SD Negeri Sobang 2, Kecamatan Cigeulis kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cigeulis. Tamat SMP tahun 1984 kemudian melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Pandeglang sesuai dengan cita-citanya untuk menjadi guru dan lulus tahun 1989. Tamat SPG kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Pasundan Bandung mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tahun 1994 berhasil menyandang gelar Sarjana Pendidikan. Sempat menjadi tenaga honorer di SMA Pasundan 1 Cimahi dan SMP Pasundan 3 Cimahi dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1997. Tahun 1998 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMP Negeri 1 Kaduhejo Kabupaten Pandeglang sampai sekarang.

Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Yeni Aryani dan dikaruniai dua anak bernama Gumiwang Raspati Jatnika dan Kania Puteri Jatnika. Selama menjadi guru penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Sampai saat ini penulis tercatat sebagai pengurus PGRI Kabupaten Pandeglang, pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Pandeglang, Pengurus Persatuan Bola Sundul (Perbosi) Kabupaten Pandeglang.


(5)

BIOGRAFI PENULIS

Enceng Tiswara Jatnika dilahirkandi Pandeglang, Provinsi Banten pada tanggal 16 Desember 1970. Anak kedua dari pasangan Sena Sutisna dan Atit Sumiati. Pendidikan dasar dijalaninya di SD Negeri Sobang 2, Kecamatan Cigeulis kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cigeulis. Tamat SMP tahun 1984 kemudian melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Pandeglang sesuai dengan cita-citanya untuk menjadi guru dan lulus tahun 1989. Tamat SPG kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Pasundan Bandung mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tahun 1994 berhasil menyandang gelar Sarjana Pendidikan. Sempat menjadi tenaga honorer di SMA Pasundan 1 Cimahi dan SMP Pasundan 3 Cimahi dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1997. Tahun 1998 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMP Negeri 1 Kaduhejo Kabupaten Pandeglang sampai sekarang.

Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Yeni Aryani dan dikaruniai dua anak bernama Gumiwang Raspati Jatnika dan Kania Puteri Jatnika. Selama menjadi guru penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Sampai saat ini penulis tercatat sebagai pengurus PGRI


(6)

Kabupaten Pandeglang, pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Pandeglang, Pengurus Persatuan Bola Sundul (Perbosi) Kabupaten Pandeglang.

Tahun 2006 mendirikan sanggar seni tradisional yang bernama Sanggar Pamanah Rasa dan sampai saat ini penulis menjadi pimpinan sanggar tersebut. Pada tahun 2012 mendapat kesempatan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.


Dokumen yang terkait

STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

1 35 17

KAJIAN NILAI-NILAI SOSIOLOGIS NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A.FUADI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA.

0 7 73

KAJIAN SOSIOLOGIS DAN NILAI KARAKTER DALAM NOVEL MENGENAI KORUPSI SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA.

1 16 82

Kajian Struktural dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Pendek Keagamaan serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Pertama.

0 2 21

NILAI BUDAYA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER CERITA RAKYAT DI PULAU BANGKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR APERSIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

2 28 69

KAJIAN STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA DALAM LEGENDA ORANG KAYO HITAM DI JAMBI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR KAJIAN PROSA FIKSI DI FKIP UNIVERSITAS JAMBI.

4 28 47

MANTRA RITUAL BABARIT: NILAI BUDAYA, STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI SERTA PELESTARIANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

5 53 75

KAJIAN STRUKTUR DAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT DI DAERAH SUMEDANG SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DAN PROSES PEMBELAJARANNYA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

5 50 84

LEGENDA NYI MAS GANDASARI DI KABUPATEN CIREBON: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS, FUNGSI, DAN NILAI SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA - repository UPI T IND 1303162 Title

0 0 3

STRUKTUR CERITA DAN NILAI PENDIDIKAN CERITA RAKYAT DI KABUPATEN KEBUMEN SEBAGAI MATERI AJAR SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

0 0 11