Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa Di SMAN 47 MODEL Jakarta.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

(S.Pd.I)

Oleh :

Muhammad Teguh Nugroho

NIM. 1110011000013

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Muhammad Teguh Nugroho. (1110011000013) Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa Di SMAN 47 MODEL Jakarta.

Kata kunci: Akhlak, Peran Guru Agama Islam

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan, peran guru amat banyak dan amat diperlukan dalam berbagai hal. Pada konteksnya, pendidikan adalah orang yang tugasnya mendidik, namun dalam realitas seorang pendidik memiliki peran ganda, salah satunya untuk membina akhlak siswa di sekolah.

Terlebih lagi peran yang dilakoni oleh seorang guru pendidikan agama Islam, dia tidak hanya dituntut memberikan ilmu pengetahuan terhadap peserta didiknya akan tetapi dia harus mampu membentuk pribadi anak didik sesuai dengan tuntunan dan ajaran Islam. Tidak hanya membentuk akhlak baik peserta didiknya, namun juga membinanya agar menjadi akhlak yang mulia.

Pembinaan akhlak yang diberikan oleh guru terhadap anak didiknya berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa secara sistematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah 3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor anket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukkan bahwa peran guru agama Islam di era globalisasi dalam membina akhlak siswa yang ada di SMAN 47 MODEL Jakarta cukup berperan walaupun tidak terlalu ideal.


(6)

Keywords: Morals, The Role of Islamic Religious Teachers

The teacher is one of the most important components in the education, the role of the teacher very much and are necessary in a variety of ways. In the context, education is a person whose job is to educate, but in reality an educator has a dual role, one of which is to foster student character in schools.

Moreover role acted by a teacher of Islamic education, he not only required to provide knowledge to the learners but he should be able to form a personal protégé accordance with the guidance and teachings of Islam. Not only establish good morals learners, but also membinanya to be a noble character.

Moral guidance given by teachers towards their students contribute positively to the change in attitude of the students. It can be seen from the results of studies showing that the said learning systematically ideal or very good if the total score of the questionnaire a number of 3.440. However, in this study obtained a total score of 2,282 questionnaires. which means the ratio between the total score of the questionnaire study with a total score of anket ideal percentage figures obtained 66.3%. This figure shows that the role of teachers of Islamic religion in the era of globalization in developing student character in SMAN 47 Jakarta MODEL quite a role, although not too ideal.


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Maha Penyayang dan Maha Kuasa karena dengan izin, petunjuk, dan pertolongan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah menuntun manusia ke jalan yang benar dan jalan yang diridhai Allah SWT.

Terimakasih yang teramat banyak kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Edy Soleh dan Ibunda Sulastri, atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang tercurahkan, yang telah mengajarkan penulis tentang kebaikan, arti cinta, makna kehidupan dan yang telah mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, jasa-jasa ibu bapak yang tidak akan pernah bisa penulis balas dengan apapun, penulis hanya bisa mendoakan untuk keselamatan ibu bapak dunia akhirat.

Selama penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami dan dihadapi baik yang menyangkut pengumpulan bahan-bahan maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan, bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan baik sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik dan lancar, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majjid Khon, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.


(8)

membimbing, meluangkan waktunya untuk saya dan yang terus memotivasi saya dalam penulisan skripsi. Jazakumullah Khoeron kasiron. 5. Drs. Abdullah Syatori selaku wakil kepala sekolah SMAN 47 Jakarta

Selatan yang telah mengizinkan utuk melakukan penelitian di sekolah selama satu bulan.

6. Drs. H. Ahnaf Hamzah selaku guru PAI di SMAN 47 Jakarta Selatan yang telah meluangkan waktunya dan bersedia diwawancarai untuk kepentingan skripsi.

7. Keluarga besar SMK IPTEK Tangsel yang telah banyak mengizinkan untuk tidak mengajar karna keperluan skripsi.

8. Teman-teman PAI-A angkatan 2010/2011 yang memberikan semangat dan keceriaannya yang tidak akan terlupakan.

9. Drifal yang sudah membantu dalam penulisan dan percetakan skripsi. 10.Serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih

atas bantuan dan motivasinya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Hanya ucap tulus terima kasih dan untaian do’a kepada Yang Maha Kuasa.

Semoga amal baik ini senantiasa mendapat Ridho dan Rahmat dari Allah SWT sebagai ladang amal dan bekal pahala di akhirat kelak. Amin.

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna dan penulis membuka pintu saran dan

pendapat dari pembaca. Mohon ma’af atas segala kekurangan dan

ketidaksempurnaan penulis karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, amin.

Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan, cahaya baru serta sumbangsih bagi penulis, pembaca serta hamba-hamba Nya yang senantiasa istiqomah berjuang di jalanNya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi ikhtiar


(9)

Jakarta, 14 April 2015


(10)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Guru Pendidikan Agama Islam ... 7

1. Pengertian Guru PAI ... 7

2. Tugas-tugas Guru PAI ... 10

3. Persyaratan Guru PAI ... 12

4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam ... 14

B. Pembinaan Akhlak Siswa ... 16

1. Pengertian Akhlak ... 16

2. Macam-macam Akhlak ... 18

3. Metode Pembinaan Akhlak ... 22

C. Globalisasi dan Dampaknya ... 23

1. Pengertian Globalisasi ... 23

2. Latar Belakang Munculnya Globalisasi ... 25

3. Dampak Negatif dan Positif Globalisasi ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Jenis Penelitian ... 31


(11)

Bab IV Hasil Penelitian

A. Sejarah singkat SMAN 47 MODEL Jakarta ... 36

B. Peran Guru PAI di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa ... 47

1. Pelaksanaan Pembelajaran PAI di SMAN 47 Jakarta ... 47

2. Peran Guru PAI di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa di Sekolah ... 52

C. Upaya Guru PAI dalam Membina Akhlak Siswa di SMAN 47 Model Jakarta Selatan ... 58

1. Memberikan Materi Tentang Pentingnya Akhlak ... 58

2. Mewajibkan Disiplin dalam Sikap dan Tingkah laku ... 59

3. Bekerjasama dengan Kepala Sekolah ... 60

4. Bekerjasama dengan Orangtua atau Wali Murid ... 61

5. Membina Ketakwaan Siswa ... 61

6. Memberikan Motivasi Kepada Siswa ... 62

Bab V Penutup A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Pada era perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh akhlak manusia yang rendah, khususnya pada masa remaja. Oleh karena itu, peran dan tugas pendidikan agama Islam dihadapakan pada tantangan yang besar dan kompleks akibat pengaruh negatif dari perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi kepribadian akhlak siswa.

Akhlak merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat, karena bagaimanapun pandainya seorang siswa dan tingginya tingkat intelegensi siswa tanpa dilandasi dengan akhlak yang baik dan budi pekerti yang luhur, maka kelak tidak akan mencerminkan kepribadian yang baik.

Menurut Imam Al-Ghzali yang dikutip oleh A. Musthofa, akhlak adalah

“sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, dengan tidak memerlukan

pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.1

Firman Allah SWT:













“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qolam :4).

Menanamkan pendidikan agama pada anak berarti menanamkan ajaran-ajaran Islam yang berisi tata hidup yang diturunkan Allah kepada manusia,


(13)

yang berupa pegangan hidup yang mengarahkan kepada perbuatan atau akhlak serta akan memberikan nilai positif bagi perkembangan anak. Dengan adanya pendidikan agama tersebut, pola perilaku anak akan terkontrol sehingga dapat mengurangi tindakan kriminalitas pada anak. Oleh karena itu, sangat tepat bila ajaran-ajaran agama yang ada untuk menuntun umat manusia dalam kehidupan, baik mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, maupun manusia dengan alam sekitarnya. Ramayulis mengemukakan:

Pembinaan akhlak yang mulia merupakan tujuan utama pendidikan Islam. Hal ini dapat ditarik relevansinya dengan tujuan Rasullah diutus oleh Allah

SWT dalam hadits yang Artinya “Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dalam beradap, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain, pembinaan akhlak itu bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Pembinaan akhlak ini dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangan dengan mengikuti proses yang alami.2

Dengan membina akhlak siswa, maka akan memberikan sumbangan yang besar bagi masa depan bangsa yang lebih baik. Sebaliknya jika kita membiarkan siswa terjerumus ke dalam perbuatan yang tersesat, berarti telah membiarka Bangsa dan Negara ini terjerumus kejurang kehancuran. Pembinaan akhlak para remaja juga berguna bagi remaja yang bersangkutan, karena dengan cara demikian masa depan kehidupan mereka akan penuh harapan yang menjanjikan yaitu akan terbina akhlak yang baik. Untuk itu pembentukan atau pembinaan ahlak seseorang itu butuh proses atau dilakukan secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan, agar dapat menjadi insan yang berakhlak mulia.

Menghadapi kondisi yang demikian itu, maka peran guru agama Islam amatlah penting dalam membina akhlak siswa serta mengarahkan dan mengendalikan perilaku mereka agar tidak menyimpang dari ketentuan


(14)

agama. Oleh kerena itu, seorang guru dituntut untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan kepribadian yang dapat membina, membimbing serta memberikan contoh bagi siswanya, bagaimana berbuat, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Di sekolah guru bertanggung jawab terutama terhadap pengembangan seluruh potensi siswa. Karena pendidikan merupakan sarana yang strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional atau lebih jauh melahirkan masyarakat madani, Namun kenyataan sekarang banyak sekali problema siswa tentang pelanggaran nilainilai/ norma yang diyakini, seperti; terjadinya perkelahian antar pelajar, pergaulan bebas, perjudian, narkoba, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain; arus globalisasi (internet), tayangan TV, tokoh idola fiktif, lingkungan individualis (hilangnya

amar ma’ruf nahi mungkar).

Pendidikan akhlak yang diajarkan guru di sekolah tidaklah cukup hanya dengan teori-teori yang memenuhi siswa, akan tetapi pendidikan akhlak diberikan dalam proses belajar mengajar ataupun diluar di luar proses belajar mengajar. Seperti mencontohkan bagaimana cara berperilaku yang baik dengan orang yang lebih tua dan apa yang dilakukan ketika berhadapan dengan orang yang lebih muda.

Ditambah lagi pada abad ke-21 saat ini merupakan suatu masa yang diwarnai oleh munculnya era globalisasi. Fenomena globalisasi merupakan era baru peradaban manusia dimana terjadi perubahan yang sangat cepat dalam berbagai bidang kehidupan. Teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat dengan didukung oleh proses tranformasi informasi sedemikian rupa sehingga mengakibatkan perubahan pola hidup manusia. Kesiapan pemerintah dalam menghadapi era globalisasi perlu mendapatkan dukungan dari para pelaku bisnis dan akademisi. Di dalam Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dipersiapkan secara seksama agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi para siswanya serta dapat memberikan motivasi bagi siswanya untuk senantiasa berakhlak mulia,


(15)

karena bagaimanapun juga seorang guru ayang akan membawa siswa menuju keberhasilan.

Bagaimanapun sebagai generasi penerus bangsa, siswa sebagai anak bangsa sangat diharapkan memberikan yang terbaik bagi bangsa ini, maka dari itu pendidikan dan pembinaan akhlak siswa sebagai generasi penerus merupakan tanggung jawab semua lapisan masyarakat, dari lingkungan keluarga, masyarakat sosial dan masyarakat sekolah.

Pendidikan agama di sekolah umum merupakan suatu upaya pengintergrasian pendidikan Islam ke dalam system sekolah yang kurikulumnya, terutama, berorientasi pada pengetahuan umum, seperti yang berlaku dalam sistem pendidikan di Barat, dan telah diterapkan di Indonesia sejak kolonial Belanda. Pengintegrasian pendidikan Islam ke dalam system persekolahan umum mulai dirintis sejak awal abad ke-20.3

Nilai-nilai standar tentang akhlak sudah diberikan oleh Allah Swt kedalam jiwa manusia sejak mereka lahir. Sebagaimana Firman Allah Swt:



















“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya.”(QS. Asy-syams:8)

Seorang muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian atau kebanggaan. Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal ke negeri akhirat nanti. Namun demikian untuk memiliki akhlak yang mulia perlu adanya bimbingan secara khusus. Salah satunya adalah melalui pendidikan akhlak.

Oleh karena itu dari uraian di atas sebagai penerus bangsa yang konsen di bidang pendidikan, dipandang penting melakukan kajian secara mendalam dalam bentuk penelitian akhlak siswa di era globalisasi di dalam pendidikan menengah atas. Mengapa pembentukan akhlak yang penulis teliti? Karena

3 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan,


(16)

akhlak merupakan hal yang sangat penting bagi manusia sebagai penuntun untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Terlebih pada era globalisasi ini, yaitu Era yang dianggap sebagai Era yang sangat sensitif yang memiliki pengaruh sangat besar bagi kehidupan individu. Periode ini menandai perpindahan dari sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Melihat latar belakang masalah di atas, maka saya disini berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswanya. Oleh karena itu peran guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong saya untuk melihat lebih dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan penelitian yang

berjudul “PERAN GURU PAI DI ERA GLOBALISASI DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul permasalahan antara lain :

1. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai akhlak.

2. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak dalam kehidupan.

3. Kurangnya pengawasan dan perhatian guru terhadap pembinaan akhlak.

4. Derasnya dampak negatif era globalisasi terhadap akhlak siswa

C. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peran guru agama sebagai pendidik di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan, maka saya dalam penelitian ini hanya akan membatasi permasalahan pada peran guru agama Islam di era globalisasi dalam membina akhlak siswa di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan.


(17)

D. Rumusan Masalah

Masalah diatas dapat dirumuskan, peran apa sajakah yang bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Islam di era globalisasi dalam membina akhlak siswa di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam di era globalisasi dalam membina akhlak siswa di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna: 1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga dan pelajaran dalam menerapkan ilmu selama menempuh studi di kampus tercinta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam dunia pendidikan, khususnya PAI, tentang peranan guru dan tantangannya dalam upaya menciptakan peserta didik yang insan kamil pada era globalisasi.

2. Bagi Lembaga

Sebagai masukan terhadap pengembangan peran guru PAI dalam meningkatkan kualitas siswa sebagai insan kamil pada era globalisasi. Selain itu, penelitian ini berguna untuk memberikan informasi tentang kompetensi peran guru PAI dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan.

3. Bagi Ilmu pengetahuan

Menambah pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan untuk memahami pentingnya peran guru PAI di sekolah serta dapat menjadi referensi kepustakaan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(18)

A. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru PAI

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk mengangkat manusia dari kejahilan kepada pemahaman ajaran agama Islam sebenar-benarnya. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengajarkan manusia agar mengenal Allah SWT, dan juga dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan sungguh-sungguh, sehingga selamat dari kesesatan dunia akhirat.

