Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Kadar Superoksida Dismutase (SOD) Pada Tikus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Andaliman ditemukan tumbuh liar di Tapanuli, Sumatera utara pada 1500
meter di atas permukaan laut pada temperatur 15-18o C, tumbuhan ini tersebar
antara lain di bagian Utara India, Nepal, Pakistan Timur, Myanmar, Thailand dan
Cina (Kristanty dan Junie, 2015).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan andaliman (MEDA, 2016) :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermathopyta

Kelas

: Dicotyledoneae


Ordo

: Sapindales

Famili

: Rutaceae

Genus

: Zanthoxylum

Spesies

: Zanthoxylum acanthopodium DC.

Nama Lokal

: Andaliman


2.1.2 Nama Daerah Tumbuhan
Andaliman merupakan spesies dari Zanthoxylum (suku jeruk-jerukan,
Rutaceae) yang dikenal dengan nama lokal andaliman (Toba), tuba (Simalungun
dan Dairi) dan Sinyarnyar (Tapanuli Selatan) (Kristanty dan Junie, 2015).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Nama Asing Tumbuhan
Nama asing andaliman adalah yan-jiao (Cina), mouh laaht faa jiu (Cina
Kanton), mao la hua jiao (Cina Mandarin), indonesian lemon pepper (Inggris),
indonesischer zitronenpfeffer (Jerman), tambhul (India), sansho (Jepang) dan
emmay/yerma (Tibet) (Anonim, 2012).
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
Andaliman merupakan tumbuhan perdu tegak dengan tinggi 3-8 m, batang
dan cabang berwarna kemerahan, beralur, berbulu halus dan berduri. Buah
andaliman berbentuk bulat kecil, perikarpnya berwarna hijau tua smapai
kemerahan dan warna bijinya hitam, bila digigit mengeluarkan aroma wangi, dan
ada rasa getir yang tajam dan khas, serta dapat merangsang produksi air liur.
Buahnya termasuk buah sejati berdiameter 3-4 mm yang terdiri dari satu bunga

dengan banyak bakal buah yang masing-masing bebas dan kemudian tumbuh
menjadi buah tetapi berkumpul pada satu tangkai. Daunnya merupakan daun
majemuk dengan panjang 2-25 cm, anak daun 1-6 pasang dengan tangkai yang
pendek, tepi daun bergerigi, ujung daun runcing, warna daun hijau dan permukaan
atas daun lebih tua dibanding permukaan bawah daun. Panjang bunganya 3 mm.
Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Sistem akar tunggang dimana akar
lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akarakar yang lebih kecil dan sedikit berbulu halus di seluruh permukaannya
(Parhusip, 2006).
2.1.5 Kandungan Kimia Buah Andaliman
Buah andaliman mengandung senyawa alkaloid, fenol hidrokuinon,
flavonoid, steroid/triterpenoid, tannin, glikosida, dan minyak atsiri (Parhusip,

Universitas Sumatera Utara

2006). Pada genus zanthoxylum buah andaliman terdapat flavonoid yang berada
dalam bentuk glikosida flavon, flavonols, dan flavanon (Waterman dan Grundon,
1983).
2.1.6 Kegunaan Buah Andaliman
Secara tradisional, buah andaliman banyak digunakan sebagai bahan
aromatik, tonik, perangsang nafsu makan, obat sakit perut, serta diare. Masyarakat

India menggunakan buah andaliman untuk mengobati kelumpuhan dan berbagai
macam penyakit kulit, seperti bisul dan kusta. Buah andaliman juga digunakan
sebagai bumbu masak di Sumatera Utara, khususnya Tapanuli Utara (Suryanto,
dkk., 2004).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa
aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, flavonoid, alkaloid dan lain-lain. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan
daun, mudah ditembus oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu
diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar
sulit untuk ditembus oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Depkes
RI, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), ada beberapa cara metode
ekstraksi, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Cara dingin

i. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), maserasi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
Masukkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam
sebuah bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup
dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk,
serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh
100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk,
terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring.
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) sebanyak 1-5 kali bahan.
b. Cara panas
i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

Universitas Sumatera Utara

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
ii. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat soxhlet
sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan
pada temperatur 40-50oC.
iv. Infudansi
Infudansi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
v. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah spesi kimia yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan

(unpaired

electron)

dan

sangat

reaktif.

