STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

(1)

STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh

ATIK RAHMANIYAR NIM 1302345

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR HAK CIPTA

STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT KABUPATEN BANGKA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA

oleh Atik Rahmaniyar UPI Bandung, 2015

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

©Atik Rahmaniyar, 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresiasi

Sastra di SMA

Oleh Atik Rahmaniyar

1302345

Disetujui dan disahkan oleh

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 196603201991031004


(4)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya gagasan dalam upaya melestarikan sastra lama dan penggalian nilai yang terkandung didalamnya sebagai pembentukan nilai pendidikan karakter siswa yang kemudian dijadikan bahan ajar di SMA.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan: 1) struktur cerita rakyat Kabupaten Bangka (alur, penokohan, latar, tema, dan sudut pandang); 2) fungsi cerita rakyat Kabupaten Bangka; 3) nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka; dan 4) pemanfaatan cerita rakyat Kabupaten Bangka untuk menyusun bahan ajar apresiasi sastra di SMA.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai folklor, sastra lisan, cerita rakyat, fungsi, dan nilai kearifan lokal. Analisis dilakukan dengan memilah-milah struktur cerita rakyat sesuai dengan teori struktural Robert Stanton. Kemudian dilanjutkan dengan teori fungsi oleh Dundes dan teori nilai kearifan lokal yang disampaikan Robert Sibarani. Secara metodologis, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Data penelitian ini berupa cerita rakyat kabupaten Bangka yang peneliti dapatkan dari informan yag dianggap betul-betul mengetahui cerita tersebut.

Dari hasil analisis struktur, peneliti menemukan adanya unsur-unsur cerita yang menguatkan pendapat mengenai hal ihwal yang memang melatarbelakangi latar penceritaan. Dari analisis fungsi, peneliti menemukan adanya nilai pendidikan yang dapat dijadikan pemahaman yang baik terhadap anak didik, kritik masyarakat dalam upaya peningkatan tingkah laku sosial yang baik, dan sebagai pelipur lara untuk dijadikan sarana hiburan. Adapun dari segi kearifan lokal yang ditemukan dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka ini merupakan cerminan perilaku dan pola hidup masyarakat pada zamannya dan adapula yang masih bertahan hingga sekarang seperti kepercayaan terhadap kisah dahulu, terhadap barang keramat ataupun terhadap orang sakti, mata pencaharian sebagian besar masyarakat serta tanggung jawab, cinta damai, peduli sosial, religius, disiplin, menghargai prestasi, dan bersahabat. Hasil analisis struktur, fungsi, dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka, peneliti memanfaatkannya menjadi sebuah bahan ajar apresiasi sastra di SMA yang berupa modul pembelajaran.


(5)

ABSTRACT

The thesis titled “Structure, Function, and Local Learning Value of Bangka County Folklore and the Usage in Compiling Teaching Materials of Literature Appreciation at Senior High School. The concept in perserving the old literature and excavating the function in it was the background of the study as an effort in founding the value of students character education used for teaching materials at Senior High School.

The study aimed to elaborate: 1) the structure of Bangka County Folklore (plot, character, setting, theme, and point of view); 2) the function of Bangka County Folklore; 3) The Local learning value in Bangka County folklore; and 4) the usage in compiling teaching materials of literature appreciation at Senior High School.

The theory concerning folklore, verbal literature, folktale, function, and local learning value used as a theory in this study. The analysis conducted by sorting the proper structure of the story according to Robert Stanton structural theory. And so the function theory by Dundes and the local learning value theory by Robert Sibarani were proceeded. Methodically, the study used analysis descriptive method. The data attained by the researcher from the qualified informants who got splendid information about the Bangka County Folklore.

Based on the structure analysis, the researcher discovered that there were elments of the story empowering the concept toward the setting story as a background issue. Looked at the function analysis, the researcher encountered that there were educational value as a good insight to the students, a social critique as an attempt in improving good social behavior, and an entertainment as an activity to amuse readers. Regarding on the local learning value founded in Bangka County Folklore, it was behavior reflection and life styles of the people in the past and present. The faith of old myth, the faith of sacred goods or people, majority livelihood and responsibility, love peace, social, reigious, discipline, achievement appreciation, and friendly were the life styles last untill now. According to the structure analysis result, the function, and the local learning value in Bangka County Folklore, the researcher applied it as teaching materials of literature appreciation at Senior High School formed in learning module. Keywords: structure, function, local learning value, folklore, teaching materials.


