Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB II

Bab II
Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan

Pada bagian ini akan dikemukan teori-teori pendukung yang digunakan
dalam menganalisa data. Teori-teori yang dimaksud diantaranya:
A.

Konflik

1.1 Defenisi Konflik
Konflik
melibatkan

adalah

orang orang

suatu

proses sosial


yang

berlangsung

dengan

atau kelompok-kelompok yang saling menantang

dengan ancaman kekerasan. Konflik tercipta karena adanya perbedaan dari segi
kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial, keadaan ekonomi dan lain
sebagainya.1 Secara etimologis konflik berasal dari bahasa latin “con” berarti
bersama dan “fligere” benturan atau tabrakan. Benturan, maksudnya berupa
kepentingan, keinginan, pendapat dan lain sebagainya antara dua belah pihak
atau lebih. 2 Menurut Weber, konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sosial terjadinya konflik tidak terelakkan dalam suatu masyarakat disebabkan
masyarakat dipandang sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses
asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analisis.

1


Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed); Konflik dan Kekerasan
Lokal(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 82.
2
Chandra, R.I.,Konflik Dalam Kehidupan Sehari – hari. (Yogyakarta; Kanisius,1992)
35.

15

Coser mengatakan bahwa konflik adalah unsur penting bagi integrasi
sosial. Selama ini konflik selalu dipandang sebagai faktor negatif yang
memecah belah. Konflik sosial dalam beberapa cara memberikan sumbangan pada
kepentingan kelompok serta mempererat hubungan interpersonal.3 Konflik sosial
adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain
didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling

mengancam,

menekan, hingga saling menghancurkan.4 Konflik ada yang bersifat positif yakni
dengan meningkatkan keharmonisan hubungan dalam masyarakat dan bersifat
negatif yaitu dengan menghancurkan tatanan hubungan yang telah ada.5

Penjelasan ini memberikan penggambaran bahwa konflik terjadi karena
adanya pertentangan dan perselisihan antar kelompok masyarakat untuk mencapai
tujuan bersama dengan berbagai kepentingan yang sifatnya terbatas. Konflik juga
dapat memberikan perbedaan yang ditempatkan pada pentingnya mengubah
struktur sosial yang tidak adil. Konflik dalam masyarakat memang pada dasarnya
tidak dapat dihindari tetapi dalam proses konflik tersebut dianggap sebagai sebuah
integrasi sosial bagi kehidupan masyarakat. Konflik dapat membangun dan
membentuk manusia. Dengan pengertian bahwa konflik tidak dapat dihindari
namun harus dihadapi. Karena
terjadinya

penghindaran konflik bisa

mengakibatkan

konflik yang lebih besar. Konflik tidak selalu bersifat negatif,

melainkan konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa dijadikan wadah atau

3


Lewis A. Coser, The Function of Social Conflict(New York: The Free, 1964), 22.
Don Davis & Hook Joshua, Integration, Multicultural counseling and sosial Justice.
Journal of Psychology & Theology Vol 40, 3-4.
5
Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed); Konflik dan Kekerasan
Loka,(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 85.
4

16

sarana untuk membangun saling pengertian

dan

membentuk

kedewasaan

berinteraksi antar individu maupun kelompok yang memiliki beragam sifat,

sikap dan kepentingan. Dalam konflik itu akan ada konflik yang bersifat positif
dan konflik yang bersifat negatif.
1.2 Penyebab Konflik
Adam Kuper menyatakan sumber konflik adalah bertumpu kepada
hubungan-hubungan

sosial,

politik,

ekonomi,

dan

sifat

dasar

biologis


manusia. Paparan Kuper tersebut melihat semua aspek dari kehidupan
manusia. 6 Fisher menjabarkan konflik disebabkan oleh:
a. Polarisasi kelangsungan yang terjadi karena ketidakpercayaan dan
permusuhan diantara perbedaan kelompok dalam masyarakat (Teori Hubungan
Masyarakat).
b. Posisi tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang penyebab konflik
oleh pihak-pihak yang mengalami konflik (Teori negosiasi prinsip).
c. Kebutuhan dasar manusia yaitu; fisik, mental, dan sosial,

tidak

terpenuhi atau dihalangi (Teori kebutuhan manusia).
d. Identitas yang terancam karena kehilangan sesuatu hal atau masalah
masa lalu yang belum terselesaikan (Teori identitas).
e. Kesalahpahaman atau ketidakcocokan karena budaya yang dianut.

6

A. Kuper & J . Kuper,Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial ,(.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008) 60.


17

f. Masalah-masalah

ketidaksetaraan

dan ketidakadilan, muncul sebagai

masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi (Teori transformasi
konflik). 7
Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bertumpu pada konflik
sosial, konflik yang ada dalam masyarakat ada yang bersifat positif dan bersifat
negatif sehingga menurut Samiyono dikatakan bahwa konflik yang terjadi dapat
merugikan, tetapi juga dapat bermanfaat jika dikelola dengan baik. Ada
pun hal-hal positif, ketika konflik dapat dikelola dengan baik antara lain:
a. Membuat organisasi tetap hidup dan humoris, masing-masing
kelompok dapat melakukan adaptasi sehingga dapat terjadi perubahan
dan perbaikan.
b. Munculnya keputusan inovatif. Konflik akan mendorong orang

untuk berpikir lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu atau
mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
c. Munculnya persepsi lebih kritis.
d. Meningkatnya sikap solidaritas sosial. Adapun solidaritas itu bisa
timbul karena sesama anggota merasa memiliki nasib yang sama.
Sebaliknya, jika konflik tidak dikelola, akan muncul beberapa hal
negatif antara lain yaitu: Pertama, kerugian berupa material dan spiritual. Kedua,
menggangu keharmonisan sosial. Ketiga, terjadinya perpecahan kelompok.

7

S. Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak
,(Jakarta: The British Council,2001).