Untuk

mencapai


kestabilannya, maka radikal bebas bereaksi dengan DNA, protein, lipida, atau
menyebabkan kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada
biomolekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron sehingga menjadi

Universitas Sumatera Utara

stabil. Reaksi ini terus-menerus berlangsung dalam tubuh dan bila tidak
dihentikan akan menimbulkan berbagai penyaki kanker, jantung, katarak, penuaan
dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006).
Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan
berlangsung sepanjang hidup. Spesi kimia yang sangat berbahaya dalam makhluk
hidup antara lain superoksida (O2-), hidroksil (OH-), peroksida (RO2-),
hidroperoksil (HO2-), nitrogen monooksida (NO), peroksinitrit (ONOO-), asam
hipoklorit (HOCL) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).
Keluarga radikal bebas yang dihasilkan dari oksigen disebut spesies
oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species (ROS)), terbentuk dalam kondisi
fisiologis normal, tetapi menjadi merugikan ketika tidak dieliminasi oleh sistem
endogen, yang menyebabkan kerusakan molekul lain dengan menarik elektron
untuk mencapai stabilitas. ROS adalah ion, atom atau molekul yang memiliki

kemampuan untuk mengoksidasi molekul. ROS adalah berbagai bentuk oksigen
yang diaktifkan, seperti radikal anion superoksida (O2-) dan radikal hidroksil
(OH). Radikal anion superoksida akan sangat berbahaya apabila terdapat bersamasama dengan hidrogen peroksida karena akan menghasilkan radikal hidroksil
(Kristanty, 2012).
Secara umum, sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua yaitu
endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen dapat terbentuk melalui
autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transport elektron di
mitokondria dan oksidasi ion-ion logam transisi. Sedangkan radikal bebas
eksogen berasal dari luar sistem tubuh, misalnya sinar UV. Di samping itu, radikal
bebas eksogen dapat berasal dari aktifitas lingkungan. Aktifitas lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara

dapat memunculkan radikal bebas antara lain radiasi, polusi, asap rokok,
makanan, minuman, ozon dan pestisida (Rohmatussolihat, 2009).

2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa
terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal

bebas. Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang
disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga mencegah terjadinya berbagai
macam penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker, serta penuaan dini
(Ramadhan, 2015).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus karena dihasilkan
di dalam tubuh (endogen). Yang termasuk di dalamnya adalah enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-PX), serta glutation
reduktase (GSHR). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat
pembentukan radikal bebas, dengan mengubahnya menjadi produk lain yang
stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant
(Ramadhan, 2015). Mekanisme kerja antioksidan primer :
i. Enzim SOD memiliki fungsi : megubah radikal bebas superoksida yang
berbahaya menjadi hidrogen peroksida.

Universitas Sumatera Utara

ii. Katalase dan glutation peroksidase memiliki fungsi memecah hidrogen

peroksida menjadi air dan oksigen.
iii. Ketiga jenis enzim ini dibuat di dalam sel di bawah instruksi kode genetik
yang panjang di dalam DNA. Setiap sel di dalam tubuh mengandung
instruksi untuk membuat enzim-enzim ini (Ramadhan, 2015).
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau nonenzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem preventif. Kerja
sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi
berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal
bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007).
Antioksidan non-enzimatis dapat berupa antioksidan alami maupun
sintesis. Senyawa antioksidan alami pada umumnya berupa vitamin C, vitamin E,
karotenoid, senyawa fenolik, dan polifenolik yang dapat berupa golongan
flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik
polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi
flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanol, dan kalkon. Sementara turunan
asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain
(Kumalaningsih, 2006; Prakash, 2001). Sedangkan antioksidan sintetik yang
umum digunakan misalnya butil hidroksianisol (BHA), butil hidroksitoluen
(BHT), propil galat (PG), and tert-butilhidrokuinon (TBHQ) yang digunakan pada
konsentrasi rendah dalam makanan (Shahidi dan Zhong, 2005).

Universitas Sumatera Utara

c. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).

2.5 Superoksida Dismutase
SOD adalah metaloenzim yang mengkatalis dismutasi radikal anion
superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2) di dalam
mitokondria. Selanjutnya H2O2 di dalam mitokondria akan mengalami
detoksifikasi oleh enzim katalase menjadi senyawa H2O dan O2, sedangkan
H2O2 yang berdifusi ke dalam sitosol akan didetoksifikasi oleh enzim glutation
peroksidase (Pandey dan Rizvi, 2010).
Enzim SOD melindungi sel-sel tubuh dan mencegah terjadinya
peradangan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Sebenarnya enzim ini telah ada
dalam tubuh, namun memerlukan bantuan zat-zat gizi mineral seperti mangan
(Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) agar bisa bekerja. Enzim SOD terdapat dalam
semua organisme aerob, dan sebagian besar berada dalam tingkat subseluler
(intraseluler). Berdasarkan adanya logam yang berperan pada sisi aktif enzim,
enzim SOD dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu Cu/Zn-SOD, Mn-SOD, dan
Fe-SOD (Winarsi, 2007).
a. Cu/Zn SOD atau SOD 1
CuZn-SOD disebut juga SOD 1. Enzim ini merupakan homodimer yang
terdapat pada sitoplasma eukariot, peroksisom, kloroplas, dan periplasma
prokariot. Enzim tersebut berperan penting dalam sistem pertahanan terhadap

Universitas Sumatera Utara

oksidan. Satu unit CuZn-SOD didefenisikan sebagai banyaknya enzim yang
diperlukan untuk menghambat 50% autooksidasi pirogalol. Dalam CuZn-SOD ini,
mineral Cu penting untuk berfungsinya katalitik enzim, sedangkan Zn penting
bagi fungsi struktural (Winarsi, 2007).
b. Mn-SOD atau SOD 2
Mn-SOD bekerja dengan cara menarik muatan negatif radikal superoksida
(O2-) sehingga berubah menjadi positif pada sisi aktifnya. Selanjutnya, sisi aktif
logam memberikan 1 elektron langsung kepada O2- sehingga mengurangi 1
molekul O2- dan 1 proton, untuk diubah menjadi bentuk H2O2. Mn-SOD disebut
juga SOD 2, merupakan homotetramer yang terdapat pada matriks mitokondria
dekat rantai transpor elektron dan kloroplas (Winarsi, 2007).
c. Fe-SOD
Fe-SOD terdapat dalam kloroplas. Kelompok Fe-SOD adalah jenis SOD
yang pertama kali dikenal orang (Winarsi, 2007).
Selain ketiga bentuk isoenzim SOD tersebut, dalam mamalia juga terdapat
bentuk EC-SOD, yaitu enzim yang terletak dalam cairan ekstraseluler (Winarsi,
2007). Dalam cairan ekstraseluler, termasuk serum, SOD ekstraseluler, yang
disekresikan oleh sel endotel, adalah isozim SOD utama, dan aktivitas SOD dalam
serum sebanding dengan konsentrasi SOD ekstraseluler (Spranger, 1997).

2.6 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang
banyak ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan hijau. Diperkirakan 2 % dari seluruh
karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa

Universitas Sumatera Utara

yang berkaitan dengannya. flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau,
sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan. Flavonoid terdiri atas
beberapa kelas antara lain, antosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, iflavonil,
flavanon, kalkon dan auron serta isoflavon (Gultom, 2011)
Diantara senyawa-senyawa antioksidan alami, yang terpenting adalah
senyawa golongan flavonoid. Senyawa yang berpotensi sebagai penangkap
radikal bebas (antioksidan) adalah fenolik (flavonoid). Beberapa studi in vitro
menunjukkan aktivitas antioksidan flavonoid, yaitu mencegah bergabungnya
oksigen dengan zat lain sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada sel-sel
tubuh.

Senyawa

flavonoid

bersifat

antibakteri,

antiinflamasi,

antialergi,

antimutagen, antineoplastik, dan antitrombosit (Gultom, 2011).
Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan bisa secara langsung
maupun tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara lansung bekerja
dengan cara menyumbangkan satu elektronnya kepada senyawa radikal sehingga
senyawa radikal berubah menjadi senyawa tidak radikal atau senyawa yang tidak
berbahaya bagi sel. Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung yaitu
dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui beberapa
mekanisme. Salah satunya yaitu flavonoid (isoflavon genistein) menginduksi gen
yang bertanggung jawab pada sintesis enzim SOD. Genistein meningkatkan
regulasi ekspresi gen antioksidan dengan melibatkan reseptor estrogen, ERK1/2
(extracelluler-signal regulated kinase), dan NFkB (nuclear factor kB) (Suarsana,
2013).

Universitas Sumatera Utara

2.7 Doksorubisin
Doksorubisin (DOX) merupakan antikanker yang esensial salah satunya
untuk karsinoma payudara. DOX mampu memblok sintesis DNA dan
menghambat enzim topoisomerase II (TOP2), sehingga kompleks yang terbentuk
DOX-DNA-TOP2 merusak struktur DNA dan menghalangi sintesisnya. Untuk
menimbulkan mekanisme kerja ini, maka DOX harus melintas ke dalam
sitoplasma sel kanker secara difusi pasif dan berikatan dengan subunit
proteosomal 20S, membentuk kompleks yang bermigrasi ke nukleus sehingga
kompleks ini terurai dan DOX berikatan dengan DNA (Minotti, dkk., 2004).
Struktur kimia antrasiklin terdiri atas tetrasiklin yang mengandung kuinon
dan konjugasi amino gula. Dalam lingkungan seluler, DOX mengalami aktivasi
redoks melalui interaksi DOX dengan beberapa flavoprotein oxidoreduktase
seperti NADPH dependent cytochrome P450 reductase, NADH dehydrogenase,
xanthine oxidase. Penambahan satu elektron pada bagian ring C (reduksi elektron
ring C) struktur DOX oleh NAD(P)H-dependent reductase menghasilkan
pembentukan semiquinon, yang secara cepat mengalami auto-oksidasi kembali
menjadi senyawa awal quinon dengan mereduksi oksigen (O2 sebagai penerima
elektron) menjadi reactive oxygen species (ROS) yaitu superoksida anion radikal
(O2-). Siklus quinon-semiquinon menghasilkan sejumlah besar superoksida anion
radikal (O2-). Pembentukan radikal bebas doksorubisin dapat dilihat pada Gambar
2.1 (Chen, dkk., 2007; Quiles, dkk., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Pembentukan radikal bebas doksorubisin (Torres dan Simic, 2012)
Semiquinon

DOX,

superoksida,

dan

hidrogen

peroksida

dapat

menyebabkan pelepasan besi dari ferritrin (Chen, dkk., 2007; Minotti, dkk.,
2004). Besi menyebabkan kerusakan oksidatif melibatkan pembentukan DOX-Fe.
Adanya reduktor seperti NADPH cytochrome P450 reductase, glutathione atau
cysteine, maka kompleks DOX-Fe(III) diubah menjadi DOX-Fe(II). Reaksi ini
berlangsung dengan pembentukan O2- dan perubahan bentuk quinon dari DOX
menjadi radikal bebas semiquinon. Produk-produk dari reaksi ini menghasilkan
pembentukan hidroksil radikal yang lebih agresif. Radikal semiquinon dapat
diubah menjadi C7 deoxydaglikon yang poten sebagai alkylating agent (Torres
dan Simic, 2012).

2.8 Histologi Hati
Histologi (Yun. Histo, jaringan, + logos, ilmu) adalah ilmu tentang
jaringan tubuh dan cara jaringan ini menyusun organ-organ. Prosedur paling

Universitas Sumatera Utara

umum yang dipakai untuk mengamati jaringan adalah dengan membuat sediaan
histologi yang dapat dipelajari dengan bantuan mikroskop cahaya. Di bawah
mikroskop cahaya, jaringan diamati melalui transiluminasi (berkas cahaya yang
menembus jaringan). Karena jaringan dan organ biasanya terlalu tebal untuk
ditembus cahaya, jaringan tersebut harus diiris menjadi lembaran-lembaran tipis
yang translusens (Junqueira dan Carneiro, 2003).
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel
hepatosit berderet secara radial dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar
1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin
dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinusoid hati (Junquiera and Carneiro, 2003).

2.9 Patologi Hati
Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu onset
pemaparan yang terlalu lama, durasi pemaparan, dosis dan sel inang yang rentan
(Jubb, 1993). Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara
(reversible) dan tetap (irreversible) (Wicaksono, 2002). Sel akan mengalami
perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidupnya, perubahan ini biasa
disebut degenerasi. Degenerasi sel dapat berupa degenerasi hidropis dan
degenerasi lemak. Degenerasi terjadi karena adanya gangguan biokimiawi yang
disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat kimia yang
bersifat toksik (Cheville, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Degenerasi hidropis merupakan peristiwa meningkatnya kadar air di
intraseluler yang menyebabkan sitoplasma dan organel-organel membengkak dan
membentuk vakuola-vakuola. Rusaknya permeabilitas membran sel menyebabkan
terhambatnya aliran Na+ keluar dari sel sehingga menyebabkan ion-ion dan air
masuk secara berlebihan kedalam sel. Degenerasi hidropis merupakan respon
awal sel terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik, serta merupakan proses awal
dari kematian sel (Jones, et al., 1997; Cheville, 1999). Kadar Na+ intrasel diatur
oleh pompa Na+ yang memerlukan ATP, jika ATP berkurang maka akan
mengakibatkan masuknya Na+ ke intrasel melebihi jumlah normalnya (Priyanto,
2009).
Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga
terjadi kematian sel (Lu, 1995). Paparan zat toksik pada sel apabila cukup hebat
atau berlangsung cukup lama, maka sel tidak dapat lagi mengkompensasi dan
tidak dapat melanjutkan metabolisme (Juhriyyah, 2008). Inti sel yang mati dapat
terlihat lebih kecil dan menjadi lebih padat (piknosis), hancur bersegmen-segmen
(karioreksis) dan kemudian inti sel menghilang (kariolisis) (Underwood, 1994).
Nekrosis hati adalah kematian hepatosit yang umumnya merupakan kerusakan
akut (Lu, 1995).

2.10 Spektrofotometri Visibel
Prinsip kerja spektrofotometer visibel adalah sinar/cahaya dilewatkan
melalui sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan
spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi larutan di dalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer
sebagai acuan (Ewing, 1957).
Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator,
tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau
pencatat. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm
sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visibel antara 400-750 nm
(Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara