Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Karet Alam

Karet alam dikenal bermula ketika Christoper Colombus menemukannya pada
tahun 1493. Kegunaanya mulai dikenal manusia ketika Goodyear dan Hancock
menemukan proses vulkanisasi dalam tahun 1840. Terdapat lebih dari 2000
species tumbuhan yang menghasilkan lateks yang mengandung poliisoprena,
tetapi hanya Hevea Brasiliensis saja yang bernilai komersil. Hevea Brasiliensis
berasal dari Lembah Amazon di Amerika Selatan, lalu diperkenalkan ke Asia
Tenggara dalam tahun 1877. Kebutuhan karet meningkat sejak tahun 1900-an
karena penggunaan ban pneumatic pada kenderaan bermotor.
Karet alam hanya dihasilkan oleh negara-negara beriklim tropis, sehingga
produksinya tidak dapat memenuhi karet dunia. Hal ini mendorong negara-negara
Barat untuk melakukan serangkaian penelitian dan produksi karet sintetik.
(Surya.I.2006). Tanaman karet (Hevea brasiliensis) bukan merupakan tanaman
asli Indonesia melainkan berasal dari hutan lembah sungai Amazon, Brazil. Pada
tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 15-25 m. Batang tanaman
biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Pada bagian
ini banyak mengandung getah yang dinamakan lateks. Potongan melintang batang
pohon karet dari arah luar ke dalam adalah lapisan kulit keras, kulit lunak,

Universitas Sumatera Utara

kambium serta kayu. Pembuluh lateks terletak diantara lapisan kulit lunak dan
kambium, berbentuk tabung dengan dinding kenyal.
Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara
tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan.
Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone dan secara
tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam
berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan bola
untuk permaianan. Setelah de la condamine mengirim bahan elastis yang aneh
atau “caoutchuc” dari Peru ke Prancis pada tahun 1736, maka saat itu orang Eropa
mulai menaruh perhatian terhadap karet perhatian terhadap karet meningkat
setelah Priestly, seorang ahli fisika/kimia pada tahun 1770 menemukan bahwa
karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris

menjuluki karet sebagai rubber. Percobaan penggunaan karet dikembangkan terus
menerus.

Penemuan

yang

sangat

menentukan

tumbuhan

karet

adalah

ditemukannya cara vulkanisasi ( vulcanization process ) oleh seorang ahli kimia
Amerika, Charles Goodyear pada tahun 1839. Pada proses vulkanisasi ini karet
dicampur dengan belerang pada derajat suhu tertentu, sehingga menghasilkan

sejenis produk yang lebih unggul dalam penggunaan bahan karet murni.
( Setyamidjaja.1993)
2.2

Komposisi Karet

Karet alam mengandung 100 % cis-1,4-poliisoprena, yang terdiri dari rantai
polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang. Berikut ini
akan disajikan komposisi lateks pada tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering
Komponen

Komponen dalam

Komponen dalam lateks

lateks segar ( % )


kering ( %)

Karet hidrokarbon

36

92-94

Protein

1,4

2,5-3,5

Karbohidrat

1,6

Lipida


1,6

Persenyawaan Organik

0,4

2,5-3,2

Lain
Persenyawaan anorganik

0,5

0,1-0,5

Air

58,5


0,3-1,0

Sumber : Morton, M.Rubber technologi. New York : Van Norstrand Reinhold,1987

Lateks yang diperoleh dari penyadapan bagian antara kambium dan kulit
pohon Hevea brasiliensis adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih
kekuning-kuningan. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet
(nonrubber) yang terdispersi di dalam air. Menurut Nobel (1963) lateks
merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang
tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat.
Dalam penelitiannya, Triwijoso (1995) menyebutkan bahwa di dalam
lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75%
serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Susunan bahan lateks dapat
dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang

Universitas Sumatera Utara

mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata
yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti
protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum.

Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet
yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif
kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat
lateks dan karetnya. Fraksi pada lateks dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2. Fraksi Pada Lateks
Fraksi Karet

Fraksi

(36%)

Freywyssling

Serum

Fraksi Dasar
(10%)

(1%)
-


Karet

-

Karotenoid

-

Air

-

Protein

-

Lipid

-


Karbohidrat

-

Lipid

-

Ion logam

dan inositol
-

Senyawa

Protein dan
senyawa nitrogen

-


Protein dan
turunannya

-

-

Karet dan
karotenoid

-

Lipid dan ion
logam

nitrogen
-

Asam nukleat

dan
nukleotida

-

Ion anorganik

-

Ion logam

Universitas Sumatera Utara

Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang
terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air . Partikel
karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh
karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak
muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks, isoprene diselimuti
oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik (Zuhra, 2006).

2.3

Pengenalan Klon Karet

Ciri-ciri suatu tanaman (klon) kadang-kadang berubah. Perubahan ini disebabkan
oleh pengaruh keadaan lingkungan tempat tanaman itu tumbuh, seperti jeins
tanah, kesuburan tanah, tinggi tempat, iklim, kekurangan unsur hara tertentu,
lindungan dan lain sebagainya.
Berikut ini akan diuraikan secara ringkas cara mengenal klon-klon karet baik
untuk tanaman muda maupun untuk tanaman produktif.
a.

Pengenalan klon karet tanaman muda

Penganalanklon karet pada tanaman muda dilakukan pada tanaman yang berumur
10-18 bulan dengan jumlah payung 4 – 6 payung. Ciri-ciri tanaman muda okulasi
yang

enteresnya

berasal

dari

klon

tertentu,

dapat

ditentukan

dengan

memperhatikan bagian-bagian tanaman sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1) Tangkai Daun
Untuk mengidentifikasi tangkai daun yang diperhatikan ialah tangkai – tangkai
daun yang terletak dalam payung termuda yang pertumbuhannya telah sempurna.
Ciri – ciri yang diperhatikan pada tangkai daun ialah :








Posisi tangkai daun yerhadap batang :
-

Terjungkit ( membentuk sudut runcing )

-

Terkulai ( membentuk sudut tumpul )

-

Mendatar/horizontal ( membentuk sudut 90o )

Bentuk tangkai daun , yaitu bnetuk tangkai secara memanjang :
-

Lurus

-

Cembung

-

Cekung

-

Berbentuk huruf S

Ukuran tangkai daun :
-

Untuk ukuran panjang ada yang : panjang, sedangkan, pendek

-

Untuk ukuran besar ada yang ; gemuk , kurus, agak gemuk, agak kurus.

Ukuran pangkal tangkai ( kaki tangkai) daun bentuk bagian di atasnya :
-

Untuk pangkal tangkai daun bentuknya ada yang : besar, kecil atau sedang

-

Untuk bagian atas dari pangkal tangkai daun ada yang berlekuk, rata atau
cembung

2) Anak tangkai daun
Dalam mengidentifikasi anak tangkai daun yang perlu diperhatikan adalah :


Posisi anak tangkai daun terhadap tangkai daun :
-

Terjungkat (keatas) dan searah dengan arah tangkai daun

Universitas Sumatera Utara






Ukuran anak tangkai daun
-

Ukuran panjang ada yang : panjang, pendek, sedang

-

Ukuran besar ada yang : gemuk, kurus, sedang

Bentuk anak tangkai daun :
-

Lurus atau melengkung

Besarnya sudut yang dibentuk oleh anak tangaki daun yang ditengah dengan
anak tangkai daun yang di pinggir dengan besarnya sudut :
-

Besar : bila sudutnya lebih dari 60o

-

Kecil : bila sudutnya lebih kecil dari 60o

-

Sedang : bila sudutnya ± 60o

3) Helai daun
Dalam mengidentifikasi helai daun yang perlu diperhatikan adalah :




Warna, kilau dan kekakuan daun :
-

Warna : hiaju muda, hijau, hijau tua dan hijau kekuningan

-

Kilau : berkilau atau kusam

Bentuk dan ukuran helai daun, yaitu daun yang terletak di tengah :
-

Elip : Bila bagian daun yang terlebar terletak di tengah-tengah. Antara
pangkal dan ujung daun dengan pinggir daun membentuk garis lengkung
ke arah pangkal dan ujung daun.

-

Oval (bulat telur) : bila bagian daun yang terlebar terletak antara tengah
dan ujung daun atau antara tengah dan pangkal daun (oval terbalik),

-

Belah ketupat : bila pinggir daun dari bagian yang terlebar ke pangkal
daun dan ke ujung daun hampir membentuk garis lurus.

Universitas Sumatera Utara





Pinggir helai daun dan ekor daun :
-

Pinggir helai daun : rata, agak bergelombang atau bergelombang,

-

Ekor daun : pendek atau panjang.

Penampang daun panjan dan melintang :
-

Bentuk penampang daun memanjang (mulai dari pangkal daun sampai
ekor daun di lihat dari samping) : lurus atau cembung,

-

Bentuk penampang daun dan melintang : (dilihat dari arah ekor daun atau
pangkal daun): datar, cembung, cekung atau bentuk huruf V .



Letak daun terhadap permikaan payung :
-

Terkulai : daun di atasnya menyentuh daun yang di bawahnya dan payung
menjadi tidak tembus pandang. Keadaan demikian disebut

“payung

tertutup”
-

Tegak mendatar dan tembus pandang, disebut “payung terbuk”,

-

Antara keadaan terkulaidan mendatar, disebut “payung agak tertutup” dan
“payung agak terbuka”



Letak helai daun dan posisi letak daun tengah :
-

Letak helai daun dipengaruhi oleh ukuran panjang anak tangkai daun,
besarnya sudut yang dibentuk oleh anak tangkai daun dan oleh besarnya
bagian terlebar dari helai daun.

-

Letak helai daun ada yang : terpisah, bersinggungan atau saling tumpah
tindih.



Simetris helaian daun pinggir :
-

Helaian daun pinggir ada yang simetris (setangkup) dan yang tidak.

Universitas Sumatera Utara

-

Pada helaian daun pinggir yang tidak simetris, bagian helaian daun sebelah
kiri tulang daun utama tidak sama besarnya dengan bagian sebelah kanan
tulang daun utama.

4) Warna lateks
Klon karet mempunyai lateks yang berwarna putih, putih kekuning-kuningan atau
kunig. Ini dapat diketahui dengan jalan menusuk batang yang telah berwarna
cokelat sehingga lateksnya keluar. Warna lateks tersebut dapat digunakan untuk
membedakan klon yang satu dengan klon yang lainnya. Warna lateks inilah yang
digunakan untuk membedakan ciri-ciri klon karet tertentu.
5) Ciri – ciri khusus :
Kadang – kadang pada klon tertentu terdapat ciri khusus seperti : lelehan lateks,
helaian daun tengah yang terpuntir, lateks yang berubah warna menjadi ungu, dan
lain-lain.
Mengenai ciri –ciri morfologi tanaman muda okulasi yang telah disebutkan di
atas, hampir semuanya dapat diketahui oleh keadaan lingkungan seperti : jenis
tanah, tinggi tempat, kesuburan tanah, pemupukan , iklim, dan lain – lain.
Pengaruh lingkungan ini terhadap beberapa jenis karet tertentu pengaruhnya
besar, tetapi terhadap beberapa jenis karet lainnya pengaruhnya kecil.


Ciri – ciri yang agak di pengaruhi oleh keadaan lingkungan antara lain adalah :

-

-

Pertumbuhan daun, baik panjang maupun besarnya,

-

Warna daun,

-

Bentuk penampang melintang daun,
Sifat dan warna kulit gabus.

Universitas Sumatera Utara



Ciri – ciri yang hampir tidak di pengaruh oleh keadaan lingkungan antara lain
adalah :
-

Bentuk payung,

-

Letak daun terhadap permukaan payung,

-

Letak daun dan bentuk tangkai daun,

-

Perbandingan panjang dan lebar daun,

-

Letak dari bagian daun yang terlebar pada helai daun

b. Pengenalan klon pada tanaman remaja dan tanaman produktif
Ciri – ciri morfologi dapat membedakan pada tanaman muda maupun klon pada
tanaman remaja dan bahkan tanaman produktif.


Ciri – ciri morfologi pada tanman remaja dan tanaman dewasa yang perlu di
perhatikan adalah :
1) Batang (pertumbuhan, arah, bentuk),
2) Bentuk tajuk / habitus,
3) Bentuk percabangan,
4) Keadaan daun dan ranting di bawah permukaan tajuk.
Ciri – ciri morfologi tersebut di atas sangat di pengaruhi oleh keadaan

lingkungan, misalnya letak garis lintang tempat tumbuh jenis tanah , tinggi
tempat, kesuburan tanah, iklim, dan lain – lain . tetapi dipengaruhi juga oleh
perlakuan teknis, misalnya jarak tanam. Oleh Karen aitu ciri – ciri morfologi
tanaman dewasa dari suatu klon pada suatu tempat tidak akian sama dengan
tempat yang lain. Ciri – ciri ini hanya dipergunakan untuk membedakan antar klon
pada tempat yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Pengenalan klon tanaman remaja dan dewasa , disamping menggunakan
ciri-ciri morfologi tanaman, juga dapat dibantu dengan ciri – ciri yang terdapat
paad bijinya. Ciri – ciri biji karet yang perlu diperhatikan adalah :
1. Bentu biji : bentuk menanjang dilihat dari atas, samping dan bawah ; bentuk
melintang dilihat dari depan dan belakang
2. Ukuran biji : besar, kecil dan sedang. Untuk ukuran biji yang kita pakai
sebagai patokan ialah biji GT1 adalah “kecil”, dan biji LCB1320 adalah
“besar”
3. Warna biji : putih, putih kecokelatan, cokelat muda, dan sebagainya
4. Warna dan bentuk mozaik dari biji : cokelat, cokelat tua, cokelat kehitaman,
dan sebagainya. Mozaiknya ada yang sambung menyambung dan juga
terputus – putus.
Ciri – ciri pada biji karet ini sangat sukar ditentukan. Oleh Karena itu
pengenalan biji dari klon karet lebih banyak dilakukan dengan cara mengingatingat apa yang dilihat. Dengan cara ini lebih mudah membedakan, klon yang satu
dengan lainnya, yaitu dengan melihat biji dari pohon yang akan di
teliti.(Setyamidjaja,1993)

2.4 Ribbed Smoked Sheet
Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah adalah produk yang berasal dari lateks
tanaman karet Hevea brasiliensis yang diolah secara mekanis dan kimiawi dengan
pengeringan menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The
Green Book dan konsisten (Tim Standardisasi Pengolahan Karet, 1997). Prinsip
pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks segar menjadi lembaran-

Universitas Sumatera Utara

lembaran sit melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan
serta pengasapan. Pemanfaatan karet RSS umumnya digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ban radial serta beberapa komponen peralatan mesin industri.
Tahap awal dalam pengolahan RSS adalah penerimaan lateks kebun.
Lateks yang berasal dari mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat
kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah
mengalami prakoagulasi. Setelah proses penerimaan selesai, lateks kemudian
dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses pengenceran dengan air. Air yang
digunakan harus air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam, pH air antara
5.8-8.0, kesadahan air maks 6o, serta kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03%.
Tujuan pengenceran ini adalah untuk menyeragamkan KKK sehingga cara
pengolahan dan mutunya dapat dijaga tetap serta memudahkan penyaringan
kotoran (Suwarti,1989). Pengenceran dapat dilakukan hingga KKK mencapai
kadar 12-15%.
Tahap berikutnya ialah pembekuan lateks yang dilakukan dalam bak
koagulasi dengan menambahkan zat koagulan. Biasanya digunakan larutan asam
format/asam semut atau asam asetat/asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke
dalam lateks yang telah distandarkan KKK-nya. Tujuan dari penambahan asam
adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan
membeku, yaitu pada pH antara 4.5-4.7 (Zuhra,2006). Penambahan diikuti dengan
pengadukan agar asam tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu
mempercepat proses pembekuan. Pengaduk yang digunakan adalah plat
alumunium yang berlubang-lubang dengan ukuran 1/4 lebar bak. Pengadukan
dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara perlahan untuk mencegah

Universitas Sumatera Utara

terjadinya busa. Bila timbul ke permukaan akibat pengadukan maka harus dibuang
sampai bersih untuk menghindari gelembung udara pada koagulum. Kecepatan
penggumpalan dapat diatur dengan merubah perbandingan lateks, air dan asam
sehingga diperoleh hasil bekuan/koagulum dengan kekuatan yang dikehendaki.
Proses selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk
membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam. Langkah berikutnya adalah
penggilingan yang dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Koagulum digiling
untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas,
membentuk lembaran tipis dan memberi garis batikan pada lembaran. Untuk
memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol licin,
rol belimbing dan rol motif. Di bagian atas mesin gilingan dilengkapi dengan
saluran air bersih yang disemprotkan untuk pencucian lembaran sit selama
penggilingan. Di bawah gilingan terakhir terdapat bak air pencuci lembaran untuk
membersihkan sisa asam. Air dalam bak ini diusahakan mengalir karena lembaran
gilingan masih banyak mengandung serum dan asam yang harus dicuci. Setelah
melewati gilingan terakhir, lembaran 11 kemudian digantung dalam lori untuk
ditiriskan selama 1-2 jam. Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindung
dari sinar matahari. Setelah ditiriskan, lembaran sit diangkut ke dalam kamar asap.
Tujuan pengasapan adalah untuk mengeringkan sit, memberi warna khas cokelat
dan menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan.
Pada hari pertama dibutuhkan asap yang lebih banyak untuk pembentukan
warna. Untuk memperbanyak asap dapat digunakan jenis kayu bakar (umumnya
menggunakan kayu karet) yang masih basah. Pada hari kedua lembaran sit harus
dibalik untuk melepaskan lembaran yang lengket terhadap gantar dan juga agar

Universitas Sumatera Utara

sisi lain lembaran sit bisa terkena asap sehingga pengasapan merata. Mulai hari
ketiga dan seterusnya yang dibutuhkan adalah panas guna memperoleh tingkat
kematangan yang tepat. Sit yang telah matang dari kamar asap diturunkan
kemudian ditimbang dan dicatat dalam arsip produksi. Proses sortasi dilakukan
secara visual berdasrkan warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan
gilingan yang mengacu pada standard yang terdapat pada SNI 06-0001-1987 The
Green book. Hasil sit yang telah disortasi dan digolongkan ke dalam beberapa
kelas mutu, kemudian ditimbang seberat 113 kg. Sit dilipat dan ditata ke dalam
peti berukuran 48 × 48 × 48 cm untuk memudahkan proses pengepresan
membentuk ukuran persegi yang disebut juga dengan bandela atau bal. Bandela
kemudian dibungkus dengan lembaran sit lalu di labor menggunakan talk.
Pelaburan dilakukan untuk mencegah serangan jamur atau kapang serta
menghindari

pelekatan

pada

masing-masing

bandela

yang

bersentuhan.

Perhitungan untuk penjualan produk dikenal dengan istilah lot, dengan jumlah 1
lot setara dengan 18 bandela.

2.5

Asap Cair

Asap Cair ( liquid smoke ) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu
dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap
cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pirolisis
tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol
sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 % (Darmadji dkk,1996).

Universitas Sumatera Utara

Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan,
suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran, serta banyaknya kandungan
asam, ter, dan fenol di dalamnya. Kualitas asap cair juga ditentukan oleh
kemurnian dari senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Asap cair
mengandung kelompok senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid,
hidrokarbon, keton, fenol dan piridin (Zeitsez,1969). Senyawa-senyawa ini tidak
sepenuhnya sesuai dengan penggunaan asap cair sebagai antimikroba,
antioksidan, bioinsektisida dan penggunaan lainnya. Oleh kerana itu, proses
pemurniannya perlu dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut
sehungga didapatkan asap cair yang diinginkan.
Asap cair adalah kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan
dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu
cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil
pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama pembakaran, komponen utama
kayu yang berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisis.
Selama pirolisis akan terbentuk berbagai macam senyawa. Senyawa-senyawa
yang terdapat di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu,
fenol, karbonil ( terutama keton dan aldehid ), asam furan, alkohol dan ester,
lakton, hidrokarbon alifatik, dan hidrokarbon poliiklis aromatis. Asap memiliki
kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam,
fenolat dan karbonil ( Pranata, 2008 ).
Asap cair mengadung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya
proses pirolisis dari tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi.

Universitas Sumatera Utara

Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi
tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan
kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang
dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan, karbonil yang
bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan cokelat dan fenol yang
merupakan pembentukan utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan.
2.5.1 Jenis Asap Cair
Jenis asap cair dibedakan atas penggunaanya. Ada 3 jenis grade asap cair, yaitu
sebagai berikut :
1. Asap cair grade 1
Grade 1 adalah pemrosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga
menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya
lebih jernih berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengaweta makanan seperti :
bakso dan mie.
2. Asap cair grade 2
Grade 2 adalah pemrosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga
menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah terkondensasi.
Hasilnya berwarna merah. Fungsinya sebagai pengganti formalin dengan
bahan alami atau herbal.
3. Asap cair grade 3
Grade 3 adalah pemrosesan dengan sedikit destilasi sehingga menghilangkan
kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya berwarna hitam.
Fungsinya pengawetan kayu, karet dan penghilang bau (Buckingham.2010).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Komposisi Asap Cair
Komposisi kimia dari asap cair dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3. Komposisi kimia asap cair
Kompisisi Kimia

Kandungan (%)

Air

11-92

Fenol

0,2-2,9

Asam

2,8-4,5

Karbonil

2,6-4,6

Ter

1-17
Zeitsev (1969) mengemukakan bahawa asap cair mengandung beberapa

zat antimikroba, antara lain :
a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionate, metal ester
b. Alkohol : metal, etil, propil, alkil, dan isobutul alcohol
c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metal furfural
d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene
e. Keton : aseton, metal etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton
f. Fenol
g. Piridin dan metal piridin
Diketahui bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang
peling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Kandungan maksimum
senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolis 600
o

C. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur

400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptic yang terbaik dibanding dengan
asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Girard (1992), senyawa-senyawa penyusun asap cair meliputi :
1. Senyawa-senyawa fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai
antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.
Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur
pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200
mg/kg. beberapa jenis fenol yang biasasnya terdapat dalam produk asapan
adalah guaikol dan siringol.
2. Senyawa-senyawa karbonil merupakan senyawa yang berperan pada
pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai
aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat
dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida.
3. Senyawa-senyawa asam merupakan senyawa yang berperan sebagai
antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam inj antara
lain adalah asam asetat, propionay, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis merupakan senyawa yang dapat
terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic seperti
benzo [a]pyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena
bersifat karsinogen.
5. Senyawa benzo[a]pyrene merupakan senyawa yang mempunyai titik didih
310oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada
permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang
lama.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Djatmiko et al. (1985) keberadaan senyawa-senyawa kimia
dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang
digunakan dan suhunyang dicapai pada proses pirolisis. Komposisi utama yang
terdapat dalam tempurung kelapa adalah hemisellulosa, selulosa dan lignin.
Hemiselulosa adalah jenis polisakarida dengan berat molekul kecil berantai
pendek dibandingkan dengan sellulosa dan banyak dijumpai pada kayu lunak.
Hemisellulosa disusun oleh pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pentosan
banyak terdapat pada kayu keras, sedangkan heksosan terdapat pada kayu lunak
(Maga, 1987). Pentosan yang mengalami pirolisis menghasilkan furfural, furan,
dan turanannya serta asam karboksilat. Heksosan terdiri dari dari mannan dan
galakton dengan unit dasar mannose dan galaktosa, apabila mengalami pirolisis
menghasilkan asam asetat dan homolognya (Girard, 1992). Hemisellulosa
tempurung kelapa juga mengandung sellulosa dan lignin.
Hasil pirolisis sellulosa yang terpenting adalah asam asetat dan fenol
dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pirolisis lignin menghasilkan aroma yang
berperan dalam produk pengasapan. Senyawa aroma yang dimaksud adalah fenol
dan eterfenolik seperti guaikol (2-metoksi fenol), syringol (1,6-dimetoksi fenol)
dan derivatnya (Girard,1992). Asap cair dibuat dari pirolisis kayu atau dibuat dari
campuran senyawa murni (asap buatan). Prinsip utama dalam pembuatan asap cair
sebagai bahan pengawetan adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh
bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk
mengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu
pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa
mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tenpurung kelapa. Hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

dikarenakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan menghasilkan
aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak
mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak. Komposisi kimia asap cair
tempurung kelapa adalah fenol 5,13%, karbonil 13,28%, asam 11,39%.
Asap cair mengandung senyawa fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga
bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu
fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4metilfenol, 2,6dimetoksifenol, 4-etil-2-metoksifenol dan 2,5-dimetoksi-benzil alcohol. Fraksi
netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai
antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6-dimetoksi fenol)

2.5.3 Manfaat asap cair
Peran masing-masing komponen dalam asap cair berbeda-beda. Senyawa fenol
disamping memiliki peranan dalam aroma asap juga menunjukkan aktivitas anti
oksidan. Senyawa aldehid dan keton mempunyai pengaruh utama dalam warna
(reaksi maillard) sedangkan efeknya dalam cita rasa sangat kurang menonjol.
Asam-asam pengaruhnya kurang spesifik namun mempunyai efek umum pada
mutu organoleptic secara keseluruhan, sedangkan senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklis seperti 3,4 benzopiren memiliki pengaruh buruk karena bersifat
karsinogenik (Girard,1992).
Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungan dibanding metode
pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah diaplikasikan, proses lebih cepat,
memberi karakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma, warna, dan rasa
serta penggunaannya tidak mencemari lingkungan (Pszezola,1995).

Universitas Sumatera Utara

Asap cair banyak digunakan pada industri berfungsi untuk mengawetkan
serta memberi aroma dan cita rasa yang khas. Asap cair memiliki sifat fungsional
sebagai anti oksidan, anti bakteri dan pembentuk warna serta cita rasa yang khas.
Sifat-sifat fungsional tersebut berkaitan dengan komponen-komponen yang
terdapat didalam asap cair tersebut. Asap cair tersebut memiliki kemampuan
untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, derivate fenol,
dan karbonil. Komponen asap yang berperan dan termasuk dalam kelompok fenol
adalah guaicol dan 1,3-dimetil phyragallol, yang berfungsi sebagai anti oksidan,
cita rasa produk asap. Asap cair pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan
pengawet karena memiliki derajat keasaman dengan nilai 2,8-3,1, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. Asap cair terbukti menekan
tumbuhnya bakteri pembusuk dan pathogen.
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai
industri, antara lain:
1. Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa
dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan
antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan
tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung
banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat
dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran,
yang semuanya tersebut dapat dihindari.

Universitas Sumatera Utara

2. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional
aspa cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat
memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
3. Industri kayu
Kayu yang diolesi dengahn asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan
rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji,1999).

2.6

Proses pirolisis

Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti
penguraian atau gedradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena
panas pada suhu lebih dari 105oC. dalam pirolisis terdapat dua tingkatan proses,
yaitu proses primer dan proses sekunder.
Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan baku dan
berlangsung pada suhu kurang dari 600oC, hasil penguraian yang utama adalah
karbon (arang). Pirolisis primer dibedakan atas pirolisis primer lambat dan cepat.
Pirolisis primer lambat terjadi pada proses pembuatan arang. Pada laju pemanasan
lambat (suhu 150-300oC) reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi (kehilangan
kandungan air), dan hasil reaksi keseluruhan karbon padatan ( C= arang ),
aor ( H2O), Karbon monoksida (CO) dan karbondioksida (CO2). Pirolisis primer
cepat terjadi pada suhu lebih dari 300oC dan menghasilkan gas, karbon padatan
(arang) dan uap. Secara umum reaksi tersebut sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Biomassa
(100 g)

=

Uap

+ Gas +

(50-70 %)

Arang + Air

(4-10 g) (10-20 g) (13-25 g)

Pirolisis sekunder yaitu pirolisis yang terjadi atas partikel gas/uap hasil
pirolisis primer dan berlangsung diatas suhu 600oC. hasil pirolisis pada suhu ini
adalah karbon monoksida ( CO ), hidrogen (H2) dan hidrokarbon, sedangkan tar
(secondary pyrolysis tar = SPT ) sekitar 1-6 % (kamaruddin et al,1999).
Menurut Widjaya dalam Pranata (2008), pirolisis adalah proses pemanasan
suhu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjado penguraian komponen-komponen
penyusun kayu keras. Istilah lain Dari pirolisis adalah penguraian yang tidak
teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa
apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu
yang cukup tinggi, maka akan terjadi penguraian Dari senyawa-senyawa
kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk
yaitu padatan, cairan dan gas.
Proses

pengarangan

(pirolisa)

adalah

suatui

proses

dekomposisi

tempurung kelapa dengan panas pada ruangan tertutup (kiln). Pada proses pirolisa,
kandungan oksigen dan hidrogen akan berkurang sehingga diperoleh kandungan
karbon (fixed carbon) yang relatif lebih tinggi. Proses pengaranagan biasanya
menggunakan temperatur diatas 450oC. Asap yang terbentuk selama proses ini
umumnya berwarna putih dan cukup pekat dan terjadi pelepasan zat-zat organik
hasil hidrolisa ( dalam bentuk senyawa methanol, asam asetat, tar ) asap yang
terbentuk dari proses hidrolisa dengan suhu tinggi kemudian diproses dalam suatu
wadah destilator untuk proses destilasi ( Sukandarrumidi,2006)

Universitas Sumatera Utara

Pirolisis asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna
yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic
dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi
oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Media pendingin yang digunakan pada
kondensor adalah air yang dialirkan meliputi pipa inlet yang keluar dari hasil
pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan
dikondensasikan menjadi destilat asap (Hanendoyo,2005)
Pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :
1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa
gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudaj tebakar seberti CO,
CH4 dan H2 dan hidrokabron tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata dari total
gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada tabel 2.4
Tabel 2.4. Komposisi rata-rata dari total gas yang dihasilkan pada proses
karbonisasi kayu
Komponen gas

Persentase (%)

Karbondioksia

50,77

Karbonmonoksida

27,88

Metana

11,36

Hidrogen

4,21

Etana

3,09

Hidrokarbon tak jenuh

2,72

Universitas Sumatera Utara

2. Destilat berupa asap cair dan tar
Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah ,methanol dan asam
asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat,
asam format, asam butirat, dan lain-lain.
3. Residu (karbon)
Komposisi tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen
yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu
berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung
dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin.
Asap cair dikarakterisasi menurut metode standar LTP 1974 yang meliputi
penetapan rendemen, pH, dan total fenol. Rendemen merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Jumlah
rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada
jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang diperoleh juga
sangat bergantung pada sistem kondensasi yang dipakai ( Bernasconi,dkk, 1995).

Universitas Sumatera Utara