PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG.
Nomor: 23/PKh-S1/FIP-UPI/Agustus/2013
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Khusus
Oleh Desi Nurdianti
0809240
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
Pengaruh Multimedia Interaktif Model Permainan Terhadap
Peningkatan Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Sampai
10 Pada Anak Tunagrahita Ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti
Bandung
Oleh Desi Nurdianti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Desi Nurdianti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN DESI NURDIANTI
0809240
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Dra. Oom Sitti Homdijah, M.Pd. NIP : 196101051983032002
Pembimbing II
Dr. Nia Sutisna, M.Si. NIP : 195701311986031001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Drs. Sunaryo, M.Pd. NIP : 195672221985031001
(4)
ABSTRAK
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG (Desi Nurdianti, 0809240)
Kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 dipengaruhi oleh perkembangan kognitif yang terjadi pada anak. Terdapat anak tunagrahita ringan berinisial MI di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal tentang operasi hitung penjumlahan sampai 10, motivasi anak dalam belajar rendah, ini disebabkan karena pembelajaran matematika bersifat konsep, media yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang mampu mengkonkritkan konsep matematika. Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses belajar berhitung adalah multimedia interaktif model permainan. Multimedia interaktif model permainan merupakan media pembelajaran yang cocok digunakan oleh anak tunagrahita ringan karena di dalamnya terdapat unsur audio dan visual yang dapat melatih daya ingat anak, dapat mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak, serta disajikan dengan tampilan yang menarik sehingga dapat memotivasi anak dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan yaitu MI. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan Single Subject Research dengan menggunakan desain A-B-A. Hasil penelitian membuktikan bahwa multimedia interaktif model permainan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan (MI). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan mean level target behaviour sebesar 33,34%. Bertolak dari hasil penelitian diajukan rekomendasi kepada guru dan peneliti selanjutanya. Multimedia interaktif model permainan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika dan untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan multimedia interaktif model permainan.
Kata kunci: Anak tunagrahita ringan, multimedia interaktif model permainan, kemampuan operasi hitung penjumlahan.
(5)
Desi Nurdianti, 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN A. Multimedia Interaktif Model Permainan ... 8
1. Media Pembelajaran... 8
2. Multimedia Interaktif ... 9
3. Multimedia Interaktif Model Permainan ... 13
B. Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Anak Tunagrahita Ringan ... 14
1. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Ringan ... 14
2. Konsep Bilangan ... 17
3. Operasi Hitung ... 19
4. Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Anak Tunagrahita Ringan .. 21
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 23
(6)
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel ... 26
a. Variabel Bebas ... 26
b. Variabel Terikat ... 27
2. Definisi Operasional Variabel ... 27
a. Variabel Bebas ... 27
b. Variabel Terikat ... 29
B. Metode Penelitian ... 29
C. Desain Penelitian ... 29
D. Prosedur Penelitian ... 31
E. Subjek Penelitian ... 34
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 35
1. Instrumen Penelitian ... 35
a. Membuat Kisi-kisi Instrumen... 35
b. Pembuatan Butir Soal ... 36
c. Mambuat Kriteria Penilaian Butir Soal ... 37
2. Teknik Pengumpulan Data ... 37
3. Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen ... 38
a. Validitas Instrumen ... 38
b. Reliabilitas Instrumen ... 40
G. Teknik Pengolahan Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 44
2. Hasil Baseline 1 (A-1) ... 44
3. Hasil Intervensi (B) ... 45
(7)
Desi Nurdianti, 2013
1. Analisis dalam Kondisi ... 50
2. Analisis antar Kondisi ... 58
B. Pembahasan ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 69
B. Rekomendasi ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat-surat Penelitian ... 75
Lampiran 2 Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen ... 79
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ... 112
Lampiran 4 RPP... 113
Lampiran 5 Instrumen Penelitian ... 119
Lampiran 6 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 124
Lampiran 7 Hasil Lembar Kerja Siswa ... 125
Lampiran 8 Multimedia Interaktif Model Permainan ... 173 Riwayat Hidup
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah No. 72 (Amin, 1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah „Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosialnya maupun kecerdasannya.‟ Sejalan dengan pendapat di atas, Edgar Doll dalam Efendi (2006:89) menyebutkan bahwa „Seseorang dikatakan tunagrahita jika (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat.‟
Deklarasi PBB tahun 1977 tentang hak-hak anak (Amin, 1995: 153) menyatakan bahwa „Anak-anak dengan cacat fisik, mental atau sosial harus mendapatkan perawatan, pendidikan dan pemeliharaan secara khusus sesuai dengan kondisi kelainannya.‟ Berdasakan pernyataan di atas jelas, bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunagrahita ringan dengan harapan agar anak tunagrahita ringan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dalam mengimbangi kelainan yang disandangnya sehingga menjadi kecakapan yang berarti. Salah satu lembaga yang diharapkan dapat mengembangkan potensi anak adalah sekolah.
Sekolah merupakan tempat terselenggaranya pendidikan dimana semua potensi yang dimiliki oleh anak dikembangkan secara optimal, termasuk potensi akademik. Potensi yang dikembangkan meliputi tiga keterampilan dasar akademis yaitu membaca, menulis dan berhitung. Keterampilan dasar akademis yang diajarkan pada anak tunagrahita ringan di sekolah selanjutnya akan berkembang menjadi mata pelajaran matematika, bahasa indonesia, IPA, IPS dan mata pelajaran lainnya yang memfokuskan pada pengembangan pengetahuan umum dan kemampuan kognisi anak tunagrahita ringan.
