BAB I Komunikasi Antarpribadi Antara Fisioterapis Dan Pasien (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis untuk Memotivasi Pasien Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta).

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Mengutip istilah dari Paul Watzlawik, “we cannot-not communicate”, kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Dalam artian, seseorang tidak dapat hidup tanpa komunikasi, sehingga setiap orang pasti berkomunikasi dan tidak mungkin tidak membutuhkan komunikasi.

Setiap manusia menginginkan kehidupan bersosial yang harmonis.

Komunikasi yang lancar dan tanpa noise (gangguan) menjadi harapan semua orang

agar kehidupan terasa nyaman, menyenangkan dan bahagia. Namun tidak selamanya hal ini dapat berlangsung dengan lancar, terkadang beberapa masalah datang, terutama kesehatan. Jika kesehatan seseorang terganggu, maka akan menyebabkan terhambatnya proses berkomunikasi.

Salah satu penyakit yang dapat menghambat proses berkomunikasi adalah stroke. Tidak hanya berkomunikasi, penyakit ini juga dapat mengganggu aktivitas individu itu sendiri karena juga menyerang anggota tubuh lainnya. Sehingga individu menjadi terbatas ruang geraknya dan memaksa individu untuk menggunakan anggota tubuhnya yang masih berfungsi dengan baik untuk berkomunikasi dengan orang lain.


(2)

Stroke adalah suatu gangguan peredaran darah di otak yang lazim menimpa orang yang berusia di atas 40 tahun, tetapi ditemukan juga menimpa orang-orang berusia di bawah 40 tahun atau bahkan anak-anak. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia.

Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Selain itu jumlah penderita Stroke di Indonesia adalah yang terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Berdasarkan data di lapangan, angka kejadian stroke meningkat secara dramatis seiring bertambahnya usia. Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat dua kali lipat. Sekitar lima persen orang berusia di atas 65 tahun pernah mengalami setidaknya satu kali stroke. (www.yastroki.or.id)

Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Stroke merupakan penyebab kecacatan serius menetap no.1 di seluruh dunia. Untuk itu setiap tanggal 29 Oktober diperingati sebagai hari stroke dunia. Saat ini perlu diingat bahwa 1 dari 6 orang menderita stroke dan hampir setiap 6 detik seseorang meninggal karena stroke. Organisasi Stroke Dunia mencatatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke apabila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. (www.yastroki.or.id)

Di Indonesia terdapat beberapa rumah sakit rujukan untuk menangani penyakit stroke. Di kota Solo RSO Prof. Dr. R. Soeharso atau biasa disebut Rumah Sakit Ortopedi adalah salah satu rumah sakit rujukan untuk menangani penyakit


(3)

stroke. Di rumah sakit ini terdapat berbagai macam program dan terapi untuk mendukung proses penyembuhan penyakit stroke. Diantaranya Klinik Neurologi dan Terapi Wicara. Selain itu salah satu yang mendukung proses terapi dan penyembuhan tersebut adalah Fisiroterapis. Fisioterapi adalah suatu pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modelitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi (keputusan Menkes RI no. 778 tahun 2008).

Fisioterapis dapat membantu pasien Stroke dalam rangka penyembuhan, seperti meningkatkan keseimbangan berjalan, mengurangi spasme (ketegangan) otot, mengurangi resiko jatuh, hingga meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup. Pada pemeriksaan awal pasien akan diajak mendiskusikan tujuan rehabilitasi jangka panjang atau jangka pendek. Tujuan ini kemudian akan menjadi acuan dari program fisioterapi.

Selama proses penyembuhan fisioterapis juga harus bisa memberikan motivasi kepada pasien. Interaksi antara fisioterapis dengan pasien akan mempercepat proses penyembuhan, karena hal tersebut akan memberikan dukungan emosional dan motivasi lebih bagi sang pasien. Motivasi disini dimaksudkan agar sang pasien dapat hidup mandiri dan produktif kembali. Karena biasanya setelah stroke, pasien mungkin akan mengalami kesulitan melakukan hal-hal yang sebelumnya sederhana.

Jika seorang pasien dapat sembuh pasti ada rasa kepuasan dan bahagia dalam dirinya bahwa dirinya bisa bangkit. Tentunya juga ada dukungan dari


(4)

keluarga dan lingkungan, serta konsistensi dalam menjalankan program terapi. Komunikasi yang baik dan membangun sangat diperlukan agar pasien bersedia menceritakan sakit atau keluhan yang dialaminya kepada fisioterapis. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dan membuat fisioterapis tahu langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Sehingga dapat mempercepat proses kesembuhan si pasien.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti proses komunikasi antarpribadi yang terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke sehingga pasien termotivasi untuk sembuh.

Masalah tersebut menurut penulis menarik untuk diteliti. Alasannya, seseorang yang biasanya dapat beraktivitas normal kemudian tiba-tiba tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya karena terkena penyakit stroke kemungkinan besar mengalami rasa kurang percaya diri. Dirinya merasa tidak berharga lagi bagi keluarganya. Karena sebelumnya mungkin adalah kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarganya.

Sebagai referensi peneliti telah mempelajari penelitian terdahulu, yang berjudul Proses Komunikasi Interpersonal Antara Terapis Dengan Anak Autis Di Esya Terapi Center Sidoarjo Dalam Proses Terapi Wicara oleh Helen Uli Martha Sitompul tahun 2013 dari Universitas Kristen Petra Surabaya. Tujuan peneltian ini, yakni untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi interpersonal antara anak autis dengan terapis dalam proses terapi wicara di Esya Terapi Center Sidoarjo. Hasil penelitian ini Proses komunikasi yang terjadi dalam proses terapi, antara terapis dan anak autis adalah proses komunikasi interpersonal dua arah. Dalam


(5)

penyampaian pesan, didominasi dengan penyampaian pesan non verbal. Dalam proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh terapis dan anak autis memiliki hambatan yaitu hambatan semantik, fisiologis, dan juga psikologis. Dalam

penelitian ini, peneliti juga menyimpulkan mengenai reward and punishment.

Reward and punishment diberkan oleh para terapi sebagai respon untuk apa yang dilakukan oleh murid terapinya dan juga sekaligus sebagai etika yang diwajibkan dari tempat terapis. Sehingga, jika murid terapinya bisa melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh terapisnya, maka akan diberikan penghargaan sedangkan hukuman diberikan jika murid terapisnya tidak melakukan hal yang sesuai dengan apa yang terapis mau. Dan hal ini sekaligus untuk pemberian motivasi kepada murid autis untuk terus belajar. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa dalam proses penyembuhan anak autis terutama dalam berkomunikasi dengan orang lain juga

adanya campurtangan dari pihak keluarga. Dalam penelitian ini didapatkan,

kurangnya intensitas dalam berkomunikasi bersama keluarga juga menjadi salah satu hambatan untuk membuat murid autis bisa berkomunikasi dengan orang lain. Sehingga, murid autis ini tidak terbiasa untuk berkomunikasi dan proses pembelajaran menjadi terhambat.

Selain penelitian di atas, penelitian kedua yakni, Komunikasi Antar Pribadi Dan Perubahan Sikap Narapidana (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Komunikasi Antarpribadi Petugas Lembaga Permasyarakatan Dalam Merubah Sikap Narapidana Di Cabang RUTAN Aceh Singkil) oleh Budi Prasetyo tahun 2013 dari Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini, yakni untuk mengetahui proses dan peranan komunikasi antarpribadi yang dilakukan petugas dalam merubah


(6)

sikap narapidana di cabang Rutan Aceh Singkil. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi dalam merubah sikap narapidana sangat berpengaruh dalam proses pembinaan yang dilakukan oleh petugas, bentuk komunikasi yang terdapat dalam pembinaan seperti komunikasi antapribadi dan komunikasi kelompok sesama petugas dan narapidana. Komunikasi menjadi sebuah kebutuhan yang diperlukan oleh para narapidana dalam menjalani masa hukuman, dimana sangat penting dalam bentuk komunikasi itu sendiri.

Kedua penelitian terdahulu di atas memiliki kesamaan dengan penelitian ini, namun pada penelitian ini subjek dan objek sangat berbeda dengan kedua penelitian terdahulu di atas, sehingga penelitian ini benar-benar merupakan penelitian baru

dengan judul KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS

DAN PASIEN (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis Untuk Memotivasi Pasien Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dia atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjalin antara

fisioterapis dan pasien stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Atas dasar permasalahan yang dirumuskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi antarpribadi yang terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta. D. Manfaat Penelitian


(7)

Dari Penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi para fisioterapis dalam menjalankan tugasnya untuk kesembuhan pasien.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kajian Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai kajian komunikasi antarpribadi. Selain itu diharapkan mampu melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis dan jika memungkinkan, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian serupa di waktu yang akan datang.

E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari komunikasi. Manusia pada hakikatnya diciptakan untuk saling berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam proses berinteraksi tersebut, komunikasi menjadi salah satu hal yang penting untuk menunjang terjadinya proses komunikasi tersebut.

Ketika berkomunikasi manusia dapat mengungkapkan atau mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. Semua itu membutuhkan sebuah komunikasi yang baik dan lancar agar tercipta situasi dan kondisi harmonis. Komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara


(8)

langsung atau tatap muka maupun melalui media lain (tulisan, oral dan visual). (Liliweri, 2007: 4)

Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya. Meihat dari definisi tersebut, maka Laswell menurunkan lima unsure komunikasi yang pada dasarnya saling berhubungan antara

unsur satu dengan yang lain. Kelima unsure tersebut yaitu, Sumber (source), pesan

(message), saluran atau media (channel) dan pengaruh atau efek. (Mulyana, 2007:69)

Selain Laswell, Carl I. Hovland, secara terminologis juga menjabarkan definisi komunikasi, yaitu upaya secara sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi dan pembentukan pendapat serta sikap. Hovland menyatakan bahwa objek ilmu komunikasi tidak hanya informasi saja, tetapi juga

meliputi pembentukan pendapat umum (public opinion) maupun sikap publik

(public attitude) yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan sosial. (Effendy, 2009: 9-10)

Dari kedua definisi tersebut, maka dapat dirinci bahwa komunikasi terdiri dari berbagai elemen-elemen penting, yaitu:

1. Proses antar manusia, yaitu komunikator dan komunikan 2. Pesan, yang berupa ungkapan pikiran dan perasaan 3. Menggunakan media/saluran/channel berupa bahasa


(9)

4. Feedback, yang berarti umpan balik yang mendorong terjadinya

pembentukan pendapat umum (public opinion) maupun sikap publik (public

attitude

5. Terbentuk hubungan dalam kehidupan sosial

Dengan begitu dapat diketahui bahwa komunikasi bersifat dinamis dan selalu berkembang. Melalui komunikasi pula manusia diarahkan untuk tidak melupakan kodratnya sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan selalu berhubungan dengan sesamanya. Hingga pada saatnya akan tercipta saling keterikatan antara satu dengan yang lainnya.

Perlu diketahui bahwa komunikasi dibagi menjadi beberapa peringkat, yaitu: 1. Komunikasi Antarpribadi, yaitu komunikasi yang dilakukan antara individu dengan individu lain yang memungkinkan terjadinya dialog. Pada umumnya, pada tingkatan ini, komunikasi bersifat akrab dan terbuka.

2. Komunikasi Kelompok, menyampaikan pesan pada sekelompok orang. Contohnya rapat, komunitas, dan lain lain.

3. Komunikasi Organisasi, adalah komunikasi yang terjadi di dalam kelompok formal atau dari suatu organisasi.

4. Komunikasi Massa, yaitu komunikasi kepada khalayak umum melalui media (massa).

5. Komunikasi Antar Budaya, yaitu komunikasi yang terjadi antar orang-orang yang memiliki perbedaan kebudayaan (ras, etnis, sosial-ekonomi atau gabungan dari semuanya).


(10)

Dalam penelitian ini, peringkat komunikasi yang akan diteliti adalah komunikasi antarpribadi, dimana setiap pesertanya dapat berkomunikasi lebih akrab dan terbuka sehingga terbentuk suatu hubungan sosial.

2. Komunikasi Antarpribadi

Effendy mengemukakan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. (Liliweri, 1997: 12)

Sedangkan Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara verbal atau non verbal. (Mulyana, 2000: 73)

Pentingnya suatu komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif.


(11)

Ketika proses mendengar terjadi, seseorang akan mulai menggali informasi dan menemukan solusi dari masalahnya. Selain fokus pada isi pembicaraan dia juga harus peka terhadap bahasa non verbal dan makna di balik kata. Tujuannya adalah memahami perasaan, pikiran, dan kebutuhan lawan bicaranya. (Wood, 2010: 165-166)

Fungsi komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendapatkan respon atau umpan balik. Hal ini sebagai salah satu

tanda efektivitas proses komunikasi

2. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/umpan balik

3. Untuk melakukan kontrol terhadap sosial, yaitu komunikator dapat

melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi.

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi

kelompok kecil (small group communication). Dalam penelitian ini akan lebih

menekankan pada tipe komunikasi diadik. Karena komunikasi melibatkan dua orang saja, yaitu fisioterapis dan pasien stroke.

Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Menurut R. Wayne Pace komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius yaitu adanya pihak yang dominan


(12)

pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab. (Cangara, 2006: 32)

Komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan komunikasi lainnya dinilai paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung secara tatap muka.

Karena dengan komunikasi itu terjadi kontak pribadi (personal contact) yaitu

pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.

Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika itu juga, tangggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan pada ekspresi wajah dan gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan dan komunikator akan mempertahankan gaya komunikasi tersebut, sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka komunikator akan mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil. Biasanya tanggapan

komunikasi yang negatif disebabkan karena gangguan (noise), baik eksternal

maupun internal.

Menurut Rakhmat (1996) terdapat 5 tanda-tanda komunikasi yang efektif , yaitu.

a. Saling pengertian

b. Memberikan kesenangan

c. Mempengaruhi sikap

d. Hubungan sosial yang semakin baik


(13)

Rakhmat juga (1998) mengatakan untuk menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif, dapat melalui tiga tahap,yaitu:

a. Pembentukan hubungan antarpribadi

Pada tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Perkenalan adalah proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi mengenai dirinya terhadap orang lain.

Menurut Charles R. Burger (1973) informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori, yaitu.

1) Informasi demografis

2) Sikap dan pendapat

3) Rencana yang akan datang

4) Kepribadian

5) Perilaku masa lalu

6) Orang lain

7) Hobi dan minat

b. Peneguhan hubungan antarpribadi

Hubungan antarpribadi tidak bersifat statis melainkan selalu berubah. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan antarpribadi akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.


(14)

Tahap pemutusan hubungan adalah pemutusan ikatan diantara kedua pihak. Misalnya dalam sebuah pernikahan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian.

3. Motivasi

Motivasi adalah tenaga atau faktor yang ada di dalam diri manusia yang mengarahkan tingkah lakunya. Sedangkan kata motif adalah alasan atau dorongan yang menyebabkan individu melakukan tindakan. (Handoko, 1992: 9)

Ada tidaknya motivasi dalam diri individu dapat dilihat dari tingkah lakunya, misal usaha yang dilakukan, kecepatan reaksi, tema pembicaraan, dan impian-impiannya. (Handoko, 1992: 61-62).

Adapun cara memunculkan motivasi yang paling efektif adalah dengan cara:

1. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan sejelas-jelasnya. Makin jelas tujuan yang akan dicapai, tentu makin kuat usaha untuk mencapainya. Sebaliknya, makin tidak jelas tujuan yang akan dicapai, makin lemah juga usaha untuk mencapainya.

2. Menjelaskan pentingnya mencapai tujuan. Di sini perlu ditunjukkan alasan-alasan, mengapa tujuan itu perlu dicapai. Bila ternyata tujuan yang akan dicapai tersebut benar-benar dirasa penting, maka akan menjadi lebih besarlah dorongan untuk mencapainya.


(15)

3. Menjelaskan Insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan itu. Insentif tidak harus berupa materi, melainkan dapat berupa kepuasan batin, nilai hidup, tanda penghargaan, dan lain-lain.

F. Kerangka Pemikiran

Secara sistematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

F. Metodologi Penelitian

G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian kualitatif didasarkan pada pemikiran yang berbeda atau malah sebaliknya. Realitas dihayati sebagai majemuk, bersegi banyak dan berlapis, setiap lapisan unik saling merasuki. Akibatnya realitas tidak dapat dibagi-bagi, dibatasi,

Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis dan Pasien

Stroke

Motivasi kepada Pasien Stroke

Hubungan Fisioterapis dengan Pasien Stroke

Komunikasi yang Efektif dengan Pasien Stroke


(16)

diseleksi. Untuk memahami realitas dan memudahkan pekerjaan penelitian, peneliti bisa menentukan fokus, artinya menentukan suatu titik dalam lapisan realitas itu untuk memulai. (Putra, 2011: 8)

Menggunakan metode ini, penulis berusaha mendeskripsikan hal-hal apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis untuk memotivasi pasien stroke. Bagaimana pasien bisa termotivasi untuk sembuh dan hidup mandiri kembali.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilaksanakan di RSO. Prof. Dr. R. Soeharso yang berlokasi di Jl. Jend. Ahmad Yani No.157 Surakarta. Telp. (0271) 714458. Alasan memilih lokasi ini karena selain sebagai rumah sakit rujukan nasional, RSO. Prof. Dr. R. Soeharso atau Rumah Sakit Ortopedi Surakarta juga memberikan pelayanan terhadap penyakit Stroke.

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, mulai bulan Januari hingga bulan Februari 2016

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Fisioterapis dan pasien penyakit stroke, baik rawat jalan maupun rawat inap. Sedangkan penarikan subjek

menggunakan purposive sampling.


(17)

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan beberapa cara, yaitu:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. (Narbuko & Achmadi, 1991: 70).

Dalam penelitian ini jenis observasi yang digunakan adalah observasi

partisipan (participant observation). Dalam penelitian ini, peneliti terlibat

dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. (Sugiyono, 2007: 64).

Observasi dimulai pada bulan November 2015. Observasi dilakukan ketika fisioterapis melakukan interaksi dengan pasien, sehingga dapat melihat dengan seksama apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis.

b. Wawancara

Selain observasi, dalam peneltian ini juga menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. (Narbuko&Achmadi, 1991: 83).

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dan gambaran mengenai komunikasi antarpribadi antara fisioterapis dan pasien stroke. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(18)

Wawancara semi terstruktur merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan antara peneliti dan narasumber untuk menggali informasi tentang suatu topik penelitian dengan menggunakan pedoman yang telah disusun sebelumnya. (Mulyana, 2002: 180-181)

c. Catatan Lapangan

Penelitian ini juga menggunakan catatan lapangan. Catatan lapangan berisi tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam proses pengumpulan data tersebut.

5. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada ada dua yaitu:

a. Data primer

1) Wawancara dengan informan

Jenis data ini diambil dengan cara merekam semua pertanyaan yang diajukan peneliti dan jawaban dari informan ketika melakukan wawancara

2) Dokumentasi

Data primer selanjutnya yaitu dokumentasi yang berasal dari data atau arsip Rumah Sakit Ortopedi Surakarta.

b. Data Sekunder

1) Observasi

Yaitu diperoleh dengan cara melihat langsung atau mengamati proses komunikasi antara fisioterapis dan pasien penyakit stroke.


(19)

2) Kepustakaan

Bisa diperoleh dari buku, jurnal dan artikel-artikel dari internet.

6. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan pada saat aktivitas di lapangan, yakni bersamaan dengan tahap pengumpulan data.

Salah satu cara yang dianjurkan ialah menurut Miles dan Huberman (dalam Ardianto, 2011:223). Ada tiga jenis kegiatan dalam analisis data yaitu dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mereduksi data

Reduksi bukan sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan.

b. Model data (data display)

Kita mendefinisikan model sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk yang paling

sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks naratif.


(20)

Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi-proposisi. (Miles dan Huberman, dalam Ardianto, 2011:223).

7. Teknik Validitas Data

Validitas Data dalam penelitian komunikasi kualitatif menunjuk pada sampai mana data yang diperoleh, apakah sudah akurat dan mewakili realitas yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas data digunakan triangulasi sumber atau data.Menurut Dwidjowinoto (dalam

Kriyantono, 2010:72) triangulasi sumber adalah membandingkan atau

mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara.


(1)

3. Menjelaskan Insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan itu. Insentif tidak harus berupa materi, melainkan dapat berupa kepuasan batin, nilai hidup, tanda penghargaan, dan lain-lain.

F. Kerangka Pemikiran

Secara sistematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

F. Metodologi Penelitian

G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian kualitatif didasarkan pada pemikiran yang berbeda atau malah sebaliknya. Realitas dihayati sebagai majemuk, bersegi banyak dan berlapis, setiap lapisan unik saling merasuki. Akibatnya realitas tidak dapat dibagi-bagi, dibatasi,

Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis dan Pasien

Stroke

Motivasi kepada Pasien Stroke

Hubungan Fisioterapis dengan Pasien Stroke

Komunikasi yang Efektif dengan Pasien Stroke


(2)

diseleksi. Untuk memahami realitas dan memudahkan pekerjaan penelitian, peneliti bisa menentukan fokus, artinya menentukan suatu titik dalam lapisan realitas itu untuk memulai. (Putra, 2011: 8)

Menggunakan metode ini, penulis berusaha mendeskripsikan hal-hal apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis untuk memotivasi pasien stroke. Bagaimana pasien bisa termotivasi untuk sembuh dan hidup mandiri kembali.

2. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilaksanakan di RSO. Prof. Dr. R. Soeharso yang berlokasi di Jl. Jend. Ahmad Yani No.157 Surakarta. Telp. (0271) 714458. Alasan memilih lokasi ini karena selain sebagai rumah sakit rujukan nasional, RSO. Prof. Dr. R. Soeharso atau Rumah Sakit Ortopedi Surakarta juga memberikan pelayanan terhadap penyakit Stroke.

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, mulai bulan Januari hingga bulan Februari 2016

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Fisioterapis dan pasien penyakit stroke, baik rawat jalan maupun rawat inap. Sedangkan penarikan subjek menggunakan purposive sampling.


(3)

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan beberapa cara, yaitu:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. (Narbuko & Achmadi, 1991: 70).

Dalam penelitian ini jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipan (participant observation). Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. (Sugiyono, 2007: 64).

Observasi dimulai pada bulan November 2015. Observasi dilakukan ketika fisioterapis melakukan interaksi dengan pasien, sehingga dapat melihat dengan seksama apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis.

b. Wawancara

Selain observasi, dalam peneltian ini juga menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. (Narbuko&Achmadi, 1991: 83).

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dan gambaran mengenai komunikasi antarpribadi antara fisioterapis dan pasien stroke. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur atau wawancara terfokus.


(4)

Wawancara semi terstruktur merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan antara peneliti dan narasumber untuk menggali informasi tentang suatu topik penelitian dengan menggunakan pedoman yang telah disusun sebelumnya. (Mulyana, 2002: 180-181)

c. Catatan Lapangan

Penelitian ini juga menggunakan catatan lapangan. Catatan lapangan berisi tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam proses pengumpulan data tersebut.

5. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada ada dua yaitu: a. Data primer

1) Wawancara dengan informan

Jenis data ini diambil dengan cara merekam semua pertanyaan yang diajukan peneliti dan jawaban dari informan ketika melakukan wawancara

2) Dokumentasi

Data primer selanjutnya yaitu dokumentasi yang berasal dari data atau arsip Rumah Sakit Ortopedi Surakarta.

b. Data Sekunder 1) Observasi

Yaitu diperoleh dengan cara melihat langsung atau mengamati proses komunikasi antara fisioterapis dan pasien penyakit stroke.


(5)

2) Kepustakaan

Bisa diperoleh dari buku, jurnal dan artikel-artikel dari internet.

6. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan pada saat aktivitas di lapangan, yakni bersamaan dengan tahap pengumpulan data.

Salah satu cara yang dianjurkan ialah menurut Miles dan Huberman (dalam Ardianto, 2011:223). Ada tiga jenis kegiatan dalam analisis data yaitu dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mereduksi data

Reduksi bukan sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan.

b. Model data (data display)

Kita mendefinisikan model sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks naratif.


(6)

Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi-proposisi. (Miles dan Huberman, dalam Ardianto, 2011:223).

7. Teknik Validitas Data

Validitas Data dalam penelitian komunikasi kualitatif menunjuk pada sampai mana data yang diperoleh, apakah sudah akurat dan mewakili realitas yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas data digunakan triangulasi sumber atau data.Menurut Dwidjowinoto (dalam Kriyantono, 2010:72) triangulasi sumber adalah membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara.


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 52 117

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

1 19 111

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS DAN PASIEN (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis untuk Memotivasi Komunikasi Antarpribadi Antara Fisioterapis Dan Pasien (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioter

5 10 13

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS DAN PASIEN (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis Untuk Memotivasi Pasien Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta) Komunikasi Antarpribadi Antara Fisioterapis Dan Pasien (St

0 3 13

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI KONSELOR TERHADAP ODHA (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Konselor terhadap KOMUNIKASI ANTARPRIBADI KONSELOR TERHADAP ODHA (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Konselor terhadap ODHA di Klinik Vol

0 2 14

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

0 1 11

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

0 0 1

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

0 0 9

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

0 0 2

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

0 1 23