PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMTIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP.

(1)

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII Salah Satu SMP Negeri di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh: Imas Teti Rohaeti

NIM. 0900336

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung)

Oleh Imas Teti Rohaeti

Sebuah skripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika

pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Imas Teti Rohaeti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

\

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara


(3)

IMAS TETI ROHAETI

PENERAPAN MODEL TREFFINGER

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Bambang Avip Priatna, M. Si NIP. 196412051990031001

Pembimbing II

Drs. Endang Dedy, M. Si. NIP. 195805151984031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M. Ed., M. Sc., Ph. D. NIP. 196101121987031003


(4)

ABSTRAK

Imas Teti Rohaeti (0900336). Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matemtika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Salah satu cara untuk mengoptimalkan peningkatan kemampuan berpikir siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran Treffinger. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger, dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model

konvensional, serta untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan model Treffinger pada pembelajaran matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri di Bandung yang berada pada cluster ke-2, kemudian dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes kemampuan berpikir kreatif, lembar observasi dan angket skala sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa memberikan sikap positif terhadap penerapan model Treffinger pada pembelajaran matematika.


(5)

ABSTRACT

Imas Teti Rohaeti (0900336). Implementation of Treffinger Model in Mathematics Learning to Improve Creative Thinking Ability Junior High School Students.

This study was motivated by a not optimal improvement student’s creative thinking ability. One way to optimize student’s creative thinking ability is to apply Treffinger learning model. The aim of this study was to find out the difference improvement of student’s creative thinking ability who have received Treffinger learning model with student’s creative thinking ability who have received conventional learning model, and to find out the student’s attitudes toward the implementation of Treffinger model in mathematics learning. A quasi-experimental method was used in this study. The population of this study were all of eighth grade students in 2nd cluster one of junior high school at Bandung, then two classes were selected to be the study sample. The instrument used in this study consisted of tests of creative thinking ability, observation sheets and questionnaires attitude scale.The result of this study showed that improvement of student’s creative thinking ability who have received Treffinger learning model significantly higher than students who have received conventional learning. Students give positive attitude towards the implementation of Treffinger model in mathematics learning.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11

2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1 Kreativitas dan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 11

2.1.2 Pembelajaran Matematika ... 15

2.1.3 Model Pembelajaran Treffinger ... 17

2.1.4 Pembelajaran Konvensional ... 24

2.1.5 Sikap Siswa ... 25

1. Konsep Sikap ... 25

2. Sikap Siswa terhadap Matematika ... 26

3. Sikap Siswa terhadap Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika ... 27

2.1.6 Penelitian yang Relevan ... 28

2.2 Kerangka Pemikiran ... 28


(7)

BAB III METODE PENELITIAN... 34

3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 34

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

3.3 Variabel Penelitian... 35

3.4 Definisi Operasional ... 36

3.4.1 Kemampuan Berpikir Kreatif ... 36

3.4.2 Model Pembelajaran Treffinger ... 36

3.4.3 Pembelajaran Konvensional ... 36

3.5 Perangkat Pembelajaran... 37

3.5.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 37

3.5.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 37

3.6 Instrumen Penelitian ... 37

3.6.1 Instrumen Tes ... 37

1. Validitas ... 39

2. Reliabilitas ... 41

3. Indeks Kesukaran ... 43

4. Daya Pembeda ... 45

3.6.2 Instrumen Non-Tes ... 46

1. Lembar Observasi ... 46

2. Angket Skala Sikap ... 47

3.7 Prosedur Penelitian ... 54

3.7.1 Tahap Persiapan ... 54

3.7.2 Tahap Pelaksanaan ... 55

3.7.3 Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan ... 55

3.8 Teknik Analisis Data ... 57

3.8.1 Analisis Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 57

3.8.2 Analisis Data Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 57

1. Uji Normalitas ... 58


(8)

3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 58

3.8.3 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 59

1. Uji Normalitas ... 60

2. Uji Homogenitas Varians ... 60

3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 61

3.8.4 Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 62

3.8.5 Analisis Data Hasil Observasi ... 62

3.8.6 Analisis Data Angket Skala Sikap terhadap Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika ... 62

1. Menghitung Persentase Skor Data Angket Skala Sikap ... 63

2. Uji Normalitas ... 64

3. Uji One Sample t-Test ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Analisis Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 66

4.1.2 Analisis Data Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 69

4.1.3 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 70

4.1.4 Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 73

4.1.5 Analisis Hasil Observasi ... 74

1. Hasil Observasi terhadap Kelas Eksperimen ... 75

2. Hasil Observasi terhadap Kelas Kontrol ... 77

4.1.6 Analisis Data Angket Skala Sikap terhadap Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika ... 78


(9)

a. Sikap Siswa Sebelum Kegiatan Pembelajaran Matematika

dengan Menggunakan Model Treffinger ... 79

b. Sikap Siswa Selama Proses Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 80

c. Sikap Siswa Setelah Proses Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 81

2. Dimensi Guru ... 81

a. Sikap Siswa terhadap Kegiatan Pendahuluan yang Dilakukan Guru dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 81

b. Sikap Siswa terhadap Kegiatan Inti yang Dilakukan Guru dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 82

c. Sikap Siswa terhadap Kegiatan Penutup yang Dilakukan Guru dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 83

d. Sikap Siswa terhadap Kegiatan Evaluasi yang Dilakukan Guru dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Treffinger ... 83

e. Uji Normalitas ... 84

f. Uji One Sample t-Test ... 85

4.2 Pembahasan ... 85

4.2.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 86

4.2.2 Pelaksanaan Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 89

4.2.3 Sikap Siswa terhadap Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 93


(10)

LAMPIRAN ... 99 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(11)

DAFTARTABEL

Tabel 2.1 Teknik-teknik Pembelajaran Model Treffinger ... 22

Tabel 2.2 Keterkaitan Tahapan Model Treffinger dan Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 31

Tabel 3.1 Rubrik Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif ... 38

Tabel 3.2 Kategori Validitas Nilai rXY ... 40

Tabel 3.3 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 41

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas ... 42

Tabel 3.5 Kategori Indeks Kesukaran ... 44

Tabel 3.6 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 44

Tabel 3.7 Kategori Daya Pembeda ... 45

Tabel 3.8 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 45

Tabel 3.9 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 46

Tabel 3.10 Kisi-kisi Angket Skala Sikap terhadap Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika ... 49

Tabel 3.11 Validitas Butir Pernyataan Angket Tahap 1 ... 51

Tabel 3.12 Validitas Butir Pernyataan Angket Tahap 2 ... 52

Tabel 3.13 Klasifikasi Hasil Perhitungan Persentase Skala Sikap ... 63

Tabel 4.1 Hasil Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 67

Tabel 4.2 Hasil Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 67

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Data Pretest dan Data Posttest ... 68

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Pretest ... 69

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney Data Pretest ... 70

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Gain Ternormalisasi ... 71

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Data Gain Ternormalisasi ... 72

Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73


(12)

Tabel 4.9 Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas

Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 74

Tabel 4.10 Hasil Observasi terhadap Kelas Eksperimen ... 75

Tabel 4.11 Hasil Observasi terhadap Kelas Kontrol ... 77

Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Observasi teerhadap Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Tabel 4.13 Data Angket Skala Sikap Siswa Sebelum Kegiatan Pembelajaran .. 79

Tabel 4.14 Data Angket Skala Sikap Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 80

Tabel 4.15 Data Angket Skala Sikap Siswa Setelah Proses Pembelajaran ... 81

Tabel 4.16 Data Angket Skala Sikap Siswa terhadap Kegiatan Pendahuluan .... 81

Tabel 4.17 Data Angket Skala Sikap Siswa terhadap Kegiatan Inti ... 82

Tabel 4.18 Data Angket Skala Sikap Siswa terhadap Kegiatan Penutup ... 83

Tabel 4.19 Data Angket Skala Sikap Siswa terhadap Kegiatan Evaluasi ... 83

Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Data Angket Skala Sikap ... 84


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Belajar Kreatif Treffinger...19

Gambar 3.1 Rancangan Alur Kegiatan Penelitian ...56


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

:

PERANGKAT PEMBELAJARAN ... 100

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 101

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 149

LAMPIRAN B: INSTRUMEN PENELITIAN ... 173

B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 174

B.2 Lembar Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 181

B.3 Lembar Observasi Kelas Eksperimen ... 182

B.4 Lembar Observasi Kelas Kontrol ... 184

B.5 Kisi-kisi Angket Skala Sikap ... 186

B.6 Angket Skala Sikap ... 187

LAMPIRAN C: DATA HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 189

C.1 Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 190

C.2 Validitas Instrumen Tes ... 191

C.3 Reliabilitas Instrumen Tes ... 193

C.4 Indeks Kesukaran Instrumen Tes ... 195

C.5 Daya Pembeda Instrumen Tes ... 196

C.6 Perhitungan Validitas Instrumen Angket Tahap 1 ... 198

C.7 Perhitungan Validitas Instrumen Angket Tahap 2 ... 200

C.8 Perhitungan Reliabilitas Instrumen Angket ... 202

C.9 Tabel Distribusi t ... 204

LAMPIRAN D: DATA HASIL PENELITIAN ... 205

D.1 Data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 206


(15)

D.2 Analisis Deskriptif Data Pretest dan Posttest ... 207

D.3 Uji Inferensi Data Pretest ... 208

D.4 Data Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 211

D.5 Uji Inferensi Data Gain Ternormalisasi ... 212

D.6 Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 215

D.7 Data Hasil Observasi ... 217

D.8 Data Angket Skala Sikap ... 222

D.9 Uji Inferensi Data Angket Skala Sikap ... 228

LAMPIRAN E: CONTOH HASIL PENELITIAN ... 230

E.1 Contoh Jawaban Pretest Kelas Eksperimen ... 231

E.2 Contoh Jawaban Pretest Kelas Kontrol ... 233

E.3 Contoh Jawaban Posttest Kelas Eksperimen ... 235

E.4 Contoh Jawaban Posttest Kelas Kontrol ... 237

E.5 Contoh Jawwaban LKS Kelas Eksperimen ... 239

E.6 Contoh Jawaban Angket Skala Sikap ... 278

E.7 Lembar Observasi Kelas Eksperimen ... 282

E.8 Lembar Observasi Kelas Kontrol ... 290

LAMPIRAN F: ADMINISTRASI ... 298

F.1 Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 299

F.2 Surat Izin Uji Instrumen ... 300

F.3 Surat Izin Penelitian ... 301

F.4 Surat Pernyataan Izin Penelitian ... 302

F.5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 303


(16)

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang begitu besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Salah satu dampak tersebut adalah munculnya permasalahan hidup yang kompleks dan kompetitif. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keahlian hidup (Life Skills) yang baik untuk bersaing dan berkompetisi. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kualitas SDM dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Salah satu cara untuk meningkatan kualitas SDM adalah melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nugraha (2009) yang menyatakan bahwa peningkatan SDM dapat dilakukan dengan adanya pendidikan yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan SDM melalui pendidikan nasional. Dengan adanya pencanangan pendidikan nasional di Indonesia diharapkan terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, maju, cerdas, kreatif, profesional, dan produktif.

Peningkatan kualitas SDM ditandai dengan terbentuknya manusia yang kreatif. Ruseffendi (Nugraha, 2009: 1) menyatakan bahwa salah satu indikator peningkatan kualitas SDM adalah terbentuknya manusia yang kreatif. Sifat kreatif akan tumbuh bila dilatih dan dibiasakan sejak awal untuk melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan memecahkan masalah.

Salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah adalah kemampuan berpikir kreatif. Mahmudi (2010: 2) menyatakan bahwa menurut Career Center Maine Department of Labor USA, kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja. Selain itu, menurut Suherman, dkk. (2003: 56) kemampuan berpikir kreatif akan membentuk seseorang terampil dalam memecahkan masalah. Karena manusia kreatif akan memiliki banyak gagasan dalam memecahkan masalah dan akan memilih


(18)

2

pemecahan masalah dengan menggunakan cara yang relevan dengan masalahnya, misalnya berdasarkan waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan gagasan tersebut.

Secara khusus dalam proses pembelajaran, Pomalato (2005) menyatakan bahwa indikator seseorang dikatakan mampu berpikir kreatif antara lain mampu memunculkan banyak gagasan untuk menyelesaikan masalah (kelancaran), mampu mengemukakan bermacam-macam pendekatan pemecahan masalah (keluwesan), mampu memberikan respon-respon yang unik (keaslian), mampu memikirkan sesuatu secara rinci (elaborasi), serta mampu menangkap maksud atau mampu memberikan tanggapan terhadap suatu situasi (kepekaan). Di samping itu dalam hal sikap, Munandar (Mulyana, 2005) menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki kreativitas apabila memiliki sikap rasa ingin tahu, mampu bersifat imajinatif dalam menyelesaikan masalah, merasa tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan dapat saling mengahargai satu sama lain.

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif adalah melalui pembelajaran matematika. Sumarmo (Pomalato, 2005) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika, salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah menjadikan siswa mempunyai pandangan yang lebih luas, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, objektif, terbuka, inovatif, dan kreatif. Untuk itu, siswa diharapkan dapat difasilitasi dengan pembelajaran yang mampu mengembangkan pikiran inovatif dan kreatif, mengembangkan daya nalar, berpikir logis, sitematika logis, kreatif, cerdas, rasa keindahan, sikap terbuka dan rasa ingin tahu.

Selain itu, dalam standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Siswono (2009), menyatakan bahwa


(19)

3

selama ini kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama telah menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan.

Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, seperti Sulivan, Ruseffendi, dan Marpaung (Pomalato, 2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di dalam kelas pada umumnya hanya terpusat pada guru, yang mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran. Selain itu, pada umumnya orientasi pengajaran matematika itu kepada hasil, soal-soalnya terutama mengenai ingatan, pemahaman, keterampilan, disuapi, dan semacamnya, siswa tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, pada umumnya siswa duduk di atas kursi selama proses pembelajaran. Kondisi ini

menunjukkan bahwa pembelajaran matematika masih belum mampu

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Padahal kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Kemampuan berpikir kreatif siswa Indonesia pada kenyataannya masih jauh dari sempurna. Hal ini didukung oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (2009), yang menyatakan bahwa pada tahun 2007 Indonesia berada pada ranking 36 dari 48 negara untuk skor matematika siswa internasional kelas VIII. Dalam penelitian yang dilakukan TIMSS tahun 2007 ini, kompetensi siswa yang diamati antara lain pengetahuan, penerapan, dan penalaran, sedangkan materinya mencakup pokok bahasan bilangan, aljabar, geometri, data, dan peluang. Menurut hasil analisis TIMSS 2007, rata-rata skor matematika siswa Indonesia untuk setiap kemampuan yang diteliti masih di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional untuk kemampuan pengetahuan berada pada ranking ke-38, kemampuan penerapan berada pada ranking ke-35, dan kemampuan penalaran berada pada ranking ke-36 dari 48 negara. Kurangnya kemampuan penalaran ini dapat disebabkan oleh kemampuan


(20)

4

berpikir kreatif siswa yang masih kurang, karena kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian dari penalaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Krulick dan Rudnick (Sulianto, 2011) bahwa penalaran mencakup berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Selain itu, Sudiarta (Mustakim, 2006) mengemukakan bahwa di Indonesia prestasi dan minat belajar matematika masih rendah karena pembelajaran matematika masih didominasi aktivitas latihan-latihan pencapaian mathematical basic skills atau perhitungan matematika dasar semata. Sudiarta juga mengemukakan bahwa dari pengamatan dan hasil tes awal penjenjangan kemampuan berpikir kreatif 35 orang siswa, ternyata hanya 3 (tiga) siswa yang termasuk kategori cukup kreatif, 12 (dua belas) siswa termasuk kategori kurang kreatif, dan 20 (dua puluh) siswa termasuk kategori tidak kreatif.