18

Melihat dampak dari sebuah konflik yang terjadi, sangat perlu untuk mengelola
konflik menjadi berdaya guna. 8
Bertolak dari beberapa pandangan diatas maka akibat yang ditimbulkan
dari konflik itu adalah adanya pola pembentukan dalam masyarakat serta

dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam dirinya, karenanya hal-hal ini menjadi
pijakan yang kuat terhadap diri seseorang atau kelompok kemasyarakatan seperti
perbedaan sikap, pikiran serta nilai-nilai yang sudah tertanam.
Konflik dalam lingkup masyarakat tidak selalu dapat menghancurkan
tetapi justru dengan adanya konflik maka sistem dan nilai-nilai yang sudah tertata
dalam masyarakat akan menjadi harmonis dan lebih baik lagi dengan pengertian
bahwa hadirnya konflik dapat membuat rasa solidaritas dan kebersamaan dalam
masyarakat menjadi meningkat dengan pola interaksi satu dan yang lainnya. Oleh
karenanya sebuah konflik yang terjadi dapat terselesaikan jika mampu untuk
mengelola dan melakukan penyelesaian konflik agar proses konflik tidak
berkepanjangan serta teratasi dengan baik pula.
1.3 Resolusi Konflik
Cara yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan konflik disebut
sebagai resolusi konflik. Setiap orang pasti berbeda caranya dalam menyelesaikan
konflik. Resolusi konflik merupakan suatu cara yang digunakan sebagai respon
atau serangkaian perilaku yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan
konflik. Weitzman mendefinisikan resolusi konflik sebagai sebuah tindakan yang
David Samiyono, Diktat Lokakarya “Membangun Perdamaian didalam Masyarakat
Berbinekha Tunggal Ika ;tanggal 28-29 Januari 2011.
8


19

dilakukan secara bersama-sama dalam memecahkan masalah ( solve a problem
together ).

9

Syafuan Rozy menyatakan, resolusi konflik merupakan sebuah

terminologi ilmiah yang menekan kebutuhan

untuk melihat perdamaian

sebagai proses terbuka dalam penyelesaian sebuah konflik.10
Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi untuk menananangi
konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesepakatan untuk
mengakhiri kekerasan (penyelesaian konflik) tetapi juga untuk mencapai suatu
resolusi dari berbagi perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya. Dengan
pengertian bahwa resolusi konflik antar suku sama maknanya dengan pengeloaan

keharmonisan hubungan antara mereka. Wujud tatanan kualitas kehidupan
masyarakat yang harmonis paling tidak melibatkan dua aspek : 1). Wujud
konstelasi kehidupan ideal ( constelation of ideal life ), dan 2). Bagaimana suatu
masyarakat mengelola dinamika kehidupannya.
Aspek pertama, menyangkut kepada pengertian mengenai tatanan
kehidupan sosial yang diinginkan. Aspek kedua,berkenaan dengan kehandalan
berbagi strategi dan mekanisme pengelolaan untuk mencegah dan mengatasi
setiap permasalahan sosial yang timbul dan konflik-konflik yang menjurus kearah
kehancuran tatanan sosial yang sudah baik. Banyak faktor yang menyebabkan
konflik antar suku yang tersembunyi dan berkembang menjadi konflik yang
terbuka. Paling tidak bermuara pada tiga hal yaitu: a) adanya ketidaksesuaian

9

Anwar Zainul. Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian, Seminar Asean 2nd
Psychhology & Humanity © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016.
10
Syafuan Rozi, Kekerasan Komunal “ Anatomi dan Resolusi Konflik di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka Pelajar,2006)

20

tuntutan terhadap sumberdaya; b) ketidaksesuaian kepercayaan, standar nilai dan
norma; dan c) ekspresi perilaku yang afektif dan impulfif. Masalahnya adalah
bagaimana suatu masyarakat yang beragam etnik dan suku bisa secara terusmenerus

mempertahankan

dan

meningkatkan

kualitas

keharmonisan

hubungannya. Salah satunya adalah bagaimana masyarakat itu mampu mengelola
dinamika kehidupannya. Hal-hal ini berkenaan dengan kehandalan berbagai
teknik atau pendekatan untuk mencegah dan mengatasi setiap konflik-konflik
yang terjadi dalam masyarakat. 11
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa dalam sebuah komunitas
masyarakat akan ada banyak konflik yang terjadi konflik itu bisa saja dapat
merusak tatanan yang sudah dibangun dengan baik atau justru konflik yang terjadi
dalam masyarakat dapat membuat sebuah tatanan yang telah ada menjadi lebih
baik dan keharmonisan hubungannya terus terjaga. Masyarakat dapat menjaga
tatanan dan keharmonisan dalam masyarakat dengan cara mampu mengelola dan
bahkan mencegah serta mengatasi agar sebuah konflik tetap dapat teratasi dengan
baik.
Proses penyelesaian konflik dalam kultur sebuah masyarakat akan
berbeda-beda didasarkan adanya pola dan tradisi lokal yang tentu saja masih
dipertahankan sebagai bentuk atau cara yang dilakukan untuk menyelesaikan
konflik dalan tatanan kemasyarakatan yang ada. Resolusi konflik hadir untuk
dapat menyelesaikan konflik dengan tidak menggunakan kekerasan. Dalam proses

11

Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed), Konflik dan Kekerasan
Lokal,(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 81-82

21

penyelesaian konflik itu dapat diberikan strategi-strategi kepada msyarakat agar
dapat menyelesaikan konflik dengan wujud kebersamaan untuk dapat menemukan
solusi dari permasalahan yang ada tanpa melalui tindakan kekerasan sehingga
tidak merusak tatanan kehidupan bermasyarakat yang sudah ada.
Dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu
maka perlulah diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
1.

Perbedaan pendirian

Yaitu keyakinan orang perorangan yang telah menyebabkan konflik
antar

individu. Dalam

konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-

bentrokan yang berkaitan dengan pendirian, dan masing-masing pihak pun
berusaha membinasakan lawannya. Membinasakan disini tidak selalu diartikan
sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan
simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tidak disetujui. Di dalam
realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang sama
sehingga

perbedaan

pendapat, tujuan dan keinginan

tersebutlah

yang

mempengaruhi timbulnya konflik sosial.
b. Perbedaan budaya.
Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar
individu akan tetapi bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang
berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang
berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas. Perbedaan-perbedaan
22

yang terjadi dalam masyarakat membuat adanya perubahan-perubahan sosial yang
terjadi tetapi hal-hal diatas tidak menjadi patokan akan timbulnya konfik yang
terjadi dalam masyarakat tetapi yang berubah justru ada pada sistem nilai-nilai
yang tertanam dalam masyarakat karena yang menyebabkan perbedaan pada pola
pikir serta pendirian ada dalam masyrakat itu sendiri. 12
Clifford Geertz, menemukan ada beberapa hal yang dapat menjadi
peredam konflik antar kelompok dalam kerangka yang struktural yaitu
berhubungan dengan pola interpretasi kebudayaan, pola perilaku keagamaan,
tolerasi umum dan pertumbuhan dalam mekanisme sosial yang mantab menuju
pada bentuk integrasi.13
1.4 Cara-Cara Penyelesaian Konflik
Dari pernyataan diatas maka terdapat lima cara juga yang dapat ditempuh
individu dalam menyelesaikan konflik, diantaranya adalah: Pertama. Akomodatif/
berdamai, yaitu suatu pihak memuaskan kepentingan pihak yang lain tanpa
memuaskan kepentingannya sendiri. Kedua. Berbagi/berkompromi, perilaku ini
merupakan intermediasi antara mendominasi dan mendamaikan, perilaku ini
adalah pilihan yang moderat tetapi tidak memberikan kepuasan sepenuhnya bagi
kedua belah pihak. Dalam hal ini suatu pihak memberikan sesuatu secara sebagian
kepada pihak lainnya dan menyimpan sebagian lainnya. Ketiga. Kolaborasi/
integrasi, perilaku ini berusaha memuaskan kepentingan kedua belah pihak secara

