Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan
TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Diajukan Oleh : Chairi Firnanda
110902038
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH:
Nama : Chairi Firnanda Nim : 110902038
Judul : Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan
Medan, September 2015
PEMBIMBING
NIP. 19710927 1998012 001 (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)
KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NIP. 19710927 1998012 001 (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)
DEKAN FISIP USU
NIP. 19680525 1992031 002 (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
(3)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
ABSTRACT
REVIEW OF SOCIAL WELFARE
BEGGARSWITHLEPROSYINTHE CITY OF MEDAN
(Thesis consist of 6 chapters,108pages, 6 tables, 21 libraries and 9 appendix) The stateis responsible for thewelfare ofallits citizens. Government asthe highest authorityis entitledtoregulateandmanage their own household. As stated inthe Constitution ofthe Republic ofIndonesiaYear 1945which mandatesthatthe state is obligedtoprotect all thepeople of Indonesia andthe entire country ofIndonesia, promote the general welfare, the intellectual life ofthe nationin order toachieve social justice forall Indonesian people. Ideals ofnational developmentis to improvethe welfare ofthe whole community. Indonesiais one of thewelfare state(walfare state) in whichcountries adopt aconstitutional systemconcerned withthe welfare ofsociety.
This research is classified into type of descriptive research with qualitative approach that aims to know social welfarebeggarswithleprosyinthe city of Medan. Informants in this research is divided into two kinds, primary informants and additional informants, primary informants in this research were 2 peoplewithleprosybeggars and 2additionalinformantsconsistingofneighbors primary informants. Methods of data collectionisconductedin-depthinterviewsand direct observationin the field.
The results showedsocial welfareindicatorsseen from themaininformantsconsistingofmaterial needs, spiritualneeds, andsocial. Meterialneedsin the form ofinadequatefood, clothingneedsare not met, the needs ofthe homeor place of residenceare met, unmetneedsrest, medicationneedsare not met. Spiritualneedsare not metin the form ofeducation, worshipandspiritual cleansingneedscan be met, entertainment needsare not met. Socialneedsbetween individualsgoes well, individual interaction with thefamilyis not going well. Social interactionbetweengroups of persons withleprosywithcommunity groupscan work well.
(4)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab,108 halaman, 6 tabel,21 kepustakaan dan 9 lampiran)
Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state) dimana negara menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya.
Tipe penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk megetahui kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan tambahan, informan utama dalam penelitian ini adalah 2 orang pengemis penyandang kusta dan 2 orang informan tambahan yaitu tetangga informan utama. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukan kesejahteraan sosial informan utama dilihat dari indikator yang terdiri dari kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan sosialnya. Kebutuhan meterial yang berupa makanan tidak mencukupi, kebutuhan pakaian tidak terpenuhi, kebutuhan rumah atau tempat tinggal terpenuhi, kebutuhan istirahat terpenuhi, kebutuhan obat-obatan tidak terpenuhi. Kebutuhan Spiritual berupa pendidikan tidak terpenuhi, kebutuhan beribadah dan siraman rohani dapat terpenuhi, kebutuhan hiburan tidak terpenuhi. Kebutuhan Sosial antara individu dengan individu berjalan baik, interaksi individu dengan keluarga tidak berjalan baik. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat dapat berjalan dengan baik.
(5)
KATA PENGANTAR Bissmillahhirrahmanirrahim...
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas rahmat dan karunia ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan mental, pikiran dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan baik yang berjudul “Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi kesempurnaannya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP. selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang
(6)
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, serta memberikan dukungan yang .luar biasa dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen, Pegawai dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.
4. Kepada yang teristimewah dan tercinta kedua orang tua penulis Bapak Suriyono dan Mama Teti Alfiani S.ST, yang tak pernah berhenti mendoakan dan mendukung penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada abang Sandi Afrizal Rinaldi S.Kom beserta istri kakak Triwicahaya Ningsih Am.Keb yang terus mendukung, serta menghibur penulis saat penulis sedang merasa tertekan dan pusing dalam proses penyusunan skripsi hingga ke tahap penyelesian.
6. Kepada adikku Diah Indah Arizka yang juga banyak berusaha memotivasi penulis melalui komentar-komentar yang cukup pedas, namun juga sering membuat penulis terhibur dengan candaan dan kegilaan-kegilaan bersamanya sehingga membuat penulis tertawa lepas yang cukup membuat segala beban penulis menjadi berkurang.
7. Kepada orang yang paling spesial dalam hidup ini yaitu Suci Anggraeni, adik kelas pada saat sekolah di SMA Kartika I-2 Medan, tanpa sepengetahuannya dia telah memberikan banyak perubahan, memberikan perubahan yang sangat berarti dalam hidup penulis untuk menjadi
(7)
manusia yang lebih baik. Penulis juga selalu mendoakan agar adek selalu diberikan kemudahan-kemudahan dan tahun depan juga lulus dengan gelar Sarjana Pendidikan di UNIMED, lulus dengan hasil yang tidak mengecewakan.Semoga di masa depan kita sama-sama sukses dunia dan akhirat. Amiin Ya Rabbalallamin.
8. Kepada sahabatku di Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial,Eka Khaparistia yang telah banyak memotivasi, sering memaksa penulis untuk segera mengerjakan skripsi. Indah Simanjuntak, Heny Sidabutar dan Feby yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan memberi masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Kepada M. Fikri Arifi yang telah berjuang bersama dan terima kasih untuk kerelaannya berbagi kasur untuk beristirahat dikamar kos pada masa-masa perkuliahan kita dulu.
10. Kepada sahabatku Arif Wibowo yang selalu semangatin dengan caranya sendiri. Makasih banyak karna dari SMA dulu dan sampai sekarang ini masih setia nyempatin waktu untuk dengarkan cerita dan segala macem unek-unek dalam hati, udah sering bantu dalam banyak hal, Makasih banyak karena udah banyak bantu aku untuk mencapai titik ini. Semoga Allah balas lebih dari itu, dan semoga di permudahkan segala upaya untuk mencapai impianmu untuk menjadi seorang Prajurit TNI.
11. Kepada Balqis Husan Rizky , terima kasih banyak karena udah sering nyempatkan waktunya untuk memberikan masukan-masukan pada masalah tertentu. Semoga selalu diberikan kemudahan-kemudahan dalam meraih gelar sarjana pendidikan di UNIMED. Terima kasih buat anak
(8)
ragil ibu Marwiyah, Tri Aprilia Anjani yang udah mendoakan dan sering menghibur dengan caranya sendiri, semoga selalu diberikan semangat dalam menyelesaikan gelar sarjana pendidikannya di UMSU.
