T2 752013001 Bab III

52

BAB III
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PRANIKAH DI KLASIS KOTA
GEREJA PROTESTAN MALUKU
SERTA FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBATNYA
(Suatu Penjelasan dan Analisis)

3.1. Pengantar
Keluarga, sebagai inti dari sebuah masyarakat memiliki peran penting untuk
membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu
berspiritualitas. Tanggung jawab untuk membentuk keluarga yang „sehat‟ secara
spiritual, moral dan sosial tersebut menuntut perhatian lebih dari berbagai
kalangan termasuk dari pihak Gereja. Melalui Gereja, pembentukan keluarga yang
ideal mendapat bentuknya dari berbagai persiapan yang dijalani oleh calon
pasangan suami dan istri (pasutri) jauh sebelum pemberkatan pernikahan. Salah
satu bentuk persiapan tersebut adalah pendidikan pranikah. Perhatian Gereja
dengan memberi porsi lebih kepada proses ini menjadi saat-saat paling penting
untuk menciptakan calon keluarga yang matang dan dewasa secara holistik.
Gereja Prostestan Maluku (GPM) dalam tanggung jawab memahami
pentingnya proses tersebut serta melihat berbagai fenomena masalah-masalah

keluarga yang timbul akibat pernikahan-pernikahan yang tidak dilengkapi sejak
awal telah mengambil langkah penting untuk memberikan pendidikan pranikah
yang holistik bagi calon pasangan suami-istri. Meninjau kebijakan tersebut maka
pada bagian ini, peneliti akan memuat temuan data empiris di lapangan mengenai

53

penyelenggaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon dengan sampel data
terdiri dari tiga jemaat yaitu jemaat Silo, jemaat Bethel dan jemaat Imanuel.
Klasis Kota Ambon dipilih dengan mempertimbangkan wilayah pelayanan GPM
yang berada pada pusat ibu kota Maluku dengan mobilitas yang tinggi,
perkembangan informasi dan budaya yang lebih maju dibandingkan dengan
klasis-klasis yang lain. Sedangkan pemilihan ketiga jemaat ini didasari dari letak
geografis masing-masing jemaat yang dikategorikan sebagai jemaat perkotaan
dalam wilayah perbukitan dan dataran rata dengan jumlah jemaat terbanyak.
Identifikasi sampel ini berimplikasi pada berbagai permasalahan keluarga yang
timbul dari masing-masing jemaat.
Berdasarkan hal tersebut maka pembahasan bab ini dibagi menjadi beberapa
bagian untuk menjawab rumusan masalah yaitu gambaran umum wilayah
pelayanan Klasis Kota Ambon dan penyelengaraan pendidikan pranikah di tingkat

jemaat Klasis Kota Ambon serta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya.

3.2. Gambaran Umum Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon GPM
3.2.1.

Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon

Dalam Sidang Jemaat bersama dengan Badan Pekerja Sinode GPM tanggal
20 Mei 1973, diputuskan bahwa Klasis Kota Ambon resmi berdiri dengan tiga
jemaat, yakni Jemaat Bethel, Jemaat Bethania dan Jemaat Silo. Dalam
perkembangan selanjutnya, dicermati bahwa ketiga jemaat ini tidak efektif
menyelenggarakan pelayanan kepada warga jemaat, karena wilayah pelayanan
yang terlalu luas. Karena itu, langkah-langkah pemekaran dijejaki. Oleh sebab itu,

54

sejak tahun 1986 hingga kini, ketiga jemaat utama di atas telah dimekarkan
menjadi 15 jemaat umum, 1 jemaat khusus dan 2 jemaat kategorial, sehingga
keseluruhan jemaat dalam Klasis Kota Ambon adalah 18 jemaat. Berikut data
keadaan jemaat dan sektor pelayanannya:1

No.

Jemaat/Sektor

Jumlah KK

Jumlah Jiwa

1.645

6.311

*

*

1

Bethel/19 Sektor


2

Ebenhaezer/13 Sektor

3

Silo/12 Sektor

816

3.064

4

Imanuel/10 Sektor

985

3.914


5

Petra/9 Sektor

795

3.622

6

Bethania/8 Sektor

556

2.053

7

Bethabara/7 Sektor


564

2.280

8

Pniel/6 Sektor

704

2.952

9

Getsemani/5 Sektor

406

1.563


10

Menara Kasih/4 Sektor

252

1.021

11

Sion/4 Sektor

431

1.749

12

Syalom/4 Sektor


657

2.669

13

Sejahtera/3 Sektor

176

681

14

Eirene/3 Sektor

306

1.315


15

Ora et Labora/2 Sektor

*

701

16

Hok Im Tong

*

*

17

Sinar Kasih


*

*

18

Diakonos

*

*

8.266

33.895

Jumlah
Keterangan: (*) berarti tidak ada data.

Tabel 3.1 Data Keadaan dan Sektor Pelayanan Jemaat-Jemaat Klasis

Kota Ambon – GPM
1

Gereja Protestan Maluku Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan Sidang XXXVI Klasis
Kota Ambon Tahun 2012 (Ambon: Majelis Pekerja Klasis, 2012), 193-196.

55

3.2.2. Letak Geografis Klasis Kota Ambon
Klasis Kota Ambon berkedudukan di pusat Ibu Kota Provinsi Maluku. Batasbatas wilayah Klasis Kota Ambon adalah sebagai berikut:2
 Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon
 Sebelah selatan berbatasan dengan Jemaat Pandan Kasturi
 Sebelah barat berbatasan dengan Jemaat Rehoboth
 Sebelah timur berbatasan dengan Jemaat Soya Kayu Putih

Gambar 3.1 Peta Kota Ambon (Sumber: www.websitesrcg.com)3
Menyangkut letak geografis Klasis Kota Ambon, maka perlu dikemukakan
beberapa karakteristik yang menonjol dalam jemaat-jemaat di lingkup Klasis Kota
Ambon.
2

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 194.
W.
Richard
Rowart,
“Ambon
Information
Based,”
Diunduh
dari
http://www.websitesrcg.com/ambon/maps/AmbonCity03.gif pada 03 Juni 2014, pukul 18.00 WIT.
3

56

Pertama, secara topografi, jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon berada pada
posisi berbukit dan rata. Beberapa jemaat yang berada pada wilayah perbukitan di
antaranya: Jemaat GPM Syaloom, Jemaat GPM Eirene, Jemaat GPM Menara
Kasih, Jemaat GPM Pniel, Jemaat GPM Sion, Jemaat GPM Imanuel dan Jemaat
GPM Ebenhaezer, Jemaat GPM Bethel. Jemaat-jemaat ini pada umumnya rawan
terhadap bahaya longsor kala musim hujan mengguyur kota Ambon, karena
sebagian besar rumah warga jemaat berada pada posisi kemiringan tanah. Selain
faktor kemiringan tanah, saluran air yang tidak memadai juga menjadi pemicu
bahaya longsor bagi jemaat-jemaat yang berada pada perbukitan. Sedangkan
jemaat-jemaat yang berada pada posisi rata mengalami masalah sampah yang
akut, karena aktivitas masyarakat yang cukup padat di kota dan sulit dikontrol.
Akibatnya perilaku membuang sampah secara sembarangan turut mewarnai
masyarakat di kota yang sebagiannya adalah warga jemaat di lingkup Klasis Kota
Ambon.4
Kedua, beberapa jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon berbatasan langsung
dengan wilayah-wilayah yang rawan konflik seperti: Jemaat GPM Bethel, Jemaat
GPM Silo, Jemaat GPM Bethabara, Jemaat GPM Petra, Jemaat GPM Ora Et
Labora, Jemaat GPM Menara Kasih, Jemaat GPM Bethania, Jemaat GPM khusus
Hok Im Tong, Jemaat GPM Sinar Kasih dan Jemaat GPM Sejahtera. Eksistensi
jemaat-jemaat ini perlu diperhatikan secara serius bukan sekedar lewat karena
jemaat-jemaat dimaksud berbatasan dengan wilayah-wilayah pemukiman
masyarakat yang beragama Islam. Usaha tersebut perlu diperhatikan karena

4

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 194.

57

implikasi dari konflik sosial yang membekas dalam ingatan warga jemaat
menyimpan potensi traumatik yang harus ditangani secara kontinu agar tidak
mengganggu relasi sosial dalam masyarakat.5
Ketiga, Klasis Kota Ambon berada pada pusat pemerintahan, pendidikan,
ekonomi dan informasi di wilayah Maluku. Posisi ini menghendaki Klasis Kota
Ambon dari sisi akses informasi dan komunikasi jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan klasis-klasis lainnya dalam lingkup GPM. Perkembangan
klasis ini juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memadai
lintas profesi yang tersebar pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon, meskipun
harus diakui pula bahwa persebaran sumber daya manusia pada jemaat-jemaat di
Klasis Kota Ambon belum dikelola secara profesional dan merata untuk
kepentingan pelayanan di jemaat-jemaat. Ketersediaan sumber daya manusia
disebabkan karena tersedia pula institusi-institusi pendidikan, mulai dari PAUD
(pendidikan anak usia dini) sampai perguruan tinggi, sehingga warga jemaat dapat
menikmati pendidikan pada masing-masing jenjang. Kemudian secara ekonomi,
posisi Klasis Kota Ambon berada pada pusat transaksi ekonomi sehingga
menyediakan peluang-peluang usaha bagi warga jemaat dalam rangka
peningkatan taraf kesejahteraan warga jemaat.6

3.2.3. Keadaan Sosial dan Budaya Klasis Kota Ambon
Klasis GPM Kota Ambon berlokasi pada pusat ibu kota Provinsi Maluku dan
menjadikan klasis ini sebagai pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, politik dan
5
6

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 195.
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 195.

58

sosial budaya kemasyarakatan. Oleh karena itu, struktur jemaatnya pun sangat
majemuk, baik dari aspek demografi, ekonomi (tingkat pendapatan, maupun
tingkat pendidikan).7
Aspek pertama yang menjadi sorotan dari kehidupan sosial dan budaya
khusus di wilayah perkotaan adalah bahwa masyarakat kota tidak sekedar pluralis
melainkan multikulturalis.8 Perjumpaan masyarakat dari berbagai etnis, sub etnis,
agama, bahasa dan budaya adalah fakta yang tak terbantahkan dalam kehidupan
sosial dan budaya masyarakat kota. Fakta membuktikan bahwa masalah-masalah
pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan jauh lebih kompleks dari masalahmasalah yang terjadi pada jemaat-jemaat terpencil. Beberapa fenomena yang turut
memberi dampak bagi kompleksitas masalah itu, antara lain lajunya arus
urbanisasi yang tidak disertai dengan daya dukung wilayah kota, berkembangnya
pusat-pusat perbelanjaan masyarakat, berkembangnya pusat-pusat hiburan,
berkembangnya produk teknologi informasi dalam masyarakat, tingginya angka
pengangguran serta kerusakan lingkungan. Fenomena-fenomena di atas muncul
secara bersamaan dengan lajunya pembangunan pada segala sektor. Sadar ataupun
tidak, lajunya pembangunan pada satu sisi dapat meningkatkan taraf hidup warga
jemaat, akan tetapi pada sisi lain relasi-relasi sosial menjadi sangat terbatas karena
karakteristik individual semakin kuat dalam masyarakat kota.9
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, gereja-gereja
denominasi juga turut bertumbuh dalam lingkungan Klasis Kota Ambon. Hampir
di semua jemaat terdapat gereja-gerja denominasi dan sebagian warga jemaat
7

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196.
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196.
9
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196.
8

59

GPM di Klasis Kota Ambon turut terlibat dalam pelayanan gereja denominasi
tersebut, walaupun belum ada data rill yang menerangkan jumlah warga jemaat
pada lingkup Klasis Kota Ambon yang sudah beralih ke gereja denominasi.10
Kondisi ini jika tidak diantisipasi dengan strategi pendampingan yang memadai
dari pada pelayan, diprediksi arus keluar warga jemaat GPM di lingkup Klasis
Kota Ambon ke gereja denominasi akan terus meningkat dari waktu ke waktu.
Memang selama ini tidak terjadi benturan pemahaman di antara warga jemaat
GPM di Klasis Kota Ambon dan warga jemaat dari gereja denominasi. Akan
tetapi mau tidak mau, relasi kelembagaan denominasi antar gereja harus ditata
secara kontinu dan profesional dalam rangka memperkuat visi dan gerakan
oikumenes pada jemaat-jemaat di Klasis GPM Kota Ambon dengan gereja-gereja
denominasi yang berada dalam kawasan Klasis Kota Ambon. Penguatan visi dan
gerakan oikumenes ini penting dihidupkan agar seluruh orientasi gereja tidak lagi
bermuara pada mengejar kuantitas, akan tetapi diorientasikan pada upaya-upaya
pengentasan masalah-masalah sosial di kota Ambon demi kualitas hidup
manusia.11
Fakta lainnya yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya adalah hampir
seluruh jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon adalah jemaat-jemaat yang
berbatasan langsung dengan komunitas Islam.12 Dampak konflik Maluku yang
turut menciptakan segregasi penduduk sebetulnya menyimpan potensi konflik
dalam masyarakat, karena ruang-ruang perjumpaan semakin tertutup terhadap
komunitas agama lain. Selain itu, tingkat traumatik yang sangat besar dalam diri
10

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197.
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197 .
12
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197.

