Tipe & Size (, 1178K)

PASAR TRADISIONAL:
RUANG UNTUK MASYARAKAT TRADISIONAL YANG SEMAKIN
TERPINGGIRKAN

Pasar Tradisional, Ruang Masyarakat Tradisional Yang Terpinggirkan
Oleh : Ir.H.M. Djumantri, MSi
Pengaruh Perkembangan Pasar Terhadap Kawasan
Penduduk sebagai salah satu komponen dalam system wilayah atau kawasan. Perkembangan wilayah tergantung dari
kegiatan sosial ekonomi penduduk suatu wilayah, yang kegiatan itu sendiri ditentukan oleh permintaan barang dan jasa.
Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk mempertemukan permintaan dan penawaran, dan tempat kegiatannya
dapat di jumpai dalam bentuk fisik yang disebut pasar.
Pada awalnya, kegiatan pasar dilaksanakan hanya seminggu sekali. Sebutan nama pasar seperti Pasar Senen, Pasar
Rebo, Pasar Kemis, Pasar Jum’at, Pasar Minggu, menunjukkan bahwa semula kegiatannya hanya seminggu sekali, dan
tentu saja the origin of pasar ini bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: jual-beli barang kebutuhan primer dan
sekunder, tempat usahanya berupa kios, warung, los, tenda, gerai, dan lapak, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil
dengan skala kecil, modal yang kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar menawar.

1

Dengan semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar baik secara
kuantitas maupun kualitas. Seiring kemajuan teknologi dan manajemen maka berkembanglah pusat perbelanjaan, pusat

perdagangan, department store, mall, hypermarket, supermarket. Menurut survey AC Nielsen, pertumbuhan pasar modern
(termasuk hypermarket, supermarket, supermall, minimarket, dll) sebesar 31,4 %, sedangkan pertumbuhan pasar
tradisional minus 8,1 %.

2

Beberapa situasi di Pasar Tradisional
Kondisi penduduk yang tidak tersebar secara merata, membuat para pelaku kegiatan perdagangan mencari lokasi untuk
kegiatan usahanya. Hal ini mendorong pengelompokan kegiatan pada tempat-tempat tertentu. Pada suatu wilayah/kawasan
yang kondisi sosial ekonomi penduduknya baik, maka akan semakin banyak pasar dan membawa perkembangan, dan
tentunya menarik penduduk baru. Dalam ilmu ekonomi wilayah (regional economy) hal ini sering dijelaskan dengan teori
pertumbuhan kegiatan ekonomi yang akumulatif.
Adanya mekanisme pasar tersebut cenderung menguntungkan kawasan yang menjadi tempat pengelompokan kegiatan
perdagangan tersebut. Proses ini apabila berlangsung terus dapat menyebabkan kawasan yang baik makin berkembang,
sedangkan yang kurang baik makin ketinggalan.
Dalam pengembangan wilayah harus diupayakan agar kemajuan suatu kawasan tidak mengakibatkan kemunduran
kawasan yang lainnya. sehingga secara totally wilayah berkembang secara optimal (pareto optima) yang dicirikan dengan
terjadinya keselarasan dan keseimbangan antar kawasan, koordinasi antar kegiatan serta keserasian antar sektor.
Di samping mekanisme pasar, faktor yang mempengaruhi persebaran kegiatan sosial ekonomi adalah faktor lokasi/ruang.
Kawasan yang letaknya berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan dan kemudahan transportasi berimbas pada

pertumbuhan. Sementara itu kebijakan Pemerintah seperti penentuan lokasi pusat perdagangan (pasar), kegiatan produksi,
kebijakan ekspor-impor, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
DUALISME PASAR MODERN

vs

PASAR TRADISIONAL

Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi khususnya perdagangan yang selanjutnya akan
menunjuk pula pada dualisme aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi lingkungan, dan sosial
budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul kelompok superior yang mendominasi kelompok inferior. Muncul
pasar/toko modern di tengah keberadaan pasar-pasar tradisional.
Dualisme (dualism) berasal dari terminologi Regional Economy yakni terjadinya coexistency (hadir secara bersamaan)
dalam suatu waktu atau dalam suatu wilayah yang sama dari situasi atau kondisi. Biasanya yang satu dikehendaki yang
lainnya tidak atau yang satu merupakan komponen superior, yang lainnya inferior, yang kedua-duanya eksklusif/ penting
bagi kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor ekonomi tradisional,
aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal, gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang
menunjukkan pada dualisme aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial budaya, dan sebagainya).
Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) ini, salah satu akibat dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya
perbedaan dalam pengelolaan dan pengaturan pertanahan atau pengaturan zonasi seringkali tidak terhitungkan dalam