Secara khusus, berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan peneliti kepada salah satu guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 26 Bandung dapat dikatakan bahwa kemampuan matematika yang dimiliki siswa SMP Negeri 26 Bandung cenderung masih kurang. Kemampuan matematika yang dimaksud antara lain kemampuan komunikasi matematik, di mana kurang dari 50% siswa dalam satu kelas yang mampu memberikan pendapat, mampu menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat matematika, dan mampu mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan siswa yang lain.

Di samping kemampuan komunikasi matematik, siswa cenderung kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah penalaran karena kebanyakan soal latihan yang diberikan dalam proses pembelajaran adalah soal-soal pemahaman. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kurangnya kemampuan penalaran ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Kemampuan bepikir kritis siswa dianggap masih kurang, karena siswa kurang mampu dalam memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan, serta menyimpulkan materi yang diberikan siswa selama pembelajaran berlangsung. Adapun kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa disebabkan oleh kecenderungan siswa yang menganggap bahwa penyelesaian soal matematika itu


(21)

5

hanya satu, selain itu siswa belum mampu menyelesaikan soal matematika dengan menggunakan beberapa cara, dan hanya sedikit siswa yang peka terhadap maksud dari masalah matematika yang diberikan oleh guru.

Kurangnya kemampuan matematika siswa SMP Negeri 26 Bandung ini salah satunya disebabkan oleh metode pembelajaran yang sering digunakan guru di dalam kelas, yaitu metode ekspositori atau metode ceramah yang disertai tanya jawab dengan siswa. Pada pelaksanaannya kurang dari 50% siswa yang aktif dalam pembelajaran dengan metode ini, siswa cenderung pasif dan hanya duduk dan mendengarkan apa yang dikatakan guru.

Selain itu, jika guru memberikan pembelajaran dengan model lain, misalnya model pembelajaran berbasis masalah, dalam satu kelas kurang dari 10 siswa yang mampu beradaptasi dengan proses pembelajaran matematika yang tersebut. Siswa cenderung sudah terbiasa dengan pembelajaran matematika yang didominasi oleh guru, banyak mendengar, banyak mencatat, dan kemudian banyak melakukan latihan soal.

Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat menimbulkan kesan yang positif maupun negatif pada diri siswa. Kesan tersebut dapat dilihat dari sikap siswa selama proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Ruseffendi (Darhim, 2004) yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara sikap dengan proses pembelajaran matematika.

Sikap siswa yang positif dapat membantu dalam mewujudkan tujuan pembelajaran matematika itu sendiri, termasuk di dalamnya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Begle (Darhim, 2004) yang menyatakan bahwa sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan hasil belajar matematika, yang terlihat dari lulusnya siswa tersebut dalam suatu atau keseluruhan tes, sehingga terjadi peningkatan kompetensi yang telah dirumuskan dalam kurikulum.

Berkaitan dengan sikap siswa terhadap matematika, melalui wawancara yang dilakukan peneliti, diperoleh data bahwa berdasarkan tanya jawab guru matematika SMP Negeri 26 Bandung dengan siswa dalam satu kelas, ternyata


(22)

6

hanya ada dua siswa dari 36 siswa yang menyukai matematika. Selain itu, dalam proses pembelajaran dapat dipastikan ada saja siswa yang tidak antusias dalam pembelajaran dan cenderung tidak memperhatikan. Ini menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap matematika belum sepenuhnya positif seperti apa yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran matematika.

Uraian di atas mencerminkan bahwa pembelajaran matematika saat ini belum mampu menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika serta belum mampu mengoptimalkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif, sehingga masih perlu diperbaiki. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran matematika saat ini adalah dengan menawarkan model pembelajaran yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada, khususnya yang berkaitan kemampuan berpikir kreatif siswa. Salah satu model pembelajaran yang menangani kreativitas secara langsung adalah model pembelajaran Treffinger. Pomalato (2005: 5) menyatakan bahwa model pembelajaran Treffinger melibatkan dua ranah, yaitu kognitif dan afektif, serta terdiri dari tiga tahapan penting, yaitu tahap pengembangan fungsi divergen, tahap pengembangan berpikir dan merasakan lebih kompleks, serta tahap pengembangan keterlibatan dalam tantangan nyata.

Pada tahap pertama, yaitu pengembangan fungsi-fungsi divergen, pembelajaran dilakukan dengan penekanan keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan beberapa kemungkinan. Sedangkan pada tahap kedua, yaitu tahap perkembangan berpikir dan merasakan secara lebih kompleks, pembelajaran dilakukan dengan penekanan kepada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Adapun pada tahap ketiga, yaitu tahap pengembangan keterlibatan dalam tantangan nyata, pembelajaran dilakukan dengan penekanan pada penggunaan proses-proses berpikir dan merasakan secara kreatif untuk menyelesaikan masalah secara bebas dan mandiri.

Menurut Pomalato (2005), teknik-teknik tahap pertama antara lain menggunakan teknik pemanasan, pemikiran dan perasaan terbuka, sumbang saran, penangguhan kritik, daftar penelitian gagasan, penyusunan sifat dan hubungan yang dipaksakan. Teknik-teknik tahap kedua meliputi teknik analisis morfologis,


(23)

7

bermain peran dan sosio-drama, serta synectic. Teknik-teknik tahap ketiga menggunakan teknik pemecahan masalah secara kreatif.

Model Treffinger dipandang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif karena pada dasarnya model ini mengasumsikan bahwa kreativitas merupakan proses dan hasil belajar. Selain itu model ini juga melibatkan kemampuan berpikir konvergen dan divergen secara bertahap dalam proses pemecahan masalah, mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya, dapat diterapkan secara fleksibel, dan ditujukan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan (Pomalato, 2005).

Selain itu, penerapan model Treffinger dalam pembelajaran matematika dipandang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena indikator kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (Agustiani, 2005), dan terdiri dari berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir asli (originality), serta berpikir rinci (elaboration) dapat difasilitasi oleh aspek kognitif tahap pertama dari model Treffinger, yaitu fluency, flexibility, originality, elaboration, cognition dan memory. Ranah afektif dalam model Treffinger ini juga memfasilitasi siswa untuk dapat memberikan sikap positif terhadap matematika, yang merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika (Darhim, 2004).

Penelitian terhadap penerapan model pembelajaran Treffinger dalam pembelajaran matematika sebelumnya telah dilakukan oleh Pomalato (2005) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Treffinger pada pembelajaran matematika memberikan kontribusi yang positif terhadap pengembangan maupun peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Maryati, Y. (2007) yang membandingkan peningkatan prestasi belajar matematika antara siswa SMP yang mendapat pembelajaran Model Penemuan Terbimbing dan Model Treffinger, di mana terdapat peningkatan prestasi belajar matematika baik pada kelas eksperimen yang menggunakan Model Penemuan Terbimbing maupun pada kelas eksperimen yang menggunakan Model Treffinger. Selain itu, penelitian Efendi, A. (2007) tentang penerapan Model Treffinger pada pembelajaran


(24)

8

matematika juga menyimpulkan bahwa Model Treffinger dapat mengembangkan kompetensi strategis siswa SMP.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui apakah penerapan model Treffinger pada pembelajaran matematika mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa SMP. Untuk menjawab pertanyaan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dan studi pendahuluan melalui wawancara tentang pembelajaran di SMP Negeri 26 Bandung, dapat diidentifikasi beberapa masalah, diantaranya:

1. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih kurang, hal ini ditunjukkan dengan kurang dari 50% siswa dalam satu kelas yang mampu memberikan pendapat, mampu menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat matematika, dan mampu mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas.

2. Kemampuan penalaran matematik siswa masih kurang, hal ini ditunjukkan dengan kurang mampunya siswa dalam menyelesaikan masalah penalaran, karena kebanyakan soal latihan yang diberikan dalam proses pembelajaran adalah soal-soal pemahaman.

3. Kemampuan bepikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih kurang, hal ini ditunjukkan dengan kurang mampunya siswa dalam memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan, serta menyimpulkan materi yang diberikan siswa selama pembelajaran berlangsung.

4. Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika masih kurang, hal ini dapat dilihat dari kecenderungan siswa yang menganggap bahwa penyelesaian soal matematika itu hanya satu, siswa belum mampu menyelesaikan soal matematika dengan menggunakan beberapa cara, dan hanya sedikit siswa yang peka terhadap maksud dari masalah matematika yang diberikan oleh guru.


(25)

9

5. Pembelajaran matematika di dalam kelas masih didominasi oleh guru, hal ini dapat dilihat dari seringnya guru memberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori.

6. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika belum sepenuhnya positif seperti apa yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran matematika. Salah satu contohnya adalah ketika guru bertanya kepada siswa dalam satu kelas, hanya dua orang yang mengaku menyukai pembelajaran matematika.

1.3Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, masalah-masalah di atas dibatasi hanya pada:

1. Kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Pembelajaran matematika di kelas yang masih didominasi oleh guru.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika belum sepenuhnya positif seperti apa yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran matematika.

Sehingga berdasarkan masalah ini, peneliti ingin melakukan penelitian untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui salah satu model pembelajaran yang berpusat siswa, yaitu model pembelajaran Treffinger pada pembelajaran matematika.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah siswa memberikan sikap positif terhadap penerapan model Treffinger pada pembelajaran Matematika?


(26)

10

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui apakah siswa memberikan sikap positif terhadap model

Treffinger pada pembelajaran Matematika atau tidak.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Memperkenalkan model pembelajaran Treffinger dalam pembelajaran matematika, sehingga bermanfaat bagi perkembangan teori pembelajaran. 2. Mengembangkan ilmu pendidikan matematika, khususnya dalam proses

kegiatan belajar mengajar di kelas. 1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi peneliti, sebagai wahana uji kemampuan terhadap bekal teori yang diperoleh di bangku perkuliahan serta upaya untuk mengembangkan ilmu pendidikan matematika.

2. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model Treffinger, sehingga guru dapat menerapkan atau mengembangkan kembali model Treffinger pada pembelajaran matematika guna meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dan kompetensi-kompetensi matematika yang lainnya.

3. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika, sebagai bekal untuk memecahkan masalah yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang.


(27)

34

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, (Sugiyono, 2013: 3). Sedangkan desain penelitian adalah rencana tentang cara mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian itu, (Nasution, 2000: 23).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, sebab subjek penelitian dalam hal ini siswa tidak dipilih secara acak, dan tidak dikelompokkan berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa. Menurut Ruseffendi (2005: 52) pada penelitian kuasi-eksperimen subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Pemilihan sampel dengan cara ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian dan pihak sekolah tidak ingin membentuk kelas baru yang menyebabkan perubahan jadwal yang telah ada.

Adapun desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Desain ini hampir mirip dengan pretest-posttest control group design, hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara acak, (Sugiyono, 2013: 116). Selain kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara acak, alasan memilih desain ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Treffinger dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pembelajaran konvensional.

Dua kelas dipilih sebagai sampel penelitian. Kelas pertama dijadikan kelas eksperimen, yaitu kelas yang diberikan pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Kelas kedua dijadikan kelas kontrol, yaitu kelas yang diberikan pembelajaran matematika dengan model konvensional. Sebelum diberikan perlakukan pembelajaran yang berbeda, terlebih dahulu dilakukan tes awal


(28)

35

(pretest) kepada kedua kelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kreatif siswa. Kemudian setelah perlakuan pembelajaran selesai, maka dilakukan tes akhir (posttest), untuk mengetahui bagaimana kemampuan akhir berpikir kreatif siswa.

Dengan demikian desain penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

O : adanya pretest/ posttest, yaitu tes kemampuan berpikir kreatif X : perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan model Treffinger - - - : sampel tidak dipilih secara acak

Sumber: Ruseffendi (1994: 47).

3.2Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kota Bandung yang berada pada satu cluster ke-2 semester ganjil tahun akademik 2013/ 2014. Alasan pemilihan SMP adalah bahwa berpikir kreatif harus mulai dikembangkan sedini mungkin. Salah satu aspek dalam model pembelajaran Treffinger adalah keterlibatan dalam tantangan nyata yang membutuhkan pengetahuan dan pengalaman kehidupan sehari-hari, untuk itu siswa SMP dirasa cukup memiliki pengetahuan dan pengalaman hidup, walaupun tidak banyak.

Dua kelas untuk dijadikan sampel, salah satu kelas dari sampel yang diambil tersebut akan dijadikan sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Adapun satu kelas yang lain dijadikan sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang diberikan perlakuan pembelajaran konvensional

3.3Variabel Penelitian

Terdapat dua buah variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel

O X O O O


(29)

36

terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013: 61).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Treffinger pada pembelajaran matematika. Adapun yang merupakan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa.

3.4Definisi Operasional

Definisi operasional terdiri atas kemampuan berpikir kreatif, model pembelajaran Treffinger, dan pembelajaran konvensional.

3.4.1 Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa yang meliputi keterampilan berpikir lancar (fluency), keterampilan berpikir luwes (flexibility), keterampilan berpikir orisinal (originality), keterampilan mengelaborasi (elaboration), dan kepekaan (sensitivity).

3.4.2 Model Pembelajaran Treffinger

Model pembelajaran Treffinger adalah model pembelajaran yang tidak hanya melibatkan keterampilan kognitif, namun melibatkan pula keterampilan afektif, sehingga keduanya saling berhubungan dalam mendorong seseorang belajar kreatif. Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran Treffinger terbagi atas tiga tahapan, tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen, tahap perkembangan berpikir dan merasakan secara lebih kompleks, dan tahap pengembangan keterlibatan dalam tantangan nyata.

3.4.3 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dalam

pelaksanaannya masih didominasi oleh guru, sehingga siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan soal baik secara individu maupun kelompok. Hal ini menyebabkan siswa pasif dan kurang mampu mengembangkan kreativitas yang ada dalam dirinya.


(30)

37

3.5Perangkat Pembelajaran

Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.5.1 RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan rencana kegiatan pembelajaran yang dibuat oleh guru untuk setiap pertemuan sebagai persiapan mengajar, sehingga pelaksanaan pembelajaran terorganisir dan sistematis untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.

3.5.2 LKS (Lembar Kerja Siswa)

Lembar Kerja Siswa adalah lembaran-lembaran berisi kegiatan dan permasalahan-permasalahn yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja siswa berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Lembar kerja siswa disusun sekreatif mungkin, memuat soal-soal yang dapat mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa.

3.6Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, digunakan dua macam instrumen, yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes yang digunakan adalah soal bentuk uraian. Sedangkan untuk data non tes terdiri dari lembar observasi dan angket skala sikap terhadap pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

3.6.1 Instrumen Tes

Tes diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap materi yang diajarkan. Instrumen tes yang digunakan adalah pretest dan posttest berbentuk uraian. Melalui tes berbentuk uraian diharapkan siswa dapat memberikan jawaban-jawaban kreatif terhadap masalah yang diberikan sehingga dengan tes ini dapat diketahui sejauh mana kemampuan siswa dalam berpikir kreatif. Pretest diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir


(31)

38

kreatif siswa sebelum perlakuan, sedangkan posttest diberikan dengan tujuan melihat kemampuan berpikir kreatif siswa setelah perlakuan.

Penyusunan tes diawali dengan pembuatan pembuatan kisi-kisi yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator materi, indikator kemampuan berpikir kreatif, rancangan butir soal beserta kunci jawabannya, dan terakhir pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Pomalato (2005: 65) menjelaskan pedoman pemberian skor/ rubrik penilaian jawaban soal kemampuan berpikir kreatif dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Rubrik Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan

berpikir kreatif yang dinilai

Reaksi terhadap soal atau masalah Skor

Kelancaran (fluency)

Tidak menjawab sama sekali 0

Tidak memberikan ide-ide yang diharapkan untuk

penyelesaian masalah 1

Memberikan ide-ide yang tidak relevan dengan pemecahan

masalah yang diharapkan 2

Memberikan ide-ide yang relevan dengan pemecahan

masalah yang diharapkan tetapi penyelesaian salah 3

Memberikan ide-ide yang relevan dengan pemecahan

masalah matematik dan hasil pemecahannya benar 4

Keluwesan (flexibility)

Tidak menjawab sama sekali 0

Memberikan jawaban yang tidak beragam dan salah 1

Memberikan jawaban yang tidak beragam tetapi hasilnya

benar 2

Memberikan jawaban yang beragam tetapi hasilnya salah 3 Memberikan jawaban yang beragam dan hasilnya benar 4

Keterperincian (elaboration)

Tidak menjawab sama sekali 0

Memberikan jawaban yang tidak rinci dan salah 1

Memberikan jawaban yang tidak rinci tapi hasilnya benar 2

Memberikan jawaban yang rinci tapi hasilnya salah 3

Memberikan jawaban yang rinci dan hasilnya benar 4

Kepekaan

Tidak menjawab sama sekali 0

Tidak menggambarkan kepekaan dalam memberikan

jawaban dan mengarah pada jawaban yang salah 1

Tidak menggambarkan kepekaan dalam memberikan

jawaban tetapi mengarah pada jawaban yang benar 2

Menggambarkan kepekaan dalam memberikan jawaban dan


(32)

39

Kemampuan berpikir kreatif

yang dinilai

Reaksi terhadap soal atau masalah Skor

Menggambarkan kepekaan dalam memberikan jawaban dan

hasilnya benar 4

Berpikir Orisinal (Originality)

Tidak menjawab sama sekali 0

Tidak memberikan jawaban yang unik, dan mengarah pada

jawaban yang salah 1

Tidak memberikan jawaban yang unik, tapi mengarah pada

jawaban yang benar 2

Memberikan jawaban yang unik namun hasilnya salah 3

Memberikan jawaban yang unik dan hasilnya benar 4

Sumber: Pomalato (2005: 65). Uji coba instrumen dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Instrumen tes ini diujicobakan kepada siswa kelas IX SMP Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2013-2014, dengan jumlah responden 39. Dari data hasil uji instrumen dilakukan analisis butir soal yang terdiri dari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda. Dalam pengolahan data uji instrumen ini peneliti menggunakan perhitungan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Berikut adalah penjelasan analisis butir soal tersebut.

1. Validitas

Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013: 173). Dalam hal ini instrumen digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa.

Instrumen tes dapat diukur dengan cara menghitung koefisien korelasi. Menurut John W. Best (Suherman, dkk. 2003: 111) suatu alat tes memiliki validitas yang tinggi apabila koefisien korelasinya tinggi pula. Untuk menghitung koefisien korelasi dalam penelitian ini digunkan rumus momen produk dari Pearson sebagai berikut.

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:


(33)

40

N : banyak subjek

X : skor yang diperoleh dari tes Y : skor total

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 120) Menurut J.P Guilford, berdasarkan koefisien korelasi yang telah diperoleh, kategori validitas soal dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kategori Validitas Nilai

Nilai Koefisien Korelasi Kategori

Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik)

Validitas sedang (cukup) Validitas rendah (kurang) Validitas sangat rendah

Tidak valid

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 113) Kategori validitas berdasarkan koefisien korelasi yang diperoleh belum dapat menentukan valid atau tidaknya suatu instrumen tes, untuk itu dilakukan uji keberartian terhadap koefisien korelasi yang telah dieroleh dengan perumusan hipotesis sebagai berikut.

H0: Koefisien korelasi tidak berarti (butir soal tidak valid) H1: Koefisien korelasi berarti (butir soal valid)

Dalam pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan statistik t seperti dicantumkan dalam rumus berikut.

Keterangan: t : statistik t

: koefisien korelasi


(34)

41

Selanjutnya dengan taraf nyata dan , maka H0 diterima jika berdasarkan tabel distribusi t berlaku .

Sumber: Sudjana, (2005: 380).

Proses perhitungan pada lampiran C.2 (halaman 191) menunjukkan bahwa validitas tiap butir soal adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3

Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

No. Soal Nilai koefisien korelasi Kategori Validitas Nilai statistik t Nilai t tabel Kesimpula n Kriteria Validitas

1 0,422 Validitas sedang 2,856

2,026

H0 ditolak Valid

2 0,810 Validitas tinggi 8,101 H0 ditolak Valid

3 0,705 Validitas tinggi 6,195 H0 ditolak Valid

4 0,659 Validitas sedang 5,384 H0 ditolak Valid

5 0,798 Validitas tinggi 8,085 H0 ditolak Valid

Berdasarkan tabel 3.3 di atas dapat dilihat bahwa dari lima buah butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan berpikir kreatif siswa, tiga butir soal memiliki validitas tinggi, dan dua lainnya memiliki validitas sedang. Uji keberartian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa seluruh butir soal dikatakan valid. Setelah diperoleh instrumen tes yang valid, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan uji reliabilitas butir soal.

2. Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil pengukuran suatu alat evalusi itu sama atau relatif tetap, tidak terpengaruh oleh subjeknya maupun situasi dan kondisinya. Istilah relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya (Suherman, dkk. 2003: 131).

Reliabilitas instrumen tes pada penelitian ini ditentukan dengan koefisien reliabilitas ( ) yang dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha berikut ini.


(35)

42

Keterangan:

: koefisien reliabilitas

n : banyak butir soal

∑ : jumlah varians skor tiap soal : varians skor total

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 148) Adapun rumus untuk menentukan varians adalah sebagai berikut.

∑ ∑

Keterangan:

: Varians tiap butir soal

∑ : Jumlah kuadrat skor tiap soal

∑ : Kuadrat jumlah skor tiap soal n : Banyak siswa/responden uji coba

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 154) Menurut J.P Guilford kategori koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas

Koefisien reliabilitas ( ) Kategori

Reliabilitas sangat rendah 0,20 Reliabilitas rendah 0,40 Reliabilitas sedang 0,70 Reliabilitas tinggi 0,90 Reliabilitas sangat tinggi


(36)

43

Untuk menentukan reliabel atau tidaknya butir soal yang digunakan, dilakukan uji keberartian terhadap nilai koefisien reliabilitas dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0: Koefisien reliabilitas soal tidak berarti (instrumen tes tidak reliabel) H1: Koefisien reliabilitas soal berarti (instrumen tes reliabel)

Dalam pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan statistik t seperti dicantumkan dalam rumus berikut.

Keterangan: t : statistik t

r11 : koefisien korelasi n : banyak subjek

Selanjutnya dengan taraf nyata dan , maka H0 diterima jika berdasarkan tabel distribusi t berlaku .

Sumber: Sudjana (2005: 380). Berdasarkan hasil perhitungan koefisien reliabilitas pada lampiran C.3 (halaman 193) diperoleh koefisien reliabilitas 0,706, dan nilai statistik t sebesar 6,065. Artinya instrumen yang diujicobakan reliabilitasnya tergolong tinggi, dan karena berdasarkan tabel distribusi t nilai statistik t yang dihitung berada diluar interval , maka dapat dikatakan instrumen tes reliabel. 3. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran butir soal merupakan bilangan yang menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu soal dikatakan memiliki tingkat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang testi untuk meningkatkan usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar dapat membuat testi menjadi putus asa dan enggan untuk memecahkannya (Suherman, dkk. 2003: 168).


(37)

44

̅

Keterangan:

IK : Indeks kesukaran

̅ : Rata-rata skor jawaban soal ke-i SMI : Skor maksimum ideal soal ke-i

Kategori indeks kesukaran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.5

Kategori Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran (IK) Kategori

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 Soal sukar 0,30 Soal sedang

0,70 Soal mudah

IK = Soal terlalu mudah

Sumber: Suherman, dkk., (2003: 170)

Tabel 3.6 berikut ini adalah kategori indeks kesukaran tiap butir soal yang yang perhitungannya terdapat pada lampiran C.4 (halaman 195).

Tabel 3.6

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

Nomor Soal IK Kategori

1 0,205 Soal sukar

2 0,256 Soal sukar

3 0,276 Soal sukar

4 0,141 Soal sukar

5 0,071 Soal sukar

Berdasarkan tabel 3.6 di atas, terlihat bahwa seluruh soal masuk ke dalam kategori soal yang sukar. Hal ini mungkin terjadi karena soal-soal untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif cenderung relatif sukar, artinya dibutuhkan kreativitas siswa untuk menyelesaikan masalah yang ada pada soal-soal tersebut.


(38)

45

4. Daya Pembeda

Suherman, dkk. (2003:159) menjabarkan bahwa daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara peserta didik yang mengetahui jawabannya dengan peserta didik yang tidak dapat menjawab soal tersebut.

Untuk menentukan daya pembeda (DP) instrumen menggunakan rumus (Suherman, dkk. 2003:160):

̅ ̅

Keterangan :

DP : Daya pembeda

̅ : Rata-rata kelompok atas ̅ : Rata-rata kelompok bawah

SMI : Skor maksimum ideal

Kategori daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.7

Kategori Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) Kategori

Sangat jelek 0,00 Jelek

0,20 Cukup

0,40 Baik

0,70 Sangat baik

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 161) Tabel 3.8 berikut ini adalah kategori indeks kesukaran tiap butir soal yang perhitungannya terdapat pada lampiran C.5 (halaman 196).

Tabel 3.8

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Nomor Soal DP Kategori

1 0,227 Cukup

2 0,545 Baik

3 0,500 Baik

4 0,273 Cukup


(39)

46

Berdasarkan tabel 3.8 di atas dapat dilihat bahwa dua butir soal memiliki daya pembeda yang baik, dan tiga lainnya memiliki daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, diharapkan instrumen tes yang digunakan dapat membedakan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki oleh setiap siswa.

Rekapitulasi hasil analisis uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kreatif siswa disajikan secara lengkap dalam tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

No. Soal

Validitas Butir Soal Reliabilitas Butir Soal Indeks Kesukaran Daya Pembeda Koef. validitas Kategori validitas Koef. Reliabilitas Kategori reliabilitas Nilai IK Kategori IK Nilai DP Kategori DP 1 0,422 Sedang

0,706 Tinggi

0,205 Soal sukar 0,227 Cukup

2 0,810 Tinggi 0,256 Soal sukar 0,545 Baik

3 0,705 Tinggi 0,276 Soal sukar 0,500 Baik

4 0,659 Sedang 0,141 Soal sukar 0,273 Cukup

5 0,798 Tinggi 0,071 Soal sukar 0,205 Cukup

Berdasarkan analisis secara keseluruhan terhadap hasil uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kreatif, dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut memenuhi syarat untuk menjadi alat pengumpul data yang baik. Sehingga dalam penelitian ini seluruh butir soal digunakan untuk mengumpulkan data.

3.6.2 Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes dalam penelitian ini terdiri atas lembar observasi, pedoman wawancara, dan angket skal sikap.

1. Lembar Observasi

Lembar observasi berisi acuan yang harus diisi oleh observer tentang aktivitas siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan adanya lembar observasi ini untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Hal tersebut dibuat untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana dan tujuan penelitian.

Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi berperanserta (participant observation), karena pada penelitian ini peneliti terlibat dalam kegiatan


(40)

47

pembelajaran yang sedang diamati. Observasi yang dilakukan juga merupakan observasi terstruktur, karena sebelumnya telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya (Sugiyono, 2013).

Observasi dilaksanakan setiap pembelajaran dilakukan, aspek yang diamati adalah kesesuaian proses pembelajaran dengan RPP yang digunakan. Adapun yang bertindak sebagai observer adalah guru mata pelajaran matematika atau rekan mahasiswa dari jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. 2. Angket Skala Sikap

Dalam penelitian ini, penyebaran angket dilakukan untuk mengukur sikap siswa terhadap model pembelajaran Treffinger. Pengisian angket dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dalam bentuk skala sikap Likert.

Sugiyono (2013: 134) menyatakan bahwa skala Likert adalah skala sikap yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap fenomena sosial yang dalam penelitian secara spesifik disebut variabel penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang harus diajawab oleh responden, dalam hal ini siswa yang mendapatkan model pembelajaran Treffinger. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata, antara lain:

a) Sangat Setuju b) Setuju c) Ragu-ragu d) Tidak Setuju e) Sangat Tidak

Setuju

a) Sangat Positif b) Positif

c) Netral d) Negatif

e) Sangat Negatif

a) Selalu b) Sering

c) Kadang-kadang d) Hampir tidak

pernah e) Tidak Pernah

a) Sangat Baik b) Baik

c) Cukup Baik d) Tidak Baik e) Sangat Tidak

Baik

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka untuk pernyataan yang bersifat positif diberikan skor seperti berikut.


(41)

48

1) Sangat setuju/ selalu/ sangat positif/ sangat baik diberi skor 5

2) Setuju/ sering/ positif/ baik diberi skor 4

3) Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor 3

4) Tidak setuju/ hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2

5) Sangat tidak setuju/ tidak pernah diberi skor 1

Sebaliknya, untuk pernyataan yang bersifat negatif diberikan skor sebagai berikut:

1) Sangat setuju/ selalu/ sangat positif/ sangat baik diberi skor 1

2) Setuju/ sering/ positif/ baik diberi skor 2

3) Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor 3

4) Tidak setuju/ hampir tidak pernah/negatif diberi skor 4

5) Sangat tidak setuju/ tidak pernah diberi skor 5

Sumber: Sugiyono (2013: 135) Dalam penelitian ini, sikap siswa diukur didasarkan pada dua dimensi, yaitu dimensi siswa dan dimensi guru. Menurut Sungkana, I (2011), terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui sikap siswa berdasarkan kedua dimensi tersebut. Indikator berdasarkan dimensi siswa terbagi ke dalam tiga bagian yang berbeda, yaitu sebelum kegiatan belajar, selama proses pembelajaran, dan setelah kegiatan belajar. Indikator sebelum kegiatan belajar dilakukan antara lain minat, kecakapan, dan pengalaman belajar matematika. Indikator selama proses belajar antara lain motivasi dan konsentrasi belajar matematika, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali pesan yang disimpan, serta unjuk hasil belajar. Adapun indikator setelah kegiatan belajar adalah penerapan atau keterampilan yang sudah diperoleh dari proses belajar sebelumnya.

Berdasarkan dimensi guru, indikator sikap juga terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu sebelum kegiatan belajar, selama proses pembelajaran, dan setelah kegiatan belajar. Sebelum kegiatan belajar indikator yang dapat dilihat adalah pengorganisasian belajar, sedangkan selama proses belajar indikatornya adalah


(42)

49

bahan dan sumber belajar, dan sesudah kegiatan belajar sistem evaluasi hasil belajar merupakan indikator yang harus dicapai oleh siswa. Kisi-kisi angket skala sikap berdasarkan dimensi dan indikator tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam tabel 3.10 berikut ini.

Tabel 3.10

Kisi-kisi Angket Skala Sikap terhadap Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika

No Dimensi

Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran Indikator No. dan Jenis Pernyataan

1 Siswa

Sebelum kegiatan pembelajaran

Minat siswa untuk belajar

matematika 1 (+)

Kecakapan dalam belajar

matematika 2 (+)

Pengalaman belajar

matematika 3 (+)

Selama proses pembelajaran

Motivasi belajar matematika 4 (+) Sikap siswa saat model

Treffinger berlangsung, yaitu pada:

- Tahap pengembangan fungsi divergen

- Tahap pengembangan

berpikir dan merasakan lebih kompleks

- Tahap keterlibatan dalam tantangan nyata

5 (-) 6 (+)

7 (-) Konsentrasi selama proses

belajar matematika 8 (+)

Pengolahan pesan

pembelajaran 9 (-)

Menyimpan pesan

pembelajaran 10 (-)

Menggali pesan yang telah

disimpan 11 (-)

Unjuk hasil belajar 12 (+)

Setelah pembelajaran

Penerapan atau keterampilan yang sudah diperoleh dari proses belajar sebelumnya

13 (-)

2 Guru Pendahuluan - Penyampaian tujuan

pembelajaran

- Penyampaian apersepsi

14 (+) 15 (-)


(43)

50

No Dimensi

Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran

Indikator

No. dan Jenis Pernyataan Kegiatan Inti - Tahap pengembangan fungsi

divergen

- Tahap pengembangan

berpikir dan merasakan lebih kompleks

- Tahap keterlibatan dalam tantangan nyata

16 (+) 17 (-)

18 (+)

Penutup Pelaksanaan tanya jawab 19 (-)

Evaluasi Pelaksanaan tes 20 (+)

Sumber: Sungkana, I (2011) Selain harus menentukan sikap terhadap 20 pernyataan berdasarkan beberapa indikator di atas, dalam lembar angket diberikan pula isian singkat berupa pertanyaan bagaimana pendapat siswa terhadap pembelajaran yang telah diikutinya. Hal ini bertuujuan untuk mengetahui bagaimana sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan model Treffinger.

Sebagai instrumen penelitian, angket skala sikap terlebih dahulu diuji coba sebelum penelitian dilaksanakan, guna mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Angket skala sikap ini diujicobakan kepada 32 responden yang merupakan siswa kelas VIII SMP Negeri 26 Bandung selain subjek penelitian, dengan sebelumnya diberikan pembelajaran menggunakan model Treffinger.

Sama halnya dengan instrumen tes, dalam pengolahan data angket ini juga dilakukan uji keberartian terhadap koefisien korelasi yang dihitung dengan menggunakan rumus momen produk dari Pearson berikut ini.

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : banyak subjek

X : skor yang diperoleh dari pernyataan angket Y : skor total angket


(44)

51

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas butir pernyataan angket. Untuk menentukan valid atau tidaknya pernyataan angket yang digunakan, dilakukan uji keberartian terhadap nilai koefisien korelasi dengan perumusan hipotesis (berlaku untuk setiap pernyataan angket):

H0: Koefisien korelasi angket tidak berarti (pernyataan angket tidak valid) H1: Koefisien korelasi angket berarti (pernyataan angket valid)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik t dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan: t : statistik t

rxy : koefisien korelasi n : banyak subjek

Selanjutnya dengan taraf nyata dan , maka H0 diterima jika berdasarkan tabel distribusi t berlaku .

Sumber: Sudjana, (2005: 380). Berikut adalah tabel perhitungan validitas setiap pernyataan angket tahap pertama berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran C.6 (halaman 198).

Tabel 3.11

Validitas Butir Pernyataan Angket Tahap 1 No.

Perny

Koefisien Korelasi

Kategori Validitas Nilai statistik t

Nilai t tabel

Kriteria Validitas

1 0,699 Validitas Sedang 5,359 2,04 Valid

2 0,403 Validitas Sedang 2,409 2,04 Valid

3 0,421 Validitas Sedang 2,540 2,04 Valid

4 0,756 Validitas Tinggi 6,329 2,04 Valid

5 0,294 Validitas Rendah 1,682 2,04 Tidak Valid

6 0,438 Validitas Sedang 2,667 2,04 Valid

7 0,437 Validitas Sedang 2,661 2,04 Valid

8 0,702 Validitas Tinggi 5,392 2,04 Valid

9 0,328 Validitas Rendah 1,904 2,04 Tidak Valid

10 0,666 Validitas Sedang 4,895 2,04 Valid

11 0,388 Validitas Rendah 2,306 2,04 Valid


(45)

52

No. Perny

Koefisien Korelasi

Kategori Validitas Nilai statistik t

Nilai t tabel

Kriteria Validitas

13 0,673 Validitas Sedang 4,982 2,04 Valid

14 0,654 Validitas Sedang 4,732 2,04 Valid

15 0,707 Validitas Tinggi 5,480 2,04 Valid

16 0,448 Validitas Sedang 2,742 2,04 Valid

17 0,393 Validitas Rendah 2,340 2,04 Valid

18 0,480 Validitas Sedang 3,004 2,04 Valid

19 0,358 Validitas Rendah 2,100 2,04 Valid

20 0,613 Validitas Sedang 4,253 2,04 Valid

Karena terdapat dua buah pernyataan yang tidak valid, yaitu pernyataan nomor 5 dan pernyataan nomor 9, maka dilakukan kembali uji keberartian koefisien korelasi terhadap 18 pernyataan angket yang lain. Berikut adalah tabel perhitungan validitas setiap pernyataan angket tahap kedua berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran C.7 (halaman 200).

Tabel 3.12

Validitas Butir Pernyataan Angket Tahap 2 No.

Perny

Koefisien Korelasi

Kategori Validitas Nilai statistik t

Nilai t tabel

Kriteria Validitas

1 0,695 Validitas Sedang 5,301 2,04 Valid

2 0,407 Validitas Sedang 2,439 2,04 Valid

3 0,423 Validitas Sedang 2,561 2,04 Valid

4 0,774 Validitas Tinggi 6,703 2,04 Valid

6 0,436 Validitas Sedang 2,650 2,04 Valid

7 0,415 Validitas Sedang 2,499 2,04 Valid

8 0,722 Validitas Tinggi 5,716 2,04 Valid

10 0,653 Validitas Sedang 4,722 2,04 Valid

11 0,392 Validitas Rendah 2,336 2,04 Valid

12 0,381 Validitas Rendah 2,258 2,04 Valid

13 0,692 Validitas Sedang 5,253 2,04 Valid

14 0,659 Validitas Sedang 4,804 2,04 Valid

15 0,726 Validitas Tinggi 5,791 2,04 Valid

16 0,433 Validitas Sedang 2,631 2,04 Valid

17 0,406 Validitas Sedang 2,436 2,04 Valid

18 0,493 Validitas Sedang 3,101 2,04 Valid

19 0,362 Validitas Rendah 2,130 2,04 Valid

20 0,625 Validitas Sedang 4,385 2,04 Valid

Setelah diperoleh pernyataan angket yang valid, maka dilakukan uji reliabilitas. Untuk menentukan reliabel atau tidaknya butir soal yang digunakan,


(46)

53

dilakukan uji keberartian terhadap nilai koefisien reliabilitas yang dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha berikut ini.

Keterangan:

: koefisien reliabilitas

n : banyak butir pernyataan angket

∑ : jumlah varians skor tiap pernyataan angket : varians skor total

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 148) Adapun rumus untuk menentukan varians adalah sebagai berikut.

∑ ∑ Keterangan:

: Varians tiap butir pernyataan angket

∑ : Jumlah kuadrat skor tiap pernyataan angket

∑ : Kuadrat jumlah skor tiap pernyataan angket

n : Banyak siswa/responden

Sumber: Suherman, dkk. (2003: 154) Adapun perumusan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0: Reliabilitas butir pernyataan tidak berarti H1: Reliabilitas butir pernyataan berarti

Dalam pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan statistik t seperti dicantumkan dalam rumus berikut.

Keterangan: t : statistik t

r11 : koefisien reliabilitas n : banyak subjek


(47)

54

Selanjutnya dengan taraf nyata dan , maka H0 diterima jika berdasarkan tabel distribusi t berlaku .

Sumber: Sudjana, (2005: 380). Berdasarkan hasil perhitungan koefisien reliabilitas pada lampiran C.8 (halaman 202) diperoleh koefisien reliabilitas 0,834, dan nilai statistik t sebesar 8,279. Artinya instrumen angket yang diujicobakan reliabilitasnya tergolong tinggi, dan karena berdasarkan tabel distribusi t nilai statistik t yang dihitung berada diluar interval , maka dapat dikatakan instrumen angket reliabel.

Berdasarkan uraian di atas, maka setelah diperoleh instrumen angket yang valid dan reliabel, dalam pelaksanaan penelitian diberikan angket dengan 18 buah pernyataan kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui apakah siswa bersikap positif terhadap model pembelajaran Treffinger atau tidak.

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap analisis data dan penyusunan laporan.

3.7.1 Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai berikut. a. Mengidentifikasi masalah.

b. Mengajukan judul penelitian yang akan dilaksanakan.

c. Membuat proposal penelitian dan melakukan konsultasi bersama pembimbing selama pembuatan propossal berlangsung.

d. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan pembelajaran, serta alat dan bahan ajar yang akan digunakan.

e. Melakukan seminar proposal.

f. Melakukan perbaikan proposal penelitian. g. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian. h. Menyusun bahan ajar dan instrumen penelitian.


(48)

55

i. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya.

j. Menganalisis hasil uji coba instrumen.

k. Revisi instrumen tes jika terdapat kekurangan. 3.7.2 Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini, adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan sampel penelitian. Pemilihan sampel ini disesuaikan dengan materi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.

b. Pemberian tes awal pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif awal siswa.

c. Pelaksanaan pembelajaran dengan Model Treffinger pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

d. Melakukan observasi kelas pada setiap pembelajaran.

e. Pemberian tes akhir untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dan pencapaian ketuntasan belajar setelah perlakuan.

f. Pemberian angket pada kelas eksperimen untuk mengetahui sikap siswa terhadap Model Treffinger.

3.7.3 Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap penemuan-penemuan penelitian serta melihat pengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang ingin diukur. Selanjutnya, dibuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan sesuai dengan gambar berikut.


(49)

56

Gambar 3.1 Rancangan Alur Kegiatan Penelitian

Pretest

Pembelajaran dengan menggunakan Model Treffinger (kelas eksperimen)

Observasi

Pembelajaran secara konvensional (kelas kontrol)

Postes

Angket (kelas eksperimen)

Analisis Data dan Evaluasi

Kesimpulan

Penyusunan Laporan

Penyusunan Instrumen Penelitian Merancang model bahan ajar

Pemilihan Sampel Perencanaan Materi Penyusunan Proposal

Proses Perizinan Merancang Pembelajaran Pengkajian Masalah

Studi Literatur Studi Pendahuluan


(50)

57

3.8Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian harus diolah terlebih dahulu untuk menjawab rumusan masalah. Data yang diperoleh terdiri dari hasil pretest, posttest, hasil observasi, dan hasil angket skala sikap. Adapun analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

3.8.1 Analisis Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol

Sebelum melakukan pengujian terhadap data pretest ataupun posttest, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang terdiri dari rata-rata, skor maksimum, skor minimum, dan simpangan baku. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum tentang data yang akan diuji. Dalam perhitungannya digunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0.

3.8.2 Analisis Data Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Siswa Kontrol

Kemampuan awal berpikir kreatif siswa dapat diketahui melalui hasil pretest. Oleh sebab itu, analisis kemampuan awal berpikir kreatif siswa dilakukan dengan menganalisis data pretest. Untuk mengolah data tersebut dilakukan uji inferensi menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji inferensi tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Gambar 3.2 Uji Normalitas

Data

Uji Homogenitas Varians

Uji t Data Normal

Data Tidak Normal

Uji

Mann-Whitney

Data Homogen

Data tidak Homogen

Uji t’


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Siswa memberikan sikap positif terhadap penerapan model Treffinger pada pembelajaran Matematika.

5.2 Saran

Berdasarkan temuan penelitian yang menggambarkan bahwa pada kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model Treffinger, terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional, maka penulis menyarankan kepada guru matematika untuk lebih mengintensifkan penerapan model pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, seperti model

Treffinger. Tentunya dengan melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi yang ada, seperti potensi yang dimiliki siswa serta kondisi kelas yang dikehendaki dalam pembelajaran matematika.

Selain itu, berdasarkan temuan terjadinya kontradiksi antara sikap siswa terhadap penerapan model Treffinger dan pendapat siswa terhadap keseluruhan proses pembelajaran relasi dan fungsi, disarankan agar pada penelitian selanjutnya dibuat instrumen penelitian yang mampu menginterpretasikan kondisi siswa yang sesungguhnya tanpa terjadi kontradiksi yang tidak diinginkan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, E. R. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur dalam Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Bintunahel. (2012). Pengertian Model Pembelajaran Treffinger. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2253216- pengertian-model-pembelajaran-Treffinger/ [5 Desember 2012]

Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darhim, (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konseptual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Efendi, A. (2007). Penerapan Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kompetensi Strategis Siswa SMP. Skripsi Jurusan PendidikanMatematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Jefri, C. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Matematika Menggunakan Multimedia Interaktif. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Persepsi terhadap Kreativitas. Makalah. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/

[13 Januari 2013]

Mainasari, S. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Kreatif Treffinger terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi Jurusan PendidikanMatematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.


(3)

95

Maryati, Y. (2007). Perbandingan Peningkatan Prestasi Belajar Matematika antara Siswa SMP Yang Mendapat Pembelajaran Model Penemuan Terbimbing dan Model Treffinger. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Mulyana, T. (2005). Kajian Pendekatan Induktif-Deduktif & Berpikir Kreatif. [Online].Tersedia:http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPMIPA/

JUR._PEND._MATEMATIKA/195101061976031-TATANG_MULYANA/ [5 Desember 2012]

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Mustakim. (2006). Upaya Meningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Prestasi Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. [Onlone]. Tersedia:

http://mustakim200671.blogspot.com/2012/03/berpikir-kreatif-matematik-prestasi.html. [14Desember 2012].

Nasution, Prof. Dr.S. (2000). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Nugraha, D. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Skripsi Jurusan Ilmu Komputer FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Nurhayati, R. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Serach, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Nurina, L. A. (2007) . Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Quantum dengan tahapan belajar tandur terhadap kemampuan kreativitas


(4)

Permendiknas Nomor 22. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta

Pomalato, S. W. Dj. (2005). Pengaruh Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Siswa. Disertasi PPS UPI : Tidak diterbitkan.

Pomalato, S. W. Dj. (2006). “Mengembangkan Kreativitas Matematik Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger”. Mimbar Pendidiikan. 25, (1), 22-26.

Ruseffendi. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Saragih, S. (2011). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis, dan Sikap Positif terhadap Matematika Kelas VIII. Disertasi PPS UPI : Tidak diterbitkan.

Siswono, E. Y. T. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.

[Online].Tersedia:http://suaraguru.wordpress.com/2009/02/23/meningkat kan-kemampuan-berpikir-kreatif-siswa/ [5 Desember 2012]

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono, Prof. Dr. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Manusia, Berpikir, dan, Pengetahuan. [Online]. Tersedia: http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/manusia-berfikir-dan-pengetahuan-2/ [10 September 2013]


(5)

97

Suharsih, R. (2010). Pembelajaran Matematika Melalui Model Generatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa. Skripsi Jurusan PendidikanMatematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, dan Rohayati, A. (2001). Common text book : Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E. dan Turmudi. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika.

Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Sulianto, J. (2011). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Berpikir Kritis pada Siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia:

http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =1867%3Apendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-matematika-

untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa-sekolah-dasar&catid=159%3Aartikel-kontributor&Itemid=145 [16 Juni 2013]

Sumirah. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidakditerbitkan.

Sungkana. I. (2011) Masalah-masalah belajar. [Online]. Tersedia:

http://indrasite.weebly.com/uploads/7/6/4/3/7643691/masalah_-masalah_belajar.pptx [23 juni 2013]

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Syaiful. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Logis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Sikap Siswa terhadap Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.


(6)

TIMSS. (2009). Highlight From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth and Grade Students in an International Context. [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/timss/ [16 Juni 2013]