Dalam hal ini Zakiah Darajat menyatakan, “Guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus sanggup berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu perlu diperhatikan pula bahwa ia juga memiliki kemampuan dan kelemahan.”1

Menurut bahasa, agama adalah “ajaran, sistem yang mengatur

keimanan, dan kepribadatan kepada Tuhan yang maha Esa”,2

sedangkan menurut istilah adalah kepercayaan kepada Tuhan dengan mengadakan hubungan dengan melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia berdasarkan ajaran agama tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan agama Islam adalah agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan bukan berasal dari manusia.

Menurut Zakiah Daradjat guru agama adalah “sebagai pembina pribadi, sikap dan pandangan hidup anak. Karena itu, setiap guru agama

1 Zakiah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 266.

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 12


(19)

harus berusaha membekali dirinya dengan segala persyartan bagi guru,

pendidik dan pembina hari depan anak didik”.3

Ahamad Tafsir mengemukakan, bahwa “guru agama adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembagan seluruh potensi anak didik; baik potensi

afektif, kognitif, ataupun potensi psikomotorik.”4

Memperhatikan pendapat Ahmad Tafsir di atas maka guru agama memiliki peran yang penting dalam pendidikan. Guru agama berperan sebagai pembimbing murid dalam upaya dan rencana penyelesaian masalah. Guru agama mestilah membantu siswa menentukan persoalan-persoalan yang berarti, melokasikan sumber data yang relevan, menafsirkan dan mengevaluasi ketepatan data, dan merumuskan kesimpulan. Pendidik di sini mempu mengenanal sampai di mana siswa perlu bimbingan dalam suatu keterampilan khusus agar bisa melanjutkan persoalannya lebih lanjut. Ini sumua memerlukan guru yang sabar, cerdas fleksibel, memiliki kemampuan interdisipliner, kreatif dan cerdas.

Imam Al-Ghozali juga mengemukakan yang dikutip oleh Hamdani Ihsan dkk, tentang mulianya pekerjaan mengajar, beliau berkata: “Barang siapa yang memiliki pekerjaan mengajar, ia telah memilih pekerjaan yang besar dan penting. Maka dari itu hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan kewajiban-kewajibannya.”5

Syafruddin Nurdin dan M Basyruddin Usman mengatakan:

Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang akan menentukan

3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 80

4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dan Perspek Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), Cet. II, h. 74.

5 Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Babdung: Pustaka Setia. 2007) Cet. III, h. 96


(20)

kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan bersifat menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan tugasguru, ialah kinerjanya di dalam merencanakan/merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar.6

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru agama Islam adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan agama kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan. Disamping itu juga guru agama berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar sejalan antara IPTEK dan IMTAQ. Dengan demikian, seorang guru agama haruslah bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dan tegar serta berkrimanusiaan yang mendalam.

Guru agama sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun demikian bukan berarti guru agama adalah orang satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetapi tetap saja pendidik pertama dan utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah.

Dari uraian di atas, jelas bahwa pekerjaan guru agama Islam itu memang terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru agma tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik akahlak. Maka untuk melakukan tugas sebagai guru agama tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek sehari-hari orang sering mencampur

adukkan antara pengertian “mengajar” dengan “mendidik”. Kata tersebut

mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun keduannya sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.

Dalam pengajaran lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan sedangkan pendidikan pada aspek pengalaman (sikap) namun keduanya sama-sama merupakan proses belajar-mengajar. Jadi jelas pendidikan dan

6 Syafruddin Nurdin, dan M. Basyruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) Cet. I, H. Viii.


(21)

pengajaran merupakan dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil belajar.

Pekerjaan guru agama adalah pekerjaan yang professional maka menjadi guru agama harus pula memenuhi persyaratan yang berat. Oemar Hamalik berpendapat bahwa ada persaratan yang harus dimiliki guru agama, yaitu “harus memiliki bakat sebagai guru, harus memiliki keahlian sebagai guru, memiliki kepribadian yang baik dan berintegrasi, memiliki mental yang sehat dan berbadan sehat, memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang luas.”7

Jadi disimpulkan bahwasanya guru pendidikan agama Islam adalah orang yang memberikan materi pengetahuan agama Islam dan juga mendidik siswa-siswanya agar kelak menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. Guru pendidikan agama Islam sebagai pembimbing yang memberikan bimbingan agar anak didik sejak dini dapat bertindak dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat memperaktikkan agama syariat Islam. Oleh karena itu guru pendidikan agama bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan agama, melainkan juga dituntut untuk bisa membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang matang dan dewasa serta dapat selalu berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.

2. Tugas-tugas Guru PAI

Pendidik dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah, “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi

pendidik pada perguruan tinggi.”8

Disamping itu, guru Pendidikan Agama Islam mempunyai tugas lain yang bersifat pendukung, yaitu membimbing

7 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Askara, 2005), Cet. IV, h. 118.


(22)

dan mengelola administrasi sekolah. Tiga tugas ini mewujudkan tiga layanan yang harus diberikan oleh guru pendidikan agama Islam kepada peserta didik. Tiga layanan yaitu:

a. Layanan instruksional

b. Layanan bantuan (bimbingan dan konseling) c. Layanan administrasi9

Selain pembimbing, guru mempunyai tugas memberi bimbingan kepada pelajar dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sebab proses belajar, pelajar berkaitan erat dengan berbagai masalah di luar kelas yang sifatnya non-akademis.10

Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin, menurut ajaran Islam.11

Agama Islam mengajarkan baik di dalam Al Qur’an, bahwa setiap umat Islam wajib mendakwahkan menyampaikan dan memberikan pendidikan agama Islam kepada yang lain sebagaimana dipahami dari firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125 :









9 Team Penyusun, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Departemen Agama RI Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001) Cet. I, h. 2.

10Ibid, h. 3

11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 74.


(23)

serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. “(QS. An-nahl: 125)

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa siapapun dapat menjadi pendidik agama Islam atau disebut guru agama asalkan dia memiliki kemampuan, pengetahuan serta mampu mengimplikasikan nilai yang relevan dalam pengetahuan itu yakni sebagai penganut agama yang patut dicontoh dalam agama yang diajarkan dan bersedia menularkan pengetahuan agama serta nilainya kepada orang lain. Akan tetapi lebih merupakan masalah yang sangat kompleks dalam arti setiap kegiatan pembelajaran pendidikan agama akan dihadapkan dengan permasalahan yang kompleks misalnya masalah peserta didik dengan berbagai macam latar belakangnya, sarana apa saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan pendidikan agama, bagaimana cara atau pendekatan apa yang digunakan dalam pembelajaran, bagaimana mengorganisasikan dan mengelola isi pembelajaran agama tersebut dan seberapa jauh tingkat efektifitas dalam kegiatan tersebut serta usaha apa yang dilakukan untuk menimbulkan daya tarik siswa demikian seterusnya.

3. Persyaratan Guru Pendidikan Agama Islam

Untuk melaksanakan pendidikan agama Islam yang berwawasan tinggi diperlukan standar atau syarat-syarat yang harus dimiliki guru pendidikan agama Islam.

a. Persyaratan guru pendidikan agama Islam yang berkenaan dengan dirinya yaitu:

1) Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak .


(24)

2) Hendaknya guru agama Islam tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggan atas orang lain. 3) Hendaknya guru berzuhud, yaitu mengambil dari rezki dunia

hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana.

4) Hendaknya guru pendidikan agama Islam memelihara kemuliaan ilmunya.

5) Hendaknya guru pendidikan agama Islam rajin melakukan hal-hal yang disunatkan oleh agama, baik lisan maupun perbuatan. 6) Guru pendidikan agama Islam hendaknya selalu mengisi

waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.12 b. Syarat-syarat guru pendidikan agama Islam dengan pelajaran, yaitu

1) Hendaknya guru pendidikan Agama Islam berdoa terlebih dahulu sebelum keluar rumah.

2) Sebelum memulai pelajaran, guru pendidikan Agama Islam hendaknya membaca sebagaian dari ayat Al-Qur’an agar memperoleh berkah saat mengajar.

3) Guru hendaknya mengajarkan pelajaran sesuai dengan hirarki kemulian dan kepentingannya.

4) Guru hendaknya menjaga ketertiban kelas dengan mengarahkan pembahasan pada objek terntentu.

5) Guru hendaknya bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, penyampaian pelajaran dan menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang ia tahu.13

Untuk mencapai guru pendidikan agama Islam yang berwawasan multikultural yang harus dimiliki adalah:

1) Memiliki keikhlasan

12 Qowaid, dkk, Profil Guru Pendidikan Agama di Sekolah Umum, (Jakarta: Departemen

Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2003), Cet. I, h. 14-15


(25)

2) Bersikap dan berperilaku toleran 3) Berlaku adil

4) Jujur

5) Memiliki dedikasi 6) Disiplin

7) Memiliki Integritas

8) Kemampuan memberikan keteladan.14

4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Peran dan kompetensi guru agama dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal antara lain:

a. Guru sebagai Demonstrator (Pendidik)

Guru agama senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.

Seorang guru agama harus mampu dan terampil dalam memahami kurikulum, dan guru sendiri sebagai bahan belajar terampil dalam memberikan informasi kepada siswa. Guru pun harus membantu perkembangan anak didiknya untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai pengetahuan.15

b. Guru sebagai pembimbing

Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1) Tugas guru dalam melayani bimbingan di kelas:

14 Team Penyusun, Konsep Pengembangan Pendidikan Agama Berwawasan

Multikultural, (Departemen Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2006), Cet. I, h. 6.

15 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 9.


(26)

a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.

b) Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan sikap, minat dan pembawaannya.

c) Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik.16

2) Tugas guru dalam operasional bimbingan di luar kelas Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar mengajar, tetapi juga kegiatan bimbingan di luar kelas, yaitu:

a) Memberikan pengajaran perbaikan. b) Memberikan pengembangan bakat siswa. c) Melakukan kunjungan rumah

d) Menyelenggarakan kelompok belajar.

c. Guru sebagai pengelola kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru harus mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.

Menurut Uzer Usman dalam bukunya Menjadi guru Profesional, tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang


(27)

memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.17

d. Guru sebagai Evaluator

Dalam proses belajar mengajar guru harus menjadi seorang evaluator yang baik, yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketetapan metode mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu kewaktu.18

B. Pembinaan Akhlak Siswa 1. Pengertian Akhlak

Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab “قاخا” berakar dari kata “قلخ”

yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata “قلاخ” (Pencipta), قولخم (yang diciptakan), dan khaliq (pencipta),.19

Menurup Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlaq” yang

dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu yang menjelaskan arti

baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh menuasia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus ditinjau oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.20

Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan dengan perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan santun, moral, dan budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak yang baik dalam Islam, harus mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu

17 Moh Uzer Usman., Op.cit. h. 10.

18Ibid. h. 12.

19 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesi, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung), h.120.

20 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV


(28)

sendiri, yaitu harus adanya aspek memperhalus, memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti bersodakoh dalam jumlah besar untuk kepentingan umat/sosial, tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan dengan motivasi untuk popularitas pribadi yang bersangkutan.

Dalam perkembangan dan pertumbuhan seorang anak yang pertama kali adalah dalam keluarga, dimana telah didapatnya berbagai pengalaman yang akan menjadi bagian dari pribadinya yang mulai tumbuh, maka guru agama di sekolah mempunyai tugas yang tidak ringan. Guru agama harus menghadapi keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama yang dibawa anak didik dari rumahnya masing-masing.

Setiap orang yang mempunyai tugas sebagai guru harus mempunyai akhlak, khususnya guru agama, di samping mempunyai akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, guru agama seharusnya mempunyai karakter yang berwibawa, dicintai dan disegani oleh anak didiknya, penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan karena setiap perilaku yang dilakukan oleh guru agama tersebut menjadi sorotan dan menjadi teladan bagi setiap anak didiknya.

Dengan penanaman akhlak yang baik di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dengan durasi 3 jam perminggu di dalam kurikulum 2013, dirasa masih sangat kurang. Setelah dari lingkungan sekolah dan pulang ke rumah, seorang siswa menghadapi susasana yang berbeda, bahkan cendrung berlawanan dengan nasihat-nasihat agama yang diterimanya sewaktu berada di sekolahnya. Dalam kondisi demikian, sikap yang akan diambil oleh siswa akan beraneka ragam, misalnya:

1. Siswa akan menjadi manusia agamis yang labil, karena seluruh ajaran agama berlawanan dengan lingkungannya.


(29)

2. Siswa akan menjalankan ajaran agama tetapi secara bercampur baur, dengan menjalankan corak kehidupan yang berlawanan dengannya. Misalnya ia melakukan shalat tetapi juga mau berzina dengan pacarnya.

3. Siswa akan mengabaikan ajaran agama yang diterimanya sama sekali, karena ia kalah dengan lingkungannya. Yang terakhir ini mengikuti pembelajaran pendidikan agama hanya sekedar memenuhi kewajiban akademis belaka dan tidak untuk memperbaiki corak kehidupannya sama sekali.21

2. Macam-macam Akhlak

Perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang tidak baik. Kadang-kadang di suatu tempat, perbuatan itu dianggap salah atau buruk. Hati manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau buruk.

Akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlaqul karimah dan akhlaqul madzmumah.

a. Akhlaqul karimah, adalah tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT.22 Seuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan, dapat dinilai positif oleh orang lain yang menginginkannya. Salah satu akhlaqul karimah seperti: Bersifat sabar, bersifat adil, amanah dll.23

b. Akhlaqul madzmumah, merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik, namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia

21 Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, (Jakarta, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005). h. 41

22Abdullah Rasyid, Akidah Akhlak, (Bandung: Husaini, 1989), h. 73.

23 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. 1, h. 40.


(30)

itu lahir dari keluarga yang dari tabiatnya kurang baik, lingkungan yang buruk, pendidikan tidak baik dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk.24

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa sesuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan. Atau dengan kata lain sesuatu yang dinilai positif oleh orang yang menginginkannya. Sedangkan akhlak buruk/tercela apa yang dinilai sebaliknya. Di sini nyata sekali betapa relatifnya pengertian itu, karena tergantung pada penghargaan manusia masing-masing. Jadi nilai baik atau buruk menurut pengertian di atas bersifat subyektif, karena tergantung pada individu yang menilainya.

Ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan akhlak:







“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(Al-Ahzab:21)

24Ibid, h. 56.