(9)
Desi Nurdianti, 2013
yang berhubungan dengan wilayah persepsi.‟ Kognisi meliputi proses di mana pengetahuan itu diperoleh, disimpan, dan dimanfaatkan. Anak tunagrahita ringan memiliki hambatan dalam kognisinya sehingga mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, kesulitan dalam mencari hubungan sebab-akibat dan kesulitan dalam mengingat, dan ini memiliki dampak pada proses pembelajaran mereka di sekolah termasuk pada pembelajaran berhitung. Kemampuan berhitung merupakan salah satu keterampilan dasar akademis harus dikuasai sebab hampir seluruh aktivitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan kemampuan berhitung sehingga berhitung ditempatkan sebagai salah satu keterampilan dasar akademis yang perlu ditanamkan sedini mungkin pada anak. Berhitung penting untuk kehidupan praktis sehari-hari bagi setiap individu ataupun untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berhitung mempunyai dua aspek, yakni aspek matematis atau aspek hitung menghitung dan aspek sosial. Pakasi (1970: 17) menjelaskan bahwa “Aspek matematis ialah hal mengerjakan bilangan-bilangan, menjumlah, mengurang, dan sebagainya dalam berhitung sedangkan aspek sosial adalah mempergunakan berhitung itu untuk keperluan hidup atau keperluan dalam masyarakat.”
Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Piaget dalam Alimin (2008) mengemukakan bahwa „Belajar adalah melakukan tindakan terhadap apa yang dipelajari‟. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa dalam proses pembelajaran bagi anak-anak harus memfungsikan semua sensoris sehingga belajar selalu dimulai dari hal yang konkrit, oleh karena itu proses belajar yang dilalui oleh anak hendaknya melalui tahapan konkrit, semi konkrit, semi abstrak dan abstrak.
Belajar pada tahap konkrit adalah proses belajar yang dilakukan dengan cara memanipulasi objek dengan mengaktifkan alat sensoris. Contoh, belajar dengan menggunakan benda asli, misalnya belajar tentang operasi hitung penjumlahan dengan menggunakan buah jeruk. Belajar pada tahap semi
(10)
konkrit adalah proses belajar yang dilakukan dengan menggunakan gambar dari media konkrit. Contoh, belajar tentang operasi hitung penjumlahan dengan menggunakan gambar jeruk. Belajar pada tahap semi abstrak adalah proses belajar yang dilakukan dengan menggunakan media gambar yang obyeknya tidak mewakili benda konkrit. Contoh, belajar tentang operasi hitung penjumlahan dengan menggunakan turus atau tally. Belajar pada tahap abstrak adalah proses belajar yang menggunakan simbol, seperti angka 1, 2, 3 dan seterusnya.
Berdasarkan studi pendahuluan pada 5 orang siswa kelas 2 SDLB-C di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung, 1 siswa diantaranya belum mampu berhitung dengan baik. Anak mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan khususnya yang berkaitan dengan operasi hitung penjumlahan. Anak sering salah dalam menjumlahkan dua bilangan pada soal-soal yang diberikan. Hal ini terlihat dari kekeliruan yang dilakukan anak pada saat menjumlahkan bilangan. Ketika diberikan soal penjumlahan 6 + 3, anak mempergunakan jari-jari tangannya sebagai alat bantu untuk menghitung. Angka 6 disimbolkan dengan ibu jari di tangan kiri dan angka 3 disimbolkan dengan tiga buah jari di tangan kanan, kemudian anak menghitung jari-jarinya dan menjawab hasil dari 6+3 adalah 4. Selain itu kekeliruan yang dilakukan oleh anak, motivasi anak dalam belajar yang rendah menyebabkan anak kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran berhitung yang kurang menarik serta seringkali anak tunagrahita ringan langsung dihadapkan pada persoalan yang bersifat abstrak sehingga anak kurang menaruh perhatian terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Media yang digunakan kurang mampu mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak, ini terlihat saat proses pembelajaran berlangsung. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran masih belum sesuai dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran masih metode latihan yang ditulis di buku. Apabila hal ini terus dialami oleh anak tanpa adanya penyelesaian maka dikhawatirkan akan
(11)
Desi Nurdianti, 2013
berdampak terhadap perkembangan kemampuan berhitung anak dalam kehidupan sehari-hari.
Rochyadi dan Alimin (2003: 76) mengemukakan bahwa “Anak tunagrahita itu tahap perkembangan koginitifnya berada dalam tahapan konkrit dan semi konkrit”. Berdasarkan pendapat tersebut maka proses pembelajaran yang terjadi pada anak tunagrahita diharapkan berada pada tahap konkrit dan semi konkrit. Pada proses pembelajaran konkrit dan semi konkrit, media pembelajaran diperlukan untuk mempermudah siswa dalam menerima informasi yang disampaikan oleh guru.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk menunjang proses pembelajaran adalah multimedia interaktif.
Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan lain-lain. (Daryanto, 2010: 51).