penyediaan ruang (pola ruang) yang direncanakan yang akhirnya menimbulkan friksi serta sikap pro dan kontra terhadap
kehadirannya.
Fenomena diatas membuat kita memperhitungkan pengembangan suatu wilayah dari masa perencanaannya agar coexsistency dari kedua situasi ini tidak bersifat opposite atau antagonist, melainkan bersifat complementary atau
interdependency. Karena itu diperlukan intervensi Pemerintah yang dituangkan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan
penataan ruang, peraturan zonasi, rencana pembangunan sektor-sektor produksi, pengaturan sarana prasarana ekonomi
(termasuk pengaturan fungsi dan penetapan lokasi pasar), perizinan, fiskal dan moneter, dan sebagainya.
3

Kebijakan di bidang penataan ruang dimaksudkan agar terjadi keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan antar wilayah
kawasan. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan sarana prasarana ekonomi, Pemerintah telah mengeluarkan PP
No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Sebagai penjabarannya dari aspek penataan ruang diperlukan juknis Penetapan Fungsi Dan Lokasi Pasar Tradisional Dan
Toko Modern yang memberikan arahan operasional atau petunjuk teknis mengenai pembangunan pasar tradisional dan
toko modern yang sesuai rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang kawasan, peraturan zonasi, rencana tata
bangunan dan lingkungan.

Physical Dualism antara Pasar Modern dengan Pasar Tradisional

BEBERAPA ISU UTAMA
Perkembangan pasar tradisional semakin terdesak oleh perkembangan pasar modern dalam bentuk pusat-pusat

perbelanjaan/perdagangan (hypermarket, supermarket, department store, mall, minimarket, dsb) baik yang melayani
perkulakan, grosiran, maupun retail. Tabel 1 berikut ini menunjukkan perkembangan penjualan perusahaan retail dan
perkembangan outlet perusahaan retail tahun 2007. Meski tidak diperoleh data mutahir, dapat dipastikan selama tiga tahun
terakhir ini perkembangannya meningkat tajam dengan rata-rata pertumbuhan 30 % pertahun.
Tabel 1. THE 2007 RETAIL ASIA PASIFIC (RAP) TOP 500 RANKING & AWARDS

Sumber: Retail Asia Online (2008)

4

Selama tujuh tahun (1997-2003) peningkatan jumlah outlet hypermarket dan supermarket cukup tajam (Tabel 2), dengan
persebaran supermarket sebagai berikut: Jakarta 38,6 %, Surabaya 11,8%, Bandung 11,6 %, Botabek 10,2 %, Medan 6,5
%, Semarang 4,4 %, Makasar 4,3 %, Palembang 3,5 %, Denpasar 3,1 %, Yogyakarta 2,9 %, Padang 1,6 %, dan Solo 1,5
% (AC Nielsen, 2004). Tujuh tahun yang lalu hampir semua supermarket berada di Jabotabek, namun sekarang hanya 50
% karena pembangunan supermarket meluas ke pulau-pulau lainnya, ke secondary cities dan tertiary cities bahkan
kawasan perdesaan yang cukup luas di Pulau Jawa. Pada tahun 2010 supermarket melayani lebih dari 50 % food retail
Indonesia. Selama dekade 2003 – 2005 jumlah minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) meningkat tajam (Tabel 3)
dan melakukan penetrasi ke kawasan/blok-blok permukiman. Di balik itu semua perkembangan pasar tradisional
mengalami stagnasi, bahkan berdasarkan hasil kajian AC Nielsen teridentifikasi bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0
% setiap tahunnya (Tabel 4) (AC Nielsen, 2005). Isu lainnya adalah penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh retail

modern yang memberatkan pemasok barang.
Tabel 1. PENINGKATAN JUMLAH OUTLET PASAR MODERN DI INDONESIA 1997 s/d 2003
PASAR/TOKO
MODERN

