KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) ASAL CILACAP

(1)

commit to user

KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT-ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)

ASAL CILACAP

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh :

Putut Setyo Nugroho H 0106091

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT-ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) ASAL CILACAP

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Putut Setyo Nugroho

H0106091

Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal :……….

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan tim penguji

Ketua

Ir. Supyani, MP. M.Agr. Ph.D NIP.196610161993021001

Anggota I

Ir. Sri Widadi, MP. NIP.195208231976112001

Anggota II

Dra. Sri Rossati, MSi. NIP.194804261979032001

Surakarta, September 2010 Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP.19551217.198203.1.003


(3)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT-ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) ASAL CILACAP”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas anugerah ilmu, kemudahan, kekuatan menyelesaikan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

3. Ir. Supyani, MP. M.Agr. Ph.D dan Ir. Sri Widadi, MP. selaku pembimbing saya yang telah memberikan saran dan sumbangan pemikiran kepada penulis selama pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

4. Dra. Sri Rossati, MSi. selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan dan saran pada skripsi ini.

5. Dr. Ir Subagiya, MP. selaku pengampu dalam seminar hasil saya, yang telah memberikan masukan dan saran pada skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS. selaku pembimbing akademik saya, yang membimbing saya dalam masalah akademik dari awal kuliah hingga akhir perkuliahan ini.

7. Keluarga yang saya banggakan : bapak, ibu, kakek, nenek dan adik-adik yang selalu memberikan inspirasi terhadap kehidupan saya selama ini.

8. Calon istri saya, terima kasih atas semua do`a dan semangat yang selalu engkau berikan.


(4)

commit to user

9. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penelitian ini dari awal sampai akhir.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Agustus 2010


(5)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... x

SUMMARY ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 2

C. Tujuan penelitian... 4

D. Hipotesis... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A... Tanaman karet(Hevea brasiliensis) ... 5

B. ... Cendawa n Rigidoporus microporus ... 5

C. ... Pengend alian Hayati ... 7

III. METODE PENELITIAN ... 9

A. Waktu dan tempat penelitian ... 9

B. Bahan dan alat ... 9


(6)

commit to user IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan serangan Rigidoporus microporus di lapang ... 15

B. Isolasi R microporus ... 16

C. Pengamatan jamur Rigidoporus microporus secara makroskpis ... 16

D. Uji virulensi... 20

E. Uji VCG(Vegetatif Compatibility Group)... 22

V . KESIMPULAN DAN SARAN A. ... Kesimpu lan ... 24

B. ... Saran ... 24

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 25


(7)

commit to user

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. Pengamatan fenotip koloni jamur Rigidoporus microporus di

dalam media PDA ... 16 Tabel 2. Pengamatan kekompatibelan strain jamur Rigidoporus


(8)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Pengamatan laju pertumbuhan jamur Rigidoporus microporus di

dalam media PDA ... 17 Gambar 2. Pengamatan uji virulensi jamur Rigidoporus microporus pada


(9)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Gambar 3. Akar karet yang busuk akibat serangan R. microporus... 28

Gambar 4. Miselium R. microporus pada pangkal batang karet ... 28

Gambar 5. Gejala karet terserang R microporus ... 29

Gambar 6. Miselium R. microporus pada akar karet ... 29

Gambar 7. Isolat grup 1 ... 30

Gambar 8. Isolat grup 2 ... 30

Gambar 9. Isolat grup 3 ... 30

Gambar 10. Isolat grup 4 ... 30

Gambar 11. Isolat grup 5 ... 30

Gambar 12. Isolat grup 6 ... 30

Gambar 13. Isolat grup 7 ... 31

Gambar 14. Isolat grup 8 ... 31

Gambar 15. Isolat grup 9 ... 31

Gambar 16. Miselium R microporus pada uji virulensi ... 29


(10)

commit to user

KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT-ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)

ASAL CILACAP

PUTUT SETYO NUGROHO H0106091

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakter biologi dan keragaman virulensi isolat-isolat R. microporus pada tanaman karet (Hevea brasiliensis) asal Kabupaten Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Juli 2010 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini didesain sebagai penelitian eksploratif di lapang dan eksperimen di laboratorium. Variabel pengamatan meliputi gejala pada tanaman, laju pertumbuhan koloni, fenotip koloni dan uji virulensi. Data dari hasil pengamatan fenotip koloni disajikan dalam bentuk deskriptif. Sedangkan data hasil virulensi dianalisis dengan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa R. microporus yang menyerang karet di Kabupaten Cilacap memiliki keragaman tinggi, yaitu didapatkan 9 grup. Grup yang memiliki tingkat virulensi rendah adalah kelompok isolat 6 dengan karakter morfologi seperti kapas, berwarna putih dan memiliki miselium udara yang banyak. Isolat ini memiliki potensi sebagai isolat hipovirulen yang dapat berpeluang dikembangkan sebagai agen pengendali hayati.


(11)

commit to user

BIOLOGICAL CHARACTERIZATION OF Rigidoporus microporus ISOLATES COLLECTED FROM RUBBER (Hevea brasiliensis)

IN CILACAP

PUTUT SETYO NUGROHO H0106091

SUMMARY

This study was aimed to examine the biological characteristics and virulence of R. microporus isolates on rubber (Hevea brasiliensis) from Cilacap district. This research was conducted from January to July 2010 at Plant Protection Laboratory Faculty of Agriculture Sebelas Maret University.

This study was designed as exploratory research in the field and experimental in laboratory. Observed variables include symptoms in plants, growth rate of the R. microporus colony, the colony phenotype and virulence test. The colony phenotypes data ware presented in descriptive form. While the virulence data were analyzed by orthogonal contrast test.

The results showed that R. microporus which attack the rubber in Cilacap district has a high diversity, which is obtained nine isolates groups. The group which a low level of virulence is group six with morphological characteristics are cotton-like, white in colour, and has a lot of aerial mycelium. These isolates are potentially as hipovirulen isolates which can be developed as biological control agents.


(12)

commit to user

KARAKTERISASI BIOLOGI ISOLAT-ISOLAT Rigidoporus microporus PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)

ASAL CILACAP

Oleh :

Putut Setyo Nugroho H 0106091

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(13)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditi ekspor andalan di Indonesia. Peran karet dan hasil olahannya terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil mengingat pada tahun 2007 Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton setelah Thailand dengan produksi sebesar 2,97 juta ton, selain itu Indonesia merupakan negara yang memiliki luas lahan karet terluas didunia dengan luas lahan mencapai 3,4 juta hektar (Parhusip, 2008).

Ditengah ancaman melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Melemahnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditas karet, namun diharapkan dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia dalam 2-3 tahun kedepan, ekspor karet masih tetap menjadi tumpuan perekonomian dalam jangka panjang.

Ekspor karet yang selama ini menopang perekonomian Indonesia pasca krisis 1998, diharapkan dapat kembali menjadi faktor penting dalam penguatan perekonomian Indonesia kedepan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang menjadi andalan adalah karet dan hasil olahannya (pertumbuhan ekspor karet dan hasil olahannya mencapai 65% dalam 3 tahun terakhir sampai tahun 2007).

Usaha peningkatan produksi tanaman karet selama ini masih mengalami


(14)

commit to user

microporus. Adanya serangan cendawan ini menjadikan salah satu pembatas

yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi karet di Indonesia.

R. microporus merupakan salah satu cendawan penting pada tanaman

karet. Di Indonesia R. microporus sering disebut dengan jamur akar putih (JAP).

Jamur akar putih menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan menimbulkan kerugian pada produksi kebun. Menurut perhitungan Situmorang (2004) penurunan produksi karet kering terjadi rata-rata 2,7 kilogram per pohon per tahun. Serangan JAP dapat timbul pada karet pada semua umur tanaman. Terlebih pada kebun muda yang baru dibuka untuk perkebunan karet.

Tanaman karet yang terserang JAP memiliki gejala awal berupa membusuknya akar tanaman yang diserang, sehingga tanaman mudah roboh. Selain itu tanaman yang terserang juga menampakkan gejala sekunder berupa bertambah banyaknya ranting dan berbuah lebih awal dari tanaman yang sehat, sehingga tanaman terlihat lebih rimbun. Daun tanaman yang terserang selanjutnya akan menguning dan gugur yang selanjutnya diikuti oleh matinya ranting tanaman.

Pengendalian JAP sangat sulit dilakukan karena cendawan ini dapat bertahan hidup di tanah selama 25 tahun tanpa adanya tanaman inang. Cendawan ini bertahan dengan memanfaatkan kayu yang sudah lapuk sebagai tempat tumbuhnya. Pengendalian preventif sebenarnya dapat dilakukan, akan tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama, yaitu dengan membolak-balik tanah selama 3-5 tahun dan setiap proses pembalikannya dilakukan pemberian belerang ke tanah yang terkena JAP, selain itu juga mahalnya biaya operasional, kerugian akibat terhentinya proses produksi serta hasil yang tidak dapat dilihat langsung saat berakhirnya perlakuan sterilisasi.


(15)

commit to user

Cendawan R. microporus merupakan kendala yang amat besar dalam

meningkatkan produksi karet di Indonesia, khususnya di kebun muda. Karena pentingnya cendawan tersebut maka perlu adanya penelitian mengenai

karakteristik biologi isolat-isolat R. microporus yang menyerang tanaman karet di

Indonesia, sehingga dengan mengetahui karakteristiknya dapat dilakukan pengendalian yang tepat, khususnya pengendalian yang ramah lingkungan

dengan memanfaatkan agen biologi sebagai pengendali serangan R.

microporus pada tanaman karet, misalkan teknologi imunisasi (induksi resisten)

dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penginduksi sudah

dikembangkan dan digunakan di lapangan di negara-negara maju beberapa tahun sebelumnya pada berbagai tanaman, yaitu dengan memanfaatkan jamur

Rosellinia necatrix yang hipovirulen pada tanaman apel dengan

metode ketahanan terimbas (Kanematsu et al., 2004). Berdasarkan

permasalahan yang ada maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakter

biologi isolat-isolat biologi R. microporus. Sebagai langkah awal pengendalian

hayati dengan metode ketahanan terimbas perlu dilakukan penelitian mengenai

keragaman karakter biologi R. microporus pada tanaman karet dan diharapkan

diperoleh beberapa isolat R. microporus yang hipovirulen yang nantinya dapat

dikembangkan sebagai agen pengendali hayati dalam mengendalikan penyakit JAP pada tanaman karet.

B. Perumusan Masalah

R. microporus merupakan salah satu cendawan penting pada tanaman

karet yang menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada kondisi karet di Indonesia. Sampai sekarang belum ditemukan pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan terhadap cendawan tersebut.


(16)

commit to user

Pengendalian JAP sangat sulit dilakukan karena cendawan ini dapat bertahan hidup di tanah selama 25 tahun tanpa adanya tanaman inang. Cendawan ini bertahan dengan memanfaatkan kayu yang sudah lapuk sebagai tempat tumbuhnya. Pengendalian preventif sebenarnya dapat dilakukan, akan tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama, yaitu dengan membolak-balik tanah selama 3-5 tahun dan setiap proses pembalikanya dilakukan pemberian belerang ke tanah yang terkena JAP, selain itu juga mahalnya biaya operasional, kerugian akibat terhentinya proses produksi serta hasil yang tidak dapat dilihat langsung saat berakhirnya perlakuan sterilisasi.

Pada dasarnya setiap tanaman secara alami melakukan mekanisme perlawanan atau melakukan reaksi pertahanan dalam menghadapi serangan patogen (Hutcheson, 1998), namun demikian mekanisme tersebut dapat menjadi gagal jika tanaman terinfeksi oleh patogen yang mengadakan serangan lebih kuat daripada pertahanan yang dilakukan tanaman, patogen yang dapat menginfeksi dengan sangat kuat terhadap tanaman disebut dengan patogen virulen. Mekanisme pertahanan tanaman dapat dipicu oleh suatu imbasan

tertentu, maka penyakit dapat direduksi (Weller et al., 2002). Imbasan untuk

mereduksi penyakit tersebut disebut sebagai induksi yang pemicunya dapat berupa bahan kimia tertentu, mikroorganisme non-patogenik, patogen

hipovirulen dan avirulen atau patogen ras inkompatibel (Loon et al., 1998).

Teknologi imunisasi (induksi resisten) dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penginduksi sudah dikembangkan dan digunakan di lapangan di negara-negara maju beberapa tahun sebelumnya pada berbagai tanaman, yaitu dengan

memanfaatkan jamur Rosellinia necatrix yang avirulen pada tanaman apel

(Kanematsu et al., 2004).

Salah satu cara untuk mengetahui jenis patogen adalah dengan


(17)

commit to user

permasalahan yang ada maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakter

biologi isolat-isolat biologi R. Microporus, apakah isolat R microporus yang ada

memiliki keragaman karakter biologi atau tidak?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi biologi isolat-isolat R. microporus yang menyerang tanaman karet di Kabupaten Cilacap, dari keragaman ini diharapkan terdapat beberapa isolat R. microporus yang memiliki sifat virulensi yang relatif rendah (hipovirulen).

D. Hipotesis

Diduga terdapat isolat-isolat R. microporus yang menginfeksi tanaman karet di Kabupaten Cilacap dengan karakter biologis yang beragam (morfologi, laju pertumbuhan, virulensi). Diduga dari keragaman ini terdapat beberapa isolat R. microporus yang memiliki sifat virulensi yang relatif rendah (hipovirulen).


(18)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebgai berikut:

Divisio : Spermathophyta

Sub divisio : Angiospermae

Klasis : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Dibeberapa kebun karet ada .kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai utama 3-20 cm, sedangkan panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm. Anak daun

berbentuk memanjang elips, memanjang dengan ujung runcing.

(Nazaruddin, 1992).

Karet adalah tanaman yang berasal dari wilayah Amerika yang beriklim tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga berilkim tropis. Karet merupakan tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh dengan baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut. Di ketinggian tersebut


(19)

rata-commit to user

rata kurang dari 20 0C, tempat tersebut tidak cocok untuk tanaman karet. Suhu

lebih dari 30 0C juga mengakibatkan karet tidak bisa berproduksi dengan baik.

Meskipun karet membutuhkan tempat yang hangat, karet juga memerlukan kelembaban yang cukup. Karenanya wilayah dengan curah hujan yang tinggi sangat disukai tanaman ini, lebih baik lagi curah hujan tersebut rata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet juga membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jam/hari (Setiawan, 2005).

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman karet sendiri baru diintroduksi pada tahun 1894. Dalam kurun waktu 150 tahun sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Total areal perkebunan karet tersebut 84 ,5% diantaranya adalah perkebunan milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik negara. Areal perkebunan terluas tersebut, Indonesia bersama Malaysia dan Thailand sejak dekade 1920an sampai sekarang merupakan negara pemasok karet utama di dunia. Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi pada tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia 2, ketika itu Indonesia merupakan pemasok karet terkemuka di pasar Internasional (Heru, 2005).

B. Cendawan R. Microporus

Dalam budidaya tanaman karet penyakit akar putih merupakan penyakit yang paling merugikan dibandingkan dengan jamur akar yang lainya. Bahkan di Jawa Timur dan Sumatra Utara penyakit akar putih merupakan penyakit terpenting diantara penyakit yang menyerang tanaman karet yang ada. (Basuki, 1986).

Penyakit Jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh R. microporus

merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman karet. Daerah yang sering mengalami serangan berat jamur akar putih di Indonesia adalah Riau, Sumatra


(20)

commit to user

Barat dan Kalimantan Barat. Penyakit JAP menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga adanya serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun. Menurut perhitungan Situmorang (2004) penurunan produksi karet kering rata-rata 2,7 kg/pohon pertahun atau sekitar 54 kg/pohon per periode tanam (±20 tahun) (Ilahang, 2006).

Penyebaran jarak jauh R. microporus utamanya terjadi dengan spora

dengan perantara angin. Spora yang jatuh pada tunggul akan tumbuh menjadi dan membentuk koloni baru. Jamur tersebut mulanya tumbuh sebagai saprofit, tetapi jika bertemu atau menemukan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan hidup sebagai parasit yang dapat meyebabkan kematian tanaman. Penyebaran dan penularan dalam tanah selanjutnya dengan rizomorf yang terjadi melalui kontak antar akar yang sakit dengan akar yang sehat. Oleh karena itu pada areal yang sudah berkali-kali diremajakan semakin tinggi ancaman penyakit JAP karena akan terjadi akumulasi sumber infeksi JAP pada areal yang terus menerus ditanami dengan tanaman karet. Hal ini berarti penyebaran JAP didalam tanah semakin luas apabila areal tersebut ditanami karet secara berulang-ulang (Soepena, 1993).

Daur penyakit JAP terutama menular karena adanya kontak antara akar tanaman sehat dengan akar tanaman yang sakit, atau dengan kayu yang mengandung sumber infeksi. Agar dapat mengadakan infeksi pada akar yang

sehat, jamur harus mempunyai alas makanan (food base) yang cukup dari akar

yang halus yang tidak mengandung kayu, misalnya akar tanaman penutup tanah kacang-kacangan, jamur tidak mampu menginfeksi akar karet yang sehat. Berbeda dengan jmaur akar lain, jamur akar putih dapat menular dengan dengan perantara rizomorf. Pada kebanyakan jamur akar, rizomorf hanya menjalar pada permukaan akar, pada JAP rizomorf dapat menjalar bebas dalam tanah, terlepas dari akar atau kayu yang menjadi makanannya. Setelah mencapai akar yang


(21)

commit to user

sehat rizomorf tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sampai agak jauh sebelum mengadakan penetrasi ke dalam akar (Semangun, 1991).

Infeksi JAP lebih mudah melalui luka atau lentisel, seterusnya jmaur masuk ke dalam kayu melalui jari-jari empulur. Tanaman mengadakan reaksi dengan membentuk kambium gabus atau barier luka, tetapi pertahanan ini pada umumnya dapat ditembus oleh jamur. Pertumbuhan dan penetrasi jamur ke arah pangkal berlangsung 2 kali lebih cepat daripada ke arah ujung (John, 1958).

Gejala serangan penyakit jamur akar putih adalah daun-daun tanaman menjadi pucat kuning dengan tepi ujungnya berlipat kedalam. Daun-daun ini kemudian gugur dan rantingnya mati. Adakalanya tanaman yang sakit membentuk daun muda dan buah yang lebih awal. Pada akar tanaman tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal. Benang-benang tersebut menempel kuat pada akar sehingga sulit dilepas. Akar tanaman yang sakit pada akhirnya akan membusuk, lunak dan berwarna coklat (Nazaruddin, 1992).

Lamanya jamur bertahan hidup dalam tanah tergantung dari banyak sedikitnya sisa-sisa kayu yang tertinggal di dalam tenah dan berbagai faktor yang mempengaruhi pembusukan sisa kayu tersebut. Pada akar yang bergaris tengah 0,6 cm, 2,5 cm, 7,5 cm jamur dapat bertahan sampai 6, 20 dan 40 bulan (John, 1960).

Tanah yang lebih berpasir serta gembur memudahkan penyebaran rizomorf patogen. Intensitas dan luas serangan tinggi pada musim hujan karena rizomorf aktif menyebar pada musim hujan. Pada musim kemarau cenderung membentuk basidiokarp. Tanaman sakit cenderung berkelompok dengan pusat tanaman terinfeksi berat, tunggul bekas tanaman sakit yang belum dibongkar dan juga Iubang bekas tanaman sakit yang telah dibongkar (rumpang).


(22)

commit to user

Penyebaran tanaman sakit tidak selalu membentuk pola teratur, pola yang acak lebih sering ditemukan dan seringkali terdapat tanaman sehat di antara tanaman sakit, tunggul sakit atau rumpang bekas tanaman sakit (Hastuti, 2000).

Lapisan atas badan buah berwarna merah muda yang terdiri dari benang-benang atau miselium jamur yang terjalin rapat. Dibawahnya terdapatlapisan pori kemerahan atau kecoklatan. Pori bergaris tengah 45 – 80 µm dengan panjang antara 0,7-15 mm. Basisiosporanya bulat, tidak berwarna, dengan garis tengah 2,8- 5,0 µm. Basidium pendek (buntak), kurang lebih16 x 4,5 – 5 µm, tidak berwarna, mempunyai 4 sterigma (tangkai basidiospora). Diantara basidium banyak terdapat sistidium yang berbentuk gada, berdinding tipis dan berwarna putih (Steinmann, 1925).

R. microporus sudah dikenal adanya ras biologi yang berbeda – beda dalam

virulensinya. Ras Afrika Barat mempunyai virulensi yang lebih tinggi daripada ras Malaysia (Semenanjung). Mengenai ras di Indonesia sampai sekarang belum pernah dilakukan penelitian (Young, 1954).

Salah satu cara untuk mengetahui jenis patogen adalah dengan mengetahui karakter biologisnya. Karakter morfologi dapat ditentukan dengan mempelajari berbagai ciri biologi (warna koloni, bentuk hifa, ada tidaknya hifa udara, daya sporulasi, prosentasi spora vertil, dan daya inveksi ke tanaman) dan ekologi patogen, selain itu juga berkaitan dengan epifitologi dan pengendalian

penyakit tanaman pertanian. (Machmud et al., 2003).

C. Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman

Pengendalian hayati khususnya pada penyakit tumbuhan dengan menggunakan mikroorganisme telah dimulai sejak lebih dari 70 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1920 sampai dengan 1930 ketika pertama kalinya diperkenalkan antibiotik yang dihasilkan mikroorganisme tanah, tetapi beberapa percobaan belum berhasil sampai penelitian pengendalian hayati terhenti


(23)

commit to user

selama kurang lebih 20 tahun. Perhatian pakar penyakit tumbuhan terhadap metode pengendalian hayati bangkit kembali ketika diadakan simposium internasional pengendalian hayati di Barkley pada tahun 1963. Sekarang ini sudah menjadi pengetahuan bahwa pengendalian hayati akan memainkan peranan penting dalam pertanian pada masa yang akam datang (Hasanudin, 2003).

Mekanisme pengendalian hayati patogen tanaman bisa terjadi melalui berbagai mekanisme, diantaranya adalah antagonisme dan ketahanan terimbas.

Antagonisme dengan mamanfaatkan mikroorganisme antagonis yang

mempunyai pengaruh merugikan terhadap mikroorganisme lain yang hidup berasosiasi denganya. Ketahanan terimbas adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik yang berupa mikroorganisme avirulen, nonpatogenik maupun saprofit (Istikorini, 2002).

Pada jamur patogen tanaman, beberapa virus dapat menurunkan daya virulensi terhadap inangnya atau manyebabkan hipovirulensi, sehingga dapat dikembangkan menjadi agensia pengendali hayati. Contoh hipovirulensi yang telah dikarakterisasi dengan baik dan telah dilaporkan pada jamur patogen tanaman yang menginfeksi mulai dari pepohonan sampai rumput-rumputan. Hingga kini ada lebih dari 10 sistem hipovirulensi yang telah dikaji yang meliputi lebih dari 8 spesies jamur dan 10 spesies virus (Supyani, 2009)


(24)

commit to user

III.METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Juli 2010. Pengamatan serangan R. microporus dilakukan di perkebunan karet milik warga di Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, sedangkan karakterisasi dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akar tanaman karet yang terinfeksi jamur R. microporus, batang tanaman karet (kering dan segar), aquadest, 5% furelox, sublimat 0,1%, alkohol 90%, dan media PDA (Potato Dextrose Agar)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, termos pendingin, refrigerator, LAF (Laminar Air Flow), autoklaf, jarum inokulasi, mikroskop cahaya, petridish, lampu bunzen, pisau silet, pinset, beaker glass, kertas label, kertas saring, dan kapas.

C. Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini didesain sebagai penelitian eksploratif di lapangan dan eksperimen di laboratorium, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini didesain sebagai penelitian eksploratif di lapangan dan eksperimen di laboratorium. Isolat yang diperoleh diamati fenotipnya dan dilakukan pengelompokan berdasarkan hasil pengamatan fenotip yang


(25)

commit to user

dilakukan, kemudian diuji kemampuan virulensinya. Uji virulensi dilakukan dengan rancangan lingkungan RAKL.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Koleksi isolat-isolat R. microporus

Koleksi isolat-isolat R. microporus ini diperoleh dengan pembuatan

isolat dari bahan tanaman sakit yang diambil dari tanaman karet terinfeksi

jamur R. microporus dari perkebunan karet di wilayah Kabupaten Cilacap.

Isolasi R. microporus dilakukan di LAF (Laminar Air Flow). Permukaan

jaringan yang terserang dipotong kemudian diambil bagian dalamnya. Isolat diinkubasikan di rak percobaan pada suhu kamar. Isolat yang diperoleh selanjutnya diisolasi di media PDA di dalam petridish berdiameter 4 cm. Pembuatan isolat ini dimulai dengan menginokulasikan

3x3x3 mm3 isolat yang diambil dari bagian tepi biakan, kemudian

diletakkan di tengah media PDA. Preparasi diinkubasikan di rak percobaan pada suhu kamar selama 3 hari. Setelah itu preparasi disimpan di dalam

refrigerator bersuhu 4 ˚C.

b. Karakterisasi isolat R. microporus

Dari isolat yang diperoleh dibuat isolat baru dengan cara mengambil bagian tepi isolat dan diletakkan pada bagian tengah media yang baru. Petridish lalu diinkubasikan di rak percobaan pada suhu kamar. Karakter yang diamati adalah: laju pertumbuhan koloni dan fenotip koloni. Apabila dari isolat-isolat yang diamati ditemukan karakter-karakter yang berbeda, misalnya laju pertumbuhan koloni yang ditunjukkan dengan diameter koloni yang lebih kecil, fenotip koloni dengan warna yang lebih gelap/terang, permukaan koloni yang tidak halus, maka isolat-isolat yang


(26)

commit to user

bersangkutan ditandai/dipilih. Isolat-isolat tersebut mempunyai peluang

besar mempunyai tingkat virulensi yang rendah (hipovirulen). Isolat-isolat

terpilih selanjutnya diuji dengan pengujian berikutnya yaitu uji virulensi menggunakan batang karet yang telah dipotong sepanjang 10 cm.

c. Uji virulensi

Uji virulensi dilakukan untuk mengetahui tingkat virulensi R.

microporus. Uji ini dilakukan dengan metode seperti yang dilakukan oleh

Kanematsu, yaitu menggunakan batang yang telah dipotong. Batang karet yang digunakan adalah batang karet segar yang berasal dari satu tanaman guna penyeragaman sifat bahan. Pengujian dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan diulang sebanyak tiga kali. Uji virulensi ini menggunakan isolat-isolat terpilih berdasarkan karakterisasi biologi isolat.

Uji ini dilakukan dengan cara menginfeksikan R. microporus ke

batang karet sampai batang karet terintefeksi penuh oleh R.

microporus. Batang yang sakit ini kemudian disatukan dengan batang

karet yang sehat dengan cara diikat kemudian ditanam di dalam tanah steril di dalam polibag. Pengamatan dilakukan setelah salah satu isolat telah nampak penyebaran hifanya di permukaan batang karet diatas tanah. Hasil uji virulensi ini dapat ditentukan tingkat virulensi isolat-isolat

jamur R. microporus yang diujikan.

d. Uji VCG (Vegetative Compatibility Group)

Uji VCG digunakan untuk mengelompokkan strain R.

microporus tertentu (Kanematsu, 2004). Isolat R. microporus terpilih

dipindahkan ke PDA baru pada posisi yang berhadapan. Dalam setiap petridish terdapat 5 isolat pilihan. Biakan ini kemudian ditumbuhkan dalam inkubator selama 3 hari pada suhu kamar.


(27)

commit to user

Pasangan koloni yang ditanam yang mampu mengadakan

anastomosis (menyatunya isi sel antar pasangan sehingga terbentuk

heterokaryon) berarti termasuk dalam satu kelompok (satu strain). Heterokaryon adalah hifa yang terlihat tumbuh menebal di tengah cawan petri yang disebabkan kesamaan allel (sesuai) antara isolat satu dengan yang lain. Selanjutnya dilakukan uji VCG lagi terhadap kelompok-kelompok yang diperoleh setelah uji VCG pertama.

3. Variabel Pengamatan

a. Pengamatan serangan R. microporus di lapang.

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat langsung penyakit akar putih pada tanaman karet. Pengamatan dilakukan berdasarkan gejala

yang timbul pada tanaman, kenampakan jamur R. microporus di akar

tanaman serta bardasarkan sejarah lahan.

b. Pengamatan isolat-isolat jamur R. microporus secara makroskpis.

Di dalam pengamatan secara makroskopis variabel yang diamati dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu warna, profil koloni, serta ada tidaknya hifa udara. Selain itu juga dilakukan pengamatan tentang laju pertumbuhan miselium pada medium PDA.

c. Uji Virulensi

Uji virulensi dilakukan untuk mengetahui tingkat virulensi R.

microporus. Uji ini dilakukan dengan mengamati laju pertumbuhan

miselium pada tanaman karet yang ditandai dengan warna putih disepanjang permukaan batang.


(28)

commit to user

Pasangan koloni yang ditanam yang mampu mengadakan

anastomosis (menyatunya isi sel antar pasangan sehingga terbentuk

heterokaryon) berarti termasuk dalam satu kelompok (satu strain).

