Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Potong Berbasis Tanaman Pangan Dan Kelapa Sawit Di Kabupaten Langkat

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam aspek pengentasan kemiskinan, subsektor peternakan berperan
sangat penting. Berdasarkan data dari Proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT),
komoditas yang dipilih sebagian besar (60-70%) adalah ternak. Walaupun
Indonesia telah berhasil mencapai swasembada daging ayam dan telur, namun
data statistik menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat memenuhi tingkat
konsumsi daging masyarakat. Jumlah kebutuhan konsumsi daging semakin
meningkat tiap tahunnya, peningkatan ini seiring dengan laju pertumbuhan
penduduk, tingkat pendidikan, kesadaran gizi dan membaiknya perekonomian
masyarakat. Impor sapi potong dan daging beku dari negara tetangga diperlukan
untuk menutup kesenjangan antara tingkat konsumsi dengan tingkat produksi.
Volume impor daging sapi dan sapi bakalan cukup besar, sekitar 30 persen dari
kebutuhan daging nasional. Ada beberapa alasan mengapa produksi daging sapi
dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan antara lain
karena populasi sapi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Laju peningkatan
populasi sapi potong relatif lamban bahkan cenderung mengalami penurunan
apabila tanpa ada substitusi dari impor sapi bakalan.
Diperlukan


langkah-langkah

pengembangan

produksi

peternakan

diantaranya dengan usahatani sistem integrasi sapi–tanaman, khususnya dengan
tanaman pangan maupun perkebunan. Hal ini didukung oleh data dari Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2009) bahwa potensi sumberdaya lahan
untuk pengembangan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 100,7 juta ha yang
limbahnya dapat mencukupi biomassa pakan sapi sepanjang tahun (1-3 ekor

sapi/ha). Bila tidak dimanfaatkan, limbah pertanian akan menjadi masalah dan
kendala dalam agribisnis, karena pada saat panen terbuang dan menjadi pencemar.
Kabupaten Langkat di Sumatera Utara merupakan salah satu kabupaten
yang menjadi sentra produksi ternak sapi potong. Perkembangan populasi ternak
sapi potong di Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010
adalah sebanyak 136.370 ekor, kemudian pada tahun 2011 mengalami

peningkatan menjadi 150.033 ekor, dan pada tahun 2012 meningkat kembali
menjadi 152.115 ekor, dan data terakhir pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
populasi sapi potong Kabupaten Langkat adalah 160. 821 ekor (BPS Kabupaten
Langkat, 2014).
Dalam upaya meningkatkan populasi ternak sapi potong dengan biaya
produksi yang layak, pendekatan pola integrasi ternak dengan tanaman pangan,
perkebunan dan hutan tanaman industri layak untuk dikembangkan baik secara
teknis, ekonomis maupun sosial. Salah satu kunci keberhasilan dari pola ini
adalah tidak ada bahan yang terbuang, serta pemanfaatan inovasi secara benar dan
efisien. Pendekatan ini memposisikan sapi sebagai mesin pengolah limbah
pertanian menjadi kompos (bahan organik), sedangkan pedet adalah bonus akibat
dari pemeliharaan sapi secara benar. Secara mikro pola sistem integrasi tanamanternak berupaya untuk memperbaiki struktur, tekstur kimia dan mikrobiologi
tanah, sedangkan secara makro pola ini berupaya untuk meningkatkan
produktivitas pertanian, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani.
Pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah tanaman pangan
yang diintegrasi dengan peternakan sapi potong telah banyak dilakukan oleh

peternak di Kabupaten Langkat. Ada dua model integrasi yang telah dilakukan di
Kabupaten Langkat, model pertama yaitu integrasi peternakan dengan perkebunan

kelapa sawit sedangkan model kedua yaitu integrasi peternakan dengan tanaman
pangan. Kedua model ini memiliki kelebihan dan kekurangan dan penulis belum
melihat adanya penelitian tentang kedua model integrasi tersebut secara
komparatif. Berdasarkan hal itulah maka penulis merasa perlu melakukan suatu
analisis mengenai penerapan kedua model integrasi tersebut secara komparatif di
Kabupaten Langkat.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana kinerja dua model integrasi yang sudah diterapkan peternak di
Kabupaten Langkat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak pada kedua model
integrasi
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk membandingkan kinerja dua model integrasi yang sudah diterapkan
peternak di Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak pada
kedua model integrasi
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bahan pertimbangan dan menjadi acuan bagi pengambil keputusan atau

kebijakan, khususnya untuk pengembangan ternak sapi.

2. Informasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan ilmuwan, dan sebagai
kajian, sumbangan data, informasi dan pemikiran untuk mendukung
pengembangan ternak sapi.
3. Membantu para peternak dalam pengelolaan sumber pakan, dan membantu
petani perkebunan ataupun pertanian untuk dapat memanfaatkan limbah dari
usahanya.
4. Bahan informasi dan referensi bagi pihak–pihak yang membutuhkan dan yang
ingin meneruskan penelitian ini dimasa mendatang.