(31)











“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. “(QS. An-Nur: 27)

Dengan bekal akhlak orang dapat mempengaruhi mana yang baik dan batas mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan maksud dapat mendapatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. Orang-orang yang berakhlak dapat ketenangan dan bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang yang selalu di dambakan kehadirannya. Didalam lubuk hati dimana hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan selalu mendapat ridho Allah SWT juga selalu disenangi sesama makhluk.

Walaupun demikian, untuk mendapatkan semua hal diatas yaitu meraih kebahagiaan, kesejahteraan dan ridho Allah SWT tidak bagitu mudah. Manusia harus dapat membandingkan mana yang baik dan mana yang buruk. Membedakan keduanya berarti dapat menilai. Apabila orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan, inilah jalan kelurusan. Karena kebenaran mutlak adalah kebenaran dari yang Maha benar.

Seperti dalam Firman Allah SWT:










(32)

“kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu. (Q.S. Al-baqarah 147)”

Memperhatikan masalah-masalah Pendidikan akhlak seperti juga memperhatikan pendidikan jasmani, akal dan ilmi. Seorang anak kecil membutuhkan fisik yang kuat, akal yang kuat dan akhlak yang tinggi, sehingga ia dapat mengurus dirinya, berfikir sendiri, mencari hakikat, berkata benar, membela kebenaran, jujur dalam amal perbuatannya, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan bersama, berpegang pada keutamaan dan menghindari sifat-sifat yang tercela. Tujuan akhlak adalah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakan dengan makhluk-makhluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan manusia bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan kepada Allah Tuhan yang menciptakan kita. Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pendidikan akhlak dalam Islam memang berbeda dengan pendidikanpendidikan moral lainnya. Karena pendidikan akhlak dalam Islam lebih menitik beratkan pada hari esok, yaitu hari kiamat beserta hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti perhitungan amal, pahala, dan dosa. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilainilai yang terkandung dalam

Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kesempatan kali ini, secara umum sebagai

contoh akan dijabarkan hal-hal yang termasuk akhlak terpuji.

1) Mencintai semua orang, ini tercermin lewat perkataan dan perbuatan.

2) Toleransi dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan transaksi, seperti jual beli dan sebagainya.


(33)

3) Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.

4) Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, dan semua sifat yang tercela.

5) Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.

6) Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.

Dengan terlaksananya hal-hal di atas, maka tercapailah maksud dari pembinaan akhlak Islam bagi seseorang.

3.

Metode Pembinaan Akhlak

Berbicara mengenai pembinaan akhlak, Abudin Nata mengatakan dalam bukunya Akhlak Tasawuf pembinaan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan, pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembinaan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan terjadi dengan sendirinya.25

Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara continue. Dalam pembinaan akhlak kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan ia dapat menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan


(34)

dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati

dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.26

Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru

mengatakan “kerjakan ini dan jangan kerjakan itu”. Menanamkan sopan

santuk memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannnya.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembinaan yang sudah dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangaanya pasti nantinya akan terus berusaha menutupi kekurangannya yang ada.

C.

Globalisasi dan Dampaknya

1. Pengertian Globalisasi

Globalisasi secara harfiah berasal dari kata global yang berarti sedunia atau sejagat. Menurut A. Qodry Azizi, yang dikutip oleh Ahmad Tantowi:

“era globalisasi berarti terjadinya pertemuan dan gesekan nilai-nilai

budaya dan agama diseluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi,

26 Ibid. h. 32.


(35)

transformasi, dan informasi yang merupakan hasil modernisasi di bidang

teknologi.”27

Proses global ini pada hakikatnya bukan sekedar banjir barang, melainkan akan melibatkan aspek yang lebih luas, mulai dari keuangan, pemilikan modal, pasar, teknologi, gaya hidup, bentuk pemerintahan, sampai kepada bentuk-bentuk kesadaran manusia.28

Globalisasi menimbulkan perubahan penting dalam berbagai aspek kehidupan, ditandai dengan kemajuan penting dalam teknologi informasi dan komunikasi, mendorong terjadinya perubahan dalam pembelajaran. Dalam perspektif makro, kemajuan tenologi informasi dan komunikasi mempercepat proses demokratisasi dan equity dalam pembelajaran.

Sebagai sebuah perkembangan sejarah, globalisasi adalah sebuah proses yang bisa dikatakan paling mempengaruhi hajat hidup orang banyak di dunia saat ini. Tidak ada satu pun masyarakat yang tidak terkena dampaknya. Globalisasi sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan, prilaku social, hingga cara kita makan, berpakaian, dan menikmati kehidupan. Pendek kata, hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terjangkau oleh perkembangan globalisasi yang semakin maju.29 Globalisasi bukanlah ancaman tetapi lebih sebagai peluang yang bisa kita manfaatkan untuk lebih mendorong kemajuan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyartakat.

Menurut Akbar Ahmad dan Hasting yang dikutip oleh Hasbi Indra dalam bukunya Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, Ia memberi arti bahwa:

Globalisasi pada dasarnya mengacu pada pertimbangan yang cepat didalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang jauh bisa dijangkau dengan

27Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang : Pustaka

Rizki Putra, 2009), Cet. I, hlm. 47-48 28Ibid.

29 Martin Wolf, Globalisasi Jalan Menuju Kesejahteraan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) Hal. xi


(36)

mudah. Globalisasi merupakan kelanjutan saja dari modernisasi yang pada dasarnya berisi sekularisasi yang isinya merupakan kelanjutan dari misi modern dan posmodernisme yang semakin sekuler, semakin maju, dan semakin menjauh dari agama. Dari sisi lain globalisasi adalah proses pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi dunia berdasarkan keyakinan pada perdagangan bebas, yang sesungguhnya telah dicanangkan sejak zaman kolonialisme. Para teori kritis sejak lama sudah meramalkan, bahwa kapitalisme akan berkembang maju pada domisi ekonomi, politik dan budaya bersekala global setelah perjalanan panjang melalui era kolonialisme. Demikian pula tentang isu demokratisasi, pemerintahan, HAM, dan terorisme telah menjadi isu sentral pula. Melalui penetrasi dunia barat ke bagian dunia lain, melalui alat teknologi canggih membentuk uniform ekonomi, politik dan budaya ala barat. Berbagai kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi dengan segera dapat dijadikan diskrusus seluruh kalangan ilmuwan dunia yang dapat mensejahterakan, mententramkan dan memudahkan umat manusia, ataukah sebaliknya justru dapat menyengsarakan dan bahkan menghancurkan umat manusia di planet ini.30

Jadi globalisasi bisa disimpulkan yaitu, suatu proses dimana antar individu atau kelompok menghasilkan suatu pengaruh terhadap dunia dan terjadinya proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Dengan itu berkembanglah infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan internet.

2. Latar Belakang Munculnya Globalisasi

Globalisasi adalah “kata yang mengerikan dengan makna yang kabur, pertama dipakai pada 1960-an, dan menjadi mode yang makin populer pada 1990-an.”31

Menurut Friedman yang dikutip oleh Soepriyatno, globalisasi adalah suatu sistem yang muncul setelah berakhirnya perang dingin yang diawali oleh runtuhnya tembok Berlin pada 1991. Keunikan dari globalisasi adalah

30 Hasbi Indra, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, (Jakarta: RidaMulia, 2005), Cet. I, hlm. 57


(37)

sebagai suatu sistem, ia dibangun atau bertumpu di atas keseimbangan yang tumpang tindih dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.32

Banyak sejarawan yang menyebutkan globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi

internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia ini telah ada sejak berabad-abad yang lalu.33

Dari pengertian diatas bahwa latar belakang munculnya globalisasi yaitu, kemiskinan yang dialami oleh negara-negara yang ingin berkembang dan membutuhkan sumber daya yang lebih baik yang dihadapi oleh Negara-negara di dunia. Pada sekitar tahun 1980 mulailah muncul benih-benih globalisasi ketika saat itu manusia mulai mengenal perdangan antar negeri.