4. Analisis Data

Data hasil karakterisasi dianalisis secara diskriptif dan data hasil uji virulensi dianalisis dengan menggunakan uji kontras ortogonal.


(29)

commit to user

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan serangan R. microporus di lapang.

Pengamatan dilakukan di perkebunan karet milik warga di Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Tanaman yang diamati adalah tanaman karet di pembibitan, remaja, produksi dan tanaman karet tua.Pada tanaman muda yang

masih di pembibitan serangan R. microporus belum tampak gejalanya karena

baru memasuki awal masa infeksi, pengamatan hanya bisa dilakukan dengan mengambil atau merusak bagian akar tanaman yang diserang dengan cara membongkar pot tanaman. Pengamatan tanaman remaja, produksi dan tua dapat dilakukan dengan cara melihat gejala yang muncul pada tanaman dan

pengerukan tanah disekitar perakaran tanaman yang diperkirakan terserang

R. microporus.

Berdasarkan observasi lapang tanaman dewasa yang sakit biasanya rantingnya sangat banyak jika dibandingkan dengan tanaman karet yang sehat pada klon yang sama, permukaan akarnya terdapat benang-benang miselium jamur berwarna putih yang semakin lama miselium terus bercabang dan meluas

sampai semua permukaan akar diselimuti miselium R. microporus, bahkan tidak

jarang miselium tampak sampai di permukaan tanah maupun di batang bagian bawah, pohon yang sakit biasanya membentuk bunga dan buah sebelum masanya, akarnya busuk, sehingga tanaman mudah rebah, hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (1991) yang menyatakan bahwa tanaman muda yang sakit daunya menguning dan rontok, pada tanaman dewasa biasanya membentuk bunga dan buah sebelum masanya disertai dengan matinya ranting-ranting yang menyebabkan tanaman mempunyai mahkota yang jarang.


(30)

commit to user

berwarna kekuningan. Dalam tanah merah warnanya dapat kemerahan atau kecoklatan.

B. Isolasi R. microporus

Hasil isolasi yang diperoleh adalah sejumlah 128 isolat yang masing-masing memiliki karakter morfologi yang berbeda. 128 isolat yang ditemukan kemudian dibiakkan dalam media PDA dan diamati karakter morfologinya. Berdasarkan pengamatan 128 isolat tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 9 grup berdasarkan warna koloni, fenotip koloni dan ada tidaknya hifa udara.

Menurut Machmud et al. (2003) salah satu cara untuk mengetahui jenis

patogen adalah dengan mengetahui karakter biologisnya. Karakter morfologi dapat ditentukan dengan mempelajari mempelajari berbagai ciri biologi dan ekologi patogen, selain itu juga berkaitan dengan epifitologi dan pengendalian penyakit tanaman pertanian.

C. Pengamatan jamur R. microporus secara makroskpis.

Pengamatan jamur R. microporus secara makroskopis yaitu dengan

mengamati warna koloni, kecepatan tumbuh miselium, kenanpakan hifa dan ada tidaknya miselium udara. Pengamatan dilakukan pada hari pertama (±26 jam setelah isolasi). Hasil pengamatan disajikan pada Tabel.

Tabel 1. Pengamatan fenotip koloni jamur R. microporus di dalam media Potato

Dextrose Agar (PDA).

GRUP ISOLAT

FENOTIP KOLONI

Warna Miselium udara Profil koloni

1 Putih Tidak ada Kapas

2 Putih Sedikit Kapas

3 Putih Sedang Kapas

4 Putih Banyak Kasar


(31)

commit to user

6 Putih Banyak Kapas

7 Putih bercincin hijau Sedang Kasar

8 Putih bercincin hijau Tidak ada Kapas

9 Hijau muda Sedikit Kapas

Gambar 1. Pengamatan pertumbuhan jamur R. microporus di dalam media

Potato Dextrose Agar pada hari pertama setelah inokulasi.

Berdasarkan hasil pengamatan isolat R. microporus yang diperoleh dari

lapang memiliki karakter fenotip yang berbeda-beda, karakter yang diamati adalah warna, ada tidaknya miselium udara, profil koloni serta laju pertumbuhan yang berbeda di dalam media petridish.

Pengamatan warna dilakukan dengan cara melihat warna yang muncul pada miselium, pengamatan warna ini dilakukan dengan melihat dari bagian atas petridish dan bagian petridish. Warna isolat yang diperoleh pada dasarnya adalah berwarna putih, namun pada pertumbuhan selanjutnya ada beberapa isolat yang berubah warna, perubahan warna tersebut adalah menjadi hijau muda total permukaan dan hijau muda dengan membentuk cincin mengelilingi titik awal diletakanya isolat didalam petridish. Warna yang berubah tersebut


(32)

commit to user

dimungkinkan karena isolat tersebut sudah matang dan terbentuk spora dengan dengan warna yang berbeda dengan warna miseliumnya. Isolat dengan warna

tersebut kemungkinan merupakan strain yang hipovirulen atau strain non

patogenik karena daya virulensinya lebih rendah dari rata-rata virulensi strain lainya, misalkan strain 8, jika dibandingkan dengan lainya strain 8 memiliki tingkat penyebaran hifa pada batang karet yang lebih rendah, yaitu rata-rata penyebaranya 77,8 mm.

Miselium udara pada masing-masing isolat yang didapatkan sama dalam hal warna, sedangkan dalam jumlah berlainan, dibagi menjadi empat, yaitu tanpa hifa udara, sedikit, sedang dan banyak hifa udara. Pengamatan pen-skor-an bpen-skor-anyaknya hifa udara ini berdasarkpen-skor-an kenampakpen-skor-an miselium udara pada permukaan petridish. Miselium udara pada setiap grup isolat berbeda-beda. Isoolat 1, 5 dan 8 tidak terdapat miselium udara. Isolat 2 dan 9 memiliki sedikit meselium udara. Isolat 3 dan 7 memiliki miselium udara dengan jumlah sedang, sedangkan isolat 4 dan 6 memiliki miselium udara banyak. Adanya tidaknya miselium udara ini berpengaruh terhadap daya penyebaran miselum di lahan, semakin banyak miselium udara maka penyebaran di tanah semakin cepat, misal isolat 6. Semakin sedikit miselium udara pada saat tumbuh dalam petridish penyebarannya ditanah dan permukaan akar juga semakin lambat. Pada beberapa isolat dengan miselim udara banyak selain penyebaran miselium di tanah dan batang karet lebih cepat juga jumlah (kerapatan) miselium yang menyebar lebih banyak yang ditandai dengan terikatnya partikel tanah oleh

miselium R. microporus.

Pengamatan profil koloni yang dilakukan berdasarkan kenampakan dari miselium di dalam petridish, dikelompokkan menjadi dua tipe miselium, yaitu berbentuk menyerupai kapas (lembut) dan kasar. Perbedaan fenotip ini


(33)

commit to user

dimungkinkan karena adanya perbedaan gen antar isolat satu dengan lainya yang diekspresikan pada saat diisolasi dalam petridish.

Standar deviasi tinggi pada masing-masing grup menunjukkan bahwa grup tersebut memiliki strain dengan fenotip tersebut memiliki keragaman yang tinggi, misalkan dalam satu grup 4 memiliki standar deviasi yang tinggi berdasar uji virulensi dan laju pertumbuhan pada media petridish. Hal ini berarti bahwa strain dengan kenampakan warna putih, profil koloni kasar dan miselium udara banyak memiliki keragaman pertumbuhan dan virulensi, dari keragaman

tersebut diharapkan ada isolat yaang memiliki sifat hipovirulen. Dengan

keragaman tinggi ini diharapkan dapat ditemukan isolat yang merupakan isolat

hipovirulen sehingga dapat dimanfaatkan menjadi agen pengendali hayati

dengan teknologi ketahanan terimbas.

Berdasarkan hasil pengamatan ini maka dapat diambil kesimpulan

bahwa R. microporus dilapang memiliki strain yang bermacam-macam.

Berdasarkan isolat yang dikarakterisasi dapat diambil kesimpulan bahwa isolat dengan miselium udara banyak lebih cepat pertumbuhan miseliumnya. Isolat dengan miselim udara banyak pada saat dikulturkan pada petridish menunjukkan pertumbuhan miselium pada batang karet yang lebih cepat jika dibandingkan dengan isolat yang memiliki miselium udara sedikit di dalam petridish.

D. Uji Virulensi

Uji virulensi dilakukan guna mengetahui tingkat virulensi R.

microporus. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat penyebaran hifa di

permukaan batang karet, penyebaran hifa ditandai dengan adanya warna putih

pada batang karet yang merupakan miselium dari R. microporus. Hasil uji


(34)

commit to user

Gambar 2. Pengamatan uji virulensi jamur R. microporus pada batang karet.

Pengujian virulensi dilakukan dengan cara menyatukan batang karet

yang sudah terinfeksi cendawan R. microporus ke batang karet yang masih sehat

kemudian ditanam di tanah. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan virulensi tertinggi terlihat pada isolat 3 dengan ketinggian penyebaran spora 97,1 sedangkan isolat terendah terletak pada isolat ke 6 dengan ketinggian penyebaran spora 76,3. Penyebaran tertinggi atau terluas merupakan isolat yang dimungkinkan memiliki virulensi yang tinggi, hal ini dilihat dari kecepatan menjalar miselium di permukaan batang karet, semakin cepat penyebaran miselium di batang karet maka penyebaran di akar juga semakin cepat, begitu juga sebaliknya, semakin lambat penyebaran miselium di batang karet maka penyebaran di akar karet juga semakin lambat.

Berdasarkan laju pertumbuhan strain dalam petridish isolat 4 adalah isolat yang memiliki tingkat pertumbuhan yang paling tinggi, akan tetapi dalam pengujian virulensi pada batang karet isolat 4 merupakan isolat yang memiliki virulensi yang rendah jika dibandingkan dengan isolat lainya. Hal berkebalikan


(35)

commit to user

antara laju pertumbuhan pada media PDA dengan virulensi juga terjadi pada isolat 3, laju pertumbuhan miselium pada medium PDA paling rendah akan tetapi virulensi terhadap batang karet termasuk tinggi jika dibandingkan dengan isolat lainya. Meskipun pertumbuhan miselium pada petridish dan virulensi pada batang karet berkebalikan pada isolat 4 dan 3, isolat 7 berbeda, pertumbuhan miselium pada medium PDA dan virulensi pada batang karet sejajar, pada petridish termasuk tinggi jika dibandingkan yang lainya, yaitu sebesar 41,5 mm, pada uji virulensi di batang karet juga menunjukkan tingkat virulensi yang tinggi jika dibandingkan dengan isolat lainya, yaitu setinggi 93,3 mm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa medium PDA adalah medium

yang kurang sesuai jika digunakan untuk menumbuhkan isolat R. microporus.

Menurut Soesanto (2000), secara morfologi isolat avirulen berbeda dengan isolat virulen, yaitu dilihat dari laju pertumbuhan, isolat virulen adalah

isolat yang memiliki laju pertubuhan lebih tinggi, sedangkan isolat hipovirulen

memiliki laju pertumbuhan yang rendah dibandingkan dengan isolat lain yang sejenis, sehingga gejala penyakit pada tanaman juga lebih rendah. Berdasarkan hasil pengamatan isolat 6 adalah isolat dengan tingkat virulensi yang paling rendah, yaitu 76,3 mm. Isolat ini diduga adalah isolat yang memiliki sifat

hipovirulen dengan kenampakan morfologi seperti kapas, berwarna putih

dengan miselium udara banyak. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

Latterot (1982) dalam Hadisutrisno (2004) bahwa strain yang dicirikan dengan

miselium udara seperti kapas disebut dengan isolat lemah yang diidentikan dengan isolat avirulen.

Berdasarkan uji yang dilakukan, R. microporus yang diperoleh dari lapang

memiliki tingkat keseragaman biologi tinggi jika dilihat dari tingkat virulensi atau penyebaran miselium dipermukaan batang karet, sehingga perlu dilakukan karakterisasi yang lebih mendalam dengan melihat sampai tingkat molekuler


(36)

commit to user

dengan harapan ditemukan strain R. microporus yang hipovirulen guna

pemanfaatan pengendalian hayati yang sangat dibutuhkan di masa datang. Selain itu isolat lain dengan tingkat virulensi rendah dengan standar deviasi tinggi juga peru dilakukan penelitian lanjutan guna mengetahui apakah salah

satu dari isolat ada yang hipovirulen, terutama isolat yang memiliki tingkat

pertumbuhan pada petridish dan virulensi pada batang karet rendah yaitu grup 6.

E. Uji VCG (Vegetatif Compatibility Group).

Uji VCG digunakan untuk mengelompokkan jenis R. microporus tertentu.

Pasangan isolat yang diperoleh diisolasikan bersama-sama, isolat yang mampu mengadakan anastomosis (menyatunya isi sel antar pasangan sehingga terbentuk heterokaryon) berarti termasuk dalam satu grup (satu strain). Heterokaryon adalah hifa yang terlihat tumbuh menebal di tengah cawan petri yang disebabkan kesamaan allel (sesuai) antara isolat satu dengan yang lain. Selanjutnya jika diperlukan dilakukan uji VCG lagi terhadap kelompok-kelompok yang diperoleh setelah uji VCG pertama. Hasil uji VCG ini disajikan pada Tabel.

Tabel 2. Pengamatan kekompatibelan strain jamur R. microporus di dalam

media Potato Dextrose Agar(PDA).

No. Isolat 1 Isolat 2 Uji VCG

1. 1 2 Kompatibel

2. 1 3 Inkompatibel

3. 1 4 Kompatibel

4. 1 5 Kompatibel

5. 1 6 Inkompatibel

6. 1 7 Inkompatibel

7. 1 8 Inkompatibel

8. 1 9 Kompatibel

9. 2 3 Inkompatibel

10. 2 4 Kompatibel

11. 2 5 Kompatibel


(37)

commit to user

13. 2 7 Kompatibel

14. 2 8 Kompatibel

15. 2 9 Kompatibel

16. 3 4 Inkompatibel

17. 3 5 Kompatibel

18. 3 6 Inkompatibel

19. 3 7 Kompatibel

20. 3 8 Kompatibel

21. 3 9 Inkompatibel

22. 4 5 Kompatibel

23. 4 6 Inkompatibel

24. 4 7 Kompatibel

25. 4 8 Kompatibel

26. 4 9 Inkompatibel

27. 5 6 Inkompatibel

28. 5 7 Kompatibel

29. 5 8 Kompatibel

30. 5 9 Kompatibel

31. 6 7 Kompatibel

32. 6 8 Kompatibel

33. 6 9 Kompatibel

34. 7 8 Kompatibel

35. 7 9 Kompatibel

36. 8 9 Inkompatibel

Uji ini dilakukan dua tahap, tahap pertama digunakan untuk mengetahui kekompatibelan isolat satu dengan lainya, sedangkan pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui apakah isolat yang kompatibel dengan isolat tertentu juga kompatibel dengan isolat yang kompatibel tersebut.

