Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

(1)

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh: Wulan Savitri 1111101000026

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015 M/1436 H


(2)

(3)

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMNINATAN GIZI

Skripsi, Oktober 2015

Wulan Savitri, NIM: 1111101000026

Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

xvi + 117 halaman, 18 tabel, 2 bagan, 2 lampiran ABSTRAK

Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya. Berdasarkan Riskesdas, prevalensi kegemukan dan kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun mengalami kenaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta, yang dilaksanakan pada Januari 2015-Juni 2015 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 85 siswa. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki tingkat konsumsi energi kurang (65,4%). Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa variabel berhubungan dengan status gizi siswi sman 63 Jakarta adalah body image (p=0,037), asupan energi (p=0,001), asupan karbohidrat(p=0,002), asupan protein (p=0,000) dan asupan lemak (p=0,000).

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah 1) untuk siswa: a) memperhatikan asupan makanannya sehingga status gizi yang dicapai optimal.; b) bagi siswa yang berstatus gizi normal, diharapkan menjaga berat badannya sehingga perlu dilakukan pemantauan status gizi secara berkala; 2) untuk sekolah: 1) adanya pengukuran status gizi siswa dan pemeriksaan kesehatan secara berkala; 2) adanya penyebarluasan informasi mengenai berat badan dan tinggi badan yang normal; 3) adanya penyuluhan dan edukasi gizi terkait makanan yang baik untuk dikonsumsi 3) untuk peneliti selanjutnya: a) adanya penelitian yang menggunakan disain sebab akibat, seperti cohort atau case control.

Kata kunci: Status Gizi, Body Image, Remaja Putri Daftar bacaan: 81 (2004-2015)


(4)

iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY Thesis, October 2015

Wulan Savitri, NIM: 1111101000026

The Association Between Body Image, Consumption Patterns, and Physical Activity to Nutritional Status female student at 63 Senior High School Jakarta Year 2015.

xvi + 117 pages, 18 tabels, 2 annexs, 2 attachments ABSTACT

Nutrition status is a appearance's sign for someone that caused by the balance between nutrition intake and total nutrition of body needs for biological needs, such as physical growth, activities, health protection, etc. Based on Riskedas, the prevalence of obesity and emaciation of teenagers around 16-18 years old is increasing.

The purpose of the research is to analyze the association of body image, consumption pattern and physical activity toward the nutrition status of female student of 63 Senior High School Jakarta around January 2015-June 2015 which used cross sectional research design. The amount of sample research is eighty five. Data analysis consisted of univariate and bivariate by using chi-square test.

The result of this study showed that most of the female students has less of energy consumption (65,4%). Based on the bivariat analysis, the variable of nutrition status of female student of 63 SHS Jakarta are associated with body image (p=0,037), energy intake (p=0,001), carbohydrates intake (p=0,002), protein intake (p=0,000), and fat intake (p=0,000).

Based on the research, the suggestions are: 1) for student: a) to be aware of the consumption intake so that the amount of nutrition status is optimum; b) the students who already have normal nutrition status should watch their weight therefore the periodically nutrition status observations is possible. 2) for school: 1) the measurement of students nutrition status and health check-up regularly is required for the prevention of the nutrition problem's impact; 2) the existence of socialization about normal weight and height; 3) the existence of nutrition education about highly nutritious food. 3) for the next researcher: a) the existence of research using cause-effect design, for example like cohort or case control to analyze each of variable followed by nutrition status.

Keywords: Nutritional Status, Body Image, Adolescent Girls Reading List: 81 (2004-2015)


(5)

(6)

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Wulan Savitri

Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Desember Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : WNI

Agama : Islam

E-mail : savitriwulan@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

 2011-Sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat

 2008-2011 : SMAN 63 Jakarta

 2005-2008 : SMPN 206 Jakarta


(8)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada

A

llah SWT yang telah memberikan rahmat,

kekuatan lahir batin, kemudahan, dan karunia sehingga skripsi yang

sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa

terlimpahkan kepada Nabi Muhammad S

A

W. Saya persembahkan

skripsi ini untuk:

Mama dan Papa Tercinta

Sebagai rasa terima kasih kepada mama dan papa yang telah

memberikan kasih sayang, dukungan serta mendidik dan mendoakan

tiada henti. Semoga

A

llah selalu memberikan kesehatan dan

kebahagiaan dunia-akhirat.

A

amiin...

ْم سفْنأب ام ا رّيغي ىَتح م ْوقب ام رّيغي ا ََا َنإ

“... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Body Image, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswi SMAN 63 JakartaTahun 2015”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Asniwati dan Riswandi yang telah bersabar dalam mendidik, memberi dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada henti.

2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

6. Kepada seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis.


(10)

ix

7. Kepala sekolah, guru, staf, siswa/i serta semua pihak SMAN 63 Jakarta, yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pengambilan data dalam skripsi ini

8. Abang kesayangan satu-satunya, yang telah memberi dukungan dan

mendo’akan adiknya.

9. Sahabat kesayangan Dini, Ina, dan Derry yang selalu memberi semangat dan motivasi. Terimakasih atas dukungannya selama ini, kesayangan! 10.Sahabat seperjuangan Rizkiyah, Falah, Lia, Nadra, Pewe, Safira, dan Upit.

Terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan motivasinya.

11.Teman-teman Team Akacrew, Nisa, Namira Andjani, Intan, Obby, Sarah

“Saph”. Terima kasih untuk motivasi, dukungan dan canda tawanya.

12.Teman- teman seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat 2011, khususnya di Peminatan Gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Ciputat, Oktober 2015


(11)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... . 1

B.Rumusan Masalah ... . 8

C.Pertanyaan Penelitian ... .. 9

D.Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan Umum ... 9

2. Tujuan Khusus... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

1. Bagi Siswi ... 10

2. Bagi Dinas Kesehatan ... 10

3. Bagi Sekolah ... 10

4. Bagi Peneliti Lain ... 11


(12)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Remaja... 12

1. Definisi Remaja ... 12

2. Status Gizi Remaja ... 14

3. Kebutuhan Gizi Remaja ... 15

B.Penilaian Status Gizi ... 16

C.Penilaian Konsumsi Makanan... 17

1. Metode Food Recall 24 Jam ... 17

2. Metode Estimasi Pencatatan Makanan... 17

3. Food Frequency Questionnaire ... 18

D.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi ... 18

1. Jenis Kelamin ... 18

2. Pola Konsumsi ... 19

3. Body Image ... 23

4. Status Merokok ... 25

5. Konsumsi Alkohol ... 26

6. Kehamilan Dini ... 28

7. Penyakit Infeksi ... 29

8. Aktivitas Fisik ... 30

E. Kerangka Teori... 31

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 33

A. Kerangka Konsep ... 33

B. Definisi Operasional ... 36

C. Hipotesis ... 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Desain Penelitian ... 39

B. Waktu dan Lokasi Penelitian... 39

C. Populasi dan sampel ... 39

1. Populasi ... 39

2. Sampel ... 40

3. Perhitungan Sampel ... 40


(13)

xii

D. Pengumpulan Data ... 42

1. Jenis Data ... 42

2. Metode Pengumpulan Data ... 42

E. Manajemen Data ... 47

F. Analisis Data ... 48

BAB V HASIL ... 50

A. Analisis Univariat... 50

1. Gambaran Status Gizi Responden ... 50

2. Gambaran Body Image Responden ... 51

3. Gambaran Asupan Energi Responden ... 51

4. Gambaran Asupan Karbohidrat Responden ... 52

5. Gambaran Asupan Protein Responden... 52

6. Gambaran Asupan Lemak Responden ... 53

7. Gambaran Aktivitas Fisik Responden ... 54

B. Analisis Bivariat ... 54

1. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image Responden ... 55

2. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden ... 55

3. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden ... 56

4. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden ... 58

5. Gambaran Status Gizi Berdasarkan supan Lemak Responden ... 59

6. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden ... 61

BAB VI PEMBAHASAN ... 63

A. Keterbatasan Penelitian ... 63

B. Gambaran Status Gizi pada Responden ... 64


(14)