Multimedia interaktif dirancang khusus untuk pembelajaran mandiri sehingga kebutuhan belajar anak tunagrahita secara individual dapat terpenuhi. Seperti yang diungkapkan oleh Munadi (2008: 152):
Karena dirancang khusus untuk pembelajaran mandiri, kebutuhan siswa secara individual terasa terakomodasi, termasuk bagi mereka yang lamban dalam menerima pelajaran. Karena multimedia interaktif mampu memberi iklim yang bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diiinginkan.
Multimedia interaktif model permainan dibuat dengan memadukan program Adobe Flash CS.3 dengan memadukan unsur visual dan audio seperti gambar, animasi, teks, dan suara yang menyajikan permainan dengan tampilan menarik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak tunagrahita. Menurut Arsyad (2007: 10), “Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan.” Hal ini yang menjadi penguat anak tunagrahita dalam menerima
(12)
materi pembelajaran dimana informasi yang dilihat dikuatkan oleh pendengaran (auditory) dan informasi yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual). Sehingga anak tunagrahita mampu mempertahankan informasi yang diperoleh dalam ingatannya.
Multimedia interaktif model permainan diharapkan dapat menimbulkan aktifitas belajar sambil bermain sehingga anak tidak merasa bahwa mereka sesungguhnya sedang belajar serta multimedia interaktif diharapkan dapat membuat konsep matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit. Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa multimedia interaktif model permainan merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita khususnya tentang operasi hitung penjumlahan sampai 10.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Anak tunagrahita ringan memiliki hambatan dalam fungsi intelektual yang
berdampak pada kesulitan dalam berpikir abstrak, kesulitan dalam mencari hubungan sebab-akibat dan kesulitan dalam mengingat.
2. Dampak lain dari hambatan fungsi fungsi intelektual anak tunagrahita ringan adalah kesulitan dalam belajar berhitung salah satunya mengenai operasi hitung penjumlahan.
3. Pada saat pembelajaran berhitung, anak tunagrahita ringan langsung dihadapkan pada persoalan yang bersifat abstrak sehingga anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Kurangnya media pembelajaran yang menarik perhatian anak tunagrahita ringan sehingga anak cepat bosan dalam menerima materi pembelajaran
(13)
Desi Nurdianti, 2013
tentang operasi hitung penjumlahan dan proses pembelajaran menjadi kurang maksimal.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada penggunaan multimedia interaktif model permainan dalam meningkatkan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 dengan dibatasi pada kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan gambar sampai 10, operasi hitung penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 dan operasi hitung penjumlahan dengan bilangan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas rumusan utama yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah “Apakah multimedia interaktif model permainan dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung?.”
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan sebelum menggunakan multimedia interaktif model permainan.
(14)
2) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan setelah menggunakan multimedia interaktif model permainan.
2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan kajian lebih lanjut secara teoritis berkenaan dengan masalah penyelesaian operasi hitung penjumlahan sampai 10.
2) Dapat menambah khazanah keilmuan mengenai permasalahan berhitung pada anak tunagrahita ringan.
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi siswa, diharapkan media pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.
2) Bagi guru, multimedia interaktif model permainan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pembelajaran operasi hitung penjumlahan sampai 10.
3) Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru dalam memahami persoalan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan.
(15)
Desi Nurdianti, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian 1. Definisi Konsep Variabel
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Sugiyono (2009: 61), “Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah multimedia interaktif model permainan. “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2009: 61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.
a. Variabel Bebas
“Multimedia sering diartikan sebagai gabungan dari banyak media atau setidak-tidaknya terdiri dari lebih dari satu media” (Warsita, 2008: 153).Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Wahono (Warsita, 2008: 153) yang menyebutkan bahwa „multimedia merupakan perpaduan dari berbagai media yang terdiri dari teks, grafis, gambar diam, animasi, suara dan video untuk menyampaikan pesan kepada publik‟.
Menurut Daryanto (2010: 51) menjelaskan bahwa “Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya”. Pernyataan Daryanto diperkuat oleh pernyataan Warsita (2008: 154) yang menyebutkan bahwa “Multimedia interaktif didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas (diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu”.
Multimedia interaktif model permainan merupakan perpaduan dari berbagai mediayang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat
(16)
dioperasikan oleh pengguna yang berisi tentang materi pembelajaran dan disajikan dalam bentuk permainan secara terpadu dan interaktif.
b. Variabel Terikat
“Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 869).“Operasi adalah pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 984). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 504), “Hitung adalah membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan)”. “Penjumlahan adalah proses, cara, perbuatan menjumlahkan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 592). Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Negoro dan Harahap (2003: 260) yang menyebutkan bahwa “Penjumlahan adalah operasi yang digunakan untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 adalah kecakapan dalam menjumlahkan dua bilangan dengan hasil akhir tidak lebih dari 10.
2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Bebas
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat” (Sunanto, 2005: 12).Variabel bebas dalam Single Subject Research (SSR) dikenal dengan istilah intervensi atau perlakuan.Penggunaan multimedia interaktif model permainan merupakan intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini.
Multimedia interaktif adalah perpaduan dari berbagai media yang berfungsi sebagai sumber balajar yang mempermudah siswa dalam menerima informasi yang disampaikan oleh guru serta memungkinkan siswa untuk memberikan respon, menerima umpan balik, menerima koreksi, mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan dan memperoleh penguatan yang memadai sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali.
(17)
Desi Nurdianti, 2013
Multimedia interaktif model permainan dibuat dengan menggunakan program Adobe Flash CS3 dengan memadukan animasi teks, animasi gambar dan suara yang menyajikan permainan dengan tampilan menarik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.
Multimedia interaktif model permainan terdiri menu penjumlahan dimana menu level 1 (penjumlahan dengan menggunakan gambar), level 2 (penjumlahan dengan menggunakan gambar dan bilangan), dan level 3 (penjumlahan dengan menggunakan bilangan).
Langkah operasional penggunaan multimedia interaktif model permainan adalah sebagai berikut:
1. Buka program multimedia interaktif model permainan kemudian klik “ok”.
2. Tampilan berikutnya adalah perintah untuk mengklik “masuk”.
3. Kemudian anak dihadapkan pada 3 pilihan level, selanjutnya anak dibimbing untuk memilih level 1 terlebih dahulu.
4. Klik menu penjumlahan level 1.
5. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1, pada level 1 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian kembali ke menu utama.
6. Klik menu penjumlahan level 2.
7. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1, pada level 2 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian kembali ke menu utama.
8. Klik menu penjumlahan level 3.
9. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1, pada level 2 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian kembali ke menu utama.
b. Variabel Terikat
“Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas” (Sunanto, 2005: 12).dalam penelitian ini adalah kemampuan operasi hitung
(18)
penjumlahan sampai 10. Variabel terikat dalam Single Subject Research (SSR) dikenal dengan istilah target behavior (perilaku sasaran). Target
behavior dalam penelitian ini yaitu kemampuan operasi hitung penjumlahan
sampai 10.Kriteria kemampuan dalam penelitian ini dapat diukur dari ketepatan anak dalam melakukan operasi hitung penjumlahan yang meliputi penjumlahan dengan gambar benda dan penjumlahan bilangan sampai 10. Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase.“Persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut kemudian dikalikan dengan 100%” (Sunanto, 2005: 16). B. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 6):
Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian ekperimen dengan subjek tunggal (Single Subject Research) yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya akibat dari suatu perlakuan yang diberikan dan merupakan bagian yang integral dari analis tingkah laku (berhaviour analiytic). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain A-B-A yang artinya desain A-B-A memberikan suatu hubungan sebab akibat diantaranya variabel terikat dengan variabel bebas.Hal ini senada dengan pernyataan Sunanto (2005: 61) yang menyebutkan bahwa “
(19)
Desi Nurdianti, 2013
dari desain A-B.Desain A-B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antaravariabel terikat dan variabel bebas”.Penggunaan desain A-B-A bertujuan untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan terhadap variabel tertentu yang diberikan terhadap individu.
Penelitian dengan menggunakan desain A-B-A dilakukan dalam tiga tahap yaitu: baseline-1 (A1), intervensi (B), dan baseline-2 (A2), berikut gambar grafik desain A-B-A.
Grafik 3.1 Desain A-B-A Keterangan:
a. Baseline-1 (A1)
Baseline-1 (A1) adalah kondisi awal kemampuan subjek dalam memahami operasi hitung penjumlahan sampai 10. Pada baseline-1 (A1), subjek sama sekali tidak diberikan intervensi, untuk mengukur kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 digunakan tes tertulis dengan bentuk soal isian singkat. Baseline-1 dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil.
b. Intervensi (B)
Intervensi (B) adalah kondisi kemampuan subjek dalam memahami operasi hitung penjumlahan sampai 10 selama memperoleh perlakuan.Perlakuan diberikan dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan sebanyak delapan sesi atau sampai stabil.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Per
senta
se
(%)
(20)
c. Baseline-2 (A2)
Baseline-2 (A2) adalah pengulangan kondisi awal atau kemampuan dasar subjek dalam kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.Tahap ini dilakukan sebagi evaluasi untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang dilakukan dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada subjek.Baseline-2 dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pada desain A-B-A, Baseline-1 (A1) merupakan tahap yang dipakai untuk mengetahui kondisi awal atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa, Intervensi (B) sebagai tahap dari proses pemberian perlakuan pada kemampuan yang diukur, dan Baseline-2 (A-2) sebagai tahap evaluasi untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa setelah diberi perlakuan pada kemampuan yang telah diukur.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Baseline-1 (A1)
Pada fase baseline-1 (A1), peneliti memberikan tes kepada subjek dengan cara memberikan soal mengenai materi penjumlahan sampai 10. Pengukuran pada fase ini dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil, dimana setiap sesi yang dilakukan dengan periode waktu 30 menit.Pada fase ini, pengukuran dilakukan melalui tes tertulis dalam bentuk soal isian singkat sebanyak 15 soal.Pada fase baseline-1 (A1), subjek tidak diberikan materi mengenai operasi hitung penjumlahan sampai 10 terlebih dahulu.Hal tersebut dilakukan agar subjek menjawab soal-soal yang diberikan sesuai dengan kemampuannya.Setelah semua soal dikerjakan oleh subjek, skor jawaban benar yang diperoleh dibagi dengan jumlah seluruh soal kemudian dikalikan 100%.