Isolat yang kompatibel mampu mengadakan anastomosis (menyatunya isi sel antar pasangan sehingga terbentuk heterokaryon) dengan menyatunya strain maka sel-sel dari keduanya diharapkan dapat menjadi perantara sifat tertentu dari strain satunya, terkhusus sifat dari strain yang dapat merugikan atau melemahkan tingkat virulensi dari strain yang satunya.

Ada beberapa jenis isolat yang kompatibel satu dengan lainya tetapi tidak kompatibel denganisolat lainya lagi, yaitu isolat 2 kompatibel dengan isolat


(38)

commit to user

4 dan isolat 6, akan tetapi isolat 4 dan isolat 6 inkompatibel. Pada strain tersebut kemungkinan disebabkan karena sifat tertentu yang diatur gen yang menunjukkan karakter berbeda terhadap isolat lainya. Isolat dengan kompatibilitas yang luas, isolat tersebut akan mudah melakukan anastomisis dan dapat menjadi perantara sifat dari satu strain ke strain lainya.

Dengan demikian dari sekian banyak strain yang kompatibel ada sebagian yang dapat menularkan materi genetik seperti pada cendawan

Rosellinia necatrix. Dengan menularnya materi genetik diharapkan pula adanya

perubahan susunan genetik strain lain yang berakibat menurunya sifat strain

tersebut, misalnya kemampuan virulensinya lebih rendah (hipovirulen), jumlah

spora yang sedikit serta perbandingan spora yang hipovirulen dan virulen yang

tinggi, sehingga pengendalian yang dilakukan dapat berlangsung terus

memenus tanpa atau sedikit penambahan isolat yang hipovirulen. (Kanematsu


(39)

commit to user V. VI.

VII.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan:

1. R. microporus yang menyerang karet di Kabupaten Cilacap memiliki

keragaman tinggi, yaitu didapatkan 9 grup isolat.

2. Grup isolat yang memiliki tingkat virulensi rendah adalah grup isolat 6

dengan karakter morfologi seperti kapas, berwarna putih dan memiliki miselium udara yang banyak.

3. Grup isolat 6 memiliki potensi sebagai isolat hipovirulen yang dapat

dikembangkan sebagai agen pengendali hayati.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis

menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada grup isolat yang diduga hipovirulen.


(40)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, 1986. Peranan Belerang dalam Pengendalian Biologi Penyakit Akar Putih

pada Karet. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Cook, R.J., and K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of

Pathogens. APS Press. St. Paul, Minenesota.

Hasanudin, 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengndalian

Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu.

Http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanuddin.pdf. Diakses pada

tanggal 19Juli 2010

Hastuti, E.A. 2000. Sebaran Penyakit Akar Putih(Rigidoporus microporus(Swatz) Van

Ov.) pada Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) di Lapang dan

Eksplorasi Beberapa Cendawan Antagonis. IPB Press. Bogor.

Heru, D.S. dan Andoko, A. 2005. Petunjuk lengkap budidaya karet. Agro Media

Pustaka. Jakarta.

Hutcheson, S.W. 1998.Current Concepts of Active Defense in Plants. Ann. Rev.

Phytopathol. 36 : 59 – 90.

Ilahang, G. Budi, L.Wibawa dan Joshi. 2006. Status Pengendalian Jamur Akar Putih

pada Sistem Wanatani Berbasis Karet Unggul di Kalimantan Barat. World

Agroforestry Centre(ICRAF SEA).

Istikorini, Y. 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang Ekologis

dan Berkelanjutan. Http://tumoutou.net/702_05123/. Diakses pada Tanggal

28 januari 2010.

John, K.P. 1958. Inoculation Exriment with Formes lignosus. J. Rubb. Res. Inst. Mal.

15, 223-233; Comm. 321.

………… 1960. Loss of Viability of Three Root Parasites in Infected ARoot Sections


(41)

commit to user

Kanematsu, S, M. Arakawa, Y. Oikawa, H. Osaki, H. Nakamura, K. Ikeda, K. Y. Uetake, H. Nitta, A. Sasaki, K. Suzaki, K. Yoshida, N. Matsumoto. 2004. A

Reovirus Causes Hypovirulence of Rosellinia necatrix. American. J. the

American Phytopathological Society. 94(6) : 561-568.

Loon, L. C., P. A. H. M. Bakker and C. M. J. Plieterse. 1998. Systemic Resistance

Induced by Rhizosphere Bacteria. Ann. Rev. Phytopathol. 36 : 453 – 483.

Machmud, M.A Suhendar, Y. Suryadi, Jumanto, M. Sudjadi. 2003. Seleksi dan

Karakterisasi Patogen Tanaman.

http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/prosiding/fulltext_pdf. Diakses:

10 mei 2009.

Nazarudin, B. F. Paiman. 1992. Karet: Budidaya dan Pengolahanya. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Setiawan, H.D., A Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet(edisi revisi).

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Situmorang, A. 2004. Status dan Manajemen Pengendalian Jamur Akar Putih di

Perkebunan Karet. Prosiding Pertemuan Teknis. Pusat Penelitian Karet, Balai

Penelitian Sembawa, Hal: 66-86.

Soepena, H, 1993. Pembarantasan Jamur Akar Putih denganTrichoderma. Pusat Penelitian Karet. Disampaikan dalam Rapat Panitia Kultura Karet (PAKULRET)

Sungai Putih, 14-15 April 1993. Warta Perkebunan, 1993 : 12(1) hal 17-22.

Soesanto, 2000. Ecology and Biological Control of Verticillium Dahliae. Ph.D

Thesis. Wageningen University, Wageningen, The Netherlands. Pp.

73-87.

Steinmann, A. 1921. Over Een Abnormaliteit in den groei bij jonge Hevea oculaties.


(42)

commit to user

Supyani. 2009. Mikovirus: Virus-virus pada Jamur yang dapat dikembangkan sebagai

Agens Pengandali Hayati. Disampaikan pada Simposium Mikrobiologi, 20

Agustus 2009 di Surakarta. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Cabang Solo.

Parhusip, A.B. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Rev. Economic. 213: 1-3.

Wastie, R.L. 1975. Diseases of rubber an their control. PANS. 21: 268-288.

Weller, D.M., J.M. Raaijmakers, B.B.M. Gardener, and L.S. Thomashow. 2002. Microbial Populations Responsible for Spesific Soil Suppressivenes to Plant

Pathogens. Ann.Rev. Phytopathol. 40 : 309 – 348.

Young, H.E. 1954. White Root Disease of Hevea, Leptoporus lignosus (Formes


(1)

commit to user

13. 2 7 Kompatibel

14. 2 8 Kompatibel

15. 2 9 Kompatibel

16. 3 4 Inkompatibel

17. 3 5 Kompatibel

18. 3 6 Inkompatibel

19. 3 7 Kompatibel

20. 3 8 Kompatibel

21. 3 9 Inkompatibel

22. 4 5 Kompatibel

23. 4 6 Inkompatibel

24. 4 7 Kompatibel

25. 4 8 Kompatibel

26. 4 9 Inkompatibel

27. 5 6 Inkompatibel

28. 5 7 Kompatibel

29. 5 8 Kompatibel

30. 5 9 Kompatibel

31. 6 7 Kompatibel

32. 6 8 Kompatibel

33. 6 9 Kompatibel

34. 7 8 Kompatibel

35. 7 9 Kompatibel

36. 8 9 Inkompatibel

Uji ini dilakukan dua tahap, tahap pertama digunakan untuk mengetahui kekompatibelan isolat satu dengan lainya, sedangkan pengujian kedua dilakukan untuk mengetahui apakah isolat yang kompatibel dengan isolat tertentu juga kompatibel dengan isolat yang kompatibel tersebut.

Isolat yang kompatibel mampu mengadakan anastomosis (menyatunya isi sel antar pasangan sehingga terbentuk heterokaryon) dengan menyatunya strain maka sel-sel dari keduanya diharapkan dapat menjadi perantara sifat tertentu dari strain satunya, terkhusus sifat dari strain yang dapat merugikan atau melemahkan tingkat virulensi dari strain yang satunya.

Ada beberapa jenis isolat yang kompatibel satu dengan lainya tetapi tidak kompatibel denganisolat lainya lagi, yaitu isolat 2 kompatibel dengan isolat


(2)

commit to user

4 dan isolat 6, akan tetapi isolat 4 dan isolat 6 inkompatibel. Pada strain tersebut kemungkinan disebabkan karena sifat tertentu yang diatur gen yang menunjukkan karakter berbeda terhadap isolat lainya. Isolat dengan kompatibilitas yang luas, isolat tersebut akan mudah melakukan anastomisis dan dapat menjadi perantara sifat dari satu strain ke strain lainya.

Dengan demikian dari sekian banyak strain yang kompatibel ada sebagian yang dapat menularkan materi genetik seperti pada cendawan

Rosellinia necatrix. Dengan menularnya materi genetik diharapkan pula adanya perubahan susunan genetik strain lain yang berakibat menurunya sifat strain tersebut, misalnya kemampuan virulensinya lebih rendah (hipovirulen), jumlah spora yang sedikit serta perbandingan spora yang hipovirulen dan virulen yang tinggi, sehingga pengendalian yang dilakukan dapat berlangsung terus memenus tanpa atau sedikit penambahan isolat yang hipovirulen. (Kanematsu


(3)

commit to user V. VI.

VII.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan: 1. R. microporus yang menyerang karet di Kabupaten Cilacap memiliki

keragaman tinggi, yaitu didapatkan 9 grup isolat.

2. Grup isolat yang memiliki tingkat virulensi rendah adalah grup isolat 6 dengan karakter morfologi seperti kapas, berwarna putih dan memiliki miselium udara yang banyak.

3. Grup isolat 6 memiliki potensi sebagai isolat hipovirulen yang dapat dikembangkan sebagai agen pengendali hayati.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada grup isolat yang diduga hipovirulen.


(4)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, 1986. Peranan Belerang dalam Pengendalian Biologi Penyakit Akar Putih pada Karet. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Cook, R.J., and K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Pathogens. APS Press. St. Paul, Minenesota.

Hasanudin, 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengndalian

Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu.

Http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanuddin.pdf. Diakses pada tanggal 19Juli 2010

Hastuti, E.A. 2000. Sebaran Penyakit Akar Putih(Rigidoporus microporus(Swatz) Van Ov.) pada Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) di Lapang dan Eksplorasi Beberapa Cendawan Antagonis. IPB Press. Bogor.

Heru, D.S. dan Andoko, A. 2005. Petunjuk lengkap budidaya karet. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Hutcheson, S.W. 1998.Current Concepts of Active Defense in Plants. Ann. Rev. Phytopathol. 36 : 59 – 90.

Ilahang, G. Budi, L.Wibawa dan Joshi. 2006. Status Pengendalian Jamur Akar Putih pada Sistem Wanatani Berbasis Karet Unggul di Kalimantan Barat. World Agroforestry Centre(ICRAF SEA).

Istikorini, Y. 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang Ekologis dan Berkelanjutan. Http://tumoutou.net/702_05123/. Diakses pada Tanggal 28 januari 2010.

John, K.P. 1958. Inoculation Exriment with Formes lignosus. J. Rubb. Res. Inst. Mal.

15, 223-233; Comm. 321.

………… 1960. Loss of Viability of Three Root Parasites in Infected ARoot Sections Buried in Soil. J. Rubb. Res. Inst. Mal. 16, 173-177; Comm. 335.


(5)

commit to user

Kanematsu, S, M. Arakawa, Y. Oikawa, H. Osaki, H. Nakamura, K. Ikeda, K. Y. Uetake, H. Nitta, A. Sasaki, K. Suzaki, K. Yoshida, N. Matsumoto. 2004. A Reovirus Causes Hypovirulence of Rosellinia necatrix. American. J. the American Phytopathological Society. 94(6) : 561-568.

Loon, L. C., P. A. H. M. Bakker and C. M. J. Plieterse. 1998. Systemic Resistance Induced by Rhizosphere Bacteria. Ann. Rev. Phytopathol. 36 : 453 – 483.

Machmud, M.A Suhendar, Y. Suryadi, Jumanto, M. Sudjadi. 2003. Seleksi dan

Karakterisasi Patogen Tanaman.

http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/prosiding/fulltext_pdf. Diakses: 10 mei 2009.

Nazarudin, B. F. Paiman. 1992. Karet: Budidaya dan Pengolahanya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiawan, H.D., A Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet(edisi revisi). Agromedia Pustaka. Jakarta.

Situmorang, A. 2004. Status dan Manajemen Pengendalian Jamur Akar Putih di Perkebunan Karet. Prosiding Pertemuan Teknis. Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa, Hal: 66-86.

Soepena, H, 1993. Pembarantasan Jamur Akar Putih denganTrichoderma. Pusat Penelitian Karet. Disampaikan dalam Rapat Panitia Kultura Karet (PAKULRET) Sungai Putih, 14-15 April 1993. Warta Perkebunan, 1993 : 12(1) hal 17-22.

Soesanto, 2000. Ecology and Biological Control of Verticillium Dahliae. Ph.D Thesis. Wageningen University, Wageningen, The Netherlands. Pp. 73-87.

Steinmann, A. 1921. Over Een Abnormaliteit in den groei bij jonge Hevea oculaties.


(6)

commit to user

Supyani. 2009. Mikovirus: Virus-virus pada Jamur yang dapat dikembangkan sebagai Agens Pengandali Hayati. Disampaikan pada Simposium Mikrobiologi, 20 Agustus 2009 di Surakarta. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Cabang Solo.

Parhusip, A.B. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Rev. Economic. 213: 1-3.

Wastie, R.L. 1975. Diseases of rubber an their control. PANS. 21: 268-288.

Weller, D.M., J.M. Raaijmakers, B.B.M. Gardener, and L.S. Thomashow. 2002. Microbial Populations Responsible for Spesific Soil Suppressivenes to Plant Pathogens. Ann.Rev. Phytopathol. 40 : 309 – 348.

Young, H.E. 1954. White Root Disease of Hevea, Leptoporus lignosus (Formes lignosus). Rubb. Res. Inst. Ceylon, Adv Cire. 46, 8 hlm.


Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Tanggap Pertumbuhan Dan Serapan Hara Bibit Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg) Asal Stump Mata Tidur Terhadap Ketersediaan Air Tanah

0 43 107

Kemampuan Bakteri Kitinolitik Asal Rizosfer Tanaman Karet Dalam MengendalikanJamur Akar Putih Pada Bibit Karet

2 52 51

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57