Analisis Kesalahan Insya’ Mahasiswa Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kajian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis kesalahan insya’ sebelumnya sudah diteliti
oleh Syukur Prihantoro ( 094200097 ) Mahasiswa jurusan Bahasa Arab Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga,

yang berjudul “ Problematika

Pembelajaran Insya’ Pada Siswa Kelas II MTS Ibnul Qayyim Putri Yogyakarta”.
Hasil penelitiannya terdapat beberapa problem dalam pembelajaran insya’ yaitu
problem linguistik

dan problem metode, problem linguistic meliputi; 1.

Minimnya kosa kata, 2.Lemahnya pemahaman tentang gramatika bahasa Arab,
3.Tidak mengetahui karakter tulisan bahasa Arab.Problem metode meliputi;
1.Siswa, 2.Guru, 3.Tidak adanya buku, 4.Alokasi waktu, 5.Penerapan metode
yang monoton, 6.Keterbatasan metode pembelajaran, 7.Pemilihan evaluasi yang
kurang tepat. Berdasarkan hasil tes, bentuk-bentuk kesalahan bahasa yang berupa

; kesalahan fonologi 44,36%, morfologi 11,000%, sintakasis 26,60%, dan
kesalahan semantik 22,01%. Penelitian ini menggunakan teori Anakes Guntur
Tarigan 1988.
Penelitian

berikutnya

dilakukan

oleh

N.

Lalah

Alawiyah

(00200106010235) mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab fakultas
Tarbiyyah IAIN Raden Fatah Palembang yang berjudul “ Analisis Kesalahan
Berbahasa Arab Tulis”. Hasil penelitiannya terdapat banyak kesalahan Tarkib

yaitu 34 kesalahan, 31 kesalahan nau’ ( gender ), dalam sharaf; 32 kesalahan
dalam pemilihan bentuk kata, 12 kesalahan pada tashrif, 4 kesalahan membedakan
nakirah dan ma’rifah. Penelitian ini menggunakan teori Anakes Guntur Tarigan
1988.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Lu’lu’ Suraya (2303407007)
mahasiswa jurusan bahasa dan Sastra asing Fakultas Bahasa dan Seni UNNES
yang berjudul “Analisis Kesalahan Penggunaan Mubtada’ dan Khabar Terhadap
Hasil Karangan Mahasiwa Pada Mata Kuliah Insya’ (2010/2011).Hasilnya
bahwa mahasiswa masih banyak mengalami kesalahan; 53 macam atau 80% tidak

9

Universitas Sumatera Utara

adanya kesesuain antara mubtada’ dan khabar dalam gender. Dan 19 macam atau
20% kesalahan dalam hal mufrod,mutsanna dan jamak.
Penyebab kesalahan dalam Insya’ atau mengarang ini dikarenakan latar
belakang pendidikan sampel, motivasi dalam belajar, kurangnya pemahaman
tentang ilmu tata bahasa arab, dan kurangnya minat dan perhatian


terhadap

pentingnya belajar bahasa Arab, tidak ad buku pegangan mahasiswa dan dosen.

2.2 Konsep Analisis Kesalahan
Menurut KBBI (1995:37) Analisis adalah penyeidikan tehadap suatu
peristiwa (karangan, perbuatan, dsb ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab-musabab, duduk perkaranya). Menurut KBBI( 1995:865) Kesalahan adalah
kekeliruan/kealpaan. Menurut KBBI (1995:445) Mengarang adalah perbuatan
/pekerjaan mengarang (tulis-menulis) dan menyusun cerita, sajak dan sebagainya.

Rosyidi
berbahasa

yang

menjelaskan
bersifat

(2009:75),


menulis

produktif.Keduanya

merupakan
merupakan

kemampuan
usaha

untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada diri seseorang pemakai
bahasa melalaui bahasa. Perbedaannya terletak pada cara yang digunakan untuk
mengungkapkan. Penyampaian pesan dalam menulis dilakukan secara tertulis.

Penguasaan terhadap aspek komponen bahasa sangat diperlukan untuk
mengungkapkan seluruh gagasan dan pokok pikiran itu.Pertama-tama perlu
ditemukan sejumlah kosakata yang sesuai dengan isi dan makna yang ingin

diungkapkan. Kata-kata itu harus disusun dalam bentuk rangkaian kata-kata
menurut kaedah penyusunan, serta dituangkan dalam bentuk kalimat yang jelas
dan lugas, serta memenuhi persyaratan tata bahasa(Rosyidi 2009:75).

Menurut Tarigan (1995:141) kesalahan berbahasa merupakan sisi
yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar.
Kesalahan tersebut yang merupakan bagian-bagian konversasi atau
komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih
dari performansi bahasa orang dewasa. Para guru dan orang tua
(terlebih para ibu) yang telah berupaya memenangkan pertarungan
10

Universitas Sumatera Utara

begitu lama dan sabar terhadap kesalahan berbahasa murid-murid
dan anak-anak mereka tiba pada satu kesimpulan, pada suatu
realisasi, bahwa berbuat kesalahan suatu bagian belajar yang
tidak terhindarkan. Dengan perkatan lain, guru dan orang tua tidak
perlu mengelak atau menghindar dari kesalahan, tetapi justru harus
menghadapi serta memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh murid

dan anak mereka.
Istilah “kesalahan” yang sering dipakai adalah kata “errors”,mistake,
goofs, atau kekeliruan. Menelaah kesalahan berbahasa mengandung dua maksud
utama, yaitu:
1. Untuk memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk membuat atau
menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai hakekat proses belajar bahasa;
2. Untuk mengetahui hal yang paling sukar diproduksi oleh para pelajar
secara baik dan benar, serta tipe kesalahan mana yang paling menyukarkan
atau mengurangi kemampuan pelajar untuk berkomunikasi secara
efektifmengenai hakekat proses belajar bahasa (Dulay[et al], 1982: 138).
Secara awam, kita dapat mengatakan bahwa mengetahui kesalahan para
pelajar mengandung beberapa keuntungan, antara lain:
a. Untuk mengetahui sebab-musabab (penyebab) kesalahan itu;
b. Untuk memahami latar belakang kesalahan tersebut;
c. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh para pelajar;
d. Untuk mencegah atau menghindari keslahan yang sejenis pada waktu
yang akan datang, agar para pelajar dapat menggunakan bahasa
dengan baik dan benar.
Menurut Corder,1967 dalam Tarigan menyebutkan bahwa Chomsky
membagi kesalahan dalam dua jenis,yaitu:

a. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan,
dan kurangnya perhatian, yang disebut factor performansi,kesalahan
ini merupakan kesalahan penampilan (mistake);
b. Kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai
kaidah-kaidah bahasa, yang disebut sebagai factor kompetensi,
merupakan penyimpanagan-penyimpangan sistematis yang disebabkan

11

Universitas Sumatera Utara

olehpengetahauan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem
bahasa kedua (errors).

2.3 Beberapa Istilah Kitabah ( Menulis )

Kata Kitabah berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentukandari kata
kataba, yaktubu, katban, kitaban, dan kitabatan.Kitabah berarti tulisan, kata ini
juga berarti menyusun, mengumpulkan, dan mendaftarkan.( Muradi 61:2015)


MenurutHusein (2006:27):

‫ ﻭﻭﺿﻊ ﺍﻟﻜﻠﻤﺎﺕ ﻓﻲ‬،‫ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﻌﻀﻮﻳﺔ ﻟﺮﺳﻢ ﺍﻟﺤﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻜﻠﻤﺎﺕ‬: ‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ‬
‫ ﻭﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﻋﻼﻣﺎﺕ‬،‫ ﻭﺗﻬﺠﻲ ﺍﻟﻜﻠﻤﺎﺕ ﻫﺠﺎء ﺻﺤﻴﺤﺎ‬،‫ ﻭﺍﻟﺠﻤﻞ ﻓﻲ ﻓﻘﺮﺍﺕ‬,‫ﺟﻤﻞ‬
.‫ﺍﻟﺘﺮﻗﻴﻢ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻻ ﻣﻼءﻣﺎ‬
/al-kitābatu: wa huwa al-ḥarakatu al-‘adwiyatu lirasmi al-ḥurūfi wa alkalimāti, wa waḍa’a al-kalimāta fī jumalin, wa al-jumali fi faqrātin, wa tuḥajjī alkālimātu hijāan ṣaḥīḥan, wa isti’mālu ‘alāmātu at-tarqīm `isti’mālan mulāiman/`
menulis: suatu kegiatanuntuk merangkai huruf dan kata, dan menempatkankatakatadalam kalimatdan kalimatmenjadi paragraf, danmenyusun kata-katadengan
susunanyang benar, dan menggunakan tanda baca dengan penggunaan yang tepat
`.
Sementara

itu,

terdapat

istilah

yang

biasa


digunakan

dalam

pembelajaran bahasa Arab yaitu Insya’ yang berarti mencipta, membuat,
membina, susunan dan karangan.

Menurut

Al-Hindawy

dalam

Muradi

(2015:

63)


Insya’adalah

fenomena yang benar karena kuatnya ide seseorang dalam dirinya dan
dalam segala hal, yaknikuatnya ungkapan tentang idenya dan perasaannya
dengan

menggunakan

bahasa

yang

benar.Kemudian

Keraf

(1980:34)

Insya’ dalam bahasa inggris disebut dengan compotition yang berarti
mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas

dan efektif kepada para pembaca.

12

Universitas Sumatera Utara

Dari

beberapa

kesimpulan

bahwa

mengungkapakan

defenisi

Insya’

Insya’adalah

ide-idenya

dan

di

atas,

dapat

kemampuan
persaannya

ditarik

seseorang
dengan

sebuah
dalam

menggunakan

bahasa yang benar baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Munawwar dalam Muradi (2015:67) terdapat terminologi lain
yang sering digunakan dalam pengertian menulis dan mengarang, yaitu ta’bir
(ungkapan). Kata ta’bir merupakan kata bentukan dari ‘abbara, yu’abbiru,
ta’biran yang berarti menjelaskan.Sedang ta’birjuga berarti penjelasan.Sementara
itu, defenisi ta’birmenurut pendapat para ahli bahasa Arab adalah sebagai berikut:
1. Ahmad mendefinisikan ta’bir sebagai acuan atau hasil gubahan yang
dituangkan seseorang yang berasal dari gagasannya dan perasaannya guna
memenuhi segala kebutuhannya dalam kehidupan.
2. Ma’ruf. al-Dulaimy dan al-Waily mendefinisikan ta’bir sebagai sesuatu
yang harus dilatih secara sistematis yang berjalan sesuai dengan rencana
yang matang sehinggadapat mencapai apa yang dikehendaki pada tingkat
dimana seseorang dapat mengungkapkan gagasannya, idenya dan
perasaannya yang bersumber dari apa saja yang dilihat dan dari
pengalaman hidup dengan bahasa yang tepat sesuai dengan jalan pikiran
tertentu.
3. Madkur menyatakan bahwa ta’bir sebagai kreativitas bahasa yang halus
baik secara lisan maupun tulisan, yang memperhatikan kondisi dan sesuai
dengan situasi. Sementara definisi ta’bir secara operasional adalah
kemampuan menguasai bahasa sebagai media untuk mengungkapkan ide
dan gagasan dan mengomunikasikannya.
Beberapa definisi ta’bir di atas, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa
ta’bir adalah kreativitas yang sistematis yang berjalan sesuai dengan rencana yang
matang sehingga seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaannya
dengan menggunakan bahasa yang tepat baik secara lisan maupun tulisan.
Pendapat al-Sayyid ini diperkuat oleh al-‘Azawy dalam alDulaimy dan al-Waily (2003) bahwa termenologi insya berbeda

13

Universitas Sumatera Utara

dengan termenologi ta’bir.Kata insya berarti ciptaan dan
buatan.Kata ciptaan dan buatan bukanlah sesuatu yang disediakan
untuk semua orang. Namun ia merupakan anugerah atau
pemberiann sebagai awal yang perlu dikembangkan. Sementara,
ta’biradalah ungkapan yang disampaikan oleh seseorang sesuai
dengan kehidupan yang ia hadapi dengan ide yang jelas, bahasa
yang lugas, performa yang tepat yang dapat dipahami oleh
pendengar atau pembaca. Jadi makna ta’bir lebih luas dari makna
insya.
Maka dari beberapa uraian di atas dapat difahami bahwa Insya’adalah
kegiatan mengarang dalam bahasa Arab sesuia kaidah yang ditentukan dalam
bahasa yang baik dan benar.
Hasil karangan yang baik tentu berdasarkan pada sempurnanya
bahasa dan

rangkaian kata yang sesuai

dengan peraturan

mengarang

sesuai dengan yang dijelaskan oleh Indriati dalam Muradi (2015:65)
bahwa: tulisan yang efektif harus mengandung unsur- unsur :
1. Singkat
Dalam arti tidak perlu menambahkan hal –hal di luar pokok tulisan
serta tidak mengulang-ngulang yang sudah dijelaskan.
2. Jelas
Kejelasan dalam arti tidak mempunyai arti ganda (ambigu).
3. Tepat
Dalam arti pemilihan kosa kata harus tepat mengembangkan apa
yang dimaksudkan penulis.
4. Aliran logika lancar
Dalam arti paparan
ide pokok didukung oleh penjelasan dan
kesimpulan.
5. Koheren
Dalam arti ide-ide pokok harus saling berkaitan mendukung ide
utama sehingga seluruh bagian tulisan merupakan kesatuan yang
saling berhubungan.
2.4 Nahwu dan Sharaf Sebagai Komponen Insya’
2.4.1 PengertianNahwu dan Sharaf
Nahwu adalah salah satu ilmu kebahasaaraban yang membahas
tentangfungsi kata dalam kalimat serta harakat akhir suatu kata.Sedangkan sharaf
adalah ilmu yang membahas tentang struktur kata bahasa Arab. Atau secarapraktis

14

Universitas Sumatera Utara

sharaf

adalah

perubahan

satu

asal

kata

menjadi

beberapa

bentuk

yangmenunjukkan makna yang berbeda.

Adapun yang menjadi bidang kajian nahwu adalah kalimat dilihat darisegi
i’rab dan bina-nya, sedangkan sharaf yang menjadi objek kajiannya adalahkata
mufrad yang membentuk beberapa unit kebahasaan yang membentukbeberapa
kalimat dan struktur.Kata yang dimaksud adalah isim-isim mu’rabdan fi’il
mutasharrif.Sedangkan fi’il-fi’il mabni dan fi’il-fi’il jamid tidakmenjadi kajian
ilmu sharaf.

Walaupun terdapat perbedaan antara kedua ilmu tersebut, padahakikatnya
kedua-duanya memiliki kaitan yang erat, karena sebagaimana dalambahasa lain
kalimat selalu berunsurkan kata-kata, demikian juga nahwu selaluberunsurkan
sharaf, Oleh sebab itu ketika seseorang melakukan analisis nahwumaka tidak
akan lepas dari analisis sharaf.

2.4.2 Prinsip-Prinsip Umum dalam Nahwu dan Sharaf
Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa yangada di dunia tentu memiliki
unsur kespesifikan, misalnya dalam system gramatikanya. Oleh sebab itu tentunya
iamemiliki kaidah tersendiri tentangsistem gramatikanya. Sistem gramatika dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah nahwu dansharaf.
1.

Sharaf
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kaidah-kaidah sharafterfokus

pada struktur kata dan semua aspek perubahannya baik denganpenambahan
maupun dengan pengurangan.
Para linguis Arab telah sepakat bahwa kata dalam bahasa Arab
Fushhasecara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu isim, fi’il dan harf.Isim
adalahsesuatu yang menunjukkan makna yang diacunya dan tidak terikat oleh
waktuseperti ‫ﻣﺤﻤﺪ‬, ‫ﻛﺘﺎﺏ‬, ‫ ﺭﺟﻞ‬dan sebagainya. Sedangkan fi’il adalah sesuatu
yangmenunjukkan makna yang independen akan tetapi terikat oleh waktu,

15

Universitas Sumatera Utara

seperti‫ﺑﻜﻰ‬,‫ﻛﺘﺐ‬

dan

sebagainya.

Adapun

harf

adalah

sesuatu

yang

menunjukkansuatu makna yang tidak dapat berdiri sendiri, seperti ‫ﻫﻞ‬, ‫ﻓﻲ‬.
TammamHassan memiliki klasifikasi tersendiri tentang pembagian kata
dalam bahasaArab.Ia membaginya menjadi tujuh, yaitu isim, shifah, fi’il, dhamir,
khâlifah, zharaf dan adât.