(21)
Desi Nurdianti, 2013
Intervensi adalah kondisi kemampuan sobjek dalam memahami operasi hitung penjumlahan sampai 10 selama diberi perlakuan.Fase ini dilakukan sebanyak delapan sesi atau sampai data stabil.Perlakuan yang diberikan kepada subjek, menggunakan multimedia interaktif model permainan yang berisi tentang materi operasi hitung penjumlahan sampai 10. Materi pertama yang disampaikan dalam media ini adalah penjumlahan dengan menggunakan gambar benda dengan langkah operasional sebagai berikut:
1) Bagian pertama yang muncul dalam multimedia interaktif model permainan ini adalah bagian pembuka, berupa slide berisi tulisan “multimedia interaktif model permainan” “operasi hitung penjumlahan”, kemudian pilihan menu “ok”.
2) Bagian kedua yang muncul adalah pilihan menu “masuk” untuk memulai program tersebut.
3) Bagian ketiga yang muncul adalah menu penjumlahan yang terdiri dari level 1, level 2, dan level 3. Level 1 yaitu penjumlahan dengan gambar, level 2 yaitu penjumlahan dengan gambar dan bilangan, dan level 3 yaitu penjumlahan dengan bilangan. Pilih menu level 1.
4) Anak diminta untuk mengisi kotak ketiga dengan jumlah ikan sesuai dengan jumlah yang ada pada kotak pertama dan kotak kedua sesuai dengan instruksi suara.
5) Untuk mengetahui jawaban anak benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “suara “tepuk tangan” dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”.
6) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal ini dilakukan secara berulang.
Materi kedua yang diberikan yaitu melakukan operasi hitung penjumlahan sampai 10 dengan gambar benda yang disertai bilangan dengan langkah operasional sebagai berikut:
(22)
1) Setelah selesai, kemudian kembali ke menu utama. Kemudian anak diminta untuk memilih menu level 2 yaitu penjumlahan dengan menggunakan gambar dan bilangan dengan cara mengklik menu tersebut. 2) Pada tahap ini anak diminta untuk mengisi tempat yang kosong dengan
mengklik bilangan yanga ada di bagian atas sesuai dengan jumlah gambar yang ada pada kotak pertama kemudian mengisi tempat yang kosong pada kotak kedua. Selanjutnya anak mengisi tempat yang kosong dengan mengklik bilangan yanga ada di bagian atas sesuai dengan jumah gambar yang ada pada kotak ketiga yang merupakan jumlah gambar dari gambar yang ada pada kotak pertama dan kotak kedua.
7) Jika anak memilih dengan benar maka akan terdengar kata “benar” jika anak salah melakukan maka akan terdengar kata “salah” dan anak diminta untuk memilih kembali. Untuk mengetahui jawaban anak benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “suara “tepuk tangan” dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”. 8) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal
berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal ini dilakukan secara berulang.
Materi ketiga yang diberikan yaitu melakukan operasi hitung penjumlahan sampai 10 dengan menggunakan bilangan dengan langkah operasional sebagai berikut:
1) Setelah selesai, kemudian kembali ke menu utama. Kemudian anak diminta untuk memilih menu level 3 yaitu penjumlahan dengan menggunakan bilangan dengan cara mengklik menu tersebut.
2) Selanjutnya anak diminta untuk mengisi kotak sesuai dengan perintah suara setelah itu muncul soal penjumlahan kemudian anak diminta untuk menjawab soal dengan cara memilih kotak sesuai dengan jumlah pada soal penjumlahan yang ada pada kotak di atas. Setelah anak melakukan
(23)
Desi Nurdianti, 2013
benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “tepuk tangan”dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”. 3) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal
berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal ini dilakukan secara berulang.
Setiap sesi yang dilakukan pada saat intervensi berlangsung selama 60 menit, dimana 30 menit pertama subjek mendapatkan pengajaran secara berulang-ulang mengenai materi operasi hitung penjumlahan sampai 10 dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan, dan pada 30 menit terakhir dilakukan evaluasi dengan materi yang sama pada saat intervensi tersebut. Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis kepada subjek yang berisi tentang materi operasi hitung penjumlahan sampai 10 sebanyak 15 soal. Setelah semua soal; dikerjakan oleh subjek, skor jawaban benar yang diperoleh dibagi dengan jumlah soal kemudian dikalikan 100%.
c. Baseline-2 (A2)
Pada fase baseline-2 (A2), peneliti memberikan tes kepada subjek seperti pada baseline-1 (A1) yaitu dengan cara memberikan soal mengenai materi penjumlahan sampai 10. Fase baseline-2 (A2) dilaksanakan tiga hari setelah fase intervensi (B) selesai dilaksanakan.Pengukuran pada fase ini dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil, dimana setiap sesi yang dilakukan dengan periode waktu 30 menit.Pada fase ini, pengukuran dilakukan melalui tes tertulis dalam bentuk soal isian singkat sebanyak 15 soal.Setelah semua soal dikerjakan oleh subjek, skor jawaban benar yang diperoleh dibagi dengan jumlah seluruh soal kemudian dikalikan 100%.
E. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak tunagrahita ringan kelas 2 SDLB-C di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Penentuan subjek yang
(24)
akanditeliti sangat penting karena berhubungan dengan sumber data yang akan diperlukan. Subjek yang di ambil dalam penelitian ini hanya satu orang yaitu SD dengan pertimbangan karena SD sudah memahami konsep bilangan 1-10 namun pada pelaksanaan operasi hitung penjumlahan masih sering sekali melakukan kesalahan.
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 148), “Instrumen penelitian dalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Instrumen atau alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalalah tes.Arikunto (2006: 150) mengemukakan bahwa “Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”.
