Pemanfaatan Adsorben Dari Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica) Untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak Bebas Dan Bilangan Peroksida Pada Cpo (Crude Palm Oil)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

PENDAHULUAN
Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian

Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak
sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Potensi CPO Indonesia sangat besar
dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan saat ini Indonesia telah
menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, melebihi Malaysia [1].
Berdasarkan laporan Oil World, Indonesia sejak 2006 menjadi produsen CPO
terbesar di dunia dengan produksi mencapai 16,05 juta. Produksi itu di atas
Malaysia sebanyak 15,88 juta ton. Bersama Malaysia, Indonesia menguasai lebih
dari 85 persen produksi CPO dunia. Permintaan CPO dunia dalam lima tahun
terakhir, rata-rata tumbuh 5,2 persen. Pada 2012, konsumsi CPO dunia mencapai
52,15 juta ton atau naik 7 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar 48,73 juta
ton. Pada 2013, konsumsi CPO diperkirakan mencapai 56,95 juta ton atau naik 9,2
persen dibanding 2012. Angka itu melebih target produksi CPO yang dihasilkan
sebesar 56,32 juta ton [2].

Minyak kelapa sawit mentah (CPO) adalah minyak sayur yang kaya akan
komponen minor yang mengandung nutrisi [3]. Minyak kelapa sawit mentah
(CPO) idealnya mengandung sekitar 600-1000 mg/kg tokoferol dan 500-700
mg/kg karotenoid, terutama α- dan β- karoten yang jumlahnya lebih besar 90%
dari total jumlah karoten [4]. Minyak kelapa sawit diperoleh dari bagian mesocarp
atau bagian daging buah kelapa sawit (Elaeis guineenses). Minyak kelapa sawit
umumnya digunakan sebagai minyak goreng, margarin, dan shortening. Selain itu
juga dapat diaplikasikan untuk produk non-food dalam pembuatan sabun, deterjen,
dan kosmetik [5]. Minyak kelapa sawit, mengandung sekitar 50% lemak dan 40%
lemat tak jenuh [6].
Proses degumming dan bleaching merupakan proses penting dalam proses
pemurnian (refinery) minyak kelapa sawit. Degumming adalah proses pemisahan
gum, yaitu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein,

1
Universitas Sumatera Utara

residu, karbohidrat, air, dan resin [7]. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
proses pemisahan gum antara lain adalah pemanasan, penambahan asam (H3PO4,
H2SO4 dan HCl) atau basa (NaOH), pemisahan gum dengan cara hidrasi dan

pemisahan gum dengan menggunakan garam seperti natrium klorida serta natrium
fosfat [8]. Kandungan utama dari gum yang harus dihilangkan adalah fosfatida,
karena keberadaannya dapat memberikan bau dan warna yang tidak diinginkan,
serta umur penyimpanan yang singkat [5].
Bleaching merupakan penghilangan warna dan agen pengoksidasi, sisa-sisa
gum, sabun, dan trace metals dengan mencampurkan minyak dengan adsorbent

khusus atau biasa dikenal sebagai bleaching earth [5]. Kedua proses ini
merupakan tahapan yang penting untuk menghasilkan minyak goreng dengan
kemurnian yang stabil, warna, rasa, dan sifat-sifat yang diinginkan konsumen [9].
Proses degumming dan bleaching secara konvensional ini memang paling
umum digunakan, namun masih memiliki kelemahan. Degumming menggunakan
asam fosfat dapat menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas pada minyak
yang dihasilkan [10]. Dengan konsentrasi dan dosis yang tinggi berisiko dapat
menyebabkan kandungan fosfor pada minyak semakin tinggi sehingga terbentuk
lumpur yang akan menyulitkan pemurnian pada tahap selanjutnya. Degumming
dengan alkali, misalnya dengan natrium hidroksida, dapat membentuk emulsi
sabun sehingga risiko kehilangan minyak netral akan semakin besar [11].
Bleaching menggunakan bleaching earth memang efektif menurunkan warna


pada CPO dan membuat tampilan minyak menjadi lebih jernih, namun sering
mengakibatkan kandungan karotenoid minyak sebagai sumber nutrisi menurun
drastis [12].
Minyak kelapa sawit umumnya mengandung asam lemak bebas yang harus
dihilangkan sebagai bagian dalam proses permunian minyak kelapa sawit. Kadar
asam lemak bebas dapat bervariasi berdasarkan penanganan panen, termasuk
lamanya waktu pengumpulan tandan buah sawit, penanganan dan pemrosesan
buah pada saat proses ekstraksi dan pemurnian [13]. Salah satu standar mutu
untuk minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida. Kenaikan kadar peroksida
dapat menurunkan kualitas minyak. Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi
oksidasi, sehingga mutu minyak inti sawit yang rendah akan mempengaruhi

2
Universitas Sumatera Utara

kualitas dari produk yang dihasilkan. Tingginya bilangan peroksida tidak
diinginkan dalam minyak karena dapat menyebabkan minyak berbau tengik dan
dapat memperpendek masa penyimpanan [14].
Adsorben dapat dibuat dari berbagai bahan baku, diantaranya dari biji-bijian
tanaman tertentu seperti asam jawa (Tamarindus indica ). Di banyak tempat,

bagian tanaman asam jawa yang banyak dimanfaatkan adalah daging buahnya
untuk dijadikan pelengkap bahan tambahan untuk pangan sedangkan bagian
bijinya tidak dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Pemanfaatan biji asam
jawa telah diteliti untuk digunakan sebagi koagulan dalam pengolahan limbah cair
[15]. Aktivasi kimia pada adsorben pada umumnya digunakan industri yang
umumnya lebih efisien dalam penghilangan impurities (kotoran). Adsorben yang
tidak diaktifkan pada umumnya kurang efisien [16].
Penelitian terdahulu menggunakan biji asam jawa sebagai adsorben, antara
lain Enrico [17] mempelajari kemampuan biji asam jawa sebagai penjernih
lembah cair industri tahu, dimana dosis biji asam jawa sebagai koagulan yang
optimum adalah 3000 mg/L limbah cair industri tahu pada pH 4 limbah cair
industri tahu dengan menggunakan ukuran partikel serbuk biji asam jawa 140
mesh mampu menyisihkan turbiditas sebesar 87,88%, TSS sebesar 98,78% dan
COD sebesar 22,40%. Pawening [18] mempelajari pemanfaatan arang aktif dari
biji asam jawa sebagai adsorben logam berat kromium (III) dimana arang aktif biji
asam jawa mempunyai luas permukaan sebesar 59,5345 m2/g sedangkan arang
yang tidak diaktifkan memiliki luas permukaan sebesar 28,3602 m2/g sehingga
daya adsorpsinya lebih kuat dibandingkan arang yang tidak diaktifkan. Harga
kapasitas adsorpsi arang aktif biji asam jawa terhadap logam berat Cr (III) adalah
sebesar 1,1874 mg Cr (III)/g arang aktif, lama waktu kontak 30 menit, pada pH 4

dan konsentrasi Cr (III) sebesar 100 ppm. Kumar et al. [19] mempelajari adsorpsi
pewarna metilen biru (MB) menggunakan biji asam jawa yang diaktifkan dan
tidak diaktifkan dengan hasil kapasitas adsorpsi masing – masing sebesar 16,611
dan 34,483 mg/g. Wuntu dan Kamu [15] mempelajari penyisihan aseton
menggunakan arang aktif biji asam jawa yang diaktivasi dengan natrium klorida,
dimana kapasitas adsorpsinya sebesar 6,85 x 10-2 cm3/g, lebih rendah dari
penggunaan arang aktif komersial sebesar 8,98x10-2 cm3/g. Gupta dan Babu [20]

3
Universitas Sumatera Utara

mempelajari adsorpsi logam Cr (VI) menggunakan adsorben dari biji asam jawa
yang diaktivasi dengan perlakuan panas dan asam sulfat 98%. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa adsorpsi kromium (VI) akan semakin efektif
dengan meningkatkan dosis adsorben. Persentase penghilangan sebesar 95% pada
dosis adsorben 24 g/L dengan yield maksimum adsorpsi 11,08 mg/g. Munusamy
et al. [21] membandingkan kemampuan adsorpsi metana dari karbon aktif biji

asam jawa dengan karbon aktif komersial. Hasilnya, karbon aktif biji asam jawa
yang diaktivasi dengan KOH (rasio berat 1:4) pada suhu 600 – 700 oC selama 60

menit dapat mengadsorpsi metana sebesar 180 cm3/g pada tekanan 35 bar. Shanthi
dan Mahalakshmi [22] membandingkan kemampuan karbon aktif komersial
dengan adsorben dari biji asam jawa yang diaktivasi dengan asam nitrat 4 N untuk
menghilangkan warna malachite green (MG) dan metilen biru (MB), dimana
diperoleh adsorben asam jawa mampu menyisihkan warna malachite green
sebesar 96,25% dan warna metilen biru sebesar 93,45%. Mancy et al. [23]
membuat analisa perbandingan terhadap penghilangan kandungan kromium dan
besi dari campuran cairan menggunakan biosorben biji asam jawa, biji kelor, biji
mimba, dan biji nirmali. Diperoleh hasil yang paling optimum untuk penyisihan
kromium adalah sebesar 32,8% dengan biji asam jawa, dan untuk penyisihan besi
adalah sebesar 37,8% dengan biji kelor. Rajeshkannan et al. [24] mempelajari
bahwa adsorben biji asam jawa dapat menghilangkan warna malachite green
(MG) dari campuran cairan pH