Gaya Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Asertif (Studi Deskriptif Kualitatif Gaya Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMPN 2 Medan)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan
suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran.Usaha untuk
mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi
melalui model-model tertentu.Model-model tertentu biasanya disebut dengan
paradigma (Moleong, 2010: 49).
Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma
memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa
yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut Thomas Khun (dalam
Bulaeng, 2004: 2) paradigma didefenisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model
konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara
mereka meneliti.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivisme (pandangan/pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Dalam paradigma konstruktivisme, realitas sosial pada
hakekakatnya tidak pasti namun relatif. Karena kerelatifannya, maka pemaknaan
setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial tertentu.
Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial.Dalam

konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif. Pendekatan ini menolak

kedudukan

sebagai “pengamat” sebagaimana dikenal pada pendekatan positivis.
Pada penelitian kualitatif peneliti dituntut sebagai instrument utama
penelitian, hal ini bermakna bahwa peneliti harus cerdas dalam menafsirkan,
mengartikan, memaknai, menginterpretasikan data yang didapatkan menjadi sebuah
jawaban penelitian. Paradigma interpretatif digunakan dalam penelitian ini karena
paradigma ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti
atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari-

Universitas Sumatera Utara

hari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, peneliti dapat melihat bagaimana gaya
komunikasi orangtua dan perilaku asertif anak di SMPN 2 Medan. Maka, untuk
melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma interpretatif
sebagai bahan untuk melakukan penelitian.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi

Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga komunikasi sangat dibutuhkan
untuk membantu manusia dalam melakukan interaksi dengan yang lainnya, karena
tentunya disetiap kesempatan ternyata kita sangat membutuhkan komunikasi untuk
membantuk kita dalam memahami orang lain seperti apa kebutuhan dan keinginan
orang lain lalu digunakan untuk kepentingan bersama. Sebagian besar orang telah
menjadikan komunikasi sebagai alat untuk bisa melihat dan dapat memahami orang
lain secara menyeluruh untuk menghindari komunikasi yang tidak efektif dimana
terjadi ketika adanya ketidaksesuaian dengan apa yang diinginkan dengan apa yang
nantinya berjalan sehingga akan menimbulkan hilang arah atau salah arah. Apalagi
jika kita berada dalam sebuah lingkungan atau organisasi yang didalamnya terdapat
berbagai macam individu dengan karakter atau sifat yang berbeda-beda pula serta
tingkat pendidikan dan pemahaman yang juga beda. Oleh karena itu, kemampuan
dalam komunikasi menjadi hal yang penting untuk bisa bekerja dengan orang lain.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
bahasa latn communis yang berarti ‘sama’, communico, communication, atau
communicare yang berarti “membuat sama” ( to make common) (Mulyana, 2010)
Menurut Everet M.Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dari sumber
kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka
(Mulyana, 2010). Untuk itu dalam proses interaksi yang kita lakukan dengan sesama
manusia, sering kali kita mengharapkan sesuatu dari apa yang kita sampaikan.

Adapun rumusan komunikasi yang sangat dikenal yaiu format yang dibuat oleh

Universitas Sumatera Utara

Harold Laswell komunikasi adalah “who says what in which channel to whom with
what effect.”
Pengertian komunikasi menurut (Effendy,2004) adalah suatu proses dalam
menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan untuk
memberitahu, mengeluarkan pendapat, mengubah pola sikap atau perilaku baik
langsung maupun tidak langsung. Ditambahkan pula oleh (Cangara, Hafied: 2000)
menekankan bahwa komunikator atau sumber memberi respon secara timbal balik
pada komunikator lainnya. proses komunikasi disini melingkar (sirkular) dengan
adanya mekanisme umpan balik yang saling mempengaruhi (interplay) antara sumber
dan penerima.
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi
Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan di antara manusia dalam
keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, organisasi sosial dan
sebagainya. Semuanya ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan, frekuensi
bertemu, jenis relasi, mutu dari interaksi-interaksi di antara mereka tetapi juga
terletak pada seberapa jauh keterlibatan di antara mereka satu dengan yang lainnya,

saling mempengaruhi.
Komunikasi antarpribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang
yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Ada 3 pendekatan umum yang
dikemukakan De Vito (2007) dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:
a. Komunikasi antar pribadi didefenisikan sebagai pengiriman pesan oleh
seseorang dan menerima pesan dari orang lain atau sekelompok kecil orang
dengan efek langsung.
b. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi antara 2 orang yang ada
hubungan di antara keduanya.
c. Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk perkembangan/peningkatan
komunikasi pribadi.
2.2.2.1 Jenis-jenisKomunikasi Antarpribadi

Universitas Sumatera Utara

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis
menurut sifatnya (Effendy, 2003) yaitu :

1. Komunikasi diadik (dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara

dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang
lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua
orang, maka dialog yang terjadiberlangsung secara intens. Komunikator memusatkan
perhatiannya hanya kepada diri komunikan. Situasi komunikasi seperti itu akan
nampak dalam komunikasi triadik atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam
bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas atau seminar.
Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi
seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik
(dyadic primacy) (Devito, 1979) yang dimaksudkan dengan primaci diadik ini ialah
setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam
komunikasi berdasarkan kepentingan masing-masing.
2. Komunikasi triadik (triadic communication)
Komunikasi triadik ini adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri
dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya
A yang menjadi komunikator , maka ia pertama-tama menyampaikan kepada
komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi , beralih kepada komunikan
C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka
komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya
kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasaiframe of reference
komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung kedua faktor yang

sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.
Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya,
misalnya komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik karena

Universitas Sumatera Utara

merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikaf,
opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2003).
2.2.2.3. TujuanKomunikasi Antarpribadi
Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tujuan. Menurut De Vito (2007)
terdapat empat tujuan komunikasi antar pribadi, yaitu :

1.

Mengurangi kesepian
Kontak dengan sesama manusia akan mengurangi kesepian. Adakalanya kita
mengalami kesepian karena secara fisik kita sendirian. Di lain pihak, kita
kesepian karena meskipun mungkin bersama orang lain, kita mempunyai
kebutuhan akan kontak dekat. Dalam upaya mengurangi kesepian, orang
berusaha memiliki banyak kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya

berdampak lebih baik.

2.

Mendapatkan rangsangan
Manusia membutuhkan stimuli. Salah satu cara agar manusia

mendapatkan

stimuli adalah dengan melakukan kontak antar manusia.
3.

Mendapatkan pengetahuan diri
Sebagian besar melalui kontak antar manusialah kita dapat mengetahui diri
sendiri. Persepsi mengenai diri sendiri sangat dipengaruhi oleh apa yang kita
yakini dan pikiran orang lain tentang kita.

2.2.2.4 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi
Liliweri (1991) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang lain,
yaitu:

1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil
lalu.
2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu

Universitas Sumatera Utara

3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang
tidak mempunyai identitas yang jelas
4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak
disengaja
5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan
6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit dua orang dengan
suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan
7. Komunikasi antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak
membuahkan hasil.
8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.
Komunikasi antar pribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki ciri
keterbukaan,

kepekaan


dan

bersifat

umpan

balik.

Individu

merasa

puas

berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang
lain juga memahami dirinya. Komunikasi antar pribadi antara dua individu,
karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan
pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Percakapan yang
sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui komunikasi antar pribadi. Hal ini

dikarenakan komunikasi antar pribadi melibatkan pribadi dan terjalin melalui
interaksi secara langsung di antara pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal,
sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti dan dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan
komunikan mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama, dengan demikian
keefektifan komunikasi antar pribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak yang hidup
dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar belakang yang
sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan pengetahuan orang tua
banyak diberikan kepada anaknya.
De Vito (2007) menjelaskan karakteristik komunikasi antar pribadi yang
efektif dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat:
a. Keterbukaan (Openness)
Proses komunikasi antar pribadi dapat berlangsung efektif bila pribadi-pribadi
yang terlibat dalam proses komunikasi antar pribadi harus saling memiliki
keterbukaan, dengan demikian lebih mudah mencapai komunikasi efektif. Sikap

keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi.
Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, yang
penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang
umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita
sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.
Dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan
terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang
dikatakannya.