1997

HYPERMARKET
SUPERMARKET
Sumber: FAO (2006)
MINIMARKET

442
282
6

1998

1999


2000

346
285
6

448
316
10

492
501
16

2001
730
538
35

2002

858
573
40

2003
872
598
49

Tabel 2. JUMLAH PUSAT PERDAGANGAN DI INDONESIA 2003 s/d 2005
PUSAT PERDAGANGAN

2003

2004

2005

HYPERMARKET
PASAR PERKULAKAN

SUPERMARKET
MINIMARKET
CONVENIENCE STORE
TOKO TRADISIONAL

43
24
896
4.038
102
1.745.589

68
22
956
5.604
154
1.745.589

83

23
961
6.272
131
1.874.472

Sumber: AC Nielsen (2005)

Tabel 3. Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail
PASAR/TOKO MODERN dan
PASAR TRADISIONAL

2000

2001

2002

2003


2004

MINIMARKET

3,6 %

4,7 %

5,0 %

5,4 %

7,6 %

SUPERMARKET

18,0 %

20,3 %


20,4 %

21,1 %

22,0 %

PASAR TRADISIONAL

78,3 %

74,9 %

74,6 %

73,4 %

70,5 %

TOTAL

100,0 %

100,0 %

100,0 %

100,0 %

100,0 %

Sumber: AC Nielsen (2005)

Salah satu kemunduran dari pasar tradisional karena adanya persaingan aspek yang tidak seimbang. Seperti terlihat pada
Tabel 5, pasar tradisional bermodal kecil, skala kecil, manajemen sederhana, harus bersaing pada kegiatan retail dengan
5

toko modern, mini market, mall, plaza, pusat perdagangan/perbelanjaan, departement store, supermarket, hypermarket.
Sementara tidak ada perbedaan segmen antara pasar modern dengan pasar tradisional. Tentu saja konsumen cenderung
berbelanja ke tempat yang bersih, sehat, aman, nyaman, bahkan harganya lebih murah daripada membeli di pasar
tradisional yang mempunyai kesan semerawut, gerah, becek, bau got, banyak copet, tapi akrab bergaul dan bisa
bernostalgia. Namun bagaimanapun ada juga yang sudah cukup berhasil seperti misalnya pasar tempo doeloe, Pasar Pagi
dan Pasar Tanah Abang di Jakarta, Pasar Bringhardjo di Yogya, Pasar Klewer di Solo, Pasar Tunjungan di Surabaya,
Pasar Sukowati di Bali, dll.
Sebenarnya masih banyak pasar tradisional yang dapat ditingkatkan daya saingnya, misalnya dengan sedikit sentuhan
gaya arsitektur tradisional, promosi barang-barang souvenir, keramah-tamahan pramuniaga, kekhasan dialek setempat,
kandungan komponen lokal, panggung kesenian lokal, kearifan lokal, dan sebagainya. Contoh pasar tradisional yang
mempunyai potensi seperti ini adalah pasar tradisional di Bukit tinggi, Pasar Apung di Sungai Mahakam Kalimantan
Selatan, Pasar Gembrong di Bogor Jawa Barat (kalau masih ada), Pasar Jalanan di Kebayoran Lama Jakarta Selatan,
Pasar Ular di Jakarta Utara, Pasar Seni (Barang-barang Antik) di Jln. Surabaya Jakarta, Pasar Kaget. Barangkali lebih tepat
bila pengembangan pasar tradisional ini diimplementasikan melalui pendekatan (berbasis) pusat budaya atau cagar
budaya. Kita tunggu saja bagaimana nanti Pemda dapat menyiasati hal ini. Yang jelas, pembinaan pasar tradisional tidak
mungkin berhasil bila dilakukan sendiri, harus dilaksanakan secara terintegrasi dan komperhensif dengan pembinaan pasar
modern, dengan pembinaan sektor lainnya khususnya kebudayaan dan kepariwisataan.
Tabel 5. Jenis Pasar Dan Skala Pelayanannya
JENIS PASAR

PASAR MODERN
(Manajemen Modern, Teknologi
Modern,Harga Pasti, Pelayanan
Mandiri)

SKALA WILAYAH
(GROSIR)

 Perkulakan Besar
 Perkulakan
Sedang
 Perkulakan kecil

PASAR TRADISIONAL
(Skala Kecil, Modal Kecil, Tawar
Menawar)

SKALA INTERNAL PERKOTAAN
(RETAIL)
2

 Hypermarket (>6000 m )
2

 Supermarket /Dept.Store (200 – 6000 m )





2

Mini Market ( 1.000.000 Jiwa

Pusat Kota

KOTA BESAR
500.000-1.000.000 Jiwa

9
KOTA SEDANG
100.000-500.000 Jiwa

Hirarki Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk

Pada tingkat kabupaten, hirarki dari pusat-pusat kegiatan tersebut dapat ditetapkan dalam bentuk sistem orde.
berdasarkan:
1) Sistem kota-kota kabupaten (regencial system of cities) berdasarkan besaran/ukran jumlah penduduk dan sistem
sarana prsarana wilayah yang mendukungnya.
Hirarki besaran kota adalah sebagai berkut:
Kota Sedang dengan penduduk 100.000 sampai dengan 500.000 jiwa.
Kota Kecil dengan penduduk 20.000 sampai dengan 100.000 jiwa.
Kawasan Terpadu Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) atau Desa-Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) dengan
penduduk di bawah 20.000 jiwa.
2) Adanya hubungan keterkaitan fungsional di antara pusat-pusat kegiatan secara berhirarki yang terbentuk oleh sistem
jaringan prasarana wilayah dan sistem jaringan transportasi wilayah yang berhirarki pula (sistem primer dan sistem
sekunder).

Berdasarkan pengertian pasar sebagaimana dijelaskan di atas serta mempertimbangkan fungsi yang diembannya untuk
mendukung sistem pelayanan eksternal (inter kawasan wide) dan sistem pelayanan internal (kawasan wide), maka pasar
mempunyai jenjang (hirarki) sebagaimana diperlihatkan pada tabel di bawah.
Tabel 6. Hirarki Pasar Berdasarkan Skala Pelayanan

Skala

SKALA INTERNAL
(RETAIL)

SKALA WILAYAH (GROSIR)

Pelayanan
Jenis

Perkulakan Besar

Perkulakan Sedang

PMKB

PMKS

Perkulakan Kecil

Eceran

Pasar

MODERN
PMKK

PME

(manajemen
modern,
teknologi

10

modern, harga
pasti, pelayanan
mandiri)

■ Pusat Perdagang
skala besar

■ Pusat Perdagangan
Skala sedang

■ Pusat Perdagangan
skala kecil
■ Pusat Perbelanjaan
skala kecil

■ Mal, Plaza
■ Hypermarket
(> 600 m2)
■ Supermarket,
Department
Store (200 s/d
6000 m2)
■ Pertokoan
■ Minimarket
(< 200 m2)

TRADISIONAL

PTKK
■ Pasar Tradisional
perkulakan skala
kecil

(modal kecil,
skala kecil,
tawar menawar)

PTE
■ PasarTradisional
eceran berskala
kecil
■ Pertokoan, Kios,
■ Los, Lapak,
■ KumpulanTenda

Keterangan:
PMKB : Pasar modern perkulakan besar
PMKS : Pasar modern perkulakan sedang
PMKK : Pasar modern perkulakan kecil
PME
: Pasar modern eceran

PTKK
PTE

:
:

Pasar tradisional perkulakan kecil
Pasar tradisional eceran

Berikut ini disajikan penjelasan mengenai hirarki pasar berdasarkan skala pelayanan:
1). Pasar Modern Perkulakan Besar (PMKB)
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala nasional (PKN) atau sistem jangkauan
pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat nasional
2). Pasar Modern Perkulakan Sedang (PMKS)
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala wilayah/propinsi (PKW) atau sistem
jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal di tingkat wilayah.
3). Pasar Modern Perkulakan Kecil (PMKK)
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala kabupaten/kota/lokal (PKL) atau sistem
jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat lokal atau tingkat kota/kabupaten. Hanya
melayani kegiatan perdagangan perkulakan skala kecil.
4). Pasar Modern Eceran (PME)
11

Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung sistem pelayanan kegiatan ekonomi secara internal kawasan/lokal
(kabupaten/kota).
Hanya melayani kebutuhan penduduk/kegiatan perdagangan secara eceran di dalam
kabupaten/kota yang bersangkutan .
7). Pasar Tradisional Perkulakan Kecil (PTKK)
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung pusat kegiatan ekonomi skala kabupaten/kota/lokal (PKL) atau sistem
jangkauan pelayanan kegiatan ekonomi secara eksternal pada tingkat lokal atau tingkat kota/kabupaten. Hanya
melayani kegiatan perdagangan perkulakan skala kecil.
8). Pasar Tradisional Eceran (PTE)
Pasar jenis ini difungsikan untuk mendukung sistem pelayanan kegiatan ekonomi secara internal kawasan/lokal
(kabupaten/kota). Hanya melayani kebutuhan penduduk/kegiatan perdagangan secara eceran di dalam kabupaten/kota
yang bersangkutan .

12