Analisis Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan Perpustakaan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tapanuli Selatan dengan Metode Fuzzy Service Quality
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, persoalan kualitas
produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan
untuk
menyediakan
produk
berkualitas
akan menjadi
senjata
untuk
memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas,
kepuasan konsumen akan tercapai. Oleh karena itu perusahaan harus
menentukan definisi yang tepat dan pemahaman yang akurat tentang kualitas
yang tepat.
2.1.1
Defenisi Kualitas
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi
atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang
lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain
(Ariani, 2002):
1. Juran (1962), “Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau
manfaatnya”.
2. Crosby (1979), “Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang
meliputi availability, delivery, reliability, maintainbility, dan cos
effectiveness”.
3. Deming (1982), “Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.
4. Feigenbaum (1991), “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik
produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya
akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
5. Scherkenbach (1991), “Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan
harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai
produk terebut”.
6. Elliot (1993), “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang
berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai
dengan tujuan”.
7. Goetch dan Davis (1995), “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia
(SNI 19-8402-1991), “kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik
produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan,
baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.
Sementara menurut Russel (1996) terdapat dua perspektif terhadap kualitas, yaitu:
a. Producer’s perspective (perspektif produsen)
Menurut perspektif produsen, kualitas produk dikaitkan dengan standar
produksi dan biaya, artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki
kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.
b. Consumer’s perspective (perspektif konsumen)
Menurut perspektif konsumen, kualitas produk dikaitkan dengan disain
dan harga, artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan
harga yang ditentukan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa produsen
menentukan persyaratan
atau spesifikasi
kualitas, sedangkan konsumen
menentukan kebutuhan dan keinginan. Kualitas produk dapat terjadi jika terdapat
kesesuaian antara perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan kesesuaian untuk digunakan konsumen (fitness for consumer use).
Pendefinisian akan akurat jika produsen mampu menerjemahkan kebutuhan dan
keinginan atas produk dalam spesifikasi produk yang dihasilkan. Oleh karena itu
perusahaan harus melakukan pengukuran kualitas berbasis konsumen. Maksudnya
adalah produk atau layanan yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi yang
ditentukan konsumen dan dinilai berkualitas (Purnama, 2006).
2.1.2
Kepuasan Pelanggan
Pada hakikatnya tujuan bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan
para pelanggan. Oleh karena itu, hanya dengan memahami proses dan pelanggan
maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha
manajemen diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan
pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya bila
akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Adanya kepuasan
pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya (Tjiptono, 2001):
1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis.
2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut ( word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan.
6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Kepuasan pelanggan sendiri tidak mudah didefinisikan Tjiptono (2001)
menyebutkan bahwa ada berbagai macam pengertian kepuasan pelanggan yang
diberikan oleh para pakar, yaitu:
1. Day, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respons pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
2. Wilkie, mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada
Universitas Sumatera Utara
evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
3. Engel, menyatakan kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di
mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil
(outcome) tidak memenuhi harapan.
4. Kotler, menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja
atau hasil yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil
pekerjaan seseorang atau suatu organisasi maka hanya merekalah yang dapat
menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan
apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
2.1.3
Dimensi Kualitas
Menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau
barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memiliki
banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan
menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut
memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas.
Wyckof dalam Lovelock (1988) menyatakan bahwa kualitas layanan
sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas
kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut
Parasuraman, Zeithaml
dan Berry (1988)
kualitas layanan merupakan
perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas
layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama
atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan
berkualitas dan memuaskan.
Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi:
1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan,
terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku,
Universitas Sumatera Utara
hubungan
internal,
penampilan,
kemudahan
akses,
dan
service
mindedness.
2. Kualitas teknis dan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi
harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetica output.
3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi
di mata konsumen.
Menurut Zeithaml, et al. (1985) kualitas layanan dapat dilihat dari 10 dimensi,
yaitu (Purnama,2006):
1. Communication, penggunaan bahasa komunikasi yang bisa dipahami
konsumen.
2. Credibility, kepercayaan konsumen terhadap penyedia layanan.
3. Security, keamanan konsumen, bebas resiko, bahaya dan keragu-raguan.
4. Knowing the customer, pemahaman penyedia layanan terhadap kebutuhan
dan harapan konsumen.
5. Tangibles, dalam memberi layanan harus ada standar pengukurannya.
6. Reliability, konsistensi penyedia layanan dan kemampuan penyedia
layanan terhadap kebutuhan dan harapan konsumen.
7. Responsivness, kemauan dan kesediaan penyedia layanan dalam memberi
layanan.
8. Competence, kemampuan atau keahlian penyedia layanan dalam
memberikan layanan.
9. Acces, kemampuan pendekatan dan kemudahan penyedia layanan untuk
bisa dihubungi oleh konsumen.
10. Courtesy, kesopanan, rosa hormat, perhatian dan keadilan penyedia
layanan ketika berhubungan dengan konsumen.
Di antara sepuluh dimensi kualitas layanan di atas, menurut Parasuraman et al.
(1988) ada yang saling tumpang tindih, sehingga mereka menyodorkan lima
dimensi kualitas yang lebih sederhana dan pada umumnya peneliti menggunakan
acuan lima dimensi kualitas layanan yang dikembangkan oleh mereka. Kelima
dimensi kualitas yang dimaksud yaitu:
1. Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa
ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh
Universitas Sumatera Utara
tampilan gedung, fasilitas fisik, pendukung, perlengkapan, dan penampilan
pekerja.
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan memberikan
layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemauan dan
bersedia membantu pelanggan dan memberi layanan dengan cepat dan
tanggap.
4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang
memberikan jaminan bahwa pelanggan bisa memberikan layanan dengan
baik.
5. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi
interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.
2.2 Skala Likert
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala
likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap
karakteristik suatu produk. Skala likert digunakan untuk mengukur respon subjek
yang berupa sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok kejadian
tentang kejadian atau gejala sosial ke dalam 5 poin skala dengan interval yang
sama (Erlina, 2011).
Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran
ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat
diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya.
Responden ditanyakan tingkat kepuasaan pada atribut-atribut kualitas pelayanan
yang sama dengan memberikan bobot sebagai berikut:
a. 1 untuk jawaban tidak puas.
b. 2 untuk jawaban kurang puas.
c. 3 untuk jawaban cukup puas.
d. 4 untuk jawaban puas.
e. 5 untuk jawaban sangat puas.
Kemudian responden diminta untuk menjawab tingkat kepentingan pada tiap
atribut kualitas pelayanan dengan memberi bobot sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. 1 untuk jawaban tidak penting.
b. 2 untuk jawaban kurang penting.
c. 3 untuk jawaban cukup penting.
d. 4 untuk jawaban penting
e. 5 untuk jawaban sangat penting.
2.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006).
Sugiarto dkk. (2001) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian
anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu
sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data dilakuan dengan cara metode pengumpulan data primer. Data
primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini dilakukan penyebaran kuesioner
pendahuluan kepada 30 responden untuk dipakai dalam uji validitas dan uji
reliabilitas. Kemudian akan dilakukan kembali penyebaran kuesioner asli kepada
sampel yang mewakili populasi dengan menggunakan rumus Slovin (1960):
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
(10%) dan tingkat kepercayaan 90%
Untuk menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampling. Teknik
sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang
akan digunakan dalam penelitian. Sugiyono (2006) menyebutkan bahwa terdapat
berbagai teknik sampling yang dapat digunakan, yaitu:
1. Probability Sampling
Universitas Sumatera Utara
Probability Sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Teknik ini meliputi:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple karena pengambilan sampel anggota dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsur
yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi
berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling
Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel bila obyek
yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari
suatu begara, propinsi atau kabupaten.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah
teknik
yang
tidak
memberi
peluang
ataukesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik ini meliputi.
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah atau kuota yang
diinginkan.
c. Sampling Aksidental
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
Universitas Sumatera Utara
peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d. Sampling Purposive
Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian disiplin
pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam
bidang kepegawaian saja.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan n=bila
jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel
jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih temantemannya untuk dijadikan sampel.
2.4 Uji Validitas
Validitas menunjukan seberapa jauh ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Isaac dan Michael (1981)
menjelaskan bahwa informasi validitas menunjukan tingkat dari kemampuan tes
untuk mencapai sasarannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
validitas menunjukan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur melakukan
tugasnya dalam mencapai sasarannya (Erlina, 2011).
Rumus yang digunakan untuk pengujian validitas adalah rumus korelasi product
moment Pearsons yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
√
= Nilai koefisien korelasi x y
X
= Nilai pertanyaan dari variabel
Universitas Sumatera Utara
Y
= Jumlah Total dari nilai X
n
= Jumlah Responden
Nilai r yang diperoleh dari pengujian validitas di dikonsultasikan ke tabel harga
kritik product moment dengat taraf kepercayaan 95%. Syarat minimum nilai
korelasi adalah jika
≥
pada taraf signifikan 0,05 dan dk = n – 2.
≥
Kriteria pengujiannya adalah apabila
valid, dan sebaliknya apabila nilai
<
maka pernyataan dinyatakan
maka pernyataan dinyatakan
tidak valid.
2.5 Metode Service Quality
Experience quality adalah kualitas yang hanya bisa dievaluasi konsumen setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa. Harapan pelanggan terhadap layanan yang
dijabarkan ke dalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami dan
diupayakan untuk diwujudkan (Jasfar, 2005).
Metode pengukuran kualitas layanan yang banyak digunakan secara luas
adalah metode service quality yang artinya kualitas layanan. Metode service
quality didasarkan pada “Gap Model” yang dikembangkan oleh Parasuraman, et
al. (1988, 1991, 1993, 1994). Kualitas layanan merupakan fungsi gap antara
harapan konsumen terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan. Harapan
konsumen harus menjadi acuan bagi penyedia layanan untuk mendisain,
menghasilkan, dan menyampaikan layanan kepada konsumen. Sedangkan
persepsi konsumen merupakan penilaian konsumen terhadap layanan yang telah
dirasakan atau diperoleh. Kualitas layanan merupakan perbandingan atau selisih
antara layanan yang dirasakan atau dipersepsikan oleh konsumen (persepsi)
dengan layanan ideal yang diinginkan atau diminta konsumen (harapan). Selisih
antara persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau kesenjangan kualitas
layanan, yang dirumuskan sebagai berikut (Purnama, 2006):
Persepsi ˗ Harapan = Gap
4.
Jika gap positif (Persepsi >Harapan) maka layanan dikatakan surprise dan
memuaskan.
5.
Jika gap nol (Persepsi = Harapan) maka layanan dikatakan berkualitas dan
Universitas Sumatera Utara
memuaskan.
6.
Jika gap negatif (Persepsi < Harapan) maka layanan dikatakan tidak
berkualitas dan tidak memuaskan.
Untuk mengukur kualitas layanan biasanya dipakai dimensi kualitas layanan
yang dikembangankan oleh Parasuraman dan kawan-kawan. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur kualitas layanan adalah kuesioner yang disebarkan
dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan cara pengukuran yang
berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan,2005).
2.6 Logika Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun
1965. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu
keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan
atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari
penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi & Purnomo, 2004).
Beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy adalah sebagai
berikut (Cox, 1994, dalam Kusumadewi & Purnomo, 2004):
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Karena logika fuzzy menggunakan
dasar teori himpunan, maka konsep metematis yang mendasari penalaran
fuzzy tersebut cukup mudah untuk dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. Jika
diberikan sekelompok data yang cukup homogen, dan kemudian ada
beberapa data yang “eksklusif”, maka logika fuzzy memiliki kempampuan
untuk menangani data eksklusif tersebut.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. Logika fuzzy menggunakan
bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti.
Kusumadewi (2002) mengemukakan bahwa himpunan fuzzy didasarkan pada
gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga
fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai
keanggotaanya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak
hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan
kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0
menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang
terletak antara benar dan salah. Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut:
Muda
Umur < 35 tahun
Setengah Baya
35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua
Umur > 55 tahun
Dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan
nilai Setengah Baya. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang
bersifat kontinu. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda,
umur 55 tahun termasuk Setengah Baya, sedangkan umur 56 tahun sudah
termasuk Tua. Demikian pula untuk kategori Muda dan Tua. Orang yang berumur
34 tahun dikatakan Muda, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah Tidak
Muda lagi. Orang yang berumur 55 tahun lebih 1 hari sudah Tidak Setengah Baya
lagi. Dengan demikian, pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkkan
pada hal-hal yang bersifat kontinu seperti umur.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu
(Kusumadewi & Purnomo, 2004):
a. Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu
sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb.
b. Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Himpunan fuzzy memiliki 2
Universitas Sumatera Utara
atribut, yaitu:
Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang memiliki suatu
keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami,
seperti: muda, parobaya, tua.
Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari
suatu variabel seperti: 10, 15, 20, dsb.
c. Semesta Pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton
dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan
positif maupun negatif. Ada kalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak
dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel
temperatur X= [0,40]
d. Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Contoh: himpunan fuzzy untuk semesta X= [0,125]
Himpunan fuzzy muda = [0,35] artinya seseorang dapat dikatakan
muda dengan umur antara 0 tahun sampai 35 tahun.
Himpunan fuzzy setengah baya = [35,65] artinya seseorang
dapat dikatakan parobaya dengan umur antara 35 tahun sampai 65.
Himpunan fuzzy tua = [65,125] artinya seseorang dapat dikatakan
tua dengan umur antara 65 tahun sampai 125 tahun.
2.6.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut
dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Untuk
menyatakan fungsi keanggotaan ada beberapa fungsi yang dapat digunakan, yaitu
(Kusumadewi, 2002):
1. Representasi linier
Universitas Sumatera Utara
Pada representasi linier, permukaan digambarkan sebagai suatu garis
lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk
mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Ada 2 keadaan himpunan
fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai
domain yang memiliki derajat keanggotaan [0] bergerak ke kanan
menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.
1
µ(x)
0
a
b
Gambar 2.1 representasi Linier Naik
Fungsi keanggotaan:
{
Kedua merupakan kebalikan pertama. Garis lurus dimulai dari nilai
domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian
bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan
lebih rendah.
1
µ(x)
Universitas Sumatera Utara
0
a
b
Gambar 2.2 Representasi Linier Turun
Fungsi keanggotaan:
{
2. Representasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis
(linier) seperti Gambar 2.3.
1
µ(x)
0
a
b
c
Gambar 2.3 Kurva Segitiga
Fungsi keanggotaan:
{
3. Representasi Kurva Trapesium
Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada
beberapa titik yang meiliki nilai keanggotaan 1 (Gambar 2.4).
Universitas Sumatera Utara
1
µ(x)
0
a
b
c
Gambar 2.4 Kurva Trapesium
d
Fungsi keanggotaan:
{
4. Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah
yang
terletak
ditengah-tengah
suatu
variabel
yang
direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya
akan naik dan turun. Sebagai contoh, apabila telah mencapai kondisi
PANAS, kenaikan temperatur akan tetap berada pada kondisi PANAS.
Himpunan fuzzy bahu, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri
variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah ,
demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar. Gambar 1.5
menunjukkan variabel TEMPERATUR dengan daerah bahunya. Pada
variabel PANAS merupakan bahu kanan dan variabel DINGIN
merupakan bahu kiri.
Dingin
Sejuk
Normal
Hangat
Panas
1
Universitas Sumatera Utara
µ(x)
0
x
Gambar 2.5 Kurva bentuk Bahu
2.6.2 Defuzzyfikasi
Input dari proses defuzzyfikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari
komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu
bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu
himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp
tertentu sebagai output (Kusumadewi, 2002).
Metode defuzzyfikasi pada komposisi aturan MAMDANI, yaitu:
Metode Centroid ( Composite Moment )
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah
fuzzy. Secara umum dirumuskan:
Z* =
∑
∑
Ada 2 keuntungan mengunakan metode centroid, yaitu:
1. Nilai defuzzyfikasi akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari
suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikutnya juga akan
berjalan dengan halus.
2. Mudah dihitung.
2.7 Importance-Performance Analysis
Universitas Sumatera Utara
Analisis
Importance-Performance
atau
Importance-Performance
Analysis
(IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977). IPA sebagai
rangkaian kerja yang sederhana untuk menganalisis atribut-atribut produk. Suatu
rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanan khusus dievaluasi
berdasar tingkat kepentingan masing-masing atribut menurut konsumen dan
bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relatif terhadap masing-masing
atribut. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen
terhadap tingkat kepentingan terhadap kualitas layanan (Importance) dengan
tingkat kinerja kualitas layanan (Performance). Dimensi kualitas layanan yang
digunakan adalah 5 dimensi yang dikembangkan oleh Parasuraman dan kawankawan (Purnama, 2005).
Rata-rata hasil penilaian keseluruhan konsumen kemudian digambarkan ke
dalam Diagram Cartesius. Dalam diagram cartesius, sumber absis (X) adalah
tingkat kinerja dan sumbu ordinat (Y) adalah tingkat kepentingan. Rata-rata
tingkat kinerja dipakai sebagai cut-off atau pembatas kinerja tinggi dengan tingkat
kinerja rendah, sedangkan rata-rata tingkat kepentingan dipakai sebagai cut-off
tingkat kepentingan tinggi dengan tingkat kepentingan rendah. Diagram Cartesius
disajikan pada gambar
High
Importance
(Kepentingan)
Kuadran B
Kuadran C
Concentrate Here
Keep Up The Good Work
Kuadran A
Kuadran D
Low Priority
Possible Overkill
Low
Performance (Kinerja)
High
Gambar 2.6 Diagram Cartesius
Sumber : Martilla dan James (1977)
Diagram ini digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut yang harus
diperbaiki dan biasa menjadi petunjuk untuk formulasi strategi. Peta posisi
kuadran masing-masing atribut atau dimensi layanan mengindikasikan derajat
urgensi relatif untuk perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
1.
Posisi Low Priority (Kuadran A)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan rendah.
Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan juga rendah,
sehingga atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini mendapat
prioritas rendah untuk diperbaiki.
2. Posisi Concentrate Here (Kuadran B)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi,
namun tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan rendah.
Kondisi ini dinilai berbahaya karena antara tingkat kepentingan dengan tingkat
kinerja berlawanan arah, sehingga perbaikan harus diprioritaskan atau
dikonsentrasikan untuk atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran
ini.
3. Posisi Keep Up The Good Work (Kuadran C)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi.
Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut layanan juga tinggi, sehingga
atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini dinilai aman dan harus
dipertahankan kinerjanya.
4. Posisi Possible Overkill (Kuadran D)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan rendah.
Universitas Sumatera Utara
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, persoalan kualitas
produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan
untuk
menyediakan
produk
berkualitas
akan menjadi
senjata
untuk
memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas,
kepuasan konsumen akan tercapai. Oleh karena itu perusahaan harus
menentukan definisi yang tepat dan pemahaman yang akurat tentang kualitas
yang tepat.
2.1.1
Defenisi Kualitas
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi
atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang
lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara lain
(Ariani, 2002):
1. Juran (1962), “Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau
manfaatnya”.
2. Crosby (1979), “Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang
meliputi availability, delivery, reliability, maintainbility, dan cos
effectiveness”.
3. Deming (1982), “Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.
4. Feigenbaum (1991), “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik
produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya
akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
5. Scherkenbach (1991), “Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan
harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukan nilai
produk terebut”.
6. Elliot (1993), “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang
berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai
dengan tujuan”.
7. Goetch dan Davis (1995), “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia
(SNI 19-8402-1991), “kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik
produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan,
baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.
Sementara menurut Russel (1996) terdapat dua perspektif terhadap kualitas, yaitu:
a. Producer’s perspective (perspektif produsen)
Menurut perspektif produsen, kualitas produk dikaitkan dengan standar
produksi dan biaya, artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki
kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.
b. Consumer’s perspective (perspektif konsumen)
Menurut perspektif konsumen, kualitas produk dikaitkan dengan disain
dan harga, artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan
harga yang ditentukan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa produsen
menentukan persyaratan
atau spesifikasi
kualitas, sedangkan konsumen
menentukan kebutuhan dan keinginan. Kualitas produk dapat terjadi jika terdapat
kesesuaian antara perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan kesesuaian untuk digunakan konsumen (fitness for consumer use).
Pendefinisian akan akurat jika produsen mampu menerjemahkan kebutuhan dan
keinginan atas produk dalam spesifikasi produk yang dihasilkan. Oleh karena itu
perusahaan harus melakukan pengukuran kualitas berbasis konsumen. Maksudnya
adalah produk atau layanan yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi yang
ditentukan konsumen dan dinilai berkualitas (Purnama, 2006).
2.1.2
Kepuasan Pelanggan
Pada hakikatnya tujuan bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan
para pelanggan. Oleh karena itu, hanya dengan memahami proses dan pelanggan
maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha
manajemen diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan
pelanggan. Apapun yang dilakukan manajemen tidak akan ada gunanya bila
akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Adanya kepuasan
pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya (Tjiptono, 2001):
1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis.
2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut ( word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan.
5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan.
6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
Kepuasan pelanggan sendiri tidak mudah didefinisikan Tjiptono (2001)
menyebutkan bahwa ada berbagai macam pengertian kepuasan pelanggan yang
diberikan oleh para pakar, yaitu:
1. Day, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respons pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
2. Wilkie, mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada
Universitas Sumatera Utara
evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
3. Engel, menyatakan kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di
mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil
(outcome) tidak memenuhi harapan.
4. Kotler, menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja
atau hasil yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil
pekerjaan seseorang atau suatu organisasi maka hanya merekalah yang dapat
menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan
apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
2.1.3
Dimensi Kualitas
Menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau
barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memiliki
banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan
menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut
memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas.
Wyckof dalam Lovelock (1988) menyatakan bahwa kualitas layanan
sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas
kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut
Parasuraman, Zeithaml
dan Berry (1988)
kualitas layanan merupakan
perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas
layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama
atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan
berkualitas dan memuaskan.
Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi:
1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan,
terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku,
Universitas Sumatera Utara
hubungan
internal,
penampilan,
kemudahan
akses,
dan
service
mindedness.
2. Kualitas teknis dan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi
harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetica output.
3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi
di mata konsumen.
Menurut Zeithaml, et al. (1985) kualitas layanan dapat dilihat dari 10 dimensi,
yaitu (Purnama,2006):
1. Communication, penggunaan bahasa komunikasi yang bisa dipahami
konsumen.
2. Credibility, kepercayaan konsumen terhadap penyedia layanan.
3. Security, keamanan konsumen, bebas resiko, bahaya dan keragu-raguan.
4. Knowing the customer, pemahaman penyedia layanan terhadap kebutuhan
dan harapan konsumen.
5. Tangibles, dalam memberi layanan harus ada standar pengukurannya.
6. Reliability, konsistensi penyedia layanan dan kemampuan penyedia
layanan terhadap kebutuhan dan harapan konsumen.
7. Responsivness, kemauan dan kesediaan penyedia layanan dalam memberi
layanan.
8. Competence, kemampuan atau keahlian penyedia layanan dalam
memberikan layanan.
9. Acces, kemampuan pendekatan dan kemudahan penyedia layanan untuk
bisa dihubungi oleh konsumen.
10. Courtesy, kesopanan, rosa hormat, perhatian dan keadilan penyedia
layanan ketika berhubungan dengan konsumen.
Di antara sepuluh dimensi kualitas layanan di atas, menurut Parasuraman et al.
(1988) ada yang saling tumpang tindih, sehingga mereka menyodorkan lima
dimensi kualitas yang lebih sederhana dan pada umumnya peneliti menggunakan
acuan lima dimensi kualitas layanan yang dikembangkan oleh mereka. Kelima
dimensi kualitas yang dimaksud yaitu:
1. Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa
ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh
Universitas Sumatera Utara
tampilan gedung, fasilitas fisik, pendukung, perlengkapan, dan penampilan
pekerja.
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan memberikan
layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemauan dan
bersedia membantu pelanggan dan memberi layanan dengan cepat dan
tanggap.
4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang
memberikan jaminan bahwa pelanggan bisa memberikan layanan dengan
baik.
5. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi
interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.
2.2 Skala Likert
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala
likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap
karakteristik suatu produk. Skala likert digunakan untuk mengukur respon subjek
yang berupa sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok kejadian
tentang kejadian atau gejala sosial ke dalam 5 poin skala dengan interval yang
sama (Erlina, 2011).
Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran
ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat
diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya.
Responden ditanyakan tingkat kepuasaan pada atribut-atribut kualitas pelayanan
yang sama dengan memberikan bobot sebagai berikut:
a. 1 untuk jawaban tidak puas.
b. 2 untuk jawaban kurang puas.
c. 3 untuk jawaban cukup puas.
d. 4 untuk jawaban puas.
e. 5 untuk jawaban sangat puas.
Kemudian responden diminta untuk menjawab tingkat kepentingan pada tiap
atribut kualitas pelayanan dengan memberi bobot sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. 1 untuk jawaban tidak penting.
b. 2 untuk jawaban kurang penting.
c. 3 untuk jawaban cukup penting.
d. 4 untuk jawaban penting
e. 5 untuk jawaban sangat penting.
2.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006).
Sugiarto dkk. (2001) mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian
anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu
sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data dilakuan dengan cara metode pengumpulan data primer. Data
primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini dilakukan penyebaran kuesioner
pendahuluan kepada 30 responden untuk dipakai dalam uji validitas dan uji
reliabilitas. Kemudian akan dilakukan kembali penyebaran kuesioner asli kepada
sampel yang mewakili populasi dengan menggunakan rumus Slovin (1960):
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
(10%) dan tingkat kepercayaan 90%
Untuk menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampling. Teknik
sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang
akan digunakan dalam penelitian. Sugiyono (2006) menyebutkan bahwa terdapat
berbagai teknik sampling yang dapat digunakan, yaitu:
1. Probability Sampling
Universitas Sumatera Utara
Probability Sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Teknik ini meliputi:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple karena pengambilan sampel anggota dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsur
yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi
berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling
Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel bila obyek
yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari
suatu begara, propinsi atau kabupaten.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah
teknik
yang
tidak
memberi
peluang
ataukesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik ini meliputi.
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah atau kuota yang
diinginkan.
c. Sampling Aksidental
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
Universitas Sumatera Utara
peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d. Sampling Purposive
Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian disiplin
pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam
bidang kepegawaian saja.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan n=bila
jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel
jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih temantemannya untuk dijadikan sampel.
2.4 Uji Validitas
Validitas menunjukan seberapa jauh ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Isaac dan Michael (1981)
menjelaskan bahwa informasi validitas menunjukan tingkat dari kemampuan tes
untuk mencapai sasarannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
validitas menunjukan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur melakukan
tugasnya dalam mencapai sasarannya (Erlina, 2011).
Rumus yang digunakan untuk pengujian validitas adalah rumus korelasi product
moment Pearsons yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
√
= Nilai koefisien korelasi x y
X
= Nilai pertanyaan dari variabel
Universitas Sumatera Utara
Y
= Jumlah Total dari nilai X
n
= Jumlah Responden
Nilai r yang diperoleh dari pengujian validitas di dikonsultasikan ke tabel harga
kritik product moment dengat taraf kepercayaan 95%. Syarat minimum nilai
korelasi adalah jika
≥
pada taraf signifikan 0,05 dan dk = n – 2.
≥
Kriteria pengujiannya adalah apabila
valid, dan sebaliknya apabila nilai
<
maka pernyataan dinyatakan
maka pernyataan dinyatakan
tidak valid.
2.5 Metode Service Quality
Experience quality adalah kualitas yang hanya bisa dievaluasi konsumen setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa. Harapan pelanggan terhadap layanan yang
dijabarkan ke dalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami dan
diupayakan untuk diwujudkan (Jasfar, 2005).
Metode pengukuran kualitas layanan yang banyak digunakan secara luas
adalah metode service quality yang artinya kualitas layanan. Metode service
quality didasarkan pada “Gap Model” yang dikembangkan oleh Parasuraman, et
al. (1988, 1991, 1993, 1994). Kualitas layanan merupakan fungsi gap antara
harapan konsumen terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan. Harapan
konsumen harus menjadi acuan bagi penyedia layanan untuk mendisain,
menghasilkan, dan menyampaikan layanan kepada konsumen. Sedangkan
persepsi konsumen merupakan penilaian konsumen terhadap layanan yang telah
dirasakan atau diperoleh. Kualitas layanan merupakan perbandingan atau selisih
antara layanan yang dirasakan atau dipersepsikan oleh konsumen (persepsi)
dengan layanan ideal yang diinginkan atau diminta konsumen (harapan). Selisih
antara persepsi dengan harapan disebut dengan “gap” atau kesenjangan kualitas
layanan, yang dirumuskan sebagai berikut (Purnama, 2006):
Persepsi ˗ Harapan = Gap
4.
Jika gap positif (Persepsi >Harapan) maka layanan dikatakan surprise dan
memuaskan.
5.
Jika gap nol (Persepsi = Harapan) maka layanan dikatakan berkualitas dan
Universitas Sumatera Utara
memuaskan.
6.
Jika gap negatif (Persepsi < Harapan) maka layanan dikatakan tidak
berkualitas dan tidak memuaskan.
Untuk mengukur kualitas layanan biasanya dipakai dimensi kualitas layanan
yang dikembangankan oleh Parasuraman dan kawan-kawan. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur kualitas layanan adalah kuesioner yang disebarkan
dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan cara pengukuran yang
berhubungan dengan pertanyaan tentang sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan,2005).
2.6 Logika Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun
1965. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu
keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan
atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari
penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi & Purnomo, 2004).
Beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy adalah sebagai
berikut (Cox, 1994, dalam Kusumadewi & Purnomo, 2004):
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Karena logika fuzzy menggunakan
dasar teori himpunan, maka konsep metematis yang mendasari penalaran
fuzzy tersebut cukup mudah untuk dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. Jika
diberikan sekelompok data yang cukup homogen, dan kemudian ada
beberapa data yang “eksklusif”, maka logika fuzzy memiliki kempampuan
untuk menangani data eksklusif tersebut.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. Logika fuzzy menggunakan
bahasa sehari-hari sehingga mudah dimengerti.
Kusumadewi (2002) mengemukakan bahwa himpunan fuzzy didasarkan pada
gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga
fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai
keanggotaanya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak
hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan
kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0
menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang
terletak antara benar dan salah. Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut:
Muda
Umur < 35 tahun
Setengah Baya
35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua
Umur > 55 tahun
Dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan
nilai Setengah Baya. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang
bersifat kontinu. Misalkan klasifikasi untuk umur 55 dan 56 sangat jauh berbeda,
umur 55 tahun termasuk Setengah Baya, sedangkan umur 56 tahun sudah
termasuk Tua. Demikian pula untuk kategori Muda dan Tua. Orang yang berumur
34 tahun dikatakan Muda, sedangkan orang yang berumur 35 tahun sudah Tidak
Muda lagi. Orang yang berumur 55 tahun lebih 1 hari sudah Tidak Setengah Baya
lagi. Dengan demikian, pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkkan
pada hal-hal yang bersifat kontinu seperti umur.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu
(Kusumadewi & Purnomo, 2004):
a. Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu
sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb.
b. Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Himpunan fuzzy memiliki 2
Universitas Sumatera Utara
atribut, yaitu:
Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang memiliki suatu
keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami,
seperti: muda, parobaya, tua.
Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari
suatu variabel seperti: 10, 15, 20, dsb.
c. Semesta Pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton
dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan
positif maupun negatif. Ada kalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak
dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel
temperatur X= [0,40]
d. Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Contoh: himpunan fuzzy untuk semesta X= [0,125]
Himpunan fuzzy muda = [0,35] artinya seseorang dapat dikatakan
muda dengan umur antara 0 tahun sampai 35 tahun.
Himpunan fuzzy setengah baya = [35,65] artinya seseorang
dapat dikatakan parobaya dengan umur antara 35 tahun sampai 65.
Himpunan fuzzy tua = [65,125] artinya seseorang dapat dikatakan
tua dengan umur antara 65 tahun sampai 125 tahun.
2.6.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut
dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Untuk
menyatakan fungsi keanggotaan ada beberapa fungsi yang dapat digunakan, yaitu
(Kusumadewi, 2002):
1. Representasi linier
Universitas Sumatera Utara
Pada representasi linier, permukaan digambarkan sebagai suatu garis
lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk
mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Ada 2 keadaan himpunan
fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai
domain yang memiliki derajat keanggotaan [0] bergerak ke kanan
menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.
1
µ(x)
0
a
b
Gambar 2.1 representasi Linier Naik
Fungsi keanggotaan:
{
Kedua merupakan kebalikan pertama. Garis lurus dimulai dari nilai
domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian
bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan
lebih rendah.
1
µ(x)
Universitas Sumatera Utara
0
a
b
Gambar 2.2 Representasi Linier Turun
Fungsi keanggotaan:
{
2. Representasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis
(linier) seperti Gambar 2.3.
1
µ(x)
0
a
b
c
Gambar 2.3 Kurva Segitiga
Fungsi keanggotaan:
{
3. Representasi Kurva Trapesium
Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada
beberapa titik yang meiliki nilai keanggotaan 1 (Gambar 2.4).
Universitas Sumatera Utara
1
µ(x)
0
a
b
c
Gambar 2.4 Kurva Trapesium
d
Fungsi keanggotaan:
{
4. Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah
yang
terletak
ditengah-tengah
suatu
variabel
yang
direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya
akan naik dan turun. Sebagai contoh, apabila telah mencapai kondisi
PANAS, kenaikan temperatur akan tetap berada pada kondisi PANAS.
Himpunan fuzzy bahu, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri
variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah ,
demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar. Gambar 1.5
menunjukkan variabel TEMPERATUR dengan daerah bahunya. Pada
variabel PANAS merupakan bahu kanan dan variabel DINGIN
merupakan bahu kiri.
Dingin
Sejuk
Normal
Hangat
Panas
1
Universitas Sumatera Utara
µ(x)
0
x
Gambar 2.5 Kurva bentuk Bahu
2.6.2 Defuzzyfikasi
Input dari proses defuzzyfikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari
komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu
bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu
himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp
tertentu sebagai output (Kusumadewi, 2002).
Metode defuzzyfikasi pada komposisi aturan MAMDANI, yaitu:
Metode Centroid ( Composite Moment )
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah
fuzzy. Secara umum dirumuskan:
Z* =
∑
∑
Ada 2 keuntungan mengunakan metode centroid, yaitu:
1. Nilai defuzzyfikasi akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari
suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikutnya juga akan
berjalan dengan halus.
2. Mudah dihitung.
2.7 Importance-Performance Analysis
Universitas Sumatera Utara
Analisis
Importance-Performance
atau
Importance-Performance
Analysis
(IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977). IPA sebagai
rangkaian kerja yang sederhana untuk menganalisis atribut-atribut produk. Suatu
rangkaian atribut layanan yang berkaitan dengan layanan khusus dievaluasi
berdasar tingkat kepentingan masing-masing atribut menurut konsumen dan
bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relatif terhadap masing-masing
atribut. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen
terhadap tingkat kepentingan terhadap kualitas layanan (Importance) dengan
tingkat kinerja kualitas layanan (Performance). Dimensi kualitas layanan yang
digunakan adalah 5 dimensi yang dikembangkan oleh Parasuraman dan kawankawan (Purnama, 2005).
Rata-rata hasil penilaian keseluruhan konsumen kemudian digambarkan ke
dalam Diagram Cartesius. Dalam diagram cartesius, sumber absis (X) adalah
tingkat kinerja dan sumbu ordinat (Y) adalah tingkat kepentingan. Rata-rata
tingkat kinerja dipakai sebagai cut-off atau pembatas kinerja tinggi dengan tingkat
kinerja rendah, sedangkan rata-rata tingkat kepentingan dipakai sebagai cut-off
tingkat kepentingan tinggi dengan tingkat kepentingan rendah. Diagram Cartesius
disajikan pada gambar
High
Importance
(Kepentingan)
Kuadran B
Kuadran C
Concentrate Here
Keep Up The Good Work
Kuadran A
Kuadran D
Low Priority
Possible Overkill
Low
Performance (Kinerja)
High
Gambar 2.6 Diagram Cartesius
Sumber : Martilla dan James (1977)
Diagram ini digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut yang harus
diperbaiki dan biasa menjadi petunjuk untuk formulasi strategi. Peta posisi
kuadran masing-masing atribut atau dimensi layanan mengindikasikan derajat
urgensi relatif untuk perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
1.
Posisi Low Priority (Kuadran A)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan rendah.
Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan juga rendah,
sehingga atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini mendapat
prioritas rendah untuk diperbaiki.
2. Posisi Concentrate Here (Kuadran B)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi,
namun tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut atau dimensi layanan rendah.
Kondisi ini dinilai berbahaya karena antara tingkat kepentingan dengan tingkat
kinerja berlawanan arah, sehingga perbaikan harus diprioritaskan atau
dikonsentrasikan untuk atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran
ini.
3. Posisi Keep Up The Good Work (Kuadran C)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan tinggi.
Tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh atribut layanan juga tinggi, sehingga
atribut atau dimensi layanan yang berada pada kuadran ini dinilai aman dan harus
dipertahankan kinerjanya.
4. Posisi Possible Overkill (Kuadran D)
Jika atribut atau dimensi layanan berada pada kuadran ini menunjukkan bahwa
tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut atau dimensi layanan rendah.
Universitas Sumatera Utara