Keterbukaan

menumbuhkan

komunikasi

atau sikap terbuka
antarpribadi

yang

sangat
efektif.

berpengaruh dalam
Keterbukaan

adalah

pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta
memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan
kita di masa kini tersebut.
Johnson Supratiknya, (1995) mengartikan keterbukaan diri yaitu membagikan
kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan,
atau perasaan kita terhadap kejadiankejadian yang baru saja kita saksikan. Secara
psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain, maka orang lain
yang diajak bicara akan merasa aman dalam melakukan komunikasi antarpribadi
yang akhirnya orang lain tersebut akan turut membuka diri.
Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005) mengemukakan bahwa karakteristik
orang yang terbuka adalah sebagai berikut:
a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.
b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan sebagainya.
c. Mencari informasi dari berbagai sumber
d. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.

Universitas Sumatera Utara

b. Empati (emphaty)
Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Adanya empati
komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga setiap pesan yang
disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan. Komunikasi
antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim pesan)
menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan).
Menurut Sugiyo (2005) empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan
orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sementara Surya
(Sugiyo, 2005) mendefinisikan bahwa empati adalah sebagai suatu kesediaan untuk
memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung,
khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat
menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain sedekat
mungkin apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati tersebut tumbuh
dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan komunikasi akan
dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.
c. Perilaku suportif (Supportivness)
Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai
kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Dalam
komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak komunikator
agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan
Sugiyo (2005) dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung
atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005) mengemukakan
bahwa “sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif”. Orang yang
defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya
dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain.
d. Rasa positif (Positivness)
Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang
positif, maka rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk
tidak curiga atau berprasangka. Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang
untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang

Universitas Sumatera Utara

berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain,
memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap
kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan
menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa
bersalah.
Sugiyo (2005) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan
bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri
komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hedaknya antara komunikator dengan
komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi
tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan
komunikasi tidak dapat terjadi. Rahmat (2005) menyatakan bahwa sukses komunikasi
antarpribadi banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri; positif
atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang positif, akan lahir pola
perilaku komunikasi antarpribadi yang positif pula.
e. Kesamaan (Equality)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat apabila
memiliki kesamaan pandangan, sikap, ideology dan sebagainya. Kesetaraan
merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau
rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang
keluarga atau sikap orang lain terhadapnya. Rahmat (2005) mengemukakan bahwa
persamaan atau kesetaraan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal
dan demokratis, tidak menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang
lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan.
Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi
berbincang pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan rasa
hormat pada perbedaan pendapat merasa nyaman, yang akhirnya proses komunikasi
akan berjalan dengan baik dan lancar.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.5 Elemen Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-receiver,
encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan competence
(DeVito, 2007) Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah sourcereceiver. Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan
receiver adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi
antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu.
Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding
merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk
memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini
dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi mereka.
Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang
menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal.
Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan bahasa dan
kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan tanpa
menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh, senyum,
atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu “feedback dan
feedforward”.
Setelah pesan, elemen berikutnya adalah channel. Channel adalah media yang
dilewati oleh pesan. Itu adalah jembatan yang menghubungkan sumber pesan dan
penerima pesan. Dalam komunikasi face-to-face, channel tersebut dapat berupa
indera pendengaran atau indera penglihatan. Sedangkan dalam komunikasi
(antarpribadi) bermedia, channel tersebut dapat berupa telepon atau alat elektronik
yang digunakan untuk mengirimkan pesan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1
Proses Komunikasi Antarpribadi

Elemen berikutnya adalah noise. Noise adalah segala sesuatu yang
mengganggu isi pesan dan mengakibatkan penerima tidak dapat menerima pesan
yang disampaikan oleh sumber. Ada empat macam noise yaitu gangguan fisik,
gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik
merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya adalah
suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan gangguan yang
meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai contoh adalah tuli,
artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga gangguan psikologi yaitu
gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi, pikiran yang tidak terbuka dan lain
sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik adalah perbedaan makna antara
komunikator dan komunikan yang diakibatkan karena pemakaian bahasa yang
berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa macam
konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosial-psikologikal, dan
konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi berlangsung.
Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi. dimensi sosialpsikologikal meliputi peran, hubungan dan status sosial antara pelaku komunikasi
antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di anut oleh pelaku
komunikasi antar pribadi.
Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau etika.
Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif perlu
memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar pribadi adalah
competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi antar pribadi
tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi tersebut. Yang
dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas penampilan baik secara
intelektual maupun secara physical.

2.2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam Komunikasi
Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi
yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap
individu

yang

berkomunikasi.

Pemahaman

terhadap

proses

pembentukan

keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan
mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Tampilan komunikasi yang teramati/tampak
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:

a. Meaning (Makna).
Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya.
Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang
mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan,
kata pohon mewakili tumbuhan dsb.

Universitas Sumatera Utara

b. Learning (Belajar)
Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi
yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari
pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh
melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan
berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar.
Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi,
kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.
c. Subjectivity
Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga
individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode
(menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama. Interpretasi dari
dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.
d. Negotiation
Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi
masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu
terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling
pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Dan masingmasing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.
e. Culture
Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah
partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat Melalui partisipasi
berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan
makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi.
Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya
menciptakan cara pandang (point of view).
f.

Interacting levels and context.

Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan.
Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar
pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.

Universitas Sumatera Utara

g. Self Reference.
Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman
yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita
menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman,
kebutuhan dan harapan-harapan kita.
h. Self Reflexivity.
Kesadaran diri (self-cosciousnes) merupakan keadaan dimana seseorang
memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari
proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian
dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.
i. Inevitability
Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan
apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu
mengungkap suatu makna komunikasi.
2.3 Komunikasi dan Psikologi
Pada zaman sekarang ini, hampir setiap individu sudah mengenal dan
mengetahui tentang psikologi. Seperti yang penulis ketahui, psikologi adalah suatu
ilmu yang mempelajari tentang aktivitas dan pola tingkah laku, dalam hal ini
manusia, secara lebih mendalam..
Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001)psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik
selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah
laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan
berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup
meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya. Psikologi sebagai
ilmu yang mempelajari dan mendalami mengenai jiwa seseorang tentu mempunyai
hubungan dengan ilmu-ilmu lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan
manusia. Hal ini akan menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk hidup tidak

Universitas Sumatera Utara

hanya dipelajari oleh ilmu psikologi saja, melainkan oleh ilmu-ilmu lainnya yang
saling berkaitan.
Psikologi merupakan ilmu yang telah mandiri, di mana ilmu psikologi tidak
tergabung dengan ilmu-ilmu lainnya. Namun demikian tidak boleh dipandang bahwa
psikologi itu sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu yang lain. Dengan kata lain
psikologi masih mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu tersebut.
Psikologi merupakan ilmu yang sangat erat kaitannya dengan ilmu- ilmu lain.
Hubungan psikologi dengan ilmu lain dapat dikatakan seperti simbiosis mutualisme,
yaitu

saling

membantu,

saling

mengisi

satu

sama

lain.

Apa hubungan psikologi dengan ilmu komunikasi? Hubungan psikologi dengan ilmu
komunikasi mungkin hampir sama dengan psikologi sosial, karena dalam hal ini
komunikasi mempelajari peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia melakukan
interaksi pada lingkungannya.

Sehingga disini terlihat jelas bahwa erat

hubungan antara psikologi dan ilmu komunikasi, yaitu pada intinya mempelajari
interaksi manusia kepada lingkungannya.
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:


Menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa
tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan
yang bersifat deskriptif



Memprediksikan, Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa,
bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa
prognosa, prediksi atau estimasi



Pengendalian, Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang
diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya preventif atau
pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Gaya Komunikasi
Manusia mengucapkan atau menuliskan kata-kata untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan yang memotivasi, menyatakan belas kasihan, menyatakan
kemarahan, menyatakan pesan agar suatu perintah cepat dikerjakan. Semua
kombinasi ini adalah gaya komunikasi, gaya yang berperan untuk menentukan batasbatas tentang kenyataan dunia yang sedang dihadapi, tentang relasi dengan sesama
tentang hubungan dengan suatu konsep tertentu. Keterampilan

berkomunikasi

melalui gaya komunikasi, mengisyaratkan kesadaran diri pada level yang tinggi.
Setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang bersifat personal, itu gaya khas
seseorang waktu berkomunikasi.
Norton (1983), Kirtley dan Weaver (1999) (dalam Liliweri 2011: 309)
mendefenisikan gaya komunikasi sebagai proses kognitif yang mengakumulasikan
bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan
bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang lain).
Selain itu, Raynes (2011) (dalam Liliweri 2011: 309) juga memandang gaya
komunikasi sebagai campuran unsur-unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesanpesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan dalam katakata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas
semua pesan yang diucapkan
.

Gaya komunikasi dapat dilihat dan diamati ketika seseorang berkomunikasi

baik secara verbal (bicara) maupun nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh dan
tangan serta gerakan anggota tubuh lainnya). Berbagai gaya komunikasi yang
digunakan orang tua berbeda-beda, meskipun terkadang ada persamaan. Proses
komunikasi yang dilakukan orang tua-nya untuk mendidik anaknya dipengaruhi oleh
gaya komunikasi. Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang
dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda.
Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa
perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara

Universitas Sumatera Utara

berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan
pada saat berkomunikasi.
Ditambahkan oleh (Widjaja, 2000) Gaya komunikasi merupakan cara
penyampaian dan gaya bahasa yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat bertipe
verbal yang berupa kata-kata atau nonverbal berupa vokalik, bahasa badan,
penggunaan waktu, dan penggunaan ruang dan jarak. Pengalaman membuktikan
bahwa gaya komunikasi sangat penting dan bermanfaat karena akan memperlancar
proses komunikasi dan menciptakan hubungan yang harmonis. Masing-masing gaya
komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku
mendapatkan respon atau tanggapan

komunikasi yang dipakai untuk

tertentu dalam situasi yang tertentu pula.

Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari
pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya komunikasi dipengaruh situasi, bukan kepada tipe seseorang, gaya
komunikasi bukan tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada situasi yang
dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi

yang berbeda-beda

ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga dengan
seseorang yang berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang baru dikenal dan
dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya yang
digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang
dinamis dan

sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi

adalah sesuatu yang relatif.

2.4.1 Jenis-Jenis Gaya Komunikasi
Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori
gaya komunikasi (Norton, 1983, dalam Liliweri, 2011:309), ke dalam sepuluh
jenis:
a. Gaya dominan (dominan style), gaya seorang individu untuk mengontrol situasi
sosial.

Universitas Sumatera Utara

b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu “hidup” ketika
dia bercakap-cakap
c. Gaya

kontroversial

(controversial

style),

gaya

seseorang

yang

selalu

berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang.
d. Gaya animasi (animated style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara aktif
dengan memakai bahasa nonverbal
e. Gaya berkesan (impression style), gaya berkomunikasi yang merangsang orang
lain sehingga mudah diingat, gaya yang sangat mengesankan
f. Gaya santai (relaxed style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan tenang
dan senang, penuh senyum dan tawa
g. Gaya atentif (attentive style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan
memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap simpati dan bahkan
empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh.
h. Gaya terbuka (open style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara terbuka
yang ditunjukkan dalam tampilan jujur dan mungkin saja blakblakan.
i. Gaya bersahabat (friendly style), gaya komunikasi yang ditampilkan seseorang
secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respon positif, dan mendukung.
j. Gaya yang tepat (precise style), gaya yang tepat dimana komunikator meminta
untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat dalam komunikasi lisan.
2.5. Komunikasi Orang tua dengan Anak
Menurut (Jamarah, Syaiful Bahri,2004) “Komunikasi berlangsung bila orangorang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu yang dikomunikasikan.
Komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Menurut Miami dalam Zaldy Munir (2010) dikemukan bahwa
“Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia
untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari

anak-anak yang

dilahirkannya”. Sedangkan pengertian anak, Secara umum anak adalah seseorang
yang dilahirkan dan merupakan awal atau cikal bakal lahirnya generasi baru sebagai
penerus cita-cita keluarga, agama, bangsa dan negara. Menurut UU Kesejahteraan,

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan, dan Pengadilan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk janin yang masih didalam kandungan.

Berkomunikasi itu tidak mudah, terkadang seseorang dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain karena berkomunikasi dengan manusia dari segala
perbedaannya. Setiap orang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dalam bersikap,
bertingkah laku, dalam melihat dunia ini, dalam memandang diri sendiri dan orang
lain. Komunikasi orang tua dan anak sangat penting bagi perkembangan kepribadian
seorang anak. Jika komunikasi orang tua memberi pengaruh yang baik kepada anak,
maka hal itu dapat menyebabkan anak berkembang dengan baik pula. Suasana
komunikasi orang tua di rumah mempunyai peranan penting dalam menentukan
kehidupan anak di sekolah. Cara orang tua mendidik anaknya akan memberi
pengaruh terhadap kegiatan belajar anaknya di sekolah. Orang tua yang kurang
memperhatikan kemajuan anaknya dan pendidikan
anaknya kurang berhasil

anaknya dapat menyebabkan

dalam belajarnya. Cara orang tua berbicara dan

mendengarkan anak sangat mempengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi dengan
orang lain. Orang tua anak-anak yang menjadi baik biasanya berkomunikasi dengan
baik dengan anak-anak mereka.
Peran orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan,
sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun,
estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar

untuk memenuhi peraturan, dan

menanamkan kebiasaan- kebiasaan (Hasan, Maimun: 2010). Ditambahkan pula oleh
Alex Sobur

bahwa komunikasi

dengan cara berdialog akan menumbuhkan

kewibawaan orang tua, karena menurutnya ketika anak mau melakukan apa yang
telah disampaikan oleh orang tua tanpa paksaan, karena sudah memahami apa yang
dikehendaki orang tua, ia akan menghormati orang tuanya (Sobur Alex, 2000)

2.5.1 Aspek Komunikasi Orangtua dan Anak
Terdapat lima aspek komunikasi yang terjadi pada komunikasi ibu dan anak
(Widuri, 2011):

Universitas Sumatera Utara

1. Keterbukaan
Keterbukaan yang ada memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan isi
dari pikiran dan perasaan yang dirasakan sehingga komunikasi bisa dilakukan secara
jujur dan bertanggung jawab. Keterbukaan anak akan membuat ibu lebih memahami
anak terutama ketika anak mula remaja.

2. Empati
Kemampuan dalam merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam hal
ini adalah ibu yang mencoba memahami apa yang dirasakan oleh anaknya. Begitu
pula pada anak yang memahami apa yang dirasakan oleh ibunya. Tanpa anak maupun
ibu menghilangkan perannya masing-masing.Sehingga tumbuh perasaan nyaman dan
peduli dalam diri ibu dan anak. Rasa nyaman dan peduli yang dirasakan oleh anak
akan membuat anak mampu menghadapi tekanan dalam perkembangannya. Empati
yang mampu dirasakan oleh ibu terhadap anak dan begitu pula sebaliknya akan
mengakrabkan hubungan ibu dan anak juga menumbuhkan anak yang memiliki sifat
peduli.

3. Dukungan
Komunikasi ibu dan anak bersifat deskriptif daripada evaluatif hingga dalam
mengemukakan pemikirannya dan perasaanya anak tidak perlu merasa takut. Ibu
yang melakukan komunikasi dengan evaluative akan lebih menyalahkan segala yang
menjadi pikirannya dan perasaan anak apabila tidak sesuai dengan keinginan ibu
maka anak akan merasa tidak dihargai dan tidak mendaptkan toleransi. Keadaan
seperti ini yang membuat anak enggan untuk mencurahkan segala perasaan dan
pikirannya (Widuri, 2011).

4. Sifat Positif
Komunikasi ibu dan anak baiknya mengandung nilai-nilai penghargaan dan
pujian apa yang disampaikan anak kepada ibunya. Pujian dapat meningkatkan rasa
percaya diri anak dalam mengemukakan pendapat yang dirasakan dan dipikirkan

Universitas Sumatera Utara

anak dan membuat anak lebih menghargai dirinya, dan anak akan merasa hidupnya
lebih bermakna.

2.6. Perilaku Asertif
Alberti, R & Emmons, M. (2002). memberikan pengertian bahwa perilaku
yang

asertif

mempromosikan

kesetaraan

dalam

hubungan

manusia,

yang

memungkinkankita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela
diri sendiri tanpakecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan
dengan jujur dannyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali
hak-hak orang lain.
Muhammad A, 2003), berpendapat ada beberapa keuntungan yang didapat
bila berperilaku asertif, yaitu keinginan kebutuhan dan perasaan individu untuk
dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati karena
kedua belah pihak merasa dihargai dan didengar. Ini sekaligus keuntungan bagi
individu sebab akan membuat individu di posisi sebagai pihak yang sering
meminimalkan konflik atau perselisihan. Selain itu, individu tersebut merasa
mengendalikan hidupnya sendiri, dan akan berdampak pada rasa percaya diri dan
keyakinan yang bisa terus meningkat.
Ditambahkan oleh Palmer dan Froener, 2002) yaitu memulai interaksi, bicara
jujur, mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan, mengekspresikan
pendapat dan saran, mampu menerima kecaman dan kritik, memperlakukan orang
lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya, memberi dan menerima umpan balik,
menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain, dan tenang dalam keseharian
dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situai-situasi yang sulit

Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif
adalah:
a.Bicara jujur

Universitas Sumatera Utara

b.Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c.Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d.Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e.Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi
situasi-situasi yang sulit.
Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan
jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara
proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun
merugikan pihak lainnya (Pratanti, 2007:).
Menurut

Pratanti

(2007)

Seorang

yang

asertif

memiliki

kriteria:

1. Merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan keinginan.
2. Mengetahui hak mereka.
3. Mampu mengontrol kemarahan. Tidak berarti me-repress perasaan ini, akan tetapi
mengontrol dan membicarakannya kembali dengan logis dan tidak dilandasi emosi
semata.

Alberti dan Emmons (2002) mengklasifikasikan perilaku asertif dan non
asertif sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perbedaan Perilaku Asertif dan Perilaku Non Asertif
Perbedaan
Perilaku Asertif

Perilaku Non Asertif

Perbaikan/ peningkatan

Penyangkalan diri

Ekspresif

Kecenderungan menahan

Bisa

meraih

tujuan-tujuan

yang Tidak meraih tujuan-tujuan

diinginkannya

yang diinginkannya

Memilih untuk diri sendiri

Pilihan dari orang lain

Merasa nyaman dengan dirinya sendiri.

Tidak tegas, cemas, memandang rendah diri.

Sumber : Alberti & Emmons (2002)

Universitas Sumatera Utara

2.6.1 Komponen Perilaku Asertif
Menurut Eisler, Miller dan Hersen, Johnson dan Pinkton (dalam Martin &
Poland, 1980) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain adalah:
1) Compliance
Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat
dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk
mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan
keinginannya. Lioyd (1991) juga mengatakan salah satu karakteristik individu yang
berperilaku asertif adalah mampu mengatakan tidak dengan sopan dan tegas, individu
tersebut mampu menyatakan tidak ketika ada keinginan dari orang lain ataupun
pandangannya.
2) Duration of Reply
Lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya,
dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin & Poland, 1980)
menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respons yang
lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada
orang yang tingkat asertifnya rendah.
3) Loudness
Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak
berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik
dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk dalam Martin &
Poland, 1980).
4) Request for New Behavior
Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan
tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan
tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan.Lioyd (1991)
mengatakan salah satu karakteristik individu yang berperilaku aserrtif adalah individu
yang mampu mengekspresikan perasaan jujur, individu tersebut tidak menyangkal

Universitas Sumatera Utara

perasaan atau keinginannya terhadap orang lain. bersikap realistis, individu tersebut
tidak melebih-lebihkan, mengecilkan sesuatu hal.
5) Affect
Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka
intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika
seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang
monoton ataupun respons yang emosional

6) Latency of Response
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk
mulai berbicara.Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab
secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.
7) Non Verbal Behavior
Serber (dalam Martin & Poland, 1980) menyatakan bahwa komponen komponen
non verbal dari asertivitas antara lain:

a. Kontak Mata
Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan
membantu dalam penyampaian pesan dan juga meningkatkan efektifitas pesan. Akan
tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga merunduk kepala.

b. Ekspresi Muka
Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan
pesan yang di sampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara
langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah
senang.

Universitas Sumatera Utara

c. Jarak Fisik
Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak sewajarnya. Jika kita terlalu dekat
dapat mengganngu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh
akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita.

d. Sikap Badan
Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat
pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malasmalasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri
dari masalah.

e. Isyarat Tubuh
Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah
keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita
katakana, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain seperti
menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.mendapatkan apa yang diinginkannya,
jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang.
2.6.2 Ciri-Ciri Perilaku Asertif
Orang asertif adalah orang yang penuh semangat, menyadari siapa dirinya,
dan apa yang diinginkannya (Fensterheim & Baer, 1980). Selanjutnya dikatakan
bahwa pribadi yang asertif memiliki ciri-ciri:
a) Merasa bebas untuk mengemukakan dirinya, artinya ia bebas menyatakan
perasaan, pikiran dan mampu menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya
seperti permintaan dan gagasan,
b) Dapat berkomunikasi dengan semua orang, artinya dengan orang yang telah
maupun dengan yang belum dikenalnya,
c) Mempunyai pandangan aktif tentang hidupnya, artinya berusaha untuk lain tanpa
menyakiti atau mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain,

Universitas Sumatera Utara

d) Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima
keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri.

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

a. Jenis Kelamin
Perilaku asertif dipengaruhi oleh jenis kelamin karena semenjak kanak-kanak,
peran dan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan oleh masyarakat, sejak
kecil telah dibiasakan bahwa anak laki-laki harus tegas dan kompetitif dan anak
perempuan harus pasif menerima perintah dan sensitif. Hal ini berakibat laki-laki
akan berperilaku lebih asertif dibandingkan anak perempuan.

b. Harga Diri
Perilaku asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif. Orang yang
memiliki konsep diri positif dengan sifat-sifat penerimaan diri, evaluasi diri yang
positif dan harga diri yang tinggi, akan membuat mereka merasa aman dan memiliki
rasa percaya diri yang tinggi dalam ranah sosial.
c. Pola Asuh Orang Tua dan Lingkungan
Kualitas perilaku asertif seseorang sangat dipengaruhi pengalaman masa
kanak-kanaknya. Pengalaman tersebut, yang kebanyakan berupa interaksi dengan
orangtua maupun anggota keluarga lainnya, sangat menentukan pola respon
seseorang dalam menghadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa kelak. pola
asuh adalah interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik,
membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan
yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap
sebagai pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara
emosional, sosial dan intelektual.
d. Kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

Setiap kebudayaan mempunyai aturan yang berbeda-beda, perbedaan ini dapat
mempengaruhi pembentukan pribadi masing-masing individu terutama dalam
perilaku asertifnya.
e. Tingkat Pendidikan
Semakin

tinggi

tingkat

pendidikan

seseorang

akan

semakin

ada

kecenderungan untuk sukses dalam bekerja. Semakin orang berpendidikan akan
semakin mengenal dirinya secara lebih baik,termasuk kelebihan dan kekurangannya,
sehingga mereka cenderung mempunyai rasa percaya diri. Jika dilihat dari
pembahasan mengenai perilaku asertif, memang tidak semua orang mempunyai
perilaku asertif. Perilaku asertif adalah individu yang dapat berperilaku sesuai dengan
apa yang mereka inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain,dapat menolak apa
yang tidak ia sukai, secara jujur, nyaman, dan tanpa mengambil hak orang lain.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi individu dapat berperilaku asertif,
seperti contohnya jenis kelamin, harga diri, pola asuh orangtua, kebudayaan, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan lama kerja, dan kondisi sosial ekonomi. Dengan
adanya faktor-faktor tersebut bisa memungkinkan bahwa perilaku asertif itu
sebenarnya bisa di bentuk, misalnya dengan pembiasaan yang dilakukan oleh
orangtua dengan cara pola asuh orangtua kepada anak sejak kecil.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, Asertif adalah perilaku yang bertujuan
untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain secara jujur dan terbuka dengan menghormati hak pribadi kita sendiri dan
orang lain. Orang yang asertif adalah orang yang mempunyai kepercayaan diri dan
harga diri yang cukup, ia menghargai dirinya dan juga orang lain. Seseorang yang
memiliki harga diri tinggi cenderung lebih

percaya diri dalam hidupnya

dibandingkan orang yang mempunyai harga diri rendah. Dengan kepercayaan dirinya,
remaja diharapkan dapat menentukan sikap dan perilakunya.

Universitas Sumatera Utara