Gambaran Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik,Body Image Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smk Negeri 2 Sibolga Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi gambaran kebiasaan makan, aktivitas fisik, body image, dan
status gizi pada remaja putri di SMK Negeri 2 Sibolga. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu
saat atau periode tertentu dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama
penelitian.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Sibolga pada bulan Juni 2016
sampai bulan Maret 2017. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan alasan bahwa
masih banyak remaja putri yang mempunyai kebiasaan makan lebih suka
mengonsumsi camilan daripada sayur dan buah-buahan, selain itu juga banyak
siswi yang memiliki status gizi lebih dan memiliki persepsi tubuh negatif.

3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini diambil dari sekolah SMK
Negeri 2 Sibolga yaitu siswi kelas X, XI, dan XII.
3.3.1


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMK Negeri 2 Sibolga

dimana

jumlah

siswi

sebanyak

449

orang

pada

tahun


2016.

26
Universitas Sumatera Utara

27

3.3.2

Sampel
Besar sampel penelitian akan dihitung dengan menggunakan rumus

Slovin:

n=
N
2
N (d) + 1
Keterangan:
n = sampel

N = populasi
d = nilai presisi 90% atau sig. = 1

Tabel 3.1 Jumlah siswi di SMK Negeri 2 Sibolga
Jumlah siswi
Jurusan
Kelas X
Kelas XI
Jasa Boga I
27
25
Jasa Boga II
32
20
Busana Butik I
36
35
Busana Butik II
35
29

Teknik Audio Video
3
5
Teknik Pembuatan Kain
29
21
Total = 449 siswi
162
135
n=

Kelas XII
23
30
32
34
5
28
152


449
449 (0,1)2 + 1 = 81,78 dibulatkan 82 orang
Besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 82 orang. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional stratified random
sampling. Sampel diambil kelas X, XI, XII secara seimbang atau sebanding agar
memperoleh sampel representatif. Penarikan sampel dari masing-masing kelas
dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan teknik acak

Universitas Sumatera Utara

28

gulungan kertas. Berikut ini pengambilan sampel secara proportional sample.
Tabel 3.2 Nama Kelas dan Jumlah Sampel Minimal yang Diambil
Besar Sampel
No.
Kelas
Populasi Siswi
Perhitungan

Minimal
1.
X
162
162/449 x 82
30
2.
XI
135
135/449 x 82
25
3.
XII
152
152/449 x 82
27
Total
449
82


3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan jenis
data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.
3.4.1

Data Primer
Data primer penelitin ini adalah sebagai berikut.

a. Data karakteristik individu (nama, tempat dan tanggal lahir, usia) diperoleh
dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner.
b. Data antropometri remaja meliputi berat badan dan tinggi badan yang
diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak yang mempunyai kapasitas
120 kg dan alat ukur tinggi badan yaitu microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
Selanjutnya

hasil

pengukuran


dibandingkan

dengan

indikator

IMT

berdasarkan Kemenkes 2010.
c. Data kebiasaan makan diperoleh melalui alat bantu kuesioner dan data
konsumsi pangan dikumpulkan dengan cara pertanyaan kuesioner untuk
melihat frekuensi makan dan kebiasaan makan responde, recall 24 jam untuk
melihat asupan gizi remaja putri..

Universitas Sumatera Utara

29

d. Data body image diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan alat
bantu kuesioner melalui metode Figure Rating Scale (FRS).

e. Data aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall 1x24 jam pada hari
sekolah dan akan dihitung dengan rumus (total aktivitas fisik dalam jam/24
jam)
3.4.2

Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data siswa (jumlah siswi)
2. Lokasi sekolah (lokasi dekat dengan fasilitas umum dan sekolah dilalui alat
transportasi apa saja)
3. Fasilitas sekolah (bangunan dan lahan)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional
Berdasarkan variabel penelitian yaitu variabel kebiasaan makan, aktivitas
fisik, body image, dan status gizi remaja putri.
1. Kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan frekuensi, jenis,
makanan keseharian remaja putri yang diukur dalam bentuk kuesioner dan
food recall 24 jam untuk mengukur kebutuhan gizi siswi.
2. Aktivitas fisik adalah kegiatan fisik yang dilakukan oleh remaja putri selama

24 jam yang diukur menggunakan Physical Activity Rasio (PAR).
3. Body image adalah persepsi remaja putri mengenai bentuk dan ukuran
tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh
aktualnya, bentuk dan ukuran tubuh ideal menurutnya, serta harapan terhadap

Universitas Sumatera Utara

30

bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Body image positif adalah suatu
persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan
status gizinya. Body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian
terhadap bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.
4. Status gizi adalah keadaan gizi seorang remaja putri yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur secara
antropometri berdasarkan indikator IMT/U.

3.6 Metode Pengukuran
Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kebiasaan
makan, aktivitas fisik, body image, dan status gizi remaja putri.

3.6.1

Kebiasaan Makan
Pengukuran kebiasaan makan diukur dari beberapa pertanyaan dalam
kuesioner ditambah dengan jenis makanan, kecukupan gizi (energi,
karbohidrat, protein, lemak) dan frekuensi makan.
a. Pengukuran dengan kuesioner pertanyaan ada 6 pertanyaan. Setiap
pertanyaan mempunyai 3 jawaban, dimana jawaban pertama
mempunyai skor 3, jawaban kedua mempunyai skor 2, jawaban ketiga
mempunyai skor 1. Skor tertinggi dari pertanyaan ini ada 18 skor
sedangkan skor terendah adalah 6.
b. Frekuensi Makan
Frekuensi makan diukur melalui kuesioner pertanyaan terdiri dari 4
pertanyaan. Setiap pertanyaan terdiri dari 4 jawaban dengan kategori:

Universitas Sumatera Utara

31

(1) Selalu : 1-3 kali sehari (diberi skor 3)
(2) Sering : 3-5 kali seminggu (diberi skor 2)
(3) Jarang : 1-2 kali sebulan (diberi skor 1)
(4) Tidak pernah (diberi skor 0)
Total skor tertinggi dari frekuensi makan ada 12 skor.
c. Jenis Makanan
Jenis makanan diukur dengan menggunakan food recall. Jenis
makanan juga dapat dilihat dari kelengkapan jumlah makanan yang
dikonsumsi, kategorinya:
(1) Beragam