xiii

D. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi Responden ... 69

E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden ... 71

F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden ... 74

G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden ... 77

H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden ... 80

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Halaman

2.1 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per

Orang Per Hari 16

2.2 Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per

Orang Per Hari 16

2.3 Kategori IMT/U 17

3.1 Definisi Operasional 36

4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian

Sebelumnya 41

5.1 Gambaran Status Gizi Responden 50

5.2 Gambaran Body Image Responden 51

5.3 Gambaran Asupan Energi Responden 51

5.4 Gambaran Asupan Karbohidrat Responden 52

5.5 Gambaran Asupan Protein Responden 53

5.6 Gambaran Asupan Lemak Responden 53

5.7 Gambaran Aktivitas Fisik Responden 54

5.8 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Body Image

Responden 55

5.9 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Energi

Responden 56

6.0 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan

Karbohidrat Responden 57

6.1 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein

Responden 58

6.2 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak

Responden 60

6.3 Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan

Halaman

2.1 Kerangka Teori 32


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Bagan

Halaman

1 Kuesioner Penelitian 99


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan (UNICEF, 2010). Masa ini ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang cepat dari masa kanak-kanak menjadi dewasa muda. Perubahan biologis yang terjadi selama pubertas remaja meliputi pematangan seksual, peningkatan tinggi dan berat badan, akumulasi massa tulang dan perubahan komposisi tubuh. Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai moral dan etika, harga diri, persepsi body image dan kesadaran seksualitas masalah psikososial. Perubahan dramatis bentuk tubuh dan ukuran tubuh menyebabkan banyak terjadi di kalangan remaja, yang mengarah ke pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown, 2013)

Dalam penelitian Cash dan Linda (2011) menyebutkan bahwa pada majalah fashion wanita, kebanyakan wanita digambarkan dengan perawakan muda, tinggi, wanita berkaki panjang, bermata besar, berpayudara besar, dan kebanyakan berkulit putih. Karakteristik fisik yang paling menonjol dari model ini adalah mereka sangat kurus. Paparan model majalah memiliki efek negatif pada body image perempuan, dimana rata-rata ukuran tubuh model ini sangatlah kurus (Clay, 2005). Tipe ideal


(19)

ini kemudian diteruskan oleh pengaruh sosial budaya, terutama media, keluarga dan rekan-rekan dan model. Mustahil perempuan tidak cocok dengan tipe yang ideal kurus, sehingga mereka kecewa dengan bentuk tubuh mereka dan menyebabkan ketidakpuasan body image. Hal ini menyebabkan diet dan upaya lainnya untuk mengejar bentuk tubuh kurus, yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan Linda, 2011). Selain itu, masalah body image remaja didorong oleh isu-isu ketertarikan romatisme dengan lawan jenis. Jika menjadi populer dengan lawan jenis dan memiliki pasangan dianggap penting, maka remaja putri lebih mungkin untuk memiliki body image negatif (Cash dan Linda, 2011). Status gizi remaja juga dipengaruhi oleh gaya hidup (life style) (Serly, 2015). Gaya hidup yang tidak sehat serta kurangnya kesadaran remaja akan kesehatan menyebabkan banyak remaja makan secara berlebihan dan mengakibatkan obesitas (Arisman, 2010). Remaja yang memiliki asupan energi tetapi tidak diiringi dengan aktivitas yang cukup untuk pembakaran energi tersebut menyebabkan terjadinya tumpukan lemak didalam tubuhnya sehingga menyebabkan seseorang menjadi obesitas. Pengaruh teman sebaya (peer) sangat kuat selama masa remaja. Remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan mengadopsi pemilihan makanan dan membuat pilihan makanan berdasarkan pengaruh teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk food (Brown, 2013).

Kebiasaan makan, persepsi body image dan aktivitas fisik akan mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan dan zat gizi yang


(20)

nantinya akan berdampak terhadap status gizi. Body image negatif akan mendorong seseorang untuk melakukan pembatasan makan dan memuntahkan dengan sengaja (Serly, 2015). Hal ini dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat mempertahankan dan merubah status gizi seseorang. Masalah yang sering timbul pada remaja putri akibat persepsi mengenai bentuk tubuh adalah masalah perilaku makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia (Noorkasiani dkk, 2007).

Pertumbuhan fisik dan perkembangan dramatis yang dialami oleh remaja secara signifikan meningkatkan kebutuhan mereka untuk asupan gizi. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal dibutuhkan asupan gizi yang cukup (Khomsan, 2004). Asupan gizi yang tidak cukup akan berdampak terhadap masalah gizi. Asupan gizi di bawah kebutuhan mengakibatkan kekurangan gizi, sedangkan jika tubuh memperoleh asupan gizi dalam jumlah berlebihan akan mengakibatkan gizi lebih (Almatsier, 2009). Kegagalan mencapai status gizi yang optimal akan berdampak pada status gizi dan kesehatan saat ini dan juga berdampak pada status gizi generasi penerus (Emilia, 2009).

Status gizi yang baik akan berkontribusi terhadap kesehatan, sedangkan permasalahan gizi dapat menimbulkan beberapa dampak negatif. Status gizi obesitas pada remaja menjadi masalah yang serius karena dapat berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes Melitus (DM), artritis, penyakit kantong empedu, penyakit kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Aritonang dkk, 2009). Status


(21)

gizi kurang akan meningkatkan risiko terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi (Sediaoetama, 2006).

Perempuan merupakan kelompok yang lebih rentan terkena risiko morbiditas dan mortalitas, hal ini dapat dilihat dari segi aspek psikologis, fisik, emotional dan kematangan reproduksi mereka (Brown, 2013). Pada remaja putri pubertas ditandai dengan menstruasi yang pertama, yaitu menacrche (Muliaty, 2009). Menarche merupakan salah satu perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi. Menarche dapat tertunda pada remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka untuk membatasi lemak tubuh (Brown, 2013). Jika remaja putri membatasi asupan kalori mereka dan mengalami status gizi kurang, memungkinkan terjadinya keterlambatan menarche. Hal ini dikarenakan remaja yang kurang gizi tumbuh lebih lambat untuk waktu yang lebih lama, oleh karena itu menarche juga tertunda (Lusiana, 2007). Selain itu, Pada masa terjadi menarche itu berarti mulai terjadi pembuangan Fe setiap menjalani siklus menstruasi setiap bulan sehingga remaja putri lebih rentan terhadap anemia dikarenakan kadar Hb yang rendah, hal ini juga dapat diakibatkan oleh pola konsumsi siswi yang kurang baik (Muliaty, 2009)

Remaja juga dikatakan rentan karena pernikahan dan kehamilan dini yang akan mereka alami selanjutnya. Kurang gizi di kalangan remaja perempuan adalah masalah kesehatan masyarakat utama yang mengarah ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009). Jika kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan melahirkan


(22)

anak-anak yang kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan masalah kurang gizi untuk generasi mendatang (Mulugeta, 2009). Remaja putri yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada populasi umum (Singh AS dkk, 2008).

Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun mengalami kenaikan. Riskesdas 2010 sebesar 8,9% (1,8% sangat kurus dan 7,1% kurus) dan mengalami kenaikan pada Riskesdas 2013 menjadi 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Sedangkan prevalensi kegemukan berdasarkan Riskesdas 2010 pada anak 16-18 tahun secara nasional masih kecil yaitu 1,4 persen. Namun mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 7,3% (5,7% gemuk dan 1,6% obesitas). DKI Jakarta memiliki prevalensi kekurusan dan kegemukan di atas nasional (Riskesdas, 2013). Hasil Penelitian Widianti dan Aryu (2012) di SMA Semarang menunjukkan bahwa terdapat 13,9% mengalami obesitas, 23,6% mengalami overweight, 2,8% mengalami kurus. Sedangkan hasil Penelitian Mardatillah (2008) di SMA Islam PB. Soedirman Jakarta menunjukkan bahwa dari 113 responden terdapat 8,8% mengalami kurus, 18,6 overweight dan 15% mengalami obesitas.

Penelitian ini dilakukan di salah satu institusi pendidikan di Jakarta Selatan, yaitu SMAN 63 Jakarta. Pemilihan lokasi di DKI Jakarta dikarenakan DKI Jakarta menempati provinsi yang memiliki prevalensi kegemukan dan kekurusan di atas prevalensi nasional, sedangkan Jakarta Selatan dipilih dikarenakan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih


(23)

tinggi dibandingkan dengan bagian kota DKI Jakarta lainnya. Remaja menengah atas dipilih karena prevalensi kegemukan dan kekurusan remaja usia 16-18 tahun mengalami kenaikan dari tahun 2007 ke tahun 2013 berdasarkan data Riskesdas. Selain itu remaja usia 16-18 tahun termasuk ke dalam kategori remaja pertengahan (middle adolescence) dimana konflik masalah pribadi, termasuk pola makan dan aktivitas fisik masih tinggi terjadi selama masa remaja pertengahan dan body image juga masih menjadi masalah pada tahap remaja ini (Brown, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 40 siswi, diketahui bahwa 6% sangat kurus, 10% kurus, 18% overweight dan 8% obesitas. Angka ini jauh lebih besar dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI Jakarta pada kelompok umur 16-18 tahun.

Status gizi remaja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (multifaktorial). Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi adalah body image. Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diiginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan menimbulkan body image negatif (Tejoyuwono, 2007). Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body

image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang dan perempuan memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang lebih besar dari laki-laki. Penelitian Kusumawijaya (2007) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap body image sebanyak 23,8% memiliki


(24)

persepsi negatif atau menganggap diri mereka lebih gemuk. Terdapat sebanyak 41,1% sampel merasa memiliki berat badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.

Faktor lainnya yang berhubungan dengan status gizi adalah pola konsumsi. Konsumsi pangan remaja perlu diperhatikan karena pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktivitas juga meningkat (Arisman, 2010). Jika berbagai aktivitas dan pertumbuhan meningkat tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang cukup maka tubuh akan mengalami masalah gizi (malnutrisi) (Arisman, 2010). Hasil penelitian Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi. Sama halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang menyebutkan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi.

Faktor lain yang berhubungan adalah aktivitas fisik. WHO (2010) mendefinisikan aktivitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik (kurang aktivitas fisik) telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama keempat untuk kematian global (6% dari kematian global). Berdasarkan Riskedas 2013, diketahui proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan presentase 44,2% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa ada hubungan


(25)

antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian gizi lebih pada remaja (Aini, 2013).

Berdasarkan fakta yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Pada remaja terjadi perkembangan dan pertumbuhan yang cepat. Pada masa ini terjadi banyak perubahan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa muda. Perubahan yang terjadi antara lain secara biologis, seksual maupun psikolois. Salah satu masalah yang sering terjadi pada remaja adalah body image. Body image pada remaja akan berdampak pada masalah gizi remaja tersebut. Masalah gizi pada remaja perlu dihindari karena berdampak pada masalah gizi ketika dewasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja di antaranya body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih besar di SMAN 63 Jakarta dibanding angka kekurusan dan kegemukan nasional provinsi DKI Jakarta pada kelompok umur 16-18 tahun. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.


(26)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

2. Bagaimana gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

5. Apakah ada hubungan body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

6. Apakah ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

7. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015?

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015


(27)

2. Diketahuinya gambaran body image siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

3. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

4. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

5. Diketahui adanya hubungan body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

6. Diketahui adanya hubungan pola konsumsi dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

7. Diketahui adanya hubungan aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga siswi dapat melakukan tindakan dalam mengoptimalkan status gizi mereka.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar bagi pihak Dinas Kesehatan dalam mengupayakan kegiatan guna mengoptimalkan status gizi remaja.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status gizi pada remaja SMAN 63 Jakarta, sehingga pihak sekolah


(28)

dapat melakukan upaya dalam menghadapi masalah tersebut serta dapat memberikan edukasi gizi yang berkaitan dengan status gizi remaja.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan status gizi remaja.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik terhadap status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 dan direncanakan akan selesai pada bulan Juli 2015 menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Data primer dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner, lembar food recall 1x24 jam selama tiga hari dan melakukan pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan). Analisis data yang digunakan adalah analisis chi square.


(29)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian dan kerangka teori penelitian. Pada bab tinjauan pustaka menjelaskan definisi remaja, status gizi remaja dan kebutuhan gizi remaja, penilaian status gizi, penilaian konsumsi makanan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu jenis kelamin, pola konsumsi, body image, status merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini, penyakit infeksi, dan aktivitas fisik.

A.Remaja

1. Definisi Remaja

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2013), remaja adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Berdasarkan World Health Organization (WHO), remaja adalah orang-orang yang berusia antara 10-19 tahun. Sedangkan berdasarkan UNICEF (2010), remaja adalah masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan untuk menelusuri risiko dan kerentanan, serta menuntun potensi yang ada dalam diri mereka. Berdasarkan UNICEF, remaja dibagi menjadi dua kategori, yakni remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir (15-19 tahun). Remaja mengalami perkembangan, biologik, psikologik, dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai


(30)

dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda. Banyak penyakit serius di masa dewasa yang berasal dari masa remaja, misalnya penggunaan tembakau, infeksi menular seksual, kebiasaan makan dan olahraha yang buruk. Hal ini menyebabkan penyakit ataupun kematian dini di kemudian hari (WHO, 2010). Berdasarkan Brown (2013), masa remaja terbagi atas tiga fase menurut perkembangan psikososialnya, yaitu:

1. Remaja muda (young adolescence) pada usia 10-14 tahun 2. Remaja menengah (middle adolescence) pada usia 15-17 tahun 3. Remaja akhir (late adolescence) pada usia 18-21 tahun

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara dramatis dalam siklus kehidupan. Masa remaja juga merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Menstruasi dan perubahan tinggi badan relatif terhadap perkembangan karakteristik seksual sekunder yang terjadi pada remaja putri selama masa pubertas, seperti perkembangan payudara, rambut kemaluan halus dan menarche. Menarche merupakan salah satu perkembangan reproduksi yang dipengaruhi oleh status gizi. Menarche dapat tertunda pada atlet yang sangat kompetitif atau remaja putri yang sangat membatasi asupan kalori mereka untuk membatasi lemak tubuh (Brown, 2013)

Selama masa remaja terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai moral dan etika, perasaan harga diri. Pengembangan body image dan kesadaran peningkatan seksualitas masalah psikososial yang terjadi pada


(31)

periode remaja. Perubahan pada bentuk tubuh dan ukuran tubuh menyebabkan banyak ambivalensi di kalangan remaja, yang mengarah ke pengembangan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan (Brown, 2013). Adanya ketertarikan dengan lawan jenis juga merupakan salah satu motivasi remaja putri untuk menjadi lebih kurus, sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki body image negatif. Terlebih lagi adanya majalah fashion wanita yang menonjolkan tipe ideal wanita yang sangak kurus. Hal ini dapat menyebabkan mereka kecewa dengan bentuk tubuh mereka dan berakhir pada ketidakpuasan terhadap body image mereka. Untuk mengejar bentuk tubuh tersebut, remaja putri melakukan diet dan upaya lainnya, yang akhirnya berdampak pada gejala eating disorder (Cash dan Linda, 2011).

Pengaruh teman sebaya sangat kuat selama masa remaja. kebutuhan untuk menyesuaikan diri dapat mempengaruhi asupan gizi di kalangan remaja. remaja mengekspresikan kemampuan dan kesediaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dengan mengadopsi pemilihan makanan dan membuat pilihan makanan berdasarkan pengaruh teman sebaya, misalnya pemilihan makanan junk food (Brown, 2013).

2. Status Gizi Remaja

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi biologis, seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno,


(32)

2009). Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar dilihat dari sisi biologis, emosional, sosial dan kognitif dari masa anak-anak menuju dewasa. Pertumbuhan fisik dan perkembangan pada remaja menaikkan kebutuhan energi, protein, vitamin dan mineral (Brown, 2013).

a. Sangat Kurus dan Kurus

Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier, 2009). Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) dapat menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, dan perilaku.

b. Overweight dan Obesitas

Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimpulkan efek toksik atau membahayakan (Almatsier, 2009). Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu (Almatsier, 2009).

3. Kebutuhan Gizi Remaja

Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi adekuat (Almatsier, 2009). Kecukupan gizi yang dianjurkan bagi remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(33)

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi (Laki-laki) 10-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 tahun 19-29 tahun

Energi 2100 kkal 2575 kkal 2675 kkal 2725 kkal

Karbohidrat 289 gram 340 gram 368 gram 375 kkal

Protein 56 gram 72 gram 66 gram 62 kkal

Lemak 70 gram 83 gram 89 gram 91 gram

Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014

Tabel 2.2

Angka Kecukupan Gizi untuk Remaja Laki-Laki Per Orang Per Hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi (Perempuan) 10-12 Tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun

Energi 2000 kkal 2125 kkal 2125 kkal 2250 kkal

Karbohidrat 275 gram 292 gram 292 gram 309 gram

Protein 60 gram 69 gram 59 gram 56 gram

Lemak 67 gram 71 gram 71 gram 75 gram

Sumber: Direktorat Bina Gizi, 2014

B. Penilaian Status Gizi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks Massa Tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan tinggi badan yang dikuadratkan, seperti pada rumus berikut:

IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)


(34)

Indeks IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes, 2011):

Tabel 2.3 Kategori IMT/U

Ambang Batas (Z-score) Kategori Status Gizi

< -3 SD Sangat kurus

-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus

-2 SD sampai dengan 1 SD Normal

>1 SD samapi dengan 2 SD Gemuk

>2 SD Obesitas

Sumber : Kemenkes (2011)

C. Penilaian Konsumsi Makanan 1. Metode Food Recall 24 Jam

Dalam metode recall 24 jam, subyek dan orang tua atau pengasuh mereka diminta oleh ahli gizi, yang telah dilatih dalam teknik wawancara, mengingat asupan makanan yang tepat subjek dalam 24 jam atau hari sebelumnya. Untuk membantu mengingat banyaknya makanan, maka digunakannya food model atau ukuran porsi. Asupan nutrisi dapat dihitung dengan data komposisi bahan makanan. Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang telah berlalu, pencatatan di deskripsikan secara mendetail, dan sebaiknya dilakukan berulang pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Gibson, 2005).

2. Metode Estimati Pencatatan Makan (Estimated Food Records)

Metode ini adalah metode mencatat semua makanan dan minuman termasuk snack yang telah dimakan dari periode 1 sampai 7 hari,


(35)

digunakan untuk mengukur asupan di rumah tangga dan asupan makan individu sehari-hari. Asupan nutrisi dapat dikur dengan menggunakan data komposisi makanan. Pengukuran bergantung pada hari saat dilakukannya pencatatan (Gibson, 2005).

3. Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionnaire)

Kuesioner frekuensi makan menggunakan daftar makanan yang spesifik untuk mencatat asupan makanan selama periode waktu tertentu (hari, minggu, bulan, tahun). Pencatatan ini menggunakan interview atau kuesioner yang diisi sendiri. Kuesioner dapat berupa semi kuantitatif, ketika subjek menanyakan ukuran porsi yang digunakan setiap makanan, dengan atau tanpa menggunakan food model (Gibson, 2005).

D. Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi 1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang ditentukan sejak lahir dan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan kebutuhan gizi seseorang. Status gizi gemuk (obesitas dan overweight) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Menurut Brown (2013), pria lebih banyak membutuhkan energi dan protein daripada wanita. Hal ini disebabkan pria lebih banyak melakukan aktivitas fisik dibandingkan wanita. Walaupun penambahan lemak pada wanita termasuk normal dan proses fisiologis yang penting, remaja putri biasanya memandang secara negatif (Brown, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Zarei (2014) dengan analisis uji chi-square menemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dan jenis


(36)

kelamin. Secara signifikan lebih banyak perempuan yang mengalami status gizi lebih dan obesitas daripada laki-laki.

2. Pola Konsumsi

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2009). Konsumsi makanan dan zat gizi yang cukup berperan penting bagi anak usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal (Brown, 2013).

Pada masa remaja terjadi perubahan biologis, emosional, sosial dan kognitif. Perubahan ini berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami remaja secara dramatis menaikkan kebutuhan akan zat gizi (Brown, 2013). Energi dibutuhkan remaja untuk aktivitas fisik, Basal Metabolic Rate (BMR) dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas (Brown, 2013).

Hasil penelitian Zarei (2014) menunjukkan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan asupan makanan. Hasil penelitian Masdrawati dan Hidayati S (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi. Sama halnya dengan penelitian Sumardilah dkk (2010) yang menyebutkan ada hubungan antara konsumsi energi dan protein dengan status gizi.


(37)

a. Konsumsi Energi

Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan aktivitas, pertumbuhan, dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Energi dibutukan remaja untuk aktivitas fisik, BMR dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan selama pubertas. Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesar serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, selain aktivitas yang tinggi (Brown, 2013). Energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Karbohidrat menyumbang sebesar 4,1 kkal/g, sedangkan lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87 kkal/g dan 5,65 kkal/g (Almatsier, 2009).

Sejalan dengan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara energi dengan status gizi. Kekurangan asupan energi jika berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan kekurangan gizi (Gibney, 2008). Namun jika konsumsi energi secara berlebihan, maka dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan jika terus berlanjut akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). Berdasarkan penelitian Muchlisa (2013), diketahui adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi, apabila asupan energi seseorang rendah maka ia


(38)

akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status gizi kurus.

b. Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama. Di dalam tubuh, karbohidrat akan dibakar untuk menghasilkan tenaga atau panas. Satu gram karbohidrat akan menghasilkan empat kalori. Menurut besarnya molekul karbohidrat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: monosakarida, disakarida, dan polisakarida (Almatsier, 2009).

Makanan kaya karbohidrat seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan juga merupakan sumber utama serat makanan. Syarat mutlak untuk asupan karbohidrat kalangan remaja belum ditetapkan. Sebagai gantinya, direkomendasikan bahwa 50% atau lebih dari total kalori harian harus berasal dari karbohidrat, dengan tidak lebih dari 10% kalori berasal dari pemanis, seperti sukrosa dan sirup jagung tinggi fruktosa (Brown, 2013). Hasil penelitian Restiani (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak dialami oleh responden yang asupan karbohidratnya berlebih, dibandingkan dengan responden yang asupan karbohidratnya tidak berlebih.

c. Konsumsi Protein

Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai- rantai panjang asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida


(39)

(Almatsier, 2010). Pangan sumber protein hewani meliputi daging, telur, susu, ikan, seafood dan hasil olahnya. Pangan sumber protein nabati maliputi kedele, kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu protein hewani lebih baik dibanding protein nabati (Hardinsyah dkk, 2012).

Kebutuhan protein pada remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperlukan untuk mempertahankan massa tubuh tanpa lemak, ditambah jumlah yang diperlukan untuk tambahan massa tubuh tanpa lemak selama pertumbuhan remaja. Sama halnya dengan energi, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh asupan protein. Ketika asupan protein tidak cukup, maka akan terjadi penurunan pertumbuhan, keterlambatan maturasi seksual, dan berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa lemak (Brown, 2013).

Terdapat hubungan yang signifikan antara protein dengan status gizi. Jika konsumsi protein yang diperoleh dari makanan memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan, maka akan diperoleh status gizi yang baik (Amelia, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui ada hubungan yang signifikan antara protein dengan status gizi.

d. Konsumsi Lemak

Lemak meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut


(40)

nonpolat, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzena (Almatsier, 2009).

Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown, 2013). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging, dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali adpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Muchlisa dkk (2013) diketahui ada hubungan yang signifikan antara lemak dengan status gizi. Hasil penelitian Restiani (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi, dimana status gizi lebih lebih banyak dialami oleh responden yang asupan lemaknya berlebih.

3. Body Image

Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang negatif (Germov & Williams, 2005). Menurut WHO (2005), remaja sensitif tentang body image dan remaja obesitas sangat rentan terhadap diskriminasi sosial. Body image, dan gangguannya, adalah penentu


(41)

penting dari praktek diet dan risiko gizi pada remaja, khususnya di kalangan perempuan.

