Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial Minoritas Tamil di Kota Medan

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kota Medan

Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya
berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota
Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei
Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan
dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan
Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman
penjajahan orang sering merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah
zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur
lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli
mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat
sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya
tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah
pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini
merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh

penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi
ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan
Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau

36

 

Universitas Sumatera Utara

Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu
pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni :
Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulanbulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksimal Tambahan antara bulan
Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun
dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba
dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman

penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863
orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat
menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang
sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera
Utara.

Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari
posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai
Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada
zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai,
sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal
Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

37

 

Universitas Sumatera Utara


Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan
isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang
pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di
Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani
menanam lada.

Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang
berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut
ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian
memperdalam tentang agama Islam ke Aceh. Keterangan yang menguatkan
bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang
mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N.Ten Cate.
Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini
merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis
berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai
Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari
kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di
Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP
IX Tembakau Deli yang sekarang ini.


Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan,
Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama
Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin
yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri

38

 

Universitas Sumatera Utara

baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan
memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung
Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas
Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli
dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah

terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah
Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya
Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan
Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di
Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan
tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera
bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang
tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai
tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of
Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke
dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit
berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di
Jawa.

39

 


Universitas Sumatera Utara

Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari
perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang
merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan
Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van
Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara
erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli.
Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji
kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi
untuk pembungkus cerutu.

Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys
mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi
perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan
Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada
tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas
dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke
Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi
semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal

sebagai "Kota Medan".

40

 

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Medan

Kota Medan sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi
Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan
strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota
Medan

sering

digunakan

sebagai


barometer

dalam

pembangunan

dan

penyelenggaraan pemerintah daerah.

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat
dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007
diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis
dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota
Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan

regional/nasional.

41

 

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kota Medan Secara Geografis

Gambar 2.2 Peta Kecamatan di Kota Medan
Kota Medan sebagai ibu kota propinsi

Sumatera Utara dan

merupakan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan yang
merupakan kota terbesar di daerah Sumatera Utara telah menjadi tumpuan pusat
perhatian bukan saja oleh penduduk Sumatera Utara, melainkan juga menjadi
pusat tumpuan harapan penduduk yang berada di luarnya seperti Aceh, Sumatera
Barat. Sehingga Kota Medan menjadi salah satu kota penting di luar jawa


42

 

Universitas Sumatera Utara

dengan keadaan wilayahnya sangat strategis. Sebab berada pada berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara sehingga relatif dekat dengan
kota-kota/ negara maju seperti Pulau Penang Malaysia dan Singapura. Kalau kita
melihat

kondisi sumber daya alam yang melimpah dari sektor pertanian,

perikanan dan perkebunan sehingga memungkinkan dapat berpotensi menjadi
pusat perdagangan.
Sedangkan secara geografis kota medan terletak di antara 3° 30' – 3° 43'
Lintang Utara dan 98 35' - 98 44' Bujur Timur, dengan ketinggian 2,5- 37,5
meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah sekitar 265, 10 km2.Kota
Medan mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara di wilayah ini ratarata 82-84% dan kecapatan angin rata-rata sebesar 1,38 m/sec.

Kalau melihat secara keseluruhan kota medan berbatasan dengan
Kabupaten Deli Serdang:
Batas Utara

: Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka

Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur

: Kabupaten Deli Serdang

Batas Barat

: Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan surat keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara
Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7
Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan

43

 

Universitas Sumatera Utara

Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, dan secara
administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang
mencakup 151 Kelurahan. Kecamatan-keacamatan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Kecamatan Medan Tuntungan

Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Amplas

Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Area

Kecamatan Medan Kota

Kecamatan Medan Maimun

Kecamatan Medan Polonia

Kecamatan Medan Baru

Kecamatan Medan Selayang

Kecamatan Medan Sunggal

Kecamatan Medan Helvetia

Kecamatan Medan Petisah

Kecamatan Medan Barat

Kecamatan Medan Timur

Kecamatan Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Tembung

Kecamatan Medan Deli

Kecamatan Medan Labuhan

Kecamatan Medan Marelan

Kecamatan Medan Belawan
Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, untuk saat ini masyarakat
Tamil sangat dominan menempati wilayah di Kecamatan Medan Polonia dan
Kecamatan Medan Petisah. Basis masyarakat Tamil yang banyak tersebut di
buktikan dengan banyaknya bangunan kuil-kuil yang berada pada daerah
pemerintahan Kecamatan Medan Polonia dan Kecamatan Medan Petisah.
Sesuai

dengan

dinamika

pembangunan

kota,

luas

wilayah

administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun
1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29

44

 

Universitas Sumatera Utara

September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi
4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan
menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU
tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali
lipat.
Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973
Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang
terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi
yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor
140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran
Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH
Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September
1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992
tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21
Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan
administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis
dan sosial ekonomis.

45

 

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kota Medan Secara Demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini
memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka.
Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa
transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu
keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana
tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang
mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir
masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor
perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini
mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian
rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor,
antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang
diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi.
Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat
dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk
mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian
sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung

46

 

Universitas Sumatera Utara

untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai
dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.
Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,
termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan
yang diterapkan.

2.4 Kota Medan Secara Kultural

Kota Medan sebagai pusat perdagangan baik regional maupun
internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan
agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang
berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat
menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri
menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan
berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar
dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian,
makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar
bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.
Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu
primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh
karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan
dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

47

 

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Tamil memperlihatkan budaya (cultere) mereka dengan cara
ritual religi yang sering mereka lakukan di kuil-kuil. Ritual religi yang mereka
lakukan selalu mengarah kepada penyembahan Dewa-Dewa pada setiap perayaan
hari besar. Meskipun ritual religi yang mereka lakukan jarang di ketahui
masyarakat umum, ritual tersebut dapat berjalan dengan baik.

2.5 Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana
pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi
masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh
pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya.

Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan
salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender
dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak
mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan
secara bermartabat .

48

 

Universitas Sumatera Utara

Penduduk Kota Medan per Kecamatan dan Jenis Kelamin tahun 2009 per
Kecamatan

No

Kecamatan

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Medan Tuntungan
34 153
35 919
70 073
Medan Johor
57 495
58 725
116 220
Medan Amplas
57 127
58 029
115 156
Medan Denai
69 746
70 194
139 939
Medan Area
53 866
55 386
109 253
Medan Kota
41 298
42 994
84 292
Medan Maimun
28 212
29 646
57 859
Medan Polonia
26 389
27 038
53 427
Medan Baru
20 822
23 394
44 216
Medan Selayang
42 434
43 244
85 678
Medan Sunggal
54 452
56 216
110 667
Medan Helvetia
71 713
73 662
145 376
Medan Petisah
32 795
35 325
68 120
Medan Barat
38 513
40 585
79 098
Medan Timur
56 201
57 673
113 874
Medan Perjuangan
51 752
53 950
105 702
Medan Tembung
70 628
71 158
141 786
Medan Deli
75 246
74 830
150 076
Medan Labuhan
53 522
53 399
106 922
Medan Marelan
64 183
62 436
126 619
Medan Belawan
48 908
47 791
96 700
Kota Medan
1 049 457
1.071.596 2.121.053
Tabel 2.1 Penduduk Kota Medan per Kecamatan dan Jenis Kelamin tahun
2009 per Kecamatan
2.6 Kecamatan Medan Polonia

Kecamatan Medan Polonia terletak di wilayah Selatan Kota Medan
dengan batas-batas sebagai berikut :

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

49

 

Universitas Sumatera Utara

-

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah

Kecamatan Medan Polonia dengan luas wilayahnya 8.92 Km2 Kecamatan
Medan Polonia adalah daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan pintu
masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui
transportasi udara, dengan penduduknya berjumlah : 53.427 Jiwa (2012).

Gambar 2.3 Peta Kecamatan Medan Polonia
(sumber Foto Pribadi)

50

 

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Medan Polonia ini terdapat Bandara Internasional Polonia
sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar
seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerah/Kota secara
Regional maupun Internasional. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di
Kecamatan Medan Polonia ini juga terdapat beberapa jenis usaha industri seperti :
Industri Perabot rumah tangga dari kayu, Houlding & Komponen Bahan
bangunan, Sepatu, Konveksi, Pengolahan kopi, Kerupuk ubi / kue-kue.

Sebagai informasi bagi investor dan masyarakat pada Kecamatan Medan
Polonia ini terdapat : 2 (dua) buah Hotel (Hotel Polonia & Hotel Tiara); Taman
Hiburan/Rekreasi di Tugu Ahmad Yani serta 1 (satu) unit Lapangan Golf Polonia
dan 1 (satu) buah Universitas Swasta (PT Harapan).

Jumlah Pegawai berdasarkan Golongan :
- Golongan IV
- Golongan III
- Golongan II
- Golongan I
- Lainnya
Jumlah Pegawai

: 0 Org.
: 10 Org
: 14 Org
: 1 Org
: 0 Org
: 25 Org

2.7 Potensi Wilayah Kecamatan Medan Polonia
A.Data Umum
No
1
2
3
4
5

Data Umum
Luas
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Panjang Jalan Aspal
Jumlah Lingkungan

Keterangan
8,92 Km2
5 Kelurahan
53.427 Jiwa
46

51

 

Universitas Sumatera Utara

B.Pelayanan Umum.
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Pelayanan
Keterangan
Air Bersih
5684 Pelanggan
Listrik
11592 Pelanggan
Telepon
Gas
1274 Pelanggan
Lapangan Olahraga 6 Buah
Rumah Sakit
3 Buah
Rumah Ibadah
59 Buah
Puskesmas
1 Buah

C.Pendidikan
No
1
2
3
4
5

Jenis Pendidikan
SD/Sederajat
SLTP/sederajat
SMU/Sederajat
Akademi
Universitas

Keterangan
19 Buah
8 Buah
9 Buah
1 buah

D.Perdagangan
No
1
2
3

Jenis Perdagangan Keterangan
Pasar Tradisional 3 Buah
Plaza/Mall
1 Buah
Pasar Grosir
7 Buah

2.8 Kelurahan Sari Rejo
Kelurahan Sari Rejo merupakan salah satu bagian dari pemerintahan
kecamatan kota medan yang mana merupakan sebagian kecil dari wilayah kota
medan. Kelurahan Sari Rejo merupakan pemekaran dari kelurahan Polonia. Pada
awalnya termasukdalam kecamatan Medan baru dimekarkan sesuai SK Gubsu
No.821:4/1991 tanggal 31 oktober 1991. Kecamatan Medan baru di mekarkan
menjadi kecamatan Medan Polonia, dan kecamatan Medan maimun kota
Metropolitan Medan.

52

 

Universitas Sumatera Utara

Kelurahan Sari Rejo terletak di bagian paling selatan dari wilayah
teritorial kecamatan Medan Polonia. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sari
Rejo pada umumnya adalah masyarakat yang bekerja pada sektor informal yang
mana masyarakat kelurahan Sari Rejo memrupakan masyarakat yang multietnis
dan multikultural.
Kelurahan Sari Rejo berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan lapangan Golf kelurahan Suka Damai
(Bandara Polonia dan Pangkalan TNI AU Soewondo Kecamatan Medan
Polonia).

-

Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan jalan Rel kereta Api
Kecamatan Medan Johor.

-

Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan Malibu Kelurahan Suka
Damai (Kecamatan Medan Polonia).

-

Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Sei Babura Kecamatan Medan
Selayang.

53

 

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Peta Kelurahan Sari Rejo (Foto Pribadi)
Letak yang strategis di wilayah kecamatan Medan polonia membuat
kelurahan Sari Rejo memiliki beberapa komplek perumahan dan pusat pertokoan
yang masih dalam tahap pembangunan dan pengembangan.
Jarak tempuh dari kota Medan sangat dekat yakni posisi kelurahan Sari Rejo
lebih kurang 5 (lima) kilometer (KM) dari kantor Pos Besar medan sehingga
masih dalam lingkup pusat kota. Akan tetapi siapa saja yang belum pernah
berkunjung ke kelurahan Sari rejo maka akan sulit mencari kelurahan tersebut
karena berada di bagian dalam (cincin kota), jika melewati jalan SMA II seolaholah kita berada di sekitar hutan belukar, sedangkan jika kita lewat dari Asrama
Haji kita tidak akan mengetahui keberadaan kelurahan Sari Rejo sehingga
bagaikan dalam tembok yang berbentuk cincin.
Untuk masuk ke Kelurahan Sari Rejo ada tiga jalur utama yaitu: yang
pertama melalui komplek Malibu/SMA 2 dari sisi lapangan Golf Lanud Medan
yang ditandai dengan teduhnya rerimbun pohon mahoni, sedangkan jalur kedua

54

 

Universitas Sumatera Utara

dari jalan Karya Jasa/Asrama haji dari depan SPBU, dan jalur ketiga dari SD
Negeri 064027.
Fasilitas transportasi angkutan yang melintasi keluahan Sari Rejo ada dua
Line, untuk line pertama terminalnya di jalan Cempaka, sedangkan Line kedua di
ujung jalan karya bakti. Mengenai fasilitas sarana perkotaan lainnya seperti PLN,
Telepon, Air Bersih sudah di Nikmati oleh warga masyarakat Sari Rejo sejak era
reformasi bergulir. Jalan-jalan utama sudah diaspal beton (hotmix), kecuali jalan
di sisi komplek Paskhas/SD negeri 064027 dan jalan Mawar tembus kejalan
Karya Jasa sepanjang 800 Meter.
Dalam proses administrasi dan pemerintahannya Keluruhan Sari Rejo di
bantukan dengan lima orang pegawai yang berstatus sebagai Pegawai Negara
(PNS).

55

 

Universitas Sumatera Utara

Struktur Pemerintahan Kelurahan Sari Rejo
Lurah

Sekretaris

Kepala Seksi
Pemerintahan

Kepala
Lingkungan I

Kepala Seksi
Pembangunan

Kepala
Lingkungan II

Kepala
Lingkungan VI

Kepala Seksi
Trantib

Kepala
Lingkungan III

Kepala
Lingkungan VII

Kepala
Lingkungan IV

Kepala
Lingkungan VIII

Kepala
Lingkungan V

Kepala
Lingkungan IX

Kelurahan Sari Rejo juga memiliki bangunan dan sarana ibadah juga
pendidikan dengan rincian sebagai berikut :
a. Sarana Ibadah :
Masjid

: 6 (enam) Unit

Gereja

: 2 (dua) Unit

Kuil

: 2 (dua) Unit kuil Hindu Tamil

Alasan dasar pemilihan lokasi penelitian ini juga terletak dari bangunan
dan fasilitas ibadah umat Hindu yang relatif banyak. Jika di bandingkan dengan
daerah lain, kecamatan Polonia memang pada umumnya di anut oleh masyarakat
Tamil Hindu. Masyarakat Tamil pada umumnya tinggal dan bermukim di daerah
sekitar kuil tempat mereka beribadah. Mereka beranggapan bahwa jika kuil
berada dekat dengan rumah mereka maka akses mereka untuk beribadah kepada
Tuhan akan lebih dekat dan mendapat keberkahan dari Tuhan mereka. Saat ini
masyarakat Tamil juga sudah hidup berdampingan dengan masyarakat lain di

56

 

Universitas Sumatera Utara

kelurahan tersebut tanpa pernah ada konflik.

b. Sarana Pendidikan
Paud

: 1 (satu) Unit

TK

: 3 (tiga) Unit

SD

: 3 (tiga) Unit

SLTP

: 3 (tiga) Unit

c. Sarana Lain
Perkuburan Islam : 2 (dua) lokasi

2.9 Perkembangan Kebudayaan Masyarakat Tamil Di Kota Medan

Masyarakat Tamil sebagai salah satu etnis pendatang di kota Medan tidak
terlepas dari sebuah historis yang cukup panjang. Ada beberapa pandangan dan
pendapat tentang kedatangan masyrakat Tamil di kota Medan. Takari (2013)
mengatakan pada masa sekarang terdapat empat negara bagian di India Selatan
yang penduduknya mayoritas termasuk kedalam rumpus bangsa dravida. Keempat
negara bagian itu adalah :
a. Tamil Nadu
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Tamil,
b. Andrha Pradesh
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Telugu,
c. Karnataka
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Kannada atau
Kanaresse,
d. Kerala
Dengan memakai bahasa yang digunakan adalah bahasa Malayam.

57

 

Universitas Sumatera Utara

Saat ini hanya ada dua etnik Tamil dari India Selatan yang eksis dan
memang mayoritas berada di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara khusunya
Kota Medan yaitu Tamil Nadu dan Andrha Pradesh. Kedua etnik Tamil ini hidup
menetap di kota Medan sejak jaman lintas perdagangan dan masa kolonial Hindia
Belanda.
Takari juga menjelaskan beberapa tulisan mengenai gelombang masuknya
orang Tamil ke tanah Deli20. Menurut sejarah, ekspansi Raja Iskandar Zulkarnain
dari masedonia ke india pada tahun 334-326 SM, mengakibatkan bangsa India
tercerai berai dan bnayak yang melarikan diri karena ketakutan. Penduduk di
daerah sungai indus lari ke bagian selatan india, dan bnyak yang terus lari ke
Nikobar, andaman, dan pulau Sumatera dalam Brahma Putro (1981). Bisa kita
lihat sendiri bahwa pernyataan di atas tidak langsung menjelaskan kedatangan
Etnis Tamil ke Sumatera khususnya ke Kota Medan.
Kedatangan Etnis Tamil ke tanah Deli dapat dipastikan pada abad pertama
Masehi. Keterangan tersebut didapti dalam bukut tua yang berjudul Manimegelei
karangan pujangga Sitenar yang aslinya terni pada abad pertama Masehi dan
sangat populer di India (Brahma Putro hal.38 dalam Takari). Dalam buku tersebut
disebutkan bahwa orang-orang India beretnik Tamil bersama rombonganya di
sebuah kampung yang bernama Haru (sekarang menjadi Karo).
Selain dua gelombang di atas, takari juga menjelaskan bahwa kedatangan
orang Tamil yaitu pada abad ke-14 oleh seorang Resi21 benama Megit dari kaum
20

Muhammad Takari: Makalah, Mengenal Kebudayaan Masyarakat Tamil di Kota Medan. hal 5.
Resi adalah orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan dalam agama Hindu dan bertugas 
menyebarkan agamanya ke seluruh dunia. Dalam konteks penyebaran agama Hindu di Nusantara, 
21

58

 

Universitas Sumatera Utara

Brahmana tersebut mendarat di pantai Sumatera Timur atau pantai Barat Sumatera
Utara dan masuk ke pedalaman di talun kaban (sekarang Kabanjahe Kabupaten
Karo). Takari juga menjelaskan bahwa Resi Megit Brahmana mengembangkan
agama Hindu ajaran Maharesi Brgu Sekte Siwa. Kemudian Resi Brahmana
mengawini seorang gadis dari penduduk setempat Bru Purba. Dari perkawinan
tersebut mereka mendapat tiga orang anak, yang laki-laki bernama Si Mercu dan
Si Mbaru yang perempuan bernama si Mbulan, ketiga anak mereka inilah
keturuna Merga Sembiring Brahmana di tanah Karo22.
Brahma Putro dalam bukunya “Karo dari Jaman ke Jaman” (1979) dalam
Zulkifili Lubis menjelaskan bahwa orang-orang Tamil yang terdesak dari barus
kemudian terasimilasi23 dengan suku karo yang tinggal di datarang Tinggi Tanah
karo (Pedalaman Karo), dan mereka-mereka inilah di kemudian hari yang menjadi
keturunan marga (klen) Sembiring (Maha, Meilala, Brahmana, Depari),
Sinulingga, Pandia, Colia, Capah dan sebagainya. Tetapi saya tidak sepakat
apabila orang India khusunya etnik Tamil telah terasimilasi secara keseluruhan.
Menurut hemat saya saat mengamati bahwa kotak budaya yang telah dilakukan
orang Tamil Kota Medan khususnya kota Medan, orang India beretnik Tamil yang
datang sebagai Resi, maupun migran yang di datangkan pada masa kolonial
Belanda yang mana mereka bertujuan datang sebagai penyiar agama, pekerja di
yang dimulai sejak awala abad pertama Masehi. Resi ini mula‐mula datang dari india, kemudaian 
emngangkat resi‐resi di kalangan pribumi nusantara dan saling bekerjasama. (dalam Takari 2013 
hal 6) 
22
Brahma Putro hal.44 (dalam Takari) 
23
  Terasimilasi  adalah  pembauran  dua  kebudayaan  yang  disertai  dengan  hilangnya  ciri  khas 
kebudayaan  asli  sehingga  membentuk  kebudayaan  baru.  Proses  asimilasi  itu  ditandai  oleh 
pengembangan  sikap‐sikap  yang  sama,  yang  walaupun  terkadang  bersifat  emosional,  bertujuan 
untuk  mencapai  kesatuan,  atau  paling  sedikit  untuk  mencapai  integrasi  dalam  organisasi  dan 
tindakan. 

59

 

Universitas Sumatera Utara

perkebunan, maupun ada yang bertujuan sebagai pedagang dalam hal ini mereka
melakukan interraksi budaya yang mana bisa di sebut sebagai Akulturasi24
Dari beberapa kutipan sejarah, Takari juga menjelaskan mengenai
kedatangan orang Tamil di Sumatera Utara, hanya gelombang terakhirlah yang
menyebutkan bagaimana proses kedatangan masyarakat Tamil ke Kota Medan.
Gelombang terakhir kedatangan orang tamil ke Deli Serdang yaitu pada tahun
1872 sebagai kuli kotrak perkebunan bersamaan dengan orang-orang jawa yang di
pekerjakan waktu itu sekitar ratusan orang jumlahnya.
Zulkifili Lubis (2005) menerangkan bahwa kedatangan orang India dalam
jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di
berbagai wilayah Sumatera Timur dan Khusunya Medan baru terjadi sejak
pertengahan abad ke-19 yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli.
Tengku Lukman Sinar (2001) dalam Zulkifli Lubis bahwa di tahun 1874 sudah
dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bansa Cina 4.476 orang, kuli Tamil
459 orang, dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin
meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806
orang pada 1890 dan 58.516 orang pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada
1890 dan 25.224 orang pada 1900) sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460
orang pada 1890 dan 3.270 orang pada tahun 1900.
Kedatangan orang Tamil sebagai pekerja di perkebunan di dukung oleh
pernyataan dari Takari bahwa mereka ini di datangkan dari India Selatan,
 proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di 
hadapkan  dengan  unsur‐unsur  dari  kebudayaan  asing  sedemikian  rupa  sehingga  unsur‐unsur 
kebudayaan  asing  itu  lambat  laun  diterima  dan  di  olah  ke  dalam  kebudayaan  sendiri  tanpa 
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri 
24

60

 

Universitas Sumatera Utara

Malasyia, dan Singapura untuk menutupi kekurangan tenaga kerja pada
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Sebagian orang Tamil yang bekerja di
perkebunan banyak melarikan diri ke medan untuk mencari perlindungan di kala
jepang berkuasa. Kemudian pada tahun 1946 sebagian orang-orang Tamil kembali
ke negara asalnya. Bagi mereka yang menetap di Sumatera utara, khusunya
Medan, mereka tetap menjalankan kegiaatan-kegiatan yang berhubungan dengan
budayanya. Untuk melaksanakan kegiatan keagamaanya, orang-orang Tamil
kemudian mendirikan Perhimpunan Shri Mariaman Kuil sebagai kuil pertama di
kota Medan.
Hasil dari sebuah hasil wawancara dengan petinggi kuil Shri Mariaman
yang beliau juga Sekretaris Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
wilayah Sumatera Utara.
Pada awal mulanya orang-orang Tamil ke Sumatera
Utara yang mana orang Tamil saat itu menyebar di wilayah
perkebunan yang menyebar di daerah Deli Serdang dahulu
dimana saat itu Serdang Bedagai masih masuk wilayah Deli
Serdang. Beliau menjelaskan juga bahwa pada saat proses
migrasi yang di lakukan pada masa kolonia di peruntukan untuk
membantu kolonial Belanda untuk mengolah perkebunan mereka
yang berada di tanah Sumatera.Bapak Candra Bosse juga
mengkritisi sejarah yang di tulis oleh para ahli historikal yang
menyatakan bahwa orang Tamil yang datang pada masa kolonial
di peruntukan menjadi buruh/kuli perkebunan. Beliau
menegaskan bahwa pada masa itu para orang Tamil yang datang
ke tanah Deli sebagai mandor atau pimpinan buruh kebun. Hal
ini membuat bahwa pernyataan atas orang Tamil sebagai kuli
atau buruh tani biasa itu tidak benar. Hasil diskusi yang
dilakukan penulis dengan bapak Candra Bosse juga menyankut
proses persebaran orang Tamil hingga sampai di kota Medan.
Beliau mengatakan bahwa semua itu terjadi saat perkebunan
yang di kelolah Jepang dan tidak sama dengan sistem kolonial
pada masa Belanda. Hal itu membuat para orang Tamil yang di
datangkan Belanda dari India dan negara negara lain membuat
mereka harus kembali ke negara meraka masing-masing. Tatapi

61

 

Universitas Sumatera Utara

bagi mereka yang menetap di tanah Sumatera khusunya tanah
Deli membuat mereka memasuki kota Medan pada masa
itu.Tetapi tidak dapat dipungkiri juga, selain ada orang Tamil
yang kembali ke negara mereka dan ada juga yang bergerak
kewilayah lain seperti kota-kota besar di Sumatera Utara seperti
Medan, Binjai dan Tebing Tinggi. Sebagian kecil ada juga orang
Tamil yang tetap berada di perkebunan perkebunan. Bapak
Candra Bose juga menjelaskan alasan kenapa pada masa
kolonial Belanda mereka mendatangkan orang Tamil dari India
dan negara sekitarnya. Hal itu di lakukan karena pada masa itu
tanaman tembakau tidak merupakan tanaman khas yang ada di
tanah Deli. Maka para orang Tamil di datangkan khusus dari
negara mereka untuk mengajari pekerja lain bagaimana cara
menanam tembakau yang baik dan benar. Alasan tersebutlah
yang membuat orang tamil memdapti posisi sebagai mandor
maupun pimpinan buruh ataupun ada yang di bagian
administrasi perkebunan.
(Wawancara dengan Bapak Candra Bosse)

Hasil dari wawancara diatas yang menyangkut soal persebarana orang
Tamil saat masa kolonial, dimana Zulkifli Lubis mengatakan bahwa orang-orang
tamil yang ada di sekitar kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa
kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota Medan, juga Binjai,
Lubuk pakam dan Tebing tinggi.
Pemukiman mereka yang tertua di kota medan terdapat di suatu tempat
yang dulu di kenal dengan nama kampung Madras, yaitu kawasan bisnis Jl. Zainul
Arifin (dulu bernama jalan Calcutta)25. Bila diamati lebih seksama kawasan
tesebut diatas sekarang dikenal dengan nama Kampung keling. Pemberian nama
kampung Keling sendiri tidak lepas dari yang namanya Etnis yang mendiami
wilayah tersebut. Ada daerah di Amerika maupun daerah lain yang memiliki
Etnis berbeda dengan pribumi pasti ada wilayah yang di beri nama sesuai etnis
25

Zulkifli  Lubis  (2005)  :  Etnovisi,  Kajian  Awal  Tentang  Komunitas  Tamil  dan  Punjabi  di  Kota 
Medan.

62

 

Universitas Sumatera Utara

atau yang menggambarkan tersebut seperti Pecinan untuk orang Etnis cina. Bisa
kita lihat juga di Malaysia ada sebuah daerah khusus untuk masyarakat India. Bu
Rytha Tambunan yang merupakan seorang Mahasiswa Program Doktoral di
University Sains Malaysia.
Di Malaysia ada sebuah wilayah yang di khususkan untuk
orang-orang India. Masyarakat India disana bebas melakukan
apapun yang berhubungan dengan budaya mereka. Bu Rytha juga
menjelaskan pengalamnanya selama melakukan studi Doktornya
di malaysia, bahwa saat kita memasuki wilayah tersebut kita
seolah-olah berada di di negara India secara langsung.
Bagaiman tidak ! kita tidak perlu jauh-jauh harus ke India untuk
meliha kebudayaan masyarakat India. Di daerah khusus yang di
sediakan pemerintah Malaysia tersebut, bagaimana miniatur
daerah India. Bahkan bisa kita lihat sendiri, mulai dari pernakpernik, aksessoris, etnofood, bahkan hal-hal yang berhubungan
dengan India ada sana.
(Hasil diskusi dengan Bu Rytha Tambunan)
Hal ini seharusnya menjadi sebuah simbol bahwa memang kota Medan
adalah daerah Multikultural, Multiagama dan Multietnis. Banyak orang yang
beranggapan bahwa kota Medan adalah miniaturnya Indonesia, hal tersebut di
buktikan

karena

negara

Indonesia

memang

memiliki

banyak

Etnis,

Agama/kepercayaan, Budaya, Bahasa, maupun ciri fisik. Ungkapan Medan
sebagai Miniaturnya Indonesia tidak terlepas dari kerukungan masyarakatnya
yang tidak pernah bentrok dalam hal Agama, Etnis, Budaya maupun Bahasanya.
Saya juga menyangkan soal kebijakan pemerintah yang
sangat tidak bisa memanfaatkan keberagaman di Indonesia
khusunya kota Medan. Beliau juga mengatakan bahwa negeri
jiran seperti Malaysia yang mayoritas Muslim dan beretnik
Melayu mampu memanfaatkan kesempatan kecil itu dengan cara
menyediakan ruang publik untuk masing-masing etnis. Hal
tersebut menjadikan Malasyia bisa menjadi pusat kunjungan
budaya dan religi di Asia Tenggara. Beda halnya dengan kota
Medan tidak mendukung hal tersebut. Coba kamu lihat, kemaren
saja umat Budha ingin melakukan festival Imlek yang mana tamu-

63

 

Universitas Sumatera Utara

tamunya berasal dari Mancanegara. Ini sebenarnya kesempatan
kita sebagai warga medan untuk mempromosikan daerah kita,
tatapi malah pemerintah melarang acara tersebut dengan alasan
takut mengundang kagudah publik dang menggangu masyarakat
lain karena ada nya acara Baronsai dan bunyi Petasan. Akhirnya
acaranya malah diadakan di Danau Toba . Kita sebagai warga
Medan seharusnya Malu.
(Wawancara Bu Rytha Tambunan)
Bicara soal pesebaran dan pemukiman orang Tamil sudah menyebar di
sejumlah tempat di kota medan dan sekitarnya. Seperti yang di uraikan dalam
tabel berikut :
No
1

2

Nama Lokasi
Jl. Teraratai, Jl. Dr
Cipto

Mayoritas Agama

Rumah Ibadah

Hindu, Budha

Kuil Shri Mariaman

Kesawan

Hindu, Islam

3

“Pondok Seng” (Jl. T.
Cik Di Tiro)

Sudah di gusur kirakira 10 tahun yang
lalu, dulunya Kristen,
Budha, Hindu

4

Kebun Bunga

Hindu, Islam

5

Kampung Keling/Desa
Madras hulu

Hindu

6

Kampung Kubur

7

Jl. Taruna/kediri
Komplek Jl. Kangkung/ Jl. Darat/
Jl.Abdullah Lubis
Kampung Anggrung/
Jl. Polonia/ gang
A,B,C,D,E/
Jl.Mongonsidi/ Jl.
Karya kasih
Pantai burung,
Kampung Aur,

8

9

10

Hindu, Islam, Budha,
kristen
Hindu
Orang Telenggu, agama
Hindu, Islam, Budha,
Katolik

Dulun ada kuil, tapi
sudah di pindahkan ke
Kuil Kaliaman sekarang
(Jl. Taruna/Kediri)
Kuil Muniadi di Jl.
Muara Takus
”dianggap dewa yang
berlaku jahat”
Kuil Subramaniam
(digunakan oleh kaum
Chetty yang tinggal di
Jl Mesjid); juga ada
masjid orang Tamil
Kuil Shri Mariaman,
Kuil Sikh
Mesjid orang Tamil
(South Indian Moslem)
Kuil Kaliaman
Kuil Mariaman

Budha

Ada Vihara, ada Kuil,
ada juga Gereja Tamil
Indonesia

Hindu, Budha, Kristen,
Islam

Ada Kuil Shri
Mariaman

64

 

Universitas Sumatera Utara

11

12

13

14
15

16

Sukaraja, Kebun Sayur/
Dekat Kowilhan, Jl.
Mangkubumi
Jl. Pasundan, Jl. PWS,
Sikambing, Jl.Sekip, Jl.
Karya Sei Agul, Jl Sei
Sikambing
Kampung Durian/
Medan Timur
Jl. S. Parman/ G.Pasir,
G Sauh/ Jl. Hayam
Wuruk, Pabrik Es (Jl.
S.Parman/ dekat St.
Thomas)
Jl. Malaka, Jl. Gaharu,
Jl.Serdang
Glugur, Jl. Bilal, Pulo
Brayan/ Lr 7, 21,22,23,
Sampali, Mabar
Pasar III Padang Bulan,
Jl Sei Serayu karang
Sari Polonia, Tanjung
Sari, Medan Sunggal

Hindu, Budha

Ada kuil Guru Bakti,
ada Kuil Shri mariaman

Hindu

Ada Kuil Shri
Mariaman

Budha, Hindu, Kristen

Ada Kuil Shri
Mariaman

Hindu
Hindu, budha

Kuil Shri Mariaman

Hindu, Budha, Islam

Ada Kuil Shri
Mariaman

Hindu, Budha, Kristen,
Kuil Shri Mariaman
Katolik
Katolik, hindu, Budha,
18 Kampung lalang, Diski
Kuil Shri Mariaman
Islam
Tabel 2.2 : Konsentrasi Pemukiman orang Tamil di Medan dan Sekitannya
(Sumber: Zulkifli Lubis)
17

Desa Helvetia

2.9.1

Bahasa
Masyarakat Tamil di Sumatera Utara khususnya kota tamil telah

beradaptasi

dengan masyarakat yang pribumi dari kota medan. Hal itu

dapat dilihat dari mereka telah menguasi bahasa nasional Indonesia,
bahkan sebagian mereka ada yang bisa menguasi bahasa daerah atau
bahasa etnis lain selain etnis mereka di kota Medan.
Dalam keluarga masyarakat Tamil mereka pada umumnya
menggunakan bahasa Tamil yang sudah di lestarikan sejak turun temurun.

65

 

Universitas Sumatera Utara

Takari menjelaskan bahwa bahasa Tamil memiliki tiga periode
perkembangan yaitu yang pertama bahasa Tamil Kuno antara tahun 200
SM sampai 700 M, kedua adalah bahasa Tamil Tengahan yaitu antara 700
M sampai 1500 M, sedangkan yang ketiga adalah bahasa Tamil Modern
antara tahun 1500 sampai sekarang.
Takari (2013) juga menjelaskan tentang keberadaan perkembangan
bahasa Tamil itu sendiri26. Bahasa dan aksara Tamil pada umumnya hanya
di kuasai oleh generasi tua. bila berkomunikasi antara sesama etnik Tamil,
masyarakat tamul generasi tua umumnya menggunakan bahasa Tamil,
sedangkan para generasi muda lebih cenderung menggunakan bahasa
Indonesia (dialek Medan). Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi
masyarakat Tamil

sendiri

bahwa

bahsa Tamil

akan

mengalami

kepupusannya.:
Beliau sangat senang karena bisa datang ketanah
kelahirannya yaitu Medan. Beliau selama ini tinggal di
daerah jakarta dan berdinas di daerah Jakarta Utara di
komplek TNI AL, dalam kesempatan itu beliau
menyampaikan bahwa Bahasa Tamil sekarang sudah
mulai luntur. Bagaimana tidak luntur, terkadang kita
sebagai orang tua mulai lupa mengajari anak-anak kita
untuk bebrhasa tamil dalam kehidupan sehari-hari. Beliau
juga menyayangkan terjadinya hal tersebut, tidak dapat di
pungkiri juga bahwa terkadang hal itu juga karena kita
kesibukan orang tua “kata Weweka”. Bapak Weweka juga
mengatakan bahwa hal itu juga terjadi pada keluarganya,
karena beliau berdinas di luar daerah kota Medan dan
Sumatera Utara. Membuta beliau juga tidak sempat
mengajarkan bahasa Tamil kepada dua orang anak lakilakinya. Pak Weweka memiliki sorang istri asli orang
Betawi dimana tentu saja istrinya tidak bisa mengajarkan
kepada anak-anak mereka bahasa tamil saat berada di
26

Muhammad Takari: Makalah, Mengenal Kebudayaan Masyarakat Tamil di Kota Medan. hal 13.

66

 

Universitas Sumatera Utara

rumah. Tetapi Pak Weweka memiliki harapan besar agar
kita selaku orang Tamil bada menuruskan budaya bahasa
Tamil kepada anak dan cucu kita. Karena menurut beliau
itu adalah sebuah identitas kita selaku orang Tamil.
(Ungkapan Bapak Weweka saat acara Deepavali tahun 2013)
Hal ini juga dapat terbukti pada saat penulis menghadiri acara
peresmian pada awal pertengan tahun 2014 lalu. Kuil Baru atau dapat di
sebut

juga

Kumbhabisegam.

Menurut

bapak

Chandra

Bosse

Kumbhabisegam adalah sebuah ritual penyucian kuil yang dilakukan
setiap sepuluh taun sekali. Bagi kuil yang baru pertama kali berdiri juga
harus melakukan ritual tersebut.
Kuil yang baru di bangun tersebut adalah kuil Hanuman. Hanuman
kuil adalah kuil Hanuman pertama yang dibangun di pulau Sumatera.
Dalam pelaksanaanya tersebut, kuil Hanuman di pimpin oleh seorang
pendeta yang berasa dari Srilangka. Menurut bapak Chandra Bosse, hal ini
di laukakan karena memang pada dasarnya yang menyucikan kuil harus
seorang pendeta yand dapat berbahasa Tamil dan juga menguasi mantramantra berbahasa Tamil.

2.9.2

Sistem Pengetahuan
Pada saat masa kolonial Belanda, masyarakat Tamil itu sendiri

sengaja di datangkan dari berbagai negara seperti India, Srilangka maupun
Malaysia. Mereka memang sengaja di datangkan dari negara mereka untuk
membantu masyarakat pribumi maupun etnis lain seperti Cina maupun
Jawa di sektor perkebunan. Alasan tersebut di lakukan agar masyarakat

67

 

Universitas Sumatera Utara

Tamil dapat membagi dan menyalurkan kemampuannya dalam bercocok
tanam di perkebunan khusunya kebun tembakau.
Saat ini pengetahuan merupakan hal yang sangat penting. Karena
hal ini merupakan cikal bakal bagi seorang individuuntuk menentukan
bagaimana nanti masa depan mereka. Pada dasarnya masa depan seorang
individu itu sendiri merupakan hasil jerih payahnya saat dia muda.
Maksudnya disini adalah sebagai penentu masa depan membuat kita mau
tidak mau harus memiliki bekal yaitu bekal pengetahuan.
Tingginya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia tentang
pentingnya pengetahuan bagi anak mereka membuat mereka ingin
memberikan pendidikan setinggi-tingginya kepada anak mereka baik itu
formal maupun informal. Hal ini juga membuat orang Tamil yang sudah
lama menetap di kota Medan tidak memiliki pilihan selain mengikuti trend
dalam hal pendidikan anak. Maksudnya disini bahwa orang Tamil harus
beradaptasi dalam pendidikan bagi anak mereka agar anak mereka tidak
tertinggal dalam bidang pendidikan.
2.9.3

Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Suatu etnis dimana pun mereka berada pasti akan membentuk

koloni-koloni baik itu dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar.
Koloni jumlah kecil bisa kita kategorikan dengan adanya hubungan
kekerabatan baik itu keluarga kecil maupun keluarga besar. Sedangkan
untuk koloni besar dapat kita lihat pada sektor perkumpulan, baik itu
karena primordial agama, tempat tinggal maupun kelompok-kelompok lain

68

 

Universitas Sumatera Utara

yang memenag memiliki cakupan lebih besar.
Orang Tamil di kota Medan sekarang sudah mulai terbuka untuk
bergabung dengan organisasi masyarakat baik itu yang mereka bentuk
sendiri maupun bergabung dengan organisasi lain yang basisnya memang
berada pada etnis lain maupun orang pribumi. Hal ini di lakukan agar
mereka dapat ikut serta dalam setiap dinamika yang ada.
Bergabungnya orang Tamil dengan organisasi lain seperti Partai
Politik, Organisasi kepemudaan, maupun organisasi yang memiliki
pergerakan berbeda membuat mereka mengerti akan pentingnya untuk
ambil bagian dalam setiap kegiatan. Tetapi bagi orang Tamil khusunya
yang beragama Hindu membuat membuat mereka juga menjadi kokoh
dalam hal organisasi internal mereka. Bagi anak-anak muda ada juga
organisasi yang menaungi masyarakat Tamil di kota medan yang dikenal
dengan Prada (Persatuan Pemuda).
Zulkifli Lubis (2005) mengatakan bahwa pada saat ini orientasi
politik masyarakat Tamil di medan di masa lampau adalah Golkar, dan
sekarang cenderung ini kecendrungannya adalah PDIP. Pada masa pemilu
tahun 2014 lalu penulis mengamati gejala politik yang di ikuti oleh
masyarakat Tamil di kota Medan. Mereka lebih cenderung memilih partai
baru seperti Gerindra. Hal itu dapat di lihat adanya orang Tamil yang ikut
berpatisipasi dalam pemililahan umum sebagai calon legislatif tingkat
provinsi yang di wakili oleh bapak Hariram,ST. Alasannya di pilihnya
partai tersebut karena menurut bapak Narain Sami selaku salah satu

69

 

Universitas Sumatera Utara

pimpinan masyarakat Tamil di provinsi Sumatera Utara partai Gerindra
lebih bisa mengusung calon untuk mewakili suara masyarakat Tamil di
Sumatera Utara..
Parisada Hindu Dharma Indosnesia atau bisa disingkat PHDI
meruapakan organisasi orang Hindu yang mana di dalamnya terdapat
orang Tamil. Bisa kita lihat dari struktur organisasi merka berdasarkan
tingkatan :
DAFTAR NAMA-NAMA PENGURUS & ALAMAT SEKRETARIAT PARISADA HINDU
DHARMA INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
NO

DAFTAR PENGURUS PARISADA

KETUA

SEKRETARIS

1.

PHDI PROVINSI SUMATERA UTARA
JL. H.Z.ARIFIN NO.134 MEDAN

NARAN SAMI,SH

M.CHANDRA BOSE,S Sos

2.

PHDI KOTA MEDAN
JL DARAT NO.26/10B MEDAN

S.SIWAJI RAJA,ST

KALIDASEN

TIAGU RAJEN,

PERGAS

TERANG ATE
SURBAKTI

NYOMAN SUMANDRO

S.SIWAMURTI

L.SOMUSUNDERAM

DRS. I.G. MADE SUAR

EDYSEN

PHDI KOTA BINJAI
JL. A.YANI NO. 57 BINJAI
PHDI KABUPATEN LANGKAT
JL. PURA NO. 6 CIPTA DARMA
LANGKAT
PHDI DELI SERDANG
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN
NO.152 TJ.MORAWA-DELISERDANG

3.
4.

5.

PHDI KOTA PEMATANG SIANTAR
JL.MALI PEMATANG SIANTAR

6.

PHDI ASAHAN JL.PEKA MUKA
NO.55 C
KISARAN KOTA
PHDI LABURA
JL.ANGKATAN 66 NO.1 WOWOSARI
AEK NOPAN
PHDI KABUPATEN KARO
JL.PENDIDIKAN NO. 26 KABAN
JAHE
WHDII PROVINSI SUMATERA
UTARA
JL. H.Z.ARIFIN NO.134 MEDAN

7.

8.

9.

10.

HARIDAS

KRISNA DEWA

NAGA JAYA LINGGA
NI WAYAN SEKEP
BUDIASIH

KANTE MALAM
TARIGAN

KARMA PERANGINANGIN,SAG
081362282326

MANIKAM
VISALACY

SINDA MANI

Tabel 2.3 Pengurus Parisada Se-Sumatera Utara (Sumber Parisada Hindu
Dharma Indonesia Provinsi Sumatera Utara)

70

 

Universitas Sumatera Utara

2.9.4

Sistem Mata Pencaharian Hidup
Zulkilfi Lubis (2005) menerangkan bahwa pada masa lalu

pekerjaan orang-orang Tamil banyak di asosiasikan dengan pekerjaan
kasar, sperti kuil perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu dan
pekerjaan-pekerjaan lainya yang lebih mengandalkan otot. Meskipun hal
terebut berbeda dengan pendapat bapak Candra Bosse yang mengatakan
bahwasanya orang Tamil yang datang ke dataran Sumatera bekerja sebagai
mandor maupun kepala karyawan untuk masyarakat pribumi maupun etnis
lain yang dipekerjakan pada masa kolonial Belanda di perkebunan.
Menurut penulis mungkin saja yang di pekerjakan sebagai buruh maupun
pekerja yang mengandalkan otot pada masa kolonial adalah mereka orang
india yang