12. Kepada Vindy Prananda, Eko Syahputra, Sausan Faras, Sofia Azmi Nasution, sahabat kampus yang paling sering bikin ketawa sampe ngakak-ngakak sendiri. Halim, Dina Rizky, M. Iqbal, Fajar Hasibuan, Haikal, Cindy, Elvana, Sumihar Lia, dan Kepada Almarhum M. Nur Ajie yang sudah banyak memberikan banyak nasihat untuk perkuliahan sampai nasihat hidup.
13. Kepada seluruh teman-teman Program Ilmu Kesejahteraan Sosial angkatan tahun 2011 yang telah berjuang bersama-sama dimasa perkuliahan dulu. Terima kasi buat kerja sama selama ini.
14. Kepada Sahabat-sahabat F2_INBPUR yang saling mendukung untuk studi dan segala kegiatan masing-masing dari kita, terkhusus untuk Pari Ardian dan Ulfa Fujianti S.Pd karena sering meminjamkan alat-alat yang mendukung penulis dan masukan saran sampai selesai perkuliahan.
15. Kepada Ibu Zuraidah, kak Debby dan seluruh staff yang telah banyak membantu dalam administrasi di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. 16. Kepada orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah
mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan yang anda perbuat untuk saya.
17. Kepada orang-orang yang selalu mendoakan dengan dan setulus hati untuk diri penulis, meskipun tanpa sepengetahuan penulis. maka saya
(9)
ucapkan terima kasih dengan setulus hati juga semoga Allah membalasnya sesuai dengan ketulusan hati anda.
(10)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9
1.4 Sistematika Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Sosial ... 11
2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ... 11
2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ... 15
2.1.3 Usaha Kesejahteraan Sosial ... 16
2.1.4 Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial ... 17
(11)
2.2 Interaksi Sosial ... 19
2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial ... 19
2.2.2 Macam-macam Interaksi Sosial ... 20
2.2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 21
2.2.4 Syarat-syarat Interaksi Sosial ... 23
2.3 Kebutuhan Hidup ... 24
2.4 Pengemis ... 26
2.4.1 Pengertian Pengemis ... 26
2.4.2 Kriteria Pengemis ... 27
2.5 Penyakit ... 27
2.6 Penyakit Kusta ... 28
2.6.1 Ciri-ciri Penyakit Kusta ... 28
2.6.2 Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta ... 29
2.7 Kerangka Pemikiran ... 31
2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian ... 33
2.8.1 Defenisi Konsep ... 33
2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 36
3.2 Lokasi Penelitian ... 36
3.3 Informan Penelitian ... 37
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.5 Teknik Analisis Data ... 39
(12)
BAB IVDESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 41
4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ... 41
4.1.2 Kota Medan Secara Geografis ... 43
4.1.3 Kota Medan Secara Demografis ... 45
4.1.4 Kota Medan Secara Sosial ... 47
4.1.5 Kota Medan Secara Kultural ... 49
4.1.6 Keadaan Perekonomian ... 50
4.1.7 Pariwisata ... 52
4.1.8 Transportasi ... 53
4.1.9 Lokasi Penyandang Kusta Melakukan Kegiatan Mengemis.. 56
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Informan Utama ... 57
5.1.1 Informan Utama I ... 57
5.1.2 Informan Utama 2 ... 73
5.2 Informan Tambahan ... 84
5.2.1 Informan Tambahan I ... 84
5.2.2 Informan Tambahan 2 ... 88
5.3 Analisis Data ... 93
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 103
6.2 Saran ... 105 Daftar Pustaka
(13)
Daftar Bagan
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Lahan Peruntukan Kota Medan ... 44 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Usia dan Jenis Kelamin
... 46 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 47 Tabel 4.4 Jumlah Tempat Ibadah Di Kota Medan ... 48 Tabel 4.5 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kota Medan ... 48 Tabel 4.6 Jumlah Sarana Kesehatan Negeri dan Swasta Kota Medan ... 49
(15)
LAMPIRAN
1. Surat Keterangan Dosen Pembimbing 2. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal
3. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
5. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara
6. Surat Balasan Izin Rekomendasi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara
7. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan
8. Surat Balasan Izin Penelitian Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan
(16)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
ABSTRACT
REVIEW OF SOCIAL WELFARE
BEGGARSWITHLEPROSYINTHE CITY OF MEDAN
(Thesis consist of 6 chapters,108pages, 6 tables, 21 libraries and 9 appendix) The stateis responsible for thewelfare ofallits citizens. Government asthe highest authorityis entitledtoregulateandmanage their own household. As stated inthe Constitution ofthe Republic ofIndonesiaYear 1945which mandatesthatthe state is obligedtoprotect all thepeople of Indonesia andthe entire country ofIndonesia, promote the general welfare, the intellectual life ofthe nationin order toachieve social justice forall Indonesian people. Ideals ofnational developmentis to improvethe welfare ofthe whole community. Indonesiais one of thewelfare state(walfare state) in whichcountries adopt aconstitutional systemconcerned withthe welfare ofsociety.
This research is classified into type of descriptive research with qualitative approach that aims to know social welfarebeggarswithleprosyinthe city of Medan. Informants in this research is divided into two kinds, primary informants and additional informants, primary informants in this research were 2 peoplewithleprosybeggars and 2additionalinformantsconsistingofneighbors primary informants. Methods of data collectionisconductedin-depthinterviewsand direct observationin the field.
The results showedsocial welfareindicatorsseen from themaininformantsconsistingofmaterial needs, spiritualneeds, andsocial. Meterialneedsin the form ofinadequatefood, clothingneedsare not met, the needs ofthe homeor place of residenceare met, unmetneedsrest, medicationneedsare not met. Spiritualneedsare not metin the form ofeducation, worshipandspiritual cleansingneedscan be met, entertainment needsare not met. Socialneedsbetween individualsgoes well, individual interaction with thefamilyis not going well. Social interactionbetweengroups of persons withleprosywithcommunity groupscan work well.
(17)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab,108 halaman, 6 tabel,21 kepustakaan dan 9 lampiran)
Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state) dimana negara menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya.
Tipe penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk megetahui kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan tambahan, informan utama dalam penelitian ini adalah 2 orang pengemis penyandang kusta dan 2 orang informan tambahan yaitu tetangga informan utama. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukan kesejahteraan sosial informan utama dilihat dari indikator yang terdiri dari kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan sosialnya. Kebutuhan meterial yang berupa makanan tidak mencukupi, kebutuhan pakaian tidak terpenuhi, kebutuhan rumah atau tempat tinggal terpenuhi, kebutuhan istirahat terpenuhi, kebutuhan obat-obatan tidak terpenuhi. Kebutuhan Spiritual berupa pendidikan tidak terpenuhi, kebutuhan beribadah dan siraman rohani dapat terpenuhi, kebutuhan hiburan tidak terpenuhi. Kebutuhan Sosial antara individu dengan individu berjalan baik, interaksi individu dengan keluarga tidak berjalan baik. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat dapat berjalan dengan baik.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerataan pembangunan adalah salah satu trilogi pembangunan yang menjadi komitmen retorik pemerintah. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa, dapat berupa pembangunan aspek fisik, sosial, budaya,ekonomi,pertahanan kemanan, dan dapat pula berupa pembangunan ideologi.
Seiring bergantinya pemimpin, bermacam-macam pula kebijakan dan program yang dilakukan dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan diarahkan kedalam bentuk peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin didorong oleh berbagai kebijakan lintas sektor mengarah pada penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat
(19)
miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin (Setiadi, 2011:821).
Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state) dimana negara menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial telah menjadi perhatian Nasional. Diasumsikan bahwa kemajuan bangsa ataupun keberhasilan pemerintah tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberhasilan dari pembangunan nasional. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Kesenjangan yang lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukkan kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang akut dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam segala segi kehidupan masyarakat.
Penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan, seperti penanganan masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban bencana alam dan sosial. Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang masalah sosial di atas tidak dapat terlayani dengan baik. Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat juga erat kaitannya dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan. Rendahnya tingkat
(20)
kesehatan akan berimbas pada tingginya angka kematian khususnya anak-anak usia balita.
Masyarakat rentan sekali dengan berbagai penyakit seperti kolera, diare, TBC, malaria, demam berdarah, flu burung, penyakit kelamin dan juga berbagai penyakit menular lainnya seperti kusta. Masyarakat miskin tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi standar kesehatan anggota keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari makanan sehari-hari yang kurang memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, dan dapat dilihat dari rendahnya kesadaran akan arti pentingnya perawatan kesehatan, baik kesehatan diri dan lingkungannya.Sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat dapat diartikan keadaan seseorang yang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam undang-undang kesehatan No.23 Tahun 1992 sebagai berikut: “ keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga di ukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2005:2).
Upaya kesehatan dilakukan dalam bentuk kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan ini, baik kesehatan individu, kelompok, masyarakat harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan individu, kelompok, masyarakat, baik secara melembaga
(21)
oleh pemerintah, ataupun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek yaitu, kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua aspek yakni preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan) itu sendiri. Kesehatan itu perlu ditingkatkan karena kesehatan seseorang itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas dan harus selalu diupayakan sampai ke tingkat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2005:4).
Tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus). Sementara untuk tahun 2014 sejauh ini ada 8.526 kasus baru. Provinsi Jatim merupakan kantong utama penyakit Kusta. Jumlah penderita penyakit Kusta absolut sebanyak 4.807 orang menjadikan Jatim sebagai provinsi dengan penderita penyakit kusta tertinggi di Indonesi. Kantongnya berada di wilayah Madura, Pantura, dan Tapal Kuda
Sumatera Utara terdapat empat Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Kusta (UPT RSK), yakni UPT RSK Sicanang, Lau Simomo, Hutasalem dan UPT RSK Belidan. Tahun 2014 Jumlah penderita kusta sudah berkurang, yang sedang diopname di UPT RSK Sicanang sebanyak 12 orang dan 696 berstatus mantan
(http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia-2015-hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html diakses pada tanggal 26 Mei 2015 Pukul 23.00).
(22)
pengidap. Begitu juga di RSK Lau Simomo dan Hutasalem, terdapat sebanyak 35 orang sedang diopname dan 344 orang mantan pengidap.(http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.K usta.Mengemis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 16.00 WIB). Tahun 2015 penyandang kusta di Sumatera Utara sebanyak 940 orang , yang tersebar di Sicanang Belawan 345 orang, Belidahan Sergai 265 orang, Lau Simomo Karo 165 orang, dan Hutasalem Balige 155 orang.
Kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, bahwa penyandang cacat merupakanbagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajibandan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat diperlukan sarana dan upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan menciptakan kemandirian dankesejahteraan penyandang cacat.
(http://karakternews.com/nusantara/nusantara/940-penderita-kusta-di-sumatera-utara-tak-terdaftar-bpjs diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 21.05).
Kecacatan yang tampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Penyandang disabilitas menghadapi berbagai keterbatasan akses atas pendidikan, layanan kesehatan, kesempatan kerja dan pelatihan serta partisipasi
(23)
dalam politik dan kehidupan sosial. Hambatan – hambatan pada partisipasi yang setara termasuk stigma dan diskriminasi, kurangnya layanan kesehatan dan layanan rehabilitasi yang memadai, transportasi dan bangunan serta informasi dan teknologi komunikasi yang tidak dapat diakses. Akibatnya, penyandang disabilitas mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk, kesempatan ekonomi yang lebih sedikit dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan penyandang disabilitas.
Penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Survei di lima Kabupaten di Indonesia (Kab. Subang, Malang, Gresik, Gowa, dan Bone) pada tahun 2007 memotret diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah Provinsi Sumatera Utaratelah memberikan perhatian khusus kepada penderita penyakit kusta dengan menempatkan mereka di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Namun pasca penutupan Rumah Sakit kusta tersebut, maka pelayanan terhadap pasien ataupun mantan penyandang kusta telah dialihkan kepada Dinas Sosial Sumatera Utara. Hidup berstatus penyandang kusta
(24)
membuat mereka harus hidup terisolir dari masyarakat lainnya. Meskipun telah dinyatakan sembuh secara medis, namun status penyandang kusta tetap melekat pada diri mereka, masyarakat juga tidak bisa menerima kehadiran para penyandang kusta untuk saling hidup berdampingan dan berinteraksi, sehingga para penyandang kusta kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Penyandang kusta telah mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun sejak awal tahun 2014 mereka tidak lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah Sumatera Utara. Sebagai upaya untuk bertahan hidup, dengan ketidakberdayaannya mereka berinisiatif untuk mengemis dan memohon belas kasihan dari para pengguna jalan dipersimpangan jalan Gagak Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal. Kehadiran para pengemis penyandang kusta dipersimpangan jalan untuk meminta-minta bantuan tentunya menambah masalah baru bagi pemerintah, karena masalah pengemis-pengemis lain juga masih belum tuntas ditangani oleh pemerintah. Pengemis juga dianggap merusak keindahan kota, selain itu kehadiran pengemis penyandang kusta juga dianggap mengganggu kenyamanan para pengguna jalan.
Perubahan yang akan dilakukan terhadap masyarakat sekurang-kurangnya dapat dilakukan melalui metode intervensi mikro ataupun intervensi makro. Intervensi mikro memusatkan perhatian pada upaya perubahan pada tingkat individu, keluarga dan kelompok kecil. Sedangkan intervensi makro lebih memusatkan perhatian pada perubahan masyarakat, baik yang bersifat lokal, regional maupun internasional. Perubahan yang dilakukan dalam intervensi makro maupun mikro ditujukan terutama pada manusia sebagai salah satu sumber
(25)
utama dalam pembangunan ( karena dalam pembangunan di Indonesia dikenal adanya 2 unsur utama, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia). Oleh karena itu, dalam upaya mengoptimalkan pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan, pengenalan akan akan hakekat manusia tentunya mempunyai sumbangan tersendiri, paling tidak akan dapat menambah wawasan ketika akan menerapkan suatu program pada masyarakat (Adi, 2003:29-30).
Mengenai hakekat manusia dalam pembangunan yang diuraikan secara singkat diharapkan akan membantu para pelaku perubahan (change agent) agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengembangkan masyarakat Indonesia, karena disadari bahwa intervensi yang akan diterapkan selayaknya mengarah ke arah tercapainya tujuan ideal pembangunan tersebut, meskipun dimakumi pula bahwa hampir tidak mungkin untuk mencapai sesuatu yang sangat ideal, tetapi paling tidak pembangunan yang dilakukan dapat mendekati tipe ideal yang diinginkan (Adi, 2003:38).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk meneliti Bagaimana Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan. Maka penulis menyusun penelitian ini dalam suatu karya ilmiah dengan judul “ Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan “.
(26)
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan ?“.
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan. `1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun peneliti mengharapkan dari hasil penelitian ini adalah agar dapat diketahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan. 1.4Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah,tujuan dan manfaat peneltian, serta sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSAKA
Bab Ini Berisikan Uraian Dan Konsep Yang Berkaitan DenganMasalah Dan Objek Yang Diteliti, Kerangka Pemikiran, Defenisi Konsep, Ruang Lingkup Penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab Ini Berisikan Tipe Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan, Teknik Pengumpulan Data, Serta Teknik AnalisaData. Penyajian Data
(27)
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya Ilmiah ini.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang dilakukan. Bab ini juga memberikan kritik dan saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik lagi untuk semua objek yang terkait.
BAB II
(28)
2.1 Kesejahteraan Sosial
2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial banyak dikemukakan oleh para ahli dan lembaga yang memperhatikan banyaknya masalah sosial yang timbul dalam masyarakat. Adapun para ahli atau lembaga yang memberikan pengertian kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut :
a. Walter A. Fridlander mendefenisikan Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan -kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat (Fauzik, 2007: 119).
Defenisi diatas menjelaskan bahwa: Pertama Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Kedua, Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang,pangan,papan,kesehatan dan relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.Kesejahteraan sosial sebagai lembaga yang memberikan pelayanan pertolongan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan kesehatan, standar kehidupannya dan untuk
(29)
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial baik pribadi maupun kelompok dimana kebutuhan keluarga dan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
b. Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” (Adi, 2013: 23).
Mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan tersebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. Undang-undang No.11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang meliputi :
1) Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial
2) Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial
3) Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial
5) Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya
(30)
6) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber
7) Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial
8) Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan
9) Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial 10) Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan
evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
11) Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
12) Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional; 13) Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan
sosial.
14) Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
c. Menurut James Midgley dalam Kesejahteraan sosial sebagai kondisi dalam suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial adalah “suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Adi,2013 : 23)
d. Menurut Alfred J.KhanKesejahteraan sosial terdiri dari program-program yang tersedia selain yang tercakup dalam kriteria pasar untuk menjamin suatu tindakan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan kesejahteraan,
(31)
dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal dan berfungsinya individual, agar dapat mudah menggunakan pelayanan-pelayanan maupun lembaga-lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fauzik, 2007:106-107).
e. Menurut Harold L. Wilensky dan Charles N. LebeauxKesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisir dari usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu individu-individu dan kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuankemampuannya serta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Fauzik, 2007:118).
f. Arthur Dunham mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial (Fauzik, 2007:117).
g. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Kesejahteraan adalah suatu kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik,mental maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian ini disempurnakan menjadi suatu kegiatan terorganisir dengan
(32)
tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.
2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 3 bahwa tujuan penyelenggara kesejahateraan sosial sebagai berikut :
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggara kesejahetraan sosial
e. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggara kesejahteraan
Penjelasan yang pertama adalah tercukupinya kebutuhan dasar dalam menjalankan kelangsungan hidup seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan hak untuk berpartisipasi dilingkungan masyarakat. Penjelasan yang kedua adalah mengembalikan keberfungsian sosialnya di dalam masyarakat, dimana sebelumnya mempunyai masalah sosial. Penjelasan yang ketiga adalah menjaga dan mempertahankan kesejahteraan sosialnya pada saat mempunyai permasalahan dan masalah tersebut bisa dicegah dan ditangani. Penjelasan yang keempat adalah meningkatkan pengetahuan dan peduli kepada orang-orang yang mempunyai masalah sosial untuk ditangani. Penjelasan yang kelima adalah meningkatkan kualitas terlaksananya kesejahteraan bagi setiap masyarakat yang mempunyai masalah sosial.
(33)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1974, Usaha-Usaha Kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan, dan berbagai kegiatan yang secara konkret berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah-masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Beberapa contoh dari Usaha kesehjateraan sosial yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah:
a. Beberapa tipe unit usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktifitas individu, kelompok ataupun masyarakat contohnya adalah pelayanan konseling pada generasi muda dan lain-lain.
b. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau meminimalisir hambatan (beban) yang dapat dihadapi oleh para pekerja ( yang masih produktif).
c. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pencegahan dampak negatif urbanisasi dan industrialisasi pada kehidupan keluarga dan masyarakat atau membantu mereka agar dapat mengidentifikasi dan mengembangkan “pemimpin” dari suatu komunitas lokal.Beberapa karakteristik usaha kesejahteraan sosial yaitu :
1. Menanggapi kebutuhan manusia.
2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas masyarakat perkotaan yang modern.