12

Ritha Safithri, Mediasi dan Fasilitasi Konflik dalam Membangun Perdamaian ,674.
Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed), Konflik dan Kekerasan
Lokal(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 85.
13

23

penuh, yaitu untuk mengintegrasikan kepentingan mereka. Kempat. Menghindari/
membiarkan, artinya perilaku ini merefleksikan ketidakpedulian terhadap
kepentingan pihak manapun. Kelima. Kompetitif/ mendominasi, yaitu keinginan
suatu pihak memuaskan kepentingan sendiri atas kerugian pihak lainnya dengan
kata lain mendominasi.14
Penjelasan diatas memberikan kesimpulan bahwa kehidupan disaat ini
tindakan konflik sangat berperan penting dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat. Masyarakat menjadi pola pertama untuk mudah saja terjadi konflik
karena kehidupan masyarakat terbentuk dari faktor kebudayaan yang sudah
tertanam sejak dulu kala. Faktor budaya membuat terkadang masyarakat susah
untuk menerima sebuah hal baru dan bahkan mempertahankan setiap budaya yang
ada tanpa melalui proses pemilahan terlebih dahulu sehingga saat ada persoalan
sosial yang terjadi dalam sebuah wilayah tertentu yang melibatkan masyarakat
maka kondisi-kondisi itu yang membuat masyarakat menjadi lebih bertindak
dengan proses pendirian dirinya yang sudah ada dalam diri setiap individual
tersebut. Oleh karena itu dalam setiap proses untuk menyelesaikan setiap konflik
yang terjadi sudah banyak cara dan langkah yang dilakukan, sehingga proses
resolusi untuk mengatasi setiap konflik bisa diatasi dengan baik.

14

Anwar Zainul. Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian, Seminar Asean 2nd
Psychology &Humanity.

24

1.5
Dalam

Mediasi Sebagai Salah Satu Cara penyelesaian Konflik
proses

mediasi,

mediator

atau

fasilitator

adalah

pihak

terpercaya dari kedua belah pihak yang berkonflik. Kovach menjelaskan,
mediator berasal dari bahasa Latin “mediare” berarti berada di tengah-tengah.
Dengan demikian
tengah

seorang

mediator

menempatkan

dirinya

ditengah-

suatu perselisihan. Pihak ketiga dimaksudkan dalam konflik adalah

pihak netral dan imparsial, tidak memihak dan tidak biasa. Artinya pihak
ketiga tersebut tidak terlibat dan terikat dengan masalah. Peran pihak ketiga
sangat tepat dilaksanakan pada konflik yang sudah berlangsung lama terutama
apabila terjadi kebutuhan dalam mencapai penyelesaian.15 Amriani membagi
mediasi dalam empat model diantaranya:
Pertama, model penyelesaian. Biasanya mediator adalah orang yang
ahli dalam bidang yang didiskusikan atau dipersengketakan tetapi tidak
memiliki keahlian teknik mediasi atau mediation skills. Fokus mediasi adalah
penyelesaian bukan kepentingan sehingga penyelesaian cenderung lebih cepat.
Namun kelemahannya yaitu para pihak yang berkonflik merasa tidak memiliki
hasil keputusan tersebut.
Kedua, model fasilitasi, biasanya

yang diutamakan adalah teknik

mediasi tanpa harus ahli pada bidang tersebut. Kelebihannya pihak yang
berkonflik

cendrung

puas

karena

yang

diangkat

kepentingannya. Tetapi model ini memakan waktu yang lama.
15

K.Kimberlee Kovach, Mediation: Principles and Practise. St. Paul: (West
Publishing, 2002).

25

adalah

Ketiga, model therapeutic, yang diharapkan dalam model mediasi ini
adalah penyelesaian konflik secara kekeluargaan sehingga kedua pihak bisa tetap
menjaga hubungan baik.
Keempat, evaluatif, model ini lebih fokus kepada hak dan kewajiban
sehingga mediator bisanya ahli pada bidang hukum. 16
Ronald

menambahkan

bahwa

proses

mediasi

dapat membantu

pihak-pihak berkonflik untuk: Pertama, saling memahami aneka kebutuhan,
kepentingan,

dan

nilai-nilai hidup masing-masing pihak. Kedua, mediasi

menolong mereka bertanggung jawab atas aneka keputusan yang mereka
ambil. Ketiga, mediasi

dapat

memberikan

landasan

untuk

mengubah

hubungan mereka serta mulai bekerja sama untuk berbagi sumber daya,
saling

mengklarifikasi

informasi,

bahkan

bersama-sama mengubah

struktur. 17
Penjelasan

diatas memberikan pemahaman bahwa dalam proses

penyelesaian konflik salah satu cara yang ditempuh adalah mediasi. Dalam
melaksanakan mediasi ada orang yang dipilih untuk menjadi mediator. Mediator
ini memiliki tanggung jawab untuk menjadi jembatan komunikasi antara pihakpihak yang berkonflik. Berbagai macam model mediasi ditawarkan untuk dapat
menemukan solusi yang tepat atas permasalahan dalam nasyarakat, model-model
ini tentu saja akan disesuaikan dengan konteks masyarakat serta pemasalahan-

16

S.Ronald Kraybill, „‟Peace Skills “ Panduan Mediator”; (Yogyakarta : Kanisius

17

S.Ronald Kraybill, „‟Peace Skills “ Panduan Mediator”; (Yogyakarta : Kanisius 2002).

2002).

