Analisa Kandungan Boraks pada Lontong Serta Pengetahuan dan Sikap Pedagang Tentang Boraks di Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Berdasarkan

Peraturan

1096/MENKES/PERVI/2011

Menteri
sanitasi

Kesehatan

makanan

RI


No.

merupakan

usaha

pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang menganggu
atau merusak kesehatan. Dengan demikian pengawasan terhadap makanan
dan minuman harus dilakukan secara rutin karena makanan bisa menjadi
media perantara penularan penyakit.
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia.
Makanan tersebut sangat mungkin sekali terkontaminasi sehingga dapat
menyebabkan suatu penyakit yang disebut penyakit bawaan makanan
(Agustina, 2009). Keamanan makanan merupakan masalah yang harus
mendapatkan perhatian khusus dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
secara keseluruhan. Salah satu masalah keamanan makanan di Indonesia
adalah masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab
produsen pangan tentang mutu dan keamanan makanan, terutama pada
industri kecil atau industri rumah tangga.

Kontrol resmi (inspeksi dan analisis sampel makanan) tidak mungkin
diterapkan ditingkat rumah tangga dan tindakan tersebut juga memiliki
keterbatasan pada industri kecil dan industri rumah tangga.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Hal ini sering menyebabkan produsen di industri rumah tangga
menambahkan zat – zat kimia berbahaya kedalam makanan untuk tujuan
tertentu (WHO, 2006).
Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan
pangan yang cukup dan bermutu, mencegah masyarakat dari jenis pangan
yang berbahaya bagi kesehatan dan yang bertentangan dengan keyakinan
masyarakat, memantapkan kelembagaan pangan dengan diterapkannya
peraturan dan perundang-undangan yang mengatur mutu gizi dan
keamanan pangan baik oleh industri pangan maupun masyarakat
konsumen (Hardinsyah, 2001).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 033 Tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan yang
selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP dapat
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan
pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung
atau tidak langsung. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan
nilai gizi. Penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan
pada saat ini masih banyak ditemukan dalam pangan dan berbahaya bagi
kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh

Universitas Sumatera Utara

3

karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu dan
untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan Boraks seringkali tidak

disengaja karena tanpa diketahui terkandung didalam bahan-bahan
tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan
bakso, mie basah, lontong, dan ketupat (ebookpangan. 2006).
Boraks merupakan senyawa kimia dengan rumus Na 2B4O7.10H2O
yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya
industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang
terkenal dibuat dengan campuran boraks. Di Indonesia boraks merupakan
salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan pada produk
makanan, karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia
yang mempunyai sifat karsinogen. Boraks sejak lama telah digunakan
masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk
puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) di sejumlah sekolah di Depok Jawa Barat, ditemukan
adanya zat pengawet yang diduga boraks di dalam jajanan berupa lontong
yang berbahan dasar beras (Nasution, 2009).
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang memang jelas-jelas
dilarang, seperti bahan pengawet yang melampaui ambang batas yang
telah ditentukan (Surianti, 2008). Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah
digunakan secara umum oleh masyarakat termasuk dalam pembuatan

makanan jajanan, tetapi dalam prakteknya masih banyak produsen
makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berlebih sehingga

Universitas Sumatera Utara

4

dapat menjadi racun dan berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak
boleh digunakan dalam makanan, baik mengenai sifat-sifat keamanan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Fadilah, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2009) di
Kelurahan Padang Bulan Kota Medan, dari 24 sampel lontong yang
diperiksa terdapat 15 sampel lontong yang mengandung boraks dengan
kadar tertinggi 4,081 gr/kg dan kadar terendah sebesar 0,989 gr/kg.
Sedangkan hasil pemeriksaan Nugroho (2011) terhadap lontong yang
diperjual belikan di wilayah Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi diperoleh
data bahwa dari 10 sampel lontong yang diperiksa, seluruhnya
mengandung boraks dengan kadar yang terendah 220,23 gr/kg dan yang
tertinggi 314,58 gr/kg.
Larangan penggunaan boraks juga diperkuat adanya Permenkes RI

No. 11688/MENKES/PER/X/1999 menyatakan bahwa salah satu bahan
tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah boraks.
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, penjual lontong di
Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan mengatakan bahwa
lontong yang mereka masak tahan sampai 2 hari pada suhu kamar tanpa
pemanasan dan pendinginan. Selain itu warnanya putih bersih dan
teksturnya pun sangat kenyal. Penulis membeli 5 lontong pada penjual
yang berbeda, kemudian lontong tersebut disimpan pada suhu kamar.
Setelah 2 hari, tenyata ditemukan 2 lontong yang masih bagus (tidak bau,
warna tetap bersih, kering dan kenyal).

Universitas Sumatera Utara

5

Alasan inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan
penelitian tentang penggunaan zat kimia yaitu boraks pada lontong yang
dijual di sekitar

Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan.


Mengingat lontong merupakan jajanan yang biasa dijual dan banyak
disukai oleh masyarakat.

1.2

Permasalahan Penelitian
Lontong

yang

dijual

di

Kelurahan

Aek

Tampang


Kota

Padangsidimpuan banyak dibeli oleh masyarakat untuk sarapan. Lontong
yang dibeli tidak cepat basi sehingga di khawatirkan lontong tersebut
mengandung bahan pengawet.
Maka berdasarkan hal tersebut perumusan masalah yang ada yaitu
belum diketahui ada tidaknya kandungan boraks pada lontong yang di jual
di Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan. Dan berapa kadarnya.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk

mengetahui

kandungan


boraks

pada

pengetahuan dan sikap pedagang tentang boraks di

lontong

serta

Kelurahan Aek

Tampang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


6

1.

Untuk mengetahui karakteristik pedagang lontong yang berjualan di
Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan.

2.

Untuk mengetahui pengetahuan pedagang lontong tentang boraks di
Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan.

3.

Untuk mengetahui sikap pedagang tentang penggunaan boraks pada
lontong di Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan.

4.


Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks dan untuk
mengetahui kadar boraks pada lontong yang dijual di Kelurahan Aek
Tampang Kota Padangsidimpuan.

5.

Untuk mengetahui berapa lama daya tahan lontong yang di jual di
Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk
lebih memperhatikan penggunaan bahan tambahan pangan yang
tidak diijinkan pada makanan seperti borak pada lontong.

2.

Sebagai bahan masukan dan petunjuk bagi pengolah makanan
termasuk pedagang lontong.

3.

Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih makanan olahan
yang aman untuk dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara