6 Pokok Bahasan Ketiga
Pokok Bahasan III
GARIS BESAR PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK
Sub Pokok Bahasan Halaman
2.1. Prinsip Pembuatan Kebijakan Publik 22
2.2. Strategi Pembuatan Kebijakan Publik 23
2.3. Teknik Pembuatan Kebijakan Publik 25
(2)
Pokok Bahasan III
Judul Pokok Bahasan
Garis Besar Proses Pembuatan Kebijakan Publik Tujuan Interaksional
Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai :
1. Prinsip Pembuatan Kebijakan Publik 2. Strategi Pembuatan Kebijakan Publik 3. Teknik Pembuatan Kebijakan Publik Sub Pokok Bahasan
3.1. Prinsip Pembuatan Kebijakan Publik
Dalam mempelajari proses pembuatan kebijakan publik ada empat prinsip atau sifat dasar yang umumnya digunakan (Jones, 1994:43-45):
(1) Pendekatan substansi isu, yaitu sifat dasar aneka permasalahan dan bagaimana mengatasi permasalahan tersebut. Misalnya memahami masalah pengangguran dengan tujuan untuk mengidentifikasi beberapa tindakan alternatif untuk memecahkan masalah. Prinsip ini umumnya digunakan para ahli ekonomi, pendidikan, tenaga kerja, ataupun perdagangan.
(2) Pendekatan politis lebih tertarik akan proses daripada substansi isu. Menurut mereka pendekatan substansi isu hanyalah sebuah petunjuk untuk mempelajari proses, sedangkan pendekatan proses mengembangkan juga pengetahuan organisasi, rutinitas, dan keputusan-keputusan pemerintah serta perwakilan publik lainnya. Pertanyaan yang sering dilontarkan berkaitan dengan pendekatan ini adalah: SIAPA MEREKA, BAGAIMANA MEREKA BEKERJA, APA YANG MEREKA HASILKAN DAN BAGAIMANA MEREKA BERHUBUNGAN.
(3) Pendekatan yang memfokuskan pada proses-proses kelompok karena kelompok-kelompok tersebut dianggap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan politik. Peran kelompok-kelompok ini terlihat melalui partisipasi dan interaksinya dalam persoalan penting.
(4) Pendekatan teori elit (elit theory) yang mengasumsikan bahwa keputusan sebenarnya dibuat oleh kelompok-kelompok kecil yang dapat atau tidak berkomunikasi dengan publik sehingga dipandang sebagai sebuah proses elite.
(3)
Meskipun keempat pendekatan memiliki sudut pandang berbeda dalam titik tilik analisis namun sama sekali tidak bertentangan. Sesuai dengan Pokok Bahasan I, dalam pelaksanaan otonomi daerah kebijakan publik yang dikembangkan adalah kebijakan publik yang partisipatif. Oleh karenanya prinsip pembuatan kebijakan publik dengan pendekatan politis atau pendekatan proses yang digunakan. Walaupun pendekatan ini mempunyai kelemahan, yaitu: tidak diperhatikannya isu-isu yang bersifat substantif, namun dengan pendekatan ini paling tidak kita dapat melalukan analisa, membuat tanggapan, serta mampu menyikapi perkembangan dari kebijakan publik itu sendiri terutama dari sudut pandang proses.
Untuk menggunakan pendekatan proses dalam pembuatan kebijakan pubklik, beberapa hal penting yang perlu dibedakan menurut Eulau dan Prewitt (Jones, 1997:48-49) adalah tujuan-tujuan kebijakan, niat-niat kebijakan dan pilihan-pilihan kebijakan: (1) Niat (intention) berkaitan dengan tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan, (2) Tujuan (goal) adalah keadaan akhir yang hendak dicapai, (3) Rencana atau usulan (plants or proposal) adalah cara yang ditetapkan untuk mencapai tujuan, (4) program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, (5) Keputusan atau pilihan (decision or choices) adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, dan (6) Pengaruh (effect) adalah dampak program yang dapat diukur atau yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder. Keenam komponen menjadi dasar dalam melakukan analisa kebijakan dengan pendekatan politis. Karenanya diperlukan penelitian untuk memperoleh informasi dan pemahaman terhadap keenam komponen di atas.
3.2. Strategi Pembuatan Kebijakan Publik
Menganalisa proses pembuatan kebijakan publik dengan pendekatan politis, strategi merupakan indikator yang penting untuk diteliti. Mengapa demikian, karena dengan strategi yang tepat, maka kebijakan yang akan diambil akan memperoleh legitimasi. Pertanyaannya adalah strategi seperti apakah yang biasanya digunakan dalam proses pembuatan kebijakan publik?
Dari hasil penelitian yang dilakukan Jones (1994:55-61), secara teoritis ditemukan empat strategis yang umumnya digunakan oleh para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan, yaitu: (1) Rasionalitas, (2) Teknisi, (3) Ikrementalis, dan (4) Reformis. Namun dalam perkembangan, tidak dapat dipungkiri pula muncul berbagai strategi lainnya (money politics). Perkuliahan ini sendiri hanya memfokuskan pada empat strategi temuan dari Jones dimana proses pengambilan diasumsikan berjalan
(1) Rasionalitas
Kaum rasionalitas umumnya menggunakan strategi dengan melibatkan pilihan-pilihan yang logis dalam mengambil berbagai tindakan dalam memecahkan masalah-masalah umum (publik).
(4)
Untuk itu, serangkaian proses yang biasanya diperankan oleh perencana kebijakan publik :
a. Mengidentifikasi permasalahan
b. Menetapkan dan menyusun tujuan-tujuan c. Mengidentifikasi semua alternatif kebijakan
d. Meramalkan konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif.
e. Membandingkan konsekuensi-konsekuensi tersebut dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan f. Memilih alternatif terbaik.
(2) Teknisi
Pertimbangan teknis dalam pembuatan kebijakan publik sering menjadi acuan dalam proses pengambilan keputusan. Karenanya strategi ini biasanya dipakai untuk menunjukkan kebijakan yang diambil secara teknis dapat dilakukan. Hal ini biasanya dilakukan seorang teknisi atau seorang spesialis atau tenaga ahli dengan tugas khusus yang jelas dan mempunyai keleluasan tetapi terbatas pada keahlian yang dimilikinya. Gaya operasi teknisi cenderung diabstraksikan dari para rasionalis (yang condong untuk bersifat komprehensif).
(3) Strategi Ikrementalis
Kaum ikrementalis selalu menyangsikan sifat serba mencakup dan rasionalitas dalam dunia yang imperfek. Pendekatannya lebih pada proses penyesuaian (adjustment) yang konstan pada akibat-akibat (jangka pendek maupun jangka panjang) melalui penambahan-penambahan (increments). Penyesuaian dilakukan sebagai konsekuensi dari tuntutan-tuntutan untuk mengerjakan hal baru, menguji intensitas-intensitas, dan mengajukan kompromi-kompromi. Strategi umumnya disukai para politisi yang cenderung kritis dan tak sabar terhadap perencana dan para teknisi, meskipun tergantung dengan apa yang mereka hasilkan. Ciri kebijakan yang dihasilkan hanyalah kebijakan yang memiliki konsekuensi-konsekuensi yang dikenal dan diharapkan (known or ecpected consequences) sehingga mempermudah membuat langkah-langkah pelaksanaan.
(4) Reformis (pembaharu)
Kaum reformis tidak berbeda jauh dengan kaum inkrementalis yaitu menggunakan dalam hal penerimaan terhadap batas-batas informasi dan pengetahuan yang tersedia dalam proses kebijakan. Bedanya kaum reformis menekankan pentingnya perubahan-perubahan sosial sehingga diperlukan kecepatan mendapatkan kesahihan agar dapat terlibat langsung dalam masalah-masalah harian untuk jawaban jangka pendek. Gaya kaum reformis (pelobby) sering tidak ubahnya seorang aktifis yang sering melibatkan diri dalam demontrasi dan kadang-kadang bentrokan.
(5)
Keempat strategi tersebut pada dasarnya berbeda dalam hal peran, nilai, tujuan, gaya dan kecaman (lihat tabel 3.1.). Kaum rasional diduga kerjas tidak memahami hakikat kemanusia yang memiliki kapasitas-kapasitas terbatas dalam memecahkan masalah. Kaum teknisi dikecam memiliki keterbatasan, sedangkan kaum inkrementalis terlalu bersandar pada status qua dan gagal mengevaluasi keputusan yang dibuatnya sendiri. Kaum reformis dituduh memiliki tuntutan yang tidak realistik serta bersikap tidak toleran.
Tabel 3.1.
Mengolah Proses Kebijakan: Empat Perspektif Ciri-Ciri
Perspektif
(perspective) Peranan(role) Nilai(values) Tujuan(goals) Gaya(style) Kecaman(criticism) 1. Rasional
itas Analisakebijakan/ Perencana Metode Dapat ditemukan (disconerabl e) Menyeluruh (comprehens if) Gagal untuk menjawab pembatasa n-pembatasa n
2. Teknisi Tenaga Ahli/
spesialisasi
Latihan/
Keahlian Ditentukan oleh yang lainnya Eksplisit Keterbatas an (narrownes s) 3. Inkreme
ntalis Politisi StatusQua Ditentukanoleh tuntutan-tuntutan baru
Tawar Menawar (bergaining)
Konservatif
4. Reformi
s Warganegara pelobby Perubahan Ditentukanoleh keprihatina n-keprihatina n yang sifatnya substansi Aktivis Tidak realistik, tak mau berkompro mi
Sumber : Jones (1997:59)
Meskipun memiliki perbedaan yang jelas, menurut Alison (Jones, 1997:59) sebaiknya strategi dipadukan (blending) dari seluruh perspektif. Namun kalau disuruh memilih, menurut Jones (1997:56) perspektif kaum
(6)
inkrementalis-lah yang lebih tepat digunakan terutama untuk studi politik. Mengapa demikian, karena kaum inkrementalis lebih melihat proses di balik substansi yang mementingkan pendekatan lebih bersifat komprehensif sehingga berhadapan dengan masalah-masalah yang sukar (intractable).
Meskipun pilihan ikrementalis adalah tepat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan hal ini sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya realitas inisial yang dikembangkan melalui daftar pertanyaan atau dalil (Jones, 1997:63). Untuk lebih jelasnya baca Jones (1997:63-65).
3.3. Teknik Pembuatan Kebijakan Publik
Mengacu pada pemikiran Dunn (2000:22), proses analisa kebijakan pada dasarnya merupakan serangkaian aktivitas yang pada dasarnya bersifat politis, karena aktifitas politis itu sendiri adalah proses pembuatan kebijakan. Karenanya proses analisa kebijakan pada dasarnya melakukan analisis terhadap tahapan-tahapan kegiatan pembuatan kebijakan itu sendiri.
Menurut Dunn (2000:22) ada lima tahapan kegiatan pembuatan kebijakan yang saling bergantung dan diatur menurut urutan waktu, yaitu: (1) penyusunan agenda, (2) formulasi kabijakan, (3) adopsi kebijakan, (4) implementasi kebijakan, dan (5) penilaian kebijakan (lihat tabel 3.2.) Tahapan-tahapan ini pada dasanya adalah aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepajang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya dan tahap terakhir adalah tahap penilaian kebijakan dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear.
Tabel 3.2.
Tahap-tahap Dalam Proses Kebijakan Publik
FASE KARAKTERISTIK ILUSTRASI
PENYUSUNAN AGENDA Para pejabat dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama
Legislator negara dan kosponsornya
menyiapkan rancangan undang-undang
mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan
Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih FORMULASI KEBIJAKAN Para pejabat
merumuskan alternatif kebijakan untuk
mengatasi masalah. Alternatif kebijakan
Peradilan negara bagian mempertimbangkan pelarangan penggunaan tes kemampuan stantar seperti SAT dengan
(7)
melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legeslatif
alasan bahwa tes
tersebut cenderung bias terhadap perempuan dan minoritas
ADOPSI KEBIJAKAN Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peadilan
Dalam keputusan
Mahkamah Agung pada kasus Roe vs Wade tercapai keputusan mayoritas bahwa wanita mempunyai hak untuk mengkahiri kehamilan melalui aborsi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia
Bagian keuangan kota mengangkat pegawai untuk memndukung peraturan baru tentang penarikan pajak kepada rumah sakit yang tidak lagi memiliki status pengecualian pajak PENILAIAN KEBIJAKAN Unti-unit pemeriksaan
dan akutansi dalam pemerintah
menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan
Kantor akuntasi publik memantau program-program kesejahteraan sosial seperti bantuan untuk keluarga dengan anak tanggungan (AFDC) untuk
menentukan luasnya penyimpangan/Korupsi Sumber : Dunn, (2000:24).
Setiap tahapan dalam proses kebijakan publik harus dianalisa dengan baik agar memperoleh informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi dan harus dipecahkan. Dengan diperolehnya informasi, pada dasarnya kita dapat mengkritisi, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan tentang kebijakan.
Minimal ada lima tipe informasi yang dihasilkan melalui analisa kita terhadap proses pembuatan kebijakan publik; (1) masalah kebijakan, (2) masa depan kebijakan, (3) aksi kebijakan, (4) hasil kebijakan, dan (5) kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh lima prosuder analisa kebijakan; (1) perumusan masalah, (2) peramalan, (3) rekomendasi, (4) pemantauan, dan (5) evaluasi seperti yang divisualisasikan pada tabel 3.3. Prosuder-prosuder tersebut pada dasarnya berhubungan metode-metode atau teknik-teknik tertentu yang menghasilkan tipe informasi tertentu. Informasi itu sendiri merupakan pernyataan pengetahuan menjadi
(8)
pengetahuan (kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal) setelah pernyataan tersebut bertahan dari kritik, tantangan, dan sanggahan yang ditemui dalam proses pengambilan keputusan. Dan pada akhirnya aplikasi dari prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan dan aksi dalarn satu tahap, yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi kinerja tahap berikutnya. Dengan kata lain menerapkan analisa kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya.
Tabel 3.3.
Kedekatan Prosedur Analisa Kebijakan Dengan Tipe-tipe Pembuatan Kebijakan
(Sumber : Dunn, 2000:25)
(1)
PERUMUSAN MASALAHPerumusan Masalah Penyusunan Agenda
Peramalan Formulasi Kebijakan
Rekomendasi Adopsi Kebijakan
Pemantauan
Penilaian
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
(9)
Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangn dan merancang peluang-peluang kebijakan baru. Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijukan melalui penyunsunan agenda (agenda setting).
(2) PERAMALAN
Peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial dan secara normatif bernilai mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbegai pilihan. Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap formulasl kebijakan.
(3) REKOMENDASI
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat risiko dan ketidak-pastian mengenali eketernalitas den akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan dan menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan. Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.
(4) PEMANTAUAN
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan sebab-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggungjawab pada setiap tahap kebijakan.
Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat deri kebijakan yang diambil sebelumnya Ini membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan.
(5) EVALUASI
Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah
(10)
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan.
(11)
BAHAN BACAAN UTAMA
Islam, Irfan, 2002, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 77 – 119.
Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Halaman 41 – 68.
Dunn, William N, 2000, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, Halaman 22 - 28
(1)
inkrementalis-lah yang lebih tepat digunakan terutama untuk studi politik. Mengapa demikian, karena kaum inkrementalis lebih melihat proses di balik substansi yang mementingkan pendekatan lebih bersifat komprehensif sehingga berhadapan dengan masalah-masalah yang sukar (intractable).
Meskipun pilihan ikrementalis adalah tepat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan hal ini sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya realitas inisial yang dikembangkan melalui daftar pertanyaan atau dalil (Jones, 1997:63). Untuk lebih jelasnya baca Jones (1997:63-65).
3.3. Teknik Pembuatan Kebijakan Publik
Mengacu pada pemikiran Dunn (2000:22), proses analisa kebijakan pada dasarnya merupakan serangkaian aktivitas yang pada dasarnya bersifat politis, karena aktifitas politis itu sendiri adalah proses pembuatan kebijakan. Karenanya proses analisa kebijakan pada dasarnya melakukan analisis terhadap tahapan-tahapan kegiatan pembuatan kebijakan itu sendiri.
Menurut Dunn (2000:22) ada lima tahapan kegiatan pembuatan kebijakan yang saling bergantung dan diatur menurut urutan waktu, yaitu: (1) penyusunan agenda, (2) formulasi kabijakan, (3) adopsi kebijakan, (4) implementasi kebijakan, dan (5) penilaian kebijakan (lihat tabel 3.2.) Tahapan-tahapan ini pada dasanya adalah aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepajang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya dan tahap terakhir adalah tahap penilaian kebijakan dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear.
Tabel 3.2.
Tahap-tahap Dalam Proses Kebijakan Publik
FASE KARAKTERISTIK ILUSTRASI
PENYUSUNAN AGENDA Para pejabat dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama
Legislator negara dan kosponsornya
menyiapkan rancangan undang-undang
mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan
Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih FORMULASI KEBIJAKAN Para pejabat
merumuskan alternatif kebijakan untuk
mengatasi masalah. Alternatif kebijakan
Peradilan negara bagian mempertimbangkan pelarangan penggunaan tes kemampuan stantar seperti SAT dengan
(2)
melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legeslatif
alasan bahwa tes
tersebut cenderung bias terhadap perempuan dan minoritas
ADOPSI KEBIJAKAN Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peadilan
Dalam keputusan
Mahkamah Agung pada kasus Roe vs Wade tercapai keputusan mayoritas bahwa wanita mempunyai hak untuk mengkahiri kehamilan melalui aborsi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia
Bagian keuangan kota mengangkat pegawai untuk memndukung peraturan baru tentang penarikan pajak kepada rumah sakit yang tidak lagi memiliki status pengecualian pajak PENILAIAN KEBIJAKAN Unti-unit pemeriksaan
dan akutansi dalam pemerintah
menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan
Kantor akuntasi publik memantau program-program kesejahteraan sosial seperti bantuan untuk keluarga dengan anak tanggungan (AFDC) untuk
menentukan luasnya penyimpangan/Korupsi Sumber : Dunn, (2000:24).
Setiap tahapan dalam proses kebijakan publik harus dianalisa dengan baik agar memperoleh informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi dan harus dipecahkan. Dengan diperolehnya informasi, pada dasarnya kita dapat mengkritisi, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan tentang kebijakan.
Minimal ada lima tipe informasi yang dihasilkan melalui analisa kita terhadap proses pembuatan kebijakan publik; (1) masalah kebijakan, (2) masa depan kebijakan, (3) aksi kebijakan, (4) hasil kebijakan, dan (5) kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh lima prosuder analisa kebijakan; (1) perumusan masalah, (2) peramalan, (3) rekomendasi, (4) pemantauan, dan (5) evaluasi seperti yang divisualisasikan pada tabel 3.3. Prosuder-prosuder tersebut pada dasarnya berhubungan metode-metode atau teknik-teknik tertentu yang menghasilkan tipe informasi tertentu. Informasi itu sendiri merupakan pernyataan pengetahuan menjadi
(3)
pengetahuan (kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal) setelah pernyataan tersebut bertahan dari kritik, tantangan, dan sanggahan yang ditemui dalam proses pengambilan keputusan. Dan pada akhirnya aplikasi dari prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan dan aksi dalarn satu tahap, yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi kinerja tahap berikutnya. Dengan kata lain menerapkan analisa kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya.
Tabel 3.3.
Kedekatan Prosedur Analisa Kebijakan Dengan Tipe-tipe Pembuatan Kebijakan
(Sumber : Dunn, 2000:25)
(1)
PERUMUSAN MASALAHPerumusan Masalah Penyusunan Agenda
Peramalan Formulasi Kebijakan
Rekomendasi Adopsi Kebijakan
Pemantauan
Penilaian
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
(4)
Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangn dan merancang peluang-peluang kebijakan baru. Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijukan melalui penyunsunan agenda (agenda setting).
(2) PERAMALAN
Peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial dan secara normatif bernilai mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbegai pilihan. Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap formulasl kebijakan.
(3) REKOMENDASI
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat risiko dan ketidak-pastian mengenali eketernalitas den akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan dan menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan. Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.
(4) PEMANTAUAN
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan sebab-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggungjawab pada setiap tahap kebijakan.
Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat deri kebijakan yang diambil sebelumnya Ini membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan.
(5) EVALUASI
Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah
(5)
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan.
(6)
BAHAN BACAAN UTAMA
Islam, Irfan, 2002, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 77 – 119.
Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Halaman 41 – 68.
Dunn, William N, 2000, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, Halaman 22 - 28