: Apabila dalam konsumsi makan utama terdiri dari

makanan

pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan

buah buahan, dan diberi skor 2.
(2)Tidak Beragam: Apabila dalam konsumsi makan utama tidak ada
salah satu dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati),
sayuran dan buah-buahan, dan diberi skor 1.
Skor tertinggi dari jenis makanan adalah 2 skor.
d. Kecukupan Gizi
(1) Kecukupan Energi
Kecukupan energi dihitung dengan menggunakan rumus:
Kecukupan Energi = Konsumsi Energi
x 100%
Angka Kecukupan Energi
Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004),
sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu:
(a) Sesuai AKG

: Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2)

Universitas Sumatera Utara

32

(b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80%
AKG) (diberi skor 1)
(2) Kecukupan Karbohidrat
Kecukupan karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kecukupan Karbohidrat =

Konsumsi Karbohidrat
x 100%
Angka Kecukupan Karbohidrat

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004),
sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu:
(a) Sesuai AKG

: Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2)

(b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110% AKG) dan Kurang (< 80%
AKG) (diberi skor 1)
(3) Kecukupan Protein
Kecukupan protein dihitung dengan menggunakan rumus:
Kecukupan Protein =

Konsumsi Protein
Angka Kecukupan Protein

x 100%

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004),
sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu:
(a) Sesuai AKG

: Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2)

(b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80%
AKG) (diberi skor 1)
(4) Kecukupan Lemak
Kecukupan lemak dihitung dengan menggunakan rumus:
Kecukupan Lemak =

Konsumsi Lemak
Angka Kecukupan Lemak

x 100%

Universitas Sumatera Utara

33

Kecukupan energi dikategorikan menurut WNPG (2004),
sedangkan angka kecukupan menggunakan AKG (2013), yaitu:
(a) Sesuai AKG

: Baik (80 – 110% AKG) (diberi skor 2)

(b) Tidak Sesuai AKG : Lebih (>110%AKG) dan Kurang (< 80%
AKG) (diberi skor 1)
Total skor tertinggi dari kecukupan gizi ada 8 skor.
Skor kebiasaan makan tertinggi adalah 40. Untuk pengukuran kebiasaan
makan diambil dari nilai median dan dibedakan atas dua kategori yaitu:
(a) Baik

: ≥ 50% (jika responden mendapat nilai skor ≥ 20)

(b) Kurang

: < 50% (jika responden mendapat nilai skor < 20)

3.6.2

Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran

energi. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) untuk setiap kegiatan ditunjukkan
dalam Tabel 3.1. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik.
Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan
PAR (Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas
(FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL:
Physical Activity Level (PAL) = ∑ (Lama melakukan aktivitas x PAR)
24 jam

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 3.3 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi
Jenis Kegiatan
Durasi (Jam)
PAR
Total (PAL)
Aktivitas Ringan
Tidur
8
1
8
Perawatan pribadi (berpakaian
1
2,3
2,3
mandi)
Makan
1
1,5
1,5
Memasak
1
2,1
2,1
Duduk (pekerjaan di sekolah)
8
1,5
12
Pekerjaan rumah tangga
1
2,8
2,8
Berangkat ke/ dari sekolah
1
2
2
mengendarai mobil/ sepeda motor
Berjalan
1
3,2
3,2
Kegiatan santai (menonton TV,
2
1,4
2,8
mengobrol)
Total
24
36,7/24 = 1,53
Aktivitas Sedang
Tidur
8
1
8
Perawatan pribadi (berpakaian,
1
2,3
2,3
mandi)
Makan
1
1,5
1,5
Mengajar dikelas
8
2,2
17,6
Berangkat ke/ dari sekolah dengan
1
1,2
1,2
angkutan umum
Olahraga/ senam intensitas rendah
1
4,2
4,2
Kegiatan santai (menonton TV,
3
1,4
4,2
mengobrol)
Total
24
42,2/24 = 1,76
Aktivitas Berat
Tidur
8
1
8
Perawatan Pribadi (berpakaian,
1
2,3
2,3
mandi)
Makan
1
1,5
1,4
Memasak
1
2,1
2,1
Kerja pertanian (penanaman,
6
4,1
24,6
menyiram, mencangkul)
Mengumpulkan air/kayu
1
4,4
4,4
Pekerjaan rumah tangga (menyapu,
1
2,3
2,3
mencuci piring dan pakaian dengan
tangan)
Berjalan
1
3,2
3,2
Kegiatan santai (menonton TV,
4
1,4
5,6
mengobrol)
Total
24
53,9/24 = 2,25
Sumber: FAO, 2001

Universitas Sumatera Utara

35

Kategori

tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan

menjadi tiga , yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.
1. Aktivitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1,40-1,69. Seseorang yang
mempunyai aktivitas ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak
berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang
dilakukan hanya dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh.
2. Aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1,70-1,99. Seseorang yang
mempunyai tingkat aktivitas sedang tidak memerlukan energi yang besar,
namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi daripada kegiatan
aktivitas ringan.
3. Aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL 2,00-2,39. Aktivitas berat dilakukan
oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama
(FAO/WHO/UNU 2001)
3.6.3

Body Image
Persepsi body image menggunakan metode FRS Stunkard, yang terdiri

dari sembilan gambar wanita dengan status gizi kurus sampai status gizi obesitas.
Penentuan kategori bentuk tubuh berdasarkan nomor gambar yaitu gambar 1 dan
2 kategori kurus, gambar 3 dan 4 kategori normal, gambar 5 dan 6 kategori
overweight, gambar 7,8,9 kategori obesitas.

Universitas Sumatera Utara

36

Persepsi body image menggunakan kuesioner yang terdiri pertanyaan
mengenai persepsi tubuh saat ini, persepsi bentuk tubuh ideal dan persepsi tubuh
yang diharapkan berdasarkan persepsi mereka. Pertanyaan persepsi bentuk tubuh
ideal dan persepsi tubuh yang diharapkan berdasarkan persepsi mereka di
deskripsikan satu per satu sesuai dengan jawaban contoh. Body image diukur
dengan membandingkan status gizi aktual terhadap bentuk tubuh aktualnya.
a. Negatif, apabila bentuk tubuh aktual tidak sesuai dengan status gizi aktual
diberi kategori 1.
b. Positif, apabila bentuk tubuh aktual sesuai dengan status gizi aktual diberi
kategori 2.
Hasil persepsi body image baik negatif atau positif diolah secara
deskriptif.
3.6.4

Status Gizi
Status gizi diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut umur

(IMT/U) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan dan tinggi

Universitas Sumatera Utara

37

badan siswi. Kategori dan ambang batas status gizi anak sekolah berdasarkan
IMT/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010):
a. Kurus

: -3 SD sampai dengan < -2 SD

b. Normal

: -2 SD sampai dengan 1 SD

c. Gemuk

: >1 SD sampai dengan 2 SD

d. Obesitas

: >2 SD

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini meliputi editing, coding, dan entry.
3.7.1

Pengolahan Data

Pengolahan data yang sudah terkumpul akan diolah melalui langkah-langkah
berikut:
a. Editing
Editing adalah upaya yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan dan dilakukan setelah data terkumpul. Pada
tahap ini peneliti menghitung banyaknya kuesioner yang telah diisi, kemudia
dijumlahkan semuanya. Pada proses pengecekkan ini diperiksa apakah jawaban
yang ada di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah terisi jawabannya),
jelas (jawaban pertanyaan apakah relevan dengan pertanyaan), dan konsisten
(apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi jawabannya
konsisten). Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi
dengan mewawancarai ulang siswi.

Universitas Sumatera Utara

38

b. Coding
Coding merupakan kegiatan kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan merubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan coding. Pemberian kode
dilakukan setelah semua data telah dikumpulkan.
c. Entry
Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan data ke dalam template yang
telah disediakan. Agar mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk
disajikan dan dianalisis.
3.7.2

Analisis Data
Seluruh data akan dikumpul dan diolah kemudian dari hasil tersebut

dideskripsikan dalam persentase yang disajikan dalam bentuk tabulasi silang.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMK Negeri 2 Sibolga terletak di jalan Jenderal Maraden Panggabean No.
18 Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Pendidik dan tenaga pendidik terdiri
dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan 77 orang guru. SMK N 2 Sibolga
terdiri dari 7 paket keahlian yaitu teknik konstruksi kayu, teknik fabrikasi logam,
busana butik, jasa boga, teknik sepeda motor, teknik audio video, dan teknik
pembuatan kain.
SMK Negeri 2 Sibolga memiliki ruang belajar 13 ruangan dengan
didukung ruang belajar lainnya yang terdiri dari ruangan perpustakaan, ruangan
laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, ruang praktik
TKK, ruang praktik TFL, ruang praktik TSM, ruang praktik TAV, ruang praktik
TPK, ruang praktik TBG, ruang praktik TBS. Ruang kantor terdiri dari ruang
kepala sekolah/wakil kepala sekolah, ruang kantor guru, ruang TU. Ruang
penunjang terdiri dari gudang, kamar mandi guru, kamar mandi siswa, ruang
bimbingan konseling, UKS, musholla, hall/lobi, kantin, bangsal kendaraan, rumah
penjaga sekolah.
Sekolah SMK Negeri 2 Sibolga didukung juga dengan fasilitas lain seperti
lapangan upacara, lapangan badminton, tenis meja, lapangan bola, lapangan

39
Universitas Sumatera Utara

40

basket. Lapangan olahraga yang tersedia lebih banyak digunakan siswa
putra daripada siswa putri, sedangkan siswa putri lebih memilih di dalam kelas
atau dikantin daripada ikut olah raga.
Proses belajar mengajar dilakukan setiap hari Senin sampai hari Sabtu
mulai pukul pukul 07.15 WIB sampai dengan pukul 13.30 WIB. Kegiatan di
sekolah juga diisi dengan ekstrakurikuler bagi pelajar dengan memilih beberapa
pilihan kegiatan yang disediakan di sekolah. Aktivitas ekstrakuriler ini terdiri atas
kegiatan olah raga, pramuka, UKS.
Makanan yang tersedia dikantin merupakan jenis makanan gorengan yang
terdiri dari tahu goreng, bakwan, tahu isi goreng, ubi goreng, dan snack-snack
ringan lainnya. Minuman yang tersedia terdiri dari minuman gelas yang
mempunyai rasa dan warna beragam.

Gambar 2.3 Kantin Tata Boga SMK Negeri 2 Sibolga

Universitas Sumatera Utara

41

4.2 Karakteristik Responden
Hasil penelitian diketahui bahwa kategori umur siswi terbanyak berada
pada kategori umur 17-19 tahun yaitu sebanyak 50 siswi (55,6%).
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur pada siswi SMK N 2
Sibolga
No.
Umur (Tahun)
Jumlah
Persentase
1.
14-16
40
44,4
2.
17-19
50
55,6
Total
90
100
4.3 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan siswi SMK Negeri 2 Sibolga menurut hasil penelitian
pada variabel kebiasaan makan berdasarkan pertanyaan kuesioner, frekuensi
makan, jenis makanan , dan kecukupan gizi. Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
responden yang memiliki kebiasaan makan tidak baik (2,2%), berdasarkan
pengisian kuesioner frekuensi makanan, siswi yang memiliki kebiasaan makan
tidak baik yaitu tidak pernah sama sekali melakukan sarapan pagi, frekuensi
makan hanya satu kali dalam sehari, selain itu konsumsi makanan yang tidak
beragam.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Kebiasaan Makan
Frekuensi
%
Baik
88
97,8
Kurang Baik
2
2,2
Total
90
100
Gambaran distribusi setiap komponen kebiasaan makan dijelaskan sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

42

4.3.1

Jenis Makanan
Jenis makanan dikategorikan menjadi dua yaitu beragam apabila

konsusmsi makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk pauk (nabati atau
hewani), sayuran, buah buahan dan tidak beragam apabila dalam konsumsi
makanan pokok tidak ada salah satu dari makanan pokok, lauk pauk (nabati atau
hewani), sayuran, buah buahan. Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian
besar siswi mengkonsumsi jenis makanan yang tidak beragam yaitu sebanyak
63,3%. Hal ini dikarenakan jenis makan siswi yang tidak beragam yang
menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi. Siswi lebih sering mengonsumsi
makanan pokok dan lauk saja serta jarang mengonsumsi sayur dan buah dalam
sehari.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Jenis Makanan
Frekuensi
%
Tidak Beragam
57
63,3
Beragam
33
36,7
Jumlah
90
100

4.3.2

Kecukupan Gizi
Kecukupan gizi siswi dilihat berdasarkan kecukupan energi, kecukupan

protein dan kecukupan lemak, kecukupan karbohidrat. Hasil penelitian diketahui
bahwa tingkat kecukupan energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga adalah mayoritas
pada kategori tidak sesuai AKG (95,6%). Hal ini dikarenakan banyak siswi yang
membatasi makannya terutama sarapan pagi. Banyak siswi yang sarapan pagi
hanya mengonsumsi roti saja dan kue-kue basah seperti bakwan, tahu isi saja tidak
bersama dengan nasi.

Universitas Sumatera Utara

43

Tingkat kecukupan protein siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah mayoritas
pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 71,1%. Sumber protein yang sering
dikonsumsi siswi adalah sumber protein hewani dan juga nabati. Untuk sumber
protein hewani siswi sering mengkonsumsi telur. Sumber protein nabati yang
sering dikonsumsi siswi adalah tahu.
Tingkat kecukupan lemak siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah mayoritas
pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 87,8%. Hal ini dikarenakan siswi sering
mengkonsumsi makanan yang digoreng dan digulai yang mengandung banyak
minyak dan juga lemak dari pada makanan yang direbus tanpa menggunakan
minyak menyebabkan siswi kebanyakan konsumsi lemaknya lebih.
Tingkat kecukupan karbohidrat siswi SMK negeri 2 Sibolga adalah
mayoritas pada kategori tidak sesuai AKG sebanyak 91,1%. Sumber karbohidrat
utama yang dikonsumsi siswi adalah nasi dimana nasi dapat menyumbangkan
karbohidrat terbesar. Seluruh siswi setiap hari mengkonsumsi nasi.
Distribusi frekuensi kecukupan energi, kecukupan protein, kecukupan
lemak, dan kecukupan karbohidrat siswi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kecukupan Energi, Kecukupan Protein,
Kecukupan Lemak, Dan Kecukupan Karbohidrat Siswi SMK
Negeri 2 Sibolga
Kecukupan Gizi
Frekuensi
%
Energi
Tidak Sesuai AKG
86
95,6
Sesuai
4
4,4
Jumlah
90
100
Protein
Tidak Sesuai AKG
64
71,1
Sesuai
26
28,9
Jumlah
90
100
Lemak
Tidak Sesuai AKG
79
87,8
Sesuai
11
12,2
Jumlah
90
100
Karbohidrat
Tidak Sesuai AKG
82
91,1
Sesuai
8
8,9
Jumlah
90
100

4.4 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dikategorikan menjadi tiga yaitu aktivitas ringan, aktivitas
sedang, aktivitas sedang. Sebagian besar siswi berada pada kategori aktivitas
ringan. Hal ini dikarenakan sebagian siswi tidak pernah berolahraga. Aktivitas
fisik yang banyak dilakukan siswi adalah belajar di sekolah dan menonton TV.
Sedangkan siswi yang beraktivitas berat sebanyak 5,6% melakukan
kegiatan bersawah dan ada yang menimba air dalam waktu cukup lama. Ada juga
siswi yang melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci dan menggosok pakaian
dirumah sendiri dan dirumah orang.
Distribusi frekuensi aktivitas fisik dari 90 0rang siswi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

45

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Aktivitas Fisik
Frekuensi
%
Ringan
70
77,8
Sedang
15
16,7
Berat
5
5,6
Total
90
100

4.5 Body Image
Body image diukur dengan membandingkan status gizi aktual terhadap
bentuk persepsi tubuh saat ini. Dilihat dari tabel 4.10 diketahui bahwa siswi
banyak berpersepsi bentuk tubuh aktualnya seperti pada gambar 3 yaitu kategori
normal.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Persepsi Tubuh Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Persepsi Tubuh*
Frekuensi
%
Gambar 1
5
5,6
Gambar 2
30
33,3
Gambar 3
31
34,4
Gambar 4
15
16,7
Gambar 5
7
1,1
Gambar 6
2
2,2
Total
90
100
*

Merujuk ke Gambar 2.1 Halaman 25

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,7% orang siswi memiliki body
image negatif, dan sebanyak 43,3% siswi memiliki body image positif. Banyak
siswi yang berpersepsi negatif karena banyak yang sudah memiliki status gizi
normal namun merasa tubuhnya kurus, mereka berpersepsi tubuhnya seperti pada
gambar 1 dan 2.
Distribusi responden berdasarkan body image dapat dilihat pada tabel 4.11
berikut.

Universitas Sumatera Utara

46

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Body Image Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Body Image
Frekuensi
%
Positif
39
43,3
Negatif
51
56,7
Total
90
100

Berdasarkan jawaban siswi tentang bagaimana bentuk tubuh ideal bagi
remaja dan harapan tubuh yang mereka inginkan berdasarkan gambar Figure
Rating Scale (FRS) dapat dilihat pada tabel 4.12 dan 4.13.
4.5.1

Tubuh Ideal
Persepsi responden terhadap bentuk tubuh ideal bagi remaja dapat dilihat

pada tabel berikut. Hasil penelitian menunjukkan jawaban terbanyak ada pada
gambar nomor 3 sebanyak 46,7%, siswi berpersepsi bahwa gambar nomor 3
merupakan tubuh yang ideal bagi remaja. Bentuk tubuh gambar nomor 3
menunjukkan remaja kategori status gizi normal.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tubuh Ideal Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Tubuh Ideal*
Frekuensi
%
Gambar 1
3
3,3
Gambar 2
39
43,3
Gambar 3
42
46,7
Gambar 4
5
5,6
Gambar 5
1
1,1
Total
90
100
*

Merujuk ke Gambar 2.1 Halaman 25

4.5.2

Harapan Tubuh
Hasil penelitian menunjukkan jawaban terbanyak ada pada gambar nomor

2 sebanyak 46,7%, siswi berpersepsi bahwa gambar nomor 2 merupakan tubuh
yang mereka harapkan untuk dimiliki. Hal ini menunjukkan banyak siswi

Universitas Sumatera Utara

47

mengharapkan bentuk tubuh mereka pada kategori status gizi kurus. Sedangkan
sebanyak 45,6% siswi juga menginginkan bentuk tubuh seperti gambar nomor 3.
Persepsi responden terhadap harapan tubuh yang diinginkan siswi dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Harapan Tubuh Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Harapan Tubuh*
Frekuensi
%
Gambar 1
1
1,1
Gambar 2
42
46,7
Gambar 3
41
45,6
Gambar 4
4
4,4
Gambar 5
2
2,2
Total
90
100
*

Merujuk ke Gambar 2.1 Halaman 25

4.6 Status Gizi
Status gizi dikategorikan menjadi empat yaitu kurus ( -3SD sampai 1 SD sampai 2 SD), obesitas (>2
SD). Diketahui dari tabel 4.15 bahwa siswi yang berstatus gizi kurus dan obesitas
mempunyai frekuensi yang sama yaitu 5,6%. Sedangkan siswi yang berstatus gizi
normal sebanyak 74,4% dan berstatus gizi gemuk sebanyak 14,4%. Siswi yang
berstatus gizi gemuk dan obesitas memiliki gaya hidup kurang beraktivitas fisik
sedangkan siswi yang berstatus gizi kurus dikarenakan asupan gizi yang kurang.
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Status Gizi Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Status Gizi
Frekuensi
%
Kurus
5
5,6
Normal
67
74,4
Gemuk
13
14,4
Obesitas
5
5,6
Total
90
100

Universitas Sumatera Utara

48

4.7 Kebiasaan Makan Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan body image positif memiliki
kebiasaan makan baik sebesar 97,4% dan kurang baik sebesar 2,6%. Siswi dengan
body image negatif memiliki kebiasaan makan baik sebesar 98,0% dan kurang
baik 2,0%. Hal ini menunjukkan lebih banyak siswi dengan body image negatif
memiliki kebiasaan makan baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan bermakna antara body image dengan kebiasaan makan (p=0,847).
Distribusi kebiasaan makan siswi berdasarkan body image disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Makan dengan Body Image
Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Kebiasaan Makan
Jumlah
p
Body Image
Baik
Kurang Baik
n
%
n
%
n
%
38
97,4
1
2,6
39
100
Positif
0,847
50
98,0
1
2,0
51
100
Negatif

4.7.1

Jenis Makanan Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan banyaknya siswi yang memiliki body image

negatif dengan jenis makanan yang tidak beragam sebesar 62,7%. Hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan
jenis makanan (p=0,700).
Distribusi jenis makanan siswi berdasarkan body image disajikan pada
tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

49

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Antara Jenis Makanan dengan Body Image Siswi
SMK Negeri 2 Sibolga
Jenis Makanan
Jumlah
p
Body Image
Beragam
Tidak Beragam
n
%
n
%
n
%
0,700
14
35,9 25
64,1
39
100
Positif
19
37,3 32
62,7
51
100
Negatif

4.7.2

Konsumsi Energi Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body

image negatif memiliki konsumsi energi tidak sesuai AKG (96,1%) dan siswi
dengan body image positif memiliki konsumsi energi sesuai AKG (5,1%). Hasil
uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image
dengan konsumsi energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,584).
Distribusi konsumsi energi siswi berdasarkan body image disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.13 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Energi dengan Body Image
Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Konsumsi Energi
Jumlah
Body
p
Tidak Sesuai AKG
Sesuai AKG
Image
N
%
n
%
n
49
96,1
2
3,9
51
Negatif
0,584
37
94,9
2
5,1
39
Positif

4.7.3

Konsumsi Protein Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body

image negatif memiliki konsumsi protein tidak sesuai AKG (66,7%) dan tidak
sedikit juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi protein
sesuai AKG (23,1%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara body image dengan konsumsi protein (p=0,204).

Universitas Sumatera Utara

50

Distribusi konsumsi protein siswi berdasarkan body image disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.14 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Protein dengan Body Image
Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Konsumsi Protein
Jumlah
Body
p
Tidak Sesuai AKG
Sesuai AKG
Image
n
%
n
%
n
34
66,7
17
33,3
51
Negatif
0,204
30
76,9
9
23,1
39
Positif

4.7.4

Konsumsi Lemak Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body

image negatif memiliki konsumsi lemak tidak sesuai AKG (82,4%). Banyak juga
siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi lemak sesuai AKG
(5,1%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara
status body image dengan konsumsi lemak (p=0,067).
Distribusi konsumsi lemak siswi berdasarkan body image disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.15 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Lemak dengan Body Image
Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Konsumsi Lemak
Jumlah
Body
p
Tidak Sesuai AKG
Sesuai AKG
Image
n
%
n
%
n
42
82,4
9
75,6
51
Negatif
0,067
37
94,9
2
5,1
39
Positif

4.7.5

Konsumsi Karbohidrat Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body

image positif (10,3%) mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG dan yang memiliki
body image negatif (92,2%) mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG. Hasil

Universitas Sumatera Utara

51

uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image
dengan konsumsi karbohidrat siswi SMK Negeri 2 Sibolga(p=0,484).
Distribusi konsumsi karbohidrat siswi berdasarkan body image disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.16 Tabulasi Silang Antara Konsumsi Karbohidrat dengan Body
Image Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Konsumsi Karbohidrat
Jumlah
Body
p
Tidak Sesuai AKG
Sesuai AKG
Image
n
%
n
%
n
47
92,2
4
7,8
51
Negatif
0,484
35
89,7
4
10,3
39
Positif

4.8 Aktivitas Fisik Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body
image negatif mempunyai aktivitas fisik ringan (76,5%). Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan aktivitas
fisik siswi SMK Negeri 2 Sibolga (p=0,548).
Distribusi konsumsi karbohidrat siswi berdasarkan body image disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.17 Tabulasi Silang Antara Aktivitas Fisik dengan Body Image Siswi
SMK Negeri 2 Sibolga
Aktivitas Fisik
Jumlah
Body
Ringan
Sedang
Berat
p
Image
n
%
n
%
n
%
n
%
31
30,3
5
6,3
3
2,2
39
43,3
Positif
0,548
39
76,5
10
19,6
2
3,9
51
56,7
Negatif

Universitas Sumatera Utara

52

4.9 Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Makan
Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan kebiasaan makan baik banyak
memiliki status gizi normal. Hal ini menunjukkan kebiasaan makan yang baik
mempunyai dampak positif bagi status gizi siswi. Hasil uji statistik menunjukkan
ada hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi siswi SMK
Negeri 2 Sibolga (p=0,049).
Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan kebiasaan makan
disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.18 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kebiasaan Makan
Siswi SMK Negeri 2 Sibolga
Status Gizi
Jumlah
p
Kebiasaan
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
Makan
n %
n
%
n
%
n
%
n
%
4 4,5
66 75,0 13 14,8 5
5,7
88 100
Baik
0,049
Kurang
1 50,0
1
50,0
0
0
0
0
2
100
Baik

4.9.1

Status Gizi Berdasarkan Jenis Makanan
Hasil penelitian menunjukkan siswi dengan status gizi gemuk dan obesitas

banyak memiliki konsumsi jenis makanan yang tidak beragam dibandingkan
dengan status gizi kurus. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara jenis makanan dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga
(p=0,458).
Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan jenis makanan disajikan
pada tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

53

Tabel 4.19 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Jenis Makanan Siswi
SMK Negeri 2 Sibolga
Status Gizi
Jumlah
Jenis
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Makanan
n %
N
%
n
%
n
%
n
%
1 3,1
27 84,4
3
9,4
1 3,1 32 100
Beragam
0,458
Tidak
4 6,9
40 69,0 10 17,2
4 6,9 58 100
Beragam

4.9.2

Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Gizi
Hasil penelitian menunjukkan 4 orang siswi mngonsumsi energi tidak

sesuai AKG memiliki status gizi kurus, dan 1 orang siswi mengonsumsi energi
sesuai AKG memiliki status kurus. Berdasarkan hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi energi dengan status
gizi (p= 0,297)
Hasil penelitian pada konsumsi protein siswi dengan konsumsi protein
tidak sesuai AKG sebanyak 9 orang dengan status gizi gemuk dan 3 orang dengan
status gizi obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa
tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi (p= 0,497).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 5,1% siswi yang berstatus gizi
kurus menngonsumsi lemak tidak sesuai AKG, dan 9,1% sesuai AKG. Sedangkan
siswi yang berstatus gizi gemuk sebanyak 13,9% konsumsi lemak tidak sesuai
AKG, dan 18,2% sesuai AKG. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui
bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi (p=
0,198).

Konsumsi lemak yang tidak sesuai dengan kebutuhan lemak yang

diperlukan tubuh dapat menyebakan timbunan lemak yang dapat mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

54

status gizi lebih maupun obesitas namun pada penelitian ini tidak terdapat
hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.
Hasil penelitian pada konsumsi karbohidrat sebanyak 6,1% siswi memiliki
status gizi kurus dengan konsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG, sedangkan 25%
siswi yang berstatus gizi gemuk mengonsumsi karbohidrat sesuai AKG.
Karbohidrat merupakan salah satu suplai energi bagi tubuh dan jika karbohidrat
berlebih dapat menyebabkan obesitas, sebaliknya jika karbohidrat kurang dapat
menyebabkan status gizi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan
status gizi (p= 0,647).
Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan konsumsi energi
disajikan pada tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

55

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kecukupan Gizi
(Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat) Siswi SMK Negeri 2
Sibolga
Status Gizi
Jumlah
Konsumsi
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Energi
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak
4 4,7
64 74,4 13 15,1 5
5,8
86 100
Sesuai
0,297
AKG
Sesuai
1
25
3
75
0
0
0
0
4
100
AKG
Status Gizi
Jumlah
Konsumsi
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Protein
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak
5 7,8
47 73,4
9
14,1 3 4,7
64 100
Sesuai
0,497
AKG
Sesuai
0
0
20 76,9
4
15,4 2 7,7
26 100
AKG
Status Gizi
Jumlah
Konsumsi
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Lemak
n %
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak
4 5,1 61 77,2 11 13,9
3 3,8
79 100
Sesuai
AKG
0,198
Sesuai
1 9,1
6
54,5 2
18,2
2 18,2 11 100
AKG
Status Gizi
Jumlah
Konsumsi
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Karbohidrat
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak
5
6,1
61 74,4 11 13,4 5 6,1
82 100
Sesuai AKG
0
6
75
2
25
0
0
8
100 0,647
Sesuai AKG 0

4.10

Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 2 siswi dengan aktivitas berat

memiliki status gizi gemuk, dan 1 siswi memiliki status gizi obesitas. Sedangkan
siswi dengan aktivitas ringan sebanyak 10 orang memiliki status gizi gemuk dan 4
orang dengan status gizi obesitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas yang
kurang aktif dapat menyebabkan obesitas karena tubuh kurang bergerak sehingga

Universitas Sumatera Utara

56

kalori dan lemak tubuh yang berlebih tidak keluar dari tubuh. Hal ini dikarenakan
siswi jarang berolahraga baik di rumah maupun di sekolah. Sarana olahraga yang
tersedia di sekolah sebagian besar digunakan oleh siswa laki-laki. Berdasarkan
hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara
aktivitas fisik dengan status gizi (p= 0,319).
Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan aktivitas fisik disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.21 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Aktivitas Fisik Siswi
SMK Negeri 2 Sibolga
Status Gizi
Jumlah
Aktivitas
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
p
Fisik
n %
n
%
n
%
n
%
n
%
4 5,7
52 74,3 10 10,1 4 5,7
70 100
Ringan
1 6,7
13 86,7
1
6,7 0
0
15 100 0,319
Sedang
0 0
2
40,0
2
40,0 1 20,0
5
100
Berat

4.11

Status Gizi Berdasarkan Body Image
Hasil penelitian menunjukkan banyak siswi dengan body image negatif

memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 35 orang. Hal ini menunjukkan banyak
siswi merasa tubuhnya terlalu kurus padahal status gizi mereka sudah normal.
Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
antara body image dengan status gizi (p= 0,124).
Distribusi konsumsi status gizi siswi berdasarkan body image disajikan
pada tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

57

Tabel 4.22 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Body Image Siswi
SMK Negeri 2 Sibolga
Status Gizi
Jumlah
Body
Kurus
Normal
Gemuk Obesitas
p
Image
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
3 7,7 32 82,1 4 10,3 0
0
39 100
Positif
0,124
2 3,9 35 66,8 9 17,6 5 9,8
51 100
Negatif

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Kebiasaan Makan
Gambaran kebiasaan makan siswi berdasarkan hasil penelitian di SMK
Negeri 2 Sibolga, dari 90 siswi hanya 2,2% yang memiliki kebiasaan makan
kurang baik, selebihnya sudah memiliki kebiasaan makan yang baik. Hal ini
berbanding terbalik dengan penelitian Tanti (2013) , bahwa kebiasaan makan pada
peserta didik SMK N 6 Yogyakarta, sebanyak 2,4% berada pada kategori
kebiasaan makan baik, 86,9% berada pada kategori cukup baik, dan 10,7% berada
pada kategori tidak baik. Hal ini menunjukkan tindakan remaja terhadap konsumsi
makanan berbeda-beda. Remaja telah mempunyai pilihan sendiri terhadap
makanan yang disenangi. Pada masa remaja kebiasaan makan telah terbentuk.
5.1.2

Frekuensi Makan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makanan pokok yang sering

dikonsumsi sebagian besar adalah nasi. Hal ini dikarenakan nasi masih menjadi
makanan pokok utama di sebagian besar wilayah Indonesia dan dikonsumsi lebih
dari satu kali dalam sehari.
Dari hasil pengamatan pada saat penelitian menunjukkan bahwa remaja
suka sekali jajan snack. Jenis snack yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya
manis dan permen. Sedangkan golongan buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin jarang dikonsumsi. Namun ada juga siswi yang tidak pernah
mengonsumsi jajanan camilan/snack, hal ini dikarenakan mereka memang tidak
suka dengan camilan.

58
Universitas Sumatera Utara

59

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian besar remaja masih
sedikit yang sarapan sebelum pergi ke sekolah, ada yang sarapan dirumah, ada
yang sarapan di sekolah, bahkan ada yang tidak pernah sarapan sama sekali saat
ingin berangkat sekolah. Alasan mereka buru-buru pergi ke sekolah, malas, dan
memang tidak suka sarapan. Sebagian besar makanan yang biasa dimakan oleh
remaja putri pada saat sarapan di rumah yaitu nasi dengan telur yang digoreng dan
beberapa menambahkan sayur pada menu mereka. Sedangkan makanan yang
biasa dimakan ketika sarapan di sekolah yaitu biskuit, gorengan, mie.
5.1.3

Jenis Makanan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jenis makanan yang

dikonsumsi siswi sebagian besar adalah tidak beragam sebanyak 63,3%,
sedangkan konsumsi makan beragam hanya 36,7%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar makanan yang dikonsumsi siswi belum beragam karena
tidak mengonsumsi sayur ataupun buah setiap harinya. Hal ini dikarenakan,
sebagian siswi menganggap sayuran dan buah bukan kebutuhan makanan yang
wajib dipenuhi, selain itu sebagian siswi lain mengonsumsi sayur dan buah, jika
hanya tersedia saja. Padahal seharusnya, mengonsumsi sayur dan buah sangat
dianjurkan dalam setiap kali makan. Ini dikarenakan sayur dan buah mengandung
serat yang tinggi, sehingga sangat baik untuk orang yang mengalami berat badan
lebih.
Kebiasaan makan yang baik dan jenis hidangan makanan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun,
serta zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Hal ini dikarenakan tidak ada

Universitas Sumatera Utara

60

susunan makanan mengandung gizi yang lengkap. Jika makanan yang dikonsumsi
semakin beragam maka komposisi zat gizi semakin lengkap. Asupan gizi yang
diperoleh dan mengonsumsi berbagai makanan mengandung zat gizi berupa
karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral (Arisman, 2010).
5.1.4

Jumlah Makanan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kecukupan energi

siswi SMK Negeri 2 Sibolga sebagian besar tidak sesuai AKG sebanyak 95,6%.
Menurut Arisman (2010) energi merupakan kebutuhan gizi utama manusia,
karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai dengan dibutuhkan tubuh,
maka kebutuhan gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein dan mineral.
Belum tercukupinya asupan energi pada remaja putri dikarenakan sebagian
kecil remaja putri mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Hal tersebut
diketahui dari hasil wawancara dengan siswi yang menunjukkan bahwa pada
umumnya siswi sering mengonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang
dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan
remaja rata-rata tidak lebih dari 3 kali sehari, bahkan ada yang makan hanya 2 kali
sehari.
Konsumsi protein sebagian besar siswi berada pada kategori tidak sesuai
AKG

yaitu sebanyak 71,1%.

Kekurangan protein dapat memengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan otak

anak. Kekurangan protein apabila

berlangsung lama dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan jaringan
yang tidak normal, kerusakan fisik dan mental pada anak, ibu hamil dapat
mengalami keguguran, melahirkan bayi premature, dan anemia (Dewi, 2010).

Universitas Sumatera Utara

61

Asupan karbohidrat siswi berdasarkan hasil penelitian yang paling banyak
adalah tidak sesuai AKG sebanyak 91,1%. Berdasarkan hasil wawancara dari
lembar food recall 1x24 jam, diketahui bahwa asupan karbohidrat responden
sebagian besar berasal dari konsumsi nasi. Selain itu asupan karbohidrat
responden juga diperoleh dari konsumsi makanan olahan lainnya seperti mie, roti,
dan sebagainya. Salah satu fungsi karbohidrat adalah sebagai penghemat protein,
yaitu bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhn energi tubuh dengan mengalahkan fungsi utamanya
sebagai pembangun (Almatsier, 2010).
Asupan lemak siswi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan separuh
dari siswi memiliki asupan lemak tidak sesuai AKG sebanyak 87,8%.
Berdasarkan hasil penelitian dari lembar food recall, diketahui bahwa asupan
lemak responden sebagian besar berasal dari makanan yang digoreng dengan
lemak atau minyak, yaitu goreng-gorengan. Selain itu asupan lemak responden
juga berasal dari konsumsi daging, telur, susu, dan kacang-kacangan. Tubuh
manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown dalam Savitri,2015).
5.2 Aktivitas Fisik
Hasil penelitian dari 90 siswi menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswi
siswi memiliki aktivitas ringan yaitu sebanyak 77,8%. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa siswi lebih banyak menghabiskan waktu untuk
melakukan jenis aktivitas ringan dan sedang dibandingkan dengan jenis aktivitas
fisik berat. Hal ini dikarenakan status mereka yang masih pelajar, sehingga

Universitas Sumatera Utara

62

kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam keseharian siswi kurang lebih
menghabiskan waktu 8 jam di sekolah. Hal ini sejalan dengan menurut WHO
(2013) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada
umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering
dilakukan adalah belajar.
5.3 Body Image
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih banyak siswi yang
memiliki body image negatif, yaitu sebesar 56,7%. Penelitian yang dilakukan di
Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 52,9% mengalami distorsi body image
(Savitri, 2015). Hal ini menunjukkan masih banyak siswi yang memiliki body
image negatif.
Remaja putri memilih bentuk tubuh ideal remaja putri pada gambar 1,2,3,4
dan 5. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan
bentuk tubuh ideal adalah gambar nomor 3 dan nomor 2. Hal yang sama juga
ditunjukkan pada penelitian Lingga (2014) yang menyatakan bahwa sebagian
besar remaja putri memilih gambar nomor 3 sebagai gambar bentuk tubuh ideal.
Hal ini menunjukkan bahwa persepsi tubuh ideal bagi remaja putri adalah persepsi
tubuh yang cenderung kearah kurus. Pengaruh lingkungan yang menganggap
tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap
bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikkan dengan ketidakcantikan,
ketidakmenarikan dan ketidakluwesan dalam beraktivitas.
Remaja putri memilih gambar 1 sampai 5 untuk mempersepsikan bentuk
tubuh yang diharapkan oleh dirinya sendiri. Gambar yang paling banyak dipilih

Universitas Sumatera Utara

63

remaja putri adalah gambar nomor 2 dan 3. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Isnani (2014) bahwa gambar yang paling bahwa gambar yang paling
banyak dipilih siswi sebagai tubuh yang diharapkan mereka adalah gambar nomor
3. Hal ini berarti bahwa sebagian besar remaja putri mengharapkan bentuk tubuh
yang cenderung kearah kurus.
5.3.1

Kebiasaan Makan Berdasarkan Body Image
Berdasarkan hasil penelitian siswi SMK Negeri 2 Sibolga, siswi dengan

body image positif dan body image negatif masing-masing sebagian besar
memiliki kebiasaan makan baik dan siswi dengan kebiasaan makan kurang baik
pun masing-masing dengan jumlah yang sama memiliki persepsi body image
positif maupun negatif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,847, artinya tidak
ada hubungan bermakna antara body image dengan kebiasaan makan. Hal ini
sejalan dengan penelitian Lestari (2014) tidak terdapat hubungan signifikan antara
persepsi body image dan kebiasaan makan. Hal ini menunjukkan semakin baik
kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai persepsi body image positif.
Sebaliknya semakin buruk kebiasaan makan siswi belum tentu mempunyai
persepsi body image negatif.
Sebaliknya pada penelitian Lingga (2014) menyatakan terdapat hubungan
antara body image dengan perilaku makan. Menurutnya, citra tubuh atau
gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari.
Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga diri yang tinggi,
merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja
tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat untuk dirinya.

Universitas Sumatera Utara

64

Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga
diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu
melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk
memilih perilaku yang tepat bagi dirinya.
Menurut penelitian Khomsan dalam Erison (2014) menjelaskan bahwa
persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya memiliki hubungan dengan perilaku
makannya, seseorang yang memiliki ketakutan terhadap keadaan bentuk tubuh
yang tidak normal kerap kali melakukan diet yang salah, seperti halnya seseorang
beranggapan bahwa tidak melakukan sarapan akan membuat keadaan bentuk
tubuh normal karena tidak menerima asupan makanan. Hal ini di duga karena
pada saat pengambilan data seseorang tersebut sudah memiliki kebiasaan makan
yang baik dan sudah memiliki body image yang positif.
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswi body image positif
memiliki jenis makanan yang tidak beragam (64,1%). Sedangkan siswi body
image negatif memiliki jenis makanan beragam hanya 37,3%. Hal ini
menunjukkan banyak siswi yang memiliki persepsi tubuh positif tetapi
memupunyai kebiasaan makan dengan jenis makanan yang tidak beragam. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p=0,700, artinya tidak ada hubungan bermakna antara
body image dengan jenis makanan.
Menurut penelitian Anggraeni (2015) siswa dengan jenis makanan tidak
baik sebanyak 59% memiliki body image negatif dan 41% body image positif.
Sedangkan siswa dengan jenis makanan tidak baik sebesar 33% memiliki body

Universitas Sumatera Utara

65

image positif dan 67% memiliki body image negatif. Menurutnya, jenis makan
dan frekuensi makan tidak berpengaruh secara langsung dengan body image.
Berdasarkan hasil penelitian siswi yang memiliki body image negatif
memiliki konsumsi energi sesuai AKG (3,9%) dan siswi dengan body image
positif memiliki konsumsi energi tidak sesuai AKG (94,1%). Hal ini menunjukkan
siswi yang memiliki body image positif belum tentu memiliki konsumsi energi
sesuai anjuran, dan siswi yang memiliki body image negatif belum tentu memiliki
konsumsi energi tidak sesuai anjuran. Hasil uji statistik juga menunjukkan nilai
p=0,584, artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan
konsumsi energi siswi SMK Negeri 2 Sibolga.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang memiliki body
image negatif memiliki konsumsi protein sesuai AKG (33,3%) dan tidak sedikit
juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai konsumsi protein tidak
sesuai AKG (76,9%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,204, artinya tidak
ada hubungan bermakna antara body image dengan konsumsi protein.
Hasil penelitian terhadap konsumsi lemak menunjukkan sebagian besar
siswi yang memiliki body image negatif memiliki konsumsi lemak tidak sesuai
AKG (82,4%). Ada juga siswi yang memiliki body image positif mempunyai
konsumsi lemak sesuai AKG (5,1%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai
p=0,067 artinya tidak ada hubungan bermakna antara status body image dengan
konsumsi lemak. Hal ini menunjukkan body image positif belum tentu memiliki
konsumsi lemak secara baik, sebaliknya body image negatif belum tentu memiliki
konsumsi lemak secara kurang atau lebih.

Universitas Sumatera Utara

66

Untuk konsumsi karbohidrat berdasarkan body image menunjukkan siswi
sebagian besar siswi yang memiliki body image positif (10,3%) mengonsumsi
karbohidrat sesuai AKG dan yang memiliki body image negatif (92,2%)
mengonsumsi karbohidrat tidak sesuai AKG. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
p=0,484 artinya tidak ada hubungan bermakna antara body image dengan
konsumsi karbohidrat siswi SMK Negeri 2 Sibolga.
Penelitian Nurcahyani (2014) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara body image dengan tingkat konsumsi yang meliputi tingkat
konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat. Menurutnya body image tidak
mempengaruhi tingkat konsumsi namun ada kecenderungan pengaruhnya dari
pola konsumsi makanan yang dikonsumsi sehingga body image mempengaruhi
status gizi.
5.3.2

Aktivitas Fisik Berdasarkan Body Image
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi yang memiliki

aktivitas ringan lebih ba