(34)
3. Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga kesejahteraan sosialnya juga menjadi tersepesialisasi.
4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas. 2.1.4 Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, mengindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial negative akbibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan sosial memiliki fungsi-fungsi antara lain ialah (Fahrudin, 2012:12-13). :
1. Fungsi Pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
2. Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik,emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini mencakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3. Fungsi Pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
(35)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.
2.1.5 Pelayanan Sosial
Kesejahteraan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial yang terdapat di masyarakat sebagai upaya atau tindakan dalam membantu mengatasi permasalahan-permasalahan agar terjalin sebuah keberfungsian sosial (social functioning) seseorang baik secara individu maupun kelompok. Pelayanan sosial menurut Huraerah (2011: 45) adalah: “Kegiatan yang terorganisasi yang ditujukan untuk membantu warga negara yang mengalami permasalahan sebagai akibat ketidakmampuan keluarga melaksanakan fungsi-fungsinya. Kegiatan ini antara lain berupa pelayanan sosial bagi anak (termasuk balita dan remaja) serta lanjut usia terlantar atau mengalami berbagai bentuk kecacatan”.
Pelayanan Sosial adalah konteks kelembagaan yang sebagai terdiri atas program-program yang disediakan bedasarkan kriteria selain kriteria pasar untuk menjamin tingkatan dasar dari penyediaan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan keberfungsian individual, untuk memudahkan akses pada pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga pada umumnya, dan untuk membantu mereka yang berada dalam kesulitan dan kebutuhan.
Pelayanan sosial dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi, bimbingan dan pertolongan dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi, bimbingan dan pertolongan melalui berbagai bentuk kegiatan yang berkenaan dengan pemecahan masalahnya. Pelayanan sosial merupakan wujud aktifitas pekerja sosial dalam praktik profesionalnya. Pelayanan sosial merupakan jawaban
(36)
terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami masyrakat sebagai akibat perubahan yang dialami masyrakat itu sendiri. Dengan demikian bidang-bidang pelayanan sosial akan tergantung bagaimana Pekerja Soial memandang dan mengidentifikasikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Jika cakupan maslah sosial telah mengalami perluasan dari masalah sosial-ekonomi kepada masalah sosial-psikologis, maka cakupan pelayanan sosial juga harus demikian.
2.2 Interaksi Sosial
2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok sosial yang lain. Interaksi sosial terjadi ketika dua orang individu bertemu dengan saling menyapa, berjabat tangan, bercandaria atau mungkin berkelahi (Philipus, 2004:22).“Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok” (Maryati, 2003:22).
Menurut Gillin interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Interaksi dapat terjadi apabila komunikasi terjalin dengan baik.Jika dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu, mereka menegur, berjabat tangan, saling berbicara, bahkan mungkinn berkelahi. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang
(37)
menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan. Kesemuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.
2.2.2 Macam-macam Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003:23) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Interaksi Antara Individu dengan Individu
Ketika dua orang bertemu, saling menegur, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Saling bertemu muka tanpa berbicara pun juga disebut dengan interaksi sosial antara individu. Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi Antara Individu Dengan Kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam – macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi Antara Kelompok Dengan Kelompok
Interaksi sosial kelompok dengan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi.
(38)
Gillin dan Gillin dalam Philipus dan Nurul Aini (2004:23-28) mengadakan penggolongan yang luas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut mereka dua macam proses yang timbul akibat adanya interaksi sosial yaitu :
1. Proses Asosiatif (Processes of association) a. Kerja sama (Coorperation)
Kerja sama terjadi dalam kelompok masyarakat manapun di dunia ini. Masyarakat itu sendiri terbentuk karena adanya keinginan dari individu-individu untuk bekerja sama. Begitu pentingnya kerja sama dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak orang menganggap kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang penting dan utama. Walaupun pada kenyataannya kita tidak dapat menghindari adanya suasana pertentangan atau konflik dalam masyarakat
b. Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses yang menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
c. Asimilasi
Suatu usaha-usaha yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok untuk mengurangi perbedaan antara mereka.Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
(39)
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.
2. Proses Disasosiatif (Oppositional Process) a. Persaingan
Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang menjadi perhatian umum.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan suatu proses yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan, baik dalam bentuk sesuatu yang disembunyikan, maupun kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam bentuk murni konversi merupakan kebencian terhadap seseorang atau kelompok orang walau tidak sampai pada sikap pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan
Pertentangan terjadi karena menyadari adanya perbedaan-perbedaan tertentu antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok
(40)
masyarakat lain. Perbedaan itu meliputi perbedaan ciri-ciri badaniah,emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola perilaku, perbedaan dalam tingka ekonomi, perbedaan agama, dan perbedaan lainnya.
2.2.4 Syarat – syarat Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
2.3 Kebutuhan Hidup
Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial, dapat diketahui bahwa manusia membutuhkan kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Rusdiarti dan Kusmuriyanto (2012:3-6) kebutuhan tersebut mempunyai tingkatan-tingkatan, yakni :
1. Kebutuhan Berdasarkan Intensitasnya a. Kebutuhan Primer
(41)
Primer berarti pertama atau utama. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pertama atau utama yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Contohnya : kebutuhan akan makan, minum, pakaian, perumahan serta kesehatan.
b. Kebutuhan sekunder
Kebuthuan sekunder adalah jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik dan sebagainya yang belum masuk kedalam kategori mewah.
c. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan sekunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola, ipad iphone, komputer, apartemen, liburan keluar negeri, dan apartemen.
3. Kebutuhan Berdasarkan Sifat a. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap sehat dan bugar. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, serta istirahat yang teratur, dan lain sebagainya.
(42)
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan jiwa. Contohnya seperti : siraman rohani, beribadah, menikmati hiburan, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan dan lain-lain.
4. Kebutuhan Berdasarkan Waktu a. Kebutuhan Sekarang
Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang pemenuhannya tidak bisa ditunda-tunda lagi/kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Contoh: makan, minum, sandang, tempat tinggal, dan obat – obatan.
b. Kebutuhan yang akan datang
Kebutuhan yang akan datang adalah kebutuhan yang pemenuhannya dapat ditunda, tetapi harus dipikirkan mulai sekarang. Contoh: tabungan 5. Kebutuhan Berdasarkan Subjeknya
a. Kebutuhan individu
Kebutuhan individu adalah kebutuhan yang hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan seorang saja. Contoh: kebutuhan petani waktu bekerja berbeda dengan kebutuhan seorang dokter.
b. Kebutuhan sosial (kelompok)
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi kepentingan bersama kelompok. Contoh: siskamling, gedung sekolah, rumah sakit, dan jembatan serta berbagai contoh yang lainnya.
2.4 Pengemis
(43)
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.Gelandangan dan pengemis Menurut Departemen Sosial R.I (1992), adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Pengemis menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Permasalahan pengemis, dan gepeng, sebenarnya hanyalah turunan dari permasalahan kemiskinan. Selama persoalan kemiskinan belum teratasi jumlah pengemis, dan gepeng tidak akan pernah berkurang malah jumlahnya akan semakin bertambah.
2.4.2 Kriteria Pengemis
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, kriteria bahwa seseorang dikatakan sebagai pengemis adalah sebagai berikut:
(44)
a. mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain b. berpakaian kumuh dan compang - camping
c. berada di tempat-tempat ramai/strategis dan
d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain. 2.5 Penyakit
Penyakit adalah suatu keada menyebabkan ketidaknyamana dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi dengan seorang
Berdasarkan KBBI :
sabtu 04 Juli 2015 Pukul 11.36 WIB).
a. Sesuatu yg menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup
b. Gangguan kesehatan yg disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup).
Klasifikasi penyakit ada 3 yaitu:
a. Penyakit menular (Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, atau jamur)
b. Penyakit tidak menular (Penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia)
c. Penyakit kronis (Penyakit yang berlangsung sangat lama). 2.6 Penyakit Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang saraf tepi,
(45)
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut)saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial,mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta ini dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1, walaupun ada beberapa daerah yang menunjukan insidens ini hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukan penderita wanita lebih banyak. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Namun demikian, jarang dijumpai pada umur yang sangat muda.
Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun, walaupun pernah didapatkan dipulau Nauru, pada keadaan epidemi, penyebaran hampir sama pada semua umur. Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Beberapa faktor lain yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain adalah iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik ( Marwali, 2000:260-261).
2.6.1 Ciri-ciri Penyakit Kusta
1. Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris : paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy). 2. Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang
sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan, bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan
(46)
kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.
3. Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
4. Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak, kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat. 5. Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak
menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.
2.6.2 Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta 1. Faktor Kuman kusta
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh (solid) bentuknya, lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan daripada kuman yang tidak utuh lagi. Mycobacterium leprae bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja dapat menimbulkan penularan (Depkes RI, 2002).
(47)
2. Faktor Imunita
Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh pengobatan (Depkes RI, 2002).
3. Keadaan Lingkungan
Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.
4. Faktor Umur
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.
5. Faktor Jenis Kelamin
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor fisiologis seperti pubertas, monopause, Kehamilan, infeksi dan malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta.
(48)
Kesejahteraaan sosial pengemis penyandang kusta dewasa ini sangat memprihatinkan,tak jarang kondisi kelayakan hidup mereka tergantung terhadap belas kasihan orang lain yang mana keberadaannya sering kita temui di persimpangan jalan raya kota. Keberadaan mereka di anggap mengganggu pengguna jalan dan mengurangi keindahan kota. Tindakan rehabilitasi medis yang memperbaiki fungsi tubuh dan mengurangi kecacatan penderita, tidak membuat penderita mampu berpartisipasi dan berintegrasi sosial sehingga kualitas hidup penderita disabilitas kusta belum meningkat.
Pemerintahtelah membuat kebijakan dalam hal penanggulangan PMKS penyandang kusta. Tetapi kesejahteraan sosial penyandang kusta masih belum terjamin. Masalah kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta dalam penelitian ini dapat di tinjau dari beberapa aspek yaitu kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan sosial. Melalui beberapa hal tersebutlah yang akan peneliti tinjau tentang pengemis penyandang kusta .
adapun kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut :
Bagan 1 Kerangka Pemikiran
Pengemis Penyandang Kusta
(49)
2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian 2.8.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai
Kebutuhan Jasmani a. Makan
b. Minum c. Pakaian d. Rumah e. Istirahat f. Obat-obatan
Kebutuhan Rohani a. Pendidikan b. Beribadah c. Siraman Rohani d. Hiburan
Interaksi Sosial a. Penyandang Kusta
Dengan Sesama Penyandang Kusta b. Penyandang Kusta Dengan Keluarga c. Kelompok
Penyandang Kusta Dengan Masyarakat
(50)
keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti (Siagian, 2011:141). Konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2. Pengemis penyandang kusta adalah seseorang ataupun sekelompok orang yang memiliki riwayat terkena penyakit kusta. Hidup dengan memanfaatkan belas kasih dari orang-orang atau pengguna jalan atas ketidakberdayaannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena muncul stigma dan diskriminasi masyarakat lain yang disebabkan oleh penyakit kusta yang di derita dan mereka sandang.
2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah terpenuhinya kebutuhan :
1. Kebutuhan Material
Kebutuhan material adalah kebutuhan berupa alat-alat yang dapat diraba, dilihat, dan mempunyai bentuk. Kebutuhan material berwujud nyata dan dapat dinikmati langsung.
a. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap sehat dan bugar. seperti makanan, minuman, pakaian,rumah, serta istirahat yang teratur, dan lain sebagainya.
(51)
2. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan yang dihubungkan dengan benda-benda tak berwujud. Kebutuhan ini tidak bisa diraba, dilihat, dan berbentuk tetapi bisa dirasakan dalam hati, Yaitu :
a. Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan jiwa. Seperti : siraman rohani, beribadah, menikmati hiburan, pendidikan, rekreasi, dan lain-lain.
3. Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Macam-macam interaksi sosial itu adalah:
a. Interaksi antara individu dengan individu
Interaksi antara penyandang kusta dengan penyandang kusta lainnya, saling menegur, saling berbicara, dan lain sebagainya.
b. Interaksi antara individu dengan kelompok
Interaksi antara penyandang kusta dengan keluarga yang tidak terkena penyakit kusta.
c. Interaksi antara kelompok dengan Kelompok
Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain.
(52)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang
(53)
berlangsung. Pada umumnya penelitian deskriptif sudah dilandasi oleh konsep dan teori yang memadai, hanya saja penelitian bertujuan sebatas menggambarkan fenomena yang ada dalam setiap unsur, tetapi tidak sampai pada analisis statistik inferensial (Siagian, 2011:52).
Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal berupa gambar atau foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Pendekatan penelitian ini adalah berupa pendekatakan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusu dalam suatu satuan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta yang ada di Kota Medan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di persimpangan ataupun traffic lightjalan Gagak Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal. Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi ini karena dipersimpangan jalan Gagak Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal ini terdapat pengemis penyandang kusta yang beroperasi meminta-minta dan memohon belas kasih pengguna jalan.
3.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya
(54)
dan kesukarelaannya dapat memberikan pendangannya dari segi orang dalam nilai-nilai, sikap dan suatu proses yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.
Penelitian kualitatif tidak mewajibkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak terdapat adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto, 2005:171-172). Informan penelitian ini meliputi dua macam informan yaitu :
1. Informan Utama
Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Yaitu para pengemis penyandang kusta.
2. Informan Tambahan
Yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah masyarakat atau tetangga di sekitar tempat tinggal pengemis penyandang kusta.
Penelitian kualitatif pemilihan subjek secara acak (random) akan dihindari. Mereka yang terpilih merupakan informan utama yang terlibat langsung dalam penelitian yaitu pengemis penyandang kusta dan informan tambahan Yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Berdasarkan teori-teori diatas maka peneliti memutuskan untuk mengambil 2 (dua) informan utama yaitu pengemis
(55)
penyandang kusta dan 2 (dua) informan tambahan yaitu tetanggaditempat tinggal pengemis penyandang kusta.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara atau prosese sistematis dalam pengumpulan data, pencatatan, dan penyajian fakta untuk keperluan penelitian (Sumarsono, 2004:134). Pengumpulan data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer, Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
a. Pengamatan atau observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek peneliti dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
b. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan oleh sih peneliti.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data,
(56)
menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moelong, 2007:54).
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian.
3.6 Penyajian Data
Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman kita tentang sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam bentuk angka, penyajian biasanya berbentuk uraian kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dangan ukuran-ukuran statistik. Sering kali data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari kata-kata wawancara sendiri. Selain itu hasil penelitian kualitatif juga dapat disajikan dalam bentuk life story, yaitu deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri (Suyanto, 2005).
(57)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan
(58)
Tepatnya adalah merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan pintu gerbang wisatawan menuju objek wisata Danau Toba, Penangkaran Orang Hutan di Bukit Lawang, Penangkaran Gajah di Tangkahan, serta objek wisata Brastagi di tanah Karo.
Zaman dahulu kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa. Terdapat beberapa sungai-sungai yang melintasi kota Medan yang bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Babura, Sei Sekambing, Sei Putih, Sei Belawan, Sei Deli, dan Sei Sulang saling. Guru Patimpus mendirikan Kota Medan pada tahun 1590. Tahun 1833 orang Eropa yang pertama sekali mengunjungi Deli adalah John Anderson dan menemukan kampung yang bernama Medan. Saat itu kampung ini berpenduduk 200 orang yang dipimpin oleh seseorang yaitu bernama Tuanku Pulau Berayan yang bermukim disana untuk mengutip pajak dari sampan-sampan yang membawa lada yang menuruni sungai. Kemudian pada tahun 1886 Medan secara resmi mendapatkan status sebagai kota, dan pada tahun berikutnya residen pesisir timur serta Sultan Deli berpindah ke Medan. Medan berubah menjadi kota penting diluar Pulau Jawa pada tahun 1909, terutama setelah pemerintah kolonial belanda membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Saat itu Dewan Kota yang pertama terdiri dari dua belas anggota orang Eropa, dua orang bumi putra, dan seorang Tionghoa.
Usaha perkebunan berkaitan erat dengan pembukaan lahan bagi perkebunan tembakau yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys dan berpusat dipertemuan dua alur sungai (Sungai Babura dan Sungai Deli) yaitu suatu wilayah yang disebut dengan Medan Putri. Tujuan kedatangan Neinhuys ke Deli adalah
(59)
sebagai suatu rangkaian perjalanan mencari lahan untuk perkebunan tembakau sebagai tugas dari perusahaan dagang. Pada perkembangan lanjutan, cikal-bakal Kota Medan ditentukan oleh pemberian konsensi tanah oleh Sultan Mahmud kepada Neinhuys yang turut menyeret pengakuan atas hak tanah-tanah rakyat yang termasuk dalam konsesi tersebut (Said, 1977 : 36-37). Konsensi tanah tersebut yang meliputi kampung Baru dan Deli menjadi lahan bagi tanaman tembakau dan pala pada masa itu. Pada tahun 1870 kegiatan perkebunan atas konsensi tanah tersebut atau disebut juga Perkebunan Deli Mij telah menjadi luas.
Akhir abad ke-19 dan awal abad 20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Pada gelombang pertama kedatangan orang Tionghoa dan jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tapi setelah tahun1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, sebab sebagian besar dari meraka lari meninggalkan perkebunan dan sering membuat kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Lalu pada gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.
4.1.2 Kota Medan Secara Geografis
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi
(60)
kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan.
Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Pesetujuan Dalam Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 kelurahan.
Perkembangan terkhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis,demografis dan sosial ekonomis.
Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut : Tabel 4.1
(61)
No Jenis Lahan Persentase
1 Permukiman 36,3 %
2 Perkebunan 3,1 %
3 Lahan Jasa 1,9 %
4 Sawah 6,1 %
5 Perusahaan 4,2 %
6 Kebun Campuran 45,4 %
7 Industri 1,5 %
8 Hutan Rawa 1,8 %
Wilayah Kota Medan hampir seluruhnya berbatasan langsung dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Sepanjang wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui sebagai salah satu jalur lalu lintas terpadat didunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya dibidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnyaseperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dangan daerah-daerah
sekitarny diakses
pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.29) 4.1.3 Kota Medan Secara Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama,suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan terbuka. Secara Demografis, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi
(1)
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam bentuk skripsi mengenai tinjauan kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan, maka beberapa hal yang ditinjau peneliti dari pengemis penyandang kusta yaitu kebutuhan material,kebutuhan spiritual dan sosialnya. Sebagaimana dengan defenisi kesejahteraan sosial dalam undang-undang No 11 Tahun 2009 yang mengatakan “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa :
1. Kebutuhan Material
Menurut hasil penelitian yang telah diuraikan, kebutuhan material pengemis penyandang kusta mengalami masalah pada kebutuhan makanan, selama ini kebutuhan makan mereka hanya bergantung pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Masalah itu terjadi dikarenakan bantuan sembako yang distribusikan pemerintah hanya sebulan sekali. Bahan makanan yang diberikan oleh pemerintah tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pakaian yang dikenakan sebagian besarnya merupakan pemberian Dinas Kesehatan yang pada saat itu memberikan pelayanan kepadapenyandang kusta, pakaian diberikan setiap menjelang akhir tahun. Sudah dua tahun Dinas Sosial mengambil alih
(2)
pelayanan terhadap penyandang kusta, namun baru sekali memberikan pakaian, yaitu diberikan bertepatan pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2015.Rumah dengan ukuran 6x3 meter yang menjadi tempat tinggal penyandang kusta merupakan milik pemerintah, rumah tersebut beratap seng, berlantai semen, serta sebagian besar dindingnya berbahan kayu cukup untuk menjadi tempat berlindung dari panas matahari, dan pada saat hujan. Kegiatan mengemis yang dilakukan para penyandang kusta tidak membuat mereka menjadi kekurangan istirahat, aktivitas mengemis dimulaipagi hari pukul 9sampai pukul 6 sore menjelang petang dan tidak ada dilanjutkan dengan aktivitas lain. Memperoleh obat-obatan secara gratis juga sulit karena tidak terdapat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan selama 24 jam untuk para penyandang kusta. Puskesmas yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan gratis namun hanya beroperasi sampai sore saja.
2. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan Spiritual pengemis penyandang kusta terdapat masalah dalam kebutuhan pendidikan, mereka memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga nyaris tidak memiliki ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk bekal hidup mandiri. Kebutuhan ibadah dapat terpenuhi karena di waktu-waktu tertentu mereka dapat melaksanakannya di Mesjid sekitar tempat tinggal mereka. Selain untuk tempat ibadah Mesjid tersebut juga menjadi tempat mereka memperoleh siraman rohani melalui acara pengajian rutin. Kebutuhan hiburan yang diperoleh tidak cukup untuk membuat diri mereka menjadi lebih bersemangat dalam menjalani hidup,
(3)
hal itu disebabkan hiburan yang mereka peroleh selama ini merupakan hiburan yang sederhana dan tidak mempunyai pilihan untuk mengakses hiburan yang lain.
3. Sosial
Kebutuhan sosial terjadi dalam suatu interaksi-interaksi antara individu sesama penyandang kusta, individu dengan keluarga, kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain. Interaski antara individu dengan individu penyandang kusta lain dapat berjalan baik, interaksi diantara mereka terjadi pada saat kedua pihak bertemu pada suatu kesempatan dan saling menegur atau hanya sebatas melempar senyum. Interaksi antara individu penyandang kusta dengan keluarganya juga nyaris tidak pernah terjadi. Hal itu dikarenakan jarak yang jauh serta kondisi ekonomi yang tidak mendukung untuk melakukan interaksi. Selain itu ada faktor penghambat lain yang membuat penyandang kusta jarang berinteraksi dengan keluarganya, hal itu disebabkan oleh sebagian masyarakat ditempat asalnya merasa takut tertular dan merasa jijik melihat kondisi fisik dari penyandang kusta itu. Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain yang berada disekitar tempat tinggalnya dapat berjalan baik, hal itu dikarenakan kelompok penyandang kusta dan kelompok masyarakat tergabung kedalam kelompok pengajian ataupun perwiridtan yang sama.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran penulis adalah sebagai berikut :
(4)
1. Kepada Masyarakat
Sebagai pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari munculnya pengemis penyandang kusta di Kota Medan yang salah satunya mengurangi keindahan kota, maka himbauan untuk masyarakat pengguna jalan agar tidak lagi membiasakan diri untuk memberikan mereka uang, karena apabila mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah dan dengan cara mengemis seperti itu akan membuat mereka menjadi pemalas dan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah baru. Jika berniat memberi, sebagai orang yang bijak maka kita tahu apa yang pantas kita berikan untuk mereka, Misalnya dengan cara memberikan keterampilan-keterampilan atau ilmu yang bisa ia gunakan untuk membantunya lepas dari ketergantungan terhadap belas kasih pengguna jalan.
2. Kepada Pemerintah
Pemerintah selaku lembaga yang memiliki wewenang dan bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warganya, terkhusus para mantan pasien rumah sakit kusta Pulau Sicanang. Sebelum mengembalikan para penyandang kusta ke masyarakat, pemerintah harus memberikan bekal keterampilan yang tepat untuk mereka telah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta, dengan keterampilan yang diberikan maka diharapkan para penyandang kusta tidak menjadi pengemis dijalan.
(5)
Daftar Pustaka
Abu. Huraerah. 2011. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat, Model Dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung. Humaniara.
Adi, Isbandi Rukminto.2003. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Fahrudin, A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung. Refika Aditama. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta. Hipokrates
Lendriyono, Fauzik. 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial.Malang.UMM Press.
Lexy J., Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Maryati.Suryawati.2009.Sosiologi. Jakarta. Erlangga.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005.Promosi kesehatan : teori dan aplikasi. Jakarta. Rineka Cipta
Philipus. Nurul Aini. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Rusdiarti. Kusmuriyanto.2012. Ekonomi fenomena disekitar kita. Semarang. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Setiadi, Elly M. Usman Kolip.2011.Pengantar sosiologi : pemahamanfakta dan gejala permasalahan sosial teori, aplikasi, dan pemecahannya. jakarta kencana.
Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial : Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama. Sumarsono, Sonny, 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia, Yogyakarta.
(6)
Suyanto, Bagong. 2005.Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan. Jakarta.Prenada Media
Tumanggor, Rusmin, et,al.2010. Ilmu sosial & budaya dasar, Ed.rev. cet 2. Jakarta. Kencana.
Sumber Lain :
Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2013 Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2014
Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2009Tentang Kesejahteraan Sosial
Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992Tentang Kesehatan
Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997Tentang Penyandang Cacat
http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia-2015-hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hansen
http://medankota.bps.go.id/frontend/index.php/publikasi/index?Publikasi%5Btahu nJudul%5D=2014&Publikasi%5BkataKunci%5D=Medan+Dalam+Angka&yt0= Tampilkan
http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayang-pandang.html
penyakit-kusta.html
http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.Kusta.Meng emis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan#Sejarah https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit,