Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Kadar Superoksida Dismutase (SOD) Pada Tikus Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimental.
Penelitian meliputi pengumpulan dan penyiapan bahan tumbuhan, pembuatan
simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia, pembuatan
ekstrak, pengujian aktivitas antioksidan buah andaliman melalui pemeriksaan
kadar SOD pada darah tikus dengan metode spektrofotometri dan histologi organ
hati tikus.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari lemari pengering, oven, tanur,
penangas air, rotary evaporator, seperangkat alat penetapan kadar air, desikator,
neraca hewan, neraca analitis (Baeco), neraca kasar (Homeline), blender (Philips),
alat-alat gelas laboratorium, mortar dan stamfer, aluminium foil, kertas saring,
oral sonde, spuit, vortex, sentrifuge, microplate, mikropipet, spektrofotometri UVVis (Thermo scientific), perlengkapan alat bedah hewan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah andaliman. Bahan
kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis adalah
etanol 96%, pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, besi (III) klorida, Molisch,
timbal (II) asetat, asam sulfat, asam klorida, metanol, kloroform-isopropanol,
Liebermann-Burchard, n-heksan, toluen, kloroform, serbuk magnesium, serbuk

seng, Na-CMC (natrium carboxy methyl cellulose), doksorubisin, ketamin, rutin,
reagen SOD (EnzyChrom).

Universitas Sumatera Utara

3.1.3 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus betina,
berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-200 g, sehat dan berprilaku normal.

3.2 Pembuatan Pereaksi
3.2.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 ml ( Depkes RI, 1979).
3.2.2 Pereaksi Besi (III) klorida 1 %
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml
(Depkes RI, 1995).
3.2.3 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air
suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.4 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8,0 g bismuth (II) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat
pekat kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodide sebanyak 27,2 g
dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan
jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml
(Depkes RI, 1995).
3.2.5 Larutan Kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml
air suling (Depkes RI, 1995).

Universitas Sumatera Utara

3.2.6 Pereaksi Liebermann-Burchard
Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam
sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).
3.2.7 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam
20 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.2.8 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga
diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.2.9 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N
Sebanyak 8,001 g kristal natrium hidroksida ditimbang, kemudian
dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1979).
3.2.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.2.11 Pereaksi Asam Sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga
diperoleh 100 ml (Depkes RI, 1995).

Universitas Sumatera Utara

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia
3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan
Pengambilan

bahan


tumbuhan

dilakukan

secara

purposif

tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan
diambil dari perkebunan desa Onan Rungu, Kab. Samosir.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi sampel tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense
(MEDA) Bidang Botani Universitas Sumatera Utara.
3.3.3 Pembuatan Simplisia
Bahan buah andaliman yang sudah masak atau hampir masak dipetik,
kemudian dikumpulkan, sortasi basah, dicuci bersih di bawah air mengalir,
ditiriskan, dan ditimbang beratnya. Buah andaliman selanjutnya dikeringkan di

lemari pengering hingga kering, sortasi kering, kemudian ditimbang beratnya,
dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik, penetapan kadar air (WHO, 1992), penetapan kadar sari larut air,
penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar
abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995).
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati
bentuk, bau dan rasa dari buah andaliman dan serbuk simplisia buah andaliman.

Universitas Sumatera Utara

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia buah
andaliman. Serbuk simplisia buah andaliman diletakkan di atas kaca objek yang
telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup,
selanjutnya diamati di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi
toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin,
tabung penyambung, dan tabung penerima.
Cara kerja:
Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat,
lalu destilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah
ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena
mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima
dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

Universitas Sumatera Utara


3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
o

dipanaskan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar
sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah
dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,

Universitas Sumatera Utara

timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1995).
3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes RI, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia
Skrining fitokimia serbuk simplisia buah andaliman meliputi pemeriksaan

senyawa

golongan

flavonoid,

alkaloid,

saponin,

tanin,

glikosida,

dan

steroid/triterpenoid.
3.5.1 Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5
menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan
atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

Universitas Sumatera Utara

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji
alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada masing-masing tabung reaksi :
a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua
dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).
3.5.3 Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida
2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.5.4 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air
suling selama 15 menit lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling
sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes
larutan pereaksi besi (III) klorida 10 %. Apabila terjadi warna biru atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.5.5 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 gram serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml
campuran dari 7 bagian etanol 95% dan 3 bagian air suling, ditambahkan dengan
asam klorida 2 N hingga pH larutan 2, direfluks selama 10 menit, dinginkan dan

Universitas Sumatera Utara

disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)
asetat 0,4 M dikocok dan didiamkam selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat
diekstraksi dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol,
ini dilakukan sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur
tidak lebih dari 50oC. sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini
digunakan untuk percobaan berikut: larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, diuapkan di atas penangas air, sisanya ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molisch kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui
dinding tabung. Jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan
adanya gula (Depkes RI, 1995).
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1g serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2 jam,
disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20
tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi LiebermanBourchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk
warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah,
merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6 Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Andaliman (EEBA)
Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan
pelarut etanol 96%. Masukkan 10 bagian simplisia (500 g) atau campuran
simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi
dengan cairan penyari (etanol 96%) sebanyak 75 bagian, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

Setelah 5 hari, kemudian disaring, ampas diperas. Ampas dicuci dengan pelarut
secukupnya, diaduk dan disaring hingga diperoleh 100 bagian. Tampung maserat
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama
2 hari kemudian dienaptuangkan. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary
evaporator, kemudian ekstrak dikeringkan dengan penangas air.

3.7 Pembuatan Sediaan Uji
3.7.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 1% (b/v)
Sebanyak 1 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi air suling
panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, lalu
digerus sampai homogen dan berbentuk gel, diencerkan dengan air suling,
dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya
dengan air suling hingga 100 ml.
3.7.2 Pembuatan Suspensi Rutin
Ditimbang rutin sebanyak 50 mg, ditambahkan suspensi Na-CMC 1%
sedikit demi sedikit sambil digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi
Na-CMC 1% hingga 10 ml. Dalam hal ini rutin digunakan sebagai pembanding.
3.7.3 Pembuatan Suspensi EEBA (Ekstrak Etanol Buah Andaliman)
Dari hasil orientasi dosis yang telah dilakukan maka dalam pengujian akan
digunakan 3 variasi dosis yaitu dosis 75, 150 dan 300 mg/kg bb. Sejumlah 75 mg,
150 mg, dan 300 mg ekstrak etanol buah andaliman masing-masing ditimbang dan
dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 1% sedikit
demi sedikit sambil digerus sampai homogen lalu dimasukkan ke labu tentukur 10

Universitas Sumatera Utara

ml, dicukupkan volumenya hingga 10 ml. Perhitungan dosis ekstrak etanol buah
andaliman (EEBA) dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 67 .

3.8 Induksi Stres Pada Tikus
Penginduksian stres pada tikus dilakukan pada hari ke-8 dan ke-9
pengujian. Penginduksian dilakukan dengan memberikan doksorubisin HCL dosis
20 mg/kg bb secara intraperitonial (Thandavarayan, dkk., 2015 ; Ihab, dkk.,
2009).

3.9

Pengujian Ekstrak Etanol Buah Andaliman dengan
Spektrofotometri UV-vis terhadap aktivitas SOD pada tikus

Metode

3.9.1 Penyiapan Hewan Percobaan
Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi selama 7 hari dengan kondisi
laboratorium. Masing-masing kandang diberikan sekam dan diberi makan yang
teratur. Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 6 kelompok, masing-masing
terdiri dari 5 ekor tikus betina. Pengujian dilakukan selama 9 hari, kelompok
tersebut adalah :
Kelompok I

: diberikan Na-CMC 1% secara oral selama 9 hari

Kelompok II

: diberikan doksorubisin HCl dosis 20 mg/kg bb secara
intraperitonial pada hari ke-8 dan ke-9

Kelompok III

: diberikan suspensi EEBA dosis 75 mg/kg bb secara oral
selama 7 hari, dilanjutkan hari ke-8 dan 9 bersama dengan
pemberian doksorubisin HCl dosis 20 mg/kg bb secara
intraperitonial

Universitas Sumatera Utara

Kelompok IV : diberikan suspensi EEBA dosis 150 mg/kg bb secara oral
selama 7 hari, dilanjutkan hari ke-8 dan 9 bersama dengan
pemberian doksorubisin HCl dosis 20 mg/kg bb secara
intraperitonial
Kelompok V

: diberikan suspensi EEBA dosis 300 mg/kg bb secara oral
selama 7 hari, dilanjutkan hari ke-8 dan 9 bersama dengan
pemberian doksorubisin HCl dosis 20 mg/kg bb secara
intraperitonial

Kelompok VI : diberikan rutin dosis 50 mg/kg bb secara oral selama 7 hari,
dilanjutkan hari ke-8 dan 9 bersama dengan pemberian
doksorubisin HCl dosis 20 mg/kg bb secara intraperitonial
Tikus dipuasakan selama 12 jam dan pada hari ke-10 semua hewan
percobaan dianastesi dengan ketamin dosis 70 mg/kg bb secara intraperitonial lalu
dikorbankan. Selanjutnya diambil cuplikan darah dari jantung tikus (intracardial)
untuk dilakukan pengukuran aktivitas SOD dan hati tikus untuk dilakukan
pemeriksaan histologi.
3.9.2 Pengambilan Darah Tikus
Pengambilan darah tikus pada akhir perlakuan dilakukan secara
intracardial, yang terlebih dahulu tikus dipuasakan 10-12 jam. Tikus dibius
dengan ketamin dosis 70 mg/kg bb secara i.p, lalu tikus dibedah. Darah diambil
melalui jantung dengan menggunakan spuit 3 ml. Darah dimasukkan ke dalam
tabung appendorf.

Universitas Sumatera Utara

3.9.3 Pengambilan Serum Darah Tikus
Darah yang didapat, disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan
3000-4000 rpm hingga terpisah antar serum/supernatan dan endapannya. Lapisan
serum yang berupa cairan diambil dengan menggunakan spuit dan ditampung
didalam mikrotube.
3.9.4 Pengukuran Kadar SOD
Pengukuran kadar SOD dilakukan dengan metode spektrofotometri UVVis berdasarkan prosedur Bioassay Systems (Enzychrom Superoxide Dismutase
Assay Kit) pada panjang gelombang 440 nm yang dapat dilihat pada Lampiran 10,
halaman 70. Pengujian aktivitas SOD dilakukan menurut metode yang telah
dilakukan Waisundra dan Hoon (2013) dan Suarsana, dkk., (2013)

3.10 Histologi organ hati
Diambil organ hati kemudian dicuci dengan larutan fisiologis 0,9%
kemudian dimasukkan dalam larutan dapar formaldehida 10% dan hasilnya dilihat
di bawah mikroskop. Pembuatan preparat histologi dilakukan di rumah sakit
Murni Teguh.

3.11 Pemeriksaan Histologi Jaringan Hati Tikus dengan Pewarnaan
Hematoxylin Eosin (HE)
3.11.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin
Langkah-langkah pembuatan blok parafin adalah sebagai berikut:
a. sampel hati yang direndam dalam larutan formalin 10% selanjutnya dilakukan
proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat yaitu diawali dengan alkohol 70%,

Universitas Sumatera Utara

kemudian berturut-turut alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut. Pada
masing-masing proses dilakukan selama 30 menit sampai 1 jam.
b. tahap selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan larutan xylol yaitu
xylol 1, xylol 2, dan xylol 3 masing-masing selama 1-2 jam.
c. proses penanaman. Caranya: sampel direndam dalam campuran xylol dan
parafin cair pada suhu 60–70oC, dengan perbandingan xylol : parafin berturutturut 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 2 jam.
d. dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin
dipotong dengan menggunakan alat mikrotom dengan ketebalan irisan 5-7 μm.
3.11.2 Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Pemeriksaan histologi hati dilakukan pada seluruh sampel hati tikus.
Pewarnaan HE dimulai dengan melakukan deparafinisasi dengan memasukkan
preparat ke dalam seri larutan xylol I, II, III. Tahapan selanjutnya adalah fiksasi
dengan memasukkan preparat ke dalam larutan alkohol 96%. Kemudian dicuci
dengan air mengalir dan direndam dalam akuades. Preparat direndam dalam
hematoxylin selama 5 menit lalu dicuci dengan air mengalir selama 3 menit.
Kemudian preparat dicelup ke dalam larutan acid alcohol 1% sebanyak 1-2
celupan dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 3 menit. Setelah itu
preparat diwarnai menggunakan eosin 1% dan dicuci lagi dengan air mengalir
selama 3 menit. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat
(alkohol 80%, 95% dan alkohol absolut) selama 3 menit serta penjernihan
(clearing) dengan menggunakan xylol. Sediaan dilakukan mounting dan ditutup
dengan cover glass. Preparat diamati dibawah mikroskop cahaya untuk melihat
morfologi sel atau jaringan termasuk kerusakannya.

Universitas Sumatera Utara

3.12 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi
17. Data dianalisis dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk
menentukan

homogenitas

dan

normalitasnya.

Kemudian

dilanjutkan

menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata
di antara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji
Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Bidang Botani
Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sampel
termasuk suku Rutaceae jenis Zanthoxylum acanthopodium DC. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 57.
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
4.2.1 Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik dari buah andaliman diperoleh bahwa
buah muda berwarna hijau, dan matang berwarna merah tua sampai merah
kecoklatan. Bentuk buah bulat dan kecil, lebih kecil dari merica, bila digigit
mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam yang khas, dan dapat merangsang
produksi air liur. Biji berada dalam buah dan keras. Pemeriksaan makroskopik
yang dilakukan terhadap simplisia buah andaliman yaitu simplisia berwarna
hitam, berbau khas, dan biji keluar dari buah. Pemeriksaan karakteristik buah
andaliman secara makroskopik dilakukan untuk memperoleh identitas simplisia.
Hasil pemeriksaan makroskopik buah andaliman dan simplisia buah andaliman
dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 58.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Secara mikroskopik terlihat adanya rambut penutup, berkas pembuluh,
endosperm dengan tetes minyak, tetes-tetes minyak, dan fragmen kulit biji
berwarna jingga kemerahan. Hasil mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Karakteristik simplisia
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia buah andaliman
No.
1
2
3
4
5

Hasil (%)

Pemeriksaan
Kadar air
Kadar sari larut air
Kadar sari larut etanol
Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam

Simplisia
7,58
10,30
12,62
7,06
0,23

MMI
-

Berdasarkan hasil pemeriksaan, simplisia buah andaliman mempunyai
kadar air sebesar 7,58%, hasil ini memenuhi persyaratan kadar air simplisia buah
pada buku Cara Pembuatan Simplisia yaitu tidak lebih dari 8% (Depkes RI, 1985).
Semakin kecil kadar air simplisia, kemungkinan terjadinya pertumbuhan
mikroorganisme dan hidrolisis senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia
tersebut semakin kecil. Kadar sari larut air diperoleh sebesar 10,30% dan kadar
sari larut etanol sebesar 12,62%. Penentuan kadar sari sangat berguna untuk
memberikan gambaran mengenai banyaknya bahan yang terlarut dari simplisia.
Sedangkan kadar abu total simplisia yang didapat sebesar 7,06% dan kadar abu
tidak larut asam sebesar 0,23%.
Penetapan kadar abu bertujuan untuk mengetahui jumlah pengotor pada
simplisia. Abu yang tersisa setelah pembakaran berupa abu fisiologis yang berasal
dari jaringan tanaman itu sendiri dan abu non fisiologis yang merupakan residu
dari luar seperti pasir dan tanah yang menempel pada sampel. Penetapan kadar
abu dalam asam dimaksudkan untuk mengetahui jumlah silikat khususnya pasir

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat pada simplisia dengan cara melarutkan abu total menggunakan
asam klorida (WHO, 1992). Semakin rendah kadar abu maka mutu simplisia
semakin tinggi.
Persyaratan karakteristik simplisia buah andaliman tidak tertera pada
monografi di dalam buku Materia Medika Indonesia (MMI) sehingga hasil yang
diperoleh diatas tidak dapat dibandingkan.
Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan secara maserasi. Penyarian 500 gram
simplisia buah andaliman menggunakan etanol 96% menghasilkan 59,41 gram
ekstrak dengan persentase rendemen sebesar 11,9%.
4.3 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak buah andaliman
dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder
yang terdapat didalamnya. Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak
buah andaliman dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisa dan ekstrak buah andaliman
No.

Pemeriksaan

Simplisia Buah
Andaliman

1
Flavonoid
2
Alkaloid
3
Saponin
4
Steroid/Terpenoid
5
Glikosida
6
Tanin
Keterangan :
(+) : mengandung golongan senyawa
(-) : tidak mengandung golongan senyawa

+
+
+
+
+
+

Ekstrak Buah
Andaliman
+
+
+
+
+

Hasil skrining fitokimia di atas, menunjukkan bahwa buah andaliman
berpotensi sebagai antioksidan, yaitu dengan adanya senyawa flavonoid.

Universitas Sumatera Utara

Flavonoid pada tumbuhan bergenus Zanthoxylum memberi khasiat sebagai
antitumor, antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, dan antifungi (Kristanty dan
Junie, 2015).
4.4 Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Andaliman terhadap Kadar SOD pada
Tikus
Pemeriksaan kadar SOD dilakukan secara kuantitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis berdasarkan prosedur Bioassay Systems (EnzyChrom
Superoxide Dismutase Assay Kit) pada panjang gelombang 440 nm yang dapat
dilihat pada Lampiran 10, halaman 70. Metode ini berdasarkan pada prinsip
kolorimetri untuk penentuan aktivitas enzim SOD dalam sampel biologi secara
kuantitatif. Di dalam pengujian, superoksida (O2-) dihasilkan oleh reaksi katalisis
xanthine oxidase (XO). O2- bereaksi dengan pewarna WST-1 untuk membentuk
produk berwarna. SOD mengumpulkan O2- sehingga berkurangnya O2- berguna
untuk reaksi kromogenik. Intensitas warna (OD440nm) digunakan untuk
menentukan aktivitas SOD di dalam sampel. Semakin tinggi absorbansi yang
diperoleh (ΔΔOD) maka semakin tinggi aktivitas SOD dari sampel (Anonim,
2012).
Pengukuran aktivitas SOD dimulai dengan pembuatan kurva standar
berdasarkan prosedur yang tertera pada Enzychrom Superoxide Dismutase Assay
Kit. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi masing masing standar
dengan konsentrasi 0, 0,12, 0,24, 0,54, 1,2, 1,8, 2,4, 3 U/ml pada panjang
gelombang 440 nm. Nilai absorban setiap konsentrasi dapat dilihat pada Tabel
4.3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Absorbansi Standar SOD
Konsentrasi SOD (U/ml)

Absorbansi (440 nm)

0

0

0,12

0,001

0,24

0,003

0,54

0,005

1,2

0,005

1,8

0,005

2,4

0,007

3

0,014

Berdasarkan tabel diatas diperoleh kurva standar seperti ditunjukkan pada

Absorbansi (440 nm)

Gambar 4.1.

0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
-0.001
-0.002

0.007
y = 0.0043ln(x) - 0.0009
R² = 0.8898

0.005
0.003
0.001
0
0

0.12

0.24

1.2

2.4

Konsentrasi SOD (U/ml)

Gambar 4.1 Kurva Standar SOD

Kurva standar didapat dari hubungan berbagai konsentrasi standar dengan
absorbansi yang terbentuk. Dari kurva kalibrasi ini diperoleh nilai r2. Nilai r2
berkisar antara 0 sampai 1 yang menunjukkan seberapa dekat nilai perkiraan
untuk analisis regresi yang mewakili data yang sebenarnya. Dari kurva standar

Universitas Sumatera Utara

diperoleh persamaan garis regresi y = 0,0043 ln(x) – 0,0009 dengan nilai r2 =
0,8898.
Aktivitas SOD dihitung dengan mensubstitusikan nilai absorban (y)
sampel pada panjang gelombang 440 nm ke dalam persamaan garis regresi
logaritma y = a ln(x) + b, yang diperoleh dari kurva standar SOD sehingga
diperoleh nilai aktivitas SOD (x). Hasil aktivitas SOD kemudian dilakukan
analisis statistika menggunakan one way analysis of variant (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji Post Hock Tukey HSD. Dari hasil uji yang dilakukan
didapatkan perbedaan hasil pengukuran yang signifikan (p