Dengan itu Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.

Seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin dewasa ini menuntut moralitas dan paham kebangsaan yang tinggi, sebab ilmu dan pengetahuan yang tidak dibarengi dengan tingkat keimanan dan moralitas yang tinggi menyebabkan pendidikan kehilangan esensinya sebagai wahana memanusiakan manusia. Tetapi semua itu tidak luput dari dampak Negatif dan Positif era globalisasi

3. Dampak Globalisasi a. Negatif

Globolisasi selalu dihubungkan dengan modernisasi. Para pakar budaya mengatakan bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern

32 Soepriyatno, Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi, (Jakarta: INSEDE Press, 2008), Cet. I, h. 125

33Dodiana Kusuma, “Strategi Dakwah Front Pembela Islam (FPI) dalam Menanggulangi

Dampak Negatif Globalisasi,” Skripsi Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, h.


(38)

itu adalah tingkat berfikir, iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan penghargaan terhadap karya manusia. Lalu berdasarkan pandangan itu, muncullah penilaian yang membuat klasifikasi kemajuan dan kemunduran.34

Dengan kemajuan teknologi serta arus informasi yang begitu deras sudah semestinya kaum muda untuk tidak lagi kaget menyikapinya. Kaum muda Indonesia merupakan mereka yang berada di garis terdepan social media (secara kuantitas 90% dari pengguna Internet ialah kaum muda). Dengan itu akan dijelaskan dampak negatif dan positif dengan adanya perkembangan teknoligi di era globalisasi bagi kaum muda.

Membicarakan tentang globalisasi, tidak akan jauh tentang pergaulan globaliasi. Dengan berubahnya jaman dan majunya teknologi di dunia mendatangkan kemudahan bagi manusia, juga mendatangkan sejumlah efek negative yang sangat merepotkan di sana-sini.

Dampak negatif tersebut yaitu: Narsisme, narsisme secara istilah dapat diartikan sebagai sikap membanggakan diri sendiri. Kehadiran social media seperti Facebook Twitter dan sebagainya memungkinkan terjadinya narsisme, segala sesuatu atau kegiatan sehari-hari semuanya dituangkan dalam sosial media sehingga semua orang dunia dapat mengetahui semuanya, yang ada di dalam pikiran kaula muda sekarang hanya Aku, siapa Aku, dan sedang apa Aku. Dengan demikian akan terjadinya penggerusan nilai-nilai kebersamaan, kepedulian, sosial dan gotong royong.35

Selanjutnya yaitu Hedonisme, hedonisme merupakan sikap konsumsi yang berlebihan dan bersifat pamer kemewahan. Sikap

34 M. Solly Lubis, Umat Islam dalam Globalisasi (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), Cet.

1. Hal.33

35 Aziz Syamsuddin, Api Nasionalisme Kaum Muda, (Jakarta: PT Semesta Rakyat Merdeka, 2011), Cet. I, h. 32-33.


(39)

hedonisme dapat menimbulkan kecemburuan sosial serta menimbulkan sifat kerakusan bagi kaum muda. Hedonisme dari kaum muda dapat terjadi dikarenakan melihat perkembangan dunia yang ada. Melihat teknologi yang baru maka mereka akan berlomba-lomba untuk membelinya. Dengan melalui media sosial maka ekspose dari sifat hedonisme dapat terpantau dalam lintas dunia maya. Sehingga yang muncul ialah persaingan tanpa batas untuk saling mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya masih dipertanyakan.36

Akibat dari globalisasi dan kemajuan teknologi informasi berikutnya yang merupakan kerugian bagi para penerus bangsa ialah,

Waktu yang sia-sia, waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali lagi dan tidak dapat diganti, waktu adalah yang termahal yang dimiliki

manusia. Dalam Hadits mengatakan: “gunakanlah waktu mudamu

sebelum datang waktu tuamu”. Hal ini menunjukan bahwa sudah semestinya kaum muda produktif dan tidak menjadi generasi yang berpangku tangan dan menunggu, kaum muda bisa menjadi budak teknologi dan tidak memiliki aturan dalam menggunakan waktu, manakala kesehariannya habis dipergunakan untuk teknologi membuang semua masa depan yang cerah mereka.37

Dari berbagai dampak negatif dari globalisasi yang diatas, semakin mudah seseorang mengakses sesuatu, maka semakin mudah pula penyalahgunaan dan pelanggaran yang terjadi. Kejatuhan manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyah menjadi pemandu kehidupan manusia.

Dalam hal ini, sebagai kaum muda penerus bangsa sudah seharusnya untuk peduli terhadap sesama. Kaum jangan mau diperbudak oleh gemerlapnya dunia di era globalisasi ini, mari menyongsong masa depan yang cerah dalam gerakan perbaikan.

36Ibid. h. 34-35


(40)

b. Positif

globalisasi pada hakekatnya mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku moral anak yang beraklakul karimah. Sekolah juga mempunyai peranan yang cukup penting untuk memberikan pemahaman dan benteng pertahanan kepada anak agar terhindar dari jeratan negatif perkembangan arus globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Tetapi dengan kemajuan IPTEK pada era globalisasi ini banyak dampak yang positif bagi seoranng siswa bahkan seorang tenaga pengajar.

1) Pembelajaran Jarak Jauh. Dengan kemajuan teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-lain. 2) Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai

sumber ilmu dan pusat pendidikan menjadikan guru bukanlah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

3) Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.,

4) Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang akurat dan terbaru di bumi bagian manapun melalui Internet. Internet dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk memperoleh pengetahuan. Semua pengguna web dapat mencari pengetahuan yang diinginkan di internet. Ada beberapa situs informatif dan direktori web yang menawarkan informasi pada berbagai mata pelajaran. Siswa dapat menggunakan internet untuk mendapatkan semua informasi tambahan yang mereka butuhkan untuk meningkatkan basis pengetahuan mereka.


(41)

5) Teknologi menawarkan media audio-visual yang interaktif pada proses pembelajaran. Presentasi PowerPoint dan perangkat lunak animasi dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada siswa secara interaktif. Efek visual yang diberikan membuat siswa lebih tertarik untuk belajar. Selain itu, software ini berfungsi sebagai alat bantu visual untuk para guru dan memfasilitasi siswa untuk melihat informasi secara lebih jelas. Media Interaktif telah terbukti bermanfaat dalam meningkatkan tingkat konsentrasi siswa.38

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Seorang guru bukan lagi menjadi sumber satu-satunya ilmu, siswa sudah dapat mengakses berbagai materi ajar di internet. Sehinga siswa dituntut lebih aktif dan kritis.

38Budi Winarno, Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesi, (PT. Glora Aksara


(42)

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini, mengambil tempat di SMAN 47 MODEL Jakarta Selatan, yang sebelumnya menjadi tempat Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) peneliti yaitu dari bulan Desember sampai dengan bulan januari.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan motode kualitatif, dengan pendekatan deskriptif yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan.