11

60

warga jemaat adalah sebuah gejala psikologis yang turut menghiasi relasi-relasi
sosial dalam masyarakat. Traumatik membuat warga jemaat pun hidup dalam
kecurigaan, kecemasaan dan rasa saling percaya yang semakin memudar, apalagi
dengan adanya konflik di tanggal 11 September 2011. Meskipun demikian, fakta
kembalinya warga jemaat yang mengalami konflik di tanggal 11 September pada
beberapa lokasi yang rawan seperti di Mardika dan Urimessing menunjukan
adanya upaya tulus dari warga jemaat untuk membangun relasi yang penuh damai
dengan saudara-saudara yang beragama Islam.13
Relasi-relasi internal pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
sosial budaya yang hidup dalam jemaat. Meskipun seluruh penyelenggaraan
pelayanan sudah terstruktur dalam sektor dan unit serta wadah-wadah pelayanan
yang sudah berjalan secara merata dalam lingkup Klasis Kota Ambon, akan tetapi
pada jemaat-jemaat tertentu terdapat persekutuan-persekutuan dalam jemaat yang
turut memberi penguatan terhadap relasi sosial dalam jemaat.14

3.3. Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Klasis Kota Ambon
3.3.1. Kebijakan Sinode GPM Mengenai Pendidikan Pranikah
Keluarga sebagai basis pelayanan gereja selalu menjadi bagian penting untuk
diperhatikan. Masalah-masalah dalam keluarga secara otomatis akan berdampak
pada munculnya problematika dengan skala yang lebih besar dalam gereja bahkan
masyarakat. Oleh sebab itu, analisa para pekerja Sinode GPM saat
menindaklanjuti masalah-masalah kehidupan rumah tangga berakhir pada
13

GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197.
GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 199-200.

14

61

kesimpulan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah karena persiapan
pranikah yang kurang matang. Hal ini ditegaskan oleh salah satu petinggi
Lembaga Pembinaan Jemaat (LPJ) GPM sebagai berikut:
“Selama ini kita di GPM melaksanakan persiapan pranikah itu dua hari
menjelang pernikahan. Kemudian, banyak masalah muncul seperti banyak
yang bercerai, hidup bersama sebelum pernikahan, (dan) kehidupan rumah
tangga yang tidak akur. Akhirnya kami tiba pada kesimpulan bahwa
ternyata salah satu faktor (penyebab masalah-masalah keluarga tersebut)
karena persiapan (sebelum pernikahan) yang tidak matang. Ya itu tadi,
hanya dua hari menjelang pernikahan diberikan penggembalaan dengan
waktu paling lama 1-2 jam saja. Karena itu (muncul) desakan dari jemaatjemaat tiap Klasis agar diadakan sebuah modul (persiapan pranikah)-nya.”15

Berdasarkan hal tersebut maka dalam Sidang MPL GPM tahun 2012 di TepaMaluku, telah diajukan sebuah modul pendidikan pranikah yang dibuat oleh LPJ
GPM untuk diberlakukan di jemaat-jemaat.16 Namun demikian modul ini masih
memiliki kelemahan, berikut penjelasannya:
“Modul ini dibuat berdasarkan visi-visi teologis dari usulan tiap-tiap klasis
tentang kebutuhan masing-masing jemaat. Kelemahannya, modul ini belum
dijadikan dalam suatu surat keputusan. Rencananya nanti pada Sidang
Sinode tahun 2015 ini baru akan disempurnakan dan dimuat dalam surat
keputusan sidang sinode sehingga masuk sebagai salah satu ajaran-ajaran
gereja.”17

15

Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),
tanggal 04 Febuari 2015. Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan
peneliti dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber.
16
Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),
tanggal 04 Febuari 2015.
17
Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),
tanggal 04 Febuari 2015.

62

Berikut ini adalah uraian modul tersebut:18
I.

Tujuan
1. Para calon pengantin siap memasuki hidup pernikahan Kristen
dengan berbagai kesempatan dan tantangannya.
2. Para calon pengantin mampu membuat tekad untuk menjadikan
rumah tangga dan keluarga lestari dan langgeng.
3. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab
sebagai suami-istri Kristen yang saling mengasihi dan setia satu
kepada yang lain.
4. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab
sebagai orang tua Kristen yang bertanggung jawab terhadap
anak-anak yang diberikan Tuhan kelak kepada mereka.

II.

Waktu Penggembalaan
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penggembalaan
pernikahan dibagi dalam dua (2) tahap, yaitu:
1. Penggembalaan pranikah, selama 1 bulan, 2 kali seminggu.
2. Penggembalaan pasca nikah, selama 6 bulan dan bisa
diperpanjang
waktunya
kalau
masih
dibutuhkan.
Penggembalaan pasca nikah dilakukan setelah bulan madu (2
minggu setelah acara pernikahan). Ini penting sebab justru
setelah pernikahan banyak persoalan muncul dalam kaitan
dengan upaya saling menyesuaikan diri antar pasangan.
Kebiasaan beda yang dibawa masing-masing pribadi, latar
belakang pendidikan dan latar belakang budaya yang berbeda
sering membuat rumah tangga baru dilanda huru-hara.

III.

Isi Pembicaraan Penggembalaan Pernikahan
A. Penggembalaan Pranikah
Dasar-dasar Teologis
1. Tujuan pernikahan Kristen adalah membangun keluarga
yang penuh cinta kasih dan kesetiaan. Keluarga Kristen
terpanggil menjadikan rumah tangganya citra dari cinta
kasih Tuhan kepada umat dan sebaliknya (Efesus 5).
2. Suami-istri Kristen dipanggil untuk membangun keluarga
mandiri (Kejadian 2:24), sambil tetap menghargai dan
menghormati orang tua dan keluarga dari kedua belah
pihak.
3. Suami dan istri adalah mitra setara dalam hidup berumah
tangga.
4. Pentingnya mengembangkan komunikasi yang terbuka,
positif dan konstruktif antar suami dan istri dalam hidup
berumah tangga.

18

Berdasarkan hasil Sidang MPL Gereja Protestan Maluku Tahun 2012, di Tepa-Maluku.

63

5.

Memiliki anak bukanlah tujuan utama suatu pernikahan
Kristen. Anak adalah anugerah dari Allah dan karena itu
diterima dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab.
Tidak memiliki anak bukanlah alasan untuk saling
mempersalahkan atau untuk merasa terpuruk. Memiliki
anak lewat adopsi adalah pilihan iman yang tertanggung
jawab.
6. Seksualitas adalah anugerah Allah. Digunakan untuk saling
membahagiakan dan untuk merasakan cinta kasih antara
suami-istri beriman. Masalah-masalah seksualitas termasuk
rasa ketidakpuasan seksualitas harus bisa dibicarakan satu
kepada yang lain dengan penuh cinta kasih dan kelembutan
demi kepuasan dan kebahagiaan bersama.
7. Masa lalu suami dan istri adalah bagian dari sejarah hidup
karena itu diperlakukan sebagai bagian dari sejarah masa
lalu bukan kenyataan masa sekarang atau harapan masa
depan.
8. Mengelola keuangan keluarga secara bertanggung jawab
adalah panggilan iman, sebab pendapatan suami-istri adalah
berkat dari Tuhan. Karena itu hidup hemat dan
mengembangkan rasa cukup dalam hidup berumah tangga
adalah penting.
9. Berbagai tantangan yang mungkin dihadapi antara lain,
godaan di tempat kerja, godaan dalam pergaulan dan
bagaimana menghadapinya. Demikian juga tantangan dari
keluarga, mertua dan para ipar serta bagaimana
menghadapinya.
10. Bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berasal
dari agama dan kepercayaan lain, dibutuhkan usaha keras
dari suami-istri Kristen untuk lebih mengayomi dan
membuat suami-istri merasa menyatu dan menemukan
keluarga baru yang mengasihinya sama seperti keluarga
yang telah dia tinggalkan.
B. Penggembalaan Pasca Nikah
Penggembalaan pasca nikah dilakukan seminggu sekali.
Pembicaraan berkisar sekitar soal menyesuaikan diri satu
dengan yang lain ataupun hal lain yang menjadi persoalanpersoalan yang dihadapi pasangan yang menikah. Bisa
dilakukan secara bersama ataupun dengan salah satu dari
pasangan yang menikah. Bisa dilakukan di rumah keluarga
ataupun di gereja/pastori.
IV.

