ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI PT MEKARSARI ALAM LESTARI PADA PEMBIARAN KEBAKARAN HUTAN DI RIAU : STUDI PUTUSAN NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR).

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN
KORPORASI PT MEKARSARI ALAM LESTARI PADA
PEMBIARAN KEBAKARAN HUTAN DI RIAU
(Studi Putusan Nomor 235/Pid.Sus/2012/PTR)

SKRIPSI

Oleh:
FATHI RIZKA KHAIRINNISAA’
NIM. C03212040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
SURABAYA
2016

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban
Korporasi PT. Mekarsari Alam Lestari pada Pembiaran Kebakaran Hutan Di

Riau (studi putusan nomor 235/pid.sus/2012/ptr)” Skripsi ini adalah hasil dari
penelitian kepustakaan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diantaranya:
Bagaimana
pertimbangan
hukum
hakim
dalam
putusan
No.235/Pid.Sus/2012/PTR tentang pertanggungjawaban korporasi PT. Mekarsari
Alam Lestari terhadap pembiaran dalam kebakaran hutan Riau?, Bagaimana
analisis yuridis terhadap pertanggungjawaban korporasi PT. Mekarsari Alam
Lestari dalam pembiaran kebakaran hutan di Riau pada putusan No.
235/Pid.Sus/2012/PTR.
Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik
deskriptif, yaitu dengan cara menggambarkan dan menjelaskan data dari hasil
penelitian yang telah diperoleh dan teknik deduktif, yaitu mengemukakan teoriteori yang bersifat umum terlebih dahulu untuk dihubungkan dalam bagianbagiannya yang bersifat khusus.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukaan oleh penulis dapat
diketahui bahwa: pertama: Dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana pembakaran hutan
adalah tuntutan Jaksa/Penuntut Umum dengan Pasal 42 ayat (1) jo Pasal 46 ayat

(1),(2) UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Undang-Undang No.8 Tahun
1981 tentang KUHAP jo Undang-Undang No.4 Tahun 2004 jo Undang-Undang
No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman dan peraturan-peraturan
lainnya yang bersangkutan. Kedua: Dalam putusan tersebut dirasa kurang
memberikan efek jera mengingat dengan apa yang diatur dalam Undang-undang
baru tindak pertanggungjawaban korporasi lingkungan No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka diharapkan kepada pemerintah
atau hakim untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat umum dan
pengusaha perkebunan tentang pentingnya menjaga lingkungan dan tidak
mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan apalagi dengan cara membakar
lahan hanya demi kepentingan pribadi.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman

SAMPUL DALAM ............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN .................................................................................................. iv
MOTTO ..............................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................

x


DAFTAR TRANSLITERAS .............................................................................. xii
BAB I

PENDAHULUAN .........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................

1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ................................ 13
C. Rumusan Masalah ....................................................................... 14
D. Kajian Pustaka............................................................................. 14
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 17
F. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................... 18
G. Definisi Operasional .................................................................... 18
H. Metode Penelitian ....................................................................... 19
I. Sistematika Pembahasan ............................................................. 23


x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DAN
PEMIDANAAN DALAM UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN
2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP ................................................................. 25
A. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi ...................................... 25
B. Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana ............. 30
C. Tindak Pidana Lingkungan Hidup .............................................. 40

BAB III

TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN DALAM
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR
235/PID.SUS/2012/PTR ................................................................. 49

A. Deskripsi Kasus dan Landasan Hukum ....................................... 49
B. Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan ........................................ 58
C. Akta Permintaan Banding ........................................................... 60
D. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru terhadap
Tindak Pidana Pembakaran Hutan ............................................. 61
E. Putusan

Hakim

Pengadilan

Tinggi

Pekanbaru

No.

235/PID.SUS/2012/PTR ............................................................. 66
BAB IV ANALISIS
YURIDIS

PERTANGGUNGJAWABAN
KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN
HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NO.
235/PID.SUS/2012/PTR ............................................................... 68
BAB V

PENUTUP .................................................................................... 75
A. Kesimpulan .................................................................................. 75
B. Saran ............................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78
LAMPIRAN ................................................................................................... 81
xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A.


Latar Belakang Masalah
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan
disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang
kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah
tanah, air, dan udara. Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu
tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh
dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup.1 Dalam pasal 1 ayat 1 UU RI No. 32 tahun
2009 yang mengatakan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya,

yang

mempengaruhi

alam

itu


sendiri,

kelangsungan

perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.2
Penegakan hukum pidana lingkungan dapat berupa preventif dan
represif. Penegakan hukum pidana lingkungan yang bersifat preventif
adalah penegakan hukum sebelum terjadinya pelanggaran atau pencemaran
lingkungan hidup. Hal ini erat kaitannya dengan masalah administrasi
lingkungan, yaitu : pemberian izin. Dalam pemberian izin usaha,
pemerintah hendaknya memperhatikan dampak social dan dampak

1
2

Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta, Sinar Grafika, 200) 46
UU RI No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140