Menurut Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati”.1

Kemudian lebih lanjut Moleong menyatakan bahwa “penelitian

kualitatif berakar pada akar alamiah sebagai keutuhan. Mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif”.2

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Disamping itu juga

1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2004, h. 4. 2 Ibid


(43)

menyajikan data, menganalisis dan menginterprestasi, serta bersifat koperatif dan korelatif.3

C. Sumber Data

Perlu diingat bahwa dalam penelitian, pemilihan sampel bukan saja diterapkan pada manusia sebagai responden, melainkan juga pada latar

(setting), kejadian dan proses. 4

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Guru PAI untuk mendapatkan data dan informasi mengenai proses pembelajaran di kelas dan upaya atau peran apa saja yang dilakukan guru PAI di era globalisasi dalam membina akhlak siswa 2. Wakil kepala sekolah untuk mendapatkan data dan informasi

mengenai kenerja Guru PAI dan mengenai sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah dalam upaya pengembangan kreativitas siswa.

3. Siswa siswi SMAN 47 Model Jakarta Selatan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai bagaimana cara mengajar guru di kelas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan)

Observasi (pengamatan) adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala akhlak siswa pada era globalisasi ini. Peneliti datang langsung ke sekolah yang dituju untuk mengamati dan mendapatkan sejumlah informasi yang berkaitan dengan hal tersebut.

Dalam hal ini penggunaan metode observasi langsung yaitu akan

3 Cholid Narkubo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002, h. 44.

4 A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2011), Cet. XI, h.102.


(44)

mengadakan pengamatan dan pencatatan dalam situasi yang sebenarnnya. Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh informasi tentang keseluruhan obyek penelitian, yang meliputi keadaan sarana dan prasarana, struktur organisasi, fasilitas pendukung proses belajar mengajar

2. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (informan). Peneliti mewawancarai guru PAI dan guru bidang studi yang lainnya, berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu bagaimana akhlak siswa pada era globalisasi.

Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil wawancara. Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap penting, data yang sama dikelompokkan. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan, sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh ketuntasan dan kepastian. 5

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu suatu metode penelitian yang mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat dan sebagainya.

Dalam literatur paradigma kualitatif ada dibedakan istiah

documents dari records (bukti catatan). Records segala catatan tertulis yang disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah


(45)

peristiwa atau menyajikan perhitungan, sedangkan dokumen adalah barang yang tertulis atau terfilmkan selain records yang tidak disiapkan khusus atas permintaan peneliti. 6

E. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang permasalahan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan.

Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumusan statistika, namun data tersebut dideskripsikan sehingga memberikan kejelasan sesuai kenyataan realita yang ada di lapangan. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaparan harus sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks lingkungannya juga sistematik dalam penggunaannya sehingga urutan pemaparannya logis dan mudah diikuti maknanya.

Adapun langkah-langkah analisis yang peneliti lakkukan adalah: 1) Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokukan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang cukup jelas.

2) Kategorisasi / pengkodingan

Koding dimaksudkan utuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan

6 A Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan


(46)

demikian pada gilirannya peneliti akan menemukan makna dari data yang dikumpulkannya.7

Peneliti melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskipkan. Kemudian, transkip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan diserahkan menggunakan kategorisasi dan pengkodingan agar mempermudah proses pengklasifikasian. Selanjutnya hasil kategorisasi tadi dideskripsikan dan dianalisa dan memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian.


(47)

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat SMA Negeri 47 MODEL Jakarta

SMA Negeri 47 Jakarta sebagai lembaga Pendidik menegah atas, lahir untuk memenuhi tuntutan obyektif, baik untuk menyerap tenaga guru professional maupun membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah dan tuntutan atas perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada jenjang Pend. menengah atas.

1. Masa Pra Pembentukan SMA Negeri 47 Jakarta a. Periode (1978-1989)

Pada tanggal 2 Januari 1978, diresmikan sebuah SMA Negeri cabang (kelas jauh) dari SMA Negeri 29 Jakarta dengan nama SMA Negeri 29 Filial Jakarta, yang beralamat di Jalan Delman Utama I Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Gedung SMA Negeri 29 Filial dibangun sejak tahun 1977, dengan keadaan ruangan sbb :

1) Ruang Belajar 7 kelas

2) Ruang Kepala Sekolah 1 ruang 3) Ruang Tata Usaha 1 ruang 4) Ruang WC 1 ruang

Kepala Sekolah sekaligus Pendiri : Hj. Jajoek M. Assaat, BA

Ketua BP3 : H. Asep Syarifuddin

Wakil Ketua : Let. Kol. Syarwono G.1

1 Dokumen SMAN 47 Jakarta Selatan


(48)

Mulai 1 Oktober 2012, kepala SMA Negeri 47 Jakarta dijabat oleh Drs. Rachmat, HDP menggantikan Drs. H. Syafruddin Yusuf, MPd yang sudah selesai masa baktinya sebagai kepala sekolah (purna bhakti).

Drs. Rachmat, HDP, sebelumnya menjabat Kepala SMA Negeri 111 Jakarta Barat, SMA Negeri 32 dan SMA Negeri 38 Jakarta Selatan.

Di awal tugasnya sebagai Kepala Sekolah di SMAN 47 Jakarta, Drs. Rachmat, HDP melanjutkan tradisi positif yang telah dilakukan kepala sekolah sebelumnya, yakni dengan melakukan berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu akademik maupun non akademik.

Dan pada awal masa tugas beliaulah dimulainya era pendidikan gratis disemua jenjang pendidikan dasar dan menengah di provinsi DKI Jakarta, yakni diperolehnya subsidi pendidikan penuh dari Pemda DKI bagi semua sekolah negeri di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.2

.

c. Periode (2013- sekarang)

Pada periode ini Kepala SMAN 47 Jakarta dijabat oleh Hj. Umairoh, S.Pd, M.M

2. Visi, Misi dan Tujuan

a. Visi SMA Negeri 47 Jakarta

“Unggul dalam prestasi bertaraf nasional maupun internasional

berlandaskan iman dan takwa”.

b. Misi SMA Negeri 47 Jakarta

Untuk mewujudkan visi di atas, SMA Negeri 47 Jakarta memiliki misi sebagai berikut :

2Ibid


(49)

Tinggi, organisasi prestasi, dan dunia usaha baik dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka peningkatan pelayanan terhadap siswa.

b) Menumbuhkan penghayatan dan semangat pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sebagai sumber kearifan dalam bertindak.

c) Menumbuhkan keunggulan dan kompetitif secara intensif kepada seluruh warga sekolah.

d) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara optimal yang berorientasi pada pencapaian kompetensi berstandar Nasional dan Internasional dengan tetap mempertimbangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

e) Mengembangkan dan mengintensifkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pendidikan serta institusi lain yang telah memiliki reputasi Nasional dan Internasional.

f) Menerapkan manjemen pengelolaan sekolah mengacu pada standar ISO 9001, tahun 2008 dengan melibatkan seluruh warga sekolah.3

3. Tujuan SMA Negeri 47 Jakarta a. Tujuan Umum

1) Memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang refresentatif untuk mendukung pelaksanaaan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, berdasarkan semangat keunggulan lokal dan global;.

2) Memiliki sarana pendukung pembelajaran yang representative dan berbasis elektronik dan teknologi informasi.


(50)

bersama-sama melaksanakan kegiatan yang inovatif sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing agar dapat memberikan layanan yang professional;

4) Menyelenggarakan pendidikan secara profesional untuk menghasilakan lulusan yang berkepribadian unggul, berwawasan kebangsaan, cerdas komprehensif, dan siap memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

5) Meningkatkan pelaksanakan Program Pengembangan diri melalui layanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler yang lebih efektif dan efisien sebagai penyaluran bakat dan minat siswa untuk meraih prestasi di bidang akademik maupun non akademik;

6) Menjadikan belajar, disiplin, jujur, empati, sopan dan santun serta silaturrahmi sebagai budaya bagi semua warga sekolah.

7) Melaksanakan dan mengembangkan Program SMA Model yang dapat menjadi rintisan menuju Sekolah Berwawasan/Bertaraf Internasional serta mampu menjadi rujukan bagi sekolah lain.

8) Menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran maupun dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan;

9) Meningkatkan kualitas dan jumlah tamatan yang melanjutkan ke perguruan tinggi;

10) Menyusun dan melaksanakan tata tertib dan segala ketentuan yang mengatur operasional warga sekolah;

b. Tujuan Khusus

1) Memiliki Kurikulum Sekolah berdasarkan kriteria Sekolah Model dan Sekolah Bertaraf Internasional.

2) Melaksanakan Program SMA Model melalui peningkatkan dan pengembangan seluruh komponen-komponen pendukung SMA Model (SKM-PBKL-PSB) yang terintegrasi kedalam mata pelajaran, muatan lokal dan kultur sekolah dengan mengedepankan


(1)

kepada Allah SWT. Karena dengan kedekatan mereka dengan sang Kholik akan menanamkan ketakwaan yang kuat di dalam jiwa mereka dan ini merupakan modal utama untuk mempersiapkan siswa yang tangguh dalam menghadapi setiap pengaruh negatif yang akan merusak moral mereka seperti kehadirannya budaya barat ke Indonesia, dan kemajuan teknologi yang tidak akan habisnya sampai kapanpun.


(2)

TRANSKIP WAWANCARA

Nama : H. Ahnaf Hamzah

Guru : Pendidikan Agama Islam Waktu wawancara : Jum’at, 5 Desember 2014

NO Pertanyaan Jawaban Informan Kode

1 Menurut Bapak selaku guru PAI, apakah setiap tahun demi tahun tantangan atau problematika sebagai guru PAI berbeda? Jika berbeda, berikan contohnya.!

Memang ya tantangan untuk guru PAI itu sangat berat sekali, tapi terkadang malah diabaikan padahal, Guru PAI sekarang berbeda dengan guru PAI di zaman dahulu, begitupun dengan problematika dan kendalanya sangat berbeda. Guru di jaman sekarang dituntut untuk mengerti kemajuan tekonologi dan bisa mengoperasikannya, tentu untuk kepentingan proses belajar mengajar di sekolah. Seperti menggunakan fasilitas yang ada di sekolah, menggunakan infocus dan laptop. Dengan menggunakan kedua benda tersebut, sudah bisa membuat

Kode 1 : Kuning

(Pelaksana pembelajaran pendidikan agama Islam)


(3)

2 Lalu harapan Bapak terhadap anak setelah mempelajari pelajaran agama Islam itu apa? Dan pesan moral apa yang selalu tanamkan saat pelajaran PAI.?

proses belajar mengajar lebih menarik dan tidak membosankan.

Semua guru pasti memiliki harapan yang sama, walaupun itu guru matematika, fisika, biologi, dan bahasa Indonesia. Dan tidak hanya guru PAI juga dituntut penuh untuk menanamkan nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, sehingga murid dapat menyerap dan mengamalkan nilai yang diajarkan dengan baik dan optimal. Dengan demikian diharapkan siswa tidak terbawa arus globalisasi yang negatif. Dan yang selalu saya tanamkan hanya kalimat atau pesan yang selalu kita dengan dan bahkan disepelkan, tapi manfaatnya yang besar yaitu “berkatalah jujur dimanapun kalian berada.

Kode 2 : Tosca (peran guru PAI di Era Globalisasi dalam membina akhlak siswa)


(4)

3

4

5

Materi ajar dan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam cukuplah banyak, kapan anda mempelajari materi tersebut?

Mohon maaf Yudha maksud kapannya disini tuh didalam sekolah nya loh yud, kan materi PAI tuh banyak yah, nah kapan tuh Yudha mempelajarinya?

Iya Yudha gak apa-apa santai aja(tersenyum), jadi Yudha mempelajari materi tersebut dimalam hari yah.

Saya mempelajarinya sejak duduk dibangku sekolah kak.

Ohhahaha (tertawa) yah maaf kak, kirain sejak kapan. Kalo mempelajari materi tersebut saya mempeleajarinya di malam hari kak, sebelum besoknya materi tersebut dipelajari sama guru disekolah.

Betul kak.

3 Menurut bapak, hal yang terpenting yang harus dilakukan untuk menghadapi arus globalisasi di dalam pendidikan itu apa?

Di Era globalisasi ini memang sangat berat bagi seorang guru agama dalam mendidik, yang telah kita ketahui budaya eropa sangat mudahnya mendoktrin kaula muda yang tak lain adalah penerus bangsa ini, Oleh sebab itu, kualitas dan kompetensi guru merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh setiap guru terutama di era sekarang yang penuh dengan tantangan dalam pembinaan pengetahuan dan akhlak generasi muda.


(5)

4 Bapak, selaku guru agama Islam di SMAN 47 Model Jakarta Selatan, peran apa saja yang bapak lakukan untuk membina akhlak siswa di era globalisasi sekarang ini?

Kami selaku guru PAI mempunyai peran yang sangat vital dalam pembinaan akhlak siswa, terlebih lagi di jaman sekarang ini. Kami selalu menasehati para siswa, memberikan contoh yang baik, bermulai dari diri kami sendiri yang berusaha konsisten dalam bertingkah laku yang baik di kehidupan sehari-hari. Jadi kami berusaha untuk tidak menyampaikan kata-kata yang menyinggung atau membeda-bedakan siswa-siswi di lingkungan sekolah ini, yang tentunya mereka itu memiliki perbedaan keyakinan dalam beragama. Kemudian yang selanjutnya, kami selaku guru PAI selalu membimbing mereka dan terus memantau perkembangan mereka, kami tahu bahwa kemajuan teknologi pada era sekarang memiliki dampak positif dan tentunya negatif. Dengan hal itu kami selaku guru PAI terus membimbing dan mengingatkan mereka terus untuk selalu menggunakan kemajuan teknologi di era globalisasi sekarang yang mereka miliki seperti

Kode 3 : Hijau

(Peran guru PAI sebagai Pendidik dan pembimbing)


(6)

handphone, laptop dan internet dipergunakan untuk kepentingan hal yang positif.

Kode 4 : Ungu

(Peran guru P AI sebagai evaluator)

5 Hal yang paling penting bagi bapak selaku guru agama Islam dalam mendidik itu apa? Lalu, agar mereka bisa semangat dalam berakhlak baik, apakah ada trik-trik khusus untuk itu?

,

Yang terpenting di dalam mendidik siswa adalah keuletan, kesabaran dalam mengingatkan, mencontohkan dan adanya kesungguhan hati yang ikhlas sebagai guru, untuk itu sabarlah yang akan membantu pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah. Lalu agar bisa menjadi pendorong bagi mereka supaya semangat untuk berakhlak baik. Kalau mereka menunjukan akhlak yang baik maka akan meningkatkan nilai yang baik untuk yang lain. Karena sikap pun mampu menjadi penentu nilai pelajaran.