26

permasalahan apa yang sedang terjadi sehingga menimbulkan konflik. Dari
pernyataan-pernyataan diatas memberitahu bahwa proses mediasi akan sangat
membantu masyarakat yang berkonflik karena dari proses ini tentu saja ada dapat
menolong masyarakat yang berkonflik agar memahami lebih dalam lagi tentang
nilai-nilai, landasan hidup, membangun keutuhan bersama serta mengubah pola
pikir dna perbedaan –perbedaan yang ada kearah hidup bersama yang lebih baik.
B.

Perdamaian

Perdamaian ialah tidak adanya sebuah tindakan kekerasan yang terjadi
dalam sebuah wilayah tertentu. Menurut John Galtung, kekerasan terdiri dari
kekerasan secara struktural, kekerasan langsung dan kekerasan kultural yang
dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar, kelestarian serta kesejahteraan
dan identitas sosial dari masyarakat yang berada dan mendiami suatu wilayah
tertentu. Kekerasan struktural ialah sebuah model kekerasan yang diciptakan oleh
suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya (human needs). Artinya bentuk kekerasan ini tercipta karena adanya
tekanan dari kaum yang lebih tinggi kedudukanya yang kemudian menyiksa atau
memberikan rasa tidak adil kepada kaum bawah yang berbeda ras, budaya dan
agama.
Kekerasan langsung ialah bentuk kekerasan yng dilakukan oleh kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain yang menimbulkan ancaman dan teror
sehingga dapat membuat trauma secara psikis dan fisik. Biasanya kekerasan ini
dilakukan dalam bentuk tawuran/ bentrok antara kelompok yang berbeda budaya,

27

ras dan agama. Kekerasan kultural ialah suatu bentuk kekerasan dari kekerasan
struktural dan kekerasan langsung. 18 Bentuk dari kekerasan ini akan menekankan
pada aspek perbedaan kebudayan, ruang simbolik, agama,ideologi, bahasa yang
digunakan untuk menjustfikasi bentuk kekerasan struktural dan kekerasan
langsung. Dari pendapat diatas mengambarkan bahwa dalam proses untuk
menghadirkan perdamaian menunjuk pada tindakan dari individu yang dapat
dilakukan dengan cara mengelola sebuah konflik sehingga tidak berujung pada
sebuah tindaka kekerasan. Perdamaian yang ada juga merupakan wujud dari
interaksi masyarakat untuk dapat mengelolah setiap konflik yang ada secara baik
dan secara positif.
Galtung juga

membagi

bentuk-bentuk

perdamaian yang lainnya

diantaranya ada bentuk perdamaian positif dan bentuk perdamaian negatif .
Perdamaian positif (positive peace), yaitu adanya kondisi damai secara struktural,
baik secara struktur relasi antara penguasa dengan rakyat, maupun relasi sesama
rakyat. Relasi secara struktural ini juga mampu menghilangkan benih-benih atas
ketidakpuasan yang dapat melahirkan sebuah konflik baru. Positive peace juga
didasarkan kepada perdamaian yang berbasis keadilan, persamaan dan kesetaraan.
Sedangkan perdamaian negatif (negatif peace) adalah kondisi

dimana

“perdamaian” hanya dianggap sebagai ketiadaan dari sebuah konflik kekerasan.19

18

Johan Galtung, Peace by Peacefull Means, Peace and Conflict, Development and
Civilization(International Peace Research Institute,(Oslo ,1996).
19
Galtung John, Peace by Peacefull Means, Peace and Conflict, Development and
Civilization(International Peace Research Institute), (Oslo, 1996) 9.

28

Pemahaman diatas menyatakan bahwa sebuah tindakan kekerasan adalah
tindakan ketika manusia memberikan dampak aktual yang berkaitan dengan
mental dan potensi yang menonjol dalam dirinya. Potensi dalam diri manusia itu
bisa dengan sebuah tindakan yang bersifat positif atau tindakan yang negatif.
Perdamaian yang positif juga lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan
perdamaian secara negatif. Sehingga bentuk perdamaian ini memberikan efek
dalam bentuk kekerasan yakni kekerasan secara langsung, kekerasan struktural
dan kekerasan kultural.
Berkaitan dengan pemikiran antara perdamaian positif dan perdamaian
negatif maka Galtung menjelaskan bahwa konflik dapat dikelola melalui ketiga
strategi yang saling berhubungan yaitu peace keeping, peacemaking dan peace
building.

Pertama. Peacekeeping, adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi
kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga
perdamaian yang netral. Pendekatan ini pada dasarnya disosiatif yakni pihak yang
berkonflik dijauhkan satu sama lainnya dibawah ancaman hukum yang cukup
disertakan dengan kekuatan pemerintah dan langkah-langkah sosial disosiatif
lainnya seperti pemisahan pihak yang berkonflik dan juga disertai dengan
pendekatan klasik seperi penggunaan jarak geografi.
Kedua. Peacemaking, adalah proses yang tujuannya merekonsiliasi sikap
politik dan starategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, dan
arbitrasi. Dikaitkan dengan topik ini maka ini pihak – pihak yang berseteru

29

dipertemukan guna mendapat penyelesaian dengan cara damai. Hal ini dilakukan
dengan menghadirkan pihak ketiga sebagai penegah, akan tetapi pihak ketiga
tersebut tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan yang diambil. Pihak
ketiga tersebut hanya menengahi apabila terjadi suasana yang memanas antara
pihak bertikai yang sedang berunding.
3. Peacebuilding, adalah upaya untuk mencoba mengembalikan keadaan
destruktif akibat kekerasan yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun
jembatan komunikasi antara pihak yang terlibat konflik. Ini juga merupakan
proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi
demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses peacebuilding
diharapkan negative peace (the absence of violence ) berubah menjadi positive
peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan sosial, kesejahteraan
ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.20
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa perdamaian itu sendiri
tidak berfokus pada bagaimana mengontrol dan mereduksi kekerasan yang terjadi.
Lebih dari itu, perdamaian juga harus dapat memberikan sebuah pembangunan
vertikal yang lebih baik. Perdamaian juga tidak hanya menyangkut pada teoriteori yang bersangkutan dengan konflik semata, tapi juga harus mencakup pada
wujud dari sebuah pembangunan perdamaian itu sendiri. Penelitian mengenai
perdamaian harus mencakup hal-hal ataupun situasi yang berkenaan dengan masa
lalu, saat ini, dan juga yang akan datang. Untuk mewujudkan perdamaian, maka

20

Galtung John, Peace, war defense: essays in peace research: Vol 2 (Ejlers:
Copenhagen, 1976).

30

harus terdapat hubungan antara perdamaian itu sendiri dengan cara untuk
melakukan pembangunan perdamaian. Kekerasan personal atau kekerasan dalam
sebuah kelompok masyarakat yang kerap terjadi, biasanya terdapat dalam sebuah
struktur sehingga untuk mengatasi perdamaian dalam kekerasan struktural
membutuhkan sebuah dorongan lebih.
Perdamaian juga harus ada kerjasamanya dengan budaya-budaya lokal
yang ada dengan cara membangun budaya damai yang berbasis masyarakat
sehingga masyarakat dapat terlibat secara langsung untuk mengupayakan budaya
damai tersebut. Setiap konflik yang terjadi dalam masyarakat dengan berbagai
macam bentuknya dapat dimulai dan dapat pula diakhiri dengan baik jika sebuah
konflik itu sudah terjadi maka untuk mewujudkan sebuah tindakan perdamaian
cara yang harus dilakukan adalah dengan memahami bentuk konflik serta situasi
masyarakat dan budaya setempat sehingga untuk mengupayakan sebuah tindakan
perdamaian dapat terlaksana dengan baik. Tetapi terkadang perdamaian itu datang
pula dari masyarakat, masyarakat yang memiliki inisiatif sendiri untuk
membangun sebuah budaya damai lewat budaya-budaya yang ada ditempat
tersebut sebagai upaya untuk mempertahakan kearifan lokal yang ada sehingga
justru upaya dari masyarakat itu sendiri yang membuat sebuah budaya damai
lebih awet dan terjaga yang membuat pemecahan konfliknya bisa terselesaikan
dengan baik

31

C.

Konseling Pernikahan
1.

Defenisi Pernikahan

Secara etimologi perkawinan dalam bahasa Indonesia, berasal dari
kata kawin, yang kemudian diberi imbuhan awalah “per” dan akhiran “an”.
Istilah sama dengan kata kawin ialah nikah, apabila diberi imbuhan awalan
“per” dan akhiran “an” menjadi pernikahan. Perkawinan atau pernikahan
diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan bersuami isteri.21
Dalam perkawinan ada ikatan lahir dan ikatan batin, yang berarti bahwa dalam
perkawinan itu perlu adanya ikatan yang saling berhubungan antara keduanya.
Ikatan lahir adalah ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak
nampak secara langsung dalam hal ini berkaitan dengan ikatan psikologis.
Sayuti mengemukakan bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian suci dalam
membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di mana
perjanjian tersebut merupakan perbuatan yang dikehendaki oleh kedua belah
pihak dan berdasarkan agama.22
Penjelasan diatas memberikan pengertian bahwa perkawinan
adalah adanya relasi yang baik antara laki-laki dan perempuan yang akan
menikah. Dalam ikatan perkawinan itu adanya ikatan secara lahir dan batin yang
saling berkesinambungan untuk dapat menolong kedua pasangan yang akan

21

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka,
1994), 453.
22
Sayuti, Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia , (Jakarta: Intermas, 1981), 47.

32

menikah agar dapat mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun secara
batiniah dalam hal ini berkaitan dengan psikologis pasangan tersebut. Proses
perkawinan yang terjadi juga merupakan sebuah kesepakatan bersama antar kedua
belah pihak untuk menjadi sebuah keluarga yang utuh untuk saling menopang,
menolong

membimbing dengan sudah disetujui oleh agama dan keputusan

bersama.
1.2

Pengertian Konseling

Istilah konseling berasal dari bahasa inggris yaitu to counsel yang secara
harafiah berarti memberi nasihat, arahan. Orang yang melakukan konseling
disebut konselor.23 Konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang
dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan
tersebut dengan segala kemampuan yang ada menyediakan situasi untuk belajar,
dalam hal ini belajar untuk memahami dirinya sendiri serta memperbaiki, demi
terciptanya kondisi yang diinginkan.24 Paterrson, mengemukakan bahwa
konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antar pribadi, antar
seorang terapis dengan satu atau lebih klien di mana terapis menggunakan
metode-metode psikologis atas
kepribadian

manusia

dasar

pengetahuan

sistematik

tentang

dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.

Gladding, menyebutkan bahwa konseling adalah hubungan pribadi antara
konselor dan klien. Dalam hubungan pribadi tersebut, terapis atau konselor
membantu

klien

untuk memahami

diri

23

sendiri disetiap

keadaan,

J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer , (Jakarta, Bpk Gunung
Mulia,2016) 67.
24
Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, 99.

33

baik

sekarang dan dimasa yang akan datang, dengan menggunakan potensi-potensi
yang dimilikinya untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. 25 Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa konseling adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada klien dengan cara yang
humanis agar klien dapat menemukan potensi diri dan terlepas
permasalahan

yang

dihadapinya, baik

dari

permasalahan sekarang maupun yang

akan datang.
Timbulnya profesi konseling dimulai dengan kebutuhan ahli professional
yang bertugas secara khusus untuk membimbing, membina maupun mengarahkan
perilaku klien agar menjadi sehat sejahtera secara psikologis. Secara khusus para
ahli George & Christiani dan Schmidt mengungkapkan 5 tujuan dari konseling
pernikahan yaitu: a). memfasilitasi klien untuk dapat mengubah
menjadi

lebih

keterampilan

baik, b). membantu

memecahkan

klien

masalah-masalah

agar

perilakunya

dapat menggunakan

psikoemosionalnya

sendiri

(coping skill), c) memberi fasilitasi bagi klien supaya dapat mengambil suatu
keputusan secara

tepat

(adequate

decision

making ) ketika menghadapi

masalah-masalah psikoemosionalnya, d), membantu

klien supaya

dapat

mengembangkan keterampilan hubungan sosial (social relationship skill )
dengan orang lain (pasangan hidup, suami, istri, anak-anak maupun tetangga
di

masyarakat), e), membantu klien supaya dapat menggali, memahami dan

mengembangkan potensi-pctensinya yang sebelumnya tidak

25

disadarinya

Selviana Lia, Layanan konseling perkawinan pada pasangan suami istri di BP4 (Kota
Yogyakarta), 15.

34

dengan baik.26 Artinya dalam tahapan ini konselor yang ditunjuk untuk
menjalankan konseling pernikahan dan mengarahkan konseli untuk bisa
memahami dirinya sehingga saat nanti menghadapi masalah-masalah yang ada
dalam rumah tangganya maka konseli bisa untuk memecahkan masalahnya dan
bahkan dapat memberdayakan dirinya agar bisa mengembangkan potensi dan
kemampuan yang ada dalam dirinya atas setiap masalah yang telah dihadapi yang
berkaitan dengan persoalan konseling perkawinan tersebut.
1.3 Konseling Pernikahan dan Budaya
Berbicara tentang sebuah konseling pernikahan maka tidak terlepas juga
dari kebudayaan-kebudayaan yang telah ada di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Budaya dikenal pada sebuah tataran subkutural yang meliputi ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan
yang mempengaruhi antarindividu yang terjadi dalam lingkup keluarga, adat
istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mempengaruhi serta dipengaruhi
dalam masyarakt itu. Dengan memiliki pengertian bahwa setiap manusia
mempunyai sikap yang berbeda karena keadaannya, pengalamannya dan
kepribadiannnya yang selalu unik. Bakker menjelaskan bahwa kebudayaan dari
pendekatan psikologi sebagai suatu bentuk penyesuaian diri manusia kepada alam
sekelilingnya artinya bahwa manusia berusaha untuk memahami dan mengetahui
apa yang dialaminya dan mengartikannya untuk menemukan makna dan
kehidupan yang sesungguhnya sebagai suatu penyesuaian diri. Dalam proses

26

Selviana lia, Layanan konseling perka winan pada pasangan suami istri di BP4 ,(Kota
Yogyakarta), 15.

35

penyesuaian diri itu manusia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan alam
lingkungannya yang ditunjang oleh perkembangan kognitif berdasarkan pada
pengalaman hidup yang dialaminya dan diwariskan secara turun temurun.27
Berdasarkan pada penjelasan diatas maka budaya hadir ditengah-tengah
kehidupan manusia agar dapat menunjang setiap aspek kehidupannya. Budaya
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pribadi setiap orang untuk dapat
memaknai nilai-nilai, moral dan sikap untuk dapat bertindak dan melakukan
sesuatu. Budaya yang ada dalam masyarakat adalah budaya yang sudah terwarisi
secara turun temurun sehingga sudah seharusnya masyarakat tetap mewarisi dan
menjalankan setiap pola kebudayaan yang sarat akan makna ditengah-tengah
masyarakat itu sendiri.
Menurut Clinebell dijelaskan bahwa konseling pastoral bagi pernikahan
adalah dengan menggunakan model hubungan peran ( role relationship). Model
ini menjelaskan bahwa bila dua orang menikah maka mereka akan membangun
suatu kesatuan psikologis yang baru, yakni hubungan mereka. Kesatuan ini
menjadi pusat perhatian pada konseling pernikahan.28

Konseling pastoral

terhadap pernikahan berfokus pada “perbaikan relasi pernikahan”, bukan kepada
penanggulangan konflik kepribadian intrapsikis’’ (sebagaimana dalam bidang

27

J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer , ( Jakarta, Bpk Gunung
Mulia, 2016) 64-65.
28
Howard Clinebell, Types Of Pastoral Counseling, 110

36

psikoterapi). Tujuan utama pendekatan konseling pernikahan adalah membangun
relasi agar semakin saling memenuhi kebutuhan masing-masing.29
Proses membangun kebutuhan kebutuhan masing-masing maka tercipta
relasi yang baik antar pasangan untuk membentuk sebuah ikatan pernikahan.
Dalam hal ini berkaitan dengan konseling perkawinan. Konseling perkawinan
ialah suatu pembicaraan professional yang bertujuan untuk membantu
memecahkan

masalah-masalah

perkawinan

agar

klien

dapat

mencapai

kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya. Ahli khusus yang menangani
konseling perkawinan dinamakan konselor perkawinan (married counsellor ).
Mereka adalah tenaga ahli yang telah memperoleh pelatihan dan
pendidikan secara professional di bidang psikologi dan konseling perkawinan.
Mereka cukup menguasai konsep-konsep psikologi perkembangan, teknik
konseling maupun terapi perkawinan. Konselor berpandangan

bahwa dirinya

tidak memiliki hak untuk memutuskan cerai atau tidak sebagai solusi
terhadap masalah yang dihadapi pasangan. Menurutn Brammer dan Shostrom
mengemukakan

bahwa

konseling

perkawinan dimaksudkan agar membantu

klien-kliennya untuk dapat mengaktualkan diri dari yang menjadi perhatian
pribadi menjadi perhatian bersama.30
Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan)
untuk melihat realitas yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan
29

Donald Capps, Penggunaan Alkitab Dalam Konseling Pastoral, (Yogyakarta, Kanisius,

1999) 193
30

Agoes Dariyo, Memahami bimbingan, konseling dan terapi perkawinan untuk
pemecahan masalah perkawinan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, Desember 2005.

37

yang tepat bagi keduanya. Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali,
berpisah,

cerai, untuk mencari kehidupan

yang

lebih

harmonis,

dan

menimbulkan rasa aman bagi keduanya.
Secara

lebih

rinci

tujuan

jangka

panjang konseling perkawinan

menurut Huff adalah sebagai berikut : 1), Meningkatkan
dirinya

dan

kekuatan

dapat

dan

kesadaran

saling berempati. 2), Meningkatkan

potensinya

masing-masing.

terhadap

kesadaran

3),Saling

membuka

tentang
diri.

4),Meningkatkan hubungan yang saling intim. 5), Mengembangkan keterampilan
komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya. 31
Pemahaman diatas menyatakan bahwa konseling pernikahan ada untuk
membantu para klien yang memiliki masalah-masalah dalam keluarganya
sehingga seorang konselor yang dipersiapkan untuk menangani persoalan
konseling pernikahan baiknya dilengkapai dengan pengetahuan yang memadai
sehingga dapat memahami akar persoalan yang dihadapi oleh kliennya. Konselor
juga bisa memberikan pemahaman kepada konseli sehingga konseli bisa
mengaktualkan dirinya untuk bisa memecahkan persoalan yang terkait dengan
dirinya dan rumah tangga dalam sebuah ikatan pernikahan. Dalam memahami
akan persoalan yang ada dalam rumah tangga pasangan suami isteri terkadang
judga dapat di hadapakan dengan konflik-konflik yang ada, konflik itulah yang
dapat memicu terjadinya persoalan dalam rumah tangga.

31

Selviana Lia, Layanan konseling perkawinan pada pasangan suami istri di Bp4 , (Kota
Yogyakarta), 17.

38

Konflik yang terjadi dalam kehidupan perkawinan diantaranya:1)
Ketidakcocokan dalam kebutuhan dan harapan satu sama lain. 2), Kesulitan
menerima perbedaan-perbedaan nyata (kebiasaan, kebutuhan, pendapat, dan nilai).
3), Masalah keuangan (cara memperoleh dan membelanjakan). 4), Masalah anak.
5), Perasaan cemburu dan memiliki perasaan yang berlebihan sehingga pasangan
kurang mendapat kebebasan. 6), Pembagian tugas tidak adil. 7), Kegagalan dalam
berkomunikasi. 8), Pasangan tidak sejalan dengan minat dan tujuan awal.32
Adapun masalah-masalah perkawinan lainnya adalah segala masalah yang timbul
selama masa perkawinan antara pasangan suami-istri, seperti komunikasi
perkawinan, kepuasan hubungan sexual suami-istri (dissatisfaction of sexual
relationship), hubungan menantu dengan mertua, masalah keuangan keluarga,

masalah keturunan, maupun masalah orangtua dengan anak, dan sebagainya.
Karena masalah-masalah perkawinan ini timbul dalam kehidupan keluarga,
seringkali konseling perkawinan juga disebut sebagai konseling keluarga (family
conselling). 33

Pemahaman diatas menjelaskan bahwa persoalan rumah tangga dapat
menimbulkan konflik bukan saja terbatas pada pemikiran dan konsep yang
berbeda tetapi lebih kompleks dari itu. Sehingga terkadang saat sudah
menghadapi persoalan seperti ini akan lebih banyak pasangan yang susah untuk
menyelesaikan persolannya sehingga memilih untuk bercerai tetapi terkadang ada

32

Agoes Dariyo, Memahami bimbingan konseling dan terapi perkawinan untuk
pemecahan masalah perkawinan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, Desember 2005.
33
Theresia Aitta Gradianti, Veronika Suprapti, Gaya Penyelesaian Konflik Perkawinan
Pada Pasangan Dual Earner (Marital Conflict Resolution Style In Dual Earner Couples) . Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 3, Desember 2014.

39

pasangan yang berusaha untuk mendatangi konselor pernikahan agar persoalan
yang ada dalam pernikahanya bisa untuk terselesaikan dengan bantuan dan arahan
dari konselor itu sendiri.
Latar belakang diperlukannya konseling perkawinan adalah berangkat dari
hakekat manusia sebagai makhluk yang paling indah dan paling tinggi derajatnya
sehingga mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari
zaman ke zaman, dari situlah maka dimensi-dimensi kemanusiaan perlu
dikembangkan dengan pertimbangan: pertama, antara individu satu dengan
individu lain terdapat banyak perbedaan sebagai contoh perbedaan tersebut dilihat
dari fisiknya. Dari sinilah bagaimana manusia menyikapi perbedaan-perbedaan
tersebut sebagai keragaman yang dapat mewarnai kehidupan,dimensi inilah yang
sering disebut dengan dimensi keindividualan atau individualitas. Disisi lain
manusia dapat hidup dan berkembang tidak dapat lepas dari faktor lingkungan
yang mempengaruhinya. Oleh karena itu peranan individu satu dengan individu
lain sangat besar.34
Berdasarkan pada penjelasan diatas maka konseling

perkawinan

diperlukan untuk menyikapi segala perbedaan-perbedaan yang dialami oleh dua
pribadi yang berbeda secara karakter dan budaya, untuk dapat saling memahami
dan menerima satu dengan yang lain. Dalam hal ini perbedaan itu akan mencolok
kepada dua pribadi yakni kepada laki-laki dan perempuan yang kemudian
memerlukan sebuah konseling yang hadir untuk memberikan pemahaman baru

34

Faizah Noer Laela, Konseling Perka winan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk
Keluarga Bahagia , 2.

40

yakni konseling pernikahan. Konseling pernikahan dibutuhkan pada saat sekarang
ini karena banyak pasangan yang akan menikah banyak mengalami masalah
rumah tangga seperti perselingkuhan, percekcokan karena tidak adanya kesamaan
persepsi, dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu
terjadinya perceraian.
Menurut Messach mengartikan perawinan adalah suatu relasi. Relasi ini
yang akan menentukan arah dan sasaran yang bisa dicapai oleh keluarga.
Perkawinan juga bersifat kemitraan percaya bahwa penikahan adalah suatu pilihan
yang didasarkan oleh cinta yang didasarkan oleh hubungan mesra yang dibentuk
oleh kedua pasangan yang yang ingin menikah. Dalam arti umum, perkawinan
pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar
saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memilki
tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuannya adalah guna untuk
membentuk persekutuan hidup yang adalah untuk mencapai kebahagiaan dan
melanjutkan keturunan.35 Melalui konseling perkawinan pasangan yang akan
menikah dibantu

untuk membentuk sebuah

pengakuan

bahwa

apakah

sesungguhnya mereka sudah matang untuk menikah dan apakah memang harus
menikah atau tidak.36
Dalam konseling pernikahan biasanya ada pendekatan-pendekatan yang
dipakai diantaranya ialah:

35

Messach Kristeya,Konseling Pernikahan dan Keluarga ( Salatiga: Fakultas Teologi
Uksw, 1999) , 25-26.
36
Latipun. 2006. Psikologi Konseling ,( Malang, UPT Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang).

41

1.

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem sangat erat kaitannya dengn struktur keluarga terutama
adanya “ dyads dan triads”, dimana dalam pendekatan ini istilah dyads berarti dua
orang yang dipandang dan di perlakukan sebagai satu kesatuan. Pendekatan ini
tidak berfokus pada satu orang saja tetapi dalam hal ini pada suami isteri serta
tingkah laku yang mempengari keduanya. Adapun tujuannya untuk merubah polapola tingkah laku antara keduanya. Triads yang dimaksud disini adalah daerah
untuk kerap kali terjadinya persatuan dan persekutuan secara negatif. Semisal
saja, ibu yang bersekutu dengan anak perempuanya untuk melawan anak
menantunya atau sebaliknya.
Pendekatan Sistem menurut Murray Bowen merupakan peletak dasar
konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya, anggota keluarga itu
bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi ( disfunctining family). Keadaan ini
terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan
harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam
keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama
dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah
pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem
keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya
mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang
tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan
demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan
emosionalnya.
42

2.

Pendekatan Conjoint.

Menurut Sarti, masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan
dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah
fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadi
jika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi
yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya
ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak
mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota
keluarga yang lain.
3.