Metode Penggembalan
Penggembalaan ini harus bersifat partisipatoris karena pasangan
adalah orang dewasa yang siap menikah atau telah menikah. Jadi
bukan berbentuk khotbah atau ceramah. Harus banyak kesempatan

64

untuk diskusi dan tanya jawab. Penggembalaan ini bisa mengikut
sertakan para pakar di bidangnya, misalnya kalau pertanyaan
berkisar sekitar masalah seks yang tidak mampu ditangani oleh
pendeta maka seorang dokter bisa dilibatkan. Demikian pula kalau
masalahnya berkisar sekitar masalah manajemen keuangan yang sulit
dijawab oleh gembala maka seorang ekonom bisa dilibatkan.
Demikian pula seorang pakar hukum atau psikolog bisa juga diminta
bantuannya. Jadi penggembalaan nikah yang baik bisa dilakukan
oleh sebuah tim yang mampu memberi pencerahan dan bimbingan
bagi para calon pengantin atau pengantin baru.
V.

Materi Penggembalaan
1. Materi Penggembalaan Pranikah
Pertemuan pertama:
Arti nikah Kristen dan tanggung jawab suami-istri beriman
sesuai Kejadian 2 dan Efesus 5. Kedua teks ini harus dibahas
bersama mereka. Arti dan istilah laki-laki akan meninggalkan
orang tua untuk hidup dengan istrinya. Pernikahan Kristen
sebagai citra dari cinta kasih Allah kepada umat dan kesetiaan
umat kepada Kristus.
Pertemuan kedua:
Tantangan-tantangan dalam hidup pernikahan mulai dari
lingkungan keluarga (hubungan dengan ipar dan para mertua),
lingkungan pergaulan, lingkungan kerja (PIL dan WIL) dan
tantangan-tantangan lain serta tindakan apa yang harus
dilakukan untuk menghadapinya.
Pertemuan ketiga:
Bergumul bersama untuk mengatasi masalah hantu masa lalu.
Masa lampau adalah bagian dari hidup setiap orang, hal tersebut
jangan dijadikan penyebab keretakan. Karena itu saling terbuka
secara arif dan berhikmat itu perlu. Menikah adalah menerima
pasangan dengan masa lalunya dan berdamai dengan masa
lalunya itu, tapi juga meninggalkan masa lalu, jadi jangan lagi
ingat yang dulu-dulu sebab menikah artinya mengambil
keputusan untuk menjadikan pasangan sekarang sebagai cinta
terakhir.
Pertemuan keempat:
Berkomunikasi sebagai suami-istri beriman. Komunikasi itu
penting. Bahasa yang digunakan satu kepada yang lain haruslah
bahasa yang penuh rasa cinta kasih dan saling menghormati.
Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah.
Keduanya adalah mitra setara, seperti Adam mengatakan “inilah
tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Dalam kaitan

65

itu bahaslah juga kode etik berumah tangga, menurut Efesus 2
dari sudut pandang keadilan gender.
Pertemuaan kelima:
Masalah romantisme dalam keluarga yang harus dipupuk sampai
tua. Dalam kaitan itu menghargai tubuh dan merawat tubuh
masing-masing itu perlu supaya kegairahan tetap terjaga.
Ingatlah bahwa birahi adalah pemberian Tuhan ((Kejadian 3)
dan bukan hanya istri birahi kepada suami tetapi suami juga
birahi kepada istri (cf. Kidung Agung).
Pertemuan keenam:
Tempat anak dalam pernikahan. Anak adalah anugerah yang
besar dari Tuhan. Anak itu milik Tuhan, karena itu harus
dirawat secara bertanggung jawab. Anak bukan alat dan objek
dari orang tua untuk diperlakukan sewenang-wenang demi
kepentingan orang tua. Anak harus dibesarkan untuk menjadi
anak-anak Tuhan. Tetapi kalau tidak memperoleh anak maka
tidak berarti tidak diberkati. Sebab tujuan pernikahan yang
paling utama bukan memperoleh anak tetapi untuk mencitrakan
cinta kasih yang purna dari suami kepada istri dan sebaliknya,
sama seperti Tuhan mengasihi umat-Nya. Kalau ingin memiliki
anak harus rajin berkonsultasi ke dokter, tetapi kalau ternyata
tidak bisa memiliki anak maka bisa mengangkat anak dan untuk
itu suami dan istri harus berbicara secara sungguh dan serius
sebab anak itu akan menjadi anak mereka berdua bukan anak
dari salah satunya.
Pertemuan ketujuh:
Masalah keuangan keluarga, bagaimana mengatur keuangan
dalam keluarga, siapa yang menjadi bendahara. Yang penting
adalah saling terbuka dan transparan dalam mengelola keuangan
keluarga. Uang masuk dan uang keluar harus diketahui suamiistri. Bagaimana menyisihkan persepuluhan dari pendapatan
untuk mensyukuri rahmat Tuhan. Perlu membicarakan
kebutuhan keluarga dan sama-sama merancang uang masuk dan
keluar, serta tabungan keluarga juga tabungan untuk berlibur
bersama dan untuk membantu orang-orang yang harus dibantu,
seperti orang tua kedua pihak.
Pertemuan kedelapan:
Persiapan untuk hari H, mempersiapkan mental untuk
menghadapi hari besar dengan pesta besar atau perayaan
sederhana. Mempertanyakan perasaan pasangan yang akan
menikah dan membesarkan hati mereka untuk menghadapi
semua yang akan dihadapi kelak.

66

2.

Materi Penggembalaan Pascanikah
Tergantung dari masalah yang mereka persoalkan. Kalau semua
berjalan baik maka berdoalah dan bacalah Alkitab bersama
mereka. Tetapi penting untuk jadi teman curhat dari mereka
supaya tidak ada yang harus disembunyikan padahal hal itu
mendesak untuk dibicarakan. Oleh karena itu berkunjunglah
sebagai teman dan perlihatkan bahwa gembala punya waktu
yang tersedia buat berbicara dengan mereka, jadi jangan
memberi kesan seolah-olah sedang terburu-buru.
Catatan tambahan:
Setiap sesi baiklah dimulai dengan doa dan pembacaan beberapa
ayat Alkitab atau kata-kata bijak yang dipilih dari berbagai
buku. Pertemuan ditutup dengan doa oleh calon suami-istri
supaya mereka sudah mulai berdoa bersama sejak
penggembalaan.
Lama pertemuan per pertemuan berlangsung sekitar 2-2½ jam.

3.3.2. Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Tingkat Jemaat
Klasis Kota Ambon serta Faktor-Faktor Pendukung dan
Penghambatnya
Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat secara holistik mendesak Sinode
GPM untuk memperhatikan keutuhan kehidupan keluarga-keluarganya. Oleh
sebab itu, sejak tahun 2012 GPM telah membuat modul pranikah yang bertujuan
untuk membimbing dan mendidik para calon pasangan suami-istri sebelum
memasuki kehidupan rumah tangga. Klasis Kota Ambon sebagai bagian dari
GPM telah meneruskan mandat ini kepada jemaat-jemaat untuk ditindaklanjuti.
Berkaitan dengan hal tersebut Ketua Klasis Kota Ambon menjelaskan bahwa:
“(Pendidikan pranikah ini) amat sangat penting. Kalau kita gagal
mempersiapkan mereka, maka tentu kita akan menemui banyak kegagalan

67

dalam kehidupan berumah tangga, juga kehidupan masa depan keluarga dan
anak-anak. Jadi, ia (pendidikan pranikah) harus menjadi prioritas.”19
Kenyataanya dalam realisasi di lapangan, belum semua jemaat dalam lingkup
pelayanan Klasis Kota Ambon memperhatikan dan melaksanakan tugas ini
dengan maksimal. Berdasarkan data lapangan yang diambil dari tiga sampel
jemaat, hanya terdapat satu dari tiga jemaat yang memberlakukan pendidikan
pranikah dengan baik sesuai modul dan dikembangkan sesuai konteks jemaat.
Sedangkan sisanya masih menggunakan metode yang lama yaitu satu kali
pertemuan sampai maksimal tiga kali pertemuan sebelum pernikahan. Berikut ini
adalah uraian penyelenggaraan pendidikan pranikah di dalam jemaat yang dibagi
dalam dua bagian besar yaitu jemaat yang melaksanakan penyelenggaraan
pendidikan pranikah sesuai modul dan jemaat yang masih mengikuti metode lama
serta faktor pendukung dan penghambatnya.

3.3.2.1.

Jemaat yang Menyelenggarakan Pendidikan Pranikah

Berdasarkan Modul Sinode GPM
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penyelenggaraan pendidikan
pranikah yang baik di Klasis Kota Ambon belum menyeluruh. Data membuktikan
bahwa hanya satu dari tiga jemaat yang melaksanakan pendidikan pranikah sesuai
petunjuk dari Sinode. Berikut ini adalah uraian temuan lapangan dan analisis dari
jemaat yang telah melakukan pendidikan pranikah sesuai petunjuk sinode.

19

Wawancara dengan Pdt. Nn. S. M, S.Th. (Ketua Klasis Kota Ambon), pada tanggal 08
Desember 2014. Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan peneliti
dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber.

68

Data tersebut akan diuraikan dalam kerangka berpikir Groome dengan
mengacu kepada beberapa pertanyaan dasar yang secara implisit ataupun eksplisit
harus dijawab oleh mereka yang terlibat dalam prosesnya, dalam konteks ini
adalah pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dicirikan oleh kata ganti tanya mereka yaitu apa, mengapa, di mana,
bagaimana, kapan dan siapa.20
a) Apa dan mengapa? Kedua pertanyaan ini peneliti sejajarkan dengan
mempertimbangkan konten jawabnya sendiri. Pertanyaan apa dan mengapa
dalam konteks ini merujuk kepada materi-materi pendidikan pranikah, apa
saja yang diajarkan dan mengapa diajarkan. Dalam sub bab 3.3.1 dijelaskan
bahwa materi-materi pendidikan pranikah bagi seluruh jemaat Sinode GPM
sejak tahun 2012 bersumber dari modul yang telah dibuat oleh LPJ GPM.
Menurut Sekertaris LPJ GPM, “modul tersebut berfungsi sebagai panduan
dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing jemaat.”21
Berdasarkan modul tersebut dapat disimpulkan bahwa materi-materi yang
harus diberikan kepada calon pasangan suami-istri meliputi: makna
pernikahan Kristen, mengenal tantangan hidup pernikahan, mengatasi masa
lampau, seni berkomunikasi dalam keluarga, tempat anak dalam pernikahan,
menghadapi masalah keuangan keluarga dan persiapan terakhir untuk hari
pernikahan.22

Thomas Groome, Christian Religious Education – Pendidikan Agama Kristen: Berbagi
Cerita Dan Visi Kita (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), xvii.
21
Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),
tanggal 04 Febuari 2015.
22
Materi-materi ini rangkum dari Modul Pranikah yang dikeluarkan oleh GPM melalui
Sidang MPL 2012.
20

69

Menanggapi keputusan sinode tersebut, salah satu sampel penelitian
yaitu jemaat Silo kemudian mengembangkan panduan materi itu dengan
memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang masuk dalam lingkungan
jemaatnya sendiri. Berdasarkan keluhan-keluhan yang disampaikan jemaat
kepada para Pendeta jemaat mengenai kehidupan rumah tangga mereka, maka
Pelaksanan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Silo dan jajarannya membentuk
tim khusus konseling pranikah dengan berbagai latar belakang pendidikan
seperti teologi, hukum, ekonomi dan kesehatan.23 Tim dengan bidang yang
bervariasi ini kemudian merumuskan beberapa hal yang dipertimbangkan
penting untuk diberikan kepada calon pasangan suami-istri. Materi-materi
tersebut antara lain:24

23

Wawancara dengan Pdt. H .P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10
Desember 2014.
24
Diambil dari dokumen gereja jemaat Silo, pada tanggal 10 Desember 2014.

70

1.

2.
3.
4.

5.

6.

7.

8.

Keluarga Secara Kristen
 Dasar Alkitab
 Kebahagiaan dan Kebersamaan
Seksualitas dari Prespektif Kristen (Alkitabiah)
 Saling mengenal masing-masing bukan coitus semata
Tanggung Jawab: Sebagai Suami-Istri dan Orang Tua
Tujuan Pernikahan Kristen
 Biologis
 Sosial
 Psikologis
 Imaniah
Keluarga dan Reproduksi
 Alat-alat vital organisme (biologis): fungsi dan
penggunaan
 Persiapan kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca
persalinan
Keluarga Sebagai Sebuah Sistem
 Manajemen Keluarga
 Kemampuan Komunikasi
Keluarga Ditinjau dari Prespektif Hukum
 Hukum positif yang mengatur pernikahan
 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Persiapan Ritual
 Perlu melibatkan orang tua dan saksi, penjelasan liturgi
dan perenungan

Delapan materi tersebut merupakan hasil dari pengembangan modul
pendidikan pranikah dari sinode dengan mempertimbangkan konteks jemaat
Silo secara khusus.25 Dengan demikian diharapkan bahwa materi pendidikan
pranikah dari jemaat Silo menyentuh berbagai aspek kehidupan yang
dibutuhkan bagi calon pasangan suami-istri. Konten dari materi-materi
tersebut bersifat holistik dan merangsang kesadaran calon pasangan suamiistri agar mampu bertahan dalam realitas yang baru, yaitu keluarganya
sendiri.
25

Wawancara dengan Pdt. H .P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10
Desember 2014.

71

b) Dimana dan bagaimana? Kedua pertanyaan ini mengindikasikan pada metode
yang dipakai dalam proses pendidikan pranikah. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi langsung, ditemukan bahwa metode yang dipakai
bersifat dialog antar pendeta jemaat dan calon pasangan suami-istri. Metode
ini dianggap cukup untuk mencapai tujuan pendidikan pranikah sebagai
pendidikan orang dewasa.
c) Kapan? Dalam konteks ini, pertanyaan tersebut mengindikasikan waktu yang
digunakan dalam proses pendidikan pranikah pada Klasis Kota Ambon.
Pelaksanaan pendidikan pranikah menurut panduan Sinode baiknya
dilaksanakan dalam satu bulan dengan delapan kali pertemuan.26 Berdasarkan
data di lapangan ditemukan bahwa satu dari tiga sampel jemaat yaitu jemaat
Silo, telah melaksanakan enam sampai delapan kali pertemuan bagi jemaatjemaatnya yang akan menikah. Pelaksanan waktu pertemuan yang cukup
panjang ini, dilakukan dalam kurun waktu dua minggu sampai satu bulan
disesuaikan dengan waktu pengajar.27 Keputusan ini berlaku bagi siapapun
yang akan menikah, baik jemaat dari luar maupun bagi jemaat yang menikah
akibat hamil di luar nikah. Ketentuan waktu tersebut tidak bisa diganggu
gugat. Walaupun jemaat memaksa untuk mempercepat proses pendidikan
pranikah namun pihak gereja tetap tegas agar menjalankan proses tersebut
sesuai ketentuan yang berlaku.28 Namun demikian, pengelolaan waktu

26

Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM),
tanggal 04 Febuari 2015.
27
Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), tanggal 15 Januari 2015.
28

2015.

Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), pada tanggal 15 Januari

72

pertemuan masih mengikuti waktu yang ditentukan oleh pendidik secara
pribadi. Hal ini terkadang menimbulkan kerugian jika waktu yang dimiliki
pendidik tidak tersedia untuk melakukan tatap muka. “Kami merasa sedikit
rugi karena tidak mendapatkan materi kesehatan karena dokter (pendidik)
sedang sibuk dan tidak bisa melakukan persiapan,” ungkap Y.R. salah satu
jemaat yang mengikuti pendidikan pranikah di jemaat Silo.29
d) Siapa? Dalam konteks pendidikan pranikah, pertanyaan ini mengindikasikan
sebuah tim pendidik yang kompeten dalam berbagai bidang yang
berhubungan dengan kehidupan pernikahan dan keluarga. Tanggung jawab
untuk memberikan pendidikan pranikah biasanya diberikan seutuhnya kepada
pendeta jemaat. Namun, idealnya setiap pokok materi diberikan oleh para
pakarnya. Hal ini juga yang disarankan secara tertulis dalam modul konseling
pranikah yang dibuat oleh LPJ GPM seperti yang telah disebutkan di atas.
Tujuannya jelas yaitu untuk menjembatani kompetensi pendeta-pendeta
jemaat yang tidak menguasai semua kategori materi pranikah dengan baik.
Berdasarkan data penelitian ditemukan bahwa satu dari tiga jemaat telah
memiliki tim pendidik yang berkompeten dalam berbagai bidang, seperti
teologi, kesehatan, hukum, ekonomi dan psikologi. Dengan demikian
keluasan dan kedalaman materi yang diberikan kepada calon pasangan suamiistri dapat dikategorikan baik dan berkualitas karena berasal dari pengajar
yang berkompeten.

29

Hasil FGD (focus group discussion) dengan pasangan suami-istri yang pernah mengikuti
pendidikan pranikah di jemaat Silo, pada tanggal 16 Januari 2015.

73

Dari pemaparan data-data di atas, peneliti menganalisis bahwa sebagian besar
komponen dari pendidikan pranikah pada satu dari tiga jemaat di Klasis Kota
Ambon telah memenuhi tujuan dari pendidikan itu sendiri. Kepuasan ini
terindentifikasi dari materi, metode, waktu dan pendidik yang diuraikan sebagai
berikut.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli mengenai materi-materi
pendidikan pranikah, seperti Tjandraini Kristiani yang menyebutkan bahwa materi
yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri adalah pengetahuan mengenai
pembagian peran sebagai suami dan istri, kemampuan komunikasi, kehidupan
seksual dan cara membina pernikahan;30 dan dalam prespektif Kristen menurut
buku Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, materi yang diberikan dalam
pernikahan meliputi ajaran gereja tentang pernikahan, komunikasi keluarga,
psikologi pria dan wanita, reproduksi manusia dan pengaturannya, keluarga
berencana alamiah serta ekonomi rumah tangga kemudian dilengkapi dengan
beberapa materi pertimbangan dari berbagai perkembangan yang terjadi di sekitar
kehidupan pernikahan dan keluarga seperti persiapan teknis menghadapi
perkawinan, gender dan permasalahannya, pendidikan nilai hakiki dalam
keluarga, membina keharmonisan kehidupan seksualitas dan materi mengenai
kehamilan, persalinan, nifas serta perawatan bayi.31 Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa materi-materi yang disiapkan dalam pendidikan pranikah
yang dilaksanakan oleh gereja baiknya meliputi berbagai aspek dalam kehidupan

30

Tjandraini Kristiani, Bimbingan Konseling Keluarga: Terapi Keluarga (Salatiga: Widya
Sari Press, 2004), 41-45.
31
Rangkuman dari Tim Pusat Pendampingan Keluarga “Brayat Minulyo”, Kursus
Persiapan Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006).

74

keluarga dan tidak hanya bersifat teologis semata sehingga ada keseimbangan
antara kehidupan spiritual dan sosial mereka. Atau dengan kata lain materi-materi
pranikah harus mampu mengakomodasi segala kebutuhan yang paling actual dari
calon pasangan suami-istri. Hal ini mendukung keseimbangan yang telah
terintegrasi dalam materi-materi pendidikan pranikah yang dikeluarkan oleh
Sinode GPM, terlebih khusus dalam pengembangan materi pranikah di jemaat
Silo.
Dengan materi-materi yang seimbang dan holisitik tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Gereja Protestan Maluku, khususnya Klasis Kota Ambon
telah memberikan kontribusi bagi transformasi kehidupan jemaat-jemaatnya.
Secara tidak langsung hal tersebut memberi jalan bagi terbukanya pemahaman
jemaat untuk kembali kepada nilai-nilai penting sebuah keluarga seperti yang
dijelaskan

oleh

Maurice

Eminyan

dan

Marjorie

Thompson.

Eminyan

menyebutkan bahwa keluarga Kristen sebaiknya memahami dengan benar ciricirinya sebagai bagian dari persekutan Kristen, yaitu pertama ia dibangun atas
cinta yang tidak mementingkan diri sendiri dan sekaligus merupakan perwujudan
dari cinta Allah. Seperti halnya keluarga itu sendiri merupakan gambar dan citra
Allah.32 Kedua, cinta yang ada di antara pasangan yang membentuk keluarga
Kristen adalah totalitas dan ketiga, ia bersifat indissolubilitas (tidak
terceraikan).33 Sedangkan Thompson menyebutkan bahwa suami dan istri atau
calon orang tua harus memahami dengan sungguh-sungguh fungsi keluarga
sebagai pusat pembentukan spiritual. Keluarga Kristen merupakan konteks awal
32
33

Maurice Eminyan Sj, Teologi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 28.
Eminyan, Teologi Keluarga, 34-36.

75

dan paling alami bagi pembentukan spiritual pada anggota keluarganya,
khususnya bagi anak-anak.34 Spiritual di sini mengandung pengertian sebagai
energi kehidupan yang meliputi perasaan, pikiran dan proses yang timbul dari
pencarian terhadap “yang sakral” yang dirasakan dan dilakukan oleh seorang
individu.35 Dengan demikian maka kontribusi materi-materi pendidikan pranikah
di atas ialah memberikan pemahaman dan kesadaran bagi pasangan suami-istri
untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan memahami hubungan mereka
sebagai bagian dari gambar dan citra Allah. Selain itu, juga memberikan
pemahaman dan membangun kesadaran pasangan suami-istri agar menjalani
peran sebagai orang tua yang mampu membentuk kehidupan keluarga sebagai
pusat pembentukan spiritual sehingga dapat mencegah degradasi moral anak-anak
mereka di masa depan.
Di samping materi-materi yang holistik, pendidikan ini juga didukung oleh
elemen-elemen penting, salah satunya adalah pendidik yang mengakomodasi
metode dan waktu yang sesuai dengan konsep pendidikan pranikah sebagai
pendidikan orang dewasa (POD). Disebutkan sebelumnya bahwa POD hanya
menjadi efektif (menghasilkan perubahan perilaku), apabila isi dan cara
pendidikannya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Dengan mengetahui
kebutuhan kelompok orang dewasa yang menjadi peserta suatu kegiatan
pendidikan, maka dapat dengan tepat ditentukan suasana belajar yang harus
diciptakan, isi pelajaran yang hendak disampaikan dan metode atau gabungan
34

Marjorie J. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan: Sebuah Visi Tentang Peranan
Keluarga dalam Pembentukan Rohani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 16.
35
Jame Bryan L Batara, “Overlap of Religiousity and Spirituality Among Filipinos and Its
Implications Towards Religious Prosociality,” International Journal of Research Studies in
Psychology Vol. 4, No.3 (2015), 4.

76

metode apa saja yang mau dipergunakan.36 Secara nyata, teori ini mendukung
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pranikah di salah satu sampel penelitian
yang disebutkan di atas. Jemaat Silo berhasil merumuskan materi yang sesuai
dengan kebutuhan jemaatnya (kelompok orang dewasa) dalam konteks pendidikan
pranikah, hal ini juga tidak terlepas dari tim pendidik yang berasal dari berbagai
latar belakang sehingga penentuan isi materi, metode dan waktu yang digunakan
menjadi lebih maksimal dan matang.
Kematangan perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan pranikah
tersebut mendekatkan jemaat Silo kepada tujuan terdekat Pendidikan Agama
Kristen (PAK). Groome menyatakan bahwa dalam tujuan utama menyatakan
Kerajaan Allah, pendidikan agama Kristen memiliki dua tujuan terdekat
(immediate purpose), yakni iman Kristen dan kebebasan manusia.37 Artinya iman
Kristen yang hidup sebagai respon terhadap Kerajaan Allah memiliki konsekuensi
terhadap kebebasan manusia. Kebebasan itu sendiri mencakup seluruh nilai-nilai
seperti keadilan, kedamaian, rekonsiliasi, sukacita, harapan dan lainnya. Berkaitan
dengan tujuan tersebut, pendidikan pranikah yang maksimal dalam segi materi,
metode, media dan pendidiknya mampu memberikan rangsangan untuk
membangun kesadaran tentang realitas kehidupan spiritual dan sosial kepada
calon pasangan suami-istri sebagai individu, pasangan, bahkan sebagai orang tua
dan bagian dari masyarkat. Dari analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

36

Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa-Sebuah Uraian Praktis untuk Pembimbing, Penatar,
Pelatih dan Penyuluh Lapangan (Jakarta: Gramedia, 1989), 1.
37
Thomas H. Groome, Christian Religious Education – Pendidikan Agama Kristen: Berbagi
Cerita dan Visi Kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),121.

77

pendidikan pranikah merupakan salah satu media penting untuk mengintegrasikan
nilai-nilai kekristenan serta mentransformasi kehidupan pasangan suami-istri.
Dihadapkan dengan tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan pranikah
dengan model yang baru ini pun masih memiliki kekurangan. Salah satu faktor
penghambatnya adalah tidak ada jadwal yang pasti dan terstruktur dalam proses
tersebut. Sebelumnya telah disebutkan bahwa waktu pertemuan antara calon
pasangan suami-istri dengan pendidik disesuaikan dengan jadwal pendidik itu
sendiri. Hal ini akan merugikan pihak calon pasangan suami-istri ketika pendidik
tidak memiliki waktu untuk tatap muka karena tugas di tempat lain. Oleh sebab
itu, ada baiknya jika gereja mampu meningkatkan manajemen tenaga pengajar
dengan lebih baik lagi.

3.3.2.2.

Jemaat yang Belum Menyelenggarakan Pendidikan

Pranikah Berdasarkan Modul Sinode GPM
Dibandingkan dengan data dari jemaat yang telah melaksanakan pendidikan
pranikah berdasarkan pengembanan modul pranikah dari Sinode, jemaat-jemaat
yang masih menerapkan proses pendidikan pranikah yang lama tersebar di
sebagian besar wilayah pelayanan Klasis Kota Ambon. Data menunjukan bahwa
kdua dari tiga jemaat belum maksimal atau tidak sama sekali memberdayakan
modul pranikah dari Sinode. Temuan lapangan ini, juga akan diuraikan dalam
kerangka berpikir Groome sebagai berikut.

78

a) Apa dan mengapa? Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dua
dari tiga jemaat menyelenggarakan pembinaan pranikah dengan
materi yang sangat minim. Materi-materi tersebut dinilai kurang jika
dibandingkan dengan panduan materi dari Sinode GPM. Materi yang
diberikan antara lain: Dasar-dasar pernikahan Kristen, persyaratan
hidup berkeluarga dan dalam kasus tertentu seperti pernikahan setelah
hamil di luar nikah akan diberikan pembinaan tentang kesehatan ibu
hamil dan persalinan.38
b) Dimana dan bagaimana? Rata-rata penyelenggaraan pendidikan
pranikah dilakukan di gedung gereja dengan menggunakan metode
diskusi. Namun berdasarkan pengamatan, diskusi tersebut hanya
berlangsung searah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh hubungan yang
terbangun antara pendidik dengan calon pasangan suami-istri yang
berlangsung singkat.
c) Kapan? Dari hasil penelitian dua dari tiga jemaat belum memenuhi
kuota waktu yang ditentukan dalam modul pranikah yang dibuat oleh
Sinode. Latar belakang di balik situasi ini beragam. Menurut salah
satu Ketua Majelis Jemaat (KMJ) di Klasis Kota Ambon terdapat tiga
latar belakang dari masalah tersebut:39 Pertama, pendidikan pranikah
yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak
terlalu bermanfaat dilandasi pemahaman bahwa sejak dulu tanpa

38

Wawancara dengan Pdt. H. P, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Imanuel), pada tanggal 14
Januari 2015.
39
Wawancara dengan Pdt. D. T, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Bethel), pada tanggal 23
Desember 2014.

79

proses persiapan yang panjang sebuah pernikahan masih tetap berjalan
dan bertahan. Kedua, pelaksananan pendidikan pranikah dengan
waktu yang panjang tidak memungkinkan untuk diterapkan pada
jemaat yang bekerja atau sedang belajar di luar daerah dan hanya
pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon. Ketiga,
pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar
yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi,
kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya
SDM di setiap jemaat.
d) Siapa? Telah dikemukakan sebelumnya bahwa idealnya setiap pokok
materi diajar oleh orang-orang yang berkompetensi di bidangnya.
Namun, dalam penyelenggaraannya di jemaat, konsep yang ideal ini
tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dua dari tiga
jemaat masih menyerahkan seluruh proses kepada pendeta jemaat.
Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
jemaat di Klasis Kota Ambon masih menerapkan metode pendidikan pranikah
yang tidak maksimal. Faktor-faktor penghambatnya adalah antara lain: pertama,
pemahaman tentang pendidikan pranikah yang dilaksanakan dengan jangka waktu
yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat. Pemikiran ini dilandasi oleh
pemahaman bahwa sejak dulu tanpa proses persiapan yang panjang, sebuah
pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Kedua, pelaksanan pendidikan
pranikah yang maksimal terhambat oleh penggunaan waktu yang terlalu panjang.
Pelaksananan

pendidikan

pranikah

dengan

waktu

yang

panjang

tidak

80

memungkinkan untuk diterapkan pada jemaat yang bekerja atau sedang belajar di
luar daerah dan hanya pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon.
Ketiga, pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang
berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan
psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya SDM di setiap jemaat.
Jika dianalisis lebih lanjut maka jemaat-jemaat Klasis Kota Ambon yang
belum menerapkan materi pendidikan secara holistik dikategorikan belum
memenuhi tujuan pendidikan pranikah. Tujuan pendidikan pranikah tersebut
meliputi dua hal utama yaitu: pertama, memberikan pegangan bagi calon
pasangan suami-istri untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri
menurut azas dan moral Kristiani serta menanamkan benih panggilan Kristiani;
kedua, bertujuan melengkapi kebutuhan pasangan suami-istri dalam pengetahuan
teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan ekonomi, paham gender dan
pengetahuan lainnya yang berkaitan erat dengan hidup berkeluarga. 40 Dengan
demikian, maka implikasi dari tidak tercapainya tujuan pendidikan pranikah
tersebut secara otomatis akan mempengaruhi usaha gereja untuk membentuk
keluarga-keluarga Kristen yang cerdas dan sehat secara spiritual, sosial, ekonomi
dan psikis. Oleh sebab itu, maka isi dari materi-materi pendidikan pranikah di
jemaat-jemaat Klasis Kota perlu mendapat perhatian besar dari pihak
penyelenggara, paling tidak disesuaikan menurut pedoman yang telah diberikan
oleh Sinode GPM.

40

Tim Pusat Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo, Kursus Persiapan Hidup
Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 14.

81

Berdampingan dengan hal tersebut, minimnya waktu pelaksanan juga
berhubungan dengan kurangnya materi yang diberikan kepada calon pasangan
suami-istri pada proses pendidikan pranikah. Salah satu faktor tidak terlaksananya
pendidikan pranikah sesuai waktu yang ditentukan oleh Sinode GPM diakibatkan
oleh kurangnya pemahaman para pendeta jemaat mengenai hal tersebut. Para
pendeta terjebak dalam romantisme masa lalu sehingga membandingkan
kebutuhan jemaatnya pada masa kini dengan pengalaman masa lampau yang
kenyataannya telah jauh berbeda. Faktor ini dilandasai keyakinan semu yaitu
kesuksesan masa lampau di mana keluarga-keluarga dapat berdiri lama tanpa
proses pendidikan pranikah yang lama.
Menurut peneliti, hal ini merupakan sebuah kelalaian di mana para pemimpin
gereja seharusnya lebih dinamis menyikapi perkembangan zaman dan terus mengupdate

pengetahuan

demi

memperkaya

nilai

pelayanan

mereka

juga

mentransformasi jemaat-jemaatnya kepada kehidupan yang membebaskan.
Kelalaian ini tergambar sebagai usaha menggiring jemaat masuk ke dalam lautan
luas yang sedang bergelora tanpa dibekali cara berenang, membuat perahu, atau
bahkan tanpa pelampung sekalipun. Masalah ini sangat memperihatinkan.
Konteks keluarga masa lalu tidak sama dengan konteks masa kini, dimana
keluarga-keluarga muda diperhadapkan dengan pesatnya perkembangan informasi
dan teknologi yang berimplikasi kepada masalah antarpersonal maupun
intrapersonal anggota keluarga. Hal yang serupa juga disebutkan dalam sub bab
3.2.3 mengenai keadaan sosial dan budaya jemaat di Klasis Kota Ambon. Fakta
membuktikan bahwa masalah-masalah pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan

82

jauh lebih kompleks dari masalah-masalah yang terjadi pada jemaat-jemaat
terpencil.41 Oleh sebab itu, untuk menyikapi masalah tersebut, maka para
pemimpin

jemaat

sebagai

komponen

kunci

suksesnya

penyelenggaraan

pendidikan pranikah perlu diberikan pembinaan atau penguatan kapasitas sebagai
pelayan sehingga maksimal melayani jemaatnya. Selain itu, usaha untuk
mensosialisasikan model pendidikan pranikah yang baru sesuai modul yang
diturunkan oleh Sinode kepada jemaat juga harus diperhatikan oleh gereja. Gereja
perlu memberdayakan semua sumber sosialisasi dan edukasi seperti perkunjungan
jemaat, sosialisasi mimbar, maupun melalui media cetak dan elektronik yang
dimiliki oleh gereja. Pentingnya materi-materi yang berkualitas dan relevan
dengan kebutuhan pasangan suami-istri masa kini adalah daya tarik utama dari
kegiatan ini. Jangan sampai hal tersebut tidak tersampaikan dengan baik kepada
jemaat sehingga pemahaman jemaat tentang kegiatan ini hanya tentang w