Analisa Kandungan Boraks pada Lontong Serta Pengetahuan dan Sikap Pedagang Tentang Boraks di Kelurahan Aek Tampang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

(1)

2.1 Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah merupakan salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Dimana sanitasi ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Sanitasi makanan adalah untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005).

Menurut Sumantri (2010), sanitasi makanan yang buruk bisa menyebabkan faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh


(2)

faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2.2 Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi ada yang tidak (Cahyo, 2006).

Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan dan pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh


(3)

konsumen. Dampak penggunaan dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangun bangsa. Dibidang pangan kita memelurkan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global (Cahyadi, 2009). Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah prepasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

A. Bahan Tambahan Pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

B. Bahan Tambahan Pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit maupun cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah. Contoh bahan tambahan pangan dalam


(4)

golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dll), dan antibiotik (Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang teah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (dailyintake) demi menjaga /melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2006).

2.3 Tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

2.3.1 Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) a. Meningkatkan nilai gizi makanan,

b. Memperbaiki nilai estetikadan sensori makanan, dan c. Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.

Produsen menambahkan bahan tambahan pangan ke dalam produk makanan dengan latar belakang yang berdeda-beda. Namun sebenarnya bagi konsumen, penambahan bahan tersebut tidak semuanya diperlukan. Bahkan seringkali ada bahan yang justru membahayakan kesehatan konsumen(Cahyo dan Diana 2006).

Pengunaan BTP seringkali berakibat buruk terhadap kesehatan. Beberapa faktor penyebab adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan bahan yang sebenarnya bukan untuk pangan, kerena alasan ekonomi. Sebagai contoh, penggunaan pewarna tekstil untuk


(5)

bahan makanan karena harganya lebih murah daripada pewarna makanan.

b. Kurangnya sosialisasi tentang dosis, manfaat, dan bahaya akibat penggunaan bahan tambahan pangan secara salah.

Adapun tujuan lainnya dalam penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, dan membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida dsb (Wisnu, 2006).


(6)

Penggunaan bahan tambahan pangan dapat dibenarkan apabila: Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan, tidak digunakan untuk menyembunyikan pengunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerjaa yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, dan tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.

2.4 Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan dan Dilarang Pengunaannya

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, tentang Golongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan diantaranya sebagai berikut :

1. Antioksidan (Antioxidant)

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan. Penggunaan meliputi bahan antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan lemak tinggi, produk daging, produk ikan, dll. Persyaratan (sesuai peraturan /undang-undang ), antioksidan sebagai bahan tambahan pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/88 tertulis pada lampiran1, antioksidan yang diizinkan peggunaannya antara lain asam askorbat, asa m eritrobat, askorbat palminat dll.


(7)

2. Antikempal (Anticaking Agent)

Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya pangan yang berupa tepung.

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

Pengaturan keasaman (asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet.

4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

Bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat.

5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour TreatmentAgent)

Bahan tambahan pangan yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga, begitu halnya dimaksudkan untuk memperbaiki mutu selama proses pengolahannya, seperti dalam hal pengembangan adonannya selama pemanggangan.

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)


(8)

Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan keju.

7. Pengawet (Preservative)

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.

8. Pengeras (Firming Agent)

Bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat.

9. Pewarna (Colour)

Bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan

10. Penyedap rasa dan aroma, Penguat rasa (Flavour, Flavour Enhancer)


(9)

Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.

11. Seksuestran (Sequestrant)

Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya. (Cahyadi, 2009)

Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :

1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium Klorat(Pottasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)


(10)

2.5 Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakan pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks, dan formalin (Cahyadi, 2008).

Pengawetan adalah suatu cara atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan makanan sedemikian rupa, sehingga bahan makanan tersebut tidak mudah rusak. Kadar maksimum pemberian zat tambahan tergantung pada jenis makanan apa yang akan diawetkan. Zat pengawet dipergunakan untuk mengawetkan makanan atau meberikan kesan segar pada makanan. Terdapat dua jenis pengawet, yaitu pengawet alami dan pengawet buatan; yang sering menganggu kesehatan adalah pengawet buatan (Irianto, 2007).

2.5.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.


(11)

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009).

2.6 Boraks atau Asam Borat

Boraks merupakan bahan pengawetuntuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa, dengan nama kimia natrium tetraborat dekahidrat (NaB4O710H2O). Boraks juga memiliki nama lain seperti sodium borat, borax decahydrate, sodium biborate decahydrate, disodium tetraborate decahydrate, sodium pyroborate decahydrate, sodium tetraborate decahydrate, boron sodium oxide, dan fused borax (Suhanda, 2012).

Asam Borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal jugan dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa timur dikenaal dengan nama “pijer”. Digunakan / ditambahkan ke dalam pangan / bahan pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008). Boraks murni diproduksi oleh industri farmasi dan diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, tepung berwarna putih kekuningan, atau dalam bentuk cairan tidak berwarna.


(12)

Boraks berasal dari tambang alam dari daerah batuan mineral yang mengandung boraks, misalnya batuan kernite, batuan colemanite, atau batuan ulexit (Yuliarti, 2007).

2.6.1 Karakteristik Boraks

Karakteristik Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) dalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat (H2B4O7) (Suhanda, 2012). Boraks merupakan senyawa hidrat dari garam natrium tetraborat dengan rumus molekul Na2B4O710H2O (Natrium tetraborat dekahidrat) dimana garam natrium tetraborat (Na2B4O7) adalah garam natrium dari asam piroborat. Boraks adalah senyawa bor berbentuk granular, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Jika larut dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Syah, 2005).

Asam borat (Boric acid) memiliki titik lebur 7430C dan titik didih sekitar 15750C (Khamid, 2006). Asam borat larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter, kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat serta asam borat mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat


(13)

merupakan asam lemah karena memiliki pH 9,5 dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk kristal berwarna putih, menghasilkan larutan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau serta agak manis (Cahyadi,2009).

Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan pada industri pembuatan keramik dan pembuatan kaca. Boraks banyak disalah gunakan pada pembuatan mie, bakso, dan lontong. Penambahan boraks dilakukan agar mie, bakso dan lontong yang dihasilkan kenyal dan tidak lembek. Mi yang menggunakan boraks dapat bertahan hingga 3 hari. Kerupuk yang menggunakan boraks akan mekar dengan baik ketika digoreng. Boraks merupakan bahan kimia yang berbahaya karena dapat terakumulasi didalam tubuh. Gejala keracunan boraks adalah mual, muntah dan bahkan menimbulkan kematian (Djoko, 2006).

2.6.2 Kegunaan Boraks

Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Anisyah, 2009).

Boraks atau bias disebut borate, memiliki nama lain, sodium tetraborate biasa digunakan untuk antiseptic dan zat pembersih selain itu


(14)

digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan detergen, pengawet kayu, antiseptik kayu, pengontrol kecoa (hama), dll (Nurjaya, 2013). Boraks juga digunakan pada Industri Electronik yaitu untuk pembuatan kapasitor (kondensor elektronik) yang digunakan dalam sistem mesin automobil, pendingin eletrik, radio, TV, dan barang-barang electronik lainnya (Suhanda, 2012).

2.6.3 Mekanisme Toksisitas Boraks

Mekanisme toksisitas terdiri dari dua fase. Fase pertama yaitu fase kinetik yang meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan proses pembuangan (ekskresi). Pada fase pertama ini bahan toksik akan mengalami proses sinergestis atau antagonis. Fase kedua yaitu fase dinamik yang merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik, bahan toksik yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa hasil proses biosintesa seperti protein, enzim dan lemak dan hasilnya bersifat merusak terhadap proses biomolekul dalam tubuh (Suhanda, 2012).

Proses masuknya boraks ke dalam tubuh yaitu melalui oral dimana manusia memakan makanan yang mengandung boraks. Kemudian boraks yang masuk ke dalam tubuh diabsorbsi secara kumulatif oleh saluran pencernaan (usus/lambung) dan selaput lendir (membran mukosa) dan sedikit demi sedikit boraks terakumulasi. Konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus dan dapat mengakibatkan usus tidak mampu mengubah zat makanan sehingga tidak dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kemudian boraks


(15)

didistribusikan lewat peredaran darah oleh vena porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme xenobiotik di dalam hati juga tinggi terutama enzim sitokrom P-450. Enzim ini membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga lebih mudah diekskresikan oleh hati. (Lu, 1995).

Masuknya boraks yang terus menerus akan menyebabkan rusaknya membran sel hati, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hati. Hal ini terjadi karena gugus aktif boraks B=O akan mengikat protein dan lemak tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat merusak permaebilitas sel karena membran sel kaya akan lemak. Akibatnya semua zat dapat keluar masuk ke dalam sel yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati (Suhanda, 2012).

Pada waktu sel-sel hati rusak, akan terjadi induksi enzim yang berada di dalam sel hati (enzim intraseluler) sehingga enzim intraseluler akan dilepaskan ke dalam darah. Enzim tersebut adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT). Peningkatan kadar SGPT dan SGOT dalam darah dapat dijadikan indikator biologis tidak langsung untuk keracunan boraks. Di dalam darah, boraks mengganggu metabolisme asam folat dimana asam folat sangat berperan dalam pembentukan darah. Berdasarkan hasil penelitian Landauer, didalam tubuh ion boraks berikatan dengan Riboflavin (Vitamin B2)dan akan membentuk suatu zat komplek yang larut dalam air dan bersifat tidak aktif. Dengan adanya ikatan


(16)

riboflavin-boraks ini, tubuh akan mengalami defisiensi riboflavin yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme asam folat. Dengan adanya gangguan metabolisme asam folat, maka pembentukan darah akan mengalami gangguan sehingga darah yang terbentuk jumlahnya tidak normal. Akibatnya eritrosit,leukosit, dan hemoglobin mengalami penurunan (Pangestiningsih, 1992).

Di dalam ginjal, boraks diekskresikan secara lamban. Adanya gangguan metabolisme sel dapat menyebabkan perubahan struktur sel. Perubahan yang terjadi di dalam ginjal akibat mengonsumsi makanan yang mengandung boraks yaitu terjadi pembengkakan sel-sel endothelium kapiler glomerulus dan terjadi penumpukan lemak pada sitoplasma sel epithelium tubulus kontortus proksimalis. Adanya pembengkakan sel karena sel-sel tampak lebih besar dan berhimpitan sehingga terlihat bengkak. Adanya senyawa toksik yang mengganggu enzim-enzim dalam sel dapat menyebabkan penurunan penggunaan lemak sehingga akan menimbulkan akumulasi lemak dalam sel. Meskipun penumpukan lemak merupakan kerusakan yang masih bersifat reversible (kemampuan beradaptasi sel telah terlampaui), tetapi hal itu termasuk gangguan yang berat dan dapat menjadi perintis nekrosis (Suhanda, 2012).

2.6.4 Dampak Boraks Terhadap Kesehatan

Efek toksik boraks akan terasa bila boraks dikonsumsi secara kumulatif dan

penggunaannya berulang-ulang. Dampak boraks terhadap kesehatan meliputi dampak akut dan dampak kronis yaitu:


(17)

1. Dampak Akut

Bila terpapar boraks dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan boraks yaitu (Yuliarti, 2007) :

฀ Bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan gejala batuk-batuk.

฀ Bila kontak dengan kulit maka akan menimbulkan iritasi kulit. ฀ Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata

memerah dan rasa perih.

฀ Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik),pendarahan gastro entritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk,demam dan sakit kepala. 2. Dampak Kronis

Bahaya utama terhadap kesehatan konsumsi makanan mengandung boraks dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan nafsu makan menurun, gangguan pencernaan, gangguan SSP (bingung dan bodoh), anemia, rambut rontok, kanker, gangguan hati, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dalam dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2009).


(18)

2.7 Lontong

2.7.1 Karekteristik Lontong

Lontong merupakan makanan khas Indonesia. Lontong banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia sebagai salah satu cara penyajian nasi. Lontong berbentuk nasi yang didapatkan karena dimasak dengan air berlebih namun ditekan dengan pembungkus (biasanya daun pisang). Lontong dapat bertahan hingga dua hari jika disimpan di lemari pendingin (Yolanda, 2013).

2.7.2 Pembuatan Lontong

Pada proses pembuatan lontong dapat dilakukan dengan memasukkan beras ke dalam panci. Tuangkan air hingga setinggi satu ruas jari dari permukaan beras. Masak sampai menjadi aron. Ambil selembar daun pisang, taruh 3 hingga 4 sendok makan beras aron di atasnya. Gulung hingga berbentuk bulat panjang bergaris tengah 4 cm. Semat kedua ujungnya dengan lidi. Lakukan hingga semua beras aron terbungkus. Didihkan air yang banyak dalam panci, masukkan gulungan beras ke dalamnya hingga terendam air. Rebus selama 4 jam, bila air berkurang tambahkan air panas secukupnya. Setelah lontong matang, angkat, tiriskan kemudian didinginkan (Anisyah, 2009).

2.7.3 Pengemasan dalam Plastik

Kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Plastik telah merupakan bagian kehidupan


(19)

sehari-hari manusia. Dalam dua dasarwarsa terakhir, kemasan plastik telah merebut pangsa pasar kemasan dunia, menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Kemasan plastik sudah men-dominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%. Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk minuman (Sulchan, 2007).

2.7.4 Plastik

Plastik merupakan bahan yang mempunyai derajat kekristalan yang lebih rendahvdari pada serat, dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Plastik adalah kantong pembungkus yang dibuat dari poliolefin atau polivinil klorida. Kemudahan dan keistimewaan dari plastik mampu menggantikan fungsi dari bahan seperti logam dan kayu dalam membantu kehidupan manusia (Mira, 2014).

Plastik merupakan material yang baru dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-0. Istilah lama menyebutkan bahwa plastik adalah semua bahan yang mampu dibentuk, namun, dalam istilah modern menyebutkan bahwa plastik adalah semua yang mencakup bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastik setelah dipanaskan dan dapat dibentuk dibawah tekanan. Plastik merupakan bahan pengemas yang sangat praktis penggunaannya serta mudah didapat dan ditemui mulai dari wadah makanan, pengemasan, botol minum, kantong plastik, dan alat makan (Rinrin, 2009).


(20)

2.7.5 Jenis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik 1. Plastik Termoset

Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat ir-reversible. Pada suhu tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan kontrak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung (Sulcha, 2007).

2. Jenis termoplastik

Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang-ulang tanpa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena (CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil (CHz = CHz) atau polyolefin (Sulcha, 2007). Poliolefina

a. Polietilen

Polietilen (PE), unsur atom-atom karbonnya bergabung melalui ikatan kovalen yang kuat. Antara rantai satu dengan yang lain dihubungkan oleh ikatan Vander Waals yang sifatnya jauh lebih lemah sehingga memberikan efek plastis.Terdapat dua jenis polietilen yaitu Polietilen Densitas Rendah (PEDR) dihasilkan dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi. Bahan ini bersifat kuat, agak tembus cahaya, fleksibel


(21)

dan permukaannya terasa agak berlemak. Di bawah temperatur 60° C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia. Di atas temperatur tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut karbon dan hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tak tahan untuk proses steriilisasi dengan uap panas dan bila ada senyawa kimia yang bersifat polar akan mengalami stress cracking (retak oleh tekanan). Jenis polietilen yang lain adalah Polietilen Densitas Tinggi (PEDT) yang dihasilkan dengan polimerisasi pada tekanan dan temperatur rendah (50-75)° C memakai katalisator Zeglier, mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak (Endang, 2007).

b. Polipropilen

Polipropilen termasuk kelompok olefin, bersifat lebih kerasdan titik lunaknya lebih tinggi daripada PEDT, lebih kenyal tetapi mempunyai daya tahan terhadap kejutan lebih rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi lingkungan, tahan terhadap sebagian besar yawa kimia kecuali pelarut aromatik dan hidrokarbon klorida dalam keadaan panas, serta sifat permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT.

c. Polivinil Klorida (PVC)

Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus air dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers


(22)

(biasanya ester aromatik) dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang putusnya rendah, tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan.

d. Vinilidin Khlorida (VC)

Mengandung dua atom klorin, merupakan bahan padat yang keras, bersifat tidak larut dalam sebagian besar pelarut dan daya serap airnya sangat rendah. Dapat menghasilkan film yang kuat, jernih dengan permeabilitas terhadap gas cukup rendah.

e. Politetrafluoroetilen (PTFE)

Bersifat sangat “inert” terhadap reaksi-reaksi kimia Polimer ini bersifat halus, berlemak dan umumnya berwarna abu-abu. Koefisien gesekannya sangat rendah sehingga menghasilkan permukaan yang tidak mudah lengket serta bertahan pada daerah suhu kerja yang luas.

f. Polistiren (PS)

Bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air . Dapat larut dalam alcohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat khlorin. Polimer ini mudah rapuh, sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau akrilonitril.

Termoplastik Selain Kelompok Etilen

a. Poliamid (nilon), merupakan polimer yang dihasilkan dengan proses kondensasi. Nilon bersifat kuat, ulet, persentase kristalinitasnya besar, titik leleh dan titik lunaknya tinggi. Nilon mempunyai gaya gesek rendah, tidak mudah abrasi dan sukar ditembus gas.


(23)

b. Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300° C, kuat, ulet, keras dan tembus cahaya, serta mudah larut dalam pelarut hidrokarbon klorida.

Kopolimer

Monomer-monomer yang tersebut di atas dipolimerisasikan untuk menghasilkan suatu unit berulang tunggal yang disebut homopolimer. Dalam beberapa hal polimer dapat dibuat dengan proses adisi lebih dari satu macam monomer, atau dengan reaksi kondensasi tiga macam monomer. Dalam kedua hal tersebut, akan diperoleh unit berulang lebih dari satu jenis monomer yang disebut kopolimer.

a. Etilen Venil Asetat (EVA), terdiri dari 20% vinil asetat, sehingga sifatnya mirip dengan PEDR, dengan kelebihan dalam hal sifat tembus cahaya dan sifat fisis terutama fleksibilitasnya pada temperatur rendah, lebih sukar ditembus oleh uap air dan gas lain.

b. Kopolimer vinil khlorida, lebih feksibel, terutama dimanfaatkan sebagai film atau pelapis bahan yang memerlukan persyaratan sukar ditembus gas dan uap air. Banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki daya proteksi bahan lain seperti kertas, polipropilena dan film selulosa.

c. Kopolimer polistirena, polimer ini mempunyai daya tahan pukulan yang jauh lebih baik dibandingkan polistirena, bersifat sangat sukar ditembus gas (Suyitno. 1990).


(24)

2.7.6 Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan

Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah (Koswara, 2006):

1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati.

2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker. Dampak akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan cacat lahir pada tikus yang memakannya.

3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati (liver) pada hewan.

4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya:

1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu ternyata DBP dan DOP ternyata


(25)

larutan kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Mirna, 2014)

2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk mencegah kerusakan pada plastik.

3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam lastik yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994).

4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapatmenggangu sistem endokrin.

5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada kehamilan

6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agentdan ikut menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan,


(26)

gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan kanker hati.

7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni sering tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. Begitu juga dengan plastik yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Mirna, 2014).

2.8 Pengetahuan

2.8.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khusunya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domainyang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior) (Sunaryo, 2004). Pengetahuan (Knowledge) merupak hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui


(27)

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tidakan seseorang (over behavior) (Soekidjo, 2003).

2.8.2 Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian yang terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) didalam Soekidjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berpilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness, (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengertahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penilitian selanjutnya Rongers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang postif, maka prilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya


(28)

apabila prilaku itu tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.8.3 Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan. b) Memahani, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum –hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d) Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi


(29)

e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi, yaitu kemmapuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri (Sunaryo, 2004).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian responden. Kedalaman pengetahuan yang igin kita ketahuai atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkat diatas (Soekidjo, 2003).

2.9 Sikap

Menurut Notoadmojo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah sesorang mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya akan menilai


(30)

atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendaat sesorang tehadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilain atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berprilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dll.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilain sesorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah dll (Soekidjo, 2003).

2.9.1 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk betindak (tendto behave)


(31)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2012).

2.9.2 Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah –ceramah tentang gizi.

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi,


(32)

adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.10 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks di dalam lontong, dan jika ada berapa nilai kadar boraks yang terkandung didalam lontong tersebut. Kemudian bagaimana pengetahuan dan sikap pedagang tersebut tentang boraks.

PENGETAHUAN PEDAGANG

LONTONG

SIKAP PEDAGANG

LONTONG

BORAKS PADA LONTONG

ADA

TIDA K

KANDUNGAN BORAKS KARAKTERISTIK


(1)

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tidakan seseorang (over behavior) (Soekidjo, 2003).

2.8.2 Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian yang terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) didalam Soekidjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berpilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness, (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengertahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penilitian selanjutnya Rongers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang postif,


(2)

apabila prilaku itu tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.8.3 Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan. b) Memahani, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum –hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d) Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi


(3)

e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi, yaitu kemmapuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri (Sunaryo, 2004).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian responden. Kedalaman pengetahuan yang igin kita ketahuai atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkat diatas (Soekidjo, 2003).

2.9 Sikap

Menurut Notoadmojo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah


(4)

atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendaat sesorang tehadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilain atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berprilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dll.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilain sesorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah dll (Soekidjo, 2003).

2.9.1 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk betindak (tendto behave)


(5)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2012).

2.9.2 Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah –ceramah tentang gizi.

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi,


(6)

adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.10 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks di dalam lontong, dan jika ada berapa nilai kadar boraks yang terkandung didalam lontong tersebut. Kemudian bagaimana pengetahuan dan sikap pedagang tersebut tentang boraks.

PENGETAHUAN PEDAGANG

LONTONG

SIKAP PEDAGANG

LONTONG

BORAKS PADA LONTONG

ADA

TIDA K

KANDUNGAN BORAKS KARAKTERISTIK