Pendekatan Struktural

Pendekatan ini lebih bertumpu pada tidak tepatnya struktur dan pola
pembentukan yang salah sehingga menyebabkan ketidakktepatan interaksi antara
anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini setiap individu
dalam keluarga baik suami dan istri memilki kebutuhan individual yang tentu saja
berbeda satu dengan yang lainnya.
Faktor-faktor seperti inilah yang membuat adanya ketidaksesuaian dan
menimbulkan perbedaan yang memicu adanya konflik dalam lingkungan keluarga
dalam hal ini untuk suami dan istri tersebut. Minuchin beranggapan bahwa
masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang

43

dibangun tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini
batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas. Mengubah
struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan
perpecahan antara dan seputar anggota keluarga.. 37
Oleh sebab itu berdasarkan dari pernyataan diatas maka konseling
biasanya menunjuk kepada relasi profesional antara seorang konselor yang terlatih
dan seorang klien. Relasi ini bisanya antar dua orang walau kadang-kadang
melibatkan lebih dari itu dengan tujuan untuk dapat membantu klien memahami
dan memperjelas pandangan atau ruang geraknya. Sedangkan dalam memahami
pasangan antara suami dan isteri maka perlulah menamai tentang keluarga.
Keluarga adalah kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat
dimana tiap individu akan belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk sosial.
Proses membangun relasi yang baik dalam sebuah kelompok yang bisa
saja terjadi sebuah konflik maka perlu adanya pendampingan-pendampingan
pastoral yang berikan dalam hal ini menurut Willian A. Clesbsch dan Charles R
Jackle mengemukan 4 fungsi pendampingan yakni :
1. Menyembuhkan (Healing) yakni suatu fungsi pastoral yan terarah
untuk mengatasi kerusaan yang dialami orang dengan memperbaiki
orang itu untuk mencapai keutuhan dan membimbingnya ke arah
kemajuan di luar kondisinya terdahulu.

37

Tjandrari Kristiana, Bimbingan dan konseling keluarga ( Salatiga: Widya Sari Press,
2004), 53-55.

44

2. Mendukung (Sustaining) ialah menolong orang yang sakit (terluka)
agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada
waktu yang lampau, dimana perbaikan atau penyembuhan atas
penyakitnya tidak mungkin lagi diusahkan atau kemungkinannya
sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapakan.
3. Membimbing (Guilding) ialah membantu orang yang berada dalam
kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan
diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/ pilihan) pilihan yang
dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada
waktu yang akan datang.
4. Memulihkan (Reconciling) yaitu usaha untuk membangun hubunganhubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia
dna di antara manusia dengan Allah.38
Kesimpulan yang di dapat dari berbagai penjelasan diatas ialah konseling
pernikahan ada untuk membantu para konseli yang akan menikah atau bahkan
yang sudah menikah untuk masing-masing dapat mencari jalan keluar dan
memberdayakan mereka untuk dapat mempersiapkan diri dan mengatasi setiap
konflik yang terjadi dalam persoalan pernikahan tersebut. Konflik yang dimaksud
disini beraneka ragam bentuknya ada konflik secara sosial, konflik antar keluarga
dan bahkan konflik yang bisa saja ditimbulkan dari dalam diri masing-masing
pula. Pendampingan pastoral dapat diberikan kepada pasangan yang akan
menikah agara dapat mempersiapkan diri dan dapat mengutuhkan hubungan
38

Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral ,
(Yogyakarta, 2002, Kanisius), 53-54

45

pernikahan serta hubungan dalam membangun rumah tangga pada nantinya
dengan bantuan pendampingan serta konseling pastoral yang ada.
Budaya juga berperan penting dalam konseling pernikahan, perbedaan
budaya yang terjadi dalam setiap proses pernikahan juga berpengaruh pada
pembentukan karakter dari dua orang pribadi yang akan menikah yakni pada diri
perempuan dan laki-laki itu sendiri. Baik dalam segi perbedaan nilai-nilai,
perbedaa pikiran, perbedaan pola pembentukan dalam keluarga serta perbedanperbedaan budaya yang dapat menjadi tolak ukur untuk pembentukan dlaam
pribadi tiap orang. Sehingga untuk mengatasi akan hal tersebut maka tentu saja
membutuhkan sebuah konseling pernikahan yang dapat mewadahi dua pasangan
yang akan menikah dan bahkan sudah menikah agar dapat mengatasi persoalanpersoalan yang ada dengan bantuan dari konselor pernikahan yang secara
profesional memahami akan konseling pernikahan.
D. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat rangkuman sebagai
berikut:
1. Konflik terjadi karena adanya pertentangan dan perselisihan antar kelompok
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dengan berbagai kepentingan yang
sifatnya terbatas.
2. Konflik tercipta karena adanya perbedaan dari segi kepentingan, ras, agama,
pandangan, status sosial, keadaan ekonomi dan lain sebagainya.

46

3. Resolusi konflik sebagai sebuah tindakan yang dilakukan secara bersama-sama
dalam memecahkan masalah. Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi
untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu
kesepakatan untuk mengakhiri kekerasan (penyelesaian konflik) tetapi juga
untuk mencapai suatu resolusi dari berbagi perbedaan sasaran yang menjadi
penyebabnya
4. Perdamaian dapat memberikan pemahaman bahwa ada perdamaian secara
positif dan negatif yang dapat dikeolola dalam tiga strategi yang saling
berhubungan yakni peacekeeping ,peacemaking dan peacebuilding.
5. Konseling perkawinan ialah suatu pembicaraan professional yang bertujuan
untuk membantu memecahkan masalah-masalah perkawinan agar klien dapat
mencapai kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya. Dimana dalam tahap
ini konselor berfungsi untuk mengarahkan konseli agar dapat mengaktualkan
dirinya dari yang bersifat pribadi menjadi bersifat bersama untuk keharmonisan
hubungan dalam keluarga yang akan dibangun.

47

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Christian Entrepreneurship T2 912010027 BAB II

0 1 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dalihan Na Tolu untuk Menyelesaikan Masalah Orang Batak Toba di Kota Tegal dari Perspektif Konseling Multikultural T2 752015002 BAB II

0 1 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB IV

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB I

0 0 13

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evidence dalam Membuktikan Adanya Kartel di Indonesia T2 BAB II

0 1 35

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB II

0 0 44

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Bersaing Untuk Meningkatkan Daya Saing STT Simpson Ungaran T2 BAB II

0 1 18

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana FKIPUKSW T2 BAB II

0 3 18