"Studi Deskriptif Mengenai Schwartz's Values Pada Mahasiswa Yang Berusia 18-22 Tahun Dengan Latar Belakang Budaya Batak Karo di Universitas "X" Medan.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran Schwartz’s Values pada Mahasiswa

yang Berusia 18-22 tahun

dengan Latar Belakang Budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan. Sampel penelitian ini berukuran 201 mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan kedua orang tua bersuku Karo.

Alat ukur yang digunakan adalah Portrait Value Questionnaire (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz, 1992. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah dengan menggunakan Smallest Space Analysis (SSA) dengan menggunakan program Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) dan SPSS versi 12.

Data diolah melalui tiga cara yaitu content, structure, dan hierarchy Schwartz’s values. Dalam content, kedelapan Schwartz’s Values yaitu universalism, security, self-direction, achievement, traditional, stimulation, hedonism,dan power value teridentifikasi dan memiliki region masing-masing, sedangkan conformity dan benevolence tergabung dalam satu region. Dalam structure, hubungan compatibilities dan conflict antar values teridentifikasi sesuai dengan teori Schwartz. Hierarchy values pada penelitian ini adalah conformity, benevolence, universalism, security, self-direction, achievement, traditional, stimulation, hedonism,dan power value.

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian lebih mendalam mengenai value dengan membedakan antar agama misalnya; Islam, Budha, Hindu, pendidikan orang tua, penghasilan orang tua. Selain itu disarankan juga untuk melakukan penelitian pada sampel yang berbeda, misalnya pada mahsiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda, misalnya Betawi, Padang, Manado.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENEGESAHAN ... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.5. Kerangka Pikir ... 9


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Values ... 24

2.1.1. Definisi Values ... 24

2.1.2. Tipe Values ... 25

2.1.3. Stuktur Dinamik Relasi Value ... 28

2.1.4. Struktur Tipe dan Second Order Value Type ... 32

2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi value ... 33

2.2. TRANSMISSION DAN PERKEMBANGAN BUDAYA ... 38

2.2.1. Enkulturasi dan Sosialisasi ... 38

2.3. KEBUDAYAAN ... 47

2.3.1. Definisi Kebudayaan ... 47

2.3.2. Tiga wujud Kebudayaan ... 48

2.3.4. Unsur-Unsur Kebudayaan ... 49

2.4. Batak Karo ... 49

2.4.1. Adat-Adat Kebudayaan Batak Karo ... 51

2.4.2. Kekerabatan pada Masyarakat Karo ... 54

2.5. Masa Remaja 2.5.1. Tahap Perkembangan Remaja ... 60

2.5.2. Perkembnagan Kognitif Remaja ... 60

2.5.3. The Transition into Adulthood in Contemporary Society ... 63

2.5.4. Transformations in Family Relations ... 63


(4)

2.5.6. The Development of Autonomy ... 65

2.6. Multikulturasi ... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 67

3.2. Skema Rancangan Penelitian ... 67

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 68

3.3.1. Variabel Penelitian ... 68

3.3.2. Definisi Operasional ... 68

3.4. Alat Ukur ... 70

3.4.1. Kuesioner ... 70

3.4.2. Prosedur Pengisian ... 71

3.4.3. Sistem Penilaian ... 72

3.4.4. Data Penunjang ... 72

3.4.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 73

3.4.5.1. Validitas ... 73

3.4.5.2. Reliabilitas ... 73

3.5. Populasi Target dan Teknik Pengambilan Sampel ... 74

3.5.1. Populasi Target ... 74

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 74

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 75

3.5.4. Ukuran Sampel ... 75


(5)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Responden ... 77

4.1.1. Jenis Kelamin Responden ... 77

4.1.2. Usia Responden ... 78

4.1.3. Agama Responden ... 79

4.1.4. Bahasa sehari-hari Responden ... 79

4.1.5. Penghasilan Keluarga ... 80

4.1.6. Strategi Akulturasi Responden ... 81

4.1.7. Transmisi Budaya Responden ... 82

4.2. Hasil ... 83

4.2.1. Content ... 83

4.2.2. Structure ... 86

4.2.3. Hierarchy ... 87

4.3. Pembahasan ... 88

4.3.1. Content ... 88

4.3.2. Structure ... 92

4.3.3. Hierarchy ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 104


(6)

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2. Kisi-kisi Portrait Value Questionnaire (PVQ) ... 71

Tabel 3.3. Validitas alat ukur ... 73

Tabel 3.3. Reliabilitas alat ukur ... 74

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden ... 77

Tabel 4.2. Usia Responden ... 78

Tabel 4.3. Agama Responden ... 79

Tabel 4.4. Bahasa sehari-hari Responden ... 79

Tabel 4.5. Penghasilan Keluarga ... 80

Tabel 4.6. Strategi Akulturasi Responden ... 81

Tabel 4.7. Transmisi Budaya (Enkulturasi)... 82

Tabel 4.8. Transmisi Budaya (Akulturasi) ... 83

Tabel 4.9. Korelasi antara Tipe Values ... 86


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Content ... 85


(9)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kata Pengantar Kuisioner

Lampiran 2 Data Individu Lampiran 3 Data Penunjang

Lampiran 4 Potrait Value Questionnaire Lampiran 5 Data Skor Mentah Responden

Lampiran 6 Tabel Hirarki berdasarkan Jenis Kelamin Lampiran 7 Tabel Hirarki berdasarkan Agama

Lampiran 8 Tabel Hirarki berdasarkan Bahasa Sehari-hari Lampiran 9 Tabel Hirarki berdasarkan Penghasilan Keluarga Lampiran 10 Tabel Hirarki berdasarkan Strategi Akulturasi

Lampiran 11 Tabel Hirarki berdasarkan Penghayatan Budaya Responden Lampiran 12 Correlations Structure


(10)

Kata Pengantar

Sehubungan dengan Tugas Akhir (Skripsi) Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha berjudul ”Studi Deskriptif Mengenai

Schwartz’s Values pada Mahasiswa

dengan Latar Belakang Budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan”, saya selaku

peneliti memohon kerjasama dan kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner berikut ini.

Data yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian ini. Selain itu, data

yang Anda berikan juga akan digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitian

ini dan akan dijamin kerahasiannya. Untuk itu Anda diharapkan untuk memberikan

jawaban yang jujur, yang sesuai dengan keadaan diri Anda.

Atas kerjasama dan partisipasinya saya ucapkan banyak terimakasih.

April 2007,

Hormat Saya,

Peneliti.

Lampiran 1


(11)

DATA INDIVIDU

Silahkan isi atau beri tanda (X) dalam kotak sesuai dengan diri anda.

1. Jenis Kelamin

:

Laki-laki

Perempuan

2. Usia

: ...tahun

3. Agama

: ...

4. Bahasa sehari-hari

:

Bahasa Karo

Bahasa

Indonesia

Lain-lain, yaitu...

5. Penghasilan keluarga

:

Atas

Menengah ke atas

Menengah ke bawah

Bawah


(12)

DATA PENUNJANG

A.

Berilah tanda (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri anda dan keadaan orang tua anda menurut

anda.

NO

BUDAYA

Menurut saya, orang tua saya

menganggap

Bagi saya

Penting Cukup

Penting

Kurang Penting

Tidak Penting

Penting Cukup Penting

Kurang Penting

Tidak Penting

1.

Persentabi sintua (menghormati orang Karo yang lebih

tua yang masih hidup)

2.

Ziarah (menghormati orang Karo yang sudah

meninggal).

3.

Nampati kalak karo (membantu orang yang berasal

dari suku Karo).

4.

Ertutur (cara memanggil orang Karo)

5.

Ndalenken adat Karo

(mengikuti, menerapkan,

melestarikan dan menanamkan tradisi/ kegiatan adat

Karo sejak kecil).

6.

Pulung (berkumpul dengan orang-orang Karo).

7.

Hukum Karma.

8.

Rakut sitelu (strata sosial)

9.

Menikah dengan orang yang berasal dari suku Karo.

10.

Sri pengidah (berbuat adil)

11.

Sisampat-sampaten (gotong royong).

12.

Kehamaten (kesopanan).

13.

Pulung muat si mehuli (menyelesaikan masalah dengan

musyawarah).


(13)

B.

Secara umum, budaya yang saya pegang sekarang (cara berpakaian, bahasa sehari-hari, makanan, minuman, cara

bertingkah laku, ritual serta budaya-budaya yang lainnya) merupakan hasil dari pengaruh:

A.

Budaya Karo dan budaya lain yang sama kuat pengaruhnya.

B.

Budaya Karo yang lebih kuat pengaruhnya daripada budaya lain.

C.

Budaya Lain yang lebih kuat pengaruhnya daripada budaya Karo.

D.

Budaya Karo dan budaya lain yang sama lemah pengaruhnya.

C.

Isilah tabel di bawah ini dengan memberi tanda checklist ( ) pada kolom yang tersedia sesuai dengan penghayatan

anda.

Sejauhmana orang-orang disekitar anda mempengaruhi masuknya budaya Karo kedalam diri anda:

Orang-orang di sekitar anda

Mendalam Cukup

Mendalam

Kurang Mendalam

Tidak Mendalam

Orang tua

Orang dewasa lain yang sebudaya

Orang dewasa lain yang berbeda budaya

Teman sebaya yang sebudaya

Teman sebaya yang berbeda budaya

Orang lebih muda yang sebudaya

Orang lebih muda yang berbeda budaya


(14)

Dibawah ini digambarkan mengenai diri seseorang. Bacalah gambaran tersebut sebaik-baiknya. Lalu tentukan

sejauh mana gambaran itu mirip atau tidak mirip dengan anda. Berilah tanda (X) pada kotak yang anda pilih

No

Pernyataan

Sangat mirip saya Mirip saya

Lebih kurang mirip saya Sedikit mirip saya Tidak mirip saya Sangat tidak mirip saya

1 Memikirkan ide ide baru dan menjadi kreatif sangat penting bagi dia. Dia menyukai mengerjakan sesuatu menurut caranya sendiri yang original.

2 Kekayaan merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia menginginkan memiliki banyak uang dan barang barang yang mahal.

3 Dia berpendapat bahwa penting setiap orang didunia ini diperlakukan secara sama. Dia ingin bersikap adil terhadap setiap orang, bahkan orang yang tidak dikenalnya sekalipun 4 Penting baginya untuk memperlihatkan kemampuannya. Dia ingin orang

mengaguminya karena apa yang dikerjakannya.

5 Penting baginya untuk hidup dalam suatu lingkungan yang aman. Dia menghindari segala sesuatu yang dapat membahayakan keselamatannya.

6 Dia berpandangan bahwa mengerjakan berbagai hal yang berbeda dalam hidupnya itu sesuatu yang penting. Dia selalu berusaha mencari sesuatu yang baru untuk dilakukan 7

Dia percaya bahwa orang sebaiknya mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia berpandangan orang seyogyanya taat pada peraturan sepanjang waktu, meskipun tak ada yang mengawasinya.

8 Penting baginya untuk mendengarkan orang yang berbeda dengan dirinya. Meskipun dia tak setuju dengan mereka, dia tetap ingin mengerti mereka

9 Dia berpandangan, penting untuk tidak mengharapkan lebih dari apa yang dimiliki. Dia percaya bahwa orang seharusnya puas dengan apa yang dimilikinya

10 Dia mencari kesempatan yang memungkinkannya untuk bersenang-senang. Penting baginya untuk mengerjakan sesuatu yang memberinya kegembiraan.

11 Adalah penting baginya untuk memutuskan sendiri apa yang dilakukannya. Dia suka kebebasan untuk merencanakan dan memilih aktivitas aktivitas bagi dirinya sendiri. 12 Dia beranggapan penting baginya untuk menolong orang disekelilingnya. Dia ingin

memperhatikan orang lain.


(15)

No

Pernyataan

Sangat mirip saya Mirip saya Lebih kurang mirip saya Sedikit mirip saya Tidak mirip saya Sangat tidak mirip saya

13 Menjadi orang sukses adalah sesuatu yang penting baginya. Dia ingin tampil mengesankan dimata orang lain.

14 Penting baginya bahwa negaranya aman dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Dia berpandangan bahwa keteraturan sosial seyogyanya diperhatikan dan dijaga. 15 Dia menyukai risiko. Dia selalu mencari tantangan.

16 Penting baginya untuk berperilaku sopan santun. Dia menghindarkan segala sesuatu yang akan dinilai salah oleh orang lain.

17 Penting baginya posisi yang memiliki kewenangan dan dapat memerintah orang lain. Dia ingin orang lain mengerjakan apa yang dikatakannya.

18 Penting baginya untuk loyal terhadap teman temannya. Dia mau mencurahkan perhatiannya kepada orang orang yang dekat dengannya.

19 Dia percaya bahwa orang harus menjaga alam. Menjaga lingkungan adalah sesuatu yang penting baginya.

20 Kepercayaan agama merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mentaati apa yang diharuskan oleh agamanya.

21 Dia ingin segala sesuatu teratur dan rapi. Dia tidak menginginkan segalanya berantakan. 22 Dia berpandangan bahwa orang harus memiliki minat pada banyak hal. Dia memiliki

rasa ingin tahu dan ingin mengerti banyak hal.

23 Dia percaya bahwa semua orang didunia harus hidup dalam keselarasan. Mempromosikan perdamaian kepada semua kelompok didunia penting baginya 24 Dia beranggapan penting baginya untuk berambisi. Dia ingin memperlihatkan

kapabilitas dan kemampuannya.

25 Cara yang paling baik menurutnya dalam mengerjakan sesuatu adalah cara yang sesuai dengan tradisi. Penting baginya untuk mengikuti adat istiadat yang telah diperolehnya. 26 Menikmati hidup adalah sesuatu yang penting. Dia suka memanjakan dirinya.

27 Penting baginya untuk merespons kebutuhan orang lain. Dia berusaha membantu orang yang dikenalnya

28 Kepatuhan merupakan hal yang penting baginya. Dia percaya bahwa dia harus menghormati orang tuanya dan orang lain yang lebih tua

29 Dia menginginkan semua orang diperlakukan dengan adil, termasuk orang yang tidak dikenalnya. Penting baginya untuk melindungi si lemah di masyarakat.


(16)

No

Pernyataan

Sangat mirip saya Mirip saya Lebih kurang mirip saya Sedikit mirip saya Tidak mirip saya Sangat tidak mirip saya

30 Dia menyukai kejutan kejutan dalam hidupnya. Penting baginya untuk memiliki hidup yang menggairahkan dan menggembirakan.

31 Dia berusaha sekuat tenaga supaya tak jatuh sakit. Kesehatan adalah sesuatu yang penting baginya.

32 Kemajuan dalam hidup merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk lebih baik dari yang lain.

33 Memaafkan orang yang menyalahi dirinya merupakan sesuatu yang penting. Dia berusaha melihat sisi baik mereka dan tidak mendendam

34 Penting baginya untuk menjadi orang yang independent/tak bergantung pada orang lain. Dia lebih mengandalkan dirinya sendiri.

35 Stabilitas pemerintahan merupakan hal yang penting. Dia gelisah bila tatanan sosial terganggu, sehingga tatanan sosial harus dijaga.

36 Dia berpandangan penting untuk bersikap sopan pada orang lain. Dia berusaha untuk tidak mengganggu dan menjengkelkan orang lain

37 Dia benar benar ingin menikmati hidup. Memiliki waktu untuk bersenang senang merupakan sesuatu yang penting baginya.

38 Penting baginya untuk rendah hati dan sederhana. Dia tidak berusaha menarik perhatian orang kepada dirinya

39 Dia selalu menginginkan menjadi orang yang membuat keputusan. Dia suka menjadi seorang pemimpin

40

Menyesuaikan diri dengan alam merupakan suatu hal yang penting dalam hidupnya. Dia percaya bahwa orang harus hidup selaras dengan alam dan seyogyanya tidak mengubahnya


(17)

Hierarki berdasarkan Jenis Kelamin

value

Laki-laki

value

perempuan

Mean

Rank

Sd

Mean

rank

sd

co

4,85

1

0,68

Co

4,78

1

0,65

be

4,75

2

0,74

be

4,68

2

0,73

tr

4,74

3

0,74

se

4,62

3

0,67

sd

4,68

4

0,78

un

4,54

4

0,69

Se

4,60

5

0,78

Sd

4,51

5

0,76

tr

4,47

6

0,71

ac

4,46

6

0,77

Ac

4,45

7

0,96

Tr

4,40

7

0,71

St

4,36

8

0,90

He

4,26

8

1,06

he

4,01

9

1,10

St

4,02

9

0,79

po

3,85

10

1,10

Po

3,54

10

0,89


(18)

Hierarki berdasarkan Agama

rank val

Islam

val

Katolik

val

k.protestan

Mean

sd

Mean

sd

Mean

sd

1

co 4,5476 ,72292

co 4,9937 ,69219 co

4,8036

,63740

2

ac 4,5357 ,66279

un 4,8125 ,62600 be

4,7482

,71752

3

sd 4,4167 ,83790

be 4,8063 ,74138 un

4,6259

,74582

4

he 4,3490 ,74824

se 4,8000 ,72607 se

4,5900

,70897

5

un 4,3410 ,62022

sd 4,7687 ,77498 sd

4,5643

,75708

6

se 4,3905 ,76544

ac 4,6313 ,89153

tr

4,4321

,69417

7

be 4,2619 ,68226

tr

4,6187 ,75953 ac

4,3946

,87278

8

tr

4,0952 ,56167

st

4,4003 ,82045

st

4,1266

,87113

9

st

4,0152 ,83366

he 4,1170 ,94738 he

4,1216 1,15679

10

po 3,5867 ,96480

po 3,6500 ,95819 po

3,6953 1,02843


(19)

Hierarki berdasarkan Bahasa Sehari-hari

rank val

Karo

val

Indonesia

val

campuran

Mean

sd

Mean

sd

Mean

sd

1

co 4,8906 ,64426

co 4,7193 ,61538 Co 5,0106 ,76072

2

be 4,7578 ,68534

be 4,6639 ,75499

be 4,7926 ,70580

3

un 4,6194 ,61165

st 4,5984 ,78174

se 4,7830 ,84835

4

se 4,6125 ,67190

un 4,5861 ,72412

un 4,7651 ,76958

5

sd 4,4531 ,69976

se 4,5443 ,67800

tr

4,6915 ,78230

6

tr

4,4063 ,70353

ac 4,4570 ,83486

sd 4,6596 ,79643

7

ac 4,3906 ,75385

tr

4,3422 ,65492

ac 4,5000 ,99318

8

st 4,3650 ,80516

he 4,2732 1,04367 st

4,2485 ,90722

9

po 3,8747 1,08727 st 4,0877 ,85392

he 4,0783 1,19187

10

he 3,7509 ,96486

po 3,6365 1,01764 po 3,6387 ,91143


(20)

Hierarki berdasarkan Penghasilan Keluarga

rank

val

B

val

MA

val

mb

me

sd

Me

sd

Me

sd

1

un

5,4433 ,34429

co

4,8349 ,64631

co

4,7772 ,68686

2

sd

5,5000 ,66144

be

4,7146 ,72493

be

4,7038 ,74026

3

ac

5,5000 ,43301

se

4,6283 ,67918

un

4,6191 ,73990

4

st

5,4467 ,69256

un

4,6225 ,69917

se

4,5696 ,77029

5

po

5,3333 ,33501

sd

4,6132 ,74573

sd

4,5326 ,79163

6

se

5,2667 ,61101

tr

4,4835 ,69116

tr

4,3614 ,71997

7

co

5,2500 ,66144

ac

4,4741 ,82443

ac

4,4022 ,89101

8

tr

4,9167 ,62915

st

4,2987 ,73928

st

3,9789 ,93862

9

he

4,7800 1,16889

he

4,2769 1,02503

he

3,9712 1,12073

10

be

4,6667 1,01036

po

3,7168 1,05299

po

3,5726 ,91169


(21)

Hierarki berdasarkan Strategi Akulturasi

rank val

Integrasi

val

Separasi

val

Asimilasi

val

Marjinalisasi

mean sd Mean sd Mean Sd Mean sd

1 co 4,7882 ,61782 co 5,0112 ,66633 be 4,7500 ,81009 un 4,6383 ,75461 2 sd 4,6647 ,69710 se 4,8627 ,59616 co 4,6081 ,70843 be 4,5417 ,95247 3 be 4,6500 ,67832 be 4,7910 ,71456 se 4,5459 ,74034 co 4,5417 ,59193 4 un 4,5725 ,70079 un 4,7852 ,69470 un 4,4959 ,77198 sd 4,5417 ,85834 5 ac 4,5059 ,82914 tr 4,6604 ,67659 sd 4,4662 ,74340 se 4,3167 ,93986 6 se 4,4824 ,73114 sd 4,5709 ,86362 he 4,3962 1,10189 st 4,1675 ,89370 7 tr 4,4147 ,63802 ac 4,5037 ,78152 ac 4,3514 ,92507 ac 4,1667 1,24011 8 he 4,2044 1,02722 st 4,2445 ,89043 tr 4,2432 ,74649 tr 3,8958 ,78667 9 st 4,1805 ,79976 he 4,0052 1,08952 st 4,0089 ,94777 he 3,7217 1,22117 10 po 3,7612 1,07627 po 3,6418 ,98700 po 3,5668 ,85991 po 3,5825 1,05436


(22)

Tabel Responden berdasarkan Penghayatan Budaya Responden

(Tabel Orang Tua)

Penghayatan Budaya

Frekuensi Persentase (%)

Kurang Penting

1

0,49

Cukup Penting

19

9,55

Penting

181

90,06

TOTAL

201

100

(Tabel Anak)

Penghayatan Budaya

Frekuensi Persentase (%)

Kurang Penting

1

0,49

Cukup Penting

56

27,86

Penting

144

71,65

TOTAL

201

100


(23)

Correlations Structure

sd

st

he

ac

po

se

co

tr

be

un

sd

1,000

st

,423(**)

1,000

he

,247(**)

,185(**)

1,000

ac

,365(**)

,266(**)

,242(**)

1,000

po

,278(**)

,276(**)

,220(**)

,530(**)

1,000

se

,246(**)

,246(**)

,105

,313(**)

,102

1,000

co

,296(**)

,236(**)

-,046

,263(**)

,069

,454(**)

1,000

tr

,280(**)

,206(**)

,106

,192(**)

,018

,462(**) ,573(**)

1,000

be

,344(**)

,261(**)

,020

,229(**)

,011

,358(**) ,558(**) ,492(**)

1,000

un

,434(**)

,271(**)

,134

,261(**)

,098

,498(**) ,457(**) ,485(**) ,608(**) 1,000

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, orang Batak mendiami sebagian besar daerah pegunungan Sumatra Utara, mulai dari perbatasan Nanggroe Aceh Darussalam di utara sampai ke perbatasan dengan Riau dan Sumatra Barat di sebelah selatan. Selain itu, orang Batak juga mendiami tanah datar yang berada di antara daerah pegunungan dengan pantai Timur Sumatra Utara dan pantai Barat Sumatra Utara (Koentjaraningrat, 1985: 94).

Orang Batak mengaku sebagai suku yang paling toleran di seluruh Indonesia. Menurut mereka, kerusuhan dengan motif etnik maupun agama tidak akan masuk ke “tanah air” mereka. Sudah menjadi hal yang lazim di sana bahwa orang Muslim membantu orang Kristen yang merayakan Natal, dan sebaliknya, orang Kristen juga membantu orang Muslim yang merayakan Lebaran. Toleransi itu terjadi karena ada pertalian adat atau dalihan natolu yang sangat kuat dipegang oleh orang Batak. Secara umum orang Batak tidak bermasalah dengan etnik-etnik yang lain, termasuk dengan etnik keturunan Tionghoa. Dalam banyak hal, orang Tionghoa malah mendapat perhatian khusus dari orang Batak. Di Sumatera Utara, di mana-mana terdapat orang Tionghoa, dan mereka menyatu dengan penduduk setempat. Di Karo misalnya, mereka menjadi orang Karo, dan menikah dengan orang Karo. Orang Batak keberatan dengan stereotipe bahwa mereka merupakan kelompok etnik yang kolutif, seperti yang sering dituduhkan oleh etnik lain.


(25)

2

Menurut mereka, justru hal itulah yang diwanti-wanti oleh nenek moyang mereka. Setiap orang tua akan berpesan kepada anaknya: “Bersaing kau!”, yang kemudian sangat dipatuhi oleh anaknya, sehingga persaingan telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari orang Batak, termasuk di antara mereka sendiri (www.incis.or.id).

Orang Batak selalu berusaha untuk menjaga tanah leluhurnya agar dapat mewariskan kepada anak cucunya kelak, sehingga mereka berusaha untuk tidak menjual tanah leluhurnya tersebut. Apabila ada pendatang dari luar, orang Batak mengusahakan agar pendatang tersebut menggarap tanah miliknya, bukan membeli ataupun menguasainya. Oleh karena itu, pada umumnya orang Batak tidak merasa tersaingi oleh para transmigran, karena mereka ahli dalam bertani dan menganggap orang-orang transmigran adalah orang-orang yang malas (www.incis.or.id).

Secara geografis, orang Batak dapat dibagi ke dalam lima suku, yaitu : (1) Batak Toba (Tapanuli): mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, menggunakan bahasa Batak Toba, (2) Batak Simalungun:

mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun, (3) Batak Pakpak: mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan, dan menggunakan bahasa Pakpak, (4) Batak Mandailing:

mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan, dan Muara Sipongi, dan menggunakan bahasa Batak Mandailing, geografis mereka lebih dekat dengan Padang, (5) Batak Karo: mendiami Kabupaten Karo, Langkat, dan sebagian Aceh, dan menggunakan bahasa Batak Karo (www.wisatanet.com). Diantara


(26)

3

kelima suku Batak ini, suku Batak Karo bersikukuh tidak menyebut dirinya sebagai kelompok etnis Batak, tetapi cukup dengan orang Karo saja. Hal ini dikarenakan orang Karo tidak sepenuhnya berasal dari etnis Batak, melainkan campuran dari pendatang yang kemudian bergabung dengan orang Karo, antara lain marga Colia, Pelawi, Brahmana. (Prof Dr. Henry G Tarigan, UPI Medan. www.incis.or.id). Terdapat lima marga di Tanah Karo yang dikenal dengan MERGA SILIMA (5 Marga) yaitu: marga Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Perangin-angin, dan Tarigan.

Budaya Karo dapat bertahan karena terus diturunkan oleh orang tua, paman, bibi, dan orang dewasa lainnya kepada anak/keturunannya yang juga berasal dari budaya Karo. Ketika anak-anak Karo masih kecil, mereka sering dibawa untuk mengikuti kegiatan-kegiatan adat terutama pesta pernikahan. Hal ini dilakukan agar dalam diri anak-anak Karo tertanam nilai-nilai moral budaya karo sehingga dapat terus mewarisi nilai-nilai budaya Karo. Walaupun anak-anak tersebut belum dapat memahami makna yang tersirat dalam setiap bentuk kegiatan budaya Karo, namun semakin dewasa pemahaman dan kemampuan berpikirnya tentang budaya Karo akan semakin terinternalisasi dalam dirinya.

Sistem pernikahan pada orang Karo sangat kompleks karena ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi., terutama untuk kaum laki-laki. Pernikahan yang dianggap ideal dalam masyarakat Karo adalah pernikahan antara orang-orang rimpal, yaitu antara seorang laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya. Seorang laki-laki-laki-laki Karo tidak bebas memilih pasangannya, mereka sangat pantang (dilarang) menikah dengan anak perempuan dari marganya sendiri


(27)

4

dan juga dengan perempuan dari saudara perempuan ayahnya. Laki-laki Karo dapat menikah dengan perempuan Karo yang bukan rimpal mereka, asalkan memiliki hubungan kekerabatan yang jauh. Pada perempuan Karo, mereka lebih dibiasakan untuk ‘menunggu’ lamaran dari laki-laki, sehingga jika mereka ‘mengejar’ laki-laki maka dianggap tidak mempunyai harga diri. Jika perempuan tersebut belum juga mendapatkan pasangan hidupnya, maka orang tua dari perempuan tersebut yang akan mencarikan jodoh untuknya. Adat ini terus dijalankan untuk menghormati tradisi-tradisi yang sudah ada sejak dulu, juga agar pasangan yang menikah diberi keselamatan dan kebahagiaan (Koentjaraningrat, 1985: 102).

Cara mengasuh anak di suku Karo berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Anak laki-laki dibiasakan untuk mandiri dan dibiasakan untuk pergi ke ladang, sedangkan anak perempuan dibiasakan untuk tinggal di rumah dan memasak. Hal ini dimaksudkan agar jika nanti mereka telah dewasa, anak laki-laki mampu mencari nafkah dan menghidupi keluarganya, sedangkan anak perempuan tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak. Walaupun sekarang ini banyak anak perempuan Karo yang sudah bekerja, tetapi tetap ditanamkan nilai-nilai untuk tetap menjadi ibu rumah tangga yang baik. Jika anak laki-laki sudah beranjak remaja/dewasa, maka orang tua biasanya akan menyarankan anak laki-laki tersebut untuk bersekolah atau kuliah di daerah lain. Hal ini dimaksudkan agar anak laki-laki tersebut menjadi mandiri dan bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri.


(28)

5

Kebudayaan Karo tidak terlepas dari nilai yang dianut oleh masyarakat Karo. Nilai-nilai penting yang mendasari individu untuk bertingkahlaku ini sering disebut sebagai values (Schwartz, 2001). Values sendiri terbentuk melalui proses transmisi yang mekanismenya sama seperti proses terbentuknya belief, yaitu keyakinan apakah sesuatu itu benar/salah, baik/buruk, atau dikehendaki/tidak dikehendaki. Dalam proses transmisi terdapat tiga komponen utama, yaitu cognitive, affective dan behavior (International Encyclopedia of The Social Science, 1998).

Schwartz mendefinisikan nilai (values) sebagai suatu keyakinan dalam mengarahkan tingkah laku sesuai dengan keinginan dan situasi yang ada. Menurut Schwartz, terdapat sepuluh tipe values yaitu tradition value, hedonism value, benevolence value, conformity value, universalism value, stimulation value, self-directive value, achievement value, power value, dan security value (Zanna: 5).

Values banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, dan status sosial, sedangkan faktor eksternal meliputi proses transmisi yang merupakan proses pada suatu budaya yang mengajarkan perilaku kepada para anggotanya. Berdasarkan sumbernya, proses transmisi terbagi menjadi tiga, yaitu vertical transmission (orang tua), oblique transmission (orang dewasa atau lembaga lain), dan horizontal transmission (teman sebaya) (Berry, 1999). Proses transmisi budaya diatas dapat berasal dari budaya sendiri maupun dari budaya lain., melalui proses enkulturasi dan akulturasi, serta sosialisasi.


(29)

6

Remaja Karo dewasa ini tidak ada yang secara jelas mengetahui tentang adat-istiadat yang ada di Batak Karo. Umumnya remaja tersebut hanya mengetahui nama kegiatan adat dan hanya sedikit saja yang mengetahui maksud dari kegiatan tersebut, serta cara menjalankan kegiatan adat tersebut. Remaja Karo akan lebih mengetahui dan mengerti tentang adat Karo setelah mereka menikah. Hal ini dikarenakan, setelah mereka menikah, mereka akan sering mengikuti kegiatan-kegiatan adat Karo, sehingga dengan sendirinya mereka akan belajar mengenai kegiatan adat dan peraturan-peraturan adat (wawancara dengan salah satu tokoh adat Karo di Medan, yaitu Manase Sembiring).

Dari survei awal terhadap 20 mahasiswa Karo di Universitas ”X” Medan diketahui bahwa sekitar 80% mahasiswa Karo di Universitas “X” Medan menganggap bahwa nilai-nilai yang penting ialah persahabatan sejati, kepercayaan penuh terhadap kelompok (benevolence value), perilaku yang sopan dan baik (conformity value), dan menyatu dengan lingkungan (universalism value). Nilai-nilai yang dianggap kurang penting ialah kekuasaan terhadap orang lain (power value), dan memanjakan diri (hedonism value). Mahasiswa Universitas “X” Medan terdiri dari mahasiswa dari suku Batak Toba, yaitu sekitar 45%, Batak Mandailing, yaitu sekitar 20%, Jawa dan suku-suku lainnya, yaitu sekitar 20%, dan yang berasal dari Batak Karo hanya sekitar 15% saja (wawancara dengan Terkelin Tarigan, Ketua IMKA fakultas Pertanian). Dengan berbaurnya berbagai jenis suku di Universitas “X” Medan, maka values budaya Karo yang tertanam pada diri mahasiswa Karo dapat dipengaruhi oleh values budaya suku-suku lain, terutama dari lingkungan sosialnya, yaitu teman sekelompok atau teman


(30)

7

sepermainan yang berasal dari suku lain. Semua Schwartz’s values terdapat di masyarakat Karo, tetapi berbeda derajatnya, sehingga peneliti ingin melihat derajat Schwartz’s values budaya Karo pada mahasiswa Karo yang sudah berbaur dengan berbagai jenis suku lainnya di Universitas “X” Medan.

1. 2. Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran Schwartz’s values pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan.

1. 3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1. 3. 1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini ialah untuk memperoleh gambaran mengenai Schwartz’s values pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan.

1. 3. 2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk memahami secara komprehensif mengenai value dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang berpengaruh, serta untuk mengetahui content, structure dan hierarchy values pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan.


(31)

8

1. 4. Kegunaan Penelitian 1. 4. 1. Kegunaan Ilmiah

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi sosial dan Psikologi lintas budaya, khususnya mengenai values pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan.

2. Penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Schwartz’s values.

I. 4. 2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama masyarakat Batak Karo mengenai gambaran Schwartz’s values yang ada pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Batak Karo di Universitas “X” Medan sehingga masyarakat Karo dapat lebih mengajarkan values yang dirasa penting kepada remaja Karo.

2. Memberikan gambaran bagi mahasiswa yang berusia 18-22 tahun Universitas “X” Medan mengenai Schwartz’s values yang mereka miliki yang berguna untuk pengembangan diri yang sesuai dengan keadaan kondisi masa kini.


(32)

9

1. 5. Kerangka Pikir

Dalam kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari kebudayaan, baik itu membawa ataupun menerima suatu kebudayaan tertentu. Kebudayaan ini tergantung dari kebiasaan di tempat mereka tinggal. Mereka membentuk suatu kelompok dan menjalankan kebiasaan-kebiasaan melalui proses belajar yang ada pada kelompok tersebut, dan tak jarang kelompok tersebut mendapat pengaruh dari kelompok-kelompok lain yang berada disekitarnya. Kebiasaan-kebiasaan ini akan terus dilaksanakan secara turun-temurun melalui proses belajar oleh anak dan cucu mereka, lama-kelamaan kebiasaan tersebut bersifat menetap sehingga hal itu akan membentuk ciri khas pada kelompok tersebut, atau yang biasa disebut dengan kebudayaan.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik individu dengan belajar (Koentjaraningrat, 1985: 94). Kebudayaan yang terbentuk di suatu daerah dapat berbeda dengan kebudayaan yang ada di daerah lain, karena proses terbentuknya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh faktor iklim, letak geografis, masyarakat, dan keadaan alam.

Kebudayaan ini biasanya dapat terlihat dari adat istiadat dari suatu kelompok, begitu juga pada Batak Karo. Kebudayaan pada Batak Karo dapat dilihat dari adat istiadatnya, misalnya dalam adat perkawinan. Perkawinan Batak Karo menurut kesungguhannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu perkawinan sesungguhnya dan kawin gantung (cabur bulung). Cabur bulung adalah suatu perkawinan antara dua orang yang belum cukup umur (anak-anak) yang hanya


(33)

10

bersifat simbolis saja. Tujuan cabur bulung adalah untuk menghindarkan malapetaka bagi salah satu pihak, yang diketahui dari suratan tangan, mimpi, atau karena seorang diantaranya sering sakit. Dalam perkawinan Batak Karo, ada juga istilah gancih abu (ganti tikar), yaitu bila seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri. Hal ini bertujuan untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak yang telah dilahirkan pada perkawinan pertama, dan untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama. Biasanya sebelum dilangsungkan pesta perkawinan, masing-masing calon pengantin melihat dahulu apakah mereka mendahului kakak/abangnya untuk berkeluarga. Jika mereka mendahului, maka harus diadakan upacara khusus yang disebut nabei (membayar utang) kepada kakak yang dilangkahinya (nuranjang), yang bertujuan agar perasaan dan tendi (jiwa) kakak/abang yang dilangkahi tidak terganggu sehingga tidak terjadi malapetaka (Prinst, 2004: 78).

Masyarakat Karo berpendapat bahwa setiap perbuatan akan mendatangkan akibat setimpal, seperti terungkap dalam pepatah adat adi ngalo la rido, nggalar la rutang, yang bermakna kalau kita memperoleh sesuatu secara tidak sah atau tidak wajar, maka akan datang bala atau bencana(Prinst, 2004: 66). Pepatah lain yang terdapat pada adat Karo adalah dout des (saya memberi supaya anda juga memberi), prinsip suku Karo memberi terlebih dahulu baru menerima. Ungkapan lain yang senada adalah mangkok lawes mangkok reh, yang bermakna kalau kita sudah memberi, maka kita juga akan menerima balasannya.


(34)

11

Masyarakat Karo adalah masyarakat tani. Oleh karena itu, mereka sangat jujur termasuk terhadap alam. Kejujuran ini diketahui dari ungkapan adat mbuah page nisuan, merih manuk niasuh (berlimpah hasil pertanian dan berkembang biak ayam yang diternakkan), artinya jika kita ingin mendapatkan sesuatu maka kita harus berusaha mendapatkannya, suatu hasil tidak akan datang cuma-cuma tanpa ada usaha (Prinst, 2004: 70).

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo dikenal ada tiga kelompok kerabat, yaitu kalimbubu (orang yang kedudukannya lebih tinggi dalam adat), anak beru (orang yang kedudukannya lebih rendah), dan sembuyak/senina (orang yang kedudukannya sejajar). Seseorang berkedudukan sebagai kalimbubu bargantung kepada situasi dan kondisi, demikian sebaliknya. Artinya tidak selamanya seseorang berkedudukan sebagai kalimbubu begitu juga anak beru tidak selamanya menjadi anak beru. Dalam kegiatan-kegiatan adat, kalimbubu adalah kelompok yang paling dihormati dan disegani, sedangkan anak beru adalah kelompok yang bekerja di dapur, artinya anak beru bertugas untuk memasak dan melayani kalimbubu. Oleh karena itu, orang tua selalu mengajarkan anak-anaknya untuk selalu menghormati kalimbubunya. Hal ini semakin terlihat ketika mereka beranjak dewasa, yang mana remaja-remaja Karo menghormati kalimbubunya walaupun usia mereka sama dan mencoba menjaga perasaan kalimbubunya. Dalam ikatan kekeluargaan, dikenal motto hidup: “mehamat erkalimbubu, metenget ersembuyak/ersenina, janah metami man anak beru” yang artinya hormat kepada kalimbubu, senantiasa menunjukkan perhatian terhadap senina dan menyayangi anak beru.


(35)

12

Pada masyarakat Karo sering didengar ucapan “la tengka nggelar-gelari, turah pagi jaung ibas igung” yang berarti “dilarang menyebut-nyebut nama (orang), karena dapat menyebabkan jagung tumbuh di hidung”. Ucapan tersebut dipergunakan oleh orang tua supaya anak belajar untuk menghormati dan menghargai orang lain, terutama yang lebih tua. Ungkapan ini disampaikan untuk menakut-nakuti anak-anak. Untuk memanggil orang lain, orang Karo menggunakan sebutan bapak, mamak/nande, kakak, abang, agi, kila, bibi, mama, mami, silih, eda, permain, bebere, dan sebagainya menurut aturan kekerabatan tertentu. Orang yang suka menggelar-gelari (memanggil nama orang lain dengan sesuka hati) dikatakan sebagai orang yang tidak tahu adat, orang yang dibenci masyarakat (Henry Guntur Tarigan, 1990).

Hubungan kekerabatan dalam masyarakat Karo diketahui melalui ertutur. Jika orang Karo bertemu dengan orang Karo lainnya biasanya akan segera bertutur. Dalam bertutur mereka akan saling menanyakan merga atau beru, bebere, soler, kampah, binuang dan kempunya, namun sekarang yang umum ditanyakan hanyalah merga atau beru dan beberenya saja. Hal selanjutnya yang ditanyakan adalah tempat tinggal, asal orang tua, dan beberapa hal lain yang dianggap penting. Hal ini dilakukan untuk menjalin relasi yang erat dengan sesama (E.P Gintings, 1995).

Dalam masyarakat Karo dikenal juga Sumbang si Siwah (sembilan jenis larangan), yaitu (1) Sumbang Perkundul (cara duduk yang tidak sopan), (2) Sumban Pengerana (cara berbicara yang tidak sopan/kasar), (3) Sumbang Pengenen (cara melihat yang tidak baik), (4) Sumbang Perpan (cara makan yang


(36)

13

tidak sopan), (5) Sumbang Perdalan (cara berjalan yang tidak baik), (6) Sumbang Pendahin (pekerjaan yang dibenci orang), (7) Sumbang Perukuren (cara berpikir yang jelek), (8) Sumbang Peridi (cara mandi yang dilarang oleh adat istiadat), (9) Sumbang Perpedem (cara tidur yang tidak baik) (www.sibayak.org). Sumbang si Siwah merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan dalam bertingkah laku, karena segala tingkah laku masyarakat Karo harus berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan Sumbang si Siwah merupakan salah satu pedoman dalam bertingkah laku.

Dalam masyarakat Karo dikenal juga Daliken si telu. Daliken si telu adalah bagian dari masyarakat Karo yang merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan, khususnya kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan adat-istiadat dan interaksi antar masyarakat Karo. Daliken si telu ini dikenal sebagai kalimbubu, sembuyak/senina, dan anak beru, sehingga setiap anggota masyarakat Karo terikat kepada daliken si telu. Melalui daliken si telu, masyarakat Karo saling berkerabat, baik berkerabat karena hubungan darah (satu keturunan), maupun berkerabat karena hubungan pernikahan. Adapun nilai-nilai yang dominan yang terdapat didalam daliken si telu adalah nilai gotong royong dan kekerabatan. Berdasarkan nilai kekerabatan, kebersamaan dan gotong royong yang dilandasi oleh nilai kasih sayang, masyarakat Karo diajak, diarahkan, dibina, dibimbing atau bahkan dipaksa agar mau mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah adat istiadat Karo. Jika muncul masalah-masalah sosial didalam keluarga masyarakat Karo, masalah itu baru dikatakan tuntas, selesai, dan sah, bila daliken si telu pihak bermasalah ikut berpartisipasi menyelesaikannya. Jalan keluar yang


(37)

14

ditawarkan daliken si telu akan bervariasi, tergantung kepada masalah yang muncul (www.library.usu.ac.id).

Adat istiadat lain yang terdapat dalam Batak Karo ialah njujungi beras piher, yaitu suatu upacara yang dilakukan kepada seseorang sebagai ucapan syukur dan selamat, karena telah berhasil dalam menjalankan tugas tertentu, luput dari mara bahaya, sembuh dari penyakit, menerima seseorang dari tempat jauh, atau menerima tamu terhormat. Adat lainnya adalah mesur-mesuri, yaitu upacara tujuh bulanan bagi seorang perempuan yang sedang hamil. Ini bertujuan untuk mempersiapkan ibu untuk melahirkan anak agar ibu dapat melahirkan dengan selamat (Prinst, 2004: 275). Kebudayaan-kebudayaan ini berisi nilai-nilai atau values yang dianut oleh masyarakat Karo.

Values sendiri terbentuk melalui proses transmisi, yaitu keyakinan apakah sesuatu itu benar/salah, baik/buruk, atau dikehendaki/tidak dikehendaki. Dalam proses transmisi ini terdapat tiga komponen utama yaitu kognitif, afektif, dan behavior (International Encyclopedia of the Social Science, 1998). Komponen yang pertama yaitu kognitif, muncul dalam bentuk pemikiran atau pemahaman terhadap value mengenai baik/buruk, diinginkan/tidak diinginkannya suatu objek atau kejadian yang ada di sekitar orang yang bersangkutan. Komponen yang kedua yaitu afektif, adalah suatu value yang awalnya hanya berupa pemahaman, kemudian berkembang menjadi suatu penghayatan seperti suka/tidak suka, senang/tidak senang terhadap suatu objek atau kejadian. Komponen yang ketiga yaitu behavior, sudah semakin mendalam pada diri seseorang dan dimunculkan


(38)

15

dalam bentuk tingkah laku, seperti bertingkah laku sesuai dengan values yang menonjol pada orang tersebut.

Values merupakan suatu keyakinan dalam mengarahkan tingkah laku sesuai dengan keinginan dan situasi yang ada (Schwartz, 2001). Menurut Schwartz, terdapat sepuluh tipe values, yaitu self-directive value, stimulation value, security value, conformity value, tradition value, benevolence value, universalism value, achievement value, power value, hedonism value (Schwartz dan Bilsky, 1987 dalam Zanna: 3).

Self-directive value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pemikiran dan tindakan yang bebas dalam memilih, menciptakan, atau menyelidiki; merujuk pada kebebasan, memilih tujuan sendiri, dan berkeinginan keras. Stimulation value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan ketertarikan atau kesukaan terhadap sesuatu yang baru atau tantangan dalam hidup; merujuk pada kehidupan yang berwarna (ada perubahan-perubahan dalam hidup), dan kehidupan yang penuh kegembiraan.

Security Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu menggambarkan betapa pentingnya rasa aman dalam diri maupun lingkungan; value ini menunjuk pada aturan bermasyarakat, keamanan dalam keluarga, dan keamanan negara. Pada masyarakat Karo, nilai ini dapat dilihat dari adat cabur bulung, nabei, Sumbang si Siwah, adi ngalo la rido, nggalar la rutang, kerin, merdang merdem, mesur-mesuri, njujungi beras piheri, pepatah “la tengka nggelar-gelari, turah pagi jaung ibas igung”, dan pepatah “mehamat erkalimbubu, metenget ersembuyak/ersenina, janah metami man anak beru”. Conformity Value, yaitu


(39)

16

sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pengendalian diri dari tindakan yang dapat membahayakan orang lain atau ekspektasi sosial; biasanya ditunjukkan dengan perilaku disiplin diri, patuh, sopan, menghargai orang yang lebih tua. Hal ini biasanya ditunjukkan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua maka tidak boleh membantah dan menatap mata orang yang lebih tua tersebut, dan juga tidak boleh memanggil nama orang lain sembarangan.

Tradition Value, yaitu sejauh mana individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada rasa hormat dan penerimaan bahwa budaya atau agama mempengaruhi individu; menunjuk pada sikap yang hangat, respek pada budaya, kesalehan, dan bisa menempatkan diri dalam bermasyarakat. Pada masyarakat Karo, dapat dilihat dari adat gancih abu, njujungi beras piher, dan Sumbang si Siwah. Benevolence Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku untuk memperhatikan atau meningkatan kesejahteraan orang-orang terdekat; ditunjukkan dengan perilaku menolong, memaafkan, loyal, jujur, bertanggungjawab, dan setia kawan. Hal ini dapat dilihat dari adat gancih abu, mangkok lawes mangkok reh, dan ertutur.

Universalism Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan penghargaan atau perlindungan terhadap kesejahteraan semua orang dan alam; merujuk pada kesamaan, perdamaian dunia, keindahan bumi, bersatu dengan alam, dan kebijaksanaan. Achievement Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesuksesan pribadi dengan memperlihatkan kompetensi menurut standar sosial; mengarah kepada kesuksesan, ambisi, kemampuan, dan yang berpengaruh.


(40)

17

Power Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada pencapaian status sosial atau dominasi atas orang-orang atau sumber daya; value ini menunjuk pada social power, kekayaan, otoritas, pengakuan oleh orang banyak. Pada masyarakat Karo nilai ini dapat dilihat dari ertutur dan pepatah “mehamat erkalimbubu, metenget ersembuyak/ersenina, janah metami man anak beru” Hedonism Value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesenangan atau sensasi yang memuaskan indera; merujuk kepada kesenangan dan menikmati hidup.

Values yang terdapat pada tiap-tiap orang Karo terbentuk melalui berbagai aspek transmisi (pemindahan) values, yaitu transmisi vertikal, oblique, dan horizontal (Cavali-Sforza dan Feldman, 1999 dalam Berry: 32). Transmisi vertikal dapat berupa transmisi enkulturasi dan sosialisasi khusus dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tua, seperti pola asuh. Orang tua mewariskan nilai, keterampilan, motif budaya, keyakinan , dan sebagainya kepada anak-cucu.

Transmisi oblique dapat dibedakan menjadi dua bagian. Pertama yaitu transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan itu sendiri (berasal dari kebudayaan yang sama), yang kedua adalah transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan lain (berasal dari kebudayaan yang berbeda). Transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang sama (kebudayaan Karo) terbentuk melalui orang dewasa lain (dalam kelompok primer dan sekunder) dengan proses enkulturasi dan sosialisasi sejak lahir sampai dewasa, misalnya dari dosen atau saudara yang berasal dari suku Karo, sedangkan transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan lain melalui orang dewasa lain akan terbentuk melalui proses akulturasi dan


(41)

18

resosialisasi khusus yaitu interaksi dengan orang lain yang berasal dari luar budaya Karo, misalnya dari saudara atau dosen yang bukan berasal dari suku Karo.

Transmisi horizontal adalah pemindahan value yang terjadi melalui enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya, misalnya dari teman kuliah yang berasal dari suku Karo juga (Berry, 1999: 33). Transmisi horizontal bisa juga terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi khusus, yaitu interaksi dengan orang lain yang berasal dari luar budaya Karo. Hal ini dapat terjadi melalui interaksi mahasiswa Karo dengan mahasiswa lain yang berasal dari suku lain, terutama teman satu fakultas.

Enkulturasi adalah proses yang memungkinkan kelompok memasukkan individu ke dalam budayanya sehingga memungkinkan individu membawa perilaku sesuai harapan budaya. Sebaliknya, akulturasi adalah perubahan budaya dan psikologis karena pertemuan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku yang berbeda. Terdapat 4 strategi akulturasi, yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan marjinalisasi. Asimilasi terjadi ketika individu yang mengalami akulturasi tidak ingin memelihara budaya dan jati diri, serta melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat dominan, misalkan mahasiswa Karo yang bergaul dengan mahasiswa yang berasal dari budaya lain dan ia melupakan budayanya. Separasi terjadi bila suatu nilai yang ditempatkan pada pengukuhan budaya asal seseorang dan suatu keinginan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, misalkan mahasiswa Karo yang menganggap sukunya sendiri yang paling benar dan bagus sehingga ia tidak ingin bergaul dengan


(42)

19

mahasiswa lain yang berasal dari suku yang berbeda. Integrasi adalah adanya minat terhadap keduanya, baik memelihara budaya asal maupun melaksanakan interaksi dengan orang lain, misalkan mahasiswa Karo yang tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Karo dan juga tetap berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari suku yang berbeda, serta tetap menghormati budaya yang berbeda. Marjinalisasi adalah minat yang kecil untuk pelestarian budaya dan sedikit minat melakukan hubungan dengan orang lain karena alasan pengucilan atau diskriminasi, sehingga ia akan menjadi individu yang takut untuk bergaul dan lebih memilih untuk sendiri (Berry, 1999: 542).

Pembentukan values pada mahasiswa tidak terlepas dari faktor-faktor internal mahasiswa itu sendiri. Faktor internal tersebut adalah pendidikan, jenis kelamin, dan agama. Pendidikan turut mempengaruhi values mahasiswa, menurut penelitian yang dilakukan Kohn & Schooler, 1983; Prince-Gibson & Schwartz, 1998, pendidikan berkorelasi positif dengan self-direction value dan stimulation value, dan mempunyai korelasi negatif dengan comformity value dan traditional value (Berry,1999: 533). Penelitian yang dilakukan oleh Roccos & Schwartz, 1997; Schwartz & Husmans, 1995, menyebutkan bahwa agama turut berperan dalam pembentukan values, semakin besar komitmen pada agama maka semakin diprioritaskan traditional value (Berry, 1999: 534).

Jenis kelamin juga berpengaruh dalam pembentukan values, orang dengan jenis kelamin laki-laki maka tipe values yang dimiliki lebih mengarah pada achievement value, power value, hedonism value, self-directive value, dan stimulation value, sedangkan pada perempuan, tipe values yang dimiliki lebih


(43)

20

mengarah pada benevolence value, dan security value. Individu dalam usia muda akan lebih menunjukkan value keterbukaan dibandingkan dengan individu yang usianya lebih tua (Feather, 1975; Rokeach, 1973 dalam Schwartz, 2001: 533), sehingga integrasi baru terjadi dari pikiran pada masa dewasa awal.

Masa remaja adalah masa berkembangnya autonomy value dalam diri setiap remaja. Autonomy value mengembangkan cara pandang remaja terhadap moral, agama, dan politik menjadi lebih abstrak terutama pada masa remaja akhir. Pada masa remaja akhir, individu-individu akan bertingkah laku sesuai dengan keyakinan (belief system) yang mencerminkan values yang sesuai dengan diri mereka, bukan bertingkah laku sesuai dengan values yang telah diajarkan oleh orang tua mereka (Steinberg, 2002: 314).

Sejak kecil orang tua sudah menanamkan nilai-nilai budaya Karo pada anak-anaknya, maka diperkirakan mahasiswa Karo telah memiliki penghayatan budaya Karo yang cukup mendalam dan sudah matang dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan dirinya sendiri sebagai orang Karo. Hal ini memungkinkan dilaksanakannya peneletian pada mahasiswa Karo di Universitas ”X” Medan, namun tidak menutup kemungkinan values yang ada pada mahasiswa Karo dipengaruhi pula oleh value dari budaya lain. Universitas “X” Medan terdiri dari beraneka ragam suku dan budaya, sehingga values budaya Karo yang tertanam pada diri mahasiswa Karo dapat dipengaruhi oleh budaya-budaya lain. Dengan adanya beraneka ragam suku di Universitas “X” Medan, maka memungkinkan adanya multikulturasi. Multikulturasi adalah suatu kondisi sosial-politik yang di dalamnya individu dapat mengembangkan dirinya sendiri baik


(44)

21

dengan cara menerima dan mengembangkan identitas budaya yang terdapat dalam dirinya, maupun dengan menerima segala karakteristik dari berbagai kelompok budaya dan berhubungan dan berpartisipasi dengan seluruh kelompok budaya dalam lingkungan masayarakat yang luas (Berry, 1992: 375). Dengan beraneka ragamnya suku yang ada di Universitas “X” Medan, maka mahasiswa Karo selalu berhubungan dan berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang berasal dari budaya yang berbeda sehingga secara disadari atau pun tidak disadari, values yang berasal dari budaya yang berbeda dapat mempengaruhi values yang terdapat dalam diri mahasiswa Karo.

Untuk menjelaskan kerangka pemikiran diatas maka dibuatlah bagan kerangka pikir sebagai berikut :


(45)

22

Faktor Internal

• Usia

• Jenis Kelamin • Agama • Pendidikan

Mahasiswa dengan Latar Belakang Budaya

Batak Karo di Universitas “X”

Medan

Oblique Transmission

Dari orang dewasa lain: 1. Enkulturasi umum 2. Sosialisasi

Oblique Transmission

Dari orang dewasa lain: 1. Akulturasi umum 2. Resosialisasi khusus

Horizontal Transmission

1. Akulturasi umum dari teman sebaya

2. Resosialisasi dari teman sebaya

Horizontal Transmission

1. Enkulturasi umum dari teman sebaya

2. Sosialisasi khusus

Schwartz’s values

Self directive value Stimulation value Hedonism value Achievment value Power value Security value Conformity value Traditional value Benevolence value

Universalism value Budaya Sendiri

Budaya Lain

Vertical Transmission

1. Enkulturasi umum (Pewarisan nilai) 2. Sosialisasi khusus


(46)

23

I. 6 Asumsi

1. Sumber pembentukan values pada mahasiswa yang berusia 18-22 tahun dengan latar belakang budaya Karo di Universitas “X” Medan dapat dibagi dua, yaitu internal (usia, jenis kelamin, agama, pendidikan) dan eksternal (orang tua, teman sebaya, dosen, senior).

2. Mahasiswa Karo yang berusia 18-22 tahun di Universitas “X” Medan mempunyai 10 Schwartz’s values yang sama dengan kebudayaan lainnya tetapi berbeda dalam derajat kepentingannya. Kesepuluh Schwartz’s values tersebut yaitu traditional value, hedonism value, benevolence value, conformity value, universalism value, stimulation value, self-directive value, achievement value, power value, dan security value.


(47)

(48)

104

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

mengenai Schwartz’s values terhadap 201 mahasiswa Batak Karo di Universitas “X”

Medan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1.

Dalam

content Schwartz’s value telah teridentifikasi sepuluh first order type

value yaitu,

conformity, benevolence, universalism, security,

self-direction,

achievement, traditional, stimulation, hedonism,dan

power value sesuai

dengan skema

value system yang dibuat oleh Schwartz, walaupun terdapat

pula item-item single value yang muncul di region value lain.

2.

Structure value menunjukkan empat

second order value type yaitu

openness

to change,

conservation,

self-transcendence, dan

self-enhancement,

serta

menggambarkan korelasi antar

second order value type

yang

compatibility,

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Schwartz. Ada

value yang

menurut Schwartz

conflict

tetapi pada kenyataannya tidak

conflict, hal ini

berkaitan dengan nilai-nilai Karo yang lebih mengutamakan keseimbangan

antar kepentingan.

3.

Hierarchy value pada mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan yang


(49)

105

universalism, security,

self-direction, achievement, traditional, stimulation,

hedonism,dan power value.

4.

Jenis kelamin berkaitan dengan perkembangan dari beberapa

value pada

mahasiswa, yaitu:

Traditional, self-direction, stimulation,

dan

power value pada mahasiswa

lebih penting dibanding mahasiswi, karena sesuai dengan nilai-nilai Karo

bahwa mahasiswa menjadi penerus tradisi dan adat istiadat Karo sehingga

mereka harus menjadi orang yang bisa melestarikan budaya Karo dan

menjadi pemimpin dalam acara adat maupun keluarganya.

Security value pada mahasiswi lebih penting dibanding mahasiswa,

karena mahasiswi biasanya memiliki hubungan yang lebih dekat dengan

keluarganya sehingga saat berjauhan dengan keluarganya tersebut, mereka

merasa security value lebih penting.

5.

Usia berkaitan dengan perkembangan

universalism value pada mahasiswa

Batak Karo di Universitas “X” Medan, karena semakin tinggi usia maka

semakin sering berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda suku dan

budaya sehingga menganggap semua orang itu sama.

5.2.

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya

maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:


(50)

106

1.

Penelitian Lanjutan

Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih

mendalam mengenai value dengan membedakan antar agama, jenis kelamin

ataupun tahap perkembangan.

Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada sampel yang berbeda, misalnya

pada mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda, misalnya

Betawi, Padang, Manado, Aceh.

2.

Guna Laksana

Bagi perkumpulan mahasiswa Karo (IMKA) di Universitas “X” Medan

sehingga mengetahui gambaran mengenai value dari mahasiswa Karo, dan

perkumpulan tersebut dapat memperbanyak kegiatan yang berkaitan dengan

Budaya Karo, seperti diskusi tentang budaya Karo sehingga dapat

melestarikan nilai-nilai Karo yang relevan dengan perkembangan zaman

agar mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan mampu menyesuaian

diri dengan tuntutan di kota Medan.

Memberikan informasi bagi para orangtua mahasiswa Batak Karo di

Universitas “X” Medan agar memahami value yang dimiliki putra-putrinya

dan lebih mengajarkan budaya Karo yang relevan dengan perkembangan

zaman secara mendalam sehingga mahasiswa tidak hanya mengetahui

budaya Karo tetapi juga memahaminya.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992.

Cross-cultural

Psychology.

New York: Cambridge University Press.

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1999.

Psikologi Lintas

Budaya: Riset dan Aplikasi

. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ginting, E. P. 1995.

Adat istiadat Karo: Kinata berita si meriah i bas masyarakat

Karo.

Kabanjahe: GBKP Abdi Karya.

Gulo, W. 2004.

Metodologi Penelitian.

Jakarta: PT. Grasindo.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000.

Research Methods: a process of

inquirí, fourth edition.

Needham Heights: Allyn & Bacon.

Koentjaraningrat, Prof., Dr. 1985.

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta:

Djembatan.

Prinst, Darwin, S. H., 2004.

Adat Karo

. Medan: Bina Perintis Media.

Schwartz, S. H. 2001. Value hierarchies across culture taking a similar perspective.

Journal of cross-cultural psychology

Vol. 32. no. 32. May 2001, 268-290.

Schwartz, Shalom H. 1990.

Universal in the Content and Strusture of values:

Theoretical Advances and Empirical Test in 20 Countries.

In Zanna. M.P.Ed.

Advance in experimental social psychology Vol.25, 1-65. Oralando, FL :

Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., & Burgess, S. 2001.

Extending The Cross-

Cultural validity of The Theory of basic Human Value with A Different

Method of Measurament

. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No.5.

September 2001.

Sitepu, Sempa. 1993.

Sejarah pijer podi adat nggeluh suku Karo Indonesia.

Medan:

Forum Komunikasi Masyarakat Karo (FKMK) SU.


(52)

Tarigan, DR. Henry Guntur. 1990.

Percikan Budaya Karo

. Jakarta: Yayasan Merga

Silima.


(53)

DAFTAR RUJUKAN

Hapsari, M. 2005. Studi deskriptif mengenai

value

Schwartz

pada siswa kelas III

SMA Kristen “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

International Encyclopedia of The Social Science, Vol 1 & 2, pp 450-452, 1998.

International Encyclopedia of The Social Science, Vol 15-17, pp 283-291, 1998.

Krista. 2007. Studi Deskriptif mengenai

value

Schwartz

pada masyarakat desa “X“

dengan latar belakang budaya Karo di Kabupaten Karo. Universitas Kristen

Maranatha.

Manase Sembiring

(Personal Communication).

Terkelin Tarigan

(Personal Communication).

Sariarum, W. 2005. Studi deskriptif mengenai

value

pada siswa SMA Katolik “X” di

Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

www.incis.or.id

www.library.usu.ac.id

www.sibayak.org

www.wisatanet.com

Z, Errol. 2005. Studi deskriptif mengenai

value

Schwartz

pada siswa/i dengan latar

belakang budaya Sunda di SMU ”X” kecamatan Pacet. Universitas Kristen

Maranatha.


(1)

104

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai Schwartz’s values terhadap 201 mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam content Schwartz’s value telah teridentifikasi sepuluh first order type value yaitu, conformity, benevolence, universalism, security, self-direction, achievement, traditional, stimulation, hedonism,dan power value sesuai dengan skema value system yang dibuat oleh Schwartz, walaupun terdapat pula item-item single value yang muncul di region value lain.

2. Structure value menunjukkan empat second order value type yaitu openness to change, conservation, self-transcendence, dan self-enhancement, serta menggambarkan korelasi antar second order value type yang compatibility, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Schwartz. Ada value yang menurut Schwartz conflict tetapi pada kenyataannya tidak conflict, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai Karo yang lebih mengutamakan keseimbangan antar kepentingan.

3. Hierarchy value pada mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan yang tersusun berdasarkan tingkat kepentingannya adalah conformity, benevolence,


(2)

105

universalism, security, self-direction, achievement, traditional, stimulation, hedonism,dan power value.

4. Jenis kelamin berkaitan dengan perkembangan dari beberapa value pada mahasiswa, yaitu:

Traditional, self-direction, stimulation, dan power value pada mahasiswa lebih penting dibanding mahasiswi, karena sesuai dengan nilai-nilai Karo bahwa mahasiswa menjadi penerus tradisi dan adat istiadat Karo sehingga mereka harus menjadi orang yang bisa melestarikan budaya Karo dan menjadi pemimpin dalam acara adat maupun keluarganya.

Security value pada mahasiswi lebih penting dibanding mahasiswa, karena mahasiswi biasanya memiliki hubungan yang lebih dekat dengan keluarganya sehingga saat berjauhan dengan keluarganya tersebut, mereka merasa security value lebih penting.

5. Usia berkaitan dengan perkembangan universalism value pada mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan, karena semakin tinggi usia maka semakin sering berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda suku dan budaya sehingga menganggap semua orang itu sama.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:


(3)

106

1. Penelitian Lanjutan

♦ Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih mendalam mengenai value dengan membedakan antar agama, jenis kelamin ataupun tahap perkembangan.

♦ Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada sampel yang berbeda, misalnya pada mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda, misalnya Betawi, Padang, Manado, Aceh.

2. Guna Laksana

♦ Bagi perkumpulan mahasiswa Karo (IMKA) di Universitas “X” Medan sehingga mengetahui gambaran mengenai value dari mahasiswa Karo, dan perkumpulan tersebut dapat memperbanyak kegiatan yang berkaitan dengan Budaya Karo, seperti diskusi tentang budaya Karo sehingga dapat melestarikan nilai-nilai Karo yang relevan dengan perkembangan zaman agar mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan mampu menyesuaian diri dengan tuntutan di kota Medan.

♦ Memberikan informasi bagi para orangtua mahasiswa Batak Karo di Universitas “X” Medan agar memahami value yang dimiliki putra-putrinya dan lebih mengajarkan budaya Karo yang relevan dengan perkembangan zaman secara mendalam sehingga mahasiswa tidak hanya mengetahui budaya Karo tetapi juga memahaminya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992. Cross-cultural Psychology. New York: Cambridge University Press.

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1999. Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ginting, E. P. 1995. Adat istiadat Karo: Kinata berita si meriah i bas masyarakat Karo. Kabanjahe: GBKP Abdi Karya.

Gulo, W. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: a process of inquirí, fourth edition. Needham Heights: Allyn & Bacon.

Koentjaraningrat, Prof., Dr. 1985. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djembatan.

Prinst, Darwin, S. H., 2004. Adat Karo. Medan: Bina Perintis Media.

Schwartz, S. H. 2001. Value hierarchies across culture taking a similar perspective. Journal of cross-cultural psychology Vol. 32. no. 32. May 2001, 268-290. Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in the Content and Strusture of values:

Theoretical Advances and Empirical Test in 20 Countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology Vol.25, 1-65. Oralando, FL : Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross- Cultural validity of The Theory of basic Human Value with A Different Method of Measurament. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No.5. September 2001.

Sitepu, Sempa. 1993. Sejarah pijer podi adat nggeluh suku Karo Indonesia. Medan: Forum Komunikasi Masyarakat Karo (FKMK) SU.


(5)

Tarigan, DR. Henry Guntur. 1990. Percikan Budaya Karo. Jakarta: Yayasan Merga Silima.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Hapsari, M. 2005. Studi deskriptif mengenai value Schwartz pada siswa kelas III SMA Kristen “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

International Encyclopedia of The Social Science, Vol 1 & 2, pp 450-452, 1998. International Encyclopedia of The Social Science, Vol 15-17, pp 283-291, 1998. Krista. 2007. Studi Deskriptif mengenai value Schwartz pada masyarakat desa “X“

dengan latar belakang budaya Karo di Kabupaten Karo. Universitas Kristen Maranatha.

Manase Sembiring (Personal Communication). Terkelin Tarigan (Personal Communication).

Sariarum, W. 2005. Studi deskriptif mengenai value pada siswa SMA Katolik “X” di Bandung. Universitas Kristen Maranatha.

www.incis.or.id www.library.usu.ac.id www.sibayak.org www.wisatanet.com

Z, Errol. 2005. Studi deskriptif mengenai value Schwartz pada siswa/i dengan latar belakang budaya Sunda di SMU ”X” kecamatan Pacet. Universitas Kristen Maranatha.


Dokumen yang terkait

Panjang Akar Molar Tigamandibula Yang Baru Erupsi Pada Mahasiswa Fkg Usu Berusia 18 – 20 Tahun Melalui Radiografi Periapikal

1 60 57

Proses Komunikasi Pesta Budaya Tahunan Pada Suku Karo di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Proses Komunikasi Pesta Budaya Tahunan Pada Suku Karo di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo)

1 56 139

Persepsi Mahasiswa Mengenai Kebersihan Makanan di Warung Tepi Jalan Di Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan.

2 66 50

Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi dengan Lingkungan Kampusnya)

0 17 77

Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi dengan Lingkungan Kampusnya)

0 5 77

Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung)

7 36 104

Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo (Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce Mengenai Makna Simbol Pengretret Rumah Adat Batak Karo di Sumatera Utara)

8 103 90

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Budaya Kerja Pengusaha Butik Studi Deskriptif Pada Pengusaha Butik di Sun Plaza Medan

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kesalahan Penulisan Kaligrafi Arab Pada Mahasiswa Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara

0 4 6

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Radio Budaya Karo (1983-1997)

0 0 10