Pada penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam operasi hitung penjumlahan sampai 10 atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen dalam penelitian ini, yaitu: a. Membuat kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi dalam penelitian ini disesuaikan dengan kemampuan anak yang mengacu pada kurikulum untuk anak tunagrahita ringan dalam mata pelajaran matematika kelas 2 semester 1 tingkat SDLB-C. Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan
(25)
Desi Nurdianti, 2013
Kelas : II/1 SDLB-C
SK KD Indikator Tujuan Aspek yang
dinilai No. Soal Banyak soal Ket Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 10 Melakukan penjumlahan sampai 10 Melakukan penjumlah an dengan gambar sampai 10 Anak dapat melakukan penjumlahan dengan gambar sampai 10 dengan benar Kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan gambar (ikan, bola, ayam, apel, mobil)
1-5 5
Skor untuk semua soal. Skor 1 : untuk jawaban yang benar Skor 0 : untuk jawaban yang salah Melakukan penjumlah an dengan gambar dan bilangan sampai 10 Anak dapat melakukan penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 dengan benar Kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan gambar (rumah, jeruk, baju, eskrim, buku) dan bilangan
5-10 5
Melakukan penjumlah an dengan bilangan sampai 10 Anak dapat melakukan penjumlahan dengan bilangan sampai 10 dengan benar Kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan bilangan sampai 10
11-15 5
b. Pembuatan Butir Soal
Pembuatan butir soal disesuaikan dengan indikator yang telah ditentukan pada kisi-kisi soal.Butir soal dibuat sebanyak 15 soal berbentuk tes tulisan berupa isian singkat. Pada aspek kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan gambar sampai 10 akan dibuat 5 butir soal, pada aspek kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 akan dibuat 5 butir soal dan pada aspek kemampuan operasi hitung penjumlahan dengan bilangan sampai 10 akan dibuat 5 butir soal.
(26)
c. Membuat Kriteria PenilaianButir Soal
Kriteria penilaian merupakam panduan dalam menentukan besar atau kecilnya skor yang didapat anak dalam memahami operasi hitung penjumlahan sampai 10.
1) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan dengan gambar sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan dengan benar
2) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan dengan benar
3) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan dengan bilangan sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan yang diberikan dengan benar
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar yaitu dengan menggunakan tes tertulis berupa isian singkat.Tes ini digunakan dengan tujuan untuk mengukur peningkatan kemampuan awal anak dan setelah diberi perlakuan dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan.Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data subjek baik sebelum mendapat intervensi atau tahap baseline-1 (A1), saat
(27)
Desi Nurdianti, 2013
mendapatkan perlakuan atau intervensi (B) dan sampai akhirnya mendapat evaluasi untuk baseline 2 (A2).
Melalui desain A-B-A peneliti akan mendapatkan data-data melalui pencatatan persentase. Pencatatan persentase yaitu mencatat jumlah jawaban benar dari suatu tes dibandingkan dengan keseluruhan jumlah soal tes kemudian dikalikan dengan 100%.
3. Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen a. Validitas Instrumen
“Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti” (Sugiyono, 2009: 363).Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Susetyo (2011: 89) yang menyebutkan bahwa validitas dapat diartikan “Sejauhmana hasil pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cermin sasaran ukur yang berupa kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui alat ukur yang tepat”.Validitas dapat dikatakan sebagai ketepatan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Menurut Susetyo (2011: 89), “Validitas pengukuran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu validitas isi (content validity), validitas yang berkaitan dengan kriteria (criterion related validity), dan validitas konstruk (construct
validity)”. Validitas pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
validitas isi (content validity) dengan teknik penilaian ahli (judgement) dimana validitas isi suatu alat ukur dinilai atau diselidiki dengan meminta pertimbangan kelompok ahli (expert judgement).Pada penelitian ini, validitas isi dengan teknik penilaian ahli (judgement) digunakan untuk menentukan apakah butir instrumen tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran atau indikator yang ditetapkan.
Penilaian dilakukan oleh satu orang dosen jurusan PKh UPI dan dua orang guru SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Berikut adalah penilai ahli yang menilai kelayakan instrumen yang dibuat oleh peneliti.
(28)
Tabel 3.2
Daftar para ahli untuk Expert-Judgment Instrumen
No. Nama Jabatan
1. Drs. H. Maman Abdurachman Dosen PKh UPI
2. Roudotul Jannah, S.Pd. Guru SPLB-C YPLB Cipaganti 3. Titi Herawati, S.Pd. Guru SPLB-C YPLB Cipaganti
Penilai tersebut mencocokan indikator yang ada dalam kisi-kisi intrumen dengan butir soal yang dibuat oleh peneliti. Apabila penilai menilai cocok diberi nilai 1 dan jika tidak cocok diberi nilai 0, kemudian dihitung dengan rumus:
P =
∑ x 100%
(Susetyo, 2011: 92) Keterangan:
f = frekuensi cocok menurut penilai ∑ = jumlah penilai
P = persentase
Tabel 3.3
Hasil Validitas Instrumen
Butir Soal
Daftar Penilai
Jumlah Keterangan
1 2 3
1 C C C X 100% = 100% Valid
2 C C C X 100% = 100% Valid
3 C C C X 100% = 100% Valid
4 C C C X 100% = 100% Valid
5 C C C X 100% = 100% Valid
(29)
Desi Nurdianti, 2013
8 C C C X 100% = 100% Valid
9 C C C X 100% = 100% Valid
10 C C C X 100% = 100% Valid
11 C C C X 100% = 100% Valid
12 C C C X 100% = 100% Valid
13 C C C X 100% = 100% Valid
14 C C C X 100% = 100% Valid
15 C C C X 100% = 100% Valid
Berdasarkan hasil penilaian butir soal 1-15 oleh ketiga ahli tersebut, diperoleh hasil dengan persentase 100%. Dengan demikian instrumen dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas data penelitian sangat menentukan kualitas hasil penelitian.Salah satu syarat agar penelitian dapat dipercaya yaitu data penelitian tersebut harus reliabel.Instrumen yang telah disusun harus diujicobakan untuk mengetahui data tersebut sudah reliabel atau belum. Subjek uji coba instrumen ini tentunya harus memiliki karakteristik sama atau mendekati subjek dalam penelitian. Uji coba instrumen ini dilakukan pada tiga subjek di SLB Sabilulungan.Hasil skor dari 3 subjek dapat dilihat pada lampiran.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini diukur dengan cara internal
consistency, karena mencobakan instrumen hanya sekali
saja.pengujianreliabilitas ini menggunakan teknik KR 20 (Kuder Richardson) dengan rumus sebagai berikut :
Ri =
{
∑}
(Sugiyono, 2009:359) Keterangan :
(30)
k = jumlah item dalam instrumen
pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1 qi = 1 – pi
= Varians total yaitu varians skor total
Ri =
{
∑}
= .
{
}
=. = 1,07 x 0,72 = 0,77(tinggi)
(perhitungan terlampir)
Tolak ukur menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tabel klasifikasi analisis reliabilitas tes menurut Arikunto (2002) adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Interpretasi
0,00 – 0,19 Sangat rendah
0,20 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Cukup
0,60 – 0,79 Tinggi
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap instrument penelitian, maka diperoleh harga ri = 0,77. Jika diinterprestasikan, maka tergolong pada koefisien reliabilitas tinggi, sehingga instrumen tersebut reliabel dan dapat
(31)
Desi Nurdianti, 2013
G. Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian ini kemudian diolah dan dianalisis.Analisis data bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif. Menurut Hasan (2009: 2), “Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami”.
Analisis data dibuat ke dalam bentuk grafik dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas dari pelaksanaan eksperimen yaitu tingkat perkembangan kemampuan subjek dalam kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 yang diperoleh dari hasil catatan selama penelitian dalam waktu yang telah ditentukan. Bentuk grafik yang akan digunakan berupa grafik garis. Menurut Sunanto (2005: 37) terdapat beberapa komponen penting dalam grafik, antara lain :
1. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (mislanya sesi, hari dan tanggal). 2. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang
menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya persen, frekuensi dan durasi).
3. Titik Awal adalah: pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.
4. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya 0%, 25%, 50% dan 75%).
5. Label Kondisi adalah keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.
6. Garis Perubahan Kondisi adalah yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.
7. Judul Grafik adalah judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah:
1. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline-1 (A1) dari subjek setiap sesi.
(32)
2. Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi (B) dari subjek setiap sesi.
3. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline-2 (A2) dari subjek setiap sesi.
4. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline-1 (A1), fase intervensi (B) dan fase baseline-2 (A2) dari subjek pada setiap sesi. 5. Menjumlahkan semua skor yang diperoleh pada fase baseline-1 (A1),
intervensi (B) dan fase baseline-2 (A2) dari setiap sesi.
6. Membandingkan hasil skor pada fase baseline-1 (A1), fase intervensi (B) dan fase baseline-2 (A2) dari subjek setiap sesi.
7. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis sehingga dapat terlihat secara langsung perubahan yang terjadi pada ketiga fase tersebut.
(33)
Desi Nurdianti, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung, dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif model permainan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan mean level kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada subjek penelitian MI sebesar 33,34%, yang didasarkan pada kemampuan subjek penelitian sebelum diberikan intervensi dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan memperoleh mean level sebesar 43,33% sedangkan kemampuan subjek setelah diberikan intervensi mengalami peningkatan menjadi 76,67%.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa intervensi dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada MI, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain: a. Bagi guru
Mengacu pada keberhasilan penggunaan media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa multimedia interaktif model permainan, peneliti merekomendasikan media ini agar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya mengenai operasi hitung penjumlahan sampai 10. Selain itu peneliti merekomendasikan agar guru dapat membuat multimedia interaktif model permainan dalam mata
(34)
pelajaran lain yang disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan serta tujuan pembelajaran.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti menyadari keterbatasan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan multimedia interaktif model permainan dengan mempertimbangkan kelas yang berbeda, lokasi yang berbeda, penggunaan materi-materi baru, serta jumlah subjek yang lebih banyak.
(35)
Desi Nurdianti, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Alimin, Z. (2008). Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan pada Anak
Tunagrahita. [Online]. Tersedia
http://z-alimin.blogspot.com/2008/04/hambatan-belajar-dan-hambatan.html [5 November 2012].
Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Asmani, J. M. (2011). Tips Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
Baharuddin dan Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruz Media Group.
Copley, J. V. (2001). The Young Child and Mathematics. NAEYC: Washington DC.