(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan generasi muda sebagai penerus bangsa memiliki keteladanan dalam bersikap. Kemajuan suatu bangsa pun akan tercipta dengan membudayakan perilaku yang baik dan berkarakter. Seperti pendapat yang diungkapkan Noor (2011, hlm. 44) bahwa kemajuan suatu bangsa tidak akan terwujud jika kecerdasan, kepandaian, atau keterampilan sumber daya manusia tidak dilandasi dengan keimanan dan akhlak yang mulia. Aspek-aspek penanaman pendidikan karakter dalam mata pelajaran tidak lain dari upaya untuk memunculkan kembali martabat bangsa yang lambat laun hilang oleh perkembangan zaman. Arus modern semakin memengaruhi terkikisnya moral anak bangsa. Pendidikanlah menjadi obat bagi tingkah polah masyarakat saat ini. Seperti yang dikatakan Noor (2011, hlm. 44) bahwa pembinaan watak menjadi salah satu cara untuk mengatasi krisis moral pada masa ini.

Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seakan-akan hilang dengan gaya hidup instan dan modern. Contohnya, semakin banyak perbuatan yang keluar dari norma kesusilaan, tindak tutur yang kasar dan tidak santun dalam berbicara, dan penguasa negeri yang tidak bisa dijadikan teladan lagi. Hilangnya nilai-nilai kearifan lokal tersebut mengakibatnya terpuruknya etika yang dulu tertananam dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat bermartabat yang memiliki karakter bangsa yang dahulunya terkenal ramah, santun, berpekerti luhur, dan berbudi mulia melemah seiring sering terjadinya fenomena sekarang ini.

Dengan demikian, dunia pendidikan tidak hanya mencerdaskan anak didik dalam aspek kognitif saja. Namun, diperlukan juga adanya perbaikan dari segi moral dan keluhuran budi pekerti. Wujud perubahan ini sejalan dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif


(7)

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Perwujudan perubahan tersebut secara implisit diaplikasikan dalam pembelajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pembelajaran. Sastra sebagai salah satu pembelajaran masih dipertahankan oleh kurikulum walaupun masih terkesan dianaktirikan dalam cakupan pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sastra terdapat nilai-nilai moral yang bisa diajarkan kepada anak didik untuk diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Pembelajaran sastra juga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya aktif dalam pengembangan pendidikan karakter siswa. Hal ini ini senada pendapat oleh Abidin (2012, hlm. 16) yang mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra dalam upayan pembentuka budi pekerti yang halus dan bermoral juga menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.

Karya sastra dalam penceritaannya sebagian besar merupakan refleksi fenomena kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Rahmanto (1988, hlm. 15) bahwa pada dasarnya sastra memiliki hubungan relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Oleh karena itu, jika pembelajaran sastra ini dilaksanakan dengan cara yang tepat maka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada seperti fenomena yang tertera di atas.

Salah satu wujud karya sastra yang dapat menumbuhkan warisan karakter masyarakat pada zaman dahulu, salah satunya, yaitu cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan warisan karya sastra lama sarat akan makna yang dimiliki Indonesia. Selain sebagai upaya pelestarian dan pemupukan kecintaan terhadap karya sastra lama yang keberadaannya semakin hilang seiring peradaban zaman, cerita rakyat juga dimunculkan untuk mengungkapkan nilai kearifan lokal yang berupa nilai budaya dan pendidikan karakter yang sesuai dengan daerah keberadaan cerita rakyat itu diciptakan. Sama halnya dengan pendapat Vansina (dalam Taum, 2011, hlm. 11) yang menjelaskan bahwa tradisi lisan dalam berbagai jenisnya sudah pasti dapat menghidupkan kembali masa lampau. Tradisi lisan ibarat kata-kata mutiara yang menjadi kunci memahami filosofi kerja, cinta, dan penderitaan para


(8)

leluhur di masa lampau. Tak dapat disangkal pula bahwa tradisi lisan merupakan sebuah sumber pengetahuan akan masa lampau. Dengan adanya upaya untuk mengungkapkan nilai yang terkandung dalam cerita rakyat, diharapkan pembelajaran sastra mendukung perbaikan karakter anak bangsa.

Indonesia dengan kebudayaan nasionalnya tentu memiliki kebudayaan daerah atau kebudayaan lokal yang merupakan pemersatu keteguhan budaya negara. Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan yang hanya berkembang turun-temurun pada masyarakat di ruang lingkup daerah tersebut. Adanya warna lokal dalam setiap karya sastra yang berwujud kebudayaan daerah menyebabkan perbedaan pola pikir dan kebiasaan masyarakat setiap daerah. Hal ini dikarenakan kebudaayaan daerah muncul setelah adanya pola pikir yang sama pada masyarakatnya.

Karya sastra daerah memungkinkan mudahnya pembelajaran sastra karena ini berkaitan dengan budaya daerah setempat. Hal ini senada dengan Ratna (2010, hlm. 383), karya sastra warna lokal adalah karya-karya yang melukiskan ciri khas suatu wilayah tertentu. Selain itu, sastra daerah berupaya membangkitkan rasa untuk lebih mencintai karya sastra daerah sendiri. Karya sastra yang dipilih pun harus memiliki kebermaknaan karena salah satu fungsi sastra sebagai bahan renungan dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismawati (2013, hlm. 3), sastra dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena sastra bersifat konsestif yang berdiri sejajar dengan kehidupan.

Cerita rakyat setiap daerah biasanya hanya berkisar pada penceritaan turun-temurun di lingkungan masyarakat saja. Kemudian, penelitian terdahulu hanya sebatas menganalisis nilai budaya dan pendidikannya saja. Belum banyaknya dokumentasi akan warisan budaya nenek moyang ini merupakan alasan utama bagi peneliti untuk mengkaji lebih dalam struktur, fungsi, dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita. Hal ini dirasakan peneliti sendiri pada saat studi lapangan dengan masih susahnya atau belum banyaknya mencari data tersebut, baik di kantor dinas kebudayaan dan pariwisata sendiri maupun budayawan yang ahli dalam bidang tersebut. Senada dengan pendapat Mahmud (2013, hlm. 99) bahwa belum terdapatnya penyebutan daerah Kabupaten Bangka dalam himpunan cerita rakyat dari berbagai daerah yang dipublikasikan.


(9)

Untuk menambah khazanah sastra daerah, penelitian ini mengambil cerita rakyat Bangka yang memiliki nilai kearifan lokal. Peneliti hanya mengupas hal yang berkaitan dengan nilai kearifan lokal masyarakat setempat yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut. Adapun judul cerita rakyat yang dipilih dengan pertimbangan tersebut, yaitu Putri Kayu Pelawan, Batu Mangkeng, Bukit Pohon Aur, Ikan Pari Putih, Sungai Halim, dan Lubang Bujang, Asal Mula Pisang Mas, Bujang Antan, Lebai yang Berotak Cemerlang, dan Putri Bungsu dan Putra Raja. Kesepuluh cerita rakyat yang dipilih dengan alasan kesesuaian dengan penuturan informan dan cerita rakyat yang belum didokumentasikan.

Dahulu, tradisi bercerita memang sudah membudaya di masyarakat. Jadi, para anak pun terbiasa dengan cerita rakyat yang dituturkan. Namun, di zaman sekarang, anak-anak yang lebih menyukai hal yang instan, seperti bermain internet, game, ataupun permainan yang lainnya. Kemudian dalam hal bacaan pun anak-anak lebih memilih membaca komik dibanding membaca sastra. Komik dipandang lebih ringan daripada bacaan karya sastra. Apalagi di sekolah, guru tidak pandai memilih bahan ajar sastra dan metode yang tepat atau sesuai. Hal ini menyebabkan tidak maksimalnya pembelajaran sastra di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herfanda (dalam Noor, 2011, hlm. 78), bahwa pengajaran sastra di sekolah sampai saat ini belum berjalan secara maksimal disebabkan masih rendahnya apresiasi dan minat baca siswa terhadap karya sastra. Karena alasan inilah, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji struktur, fungsi, dan nilai kearifan lokal cerita rakyat Bangka sehingga siswa lebih mengenal dan tertarik terhadap karya sastra daerahnya. Para pendidik yang berkecimpung di dunia pendidikan ataupun para guru di sekolah dapat menjadikannya sebagai bahan pembelajaran sastra yang menarik dan menyenangkan.

Peneliti mengangkat masalah “Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat di Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA” sebagai upaya untuk memotivasi masyarakat Bangka mengenal cerita rakyat daerah sendiri dan untuk siswa SMA agar lebih menyukai sastra daerah dalam upaya meningkatkan motivasi membaca mereka dan melakukan kajian sastra khususnya dalam karya sastra cerita rakyat. Dengan demikian, sama halnya dengan alasan yang diungkapkan diatas, kajian ini


(10)

bertujuan agar dapat memotivasi para guru untuk menjadikannya sebagai bahan ajar yang menyenangkan.

Selanjutnya dalam pemilihan materi bahan ajar, guru harus memilih bahan ajar yang sesuai dengan kriteria yang layak untuk anak didik agar tujuan pembelajaran pun dapat dicapai. Pemilihan kriteria karya sastra pun dipilih dengan menitikberatkan segi bahasa dan kejiwaan siswa (Rahmanto, 1988, hlm. 27). Segi bahasa dimaksudkan agar siswa memahami karya sastra yang dibaca sesuai dengan keterbacaan mereka karena jika tidak ada penyesuaian pengajaran pun tidak akan optimal. Kemudian dari segi kejiwaan dimaksudkan harus sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa.

Menurut Ismawati (2013, hlm. 35), hal-hal yang terkait dengan pemilihan materi ajar, diantaranya: (1) materi harus spesifik, jelas, akurat, mutakhir. (2) materi harus bermakna, otentik, terpadu, berfungsi, kontekstual, komunikatif. (3) materi harus mencerminkan kebhinekaan dan kebersamaan, pengembangan budaya, iptek, dan pengembangan kecerdasan berpikir, kehalusan perasaan, dan kesantunan sosial. Berdasarkan penjelasan di atas pemilihan bahan ajar harus mengandung makna dalam penyampaiannya pada proses pembelajaran dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Penelitan yang sejenis pula pernah dilakukan oleh Ucu (2013) yang meneliti tentang struktur, nilai budaya, konteks penuturan, dan fungsi Legenda di Kabupaten Bandung Barat. Selain itu, penelitian sejenis juga dilakukan oleh Dameria Br Ginting (2014) yang meneliti tentang analisis struktur, fungsi, dan nilai budaya yang terkandung dalam legenda terjadinya Danau Lau Kawar dan Bukit Gundaling. Berdasarkan data-data penelitian terdahulu tersebut, terlihat bahwa struktur utama karya sastra berkaitan erat dengan kehidupan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. penelitian ini berbeda dengan penelitian ssebelumnya. Selain objek penelitian berbeda, pada penelitian ini, peneliti berusaha menemukan struktur, nilai kearifan lokal, dan fungsi yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka tersebut. Selain itu untuk lebih membedakannya peneliti meluaskan wilayah yang dijadikan tempat pengambilan data penelitian dan hasil analis dari cerita rakyat Kabupaten Bangka ini dapat dijadikan alternatif bahan ajar apresiasi sastra cerita rakyat oleh guru, yang


(11)

kemudian dapat ditanamkan karakter melalu cerita rakyat ini dan dapat dilestarikan oleh siswa SMA khususnya di Kabupaten Bangka. Dengan demikian, sastra lisan bernuansa kearifan lokal Kabupaten Bangka ini perlu diteliti serta diwariskan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya pada generasi selanjutnya.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur cerita rakyat Kabupaten Bangka? 2. Bagaimana fungsi cerita rakyat Kabupaten Bangka?

3. Bagaimanakah nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka?

4. Bagaimanakah pemanfaatan cerita rakyat Kabupaten Bangka untuk menyusun bahan ajar apresiasi sastra di SMA?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum penelitian ini sebagai upaya pelestarian sastra lama dan penggalian nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan rumusan masalah penelitian dan tjuan umum yang telah dijelaskan, penulis merumuskan beberapa tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk menggambarkan dan menjelaskan: 1. struktur cerita rakyat Kabupaten Bangka.

2. fungsi cerita rakyat Kabupaten Bangka.

3. nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Bangka.

4. pemanfaatan cerita rakyat Kabupaten Bangka untuk menyusun bahan ajar apresiasi sastra di SMA.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik dari segi teoretis maupun praktis. Adapun manfaat dalam penelitian ini secara teoretis diharapkan dengan temuan formula dari penelitian ini dapat mengembangkan teori pembelajaran sastra mengenai struktur, nilai kearifan lokal, dan fungsi cerita


(12)

rakyat Kabupaten Bangka yang terkandung di dalamnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pemahaman tentang hal-hal yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya penerapan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat dijadikan sumber bahan rujukan kajian ilmiah lain baik dalam ilmu foklor maupun pembelajaran sastra. Kemudian dari segi praktis hasil penelitian berupa bahan ajar dapat dijadikan bahan masukan dalam memilih bahan ajar yang murah dan praktis. Selanjutnya dapat dijadikan acuan bagi para guru sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran apresiasi sastra dan meningkatkan minat bagi para peserta didik untuk menggali dan mengkaji sumber karya sastra daerah sebagai salah satu alternatif bahan pembelajaran sastra.

1.5Definisi Operasional

Dalam Penelitian ini terdapat sejumlah istilah pokok yang perlu didefinisikan dengan maksud agar penelitian ini dapat dilakukan terarah dan fokus. Istilah-istilah yang perlu mendapat perhatian, didefinisikan sebagai berikut. a. Folklor adalah suatu kebudayaan kolektif milik sekelompok masyarakat yang secara turun-temurun diwariskan dan diakui keberadaannya meliputi segala hal tentang hidup manusia.

b. Sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dan turun temurun yang didalamnya terkandung nilai-nilai kearifan yang sesuai dengan konteks kultur suatu masyarakat tertentu

c. Cerita rakyat adalah cerita turun temurun yang penyebarannya melalui lisan pada suatu daerah tertentu.

d. Struktur cerita rakyat merupakan susunan hubungan setiap unsur dalam suatu karya sastra yang akan memiliki makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya.

e. Fungsi karya sastra adalah kegunaan wujud suatu karya sastra dalam suatu konteks lingkungan tertentu.

f. Nilai kearifan lokal adalah nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat setempat berupa kebiasaan-kebiasaan baik yang dapat bermanfaat sebagai upaya untuk menghadapi arus globalisasi karena kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangun karakter bangsa.


(13)

g. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sastra kepada siswa sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran

1.6Strukur Organisasi Tesis

Sistem penulisan ini sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia 2014 yang terdiri dari lima bab. Bab pendahuluan, bab landasan teoretis, bab metode penelitian, bab temuan dan pembahasan, dan bab simpulan, implikasi, dan rekomendasi.

Bab pendahuluan berisi tentang penjelasan mengenai latar belakang penelitian ini dilakukan, permasalah yang harus dipecahkan, tujuan penelitian ini dilakukan, kebermanfaatan penelitian, dan penjelasan struktur penyusunan penelitian.

Bab landasan teoretis berisi tentang teori-teori dan referensi lain yang berkaitan dengan pengkajian penelitian sebagai upaya peneliti untuk lebih memahami struktur dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Bangka edisi kearifan lokal. Melalui teori-teori ini juga sebagai acuan peneliti untuk menyusun bahan ajar apresiasi sastra di SMA.

Bab metode penelitian yang menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan peneliti sebagai landasan metode dalam menganalis data penelitian.

Bab temuan dan pembahasan berisi tentang penemuan-penemuan yang didapatkan pada saat penelitian dan pembahasan mengenai analisis data penelitian. Dalam bab ini juga melampirkan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi sastra.

Bab simpulan, implikasi, dan rekomendasi berisi tentang simpulan hasil penelitian, implikasinya terhadap pembelajaran apresiasi sastra dan rekomendasi pada tahap selanjutnya jika ada penelitian yang berminat dalam kajian yang serupa dengan penelitian ini.


(14)

1

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: PT Refika Aditama.

Akbar, S. (2013). Instrumen perangkat pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Alwasilah, C. (2008a). Pokoknya BHMN: ayat-ayat pendidikan. Bandung: Lubuk Agung

Alwasilah, C. (2008b). Islam, culture, and education: essays on contemporary indonesia. Bandung: Lubuk Agung

Aminuddin, (2013). Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Amir, A. (2013). Sastra lisan indonesia. Yogyakarta: ANDI

Atmazaki. (2005). Ilmu sastra: teori dan terapan. Padang: Citra Budaya Indonesia.

Bunanta, M. (1998). Problematika penulisan cerita rakyat untuk anak di indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Creswell, J.W. (2013). Reserch design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danandjaya, J. (2007). Foklor indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Ditjen, Dikdasmenum. (2004). Pedoman umum pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar. Jakarta: Depdiknas.

Djamaris, E. (1990). Mengenali karya sastra melayu klasik (sastra indonesia lama. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, S. (2008a). Metodologi penelitian sastra: epistemologi, model, teori, dan aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Endraswara, S. (2009b). Metodologi penelitian folklor: konsep, teori, dan aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Gintings, A. (2008). Essensi praktis belajar dan pembelajaran. Bandung: Humaniora.


(15)

2

Hutomo, S.S. (1991). Mutiara yang terlupakan: pengantar studi sastra lisan. Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.

Iskandar, W. & Dadang S. (2013). Strategi pembelajaran bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ismawati, E. (2013). Pengajaran sastra. Yogyakarta: Ombak.

Koentjaraningrat. (2003a). Pengantar antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta. Koentjaraningrat. (2009b). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta Luxemburg, J.V., Mieke, B., & Willem, G.W. (1992). Pengantar ilmu sastra.

(terjemahan Dick Hartoko). Jakarta: PT Gramedia.

Madjid, A. (2008). Perencanaan pembelajaran: pengembangan standar kompetensi guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mahmud, K.K. (2013). Sastra indonesia dan daerah (sejumlah masalah). Bandung: PT Angkasa Bandung.

Mahmudi. (2013). Nilai budaya dalam dongeng bakumpai. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, III (1), hlm. 4.

Moleong, L.J. (2014). Metodologi penelitian kualitatif: edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhardi & Hasanuddin W.S. (2006). Prosedur analisis fiksi. Padang: Citra Budaya Indonesia.

Najid, M. (2009). Mengenal apresiasi prosa fiksi. Surabaya: University Press.

Noor, M.R. (2011). Pendidikan karakter berbasis sastra: solusi pendidikan moral yang efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurgiyantoro, B. (2010a). Penilaian pembelajaran bahasa berbasis kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nurgiyantoro, B. (2012b). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradopo, R.D. (2005). Beberapa teori sastra, metode kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(16)

3

Ratna, N.K. (2013a). Teori, metode dan teknik penelitian sastra: dari strukturalisme hingga postrukturalisme perspektif wacana naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, N.K. (2010b). Sastra dan cultural studies: representasi fiksi dan fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosidi, A. (2011). Kearifan lokal: dalam perspektif budaya sunda. Bandung: Kiblat.

Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan sastra dalam gamitan sastra. Bandung: CV Diponegoro.

Samani, M & Hariyanto. (2013). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sayuti, S.A. (1996). Apresiasi prosa fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Semi, A. (1984). Anatomi sastra. Padang: Sridharma.

Sibarani, R. (2012). Kearifan lokal: hakikat, peran, dan metode tradisi lisan. Jakarta: ATL.

Simatupang, L. (2013). Pergelaran sebuah mozaik penelitian seni budaya. Yogyakarta: Jalasutra

Stanton, R. (2012). Teori fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudrajat, A. (t.t). Pengembangan bahan ajar. Diakses dari

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/download-pengembangan-bahan-ajar/.

Sugiyono. (2013a). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014b). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Surakhmad. (1980). Metodologi pengajaran nasional. Bandung: Jemmars.

Taum, Y.Y. (2011). Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode, dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.

Teeuw, A. (2003). Sastera dan ilmu sastera. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. Yunus. (2014). Nilai-nilai kearifan lokal (local genius) sebagai penguat karakter


(17)

4

Wellek, R & Austin W. (1989). Teori kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia.


(1)

rakyat Kabupaten Bangka yang terkandung di dalamnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pemahaman tentang hal-hal yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya penerapan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat dijadikan sumber bahan rujukan kajian ilmiah lain baik dalam ilmu foklor maupun pembelajaran sastra. Kemudian dari segi praktis hasil penelitian berupa bahan ajar dapat dijadikan bahan masukan dalam memilih bahan ajar yang murah dan praktis. Selanjutnya dapat dijadikan acuan bagi para guru sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran apresiasi sastra dan meningkatkan minat bagi para peserta didik untuk menggali dan mengkaji sumber karya sastra daerah sebagai salah satu alternatif bahan pembelajaran sastra.

1.5Definisi Operasional

Dalam Penelitian ini terdapat sejumlah istilah pokok yang perlu didefinisikan dengan maksud agar penelitian ini dapat dilakukan terarah dan fokus. Istilah-istilah yang perlu mendapat perhatian, didefinisikan sebagai berikut. a. Folklor adalah suatu kebudayaan kolektif milik sekelompok masyarakat yang secara turun-temurun diwariskan dan diakui keberadaannya meliputi segala hal tentang hidup manusia.

b. Sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dan turun temurun yang didalamnya terkandung nilai-nilai kearifan yang sesuai dengan konteks kultur suatu masyarakat tertentu

c. Cerita rakyat adalah cerita turun temurun yang penyebarannya melalui lisan pada suatu daerah tertentu.

d. Struktur cerita rakyat merupakan susunan hubungan setiap unsur dalam suatu karya sastra yang akan memiliki makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya.

e. Fungsi karya sastra adalah kegunaan wujud suatu karya sastra dalam suatu konteks lingkungan tertentu.

f. Nilai kearifan lokal adalah nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat setempat berupa kebiasaan-kebiasaan baik yang dapat bermanfaat sebagai upaya untuk menghadapi arus globalisasi karena kearifan lokal mengandung


(2)

g. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sastra kepada siswa sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran

1.6Strukur Organisasi Tesis

Sistem penulisan ini sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia 2014 yang terdiri dari lima bab. Bab pendahuluan, bab landasan teoretis, bab metode penelitian, bab temuan dan pembahasan, dan bab simpulan, implikasi, dan rekomendasi.

Bab pendahuluan berisi tentang penjelasan mengenai latar belakang penelitian ini dilakukan, permasalah yang harus dipecahkan, tujuan penelitian ini dilakukan, kebermanfaatan penelitian, dan penjelasan struktur penyusunan penelitian.

Bab landasan teoretis berisi tentang teori-teori dan referensi lain yang berkaitan dengan pengkajian penelitian sebagai upaya peneliti untuk lebih memahami struktur dan nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Bangka edisi kearifan lokal. Melalui teori-teori ini juga sebagai acuan peneliti untuk menyusun bahan ajar apresiasi sastra di SMA.

Bab metode penelitian yang menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan peneliti sebagai landasan metode dalam menganalis data penelitian.

Bab temuan dan pembahasan berisi tentang penemuan-penemuan yang didapatkan pada saat penelitian dan pembahasan mengenai analisis data penelitian. Dalam bab ini juga melampirkan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi sastra.

Bab simpulan, implikasi, dan rekomendasi berisi tentang simpulan hasil penelitian, implikasinya terhadap pembelajaran apresiasi sastra dan rekomendasi pada tahap selanjutnya jika ada penelitian yang berminat dalam kajian yang serupa dengan penelitian ini.


(3)

1

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: PT Refika Aditama.

Akbar, S. (2013). Instrumen perangkat pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Alwasilah, C. (2008a). Pokoknya BHMN: ayat-ayat pendidikan. Bandung: Lubuk Agung

Alwasilah, C. (2008b). Islam, culture, and education: essays on contemporary

indonesia. Bandung: Lubuk Agung

Aminuddin, (2013). Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Amir, A. (2013). Sastra lisan indonesia. Yogyakarta: ANDI

Atmazaki. (2005). Ilmu sastra: teori dan terapan. Padang: Citra Budaya Indonesia.

Bunanta, M. (1998). Problematika penulisan cerita rakyat untuk anak di indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Creswell, J.W. (2013). Reserch design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danandjaya, J. (2007). Foklor indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Ditjen, Dikdasmenum. (2004). Pedoman umum pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar. Jakarta: Depdiknas.

Djamaris, E. (1990). Mengenali karya sastra melayu klasik (sastra indonesia lama. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, S. (2008a). Metodologi penelitian sastra: epistemologi, model, teori, dan aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Endraswara, S. (2009b). Metodologi penelitian folklor: konsep, teori, dan aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Gintings, A. (2008). Essensi praktis belajar dan pembelajaran. Bandung: Humaniora.


(4)

Hutomo, S.S. (1991). Mutiara yang terlupakan: pengantar studi sastra lisan. Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.

Iskandar, W. & Dadang S. (2013). Strategi pembelajaran bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ismawati, E. (2013). Pengajaran sastra. Yogyakarta: Ombak.

Koentjaraningrat. (2003a). Pengantar antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta. Koentjaraningrat. (2009b). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta Luxemburg, J.V., Mieke, B., & Willem, G.W. (1992). Pengantar ilmu sastra.

(terjemahan Dick Hartoko). Jakarta: PT Gramedia.

Madjid, A. (2008). Perencanaan pembelajaran: pengembangan standar

kompetensi guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mahmud, K.K. (2013). Sastra indonesia dan daerah (sejumlah masalah). Bandung: PT Angkasa Bandung.

Mahmudi. (2013). Nilai budaya dalam dongeng bakumpai. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, III (1), hlm. 4.

Moleong, L.J. (2014). Metodologi penelitian kualitatif: edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhardi & Hasanuddin W.S. (2006). Prosedur analisis fiksi. Padang: Citra Budaya Indonesia.

Najid, M. (2009). Mengenal apresiasi prosa fiksi. Surabaya: University Press. Noor, M.R. (2011). Pendidikan karakter berbasis sastra: solusi pendidikan moral

yang efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurgiyantoro, B. (2010a). Penilaian pembelajaran bahasa berbasis kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nurgiyantoro, B. (2012b). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradopo, R.D. (2005). Beberapa teori sastra, metode kritik, dan penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

3

Ratna, N.K. (2013a). Teori, metode dan teknik penelitian sastra: dari strukturalisme hingga postrukturalisme perspektif wacana naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, N.K. (2010b). Sastra dan cultural studies: representasi fiksi dan fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosidi, A. (2011). Kearifan lokal: dalam perspektif budaya sunda. Bandung: Kiblat.

Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan sastra dalam gamitan sastra. Bandung: CV Diponegoro.

Samani, M & Hariyanto. (2013). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sayuti, S.A. (1996). Apresiasi prosa fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Semi, A. (1984). Anatomi sastra. Padang: Sridharma.

Sibarani, R. (2012). Kearifan lokal: hakikat, peran, dan metode tradisi lisan. Jakarta: ATL.

Simatupang, L. (2013). Pergelaran sebuah mozaik penelitian seni budaya. Yogyakarta: Jalasutra

Stanton, R. (2012). Teori fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudrajat, A. (t.t). Pengembangan bahan ajar. Diakses dari

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/download-pengembangan-bahan-ajar/.

Sugiyono. (2013a). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014b). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Surakhmad. (1980). Metodologi pengajaran nasional. Bandung: Jemmars.

Taum, Y.Y. (2011). Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode, dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.

Teeuw, A. (2003). Sastera dan ilmu sastera. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. Yunus. (2014). Nilai-nilai kearifan lokal (local genius) sebagai penguat karakter


(6)

Wellek, R & Austin W. (1989). Teori kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia.


Dokumen yang terkait

KAJIAN STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK KOLECER DAN HARI RAYA HANTU DAN PEMANFAATAN HASIL UNTUK MENYUSUN BAHAN AJAR DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP.

2 11 79

STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT DI KABUPATEN KARO SERTA PENERAPAN HASILNYA DALAM MENYUSUN BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP.

10 106 86

KAJIAN STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI SOSIOLOGIS LEGENDA TANJUNG LESUNG DI PANDEGLANG DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

29 720 103

Kajian Struktural dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Pendek Keagamaan serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Pertama.

0 2 21

NILAI BUDAYA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER CERITA RAKYAT DI PULAU BANGKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR APERSIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

2 28 69

MANTRA RITUAL BABARIT: NILAI BUDAYA, STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI SERTA PELESTARIANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

5 53 75

KAJIAN STRUKTUR DAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT DI DAERAH SUMEDANG SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DAN PROSES PEMBELAJARANNYA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

5 50 84

KAJIAN BUDAYA, KEARIFAN LOKAL, DAN NILAI PENDIDIKAN NOVEL NAWUNG KARYA GALUH LARASATI SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA.

0 0 1

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DI KABUPATEN NGADA (RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA TINGKAT SLTP).

0 1 19

LEGENDA NYI MAS GANDASARI DI KABUPATEN CIREBON: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS, FUNGSI, DAN NILAI SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA - repository UPI T IND 1303162 Title

0 0 3