a) Isim (Nomina)
Tamam Hassan membagi isim menjadi lima (1) isim mu’ayyan, yaituisim
yang menunjukkan zat tertentu seperti ‫ﺭﺟﻞ‬, ‫ﻛﺘﺎﺏ‬, ‫ ﺑﻴﺖ‬dan sebagainya,(2) isim
hadats atau isim ma’na, seperti isim mashdar, isim marrah dan isimhaiah, (3) isim
jinsi, seperti kata 4) , ‫ﻋﺮﺏ‬, ‫ﺇﺑﻞ‬, ‫ ) ﻧﺴﺎء‬isim musytaq yangdidahului oleh mim zaidah
seperti isim zaman, isim makan dan isim alat. Olehkarena huruf mim maka
dinamakan “mimiyyat”, (5) isim mubham, yaitu isim yang menunjukkan sesuatu
yang belum jelas. Oleh karena itu untuk kejelasanmaknanya diperlukan kata yang
lain baik dengan sifat, idhafah maupun tamyiz.Seperti kata-kata yang
menunjukkan bilangan, timbangan, takaran, ukuran, arahdan waktu.
Secara terperinci Tammam Hassan memberikan ciri spesifik isimsebagai
berikut, di antaranya yaitu: dari segi i’rab, isim menerima jar secaralafzhy,
sementara jenis kata lainnya tidak menerima jar seperti fi’il, khawalif,dan adawât
kecuali shifah. Sedangkan dlamir dan zharaf yang di-jar-kanadalah posisnya atau
dalam bahasa Arab disebut mahal i’rab-nya, karena semuadlamir dan zharaf
adalah mabniy kecuali bentuk mutsanna dari isim isyarahdan maushûl.
Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa atas dasar inilah TamamHassan
memilah dhamir dari isim.
Dari segi bentuk kata atau shighah, isim memiliki bentuk yang khasseperti
bentuk mashdar, isim marrah dan haiah, isim zaman, isim makan danisim alat,
sebagaimana halnya kata sifah dengan lima bentuknya (fâ’il, maf’ûl,shifah
musyabbahah, mubâlaghah dan tafdhil ) yang masing-masing memilikibentuk
tersendiri.Karena ciri inilah Tammam Hassan membedakan bentukisim dari
bentuk shifah.

16

Universitas Sumatera Utara

Tanda lainnya adalah bahwa isim secara ortografi menerima tanwin
dantanwin

tersebut

menunjukkan

makna

sesuatu

yang

masih

umum

(indifinite).Disamping menerima tanwin isim menerima imbuhan (lawashiq),
seperti adat al- ta’rif, ta’ ta’nits, ‘alamat tatsniyah dan jama’).Hal ini berlaku
juga untukbentuk shifah.Sisi lain yang membedakan isim dari shifah adalah dari
segi makna yangditunjukkannnya, isim selalu merujuk kepada nama yang
ditunjuknya(musamma). Misalnya isim al-jinsi musamma-nya adalah jenis, isim
mubhammusamma-nya adalah sesuatu yang belum jelas.
Sedangkan bentuk shifah tidakmenunjukkan kepada musamma, akan
tetapi ia menunjukkan sesuatu yangdisifatinya (maushuf), demikian juga halnya
fi’il, ia tidak menunjukkan kepadayang musamma akan tetapi ia menunjukkan
adanya keterkaitan antara kejadiandengan waktu, sedangkan dhamir menunjukkan
secara mutlak kepada yang“hadir atau yang gaib”, zharaf menunjukkan kepada
ruang dan waktusedangkan adat menunjukkan adanya relasi.
Yang di maksud adalah ‘alâqat isnad, takhshish, nisbah dan
taba’iyyah.Darisisi isnad, isim selalu menempati posisi musnad ilaih kecuali
mashdar yangkadang-kadang dapat menempati posisi musnad.Dari segi takhshish,
isim dapatmengungkapkan adanya makna gramatikal, ketika isim dalam keadaan
manshubiadapat menunjukkan maknataukid, hal, tamyiz dan sebagainya. Adapun
dari segi nisbah isim dapat di-jar-kan yang menunjukkan adanya hubungan
maknabaik dengan huruf jar maupun dengan idhafah.

b) Shifah (Ajektiva)
Kata Shifah atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata
sifatadalah

kata

yang

menerangkan

sifat

atau

keadaan

kata

yang

disifatinya(maushuf). Dengan kata lain shifah adalah kata yang tidak
menunjukkan suatunama. Dalam bahasa Arab shifah terdiri dari lima yaitu: shifah
al-fa’il, shifahal-maf’ul, al-mubalaghah, shifah al-musyabbahah dan shifah altafdhil.
Kelima

jenis

shifah

tersebut

masing-masing

berbeda

bentuk

danmaknanya.Dari segi bentuknya masing-masing memiliki wazan (pola)

17

Universitas Sumatera Utara

katasendiri demikian juga halnya dari segi makna. Shifah al-fa’il dan almaf’ulmenunjukkan bahwa sifat yang melekat pada maushuf (yang disifati)
tidakterjadi

terus

menerus

mubalagahmenunjukkan

atau

bahwa

terputus-putus

sifat

atau

keadaan

(inqitha’),
maushuf

shifah

al-

berlebihan,

shifahmusyabbahah menunjukkan makna sifat yang tetap dan terjadi terus
menerus,sedangkan shifah al-tafdhil menunjukkan suatu sifat atau keadaan yang
lebihsetelah dilakukan perbandingan dengan yang lain. Meskipun dalam beberapa
hal terdapat persamaan ciri antara shifahdengan isim.
Dari sisi i’rab, sebagaimana pada isim, shifah menerima jar secaralafzhy.
Tentu saja hal ini berbeda dengan dhamir dan zharaf ia menerima jartidak secara
lafzhy akan tetapi hanya menempati posisi jar saja (mahal jar).(Tamam Hassan,
98 -99).

c) Fi’il (Verba)
Fi’il adalah kata yang menyatakan suatu perbuatan dan zaman
(kala).115Makna perbuatan tersebut berlaku pula untuk semua bentuk
derivasinya(isytiqaq).Adapun makna zaman (kala) dapat dilihat dari dua sisi yaitu
sisisharfy melalui shighah (bentuk kata) dan sisi nahwy melalui siyaq
(kontekskalimat).Zaman (kala) dalam tataran sharfy merupakan tugas dari
shighah, sedangkan dalam tataran nahwy, zaman (kala) merupakan tugas dari
siyaq(konteks

kalimat).Fi’il

madhi

meskipun

berdasarkan

shighah-

nyamenunjukkan zaman (kala) lampau, kadang-kadang dapat menunjukkan
suatuperbuatan

pada

zaman

(kala)

kini

atau

mendatang.Demikian

sebaliknyakadang-kadang fi’il mudhari’ (verba kini dan mendatang) juga
dapatmenunjukkan suatu perbuatan pada zaman (kala) lampau.
Dengan demikian zaman(kala) dalam tataran nahwu bergantung kepada
qarinah-nya.Dalam literatur linguistik Arab fi’il telah banyak dibahas, bahkan
dapatdikatakan bahwa hampir seluruh buku gramatika bahasa Arab memasukkan
fi’il Zaman (kala) pada dasarnya adalah gejala bahasa yang sifatnya universal
yangdimilki semua bahasa apapun di dunia, hanya saja perwujudannya bervariasi

18

Universitas Sumatera Utara

pada masing-masingbahasa. Tidak seperti dalam bahasa lainnya, dalam bahasa
Arab unsur zaman (kala)melekat pada fi’il (verba). (Tammam Hassan: 104).
Sebagai bagian dari bahasannya yang temasuk di dalamnya adalah sistem
zamanatau yang dalam bahasa Inggris sering disebut tenses. Fi’il berdasarkan
bentuksharfy-nya terdiri dari tiga bentuk yaitu madhi, mudhari’ dan
amr.Ketigabentuk fi’il tersebut masing-masing memiliki bentuk dan makna yang
berbeda.Tamam Hassan memberikan ciri-ciri spesifik fi’il, di antaranya dapat
dilihatsebagaimana berikut ini:
1) Berdasarkan i’rab: Secara khusus fi’il khususnya mudhari’ menerimajazm.
Pada fi’il mudhari’ pun meskipun secara lafzhy tidak menerimatidak menerima
jazm, pada dasarnya ia juga dapat menempati posisi(mahal) jazm ketika ia
menjadi syarth (didahului ‫) ﺇﺫﺍ‬. Hal ini tidakberlaku pada fi’il amr.
2) Berdasarkan Shighah: Fi’il memiliki wazan (pola kata) tersendiri.Misalnya fi’il
tsulatsi memiliki wazan sendiri yang terdiri dari enam.Demikian wazan untuk fi’il
tsulatsi, sedangkan untuk selain tsulatsimasing-masing memiliki wazan
sendiri.Darishigahtersebut, maka bentuk fi’ildapat dibedakan dari bentuk kata
lainnya.
3) Berdasarkan ilshaq (imbuhan): Dalam hal ini fi’il menerima dhamirmuttashil,
lam amr, huruf mudhara’ah dan ta’ ta’nits.
4)

Berdasarkan

al-tadham

(sanding

kata):

Berdasarkan

hal

ini

fi’il

dapatdisandingkan dengan ‫ﻗﺪ‬, ‫ﺳﻮﻑ‬, ‫ﻟﻢ‬, ‫ﻟﻦ‬, ‫ ﻻﺍﻟﻨﺎﻫﻴﺔ‬. Untuk fi’il lazim(intransitif) agar
menjadi transitif dapat disandingkan dengan huruf jar.Misalnya: kata ‫ ﻗﺎﻡ‬yang
berarti berdiri adalah fi’il lazim, ketikadisandingkan dengan huruf jar seperti ‫ﺏ‬
sehingga menjadi ‫ ﻗﺎﻣﺐ‬makaartinya menjadi transitif yaitu “melaksanakan”.
5)

Berdasarkan

dalalah-nya:

fi’il

mengandung

dua

dalalah

yaitudalalah“perbuatan” dan “zaman”. Kedua dalalah tersebut terkandungsecara
implisit dalam fi’il.
6) Berdasarkan ta’liq: fi’il selalu menempati posisi musnad dan hal inilah salah
satu yang membedakannya dari bentuk kata lainnya seperti isimyang hanya
menjadi musnad ilaih.

19

Universitas Sumatera Utara

d) Dlamir (pronomina)
Dlamir adalah kata yang mengandung makna “hadir” dan “gaib”.Karena
tidak memiliki bentuk khusus, Tamam Hassan memisahkanpembahasannya dari
bentuk kata lainnya.Dlamir yang mengandung makna “hadir” adalah ‫ ﺃﻧﺎ‬untuk
orangpertama tunggal (mutakallim wahdah) dan ‫ ﻧﺤﻦ‬untuk orang pertama
jamak(mutakallim

ma’a

al-ghair).Adapun

untuk

orang

kedua

(mukhathab)adalah,‫ﺃﻧﺘﻤﺎ‬, ‫ﺃﻧﺘﻢ‬, ‫ ﺃﻧﺘﻦ‬, sedangkan untuk orang ketiga (ghaib)adalah ‫ ﻫﻮ‬,
‫ﻫﻲ‬, ‫ﻫﻤﺎ‬, ‫ﻫﻢ‬, ‫ ﻫﻦ‬. Dlamir-dlamir tersebut termasuk ke dalamdlamir munfashil yaitu
dlamir yang dapat berdiri sendiri.
Di samping ituterdapat juga dlamir muttashil yaitu yang tidak dapat berdiri
sendiri. Dlamirmuttashil terdiri atas sembilan yaitu: .‫ﺕ‬, ‫ﻧﺎ‬, ‫ﻭ‬, ‫ﺍ‬, ‫ﻥ‬, ‫ﻙ‬, ‫ﻱ‬, ‫ﻩ‬, ‫ﻫﺎ‬.Dari
sisi ta’liq, dlamirmemiliki peranan penting dalam mengikat bagian-bagian dari
kalimat.Misalnya dlamir mengikat mubtada dengan khabar, antara hal dan
shahibal-hal dan shilah dengan maushul.(Tammam Hassan :106 -107).

e) Khawalif
Khawalif adalah kata yang digunakan untuk mengekspresikansesuatu hal
yang bersifat emosional. Dalam bahasa Arab khawalif terdiriatas empat jenis,
yaitu: (a) isim fi’il: seperti ‫ﻫﻴﻬﺎﺕ‬, ‫( ; ﺻﻪ‬b) isim shaut:seperti ‫( ﻫﺄﻫﺄ‬ha ha) untuk
bunyi tertawa; (c) shighah ta’ajjub: memilikidua wazan yaitu ‫ ﻣﺎﺃﻓﻌﻞ‬dan ‫ﺃﻓﻌﻠﺒﻪ‬
seperti ‫( ; ﻣﺎﺃﺣﺴﻦ‬d) madah (memuji)dan dzam (mencela), seperti ‫ ﻧﻌﻢ‬dan
.‫ﺑﺌﺲ‬Khawalif merupakan kata yang digunakan untuk mengekspresikansesuatu,
dalam bahasa tulis biasanya ditandai dengan tanda seru (!).Khawalif pada
dasarnya adalah idiom, oleh sebab itu urutan katanya tidak boleh dipisahkan.Dari
segi ta’liq, khawalif berperan sebagai musnad.Maka tidaklah salah jika para ulama
nahwu banyak yang menganggapnyasebagai fi’il.

f) Zharaf (Adverbia)
Secara sederhana zharaf adalah kata yang menunjukkan keteranganwaktu
dan tempat.Para ulama nahwu memaknai zharaf secara lebih luasbaik dari aspek
bentuk kata maupun maknanya. (Tammam Hassan :108).

20

Universitas Sumatera Utara

g) Adât (Partikel)
Adât adalah kata yang tidak memiliki makna sendiri, kecuali
jikadihubungkan dengan kata yang lain dan ia menunjukkan adanya ta’liq
ataukaitan antar unsur dalam kalimat. Adât terbagi menjadi dua yaitu adât yang
asli (al- adât al-ashliyyah)seperti huruf jar dan huruf ‘athf dan adât yang telah
berubah (al- adât almuhawwalah)seperti berubahnya kata ‫ ﻣﻦ‬dan ‫ ﻣﺎ‬menjadi
makna syarth (Tammam Hassan:119) dan istifham. Ta’liq dengan menggunakan
adât dalam bahasa Arabsangatlah masyhur karena sebagian besar jumlah
(kalimat)

baik

jumlahkhabariyyahmaupun

insyaiyyah

banyak

bergantung

kepadanya kecualipada jumlah yang mutsbat seperti: ‫ ﻗﺎﻣﻌﻠﻲ‬dan amr seperti
‫ﻗﻢ‬.Misalnyapada jumlah insyaiyyah thalabiyyah seperti nida menggunakan adât
nida,nahyi menggunakan adât nahyi, dan istifham mengunakan adât istifham.Jika
dibandingkan dengan bentuk kata lainnya, adât memilikikarakteristik sendiri.
Dari segi rutbah (urutan kata), adât merupakanawalan, seperti huruf jar
mendahului majrur, huruf ‘athaf mendahuluima’thuf-nya, huruf istitsna
mendahului mustatsna. Selain itu adât jugamembutuhkan kata lainnya karena
tanpa kata lain adat tidak akan memilikimakna, misalnya huruf jar tidak akan
bermakna kecuali disandingkandengan majrur. Oleh karena itu adât tidak
memiliki makna leksikal.

2) Nahwu
Semua

bahasa

di

dunia

memiliki

sistem

gramatika

sendiri

dengankarakteristiknya masing-masing tidak terkecuali dalam hal ini bahasa
Arab.Nahwu merupakan bagian dari sistem gramatika bahasa Arab yangberkaitan
dengan struktur kalimat di samping sharafyang berkaitan denganstruktur kata.
Menurut Tammam Hassan yang menjadi tema sentral dari system
gramatika bahasa Arab dalam tataran nahwu adalah al-ta’liq.SecaraUrutan
dalamadatadalah urutan yang permanen dan tidak dapat diubah-ubah,karena ia
membatasi makna yang dimaksud. Maknanya akan jelas jika dikaitkan dengan
kata lain, terperinci ia membahas al-ta’liq dari dua sisi yaitu lafzhy dan ma’nawy.

21

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini terdapat dua istilah yang dikemukakannya yaitu al‘alâqahal-siyâqiyyahyang

kemudian

disebutnya

sebagai

al-qarâin

alma’nawiyyahdan yang kedua ia sebut dengan istilah al-qarâin allafzhiyyah.Alqarâin al-ma’nawiyyah terdiri dari lima, yaitu: 1) al-isnâd,seperti relasi antara
mubtada’ dengan khabar, antara fi’il dengan fâ’il ataudengan nâib fâ’il; 2)
takhshish, seperti makna yang terdapat dalam maf’ulbih, hal, tamyîz, istitsnâ’ dan
ikhtishâsh; 3) nisbah, makna yang terdapatdalam idhafah dan makna yang
dikandung dalam huruf jar. Misalnya ‫ﻣﻦ‬mengandung makna “memulai” dan ‫ﺣﺘﻰ‬
“mengakhiri”; 4) taba’iyyah,seperti dalam badal, ‘athaf, na’at dan taukid dan 5)
maqam.Qarinah iniberlaku untuk semua ta’bir.
Dari limaqarinah tersebut takhshish-lah yang maknanya lebih luasdi
antaranya adalah ia memiliki relasi makna:ta’addiyah (maf’ul bih),ghaiyyah
(maf’ul li ajlih, mudhari’ yang manshub), ma’iyyah (maf’ulma’ah), zharfiyyah
(maf’ul

fih),

taukid

(maf’ul

muthlaq),

mulâbasah

(hal),tafsir

(tamyiz),

ikhrâj(istitsnâ), mukhâlafah (ikhtishâsh).Sedangkan al-qarain al-lafzhiyyah terdiri
dari delapan yaitu : (a) al-‘alâmah al-i’râbiyyah (tanda i’rab;(b) al-rutbah (urutan
kata); (c) shighah (bentuk).

(d) al-muthâbaqah (persesuaian); (e) al-rabthu

(relasi antarkata);(f) al-tadlâmm (sanding kata);(g) al-adât (partikel); dan (h) alnaghmah(intonasi).(Mukawwinâtuhâ, Anwâ’uhâ, Tahîlluhâ: 6)

(a) I’rab
I’rab 127 merupakan aspek dari sistem gramatika bahasa Arabyang cukup
mendapat perhatian dari para ahli nahwu. I’rab tidakdapat dipisahkan dari makna,
oleh karena itu ia merupakan bagianintegral dari makna, seperti dalam maf’ul
terkandung maknamaf’uliyyah.
(b) Rutbah (urutan kata/word order)
Rutbah atau urutan kata tidak hanya merupakan bagian daripembahasan
nahwu akan tetapi ia juga merupakan bagian daripembahasan ilmu balaghah
dalam pembahasan taqdim-ta’khir. Yangmembedakan adalah rutbah dalam
balaghah untuk tujuan gaya bahasasebuah struktur sedangkan dalam nahwu untuk
struktur itu sendiri.

22

Universitas Sumatera Utara

Dalam nahwu rutbah tersebut terdiri atas dua yaitu rutbah mahfuzhahdan
ghair mahfuzhah. Rutbah mahfuzhah adalah urutan kata yang permanen dan tidak
dapat

dipindah-pindahkan

karena

akan

merusakmakna,

seperti

maushul

mendahului shilah, maushuf mendahului shifah,taukid setelah muakkad dan
beberapa partikel dalam uslub syarth,istifham, huruf jar dan sebagainya.
Sedangkan rutbah ghair mahfuzhahadalah rutbah yang elastis dan dapat berubahubah urutannya, sepertimubtada, fa’il, maf’ul bih dan sebagainya. (Tammam
Hassan:205)
I’rab adalah perubahan harakat akhir kata karena kedudukan posisinya
dalamkalimat.Hanya bahasa Arab yang memiliki sistem I’rab, oleh karena itu
tidaklah salah jika I’rab dipandang sebagai ciri khas atau karakteristik dari bahasa
Arab.(Tammam Hassan:207).
(c) Shighah (bentuk kata)
Dalam bahasa Arab masing-masing kata memiliki bentuknyamasingmasing seperti fi’il, isim, shifah dan sebagainyafa’il, naib fa’il,mubtada dan
sebagainya masing-masing menuntut bentuk kata tertentuyaituisim, tamyiz
menuntut isim nakirah, mudhaf dan mudhaf ilaih sertamajrur menuntut bentuk
isim dan sebagainya.
(d) Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)
Muthâbaqah/Tathâbuq

(persesuaian/agreement)

adalahpersesuai-an

antarkata dalam sebuah struktur.Muthabaqah terjadidalam:
(1) I’rab (rafa’, nashab dan jar)
(2) Syakhsh (takallum, khithab, ghaib)
(3) ‘Adad (ifrad, tatsniyah, jamak)
(4) Nau’ (tadzkir, ta’nits)
(5) Ta’yin (ta’rif, tankir)
Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)dalami’rabberlaku untuk
isim dan shifah, muthabaqah syakhsh biasanya dalamdlamir, ‘adad untuk isim
dengan isim, shifah dengan shifah, dlamirdengan dlamir, muthabaqah nau’ dalam
isim, shifah dan dlamir,sedangkan muthabaqah ta’yin hanya berlaku untuk
isim.(Tammam Hassan:211– 212).

23

Universitas Sumatera Utara

Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)adalah salah satuqarinah
yang menguatkan hubungan makna antarkata dalam sebuahstruktur kalimat
bahasa Arab. Oleh karena itu ia dimasukkan ke dalamqarinah lafzhiyyah.
(e) Rabth (relasi)
Rabth adalah qarinah lafzhiyyah qarinah lafzhiyyah yangmenghubungkan
antarkata, yaitu seperti yang terdapat pada maushuldan shilah-nya, mubtada’
dengan khabar ,man’utdengan na’at, syarthdengan jawab-nya dan sebagainya.
Rabth ini dapat dibuat dengandlamir (seperti dalam maushul), huruf (jumlah
haliyah), isim isyarah,mengulang kata atau makna (seperti pada taukid) dan
sebagainya.(Tammam Hassan: 215).
(f) Tadlâmm (sanding kata)
Tadlâmm adalah bersandingnya dua unsur kata dalam sebuahstruktur
sehingga menjadi satu unsur. Seperti antara jar dengan majrur,huruf ‘athf dengan
ma’thuf, mudlaf dan mudlaf ilaih dan sebagainya.Salah satu unsur tersebut di
antaranya ada yang dapat dihilangkan danada juga yang tidak dapat dihilangkan.
Seperti maushuf dapatdihilangkan seperti pada kalimat :‫ﺃﺗﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬yang dimaksud
adalah‫ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬. Demikian juga halnya di antara dua unsur tersebut ada yangdapat
dipisahkan ada juga yang tidak.Yang tidak boleh dipisahkanseperti pada shifah
dengan maushuf, ‘athif dengan ma’thuf, jar danmajrur dan sebagainya.(Tammam
Hassan: 217 & 223)
(g) Adât
Adât dipandang sebagai qarinah lafzhiyyah yang tidak kalahpentingnya
dalam bahasa Arab.Adât ini terdiri dari dua jenis yaitu: a)yang masuk ke dalam
jumlah (adawat nafyi, taukid, istifham, nahyidll.); dan b) yang masuk ke dalam
mufrodat (huruf jar, ‘athf, ma’iyyah,ta’ajjubdll.).(Tammam Hassan:226).
(h) Tanghim (intonasi)
Tanghim adalah qarinah lafzhiyyah yang ada dalam bahasa lisandan ia
dapat dipahami memalui konteks kalimat. Oleh karena iadigunakan dalam bahasa
lisan maka tidak menjadi qarinah lafzhiyyahdalam bahasa tulisan.Untuk mewakili
tanghim dalam bahasa tulisanbiasanya ditandai dengan tanda baca. Seperti tanda
!untukmenunjukkan takjub.

24

Universitas Sumatera Utara

2.5Tujuan Insya’
Tentunya setiap kegiatan belajar mempunyai tujuan. Maka tujuan
Insya’menurut Mahmud Yunus (1981:75):
a. Supaya teliti memilih kata-kata dan susnan kalimat yang indah
b. Supaya bagus susuna karanga dan halus perasaan serta kelihatan kesenian
dalam susunan kata-kata.
c. Membiasakan murid-murid, supaya sanggup membentuk pendapatpendapat yang betul dan pikiran yang benar.
2.6 Jenis- Jenis Kesalahan Yang Terjadi dalam Insya’
a. Kesalahan Bidang Sintaksis ( nahwu)
Kesalahan ini berhubungan dengan (a) kalimat yang berstruktur tidak baku;
(b) kalimat yang tidak jelas; (c) kalimat ambigu; (d) diksi yang tidak tepat
membentuk kalimat; (e) kontaminasi kalimat; (f) koherensi, (g) kalimat
mubazir; (h) penggunaan kata serapan; dan (i) logika kalimat (Mansur
Pateda:58).
Berdasarkan data lapangan maka hasil analisis kesalahan bidang sintaksis
berupa;kesalahan tarkib ( susunan), kesalahan bentukan; seperti kesalahan
dhamir, al-jins, kalimat yang ambigu, pemilihan kata ( diksi ), kalimat yang
tidak jelas dan kalimat mubazir.
(a) kalimat yang berstruktur tidak baku dalam bahasa Arab yaitu kalimat yang
tidak mengikuti aturan jumlah mufidah yang terdiri dari mubtada’ dan khabar.
(b) kalimat yang tidak jelas; Penyusunan kalimat dalam bahasa Arab telah
mempunyai aturan tersendiri apakah jumlah ismiyah terdiri dari mubtada’ khabar
(sibhu jumlah) dan jumlah fi’liyah terdiri dari fi’il dan fa’il.
(c) kalimat ambigu;Kalimat Ambigu adalah kalimat yang memiliki makna lebih
dari satu atau bermakna ganda. Hal ini dikarenakan struktur kalimatnya
maupun

penggunaan

katanya

yang

memiliki

makna

ganda

dalam

25

Universitas Sumatera Utara

pengartiannya.Ambigu berasal dari kata 'ambigous' yang berarti bermakna lebih
satu.(blogspot.co.id/2011/12/kalimat-ambigu.html).
(d) diksi yang tidak tepat membentuk kalimat; Dalam KBBI (2002: 264) diksi
diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaanya untuk
menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang
diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal karangmengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.
Bila seseorang menulis suatu karangan /wacana maka sangatlah diperlukan
pemilihan kata yang tepat agar pembaca dengan mudah memahami kalimat yang
dimaksudkan yang berarti harus sesuai konteks pembicaraan.
b. Kesalahan Bidang Morfologi (sharaf)
Morfologi berkaitan dengan struktur kata, dan sintaksis berkaitan dengan
struktur kalimat. Dengan kata lain, morfologi akan mengkaji kata dan morfemmorfem pembentuknya Dari hasil analisis data terdapat kesalahan morfologi
berupa: kesalahan bentukan; tashrif.
c. Kesalahan Penulisan Huruf
Kesalahan penulisan huruf sering terjadi dalam pembelajaran bahasa asing
terutama bahasa Arab.Dimana kesalahan penulisan huruf berakibat kepada
kesalahan arti sebuah kata.

2.7Faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Insya’
Menurut Fahrurozi (2009:3) BA adalah bahasa yang pola pembentukan
katanya sangat beragam dan fleksibel baik melalui cara derivasi ( tashrif
isytiqaqiy) maupun dengan cara infleksi ( tashrif I’robi). Melalui 2 cara
pembentukan kata ini, BA menjadi sangat kaya dengan kosakata dengan karakter
BA yang pembentukan katanya beragam. Dari sinilah mahasiswa banyak
mengalami kesalahan, boleh dikatakan pada penelitian awal ditentukan lebih dari
50% mahasiswa mempunyai kesalahan dalam problem tata kalimat;

26

Universitas Sumatera Utara

Problem tata kalimat ( tarakib, qawaid dan I’rob ):
a. I’rob; perubahan bunyi akhir kata, baik berupa harakat ( rafa’, nashab, jar)
atau huruf sesuai dengan jabatan kata dalam suatu kalimat.
b. Urutan kata dalam kalimat
c. Keharusan adanya persesuaian ( muthabaqah) antar bagian kata dalam
kalimat.
d. Penggunaan pola-pola idiomatik yang rumit.
Problem non kebahasaan yaitu kesalahan yang tidak terkait langsung
dengan bahasa yang dipelajari siswa tetapi turut serta bahkan dominan
mempengaruhi tingkat kesuksesan dan kegagalan dari pembelajaran bahasa,
antara lain :
a. Masalah psikologis, seperti motivasi ( dawafi’i) dan minat ( muylun)
b. Perbedaan individu siswa( furuq fardiyah) dalam satu kelas, baik dari
segi kemampuan maupun orientasi belajarnya.
c. Sarana dan prasarana, media, dan sumber belajar BA seperti buku
panduan, dan buku lainnya.
d. Kompetensi Pengajar, baik akademik, paedagogik, personal maupun
sosial.
e. Metode pembelajaran yang digunakan harus tepat.
f. Waktu yang tersedia.
g. Lingkungan berbahasa.
Problem kebahasaan, yang terkait langsung dengan bahasa yang
dipelajarinya;
a. Problem bunyi
b. Problem kosakata
c. Problem tata kalimat

27

Universitas Sumatera Utara