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
(36)
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Erman dan Turmudi. (1993). Perkenalan dengan Teori Bilangan. Bandung: Wijayakusumah.
Green, T. D. dan Brown, A. (2002). Multimedia Projects in the Classroom (A
guide to development and evaluation). California: Corwin Press.
Hasan, I. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat, T. (2007). Ensiklopedia Matematika Untuk Anak. Bandung : Grafindo Media Utama.
Indriana, D. (2010). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: PT Diva Press.
Junaidi, W. (2011). Pengertian Konsep. [Online]. Tersedia http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/06/pengertian-konsep.html [9 Februari 2013].
Kirk, S. A. (1962). Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin Company.
Mardiansyah, D. (2012). Pengertian dan Macam-macam Bilangan, [Online]. http://tipssoftwarenew.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-macam-macam-bilangan.html
Munadi, Y. (2008). Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Munir. (2010). Gerbang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: UPI Press.
(37)
Desi Nurdianti, 2013
Pakasi, S. (1970). Didaktik Berhitung Serta Metodik Khusus Untuk Kelas I dan II
S.D. Jakarta: Bhratara.
Payne, J. S. dan Patton, J. R. (1981). Mental Retardation. Ohio: A bell and Howell Company.
Redaksi Sinar Grafika. (2003). Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI. No. 20 TH. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.
Roblyer, M.D. (2006). Integrating Educational Technology into Teaching. United States: Pearson.
Rochyadi, E dan Alimin, Z. (2003). Pengembangan Program Pembelajaran
Individual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E. T. (1984). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk
Guru. Bandung: Tarsito.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. dan Winataputra, U. S. (1992). Materi Pokok Strategi Belajar
Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sunanto, J. (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. University of Tsukuba: Criced.
(38)
Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: Cakra.
Susilana, R dan Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran (Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian). Bandung : Jurusan
Kurtekpend UPI.
Sutopo, A. H. (2012). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Waryanto, N. H. (2008). “Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran”. Makalah
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung, dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif model permainan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan mean level kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada subjek penelitian MI sebesar 33,34%, yang didasarkan pada kemampuan subjek penelitian sebelum diberikan intervensi dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan memperoleh mean level sebesar 43,33% sedangkan kemampuan subjek setelah diberikan intervensi mengalami peningkatan menjadi 76,67%.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa intervensi dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada MI, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain: a. Bagi guru
Mengacu pada keberhasilan penggunaan media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa multimedia interaktif model permainan, peneliti merekomendasikan media ini agar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya mengenai operasi hitung penjumlahan sampai 10. Selain itu peneliti merekomendasikan agar guru dapat membuat multimedia interaktif model permainan dalam mata
(2)
Desi Nurdianti, 2013
pelajaran lain yang disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan serta tujuan pembelajaran.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti menyadari keterbatasan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan multimedia interaktif model permainan dengan mempertimbangkan kelas yang berbeda, lokasi yang berbeda, penggunaan materi-materi baru, serta jumlah subjek yang lebih banyak.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Alimin, Z. (2008). Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan pada Anak
Tunagrahita. [Online]. Tersedia
http://z-alimin.blogspot.com/2008/04/hambatan-belajar-dan-hambatan.html [5 November 2012].
Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Asmani, J. M. (2011). Tips Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
Baharuddin dan Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruz Media Group.
Copley, J. V. (2001). The Young Child and Mathematics. NAEYC: Washington DC.
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
(4)
Desi Nurdianti, 2013
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Erman dan Turmudi. (1993). Perkenalan dengan Teori Bilangan. Bandung: Wijayakusumah.
Green, T. D. dan Brown, A. (2002). Multimedia Projects in the Classroom (A guide to development and evaluation). California: Corwin Press.
Hasan, I. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat, T. (2007). Ensiklopedia Matematika Untuk Anak. Bandung : Grafindo Media Utama.
Indriana, D. (2010). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: PT Diva Press.
Junaidi, W. (2011). Pengertian Konsep. [Online]. Tersedia http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/06/pengertian-konsep.html [9 Februari 2013].
Kirk, S. A. (1962). Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin Company.
Mardiansyah, D. (2012). Pengertian dan Macam-macam Bilangan, [Online]. http://tipssoftwarenew.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-macam-macam-bilangan.html
Munadi, Y. (2008). Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Munir. (2010). Gerbang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: UPI Press.
(5)
Pakasi, S. (1970). Didaktik Berhitung Serta Metodik Khusus Untuk Kelas I dan II S.D. Jakarta: Bhratara.
Payne, J. S. dan Patton, J. R. (1981). Mental Retardation. Ohio: A bell and Howell Company.
Redaksi Sinar Grafika. (2003). Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI. No. 20 TH. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.
Roblyer, M.D. (2006). Integrating Educational Technology into Teaching. United States: Pearson.
Rochyadi, E dan Alimin, Z. (2003). Pengembangan Program Pembelajaran Individual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E. T. (1984). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. dan Winataputra, U. S. (1992). Materi Pokok Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sunanto, J. (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. University of Tsukuba: Criced.
(6)
Desi Nurdianti, 2013
Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: Cakra.
Susilana, R dan Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran (Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian). Bandung : Jurusan Kurtekpend UPI.
Sutopo, A. H. (2012). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Waryanto, N. H. (2008). “Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran”. Makalah pada kegiatan Diklat Guru SMK Muhammadiyah 3 Klaten.