Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam

(1)

GAMBAR PROSES PENGOLAHAN KARET DENGAN KOAGULAN ASAP CAIR

1. Proses Koagulasi


(2)

3. Proses Pengasapan


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Karet. Jakarta : Penebar Swadaya

Bockingham, 2010, asap cair dan etanol. http;//google.co.id/google/asap_cair_dan Etanol.[20 april]

Damramdji. 1995. Produksi Asap Cair Dan Sifat-Sifat

Fungsionalnya.Yogyakarta, Fakultas Teknologi Pangan Universitas Gajah Mada

Darmadji, P. 1996. Anti Bakteri Asap Cair dari Limbah Pertanian. Agritech 16(4).

Djatmiko, B .1985. Pengolahan Arang Dan Kegunaanya. Bogor : Agro industry PressFKIP

Girard, J. P. 1992. Smokinh In Technology Of Meat Product. Translated by

Bernard Hamminhs and ATT. New York: Clermont Ferrand Ellis Harwood

Goutara. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Bogor : Agro Industri Press Departemen Teknologi Industri Pertanian

Hamm. 1997. Analysis Of Smoke And Smoked Foods Pure And Apl Chem. New York : Pergamon Press

Lawrie, R. A.2003. Ilmu Daging . Edisi kelima,Terjemahan Aminuddin,p. Jakarta : UI-press,

Maga, J. A. 1987. Smoke In Food Processing. Florida : CRC. Press, Inc. Boca Raton,

Pranata. 2005. Pemanfaatan Sabut Dan Tempurung Kelapa Serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami.

Lhoksmawe : UNIMAL Press

Pszezola. 1995. Tour Highlights Production And Uses Of Smoke Based Flavours. Food Techn.

Sethu, S. 1987. Buku Pedoman Petunjuk Pengoperasian Pabrik Karet. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian


(4)

Solichin, M. 2007. Penggunaan Asap Cair Deorub dalam Pengolahan RSS. Jurnal Penelitian Karet, Vol.25(1)

Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Dalam Kumpulan Makalah : In House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. No : 1. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor

Zuhra,C.F . 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Medan : Universitas Sumater Utara.


(5)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Bahan - Asap Cair - CH3COOH 2 % - NH3 96 % - Lateks kebun 3.1.2 Alat

- Wadah koagulasi

- Mesin penggilingan sitter - Pengaduk

- pH meter - Lori penirisan - Gantar bambu - Rumah pengasapan - Timbangan analitik - Cawan petri

- Oven - Metrolak


(6)

3.2 Prosedur Percobaan a. Proses Koagulasi

- Diencerkan lateks segar dengan melakukan aplocing di bak pengadukan

- Diukur DRC lateks dengan Metrolak hinggal mencapai 15 - Diambil lateks yang telah di encerkan sebanyak 700 ml - Dituang kedalam wadah koagulan

- Diukur pH awal lateks

- Ditambahkan asap cair sesuai variasi

- Diukur pH setelah ditambah dengan asap cair

- Diukur DRC setelah ditambah asap cair dengan menggunakan oven - Didiamkan 2-4 hinggal lateks mengalami koagulasi

- Setelah menjadi koagulan,lateks di giling dengan menggunakan sitter - Ditiriskan dilori dengan batang bambu

- Dimasukkan kedalam kamar asap

- Setelah matang, dilakukan sortasi untuk menentukan RSS 1, RSS 2 atau RSS 3

b. Proses Pengasapan

Pengasapan dan pengeringan sheet berlangsung selama 3 hari pada temperatur, jumlah asap serta besar ventilasi yang berbeda untuk setiap hari pengeringan.

1. Hari I (pertama)

- Merupakan tahap pengasapan. - Temperatur : 40o-45oC.

Kayu yang dipakai adalah kayu basah, agar diperoleh asap yang banyak, karena pada tahap awal dibutuhkan sheet dapat menyerap asap sebanyak mungkin.


(7)

- Ventilasi dibuka penuh.

Ventilasi pada hari I (pertama) diperlukan secukupnya agar air menetes dan menguap tidak mengembun pada ruang asap sehingga infeksi oleh mikroba dapat dicegah.

Pada tahap ini bila temperatur terlalu rendah akan menyebabkan noda karat pada sheet, dan bila temperatur terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung udara dan dapat terjadi pemuaian sehingga panjang dan tebal sheet tidak seragam. Jadi penyesuaian temperatur hari pertama harus mendapat perhatian serius.

2. Hari II (kedua)

- Temperatur : 45o-50oC

- Ventilasi dan juga asap setengah hari pertama 3. Hari III (ketiga)

- Temperatur : 50o-55oC


(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Hasil percobaan pemanfaatan asap cair sebagai bahan koagulasi pada lateks dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan

No Sampel

(Lateks) Volume Asap Cair pH Awal pH Akhir DRC Awal DRC Akhir Asap Cair (%)

1 Data 1 5 ml 6,9 6,0 14,85 13,35 5

2 Data 2 10 ml 8,5 6,5 12,45 11,20 10

3 Data 3 15 ml 7,0 5,5 13,45 12,05 15

4 Data 4 20 ml 6,8 5,5 14,86 13,1 20

5 Data 5 25 ml 7,5 5,8 13,25 12,8 25

4.2 Perhitungan a. Pengenceran V1 . N1 = V2 . N2

Dimana :

V1 = Volume asap cair

N1 = Normalitas awal Asap Cair

V2 = Volume air

N2 = Normalitas akhir asap cair

- Pengenceran asap cair 10 % V1 . N1 = V2 . N2

x ml . 100% = 100ml . 5% 100 x = 500

x = 5 ml V1 = 5 ml


(9)

4.3 Pembahasan

Asap cair tempurung kelapa yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari industri rumah tangga pembuatan arang yang juga merupakan industri produksi arang dan asap cair. Asap cair diperoleh dari asap hasil pirolisis bahan baku tempurung kelapa. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mengkaji penggunaan asap cair tempurung kelapa sebagai bahan koagulan lateks dalam pengolahan karet sit atau RSS. Pada umumnya perkebunan besar pengolahan karet alam menggunakan asam format (asam semut) sebagai bahan koagulan lateks. Asam format (HCOOH) dengan nama sistematis asam metanoat adalah asam karboksilat yang paling sederhana.

Asam format memiliki sifat-sifat yang relatif berbahaya seperti mudah terbakar, tidak berbau dan berwarna serta mudah terjadinya iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan. Pengkajian penggunaan asap cair diharapkan dapat mengurangi terjadinya resiko yang tidak diinginkan. Hasil yang dihasilkan ternyata penggunaan asap cair sebagai bahan koagulan pada lateks ternyata dapat mengefisiensikan waktu pengasapan dan dapat menghemat bahan bakar pengasapan.

Asap cair sebagai bahan koagulan pada lateks dapat memasakkan lembaran karet selama 3 hari dibandingkan dengan penggunaan asam format yang membutuhkan waktu lebih lama yaitu selama 5 hari pengasapan. Penggunaan asap cair setelah dilakukannya proses sortasi ternyata dapat menghasilkan lembaran karet dengan mutu RSS 1 dan menghasilkan lembaran yang bersih tanpa kotoran dan gelembung-gelembung.


(10)

Sisa lateks yang rusak setelah penambahan asap cair ternyata mampu dioleh kembali untuk dijadikan crumb rubber. Selain lebih murah, asap cair juga ternyata lebih aman digunakan dibanding dengan penggunaan asam format dan asap cair juga bisa menjadi pengghilang bau pada bahan karet BOKAR yang sering diolah oleh masyarakat awam. Adapun kriteria pembagian mutu karet adalah sebagai berikut :

RSS 1 :

- lembar yang dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor. - tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, lembaran lembek, suhu

pengering terlalu tinggi, warna terlalu tua dan tidak boleh terdapat jamur RSS 2 :

- tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, lembaran lembek, suhu pengering terlalu tinggi, warna terlalu tua.

- Masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (2 kali ukuran jarum pentul)

- Jamur dan zat-zat damar pada pembungkus, kulit luar pada bandela atau pada lembar didalamnya masih dapat ditolerir

RSS 3 :

- lembar yang dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada kotoran.

- Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar ( 3 kali ukuran jarum pentul ) atau noda-noda dari kulit tanaman masih bisa ditolerir.


(11)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Asap cair tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan koagulan lateks dalam proses pembuatan RSS dengan pH berkisar antara 5,1 – 6,5

2. Mutu sheet yang dihasilkan dengan menggunakan bahan koagulan asap cair dapat dilihat dari variasi konsentrasi asap cair. Asap cair dengan konsentrasi 5-15 % menghasilkan sheet dengan mutu RSS I, sedangkan sheet dengan konsentrasi 20-25% menghasilkan sheet dengan mutu RSS II.

5.2Saran

Untuk kajian selanjutnya disarankan :

1. Melakukan kajian penggunaan asap cair tempurung kelapa dalam pengolahan jenis karet alam lainya misalkan karet remah (SIR).

2. Melakukan uji mutu lanjutan penggunaan asap cair sebagai bahan koagulan pada lateks seperti ujia kadar abu, PRI dan kadar kotoran


(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam

Karet alam dikenal bermula ketika Christoper Colombus menemukannya pada tahun 1493. Kegunaanya mulai dikenal manusia ketika Goodyear dan Hancock menemukan proses vulkanisasi dalam tahun 1840. Terdapat lebih dari 2000 species tumbuhan yang menghasilkan lateks yang mengandung poliisoprena, tetapi hanya Hevea Brasiliensis saja yang bernilai komersil. Hevea Brasiliensis berasal dari Lembah Amazon di Amerika Selatan, lalu diperkenalkan ke Asia Tenggara dalam tahun 1877. Kebutuhan karet meningkat sejak tahun 1900-an karena penggunaan ban pneumatic pada kenderaan bermotor.

Karet alam hanya dihasilkan oleh negara-negara beriklim tropis, sehingga produksinya tidak dapat memenuhi karet dunia. Hal ini mendorong negara-negara Barat untuk melakukan serangkaian penelitian dan produksi karet sintetik. (Surya.I.2006). Tanaman karet (Hevea brasiliensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari hutan lembah sungai Amazon, Brazil. Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Pada bagian ini banyak mengandung getah yang dinamakan lateks. Potongan melintang batang pohon karet dari arah luar ke dalam adalah lapisan kulit keras, kulit lunak,


(13)

kambium serta kayu. Pembuluh lateks terletak diantara lapisan kulit lunak dan kambium, berbentuk tabung dengan dinding kenyal.

Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan bola untuk permaianan. Setelah de la condamine mengirim bahan elastis yang aneh atau “caoutchuc” dari Peru ke Prancis pada tahun 1736, maka saat itu orang Eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet perhatian terhadap karet meningkat setelah Priestly, seorang ahli fisika/kimia pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris menjuluki karet sebagai rubber. Percobaan penggunaan karet dikembangkan terus menerus. Penemuan yang sangat menentukan tumbuhan karet adalah ditemukannya cara vulkanisasi ( vulcanization process ) oleh seorang ahli kimia Amerika, Charles Goodyear pada tahun 1839. Pada proses vulkanisasi ini karet dicampur dengan belerang pada derajat suhu tertentu, sehingga menghasilkan sejenis produk yang lebih unggul dalam penggunaan bahan karet murni.

( Setyamidjaja.1993) 2.2 Komposisi Karet

Karet alam mengandung 100 % cis-1,4-poliisoprena, yang terdiri dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang. Berikut ini akan disajikan komposisi lateks pada tabel 2.1


(14)

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering Komponen Komponen dalam

lateks segar ( % )

Komponen dalam lateks kering ( %)

Karet hidrokarbon 36 92-94

Protein 1,4 2,5-3,5

Karbohidrat 1,6

Lipida 1,6 2,5-3,2

Persenyawaan Organik Lain

0,4

Persenyawaan anorganik 0,5 0,1-0,5

Air 58,5 0,3-1,0

Sumber : Morton, M.Rubber technologi. New York : Van Norstrand Reinhold,1987

Lateks yang diperoleh dari penyadapan bagian antara kambium dan kulit pohon Hevea brasiliensis adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (nonrubber) yang terdispersi di dalam air. Menurut Nobel (1963) lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat.

Dalam penelitiannya, Triwijoso (1995) menyebutkan bahwa di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang


(15)

mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Fraksi pada lateks dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2. Fraksi Pada Lateks Fraksi Karet

(36%)

Fraksi Freywyssling

(1%)

Serum Fraksi Dasar (10%)

- Karet - Protein - Lipid - Ion logam

- Karotenoid - Lipid

- Air

- Karbohidrat dan inositol - Protein dan turunannya - Senyawa

nitrogen - Asam nukleat

dan nukleotida - Ion anorganik - Ion logam

- Protein dan senyawa nitrogen - Karet dan

karotenoid - Lipid dan ion


(16)

Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air . Partikel karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks, isoprene diselimuti oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik (Zuhra, 2006).

2.3 Pengenalan Klon Karet

Ciri-ciri suatu tanaman (klon) kadang-kadang berubah. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh keadaan lingkungan tempat tanaman itu tumbuh, seperti jeins tanah, kesuburan tanah, tinggi tempat, iklim, kekurangan unsur hara tertentu, lindungan dan lain sebagainya.

Berikut ini akan diuraikan secara ringkas cara mengenal klon-klon karet baik untuk tanaman muda maupun untuk tanaman produktif.

a. Pengenalan klon karet tanaman muda

Penganalanklon karet pada tanaman muda dilakukan pada tanaman yang berumur 10-18 bulan dengan jumlah payung 4 – 6 payung. Ciri-ciri tanaman muda okulasi yang enteresnya berasal dari klon tertentu, dapat ditentukan dengan memperhatikan bagian-bagian tanaman sebagai berikut :


(17)

1) Tangkai Daun

Untuk mengidentifikasi tangkai daun yang diperhatikan ialah tangkai – tangkai daun yang terletak dalam payung termuda yang pertumbuhannya telah sempurna. Ciri – ciri yang diperhatikan pada tangkai daun ialah :

• Posisi tangkai daun yerhadap batang : - Terjungkit ( membentuk sudut runcing ) - Terkulai ( membentuk sudut tumpul )

- Mendatar/horizontal ( membentuk sudut 90o )

• Bentuk tangkai daun , yaitu bnetuk tangkai secara memanjang : - Lurus

- Cembung - Cekung

- Berbentuk huruf S • Ukuran tangkai daun :

- Untuk ukuran panjang ada yang : panjang, sedangkan, pendek

- Untuk ukuran besar ada yang ; gemuk , kurus, agak gemuk, agak kurus. • Ukuran pangkal tangkai ( kaki tangkai) daun bentuk bagian di atasnya :

- Untuk pangkal tangkai daun bentuknya ada yang : besar, kecil atau sedang - Untuk bagian atas dari pangkal tangkai daun ada yang berlekuk, rata atau

cembung 2) Anak tangkai daun

Dalam mengidentifikasi anak tangkai daun yang perlu diperhatikan adalah : • Posisi anak tangkai daun terhadap tangkai daun :


(18)

• Ukuran anak tangkai daun

- Ukuran panjang ada yang : panjang, pendek, sedang - Ukuran besar ada yang : gemuk, kurus, sedang • Bentuk anak tangkai daun :

- Lurus atau melengkung

• Besarnya sudut yang dibentuk oleh anak tangaki daun yang ditengah dengan anak tangkai daun yang di pinggir dengan besarnya sudut :

- Besar : bila sudutnya lebih dari 60o - Kecil : bila sudutnya lebih kecil dari 60o - Sedang : bila sudutnya ± 60o

3) Helai daun

Dalam mengidentifikasi helai daun yang perlu diperhatikan adalah : • Warna, kilau dan kekakuan daun :

- Warna : hiaju muda, hijau, hijau tua dan hijau kekuningan - Kilau : berkilau atau kusam

• Bentuk dan ukuran helai daun, yaitu daun yang terletak di tengah :

- Elip : Bila bagian daun yang terlebar terletak di tengah-tengah. Antara pangkal dan ujung daun dengan pinggir daun membentuk garis lengkung ke arah pangkal dan ujung daun.

- Oval (bulat telur) : bila bagian daun yang terlebar terletak antara tengah dan ujung daun atau antara tengah dan pangkal daun (oval terbalik),

- Belah ketupat : bila pinggir daun dari bagian yang terlebar ke pangkal daun dan ke ujung daun hampir membentuk garis lurus.


(19)

• Pinggir helai daun dan ekor daun :

- Pinggir helai daun : rata, agak bergelombang atau bergelombang, - Ekor daun : pendek atau panjang.

• Penampang daun panjan dan melintang :

- Bentuk penampang daun memanjang (mulai dari pangkal daun sampai ekor daun di lihat dari samping) : lurus atau cembung,

- Bentuk penampang daun dan melintang : (dilihat dari arah ekor daun atau pangkal daun): datar, cembung, cekung atau bentuk huruf V .

• Letak daun terhadap permikaan payung :

- Terkulai : daun di atasnya menyentuh daun yang di bawahnya dan payung menjadi tidak tembus pandang. Keadaan demikian disebut “payung tertutup”

- Tegak mendatar dan tembus pandang, disebut “payung terbuk”,

- Antara keadaan terkulaidan mendatar, disebut “payung agak tertutup” dan “payung agak terbuka”

• Letak helai daun dan posisi letak daun tengah :

- Letak helai daun dipengaruhi oleh ukuran panjang anak tangkai daun, besarnya sudut yang dibentuk oleh anak tangkai daun dan oleh besarnya bagian terlebar dari helai daun.

- Letak helai daun ada yang : terpisah, bersinggungan atau saling tumpah tindih.

• Simetris helaian daun pinggir :


(20)

- Pada helaian daun pinggir yang tidak simetris, bagian helaian daun sebelah kiri tulang daun utama tidak sama besarnya dengan bagian sebelah kanan tulang daun utama.

4) Warna lateks

Klon karet mempunyai lateks yang berwarna putih, putih kekuning-kuningan atau kunig. Ini dapat diketahui dengan jalan menusuk batang yang telah berwarna cokelat sehingga lateksnya keluar. Warna lateks tersebut dapat digunakan untuk membedakan klon yang satu dengan klon yang lainnya. Warna lateks inilah yang digunakan untuk membedakan ciri-ciri klon karet tertentu.

5) Ciri – ciri khusus :

Kadang – kadang pada klon tertentu terdapat ciri khusus seperti : lelehan lateks, helaian daun tengah yang terpuntir, lateks yang berubah warna menjadi ungu, dan lain-lain.

Mengenai ciri –ciri morfologi tanaman muda okulasi yang telah disebutkan di atas, hampir semuanya dapat diketahui oleh keadaan lingkungan seperti : jenis tanah, tinggi tempat, kesuburan tanah, pemupukan , iklim, dan lain – lain. Pengaruh lingkungan ini terhadap beberapa jenis karet tertentu pengaruhnya besar, tetapi terhadap beberapa jenis karet lainnya pengaruhnya kecil.

• Ciri – ciri yang agak di pengaruhi oleh keadaan lingkungan antara lain adalah : - Pertumbuhan daun, baik panjang maupun besarnya,

- Warna daun,

- Bentuk penampang melintang daun, - Sifat dan warna kulit gabus.


(21)

• Ciri – ciri yang hampir tidak di pengaruh oleh keadaan lingkungan antara lain adalah :

- Bentuk payung,

- Letak daun terhadap permukaan payung, - Letak daun dan bentuk tangkai daun, - Perbandingan panjang dan lebar daun,

- Letak dari bagian daun yang terlebar pada helai daun b. Pengenalan klon pada tanaman remaja dan tanaman produktif

Ciri – ciri morfologi dapat membedakan pada tanaman muda maupun klon pada tanaman remaja dan bahkan tanaman produktif.

• Ciri – ciri morfologi pada tanman remaja dan tanaman dewasa yang perlu di perhatikan adalah :

1) Batang (pertumbuhan, arah, bentuk), 2) Bentuk tajuk / habitus,

3) Bentuk percabangan,

4) Keadaan daun dan ranting di bawah permukaan tajuk.

Ciri – ciri morfologi tersebut di atas sangat di pengaruhi oleh keadaan lingkungan, misalnya letak garis lintang tempat tumbuh jenis tanah , tinggi tempat, kesuburan tanah, iklim, dan lain – lain . tetapi dipengaruhi juga oleh perlakuan teknis, misalnya jarak tanam. Oleh Karen aitu ciri – ciri morfologi tanaman dewasa dari suatu klon pada suatu tempat tidak akian sama dengan tempat yang lain. Ciri – ciri ini hanya dipergunakan untuk membedakan antar klon pada tempat yang sama.


(22)

Pengenalan klon tanaman remaja dan dewasa , disamping menggunakan ciri-ciri morfologi tanaman, juga dapat dibantu dengan ciri – ciri yang terdapat paad bijinya. Ciri – ciri biji karet yang perlu diperhatikan adalah :

1. Bentu biji : bentuk menanjang dilihat dari atas, samping dan bawah ; bentuk melintang dilihat dari depan dan belakang

2. Ukuran biji : besar, kecil dan sedang. Untuk ukuran biji yang kita pakai sebagai patokan ialah biji GT1 adalah “kecil”, dan biji LCB1320 adalah “besar”

3. Warna biji : putih, putih kecokelatan, cokelat muda, dan sebagainya

4. Warna dan bentuk mozaik dari biji : cokelat, cokelat tua, cokelat kehitaman, dan sebagainya. Mozaiknya ada yang sambung menyambung dan juga terputus – putus.

Ciri – ciri pada biji karet ini sangat sukar ditentukan. Oleh Karena itu pengenalan biji dari klon karet lebih banyak dilakukan dengan cara mengingat-ingat apa yang dilihat. Dengan cara ini lebih mudah membedakan, klon yang satu dengan lainnya, yaitu dengan melihat biji dari pohon yang akan di teliti.(Setyamidjaja,1993)

2.4Ribbed Smoked Sheet

Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah adalah produk yang berasal dari lateks tanaman karet Hevea brasiliensis yang diolah secara mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten (Tim Standardisasi Pengolahan Karet, 1997). Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks segar menjadi


(23)

lembaran-lembaran sit melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan serta pengasapan. Pemanfaatan karet RSS umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban radial serta beberapa komponen peralatan mesin industri.

Tahap awal dalam pengolahan RSS adalah penerimaan lateks kebun. Lateks yang berasal dari mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi. Setelah proses penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses pengenceran dengan air. Air yang digunakan harus air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks 6o, serta kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03%. Tujuan pengenceran ini adalah untuk menyeragamkan KKK sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat dijaga tetap serta memudahkan penyaringan kotoran (Suwarti,1989). Pengenceran dapat dilakukan hingga KKK mencapai kadar 12-15%.

Tahap berikutnya ialah pembekuan lateks yang dilakukan dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat koagulan. Biasanya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat/asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks yang telah distandarkan KKK-nya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku, yaitu pada pH antara 4.5-4.7 (Zuhra,2006). Penambahan diikuti dengan pengadukan agar asam tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses pembekuan. Pengaduk yang digunakan adalah plat alumunium yang berlubang-lubang dengan ukuran 1/4 lebar bak. Pengadukan dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara perlahan untuk mencegah


(24)

terjadinya busa. Bila timbul ke permukaan akibat pengadukan maka harus dibuang sampai bersih untuk menghindari gelembung udara pada koagulum. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan merubah perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan/koagulum dengan kekuatan yang dikehendaki.

Proses selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam. Langkah berikutnya adalah penggilingan yang dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan memberi garis batikan pada lembaran. Untuk memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif. Di bagian atas mesin gilingan dilengkapi dengan saluran air bersih yang disemprotkan untuk pencucian lembaran sit selama penggilingan. Di bawah gilingan terakhir terdapat bak air pencuci lembaran untuk membersihkan sisa asam. Air dalam bak ini diusahakan mengalir karena lembaran gilingan masih banyak mengandung serum dan asam yang harus dicuci. Setelah melewati gilingan terakhir, lembaran 11 kemudian digantung dalam lori untuk ditiriskan selama 1-2 jam. Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindung dari sinar matahari. Setelah ditiriskan, lembaran sit diangkut ke dalam kamar asap. Tujuan pengasapan adalah untuk mengeringkan sit, memberi warna khas cokelat dan menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan.

Pada hari pertama dibutuhkan asap yang lebih banyak untuk pembentukan warna. Untuk memperbanyak asap dapat digunakan jenis kayu bakar (umumnya menggunakan kayu karet) yang masih basah. Pada hari kedua lembaran sit harus dibalik untuk melepaskan lembaran yang lengket terhadap gantar dan juga agar


(25)

sisi lain lembaran sit bisa terkena asap sehingga pengasapan merata. Mulai hari ketiga dan seterusnya yang dibutuhkan adalah panas guna memperoleh tingkat kematangan yang tepat. Sit yang telah matang dari kamar asap diturunkan kemudian ditimbang dan dicatat dalam arsip produksi. Proses sortasi dilakukan secara visual berdasrkan warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada standard yang terdapat pada SNI 06-0001-1987 The Green book. Hasil sit yang telah disortasi dan digolongkan ke dalam beberapa kelas mutu, kemudian ditimbang seberat 113 kg. Sit dilipat dan ditata ke dalam peti berukuran 48 × 48 × 48 cm untuk memudahkan proses pengepresan membentuk ukuran persegi yang disebut juga dengan bandela atau bal. Bandela kemudian dibungkus dengan lembaran sit lalu di labor menggunakan talk. Pelaburan dilakukan untuk mencegah serangan jamur atau kapang serta menghindari pelekatan pada masing-masing bandela yang bersentuhan. Perhitungan untuk penjualan produk dikenal dengan istilah lot, dengan jumlah 1 lot setara dengan 18 bandela.

2.5 Asap Cair

Asap Cair ( liquid smoke ) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 % (Darmadji dkk,1996).


(26)

Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran, serta banyaknya kandungan asam, ter, dan fenol di dalamnya. Kualitas asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Asap cair mengandung kelompok senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid, hidrokarbon, keton, fenol dan piridin (Zeitsez,1969). Senyawa-senyawa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan penggunaan asap cair sebagai antimikroba, antioksidan, bioinsektisida dan penggunaan lainnya. Oleh kerana itu, proses pemurniannya perlu dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehungga didapatkan asap cair yang diinginkan.

Asap cair adalah kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama pembakaran, komponen utama kayu yang berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisis. Selama pirolisis akan terbentuk berbagai macam senyawa. Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu, fenol, karbonil ( terutama keton dan aldehid ), asam furan, alkohol dan ester, lakton, hidrokarbon alifatik, dan hidrokarbon poliiklis aromatis. Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil ( Pranata, 2008 ).

Asap cair mengadung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya proses pirolisis dari tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi.


(27)

Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan, karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan cokelat dan fenol yang merupakan pembentukan utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan. 2.5.1Jenis Asap Cair

Jenis asap cair dibedakan atas penggunaanya. Ada 3 jenis grade asap cair, yaitu sebagai berikut :

1. Asap cair grade 1

Grade 1 adalah pemrosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya lebih jernih berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengaweta makanan seperti : bakso dan mie.

2. Asap cair grade 2

Grade 2 adalah pemrosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya berwarna merah. Fungsinya sebagai pengganti formalin dengan bahan alami atau herbal.

3. Asap cair grade 3

Grade 3 adalah pemrosesan dengan sedikit destilasi sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya berwarna hitam. Fungsinya pengawetan kayu, karet dan penghilang bau (Buckingham.2010).


(28)

2.5.2Komposisi Asap Cair

Komposisi kimia dari asap cair dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3. Komposisi kimia asap cair

Kompisisi Kimia Kandungan (%)

Air 11-92

Fenol 0,2-2,9

Asam 2,8-4,5

Karbonil 2,6-4,6

Ter 1-17

Zeitsev (1969) mengemukakan bahawa asap cair mengandung beberapa zat antimikroba, antara lain :

a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionate, metal ester b. Alkohol : metal, etil, propil, alkil, dan isobutul alcohol

c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metal furfural d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene

e. Keton : aseton, metal etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton f. Fenol

g. Piridin dan metal piridin

Diketahui bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang peling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolis 600

o

C. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptic yang terbaik dibanding dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.


(29)

Menurut Girard (1992), senyawa-senyawa penyusun asap cair meliputi : 1. Senyawa-senyawa fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai

antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. beberapa jenis fenol yang biasasnya terdapat dalam produk asapan adalah guaikol dan siringol.

2. Senyawa-senyawa karbonil merupakan senyawa yang berperan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida.

3. Senyawa-senyawa asam merupakan senyawa yang berperan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam inj antara lain adalah asam asetat, propionay, butirat dan valerat.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis merupakan senyawa yang dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic seperti benzo [a]pyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen.

5. Senyawa benzo[a]pyrene merupakan senyawa yang mempunyai titik didih 310oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.


(30)

Menurut Djatmiko et al. (1985) keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhunyang dicapai pada proses pirolisis. Komposisi utama yang terdapat dalam tempurung kelapa adalah hemisellulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa adalah jenis polisakarida dengan berat molekul kecil berantai pendek dibandingkan dengan sellulosa dan banyak dijumpai pada kayu lunak. Hemisellulosa disusun oleh pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pentosan

banyak terdapatpada kayu keras, sedangkan heksosanterdapat pada kayu lunak (Maga, 1987). Pentosan yang mengalami pirolisis menghasilkan furfural, furan, dan turanannya serta asam karboksilat. Heksosan terdiri dari dari mannan dan galakton dengan unit dasar mannose dan galaktosa, apabila mengalami pirolisis menghasilkan asam asetat dan homolognya (Girard, 1992). Hemisellulosa tempurung kelapa juga mengandung sellulosa dan lignin.

Hasil pirolisis sellulosa yang terpenting adalah asam asetat dan fenol dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pirolisis lignin menghasilkan aroma yang berperan dalam produk pengasapan. Senyawa aroma yang dimaksud adalah fenol dan eterfenolik seperti guaikol (2-metoksi fenol), syringol (1,6-dimetoksi fenol) dan derivatnya (Girard,1992). Asap cair dibuat dari pirolisis kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni (asap buatan). Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawetan adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tenpurung kelapa. Hal tersebut


(31)

dikarenakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak. Komposisi kimia asap cair tempurung kelapa adalah fenol 5,13%, karbonil 13,28%, asam 11,39%.

Asap cair mengandung senyawa fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4-etil-2-metoksifenol dan 2,5-dimetoksi-benzil alcohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6-dimetoksi fenol)

2.5.3Manfaat asap cair

Peran masing-masing komponen dalam asap cair berbeda-beda. Senyawa fenol disamping memiliki peranan dalam aroma asap juga menunjukkan aktivitas anti oksidan. Senyawa aldehid dan keton mempunyai pengaruh utama dalam warna (reaksi maillard) sedangkan efeknya dalam cita rasa sangat kurang menonjol. Asam-asam pengaruhnya kurang spesifik namun mempunyai efek umum pada mutu organoleptic secara keseluruhan, sedangkan senyawa hidrokarbon aromatik polisiklis seperti 3,4 benzopiren memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogenik (Girard,1992).

Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungan dibanding metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah diaplikasikan, proses lebih cepat, memberi karakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma, warna, dan rasa serta penggunaannya tidak mencemari lingkungan (Pszezola,1995).


(32)

Asap cair banyak digunakan pada industri berfungsi untuk mengawetkan serta memberi aroma dan cita rasa yang khas. Asap cair memiliki sifat fungsional sebagai anti oksidan, anti bakteri dan pembentuk warna serta cita rasa yang khas. Sifat-sifat fungsional tersebut berkaitan dengan komponen-komponen yang terdapat didalam asap cair tersebut. Asap cair tersebut memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, derivate fenol, dan karbonil. Komponen asap yang berperan dan termasuk dalam kelompok fenol adalah guaicol dan 1,3-dimetil phyragallol, yang berfungsi sebagai anti oksidan, cita rasa produk asap. Asap cair pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena memiliki derajat keasaman dengan nilai 2,8-3,1, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. Asap cair terbukti menekan tumbuhnya bakteri pembusuk dan pathogen.

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain:

1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.


(33)

2. Industri perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional aspa cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengahn asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji,1999).

2.6 Proses pirolisis

Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti penguraian atau gedradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena panas pada suhu lebih dari 105oC. dalam pirolisis terdapat dua tingkatan proses, yaitu proses primer dan proses sekunder.

Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan baku dan berlangsung pada suhu kurang dari 600oC, hasil penguraian yang utama adalah karbon (arang). Pirolisis primer dibedakan atas pirolisis primer lambat dan cepat. Pirolisis primer lambat terjadi pada proses pembuatan arang. Pada laju pemanasan lambat (suhu 150-300oC) reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi (kehilangan kandungan air), dan hasil reaksi keseluruhan karbon padatan ( C= arang ), aor ( H2O), Karbon monoksida (CO) dan karbondioksida (CO2). Pirolisis primer

cepat terjadi pada suhu lebih dari 300oC dan menghasilkan gas, karbon padatan (arang) dan uap. Secara umum reaksi tersebut sebagai berikut :


(34)

Biomassa = Uap + Gas + Arang + Air

(100 g) (50-70 %) (4-10 g) (10-20 g) (13-25 g)

Pirolisis sekunder yaitu pirolisis yang terjadi atas partikel gas/uap hasil pirolisis primer dan berlangsung diatas suhu 600oC. hasil pirolisis pada suhu ini adalah karbon monoksida ( CO ), hidrogen (H2) dan hidrokarbon, sedangkan tar

(secondary pyrolysis tar = SPT ) sekitar 1-6 % (kamaruddin et al,1999).

Menurut Widjaya dalam Pranata (2008), pirolisis adalah proses pemanasan suhu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjado penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain Dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi penguraian Dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas.

Proses pengarangan (pirolisa) adalah suatui proses dekomposisi tempurung kelapa dengan panas pada ruangan tertutup (kiln). Pada proses pirolisa, kandungan oksigen dan hidrogen akan berkurang sehingga diperoleh kandungan karbon (fixed carbon) yang relatif lebih tinggi. Proses pengaranagan biasanya menggunakan temperatur diatas 450oC. Asap yang terbentuk selama proses ini umumnya berwarna putih dan cukup pekat dan terjadi pelepasan zat-zat organik hasil hidrolisa ( dalam bentuk senyawa methanol, asam asetat, tar ) asap yang terbentuk dari proses hidrolisa dengan suhu tinggi kemudian diproses dalam suatu wadah destilator untuk proses destilasi ( Sukandarrumidi,2006)


(35)

Pirolisis asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan meliputi pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi destilat asap (Hanendoyo,2005)

Pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudaj tebakar seberti CO,

CH4 dan H2 dan hidrokabron tingkat rendah lain. Komposisi rata-rata dari total

gas yang dihasilkan pada proses karbonisasi kayu disajikan pada tabel 2.4 Tabel 2.4. Komposisi rata-rata dari total gas yang dihasilkan pada proses

karbonisasi kayu

Komponen gas Persentase (%)

Karbondioksia 50,77

Karbonmonoksida 27,88

Metana 11,36

Hidrogen 4,21

Etana 3,09


(36)

2. Destilat berupa asap cair dan tar

Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah ,methanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format, asam butirat, dan lain-lain.

3. Residu (karbon)

Komposisi tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin.

Asap cair dikarakterisasi menurut metode standar LTP 1974 yang meliputi penetapan rendemen, pH, dan total fenol. Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistem kondensasi yang dipakai ( Bernasconi,dkk, 1995).


(37)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet merupakan komoditi perkebunan sumber devisa terbesar ( 4-7 % dari seluruh penerimaan devisa ) yang pernah mencapai lebih dari satu milyar dolar US pada tahun 1980 (laporan mingguan B.I maret 1984 ) dan masih mempunyai peluang untuk dikembangkan karena permintaan dunia diperkirakan rata-rata naik 3% pertahun ( Anonim.1986).

Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah salah satu jenis produk olahan yang berasal dari lateks/getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang diolah secara teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten (Tim Standardisasi Pengolahan Karet, 1997). Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks kebun menjadi lembaran-lembaran sit melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan serta pengasapan. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi mutu akhir pada pengolahan RSS diantaranya adalah pembekuan atau koagulasi lateks, pengasapan dan pengeringan.

Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya (Hamm, 1977). Menurut Damramdji (1995), asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organik dengan


(38)

bobot yang lebih rendah, karena pengaruh panas. Jika oksigen yang tersedia cukup, maka pembakaran menjadi lebih sempurna dengan menghasilkan gas CO2,

uap air, dan abu, sedangkan asap tidak terbentuk.

Kajian penggunaan asap cair tempurung kelapa sebagai bahan koagulan lateks dalam pengolahan karet alam dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan dan cara penggunaanya dalam proses pengolahan yang lebih efisien serta memenuhi standar karet sit yang sesuai dengan permintaan pasar. Oleh Karen itu penulis tertarik untuk memilih judul “ PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA PENGOLAHAN KARET ALAM ”.

1.2 Permasalahan

Apakah asap cair mampu menjadi koagulan pada proses pengolahan karet alam dan memenuhi standar mutu ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pemanfaatan asap cair sebagai bahan koagulan pada proses pengolahan karet alam

2. Untuk melihat mutu karet yang diolah dengan proses koagulasi menggunakan asap cair

1.4 Manfaat

Dengan dilakukannya proses koagulasi menggunakan asap cair, kita dapat mengetahui mutu RSS yang baik dan menambah nilai ekonomis pada industri karet alam.


(39)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA PENGOLAHAN KARET ALAM

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai proses koagulasi lateks dengan menggunakan asap cair pada berbagai variasi konsentrasi di PTP Nusantara III Kebun Bandar Betsy Simalungun. Asap cair yang digunakan berasal dari industri rumah tangga dengan bahan baku tempurung kelapa. Variasi konsentrasi asap cair yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Proses pencampuran asap cair dan lateks dilakukan didalam bak koagulasi selama 2-4 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk konsentrasi 5-10% didapatkan karet dengan mutu RSS 1 dengan 3 hari pengasapan, sedangkan untuk konsentrasi 20-25% diperoleh karet dengan mutu RSS 2 dengan 3 hari pengasapan.


(40)

UTILIZATION LIQUID SMOKE AS A COAGULANT IN THE PROCESSING OF NATURAL RUBBER

ABSTRACT

Research has done on latex coagulation process using liquid smoke at various concentrations in PTP Nusantara III Gardens Bandar Betsy Simelungun. Liquid smoke used is derived from the domestic industry with raw material coconut shell. Variations in the concentration of liquid smoke used was 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. Smoke mixing process carried out in the liquid and latex coagulation bath for 2-4 hours. The results show that for concentrations of 5-10% is obtained with quality rubber RSS 1 to 3 days of curing, whereas the concentration of 20-25% is obtained with quality rubber RSS 2 to 3 days of curing.


(41)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN

PADA PENGOLAHAN KARET ALAM DI

PTP NUSANTARA III KEBUN BANDAR BETSY

KARYA ILMIAH

FRAN HARTIKA

122401111

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(42)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN

PADA PENGOLAHAN KARET ALAM DI

PTP NUSANTARA III KEBUN BANDAR BETSY

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

memperoleh Ahli Madya

FRAN HARTIKA

122401111

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(43)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA PENGOLAHAN KARET ALAM DI PTP NUSANTARA III KEBUN

BANDAR BETSY

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

FRAN HARTIKA 122401111


(44)

PERSETUJUAN

Judul : Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam

Kategori : Karya Ilmiah

Nama : Fran Hartika

Nomor Induk Mahasiswa : 122401111 Program Studi : D3 Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015

Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Marpongahtun, M.Sc NIP. 195512181987012001 NIP. 196111151988032002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(45)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirobbil Alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini dengan judul Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam di PTP Nusantara III Kebun Bandar Betsy. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan agar dapat menyelesaikan pendidikan di program studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU.

Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teristimewa Ayahanda Jumari S dan Ibunda Supiatik yang telah memberikan kasih sayang dan do’a restunya dengan ikhlas kepada penulis, serta dukungan baik secara materi maupun moril sehingga dapat menghantarkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua Departemen Kimia, Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si dan Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi D3 Kimia FMIPA USU, Staff karyawan PTPN III Kebun Bandar Betsy, Kakak Mila, Adinda Rinaldi Gunawan, Rekan-rekan HMI dan KOHATI HMI Komisariat FMIPA USU, Fery Surya Perdana, Trisna Ratna Sari, Eva Ega Andriyanti, Richa Ardiyanti dan Seluruh sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri stambuk 2012

Terima kasih atas segala bantuannya, penulis hanya dapat berdo’a semoga amal baik kita mendapat ridho dari Allah SWT, Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya memperbaiki dan membangun penulisan karya ilmiah ini sangat diharapkan untuk kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi para pembaca.


(46)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA PENGOLAHAN KARET ALAM

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai proses koagulasi lateks dengan menggunakan asap cair pada berbagai variasi konsentrasi di PTP Nusantara III Kebun Bandar Betsy Simalungun. Asap cair yang digunakan berasal dari industri rumah tangga dengan bahan baku tempurung kelapa. Variasi konsentrasi asap cair yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Proses pencampuran asap cair dan lateks dilakukan didalam bak koagulasi selama 2-4 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk konsentrasi 5-10% didapatkan karet dengan mutu RSS 1 dengan 3 hari pengasapan, sedangkan untuk konsentrasi 20-25% diperoleh karet dengan mutu RSS 2 dengan 3 hari pengasapan.


(47)

UTILIZATION LIQUID SMOKE AS A COAGULANT IN THE PROCESSING OF NATURAL RUBBER

ABSTRACT

Research has done on latex coagulation process using liquid smoke at various concentrations in PTP Nusantara III Gardens Bandar Betsy Simelungun. Liquid smoke used is derived from the domestic industry with raw material coconut shell. Variations in the concentration of liquid smoke used was 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. Smoke mixing process carried out in the liquid and latex coagulation bath for 2-4 hours. The results show that for concentrations of 5-10% is obtained with quality rubber RSS 1 to 3 days of curing, whereas the concentration of 20-25% is obtained with quality rubber RSS 2 to 3 days of curing.


(48)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstack v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Karet Alam 3

2.2. Komposisi Karet 4

2.3. Pengenalan Klon Karet 7

2.4. Ribbed Smoked Sheet 13

2.5. Asap Cair 16

2.5.1 Jenis Asap Cair 18

2.5.2 Komposisi Asap Cair 19 2.5.3 Manfaat Asap Cair 22

2.6. Proses Pirolisis 24

Bab 3. Bahan Dan Metode

3.1. Bahan Dan Alat 28

3.1.1 Bahan 28

3.1.2 Alat 28

3.2. Prosedur Percobaan 29

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Percobaan 31

4.2. Perhitungan 31

4.3. Pembahasan 32

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 34

5.2. Saran 34

Daftar Pustaka Lampiran


(49)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Komposisi Leteks Segar Dari Kebun Dan Karet Kering 7

2.2 Fraksi Pada Lateks 8

2.3 Komposisi Kimia Asap Cair 21

2.4 Komposisi Rata-Rata Dari Total Gas 28


(1)

PERSETUJUAN

Judul : Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam

Kategori : Karya Ilmiah Nama : Fran Hartika Nomor Induk Mahasiswa : 122401111 Program Studi : D3 Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015

Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Marpongahtun, M.Sc NIP. 195512181987012001 NIP. 196111151988032002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,


(2)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirobbil Alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini dengan judul Pemanfaatan Asap Cair Sebagai Bahan Koagulan Pada Pengolahan Karet Alam di PTP Nusantara III Kebun Bandar Betsy. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan agar dapat menyelesaikan pendidikan di program studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU.

Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teristimewa Ayahanda Jumari S dan Ibunda Supiatik yang telah memberikan kasih sayang dan do’a restunya dengan ikhlas kepada penulis, serta dukungan baik secara materi maupun moril sehingga dapat menghantarkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua Departemen Kimia, Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si dan Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi D3 Kimia FMIPA USU, Staff karyawan PTPN III Kebun Bandar Betsy, Kakak Mila, Adinda Rinaldi Gunawan, Rekan-rekan HMI dan KOHATI HMI Komisariat FMIPA USU, Fery Surya Perdana, Trisna Ratna Sari, Eva Ega Andriyanti, Richa Ardiyanti dan Seluruh sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri stambuk 2012

Terima kasih atas segala bantuannya, penulis hanya dapat berdo’a semoga amal baik kita mendapat ridho dari Allah SWT, Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya memperbaiki dan membangun penulisan karya ilmiah ini sangat diharapkan untuk kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi para pembaca.


(3)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN KOAGULAN PADA PENGOLAHAN KARET ALAM

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai proses koagulasi lateks dengan menggunakan asap cair pada berbagai variasi konsentrasi di PTP Nusantara III Kebun Bandar Betsy Simalungun. Asap cair yang digunakan berasal dari industri rumah tangga dengan bahan baku tempurung kelapa. Variasi konsentrasi asap cair yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Proses pencampuran asap cair dan lateks dilakukan didalam bak koagulasi selama 2-4 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk konsentrasi 5-10% didapatkan karet dengan mutu RSS 1 dengan 3 hari pengasapan, sedangkan untuk konsentrasi 20-25% diperoleh karet dengan mutu RSS 2 dengan 3 hari pengasapan.


(4)

UTILIZATION LIQUID SMOKE AS A COAGULANT IN THE PROCESSING OF NATURAL RUBBER

ABSTRACT

Research has done on latex coagulation process using liquid smoke at various concentrations in PTP Nusantara III Gardens Bandar Betsy Simelungun. Liquid smoke used is derived from the domestic industry with raw material coconut shell. Variations in the concentration of liquid smoke used was 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. Smoke mixing process carried out in the liquid and latex coagulation bath for 2-4 hours. The results show that for concentrations of 5-10% is obtained with quality rubber RSS 1 to 3 days of curing, whereas the concentration of 20-25% is obtained with quality rubber RSS 2 to 3 days of curing.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstack v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Karet Alam 3

2.2. Komposisi Karet 4

2.3. Pengenalan Klon Karet 7

2.4. Ribbed Smoked Sheet 13

2.5. Asap Cair 16

2.5.1 Jenis Asap Cair 18 2.5.2 Komposisi Asap Cair 19 2.5.3 Manfaat Asap Cair 22

2.6. Proses Pirolisis 24

Bab 3. Bahan Dan Metode

3.1. Bahan Dan Alat 28

3.1.1 Bahan 28

3.1.2 Alat 28

3.2. Prosedur Percobaan 29

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Percobaan 31

4.2. Perhitungan 31


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Komposisi Leteks Segar Dari Kebun Dan Karet Kering 7

2.2 Fraksi Pada Lateks 8

2.3 Komposisi Kimia Asap Cair 21

2.4 Komposisi Rata-Rata Dari Total Gas 28 Yang Dihasilkan Pada Proses Karbonisasi Kayu