Hasil penelitian Kusumajaya, dkk (2007) menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta status gizinya. Body image penting pada masa remaja. Masa remaja menengah (middle adolescence) akan selalu berusaha untuk meningkatkan perhatian terhadap bentuk tubuhnya dengan melakukan sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik, namun menginginkan hasil yang cepat (Tarwoto, 2010). Dorongan psikologis seperti body image dapat mempengaruhi remaja dalam menentukan pola makannya yang dapat berpengaruh pada kecukupan makronutrien dan mikronutrien remaja (WHO, 2005).

Prevalensi proporsional remaja dengan status gizi di kisaran kelebihan berat badan akan menyebabkan peningkatan citra tubuh negatif. Namun, ketika persepsi berat badan diperiksa lebih dalam, ternyata tidak hanya remaja underweight yang tidak menganggap diri mereka sebagai kurus, tetapi juga bahwa mereka yang mengalami kelebihan berat badan, terlepas dari status gizi yang sebenarnya (Cheung, 2007). Penelitian yang dilakukan di Bukittinggi juga menunjukkan bahwa sebanyak 55,8% dari 156 remaja putri mengalami distorsi citra tubuh (Santy, 2006).

Ketidakpuasan body image lebih tinggi pada kelompok yang diklasifikasikan sebagai status gizi lebih dan obesitas (Laus, 2013). Sejalan dengan hasil penelitian Mendoca (2014) yang menyebutkan bahwa remaja dengan status gizi lebih dan obesitas memiliki


(42)

ketidakpuasan body image yang lebih tinggi, terutama perempuan. Penelitian Dieny (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara body

image dengan status gizi, semakin tinggi kepuasan body image maka status gizinya semakin rendah.

4. Status Merokok

Berdasarkan data Riskesdas diketahui bahwa prevalensi perokok di Indonesia mengalami peningkatan.. Pada Riskesdas 2007, prevalensi perokok di Indonesia sebesar 29,2% dan mengalami peningkatan menjadi 34,7% dalam Riskesdas 2010. Proporsi perokok di Indonesia lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010).

Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku merokok adalah keyakinan bahwa remaja memiliki persepsi bahwa merokok sebagai metode pengendalian berat badan (Rochman, 2013). Rokok yang dikonsumsi oleh remaja dapat mengurangi nafsu makan, menyempitkan pembuluh darah jantung dan saluran cerna sehingga mengganggu proses penyerapan (Arisman, 2010). Hasil penelitian Rochman (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan status gizi remaja. Chiolero dkk (2008) menjelaskan bahwa efek merokok terhadap berat badan adalah dapat menyebabkan penurunan berat badan dengan cara meningkatkan laju metabolisme, mengurangi efisiensi metabolisme, dan dengan menurunkan penyerapan energi atau penurunan nafsu makan.


(43)

Penelitian Huq (2011) menunjukkan bahwa perokok ringan dan berat secara signifikan lebih mungkin untuk terlibat dalam pembatasan makanan yang tidak sehat bila dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil penelitian Huq (2011) juga menunjukkah bahwa perokok remaja terlibat dalam perilaku yang lebih diet ketat dan mungkin juga memiliki harapan yang kuat tentang peran merokok dalam membantu mengontrol berat badan.

5. Konsumsi Alkohol

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, secara nasional prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir sebesar 4,6% sedangkan yang masih minum alkohol dalam satu bulan terakhir seebesak 3,0%. Prevalensi peminum alkohol 12 terakhir dan satu bulan terakhir mulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun, yakni sebesar 5,5% dan 3,5%, kemudian meningkat pada umur 25-34 tahun, yaitu sebesar 6,7% dan 4,3%. Namun selanjutnya prevalensi menurun dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2007).

Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa faktor gaya hidup mrokok pada remaja berhubungan dengan kejadian status gizi. Konsumsi alkohol selama masa remaja memiliki banyak bahaya kesehatan sosial, serta sangat terkait dengan berbagai perilaku berisiko kesehatan. Konsekuensi dari penggunaan alkohol selama masa remaja pada status gizi, khususnya pertumbuhan dan status berat badan sebagian besar belum diketahui pada saat ini (Naude, 2011). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mempengaruhi status gizi siswa remaja (Ibe, 2010).


(44)

Konsumsi alkohol dapat memperparah masalah keseimbangan energi positif dalam asupan makanan sehingga dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan (Naude, 2011). Remaja perempuan yang mengkonsumsi alkohol mengalami peningkatan risiko overweight atau obesitas dibandingkan dengan remaja perempuan yang tidak mengkonsumsi alkohol (Naude, 2011). Konsumsi alkohol meningkatkan tingkat metabolisme secara signifikan, sehingga menyebabkan lebih banyak kalori yang akan dibakar daripada disimpan dalam tubuh sebagai lemak (Alatola et al, 2008).

Penggunaan alkohol berat dapat mempengaruhi asupan energi total dengan berbagai cara. Pertama, jika energi alkohol menggantikan energi makanan (sehingga tidak ada perubahan dalam asupan total energi) dan kualitas makanan berkurang, dengan asupan miskin makro esensial dan mikronutrien, meskipun kebutuhan energi dapat dipenuhi. Kekurangan gizi ini meningkatkan risiko kekurangan gizi, yang dapat meningkatkan risiko untuk stunting. Kedua, penggunaan alkohol berat dapat menyebabkan penurunan yang signifikan asupan makanan dengan energi dari alkohol tidak seimbang untuk kerugian total asupan energi makanan. Energi dan gizi asupan yang tidak memadai pada remaja mengakibatkan underweight. Ketiga, alkohol mengakibatkan peningkatan konsumsi energi total sehingga meningkatkan risiko untuk overweight dan obesitas (Naude, 2011; Onis, 2007).


(45)

6. Kehamilan Dini

Data BKKBN menunjukkan, tingkat kehamilan pada usia remaja mencapai 18.582 kasus pada tahun 2008 (BKKBN, 2009).Semua remaja hamil dianggap sebagai kelompok berisiko (Ozunlu, 2013). Kehamilan dini mengakibatkan risiko ibu dan anak karena persaingan dalam mendapatkan asupan energi dan nutrisi lainnya, dan juga karena kondisi fisiologis ibu yang belum matang dikarenakan ibu masih tergolong muda. Selain itu, semakin kurang gizi dan stunting ibu, dan semakin tidak matang usianya, maka semakin pula risikonya (WHO, 2005). Berdasarkan WHO (2005) diketahui bahwa kehamilan dini pada remaja berhubungan dengan kejadian malnutrisi. Tidak banyak penelitian telah dilakukan pada status gizi remaja hamil dan efeknya pada hasil kehamilan. Namun, pada beberapa studi yang terbatas dilakukan di Nepal dan India menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang di kalangan remaja hamil (WHO, 2006).

Masa remaja adalah masa lonjakan pertumbuhan di mana kebutuhan nutrisi sangat meningkat. Kehamilan usia dini tidak jarang menyebabkan tindakan aborsi tidak aman yang dapat mengancam nyawa ibu dan anak yang di kandung (Dewi dan Lubis, 2012). Ketika ibu muda masih terus berkembang, ada persaingan dengan janin untuk mendapatkan energi dan nutrisi lainnya dari makanan yang dimakan. Sehingga remaja yang masih tumbuh tinggi memiliki bayi yang lebih kecil daripada remaja yang pertumbuhan telah berhenti (WHO, 2005).


(46)

Selain itu, remaja yang mengalami kehamilan dini berada pada risiko yang lebih tinggi dalam melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dibandingkan dengan ibu dewasa. Kehamilan dikalangan remaja mengakibatkan beberapa dampak negatif lainnya, misalnya terjadi peningkatan kasus aborsi dan komplikasi kehamilan dan persalinan berupa pendarahan, keracunan kehamilan, persalinan macet, persalinan dengan tindakan dan bisa berujung pada kematian ibu. Bayi yang dilahirkan pun berisiko tinggi untuk mengalami BBLR, gangguan pertumbuhan janin (IUGR), cacat dan kematian (Arisman, 2010). Oleh karena itu, kehamilan remaja harus dicegah atau kenaikan berat badan yang memadai harus dipastikan karena anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah rentan terhadap pertumbuhan terhambat, tantangan kognitif dan penyakit kronis di kemudian hari (Taiwo, 2014).

7. Penyakit Infeksi

Penyakit dan infeksi meningkatkan kebutuhan gizi tubuh, sementara kekurangan gizi melemahkan kemampuan tubuh untuk memetabolisme dan menyerap nutrisi, sehingga menciptakan lingkaran setan infeksi dan kekurangan gizi, kesehatan memburuk, dan kadang-kadang kematian (WHO, 2005). Remaja kurang rentan terhadap infeksi daripada mereka yang berusia muda (bayi dan balita) (WHO, 2005).

Infeksi sebagai faktor malnutrisi mungkin relatif kurang penting pada remaja dibandingkan balita (WHO, 2005). Isu-isu gizi utama infeksi HIV adalah hubungan timbal balik antara status gizi dan perkembangan penyakit. Malnutrisi dapat memiliki efek buruk pada morbiditas,


(47)

mortalitas dan kualitas hidup, terlepas dari disfungsi kekebalan tubuh akibat infeksi HIV itu sendiri. Asupan gizi makro dari penderita Tuberkulosis Paru masih sangat kurang yang akan berpengaruh pada peningkatan kesembuhan dan status gizi penderita adanya peningkatan asupan makanan pada penderita Tuberkulosis paru akan meningkatkan status gizi (Hizira, 2008).

8. Aktivitas Fisik

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerak/aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik pada remaja dapat mempunyai hubungan dengan peningkatan rasa percaya diri, self-concept, dan rasa cemas dan stress yang rendah (Brown, 2013).

Berdasarkan Riskedas 2013, diketahui proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan presentasi 44,2% (Riskesdas, 2013). Menurut Brown (2013), aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan tingkatan olahraga sedang sampai berat. aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari.

Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang,


(48)

sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Oleh karena itu jika asupan energi berlebih tanpa diimbangi aktivitas fisik yang seimbang maka seseorang remaja mudah mengalami kegemukan. Perubahan pada massa lemak tubuh dapat dicegah dengan melakukan aktivitas fisik (Brown, 2013).

Berdasarkan penelitian Aini (2013), diketahui bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko kejadian status gizi lebih pada remaja. Sama halnya dengan hasil penelitian Darmadi (2012) yang menunjukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, di mana semakin rendah aktivitas fisik, maka semakin besar resiko kejadian status gizi lebih.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori ini menggunakan gabungan teori dan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab tinjauan pustaka. Menurut Moreno (2008), status gizi dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas fisik, penyakit infeksi. Menurut WHO (2005), status gizi dipengaruhi oleh pola konsumsi. Menurut hasil penelitian Darmadi (2012) status gizi dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Menurut hasil penelitian Mendoca (2014) status gizi berhubungan dengan body image.Menurut hasil penelitian Zarei (2014) status gizi dipengaruhi oleh jenis kelamin, asupan makanan dan body image.


(49)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Adaptasi dari Moreno (2008), WHO (2005), Zarei (2014), Mendoca (2014), (Naude, 2011), dan Darmadi (2013)

Jenis Kelamin

Pola Konsumsi - Asupan energi,

- Asupan

karbohidrat, - Asupan protein, - Asupan lemak

Body Image

Status Merokok

Konsumsi Alkohol

Kehamilan Dini

Penyakit Infeksi

Aktivitas Fisik

Status Gizi


(50)

33 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan body image, pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi siswi SMAN 63 Jakarta tahun 2015. Variabel dependen yang diteliti pada penelitian ini adalah status gizi, dan variabel independen yang diteliti adalah body image, pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dan aktivitas fisik. Alasan meneliti variabel body image adalah dikarenakan adalah masalah body image sering terjadi pada remaja, terutama kategori remaja pertengahan (middle adolescence). Remaja yang mengalami distorsi tubuh memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami status gizi kurus. Variabel pola konsumsi diteliti karena pola konsumsi berpengaruh terhadap status gizi seseorang dan remaja masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan, jika tidak diimbangi dengan masukan zat gizi yang cukup maka tubuh akan mengalami masalah status gizi. Asupan gizi yang berlebihan dapat menyebabkan status gizi lebih dan asupan yang kurang dari kebutuhan menyebabkan status gizi kurang. Variabel aktivitas fisik diteliti karena aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi. Remaja yang kurang melakukan aktifitas fisik sehari–hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Jika aktivitas fisik yang dilakukan rendah, maka risiko kejadian gizi lebih juga lebih tinggi.


(51)

Ada beberapa variabel independen yang berpengaruh terhadap status gizi namun tidak diteliti dikarenakan adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut antara lain variabel jenis kelamin, merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi. Variabel jenis kelamin tidak diteliti karena semua responden pada penelitian ini adalah perempuan sehingga variabel jenis kelamin homogen, variabel merokok, konsumsi alkohol, kehamilan dini dan penyakit infeksi tidak diteliti karena merupakan kriteria sample eksklusi penelitian.


(52)

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 3.1 Kerangka Teori

Body Image

Asupan Energi

Status Gizi Remaja

Asupan Karbohidrat

Asupan Protein

Asupan Lemak


(53)

3.2.Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Nama Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Variabel Dependen

1 Status Gizi Keadaan gizi saat pengukuran dilakukan

berdasarkan indeks

antropometri (IMT/U) yang dibagi ke dalam beberapa kategori

Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan Berat badan: Timbangan injak digital Tinggi badan: Microtoise Pedoman NCHS

0. Status gizi kurang 1. Status gizi

normal 2. Status gizi

lebih

Ordinal

Variabel Independen

1 Body Image Persepsi responden mengenai gambaran citra tubuhnya

Kuesioner Kuesioner Body Shape

Questionnaire (BSQ)

0. Body image negatif 1. Body image

positif

(Di Pietro M, 2008)

Ordinal

2 Tingkat asupan energi

Asupan energi yang didapatkan dari rata-rata konsumsi energi dalam makanan dan minuman

yang dikonsumsi

responden selama tiga hari dibandingkan dengan AKG

Wawancara Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari

(Gibson, 2005)

0. Kurang (<70% AKG) 1. Cukup (≥70 %

AKG)

(Balitbangkes, 2010)

Ordinal

3 Tingkat asupan karbohidrat

Asupan karbohidrat yang didapatkan dari rata-rata konsumsi karbohidrat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Wawancara Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)

0. Kurang dari Anjuran 1. Lebih dari

Anjuran 2. Sesuai anjuran

(Almatsier, 2010)


(54)

No. Nama Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

responden selama tiga

hari berdasarkan

anjuran kebutuhan normal karbohidrat 4 Tingkat

asupan protein

Asupan protein yang didapatkan dari rata-rata konsumsi protein dalam makanan dan minuman

yang dikonsumsi

responden selama tiga

hari berdasarkan

anjuran kebutuhan normal protein.

Wawancara Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)

0. Kurang dari Anjuran 1. Sesuai

anjuran 0. Lebih dari

Anjuran

(Almatsier, 2010)

Ordinal

5 Tingkat asupan lemak

Asupan lemak yang didapatkan dari rata-rata konsumsi lemak dalam makanan dan minuman

yang dikonsumsi

responden selama tiga

hari berdasarkan

anjuran kebutuhan normal lemak.

Wawancara Food recall 1x24 jam nonconsecutive selama 3 hari (Gibson, 2005)

0. Kurang dari Anjuran 1. Sesuai

anjuran 2. Lebih dari

Anjuran

(Almatsier, 2010)

Ordinal

6 Aktivitas fisik

Setiap gerakan tubuh

yang dilakukan

responden selama

seminggu terakhir berdasarkan

perhitungan MET

menit/minggu dan

dibagi ke dalam

kategori ringan, sedang dan berat

Wawancara Kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

0. Aktivitas berat

(≥1500 METs -min/minggu) 1. Aktivitas ringan (<600METs-min/minggu) 2. Aktivitas

sedang (600 – 1500 METs-min/minggu

(Patterson, 2011)


(55)

3.3.Hipotesis

1. Adanya hubungan antara body image dengan dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

2. Adanya hubungan antara pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

3. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi siswi di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015


(56)

39 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi epidemiologi dengan desain penelitian cross sectional, yaitu data yang mengangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Variabel dependen yang diteliti adalah status gizi, sedangkan variabel independen yang diteliti adalah body image, dan pola konsumsi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dan aktivitas fisik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 63 Jakarta pada bulan Januari 2014 sampai bulan Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 63 Jakarta yang berjumlah 370 siswi.

Kriteria inklusi dari penelitian yaitu:

a. Siswi yang masih terdaftar sebagai siswi aktif, hadir saat pengambilan data dilaksanakan dan berada pada kelas X dan XI.


(57)

Kriteria eksklusi penelitian yaitu: a. Siswi yang merokok.

b. Siswi yang dalam masa kehamilan pada saat penelitian dilaksanakan. c. Siswi yang mengkonsumsi alkohol.

d. Siswi yang sakit saat penelitian dilaksanakan.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 63 Jakarta yang masih aktif kelas X dan XI tahun ajaran 2014/2015.

3. Perhitungan Sampel

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan menggunakan uji hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998):

n = Jumlah sampel

Z1- α /2 = Derajat Kepercayaan pada α = 5% (Z score = 1,96) Z1-β = Kekuatan uji yang akan diukur β = 10%

P1 = Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body

image positif

P2 = Proporsi responden mengalami gizi lebih dengan body image negatif

1 2

2

2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 / 1 P P P P P P Z P P Z n           


(58)

Tabel 4.1

Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya

Variabel Independen P1 P2 ∑Sampel Sumber

Pola konsumsi 0,95 0,158 7 Restiani, 2012

Body image 0,462 0,097 37 Afini, 2013

Aktivitas fisik 0,496 0,092 30 Sada, 2012

Berdasarkan hasil perhitungan rumus di atas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Angka tersebut dilaklikan dua untuk mendapatkan jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan adalah 74 orang. Peneliti menambahkan jumlah sampel sekitar 10% untuk mengantisipasi kuesioner tidak dikembalikan atau responden drop out, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini menjadi 82 orang, kemudian dibulatkan menjadi 85 orang.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan probability sampling dengan teknik

simple random sampling dalam pengambilan sampel. Penggunaan simple random sampling karena setiap subjek di lokasi penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Apabila terdapat responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi maka peneliti akan mengganti dengan responden yang lainnya dipilih berdasarkan absen selanjutnya.

Pertama peneliti mengurus perizinan ke sekolah terkait yang dipilih sebagai tempat penelitian, kemudian peneliti menyusun frame sampling


(59)

berdasarkan absen sekolah yang telah diminta sebelumnya. Peneliti mengocok secara acak berdasarkan jumlah sampel yang diperlukan, yaitu sebanyak 85 siswi. Nama-nama dari absen tersebut yang telah terpilih kemudian akan dipanggil dan diminta kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilakukan..

D. Pengumpulan Data 1. Jenis Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden yang dipilih sebelumnya melalui perhitungan sampel dan telah diminta kesediaannya dalam melakukan pengisian kuesioner. Data primer terdiri dari beberapa hal terkait variabel-variabel yang diteliti seperti variabel body image, pola konsumsi, aktivitas fisik.

Peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan pengukuran antropometri terkait variabel status gizi, yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk mendapatkan data status gizi.

2. Metode Pengumpulan Data a. Variabel Status Gizi

1. Instrumen: Data status gizi diperoleh dari pengukuran antropometri terhadap responden. Berat badan diukur dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.


(60)

2. Cara ukur: Responden melakukan penimbangan berat badan dengan pekaian seminimal mungkin. Responden melepas alas kaki dan melepas barang yang tergolong berat yang melekat pada tubuh. Posisi responde tegak dengan pandangan lurus ke arah depan. Kedua tangan bergantung di sisi tubuh. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan melepas alas kaki dan berdiri tegak lurus. Kedua tangan tergantung pada sisi tubuh dan pandangan lurus ke depan, sedangkan tumit menyentuh sisi dinding. Antropometri responden berdasarkan IMT menurut umur sesuai dengan standa Depkes RI tahun 2010. Kemudian data IMT menurut umur akan diintrepretasikan ke dalam bentuk standar deviasi (SD).

3. Hasil ukur: Status gizi kurang, status gizi normal, dan status gizi lebih.

b. Variabel Pola Konsumsi

1. Instrumen: Pengukuran pola konsumsi dilakukan dengan lembar food recall 1x24 jam berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Untuk validitas dan reliabilitas lembar food recall ini telah diuji oleh kementerian kesehatan sehingga dapat digunakan.

2. Cara ukur: Pengumpulan data pola konsumsi dilakukan selama tiga hari, yakni hari weekday dan weekend. Peneliti menanyakan makanan yang dimakan serta diminum responden dalam Ukuran Rumah Tangga (URT). Peneliti menggunakan bantuan food model dalam memperkirakan ukuran berat dan takaran makanan minuman


(61)

yang responden konsumsi. Data pola konsumsi berupa asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak diperoleh dari food recall 1x24 jam selama tiga hari. Hasilnya kemudian di rata-ratakan dan dikonversi ke dalam bentuk satuan gizi. Pengonversian ini dilakukan dengan software nutisoft.

Ada empat tahap dalam wawancara recall. Pada tahap pertama, peneliti menanyakan daftar lengkap dari semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama hari sebelumnya Pada tahap kedua, peneliti merinci masing-masing makanan dan minuman yang dikonsumsi, termasuk cara memasak dan merek makanan dan minuman. Kemudian, peneliti menanyakan perkiraan jumlah setiap item makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan bantuan foto dan food model sebagai alat bantu memori atau untuk membantu responden dalam menilai ukuran porsi makanan yang dikonsumsi. Pada tahap empat, recall ditinjau ulang untuk memastikan bahwa semua item, termasuk penggunaan suplemen vitamin dan mineral, telah dicatat dengan benar (Gibson, 2005)

3. Hasil ukur: energi kurang jika <70% AKG cukup ≥70 % AKG, karbohidrat kurang dari anjuran jika <60%, karbohidrat sesuai anjuran jika dalam rentang 60-75% dari total energi, dan karbohidrat lebih dari anjuran >75% dari total energi; protein kurang dari anjuran jika <10%, protein sesuai anjuran jika dalam rentang 10-15% dari total energi, dan protein lebih dari anjuran


(62)

>15% dari total energi; lemak kurang dari anjuran jika <10%, lemak sesuai anjuran jika dalam rentang 10-25% dari total energi, dan lemak lebih dari anjuran >25% dari total energi.

c. Variabel Aktivitas Fisik

1. Instrumen: Data aktivitas fisik diperoleh melalui International Physical Activity Questionnair (IPAQ) short form yang terdiri dari 7 butir pertanyaan. Pada tesis Hastuti (2013), IPAQ menunjukkan validitas dan realibilitas yang baik dan memungkinkan merinci kegiatan seperti berjalan, intensitas sedang dan aktivitas fisik intensitas berat. Ini mendukung penggunaan IPAQ untuk mengukur tingkat aktivitas fisik.

2. Cara ukur: Variabel aktivitas fisik diukur berdasarkan kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan responden selama seminggu terakhir. Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas fisik berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian Basal Metabolic Rate dan MET-menit merupakan hasil dari perhitungan dengan mengalikan skor MET dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai MET untuk berjalan adalah 3.3, aktivitas sedang adalah 4.0, dan aktivitas berat adalah 8.0 (IPAQ, 2005).


(63)

Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas berat (METs x durasi x frekuensi).

3. Hasil ukur: Hasil ukur variabel aktivitas fisik dikategorikan menjadi aktivitas berat (>1500 METs-min/minggu), aktivitas sedang (600 – 1500 METs-min/minggu, dan aktivitas ringan (<600METs-min/minggu).

d. Variabel Citra Tubuh

1. Instrumen: Data citra tubuh diperoleh dari kuesioner Body Shape

Questionnaire (BSQ) short version yang terdiri dari 16 butir pertanyaan. Hasil tesis Hastuti (2013) mendukung bahwa intrumen

Body Shape Questionnaire (BSQ) valid dalam menilai menilai persepsi tubuh pada orang dewasa Indonesia. Kuesioner BSQ dengan 16 butir pertanyaan menunjukkan nilai realibilitas yang tinggi (Hastuti, 2013). Sama halnya pada penelitian Conti (2009) yang menyebutkan bahwa kuseioner BSQ memiliki hasil yang baik, sehingga memberikan bukti validitas dan reliabilitasnya dan dianjurkan untuk evaluasi sikap citra tubuh di kalangan remaja 2. Cara ukur: Variabel citra tubuh diukur berdasarkan persepsi

responden erhadap citra tubuhnya menggunakan kuesioner.

3. Hasil ukur: Variabel body image dikategorikan menjadi mengalami body image positif (skor <38) dan body image negatif (skor ≥38) .


(1)

Crosstab

StatusGizi

Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih

KarboKat Kurang dari Anjuran

Count 7 6 1 14

% within KarboKat 50.0% 42.9% 7.1% 100.0%

Sesuai Anjuran Count 5 35 9 49

% within KarboKat 10.2% 71.4% 18.4% 100.0%

Lebih dari Anjuran

Count 3 9 10 22

% within KarboKat 13.6% 40.9% 45.5% 100.0%

Total Count 15 50 20 85

% within KarboKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 19.820a 4 .001

Likelihood Ratio 17.136 4 .002

Linear-by-Linear Association 10.780 1 .001

N of Valid Cases 85

a. 3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,47.

Analisis

Multinomial Logistic Regression

Parameter Estimates

StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)

95% Confidence Interval for Exp(B)

Lower Bound Upper Bound

Gizi Kurang

Intercept -1.204 .658 3.345 1 .067

[KarboKat=0] 3.150 1.255 6.295 1 .012 23.333 1.992 273.294

[KarboKat=1] .616 .863 .510 1 .475 1.852 .341 10.047

[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .

Normal Intercept -.105 .459 .053 1 .819

[KarboKat=0] 1.897 1.174 2.612 1 .106 6.667 .668 66.533

[KarboKat=1] 1.463 .592 6.106 1 .013 4.321 1.353 13.795

[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .


(2)

Parameter Estimates

StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)

95% Confidence Interval for Exp(B)

Lower Bound Upper Bound

Gizi Kurang

Intercept -1.204 .658 3.345 1 .067

[KarboKat=0] 3.150 1.255 6.295 1 .012 23.333 1.992 273.294

[KarboKat=1] .616 .863 .510 1 .475 1.852 .341 10.047

[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .

Normal Intercept -.105 .459 .053 1 .819

[KarboKat=0] 1.897 1.174 2.612 1 .106 6.667 .668 66.533

[KarboKat=1] 1.463 .592 6.106 1 .013 4.321 1.353 13.795

[KarboKat=2] 0b . . 0 . . . .

b. This parameter is set to zero because it is redundant.

4.

Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Protein_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

Crosstab

StatusGizi

Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih

ProtKat Kurang dari Anjuran Count 7 6 0 13

% within ProtKat 53.8% 46.2% .0% 100.0%

Sesuai Anjuran Count 6 40 12 58

% within ProtKat 10.3% 69.0% 20.7% 100.0%

Lebih dari Anjuran Count 2 4 8 14

% within ProtKat 14.3% 28.6% 57.1% 100.0%

Total Count 15 50 20 85


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 25.023a 4 .000

Likelihood Ratio 23.511 4 .000

Linear-by-Linear Association 15.019 1 .000 N of Valid Cases 85

a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,29.

Analisis

Multinomial Logistic Regression

Parameter Estimates

StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)

95% Confidence Interval for Exp(B)

Lower Bound Upper Bound

Gizi Kurang

Intercept -1.386 .791 3.075 1 .080

[ProtKat=0] 21.04

2 1.029 417.87

1 1 .000 1.375E9 1.828E8 1.034E10

[ProtKat=1] .693 .935 .549 1 .459 2.000 .320 12.510

[ProtKat=2] 0b . . 0 . . . .

Normal Intercept -.693 .612 1.281 1 .258

[ProtKat=0] 20.19

4 .000 . 1 . 5.892E8 5.892E8 5.892E8

[ProtKat=1] 1.897 .695 7.446 1 .006 6.667 1.707 26.042

[ProtKat=2] 0b . . 0 . . . .

a. The reference category is: Gizi Lebih.

b. This parameter is set to zero because it is redundant.


(4)

5.

Gambaran Status Gizi Berdasarkan Lemak

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lemak_Kat * StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

Crosstab

StatusGizi

Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih

LemakKat Kurang dari Anjuran Count 7 8 0 15

% within LemakKat 46.7% 53.3% .0% 100.0%

Sesuai Anjuran Count 6 36 9 51

% within LemakKat 11.8% 70.6% 17.6% 100.0%

Lebih dari Anjuran Count 2 6 11 19

% within LemakKat 10.5% 31.6% 57.9% 100.0%

Total Count 15 50 20 85

% within LemakKat 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 26.194a 4 .000

Likelihood Ratio 25.407 4 .000

Linear-by-Linear Association 17.790 1 .000

N of Valid Cases 85

a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,65.

Analisis

Multinomial Logistic Regression

Parameter Estimates

StatusGizia B

Std.

Error Wald df Sig. Exp(B)

95% Confidence Interval for Exp(B)


(5)

Gizi Kurang

Intercept -1.705 .769 4.918 1 .027

[LemakKat=0] 20.919 .967 468.267 1 .000 1.216E9 1.829E8 8.089E9

[LemakKat=1] 1.299 .932 1.943 1 .163 3.667 .590 22.783

[LemakKat=2] 0b . . 0 . . . .

Normal Intercept -.606 .508 1.426 1 .232

[LemakKat=0] 19.954 .000 . 1 . 4.633E8 4.633E8 4.633E8

[LemakKat=1] 1.992 .630 10.013 1 .002 7.333 2.135 25.192

[LemakKat=2] 0b . . 0 . . . .

a. The reference category is: Gizi Lebih.

b. This parameter is set to zero because it is redundant.

6.

Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Aktivitas Fisik Kategori *

StatGizi 85 100.0% 0 .0% 85 100.0%

AktFisKat * StatusGizi Crosstabulation

StatusGizi

Total Gizi Kurang Normal Gizi Lebih

AktFisKat Aktivitas Fisik Berat Count 5 9 5 19

% within AktFisKat 26.3% 47.4% 26.3% 100.0%

Aktivitas Fisik Sedang Count 5 17 8 30

% within AktFisKat 16.7% 56.7% 26.7% 100.0%

Aktivitas Fisik Ringan Count 5 24 7 36

% within AktFisKat 13.9% 66.7% 19.4% 100.0%

Total Count 15 50 20 85


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.381a 4 .666

Likelihood Ratio 2.321 4 .677

Linear-by-Linear Association .047 1 .829 N of Valid Cases 85

a. 2 cells (22,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,35.

Analisis

Multinomial Logistic Regression

Parameter Estimates

StatusGizia B Std. Error Wald df Sig. Exp(B)

95% Confidence Interval for Exp(B)

Lower Bound Upper Bound

Gizi Kurang

Intercept -.336 .586 .330 1 .566

[AktFisKat=0] .336 .862 .152 1 .696 1.400 .259 7.582

[AktFisKat=1] -.134 .817 .027 1 .870 .875 .176 4.341

[AktFisKat=2] 0b . . 0 . . . .

Normal Intercept 1.232 .430 8.228 1 .004

[AktFisKat=0] -.644 .704 .838 1 .360 .525 .132 2.086

[AktFisKat=1] -.478 .607 .621 1 .431 .620 .189 2.036

[AktFisKat=2] 0b . . 0 . . . .

a. The reference category is: Gizi Lebih.