1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

lingkungan hidup yang akan timbul dari kegiatan usaha tersebut.
Sedangkan penegakan hukum pidana lingkungan yang bersifat represif
adalah penegakan hukum setelah terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Dalam hukum lingkungan, penegakan hukum secara preventif harus lebih
diutamakan, karena penanggulangan akibat pencemaran melalui penegakan
hukum represif memerlukan biaya yang sangat besar.
Di samping itu kerugian yang akan diderita oleh lingkungan sebagai
akibat dari pencemaran, tidak mungkin dapat dipulihkan kembali dalam
waktu yang cepat. Koesnadi berpendapat bahwa upaya penegakan hukum
lingkungan yang harus dilakukan lebih dahulu adalah yang bersifat
compliance,

yaitu

pemenuhan


peraturan,

atau

penegakan

hukum

preventifnya dengan pengawasannya. Sementara itu, penerapan hukum
pidana dalam kasus-kasus pencemaran lingkungan perlu memperhatikan
asas subsidaritas sebagai berikut: sebagai penunjang hukum administrasi,
berlakunya hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidaritas yaitu
hendaknya hukum pidana didayagunakan apabila sanksi dibidang hukum
lain, seperti sanksi administratif, dan sanksi perdata, dan alternative
penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat
kesalahan pelaku relative berat dan/atau akibat perbuatannya lebih besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan di masyarakat.
Pencemaran terhadap lingkungan berlangsung dimana-mana dengan
laju yang sangat cepat, untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap
lingkungan oleh berbagai aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

terhadap pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan erat sekali
hubungannya dengan pembangunan yang dilakukan oleh manusia atau
korporasi

seperti

halnya

kegiatan-kegiatan

industri,

kegiatan

pertambangan, transportasi dan pertanian.
Berbicara tentang korporasi maka kita tidak bisa melepaskan
pengertian tersebut dari bidang hukum perdata dan pidana. Secara
etimilogi tentang kata korporasi (Belanda: corporatie, Inggris: corporation,
Jerman: corporation) berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa latin.
Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir dengan “tio”, maka

corporation sebagai kata benda (substantivum), berasal dari kata kerja
corporare, yang banyak dipakai orang pada zaman abad pertengahan atau
sesudah itu. Corporatio itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan,
dengan perkataan lain badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh
dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang
terjadi menurut alam.3
Kejahatan Korporasi, kejahatan yang dilakukan oleh para karyawan
atau pekerja terhadap korporasi, korporasi yang sengaja dibentuk dan
dikendalikan untuk melakukan kejahatan. Pada awalnya korporasi atau
badan hukum (rechtpersoon) adalah subjek yang hanya dikenal di dalam
hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu sebenarnya adalah
ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang
diberi status sebagai subjek hukum, di samping subjek hukum yang
3

Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban pidana Korporasi, (Jakarta: Kencana Pranada
Group, 2010) 23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

berwujud manusia alamiah (natuurlijk persoon).4 Dengan berjalannya
waktu, pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi
dimana memberikan peluang yang besar akan tumbuhnya perusahaanperusahaan transnasional, maka peran dari korporasi makin sering kita
rasakan bahkan banyak memengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia.
Dampak yang kita rasakan menurut sifatnya ada dua yaitu dampak positf
dan dampak negatif. untuk yang berdampak positif, kita sependapat bahwa
itu tidak menjadi masalah namun yang berdampak negatif inilah yang saat
ini sering kita rasakan.5
Adapun faktor-faktor yang bersifat positif akibat perkembangan
industri tersebut, antara lain sebagai berikut :
1.

Dengan semakin meningkatkan jumlah pabrik atau perusahaan yang
didirikan, berarti semakin banyak lapangan kerja yang dibuka, Dengan
demikian akan mengurangi angka pengangguran dalam masyarakat.

2.

Meningkatnya income perkapita bagi masyarakat di sekitar daerah
industri tersebut.
Adapun faktor yang berdampak negatif bagi masyarakat, akibat

perkembangan industri tersebut, antara lain adalah :
1.

Terjadinya berbagai macam pencemaran lingkungan hidup di sekitar
masyarakat, hal ini mengakibatkan adanya gangguan kesehatan bagi
masyarakat.

4
5

Ibid., 25.
Salim Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara, 1981), 44.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

2.

Di samping itu keadaan yang demikian akan merubah sistem atau
struktur tanah, misalnya tingkat kesuburan tanah dan hasil pertanian
akan berkurang atau bahkan tidak berproduktif lagi
Dalam Undang-Undang mengatur bahwa setiap orang mempunyai hak

yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup. Kelanjutan pokok ini ialah beban pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup dipertanggungjawabkan kepada pihak yang mencemari
dan merusak lingkungan hidup.6 Tanggungjawab pidana lingkungan hidup
adalah proses yang dilalui seseorang sebagai konsekuensi atas perbuatan
pidana yang dilakukan terhadap lingkungan hidup. Perbuatan tersebut
berupa kesengajaan (opzet) maupun ke alpaan (culpa).7
Ada tiga pendapat para pakar hukum pidana jika korporasi menjadi
subjek hukum:
1.

Tidak pernah memikirkan adanya eksistensi badan hukum atau
korporasi. Perbuatan yang dilakukan dalam hubungannya dengan
korporasi harus dipandang sebagai perbuatan yang dilakukan oleh
pengurus korporasi, jadi penguruslah yang bertanggung jawab.
Pendapat ini mengacu pada asas umum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ( KUHP ), yaitu bahwa sebuah perbuatan pidana hanya

6

Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan...,72.

7

Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Story Grafika,
2002) 54.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

dapat dilakukan oleh manusia (naturlijke person). Hal ini dapat dilihat
dalam rumusan pasal 59 KUHP yang berbunyi : jika ditentukan pidana
karena pelanggaran bagi pengurus, anggota badan pengurus atau
komisaris, maka pidana itu tidaklah dijatuhkan atas anggota pengurus
atau komisaris, jika terang bahwa pelanggaran itu terjadi bukan karena
kesalahannya.
2.

Mengakui korporasi sebagai pembuat namun yang harus bertanggung
jawab adalah pengurusnya.

3.

Mengakui bahwa korporasi dapat menjadi pembuat dan yang
bertanggung jawab. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling
maju yang menganggap korporasi sebagai subjek hukum sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara pidana. Latar belakang dari
pemikiran ini, sehingga korporasi dapat dijatuhi hukuman pidana
antara lain karena ada anggapan bahwa keuntungan materi yang
diperoleh oleh korporasi dari hasil usahanya amatlah besar, maka
pidana yang dijatuhkan kepada pengurus dirasa tidak seimbang dan
tidak menjamin korporasi untuk tidak mengulangi perbuatan pidana
tersebut.
Sanksi pidana dalam proteksi lingkungan hidup dipergunakan sebagai

ultimum remedium yang bertujuan menghapuskan atau mengurangi akibatakibat yang merugikan terhadap lingkungan hidup. Dalam sistem
pertanggungjawaban pidana didasarkan kepada si pelaku tindak pidana, di
pidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu melakukan perbuatan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

melawan

hukum,

memenuhi

rumusan

delik

dan

dapat

dipertanggungjawabkan dengan dasar bahwa perbuatan itu subjektive guilt
(kesalahan yang disengaja/kealpaan).
Pelanggaran yang dilakukan korporasi ini sulit untuk dijangkau dengan
hukum, hal ini terjadi karena lemahnya sistem hukum yang mengatur
lingkungan. Sistem hukum yang mengatur lingkungan ini memang lemah,
Sebagaimana telah digariskan pada perhatian terhadap kelestarian
lingkungan hidup diwujudkan secara yuridis dengan lahirnya UndangUndang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang ini menandai awal
pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan makin tingginya kesadaran masyarakat dalam
mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan, juga makin
banyaknya organisasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan, dengan
demikian masyarakat tidak hanya terlibat dalam pembangunan, akan tetapi
ikut terlibat secara langsung dan berperan secara nyata.
Belum berjalan lama (15 tahun) undang-undang ini telah menimbulkan
berbagai masalah, karena dalam prakteknya undang-undang ini banyak
kekurangan, sehingga diganti oleh Undang-Undang No 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini berupaya
mendayagunakan berbagai ketentuan sanksi administrasi, perdata, dan
pidana. Undang-undang ini juga mengefektifkan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan antara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

pihak yang bersengketa dan juga dibuka kemungkinan dilakukannya
gugatan perwakilan (class action).
Kemudian diperbarui dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UndangUndang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam hal lingkungan hidup, pertanggungjawaban
korporasi ini pada intinya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana
kepada setiap orang, badan hukum atau pengurusnya.8 Dalam pelanggaran
terhadap lingkungan hidup yang terjadi pada masa kini maupun masa yang
akan mendatang, sebagian besar dilakukan oleh korporasi atau perusahaan,
karena perusahaan merupakan suatu produsen yang memasok kebutuhan
masyarakat dan secara langsung banyak mengeluarkan polusi, apakah
polusi udara, tanah maupun air.
Menurut Koesnadi Hadjasoemantri bahwa konsekuensi penerapan
ketentuan tentang tanggung jawab korporasi ini harus benar-benar
dipahami oleh para pengusaha, sehingga harus berhati-hati dalam
mengelola

perusahaannya

mengakibatkan

pengusaha

agar

tidak

dikenakan

melakukan
pidana

perbuatan

penjara,

yang

disamping

perusahaannya dikenakan denda karena telah terjadi pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan kegiatannya
itu.
Ada banyak contoh-contoh yang menunjukkan dampak negatif dari
kegiatan korporasi. Contoh peristiwa di Indonesia yaitu peristiwa
8

UU RI No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

munculnya sumber lumpur di sidoarjo yang diindikasikan disebabkan oleh
kegiatan pengeboran yang tidak memenuhi standar dilakukan oleh PT.
Lapindo Brantas. Akibat peristiwa tersebut ribuan orang kehilangan tempat
tinggal akibat terendam lumpur, belum lagi industri-industri disekitar
semburan lumpur yang harus tutup akibat tidak bisa berproduksi yang
mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaannya. Seperti halnya kasus
kebakaran hutan di Riau pada perusahaan perkebunan Kelapa Sawit PT.
Mekarsari Alam Lestari (PT.MAL) di desa Pangkalan Penduk Kecamatan
Kerumutan Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, yang mana bahwa PT.
Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) dalam melakukan usaha perkebunan
seluas 13.192,69 ha yang terletak di kelompok hutan S.Panduk-S.Buluh
Kabupaten Tingkat II Kampar, Propinsi Daerah Tk. I Riau untuk usaha
budidaya perkebunan kelapa sawit hanya memiliki izin berdasarkan kepada
keputusan menteri kehutanan dan perkebunan atas nama PT. Mekarsari
Alam Lestari dan Hak Guna Usaha (HGU) nomor : 0008 tanggal 17
Oktober 2005 seluas 4745,33 ha dari Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Pelalawan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku,
dalam kegiatan usaha perkebunan harus berpedoman kepada UndangUndang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan Pasal 17 ayat (1) “setiap

pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu
dan/atau tertentu usaha industry pengelolaan hasil perkebunan dengan
kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki ijin usaha perkebunan”

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 tentang pengendalian
kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan
kebakaran Hutan dan atau Lahan sebagaiman di atur dalam pasal 13“setiap

penanggung jawab usaha yang usahanya dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan wajib mencegah
terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya”.
Disini sudah jelas bahwa dalam mendirikan atau menjalankan usaha
harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan, dimana kasus dari
PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) ini adalah Suheri Terta selaku
Direktur Utama PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) memerintahkan
Fachruddin Lubis sebagai Manager Estate/Proyek PT. Mekarsari Alam
Lestari (PT. MAL) membuka lahan gambut untuk dijadikan perkebunan
kelapa sawit dengan membuat kanal-kanal berdiameter 3 (tiga) meter dan
10 (sepuluh) meter yang berfungsi sebagai pembatas blok atau petak lahan
perkebunan sekaligus untuk melokalisir kebakaran agar api tetap berada di
jalur penanaman yang telah direncanakan.
Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 telah terjadi beberapa kali
kebakaran dilokasi rumpukan jalur (stacking) pada blok-blok lahan
perkebunan PT. Mekarsari Alam Lestari (PT. MAL) yang telah disiapkan
untuk ditanami kelapa sawit. Para terdakwa menyadari dan mengetahui
betul bahwa rumpukan kayu (stacking) yang berada di atas lahan blok yang
akan ditanami kelapa sawit tersebut mempunyai potensi yang sangat tinggi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

untuk terjadi kebakaran, namun oleh para terdakwa rumpukan kayu

(stacking) tetap dibiarkan berada di lokasi sehingga terjadi kebakaran di
jalur blok penanaman yang akan ditanami kelapa sawit.
Menurut

Islam

mempunyai

prinsip

pertanggungjawaban

yang

seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga,
antara individu dan keluarga, antara individu dan sosial, antara suatu
masyarakat dengan masyarakat yang lain.9 Tanggung jawab sosial merujuk
pada kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi dan
memberi kontribusi kepada masyarakat dimana perusahaan itu berada.
Dalam

islam

pertanggungjawaban

pidana

berarti

manusia

harus

bertanggungjawab atas akibat dari perbuatan haram yang dilakukannya
ketika ia memiliki kebebasan berkehendak (tidak dipaksa) dan mengetahui
arti serta akibat perbuatan tersebut.
Dalam surat al-Baqarah ayat 205, Allah berfirman :

َ‫إِ َاَت لَىَٰسعىَٰفِىَاْلاَرضَِلِيفْسِ َفِي اَ ي لِكَالْحرثََ النسلََ اللٰهَلَاَيحِبَاْلفَساد‬
َ ٢۰٥
205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.10

9

10

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006),
232.
Depertemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT.
Kumudasmoro Grafindo, 1994), 49.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya .
karena itu, perlu pengawasan terhadap bahaya kerugian yang menimpa
pihak masyarakat (konsumen) dan lingkungan hidup. Berbagai pelanggaran
lingkungan, seperti langkanya air bersih akibat limbah pabrik, makanan
beracun dan sebagainya telah menyumbangkan berbagai penyakit bahkan
kematian warga yang mengkonsumsi. Hal itu merupakan melanggar hukum

(i’ti>da) secara tidak langsung yang harus dipertanggungjawabkan pihak
pelaku usaha, perusahaan atau badan-badan komersial.
Dalam hukum positif perbuatan yang dilakukan oleh PT. Mekarsari
Alam Lestari (PT. MAL) sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan adalah berupa denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun seusai
dengan tingkat dan jenis pencemaran dan/atau perusakan yang ditimbulkan,
namun atas pertimbangan hukum hakim diputus dengan hukuman penjara
selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat kasus
diatas dalam sebuah penelitian untuk mengetahui pertimbangan hukum
hakim dan analisis yuridis terhadap pertanggung jawaban korporasi PT.
Mekarsari Alam Lestari terhadap pembiaran dalam kebakaran hutan pada
putusan Nomor 235/Pid.Sus/2012/PTR di Riau.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Oleh karena itu, penulis akan menganalisis permasalahan tersebut
untuk melakukan penelitian dan menuangkan dalam skripsi yang berjudul :

Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Korporasi PT. Mekarsari
Alam Lestari pada Pembiaran Kebakaran Hutan di Riau (Kajian Putusan
Nomor 235/Pid.Sus/2012/PTR)

B.

Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.

Pertimbangan hukum hakim tentang pertanggungjawaban korporasi
terhadap pembiaran dalam kebakaran hutan.

2.

Kejahatan korporasi dan sanksinya sebagaimana diatur dalam UU RI
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

3.

Pertanggungjawaban dan pemidanaan korporasi dalam tindak pidana
kerusakan lingkungan hidup.

4.

Prinsip-prinsip dalam pertanggungjawaban korporasi dalam tindak
pidana kerusakan lingkungan hidup.

5.

Pertanggungjawaban korporasi dengan penerapan prinsip strict liability
dalam tindak pidana kerusakan lingkungan hidup.
Melihat luasnya pembahasan tentang pertanggungjawaban korporasi

pada pembiaran kebakaran hutan dalam kasus kerusakan lingkungan hidup

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

putusan No 325/Pid.Sus/2012/Ptr menurut UU RI No 32 Tahun 2009, maka
dalam masalah ini akan dibatasi dengan:
1.

Pertimbangan

hukum

hakim

dalam

putusan

Nomor

235/Pid.Sus/2012/ptr tentang pertanggungjawaban korporasi terhadap
Pembiaran dalam kebakaran hutan di Riau.
2.

Analisis yuridis terhadap pertanggungjawaban korporasi dalam
pembiaran

kebakaran

hutan

di

Riau

pada

putusan

Nomor

235/Pid.Sus/2012/ptr.

C.

Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka permasalahan yang hendak dikaji diformulasikan dalam
beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.

Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor
235/Pid.Sus/2012/PTR

tentang

pertanggungjawaban

korporasi

terhadap Pembiaran dalam kebakaran hutan di Riau ?
2.

Bagaimana analisis yuridis terhadap pertanggungjawaban korporasi
dalam pembiaran kebakaran hutan di Riau pada putusan Nomor
235/Pid.Sus/2012/PTR ?

D.

Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.11
Berkaitan dengan tema tindak pidana korporasi pernah dibahas oleh
Mahasiswa Fakultas Syari’ah yang diantaranya ialah:
1.

Ahmad Imaduddin dengan judul “Tinjauan Hukum Pidana Islam

Terhadap Kejahatan Korporasi dan Sanksinya Sebagaimana Diatur
dalam UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup” pada tahun 2007. Adapun hasil temuan dari skripsi Ahmad
Imaduddin tersebut adalah kejahatan korporasi dan sanksinya dalam
UU No 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup
merupakan tindakan yang dilakukan oleh perseroan, perserikatan,
yayasan atau organisasi lain yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup. Sedangkan sanksi yang dijatuhkan kepada
pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan adalah berupa
denda

(berkisar

antara

Rp100.000.000,00

sampai

dengan

Rp750.000.000,00) dan/atau pidana penjara (berkisar antara 3 tahun
sampai dengan 15 tahun) seusai dengan tingkat dan jenis pencemaran
dan/atau perusakan yang ditimbulkan. Kejahatan korporasi dan
sanksinya sebagaimana diatur dalam UU NO 23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup sejalan dan tidak bertentangan dengan
hukum pidana Islam. Dilihat dari segi jenis sanksi yang dikenakan,
ketentuan-ketentuan kejahatan korporasi dan sanksinya dalam UU No
11

Fakultas Syariah UIN sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya:
t.p.,2015), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup termasuk dalam
ketegori ta’zi>r.12
2.

Septya Sri Rezeki dengan judul “Pertanggung Jawaban Korporasi

Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan
Lingkungan Hidup Ditinjau Dari UU RI No 32 Tahun 2009 dan
Hukum Pidana Islam” pada tahun 2013. Adapun hasil temuan dari
skripsi Septya Sri Rezeki tersebut adalah Badan hukum atau korporasi
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana harus dikaitkan dengan

strict

liability.

Dimaksudkan

dengan

strict

liability

adalah

pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault), yang
dalam hal ini pembuat sudah dapat dipidana jika telah melakukan
perbuatan yang dilarang sebagaimana telah dirumuskan dalam undangundang tanpa melihat lebih jauh sikap batin pelaku. Sejalan dengan
prinsip strict liability dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam hukum Islam
dikenal

dengan

asas

tersalah

yakni

ketidakhati-hatian

dan

ketidakwaspadaan.13
Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian
yang sudah pernah dibahas sebelumnya. Yang membedakan dalam
12

13

Ahmad Imaduddin, (Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Kejahatan Korporasi dan
Sanksinya Sebagaimana Diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup) (Skripsi--Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya, 2007).
Septya Sri Rezeki, (Pertanggung Jawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict
Liability Dalam Kasus Kerusakan Lingkungan Hidup Ditinjau Dari UU RI No 32 Tahun 2009
dan Hukum Pidana Islam) (Skripsi--Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel, Surabaya, 2013).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

penelitian ini yang pertama analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan
Tinggi Pekanbaru Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR yang sebelumnya belum
ada yang meneliti. Kedua, pembahasan tentang pertanggung jawaban
korporasi terhadap pembiaran lingkungan hidup, dimana dalam putusan
tersebut terdapat berbagai macam pelanggaran dalam sebuah pendirian
perusahaan. Dimana diputusan tersebut terdakwa 1 dan 2 melakukan
perbuatan tindak pidana dalam kategori kesengajaan, yang dihukum dengan

Ta’zi>r, atau hukuman lainnya sesuai dengan jenis kesalahan yang
dilakukan.

E.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan pertanyaanpertanyaan di atas yaitu:
1.

Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim pada putusan
Pengadilan Tinggi Pekan Baru Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR tentang
pertanggungjawaban korporasi terhadap pembiaran kebakaran hutan di
Riau.

2.

Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap pertanggungjawaban
korporasi dalam pembiaran kebakaran hutan di Riau pada putusan
Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR kepada PT Mekarsari Alam Lestari
(PT. MAL).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

F.

Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan ada nilai guna pada dua aspek:
1.

Aspek keilmuan, dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran atau
pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya bila ada
kesamaan masalah serta dapat bermanfaat memperluas khasanah ilmu
pengetahuan tentang tindak pidana pertanggungjawaban korporasi.

2.

Dari segi praktis, dapat digunakan sebagai lahan pertimbangan dalam
tindak pidana pertanggungjawaban korporasi. Serta bermanfaat pula
bagi

Fakultas

Syariah

UIN

Sunan

Ampel

Surabaya

untuk

pengembangan ilmu khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam.

G.

Definisi Operasional
Agar tidak menyimpang apa yang dimaksud, maka di sini perlu
dijelaskan dan dibatasi pengertian dari judul skripsi.
1.

Yuridis : Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek Undang-Undang
yang berlaku saat ini dan menjadi acuan peneliti untuk menyelesaikan
penelitiaannya, diantaranya sebagai berikut:
a) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b) UU yang mengatur tentang tindak kejahatan pidana terhadap
pertanggungjawaban korporasi.

2.

Korporasi : Adapun maksudnya adalah bahwa korporasi sebagai objek
penulisan yang dinilai, khususnya mengenai kejahatan yang dilakukan,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

dalam hal ini penulis membahas tentang kejahatan korporasi dalam
tindak

pidana

kerusakan

lingkungan

hidup

serta

bentuk

pertanggungjawabannya.
3.

Pembiaran dalam kebakaran hutan disini adalah kesengajaan dari pihak
PT atau dapat di sebut sebagai kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan hidup : Perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.14 Adapun yang
dimaksud kerusakan lingkungan disini adalah kerusakan lingkungan
hidup yang dilakukan oleh korporasi dan termasuk dalam kategori
pertanggungjawabannya.

H.

Metode Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan digunakan beberapa metode yang
bertujuan untuk mendapat hasil penelitian yang seobyektif mungkin. Untuk
mendapatkan hasil penelitian tersebut diperlukan informasi yang akurat
dan data-data yang mendukung dalam penelitian ini yaitu :
1.

Data Yang Dikumpulkan
Merujuk pada uraian latar belakang dan rumusan yang diambil,
maka peneliti ini dikategorikan sebagai peneliti pustaka (library

research). Oleh karena itu, untuk mendukung tercapainya tujuan
peneliti ini, data-data penelitian yang perlu digali adalah :
14

Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Lembar Negara Tahun 2009 Nomor 140

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

a.

Data mengenai putusan Pengadilan Tinggi Negeri Pekan Baru
Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR tentang pembiaran kebakaran
hutan.

b.

Ketentuan

tentang

pertanggungjawaban

korporasi

menurut

Undang-Undang yang berlaku saat ini.
c.

Ketentuan tentang prinsip dalam pertanggungjawaban korporasi
dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.

Sumber Data
a.

Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari
dokumen-dokumen yaitu putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru
Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR, UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU yang
mengatur tentang Pertanggungjawaban Korporasi.

b.

Sumber data sekunder
Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka
dengan mencari data atau informasi berupa benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan dan
catatan harian lainnya.15 Adapun buku-buku literature yang
dipakai adalah:

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), 115.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

1) Pertanggungjawaban Pidana Korporasi karya Muladi &
Dwidja Priyatno.
2) Tindak Pidana Lingkungan Hidup karya Leden Marpaung.
3) UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) UU RI No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karya R. Soesilo
6) Sumber-sumber lain dari literatur yang terkait dengan
pembahasan skripsi ini.
3.

Teknik pengumpulan data
Karena kategori penelitian ini adalah literature, maka teknik
pengumpulan datanya diselaraskan dengan sifat penelitian. Dalam hal
ini, teknik yang digunakan adalah record dan dokumentasi. Record
adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau
lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan
akunting.16 Dalam hal ini, penulis menggunakan teknik record yakni
dalam hal menghimpun data dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UndangUndang yang mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi serta
data-data

dari

Putusan

Pengadilan

Tinggi

Negeri

Nomor

235/PID.SUS/2012/PTR tentang kebakaran hutan dengan menguraikan
16

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
216.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

kronologi kasus, dan Dokumentasi adalah menghimpun data-data yang
menjadi kebutuhan penelitian dari berbagai dokumen yang ada baik
berupa buku, artikel, koran dan lainnya sebagai data penelitian.17
Dalam hal ini, teknik dokumentasi penulis gunakan untuk melengkapi
data-data dari buku, artikel, jurnal dan sebagainya yang berkaitan
dengan pertanggungjawaban korporasi terhadap kasus kerusakan
lingkungan hidup.
4.

Teknis analisis data
Teknik analisis data merupakan teknik analisis data yang relevan
dengan tujuan penelitian. Penyajian data hasil penelitian dapat berupa
table, grafik, gambar, bagan, atau bentuk penyajian data yang lain.
Analisis data statistik yang dimuat dalam sub pokok bahasan ini hanya
hasil akhirnya saja. Adapun perhitungan statistik selengkapnya dimuat
sebagai lampiran.18 Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah
teknik deskriptif, yaitu suatu teknik dipergunakan dengan jalan
memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan
menyusun

fakta-fakta

sedemikian

rupa

sehingga

membentuk

konfigurasi masalah yang dapat dipahami dengan mudah.19 Langkah
yang ditempuh penulis ialah mendeskripsikan konsep Analisis Yuridis
terhadap

17
18
19

pertanggungjawaban korporasi

pada kasus

kerusakan

Ibid, 217
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, 15.
Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta : UI Press, 1993), 71

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

lingkungan hidup dalam putusan Pengadilan Tinggi Negeri Nomor
235/PID.SUS/2012/PTR.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam skripsi ini
menggunakan metode deduktif,20 yaitu data-data yang diperoleh secara
umum yang kemudian dianalisis untuk disimpulkan secara khusus
yakni terkait gambaran umum tentang analisis yuridis terhadap
pertanggungjawaban korporasi pada penerapan kasus kerusakan
lingkungan hidup dalam putusan Pengadilan Tinggi Negeri Nomor
235/PID.SUS/2012/PTR.

I.

Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini, dijelaskan dalam lima bab, yaitu:
Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang menjelaskan
gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini, yaitu
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kajian pustaka, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II, bab ini merupakan landasan teori yang membahas tentang
konsep analisis yuridis terhadap pertanggungjawaban dan pemidanaan
korporasi pada kasus kerusakan lingkungan hidup, khususnya pembiaran
kebakaran hutan yang dijadikan landasan analisis masalah dalam putusan
Pengadilan Tinggi Negeri Nomor 235/PID.SUS/2012/PTR.

20

M. Arhamul Wildan, Metode Penalaran Deduktif dan Induktif, dalam arhamul wildan.
Blogspot.com. (13 maret 2003), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Bab III, bab ini membahas tentang deskripsi putusan terhadap putusan
Pengadilan Tinggi Negeri No. 235/PID.SUS/2012/PTR.
Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis yuridis terhadap
pertanggungjawaban korporasi pada kasus pembiaran kebakaran hutan
dalam putusan Pengadilan Tinggi Negeri No. 235/PID.SUS/2012/PTR.
Bab V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian
jawaban permasalah dari penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DAN PEMIDANAAN
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
1. Pengertian Korporasi
Berbicara tentang korporasi maka kita tidak bisa melepaskan
pengertian tersebut dari bidang hukum perdata. Sebab korporasi
merupakan termologi yang erat kaitannya dengan bidang hukum
perdata.
Menurut Subekti dan Tjitrosudibio yang dikutip oleh Muladi dan
Dwidja Priyatno yang dimaksud dengan corporatie atau korporasi adalah
suatu perseroan yang merupakan badan hukum. Adapun Yan Pramadya
Puspa menyatakan yang dimaksud dengan korporasi adalah suatu
perseroan yang merupakan badan hukum, korporasi atau perseroan disini
yang dimaksud adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh
hukum diperlakukan seperti seorang manusia (personal) ialah sebagai
pengemban (atau pemilik) hak dan kewajiban memiliki hak menggugat
ataupun digugat di muka pengadilan. Contoh badan hukum itu adalah

25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

PT (Perseroan Terbatas),N.V. (namloze vennootschap), dan yayasan

(stichting), bahkan negara juga merupakan badan hukum.1
Perseroan terbatas atau PT adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya. Pengertian korporasi di
dalam hukum pidana sebagai ius constituendum dapat dijumpai dalam
Konsep Rancangan KUHP baru Buku 1 2004-2005 Pasal 182 yang
dikutip dalam bukunya Muladi dan Dwidja Priyatno menyatakan,
”Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dan dari orang dan/atau
kekayaan baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.”2
Ternyata pengertian korporasi dalam konsep rancangan Buku 1
KUHP 2004-2005, tersebut mirip dengan pengertian korporasi di negara
Belanda, sebagaimana terdapat dalam bukunya Van Bemmelen yang
dikutip oleh muladi dalam buku yang berjudul Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi antara lain menyatakan, “Dalam naskah dari bab ini
selalu dipakai dalil umum ‘korporasi’, yang mana termasuk semua badan
hukum khusus dan umum (maksudnya badan hukum privat dan badan
hukum publik), perkumpulan, yayasan, pendeknya semua perseroan yang
tidak bersifat alamiah.”

1

2

Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), 25.
Ibid., 32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Tindak pidana dapat dilakukan oleh manusia alamiah dan badan
hukum. Apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh badan hukum, dapat
dilakukan tuntutan pidana, dan jika dianggap perlu dapat dijatuhkan
pidana dan tindakan-tindakan yang tercantum dalam undang-undang
terhadap badan hukum atau terhadap mereka yang memerintahkan
melakukan perbuatan itu, demikian pula terhadap mereka yang
bertindak sebagai pimpinan melakukan tindakan yang dilarang itu.
Dengan demikian, ternyata korporasi dalam hukum pidana lebih
luas pengertiannya bila dibandingkan dengan pengertian korporasi
dalam hukum perdata. Sebab, korporasi dalam hukum pidana bisa
berbentuk badan hukum atau non badan hukum, sedangkan menurut
hukum perdata korporasi mempunyai kedudukan sebagai badan hukum.
Apabila dalam tindak pidana subversi dikenal sebagai subjek hukum
“organisasi lainnya”, ini pun tidak jelas apakah organisasi tersebut
berbadan hukum atau tidak.3 Dengan demikian, hal ini membuktikan
bahwa subjek hukum pidana korporasi dalam hukum pidana luas
pengertiannya (bisa berbentuk badan hukum atau tidak), dan hanya
dikenal diluar KUHP khususnya dalam perundang-undangan khusus,
sebagai produk legislatif setelah Indonesia merdeka. Sebab, berdasarkan
pasal 59 KUH Pidana, “Dalam hal menentukan hukuman karena
pelanggaran terhadap pengurus, anggota salah satu pengurus atau
komisaris, maka hukuman tidak dijatuhkan atas pengurus atau
3

Ibid., 34.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

komisaris, jika nyata bahwa pelanggaran itu telah terjadi diluar
tanggungannya.”
Subjek hukum pidana korporasi tidak dikenal, karena menurut
hukum pidana umum subjek hukumnya adalah manusia.

2. Korporasi Sebagai Subjek Hukum Dalam Hukum Pidana
Penempatan korporasi sebagai subjek tindak pidana hanya diakui
dalam Undang-Undang tindak pidana khusus (diluar KUHP), sedangkan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) korporasi tidak
diakui sebagai subjek hukum. Seiring berjalannya waktu dan penggalian
terhadap ilmu hukum pidana, manusia bukanlah satu-satunya subjek
hukum. Diperlukan suatu hal lain yang menjadi subjek hukum pidana.
Berbicara tentang sejarah korporasi sebagai subjek hukum pidana,
menurut KUHP Indonesia yang dibentuk berdasarkan ajaran kesalahan
individual. Sistem hukum pidana di Indonesia tidak memungkinkan
penjatuhan denda kepada korporasi, oleh karena pihak yang dijatuhi
pidana denda diberikan pilihan untuk menggantinya dengan pidana
denda kurungan pengganti denda (Pasal 30 (1-4) KUHP).
Disamping itu tidak berlakunya pidana bagi korporasi di dalam,
karena KUHP Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental
(civil law) agak tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara
”common law” seperti Inggris, Amerika Serikat dan Kanada. Di negaranegara “Common Law” tersebut perkembangan pertanggungjawaban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

pidana korporasi sudah dimulai sejak Revolusi Industri. Pengadilan
Inggris mengawalinya pada tahun 1842, dimana korporasi telah dijatuhi
pidana denda karena kegagalannya untuk memenuhi suatu kewajiban
hukum.
Perubahan dan perkembangan kedudukan korporasi sebagai subjek
hukum pidana mengalami perkembangan secara bertahab. Pada
umumnya secara garis besarnya dapat dibedakan dalam tiga tahap.4
a) Tahap Pertama
Pada tahap ini yang dipandang sebagai pelaku tindak pidana adalah
manusia alamiah (natuurlijke persoon). Pandangan ini dianut oleh
KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia. Pandangan ini dipengaruhi
oleh asas “societas delinquere non potest” yaitu badan hukum tidak
dapat melakukan tindak pidana. Apabila dalam suatu perkumpulan
terjadi tindak pidana maka tindak pidana tersebut dianggap dilakukan
oleh pengurus korporasi tersebut.
Pandangan ini merupakan dasar bagi pembentukan Pasal 59 KUHP
(Pasal 51 W.v.S. Nederland) yang menyatakan ”Dalam hal-hal di mana
karena ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan
pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan
pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan
pelanggaran tidak dipidana”.5

4
5

Ibid., 53
Ibid., 54

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.