Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)dan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara

(1)

TESIS

EFEK KOMBINASI EKSTRAK AKTIF BUAH

ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DAN

DOXORUBICIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

Oleh:

CUT MASYITHAH THAIB

NIM 117014003

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEK KOMBINASI EKSTRAK AKTIF BUAH

ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DAN

DOXORUBICIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

CUT MASYITHAH THAIB

NIM 117014003

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

EFEK KOMBINASI EKSTRAK AKTIF BUAH

ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DAN

DOXORUBICIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

Oleh:

CUT MASYITHAH THAIB

NIM 117014003

Medan, 23 Agustus 2013 Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195311281983031002 NIP 195103261978022001

Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M.Biomed. DR. MPS. Pandapotan Nasution, Apt NIP 196602091992031003 NIP 194908111976031001

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M.Biomed NIP 196602091992031003

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Cut Masyithah Nomor Induk Mahasiswa : 117014003

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Jumat tanggal dua puluh tiga bulan Agustus tahun dua ribu tiga belas.

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.

Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M.Biomed. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

DR. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Cut Masyithah Thaib NIM : 117014003

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri, bukan plagiat, dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 23 Agustus 2013 Yang membuat Pernyataan

Cut Masyithah Thaib NIM 117014003


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia serta uji aktivitas sitotoksik, apoptosis, uji kombinasi ekstrak aktif buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan doxorubicin dan uji selektivitas ekstrak buah andaliman. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan dan pembimbing penulis yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan, serta Bapak Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M.Biomed., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan tesis ini. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, MSi., Apt., selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Ibu kepala Laboratorium Farmakognosi, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Bapak kepala Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM, Prof. Supargiono serta staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.


(7)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda (Alm) Tgk. H.M. Thaib dan Ibunda (Almh) Hj. Asiah tercinta, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada abang, dan kakak yang selalu setia memberi doa, dorongan, dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. Serta ucapan terimakasih kepada Dedy Armiadi, M. Kom dan Denny Satria, S.Farm., Apt., dan Puji Lestari, S.Farm., Apt., atas bantuan dan motivasinya selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, 23 Agustus 2013 Penulis

Cut Masyithah Thaib 117014003


(8)

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.) dan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara

ABSTRAK

Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara dan sering digunakan sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan. Buah andaliman banyak dipakai sebagai rempah pada masakan daging, dan ikan sehingga masakan menjadi tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Akhir-akhir ini buah andaliman juga disebut-sebut memiliki khasiat sebagai antikanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sitotoksik dari ektrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), efek kombinasinya dengan doxorubicin, apoptosis dan selectivity index.

Karakterisasi dan skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, glikosida dan tanin, selanjutnya serbuk simplisia diekstraksi secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96%. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan

freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode MTT.

Hasil pengujian sitotoksik ekstrak buah andaliman terhadap sel MCF-7 memberikan nilai IC50 pada ekstrak n-heksan buah andaliman (ENHBA), ekstrak etilasetat buah andaliman (EEABA), dan ekstrak etanol buah andaliman (EEBA) bertutut-turut sebesar 159,747 µg/ml, 136,490 µg/ml, 957,449 µg/ml dan doksorubicin sebagai pembanding dengan konsentrasi 200 nm. Sedangkan nilai IC50 terhadap sel T47D pada ENHBA 57,013 µg/ml, EEABA 52,031 µg/ml, EEBA 463,231 µg/ml dan doxorubicin 200 nm sebagai pembanding.

Selanjutnya EEABA dilakukan pemeriksaan KLT dengan hasil menunjukkan mengandung alkaloid, flavonoid dan saponin. EEBA dikombinasikan dengan doxorubicin terhadap sel MCF-7 memberikan hasil yang sinergis yaitu menunjukkan nilai CI < 1. Kombinasi EEABA dan doxorubicin dilakukan uji apoptosis dengan metode flowcytometri, hasilnya tidak menunjukkan mekanisme apoptosis. Pengujian terhadap sel vero menunjukkan EEABA tidak selektif (0,7) terhadap sel MCF-7 dan SI 1,8 terhadap sel T47D. Kata kunci: MCF-7, T47D, antikanker, buah andaliman (Zanthoxylum


(9)

Combination effects of Fruit Extract Active Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.) And Doxorubicin Against Breast Cancer Cells (MCF-7)

ABSTRACT

Andaliman fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Is one of the wild plant spices whose known by Batak people in North Sumatra, and is often used as a food seasoning. Andaliman fruit is widely used as a spice in cooking of meat and fish dishes to be resistant for several days without causing odor. Lately, andaliman fruit is also said having anticancer properties. The purpose of this study was to determine the cytotoxic effects of the extracts from the fruit andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), and the combination effect of it with Doxorubicin, apoptosis and selectivity index.

Characterization and phytochemical screening carried out on powdered crude drugs, botanicals powders subsequently extracted by maceration using solvents n-hexane, ethyl acetate and ethanol 96%. Each extract was concentrated with the rotary evaporator and dried using freeze dryer to obtain a viscous extract. Each extract were tested cytotoxic activity against MCF-7 and T47D by using MTT method.

Cytotoxic test results of test solution against MCF-7 cells gave IC 50 ENHBA, EEABA, and EENBA continously contributed 159.747 ug/ml, 136.490 ug/ml, and 957.449 mg/ml. Whereas the IC50 value in the treatment of T47D cells, respectively for 57.013 ug/ml, 52.031 ug/ml and 463.231 mg/ml.

Furthermore EEABA combined with Doxorubicin against MCF-7 cells provide synergistic results that demonstrate the value of CI <1. EEABA and doxorubicin combination do not indicate the mechanism of apoptosis are showed using flowcytometri apoptosis method. Tests on vero cells showed no selective EEABA (0.7) against MCF-7 and SI 1.8 for T47D cells.

Keywords: MCF-7, T47D, anticancer, andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.),


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN TESIS ……….… ... iii

KATA PENGANTAR ……….… ... vi

ABSTRAK ……….… ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang …...1

1.2 Perumusan Masalah .. ... 6

1.3 Hipotesis ... .. …… 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Uraian Tumbuhan ... 10

2.1.1 Daerah tumbuhan (habitat) ... 10

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 10


(11)

2.1.4 Nama asing ... 11

2.1.5 Kandungan kimia ... 12

2.1.6 Kegunaan . ... 12

2.2 Ekstraksi ... 12

2.3 Kanker ……… 14

2.3.1 Siklus Sel ... 17

2.3.2 Karsinogen ... 20

2.3.3 Kanker Payudara ... 22

2.3.4 Sel MCF-7 ... 25

2.3.5 Sel T47D ... 25

2.3.6 P-glycoprotein ... 26

2.3.7 Doxorubicin dan resistensinya pada kanker payudara ... 28

2.3.8 Terapi Kombinasi ... 30

2.4. Uji sitotoksik menggunakan metode MTT ... 32

2.5 Apoptosis ... 33

2.6 Sel Vero ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Alat-alat dan Bahan ... 37

3.1.1 Alat-alat ... 37

3.1.2 Pengumpulan Tumbuhan ... 38

3.2 Identifikasi tumbuhan ... 38

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan ... 39

3.3.1 Pengumpulan bahan Tumbuhan ... 39

3.3.2 Pengolahan bahan tumbuhan ... 39


(12)

3.4.1 Besi (III) Klorida 1 % b/v ... 39

3.4.2 Larutan Asam Klorida 2N ... 39

3.4.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M ... 40

3.4.4 Pereaksi Mayer ... 40

3.4.5 Pereaksi Molish ... 40

3.4.6 Pereaksi Dragendorff ... 40

3.4.7 Larutan kloralhidrat ... 40

3.4.8 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2 N ... 40

3.4.9 Pereaksi Bouchardat ... 41

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 41

3.5 Pemeriksaan Karateristik Simplisia ... 41

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 41

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 41

3.5.3 Penetapan kadar air ... 41

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 42

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 42

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 43

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam . ... 43

3.5.8 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam . ... 43

3.6 Skrining Fitokimia ... 44

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 44

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 44

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida ... 45

3.6.3.1 Pemeriksaan Antrakinon ... 45


(13)

3.6.5 Pemeririksaan Tanin ... 46

3.6.6 Pemeriksaan Steroid /Triterpenoida ... 46

3.7 Pembuatan Ekstrak Buah Andaliman ... 46

3.8 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 47

3.9 Pembuatan Media ... 47

3.9.1 Pembuatan Media DMEM ... 47

3.9.2 Pembuatan Media Kultur Lengkap (MK-DMEM) ... 48

3.9.3 Pembuatan Media M199 ... 48

3.9.4 Pembuatan Media Kultur Lengkap (MK-M199) ... 49

3.10 Penumbuhan Sel ... 49

3.10.1 Penumbuhan Sel MCF-7 ... 49

3.10.2 Pertumbuhan Sel T4D7 ... 50

3.10.3 Penumbuhan Sel Vero ... 50

3.10.4 Subkultur Sel ... 51

3.10.5 Panen Sel ... 51

3.10.6 Penghitungan Sel MCF-7, Sel T47D dan Sel Vero ... 51

3.11 Pembuatan Larutan Uji ... 52

3.12 Pengujian Sitotoksik ... 53

3.13 Analisis Hasil ... 53

3.14 Uji Kombinasi ... 54

3.15 Uji Apoptosis ... 56

3.16 Pengujian Sel Vero ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 58


(14)

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 58

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 59

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia ... 59

4.2.4 Pemeriksaan Aprofil KLL ... 61

4.3 Hasil Skrining fitokimia simplisia dan ekstrak ... 62

4.4 Ektraksi ... 64

4.5 Uji sitotoksik ektrak n-heksan, etilasetan dan etanol terhadap sel MCF-7 danT47D ... 64

4.6 Uji kombinasi EEABA-Doxorubicin terhadap MCF-7 ... 66

4.7 Uji Apoptosis ... 68

4.8 Selectivity Index ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan……….. ... 75

5.2 Saran .. ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Interpretasi nilai CI (Combination Index) ... 54 Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak buah andaliman ... 59 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak buah andaliman.. 63 Tabel 4.3 Nilai CI (Combination Index) doxorubicin dengan EEABA ... 67


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 9 Gambar 2.1 Mekanisme Pemompaan oleh Pgp ... 27 Gambar 2.2 Reduksi MTT menjadi Formazan ... 32 Gambar 4.1 Kromatogram ekstrak EEABA dengan fase gerak

Etilasetat : n-heksan (8:2……… 62 Gambar 4.2 Grafik hubungan antara nilai IC50 sel MCF-7 dan T47D

dengan ekstrak ... 66 Gambar 4.3 Gambaran persentase kondisi sel MCF-7 kontrol ... 69 Gambar 4.4 Gambaran persentase kondisi sel MCF-7 yang diberi

Doxorubicin ... 70 Gambar 4.5 Gambaran persentase kondisi sel MCF-7 yang diberi

EEABA.. ... ….. 70 Gambar 4.6 Gambar persentase kondisi sel MCF-7 yang diberi


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat hasil idetifikasi tumbuhan andaliman ... 85

Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman ... 86

Lampiran 3 Gambar buah andaliman ... 87

Lampiran 4 Gambar serbuk simplisia buah andaliman ... 88

Lampiran 5 Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah andaiman ... 89

Lampiran 6 Bagan pembuatan serbuk simplisia dan skrining fitokimia, karakterisasi simplisia buah andaliman ... 90

Lampiran 7 Bagan pembuatan ekstrak serbuk simplisia buah andaliman... 91

Lampiran 8 Perhitungan kadar air serbuk simplisia ... 92

Lampiran 9 Perhitungan kadar sari larut air serbuk simplisia ... 93

Lampiran 10 Perhitungan kadar larut larut etanol simplisia ... 94

Lampiran 11 Perhitungan kadar abu total simplisia ... 95

Lampiran 12 Perhitungan kadar abu tidak larut asam simplisia ... 96

Lampiran 13 Perhitungan kadar air ekstrak n-heksan ... 97

Lampiran 14 Perhitungan kadar sari larut air ekstrak n-heksan ... 98

Lampiran 15 Perhitungan kadar larut larut etanol ekstrak n-heksan ... 99

Lampiran 16 Perhitungan kadar abu total ekstrak n-heksan ... 100

Lampiran 17 Perhitungan kadar abu tidak larut asam ekstrak n-heksan 101

Lampiran 18 Perhitungan kadar air ekstrak etilasetat ... 102

Lampiran 19 Perhitungan kadar sari larut air ekstrak etilasetat ... 103

Lampiran 20 Perhitungan kadar larut larut etanol ekstrak etilasetat ... 104


(18)

Lampiran 22 Perhitungan kadar abu tidak larut asam ektrak etilasetat . 106

Lampiran 23 Perhitungan kadar air ekstrak etanol ... 107

Lampiran 24 Perhitungan kadar sari larut air ekstrak etanol ... 108

Lampiran 25 Perhitungan kadar larut larut ekstrak etanol ... 109

Lampiran 26 Perhitungan kadar abu ekstrak etanol ... 110

Lampiran 27 Perhitungan kadar abu tidak larut asam ekstrak etilasetat.. 111

Lampiran 28 Perhitungan persen sel hidup pada sel MCF-7 ... 112

Lampiran 29 Hasil penetuan IC50 sel MCF-7 dengan analisis SPSS 17 .. 114

Lampiran 30 Perhitungan persen sel hidup pada sel T47D... 118

Lampiran 31 Hasil penetuan IC50 sel T47D dengan analisis SPSS 17 .... 120

Lampiran 32 Pembuatan Media DMEM ... 123

Lampiran 33 Bagan pembuatan media kultur lengkap (MK-DMEM) ... 124

Lampiran 34 Bagan pembuatan media MI99 ... 125

Lampiran 35 Bagan pembuatan media kultur lengkap (MK-M199) ... 126

Lampiran 36 Bagan penumbuhan sel MCF-7 ... 127

Lampiran 37 Bagan panen sel MCF-7 ... 128

Lampiran 38 Bagan penumbuhan sel Vero ... 129

Lampiran 39 Bagan panen sel Vero ... 130

Lampiran 40 Bagan penghitungan sel ... 131

Lampiran 41 Bagan pembuatan larutan uji ... 132

Lampiran 42 Bagan Pengujian Sitotoksik ... 133

Lampiran 43 Sel MCF-7 dan sel T47D di bawah mikroskop ... 134

Lampiran 44 Microplate-96 sumuran dan kristal formazan ... 135

Lampiran 45 Bagan Pengujian Combinasi Index ... 136


(19)

Lampiran 47 Bagan Pengujian apoptosis ... 138

Lampiran 48 Bagan Pengujian Sel Vero ... 139

Lampiran 49 Sel Vero di bawah mikroskop ... 140

Lampiran 50 Perhitungan persen sel hidup sel Vero ... 141

Lampiran 51 Hasil penentuan IC50 sel Vero dengan analisa probit SPSS 17 ... ... 142


(20)

DAFTAR SINGKATAN

ABC : ATP Binding Cassette protein ACS : American Cancer Society ATP : Adenosine Tri Phosphate

Bad : Bcl-2-associated death promoter

Bak : Bcl-2 homologous antagonist/killer

Bax : Bcl-2-associated X

Bcl-2 : B cell lymphoma 2

Bcl-XL : B cell lymphoma-extra large

BCRP : Breast Cancer Resistance Protein

BRCA : Breast cancer

caspase : Cysteine aspartyl specific protease

CCRC : Cancer Chemoprevention Research Center

cdc : Cell division control protein

CDK : Cyclin Dependent Kinase

COX-2 : Cyclooxygenase 2

DAB : 3,3’-diaminobenzidin dATP : Deoxy Adenosine Tri Phosphate

DME : Dulbecco’s Modified Eagle Media

DMO : Dimetil sulfoksida DA : Deoxyribosenucleic Acid

EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetic Acid

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

ER : Estrogen Receptor

FADD : Fas Associating Protein with Death Domain

FasL : Fas Ligan

FBS : Fetal Bovine Serum

HER-2 : Human Epidermal growth factor Receptor-2

IC50 : Inhibitory Concentration 50%

I-κB : Inhibitor κB


(21)

LAF : Laminar Air Flow

MDR1 : Multi Drug Resistance 1

MRP : Multidrug Resistance-Associated Protein

MTT : 3-(4,5-dimetil thiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida NF-κB : Nuclear Factor κB

PARP : Poly(ADP-ribose) Polymerase

PBS : Posphate Buffer Saline

PDB : Protein Data Bank

Pgp, : P-glycoprotein

PI : Propidium Iodida

PUMA : p53 Upregulated Modulator of Apoptosis

RNA : Ribosenucleic Acid

ROS : Reactive Oxygen Species

rpm : Rotation perminute

Smac/DIABLO : Second mitochondria activator of caspases/ Direct Inhibitor of Apoptosis Binding protein with Low PI

TNF : Tumor Necrosis Factor

TNFR-1 : Tumor Necrosis Factor Receptor-1

TRADD : TNF–R1 Associating protein with Death Domain

TRAIL : Tumor necrosis factor-Related Apoptosis Inducing Ligand

Thr : Treonin


(22)

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.) dan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara

ABSTRAK

Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara dan sering digunakan sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan. Buah andaliman banyak dipakai sebagai rempah pada masakan daging, dan ikan sehingga masakan menjadi tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Akhir-akhir ini buah andaliman juga disebut-sebut memiliki khasiat sebagai antikanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sitotoksik dari ektrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), efek kombinasinya dengan doxorubicin, apoptosis dan selectivity index.

Karakterisasi dan skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, glikosida dan tanin, selanjutnya serbuk simplisia diekstraksi secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96%. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan

freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode MTT.

Hasil pengujian sitotoksik ekstrak buah andaliman terhadap sel MCF-7 memberikan nilai IC50 pada ekstrak n-heksan buah andaliman (ENHBA), ekstrak etilasetat buah andaliman (EEABA), dan ekstrak etanol buah andaliman (EEBA) bertutut-turut sebesar 159,747 µg/ml, 136,490 µg/ml, 957,449 µg/ml dan doksorubicin sebagai pembanding dengan konsentrasi 200 nm. Sedangkan nilai IC50 terhadap sel T47D pada ENHBA 57,013 µg/ml, EEABA 52,031 µg/ml, EEBA 463,231 µg/ml dan doxorubicin 200 nm sebagai pembanding.

Selanjutnya EEABA dilakukan pemeriksaan KLT dengan hasil menunjukkan mengandung alkaloid, flavonoid dan saponin. EEBA dikombinasikan dengan doxorubicin terhadap sel MCF-7 memberikan hasil yang sinergis yaitu menunjukkan nilai CI < 1. Kombinasi EEABA dan doxorubicin dilakukan uji apoptosis dengan metode flowcytometri, hasilnya tidak menunjukkan mekanisme apoptosis. Pengujian terhadap sel vero menunjukkan EEABA tidak selektif (0,7) terhadap sel MCF-7 dan SI 1,8 terhadap sel T47D. Kata kunci: MCF-7, T47D, antikanker, buah andaliman (Zanthoxylum


(23)

Combination effects of Fruit Extract Active Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.) And Doxorubicin Against Breast Cancer Cells (MCF-7)

ABSTRACT

Andaliman fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Is one of the wild plant spices whose known by Batak people in North Sumatra, and is often used as a food seasoning. Andaliman fruit is widely used as a spice in cooking of meat and fish dishes to be resistant for several days without causing odor. Lately, andaliman fruit is also said having anticancer properties. The purpose of this study was to determine the cytotoxic effects of the extracts from the fruit andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), and the combination effect of it with Doxorubicin, apoptosis and selectivity index.

Characterization and phytochemical screening carried out on powdered crude drugs, botanicals powders subsequently extracted by maceration using solvents n-hexane, ethyl acetate and ethanol 96%. Each extract was concentrated with the rotary evaporator and dried using freeze dryer to obtain a viscous extract. Each extract were tested cytotoxic activity against MCF-7 and T47D by using MTT method.

Cytotoxic test results of test solution against MCF-7 cells gave IC 50 ENHBA, EEABA, and EENBA continously contributed 159.747 ug/ml, 136.490 ug/ml, and 957.449 mg/ml. Whereas the IC50 value in the treatment of T47D cells, respectively for 57.013 ug/ml, 52.031 ug/ml and 463.231 mg/ml.

Furthermore EEABA combined with Doxorubicin against MCF-7 cells provide synergistic results that demonstrate the value of CI <1. EEABA and doxorubicin combination do not indicate the mechanism of apoptosis are showed using flowcytometri apoptosis method. Tests on vero cells showed no selective EEABA (0.7) against MCF-7 and SI 1.8 for T47D cells.

Keywords: MCF-7, T47D, anticancer, andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.),


(24)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang telah lama menjadi perhatian serius pada bidang kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah korban terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya (Sajuthi, 2001). Kanker payudara merupakan penyakit kanker yang sering ditemui pada wanita setelah kanker leher rahim. National Cancer Institute (NCI) memperkirakan pada tahun 2013 di Amerika Serikatakan ada kasus baru kanker payudara sebanyak 232.340 (wanita) dan 22.240 (laki-laki) dengan jumlah kematian sebanyak 39.620 (wanita) dan 410 (laki-laki) (NCI, 2013). Hal ini tidak hanya terjadi di suatu tempat saja, namun hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penderita kanker payudara di Indonesia sebanyak 12,10%, terbanyak kedua setelah kanker leher rahim (19,18%) (Tjindarbumi,dan Mangunkusumo, 2002). Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita di berbagai belahan dunia yang disebabkan metastasis kanker tersebut (Walker, et al., 1997; DeMore, et al., 2001).

Pengobatan kanker umumnya didasarkan pada upaya pengangkatan jaringan atau dengan mematikan sel kanker tersebut serta meminimalkan efeksamping yang tidak diinginkan terhadap sel normal. Operasi atau pembedahan merupakan salah satu cara untuk mengangkat jaringan kanker. Pengobatan ini harus diimbangi dengan kemoterapi atau penyinaran dengan sinar X untuk mengatasi kemungkinan sel telah mengalami metastasis dan untuk menghambat poliferasi sel kanker yang mungkin masih tertinggal (Tsao, et al., 2004).


(25)

Berbagai pengobatan tersebut banyak memiliki kelemahan seperti harganya yang mahal dan efek samping yang ditimbulkannya.Teknik pengobatan kemoterapi disamping membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel normal yang menyerap obat tersebut(NCI, 2012), juga dapat menyebabkan menurunkan kesububuran organ reproduksi (infertility) (Ruth, 2011).

Berbagai kendala dan efek samping yang ditimbulkan oleh berbagai pengobatan kanker memicu perlunya suatu terobosan pengobatan kanker dengan efektifitas tinggi dan efek samping yang minimal.Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini adalah mengembangkan pembuatan obat dari

tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa berpotensi sebagai

antikanker.Pengembangan obat kankerdari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti biayanyayang lebih murah, mudah didapatkan, dan efek samping yang ditimbulkan relatif sedikit (BBPPTO-OT, 2008).

Salah satu tanaman yang diduga memiliki potensi sebagai antikanker adalah buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Buah andaliman merupakan spesies dari Zanthoxylum (suku jeruk-jerukan, Rutacea) yang dikenal dengan nama lokal andaliman (Toba) atau sinyar-sinyar (Angkola).Secara tradisonal buah andaliman digunakan sebagai bumbu masak di SumateraUtara khususnya Tapanuli Utara dan untuk pengobatan diare serta sakit perut (Suryanto, et al., 2004).

Berdasarkan hasil studi fitokimia dilakukan terhadap tumbuhan bergenus

Zanthoxylum, umumnya mengandung metabolit sekunder beberapa jenis alkaloid, lignans, amidakumarin, metabolitlainnya telahterisolasiantara lain seperti flavonoid, sterol dan terpene (Patino, et al., 2012). Alkaloid merupakan senyawa


(26)

yang sangat penting bagi tumbuhan bergenus Zanthoxylum, mereka terdapat di sebagian besar spesies dan telah ditemukan di semua organ tanaman. Alkaloid utama yang telah terisolasi dari tumbuhan bergenus Zanthoxylum adalah jenis isoquinolines (benzophenanthridine, benzylisoquinoline, aporphine, protoberberine dan berberin) dan quinolines

Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap tumbuhan bergenus

Zanthoxylum diantaranya adalah Da Silva, et al., (2007) melakukan penelitian terhadap spesies Zanthoxylum rhoifolium membuktikan bahwa minyak essensial dari daun Zanthoxylum rhoifolium menunjukkan efek sitotoksik (LD 50) terhadap sel kanker paru-paru (82,3mg/ml), sel kanker serviks (90,7 mg/ml) dan sel kanker kolon (113,6 mg/ml) sedangkan terhadap sel normal (sel vero) tidak menunjukkan efek sitotoksik. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hirokawa, et al., (2006) menunjukan bahwa lada sichuan (buah) dari Zanthoxylum piperitum mampu memblokir PAK1 kinase pada kanker payudara secara selektif.

.

Wijaya, (1999) melakukan penelitian tentang aroma sitrus (jeruk) pada buah andaliman, aroma jeruk tersebut berasal dari senyawa terpenoid yang dikandung buah andaliman, diantanya Citronella dan Limonene memberi dampak terbesar pada aroma segar andaliman, β-myrcene, 2-β-myrcene, linalool, β -citronelal, geraniol, geranial, geranyl acetate, dan senyawa sesquiterpenes juga memberi kontribusi terhadap aroma segar buah andaliman.

Senyawa-senyawa beraroma jeruk tersebut tersebut telah dilaporkan bersifat sebagai antioksidan, hal ini telah dibuktikan peneliti Wijaya, (1999, belum dipublikasi) dengan menggunakan metoda tiosianat menunjukkan bahwa buah andaliman pada konsentrasi 200 ppm mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dari alpha-tokoferol, walau sedikit lebih rendah dari BHT (butil hidroksi


(27)

toluen) berturut-turut adalah 4,34, 3,99 dan 4,73. Hasil penelitian lainnya Soedarmadji, et al., (2004), pada konsentrasi 100 ppm waktu pengujian selama 8 jam diatas suhu 100o

Beberapa kasus, kanker payudara mengekspresikan Pgp (P-glycoprotein) secara berlebih (Imai, 2005). Ekspresi berlebih dari Pgp tersebut akan menurunkan konsentrasi agen kemoterapi seperti doxorubicin, paclitaxel, dan vincristine di dalam sel melalui mekanisme pengeluaran obat dari dalam sel, sehingga potensi sitotoksik doxorubicin pada sel kanker akan berkurang(Wong, et al., 2006). Menurut Yanti, et al., (2011), berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap buah andaliman menunjukkan hasil bahwa ekstrak buah andaliman mampu menghambat TNF (mediator tumor) sehingga akan menurunkan aktifitas NF-kB yang merupakan regulasi ekspresi PgP. Oleh karena itu, perlu dilakukan terapi kombinasi dengan menggunakan agen ko-kemoterapi untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara MCF-7 terhadap agen kemoterapi doxorubicin. Akan tetapi, masih langkanya pembuktian penggunaan bahan alami secara ilmiah menimbulkan kekhawatiran apakah alternatif pengobatan tersebut mempunyai dampak positif ataukah justru mempunyai dampak negatif. Bahan alami yang ideal digunakan sebagai ko-kemoterapi adalah bahan alami yang berefek sinergis dengan agen kemoterapi, sehingga dosis agen C penggunaan antioksidan ekstrak biji andaliman lebih efektif dibanding dengan antioksidan pembanding. dan senyawa antioksidan yang sama pada jahe telah diketahui dapat melindungi sel imun manusia dari tekanan oksidatif, selanjutnya senyawa antioksidan tersebut telah diteliti mempunyai potensi melindungi sel imun dari kematian (Prangdimurti, 1999) dan dapat memacu sistem imun khususnya aktivitas anti kanker seperti yang diamati pada ekstrak jahe (Zakaria dan Razab., 1999).


(28)

kemoterapi yang dipakai dapat diturunkan sebagai upaya menghindari efek samping serta membantu percepatan penyembuhan kanker (Untung, et al., 2008).

Doxorubicin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas antitumor spektrum luas dan telah digunakan pada berbagai jenis kanker seperti kanker payudara dan leukemia (Wattanapitayakul, et al., 2005). Timbulnya resistensi sel terhadap beberapa obat terapi kanker termasuk doxorubicin menjadi kendala utama dalam kemoterapi, karena dapat menurunkan sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi. Oleh karena itu, berbagai penelitian guna mengurangi resistensi sel terhadap obat terus dilakukan, sehingga dapat memperbaiki aplikasi klinik agen kemoterapi kanker payudara (Adina, 2009).

Sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan T47D (Human ductal breast epithelial tumor cell line) adalah suatu model sel kanker yang sering digunakan. Pada sel MCF-7, Pgp diekspresikan tinggi, sehingga sensitivitas sel terhadap agen kemoterapi seperti doxorubicin rendah (Wong, et al., 2006). Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa kemoterapi pada sel MCF-7 dan untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah dengan menghambat ekspresi dan aktivasi Pgp (Zhou, et al., 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan terapi kombinasi menggunakan agen kemopreventif untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara MCF-7 terhadap agen kemoterapi doxorubicin. Sel T47D adalah model sel kanker payudara yang belum resisten terhadap agen kemoterapi doxorubicin akan tetapi diketahui memiliki p53 yang telah termutasi (Junedi, et al., 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, untuk


(29)

mengetahuiapakah ekstrak aktif buah andaliman memiliki efek sebagai anti kanker terhadap sel MCF-7 dan sel T47D, apakah kombinasi dari ekstrak aktif buah andaliman dan doxorubicin dapat meningkatkan sensitifitas dari sel MCF-7 terhadap doxorubicin, apakah mekanisme ekstrak aktif buah andaliman dan kombinasinya dengan doxorubicin melalui mekanisme apoptosis dan mengetahui selektivitas ekstrak aktif buah andaliman.

Penelitian ini meliputi identifikasi bahan, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak buah andaliman, pembuatan ekstrakn-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol, pengujian efek sitotoksik dengan metode MTT terhadap ekstrak ekstrakn-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari buah andaliman serta efek sitotoksik doxorubicin, pengujian CI dengan metode MTT terhadap ekstrak aktif buah andaliman dan doxorubicin, pengujian efek selektivitas ekstrak aktif buah andaliman, dan pengujian apoptosis dengan metode

flowcytometry terhadap ekstrak aktif buah andaliman dan doxorubicin.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. apakah ekstrakn-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari buah

andaliman memiliki efek sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan sel T47D? b. apakah ekstrakaktif buah andaliman memiliki potensi sebagai agen

ko-kemoterapi secara in vitro dalam peningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin?

c. apakah dapat diketahui dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7?


(30)

d. apakah kombinasi ekstrak aktif buah andaliman dan doxorubicin melalui mekanisme apoptosis?

e. apakah ekstrak aktif buah andaliman selektif terhadap sel MCF-7 dan sel T47D?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. ekstrak buah andaliman memiliki efek sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan sel T47D.

b. ekstrak aktif dari buah andaliman memiliki potensi sebagai agen ko-kemoterapi secara in vitro dalam peningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin.

c. dapat diketahui dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7.

d. kombinasi ekstrak aktif buah andaliman dan doxorubicin melalui mekanisme apoptosis.

e. Ekstrak aktif buah andaliman selektif terhadap sel MCF-7 dan sel T47D

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui efek sitotoksik ekstrakbuah andaliman terhadap sel MCF-7 dan sel T47D.


(31)

b. mengetahui ektrak aktif buah andaliman memiliki potensi sebagai agen ko-kemoterapi secara in vitro dalam peningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin.

c. mengetahui dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7.

d. mengetahui kombinasi ekstrak aktifbuah andaliman dan doxorubicin pada jalur apoptosis.

e. mengetahui selektifitasekstrak aktif buah andaliman terhadap sel MCF-7 dan T47D.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa ekstrakbuah andaliman dapat digunakan sebagai ko-kemoterapi.

b. Menambah informasi tentang buah andaliman dan menjadi inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai antikanker.


(32)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Simplisia Buah

andaliman

Esktrak Etilasetat Buah Andaliman

Karakteristik Simplisia

1. Makroskopik

2. Mikroskopik

3. Kadar Air 4. Kadar abu total 5. Kadar abu tidak larut

dalam asam

6. Kadar sari larut

dalam air

7. Kadar sari larut dalam etanol. Skrining Fitokimia 1. Alkaloid 2. Flavoniod 3. Tanin 4. Saponin 5. Triterpenoid/Steroid 6. Glikosida

7. Glikosida Antrakinon

Selektivitas Efek Efek Sitotoksik

Ekstrak

Apoptosis

Persentase Sel hidup Sel Terfragmentasi Sel MCF-7

Karakteristik

Ekstrak 1. Kadar Air

2. Kadar abu total 3. Kadar abu tidak larut

dalam asam

4. Kadar sarilarut

dalam air

5. Kadar sari larut

dalam etanol. Esktrak Etanol

Buah Andaliman Esktrakn-Heksan Buah Andaliman

Esktrak n-Heksan Buah Andaliman Esktrak Etilasetat Buah Andaliman EsktrakEtanol Buah Andaliman

Doxorubicin

CI ekstrak dengan doxorubicin

Persentas Sel Hidup

Doxorubicin

Sel MCF-7

Combination Index (CI)

Ektrak Aktif

Sel T47D


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan. 2.1.1 Daerah tumbuh (habitat)

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat batak, Sumatera Utara. Andaliman termasuk tanaman rempah yang tumbuh di pegunungan kawasan Danau Toba dan sekitarnnya. Diduga penyebaran tanaman secara umum melalui burung yang memakan buah andaliman, kemudian melalui kotoran burung tersebut biji andaliman tersebar kemana-mana dan tumbuh secara liar. DiSumatera Utara tanaman ini tumbuh liar pada berbagai tempat, yaitu di daerah Angkola, Mandailing, Humbang, Silindung, Dairi dan Toba Holbung (Parhusip, 2006).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Andaliman merupakan tumbuhan perdu, tegak dengan tinggi 3-8 meter, batang dan cabang berwarna kemerahan, beralur, berbulu halus danberduri.Buah andaliman berbentuk bulat kecil, perikarpnya berwarna hijau tua sampai kemerahan dan warna bijinya hitam, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan ada rasa getir yang tajam dan khas, serta dapat merangsang produksi air liur.Buahnya termasuk buah sejati berdiameter 3-4 mm yang berasal dari satu bunga dengan banyak bakal buah yang masing-masing bebas dan kemudian tumbuh menjadi buah tetapi berkumpul pada satu tangkai. Daunnya merupakan


(34)

daun majemuk dengan panjang 2-25 cm, anak daun 1-6 pasang dengan tangkai yang pendek, tepi daun bergerigi, ujung daun runcing, warna daun hijau dan permukaan atas daun lebih tua dibanding permukaan bawah daun. Panjang bunganya 3 mm. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Sistem akar tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil dan sedikit berbulu halus di seluruh permukaannya (Parhusip, 2006).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan andaliman menurut Sharma (1993),sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa : Geraniales Suku : Rutaceae Marga : Zanthoxylum

Jenis : Zanthoxylum acanthopodium DC. 2.1.4 Nama asing

Nama asing andaliman adalah yan-jiao (Cina), mouh laaht faa jiu (Cina Kanton), mao la hua jiao (Cina Mandarin), indonesian lemon pepper (Inggris), indonesischer zitronenpfeffer (Jerman), tambhul (India), sansho (Jepang) dan emmay/yerma (Tibet) (Anonim a, 2012).


(35)

2.1.5 Kandungan kimia

Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) mengandung senyawa alkaloida, fenol hidrokuinon, flavonoida, steroida/triterpenoida, tannin, glikosida dan minyak atsiri (Parhusip, 2006).

2.1.6 Kegunaan

Buah andaliman banyak digunakan sebagai bahan aromatik, tonik, perangsang nafsu makan dan obat sakit perut (Sirait, 1991). Selain itu buah andaliman memiliki aktivitas fisiologi sebagai antioksidan dan antimikroba (Wijaya, 1999).

2.2 Ekstraksi

Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara: a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana, dengan cara perendaman menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan atau (kamar) (Depkes, 2000). Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut) kemudian sampai 100 bagian penyari (Depkes, 1986).

b. Perkolasi

Percolare berasal dari kata “colare”, artinya menyerkai dan “per” sama dengan through, artinya menembus (Syamsuni, 2006). Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator di mana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri


(36)

dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara,tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampaidiperoleh ekstrak (Depkes, 2000).

Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna (Agoes, 2007).

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

d. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan secara terus-menerus) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C (Depkes, 2000).

e. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi berkesinambungan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

f. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana infus diatas penangas air mendidih), temperatur terukur (90-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes, 2000).

g. Dekoktasi

Dekoktasi adalah ekstraksi dengan metode infus yang dilakukan selama 30 menit dengan temperatur titik didih air (Depkes, 2000).


(37)

2.3 Kanker

Kanker adalah segolonga tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyera bersebelahan(invasi)atau dengan migrasi sel ke tempat yang lebih ja Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusaka menyebabkan kehilangan fungsi kontrolnya terhadapregulasi daur sel maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler.Dengan kegagalan tersebut, sel tidak dapat berproliferasi secara normal. Akibatnyasel akan berproliferasi terus-menerus sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringanyang abnormal (Dianda,2009).Penyakit kanker merupakan penyakit ke-2 terbesar di dunia setelah jantung yangmenyebabkan kematian, sedangkan di Indonesia pada urutan ke-6. Kanker terjadiakibat adanya gangguan fungsi homeostasis atau kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi pada organisme multiseluler (Kompas, 2003).

Sel kanker timbul dari selnormal tubuh yang mengalami transformasi atau perubahan menjadi ganas olehkarsinogen atau karena mutasi spontan. Transformasi sejumlah gen yangmenyebabkan gen tersebut termutasi disebut neoplasma atau tumor. Neoplasmamerupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Pada tahap awal, neoplasma berkembang menjadi karsinoma in situ di mana sel-sel pada jaringan tersebut masih terlokalisasi dan mungkinmemiliki kesamaaan fungsional dengan sel normal.Sel neoplasmamengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang


(38)

bersifat jinak dantidak menyebar ke jaringan di sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagaitumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain.Maligna sering dikatakan sebagai kanker (Dianda, 2009).

Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal dalamtubuh. Ciri-ciri khusus sel kanker yang membedakannya dengan sel normal antaralain:

a. Sel kanker tidak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan nama apoptosis. Protein p53 mampu mencegah replikasi dari DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong penghancuran sendiri dari sel yang mengandung DNA yang tidak normal. Peristiwa ini disebut apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam tubuh, yang mana semuanya fungsional dan menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker berbeda dengan karakteristik tersebut. Sel kankerakan terus hidup meski seharusnya mati (immortal). Mutasi dari gen p53 menyebabkan proliferasi dan transformasi sel menjadi kehilangan kendali (Sofyan, 2000). b. Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstraseluler atau asosial. Komunikasi

ekstraseluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya. Sel kanker dapat memproduksi growth factorsendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi. Dengan demikian sel kanker dapat tumbuh menjadi tak terkendali. Sel kanker juga tidak sensitive terhadap sinyal yang dapat


(39)

menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Sel kanker mampu menghindar dari sinyal anti pertumbuhan yang berhubungan dengan daur sel, salahsatu mekanismenya adalah dengan rusaknya gen Rb (Kumar, et al., 2005).

c. Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan tersebut dan tumbuh subur di atas jaringan lain membentuk anak sebar (metastasis). Semakin besar jangkauan metastasis tumor, kanker semakin sulit disembuhkan.Kanker pada stadium metastasis inilah yang merupakan penyebab 90% kematian penderita kanker (Pecorino, 2005).

d. Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski itu tentunya dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh. Sinyal inisiasi pada proses angiogenesis di antaranya adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblast Growth Factor (FGF). Selain itu regulator yang lain adalah angiopoietin-1, angiotropin, angiogenin, epidermal growth factor, granulocytecolony-stimulating factor, interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-8, PDGF. TNF-α ,kolagen, cathepsin (Kumar, et al., 2005).

e. Sel kanker memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski seharusnya ia sudah tidak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya. Dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sinyal pertumbuhan dan kemampuan menghindar dari mekanisme apoptosis, sel kanker memiliki kemampuan tak terbatas untuk bereplikasi (Kumar, et al., 2005).

Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab tunggal untuk terjadinyakanker hingga saat ini belum diketahui. Namun demikian, berdasarkan


(40)

laporan berbagai penelitian, dapat diketahui bahwa karsinogen digolongkan ke dalam 4golongan yaitu:

a. Bahan kimia, karsinogen bahan kimia melalui metabolisme membentuk gugus elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai hasil antara, yang kemudian dapat berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik pada protein, RNA dan DNA.

b. Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti Human papilomavirus yang menyebabkan kanker penis atau vulva; Epstein Barr virus yang menyebabkan karsinoma nasofaring dan limfoma Burkitt, cytomegalovirus yang menyebaban sarkoma kaposi pada penderita AIDS, virus hepatitis B yang menyebabkan kanker hati. Golongan virus RNA yang menyebabkan kanker atau sarkoma jaringan lunak.

c. Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290 - 370 nm berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.

d. Agen biologik, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan kanker payudara dan kanker rahim (Anonim, 2007).

2.3.1 Siklus Sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000).

Selain itu, terdapat fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S


(41)

dinamakan G-2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh faktor ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2, sel melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses pembelahan, sehingga sel siap melakukan pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin khususnya cyclin D, E, A dan B merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6 dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppressor protein yaitu p53 dan pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Foster, et al., 2001).

Aktivasi CDK memerlukan ekspresi cyclin (Cyc). Kompleks Cyclin-CDK dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Wee1 (tyrosin15)/ Myt1 (threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks Cyc-CDK diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi CDK oleh CDK-activating kinase (CAK) pada threonin161 dan penghilangan fosfat (defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Wee1 (tyrosin15)/Myt1 (threonin14). CDK bekerja pada awal G1 untuk mengaktifkan E2F-dependent


(42)

transcription gen yang diperlukan untuk fase S (di akhir G1 untuk menginisiasi fase S) dan juga di akhir G2 untuk menginisiasi mitosis (M) (Nurse, 2000).

Checkpoint pada G2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks Cdc-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1 akan dapat dilalui jika (1) ukuran sel memadai; (2) ketersediaan nutrien mencukupi; dan (3) adanya faktor pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain).

Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika ukuran sel memadai, dan replikasi kromosom terselesaikan dengan sempurna, sedangkan checkpoint pada metaphase (M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel pada gelendong (spindle) mitotik (Ruddon, 2007).

Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitotik, sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Checkpoint tersebut bekerja dengan memonitor apakah kinetokor dan mikrotubul terhubung secara benar. Jika tidak, kohesi kromatid akan tetap berlangsung dan mikrotubul gagal untuk memendek sehingga kromatid tidak bergerak menjauh ke kutub yang berlawanan (Ruddon, 2007).

Kontrol checkpoint sangat penting untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis


(43)

bagi timbulnya kanker. Oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.3.2 Karsinogenesis

Kanker bukanlah penyakit yang datang dengan begitu saja, melainkan akibatakumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu di dalam tubuh.Serangkaian proses berkembangnya kanker disebut karsinogenesis. Karsinogenesisadalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multitahap yangmenunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normalmenjadi sel malignan (ganas) (Tsao, et al., 2004). Perubahan ini diawali dari mutasi somatik satu sel tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik, dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan metastasis atau menginvasi jaringan di sekelilingnya). Perubahan genetik ini termasuk perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen seperti: tumor suppresor genes (pRb, p53,PTEN,E-cadherin) dan proto-oncogenes (ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004).

Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis dan merupakan hasil perubahan genetik yang menuntun pada proliferasi tidak terkontrol (abnormal) sebuah sel. Tahap inisiasi dapat terjadi melalui jalur germinal dan somatik. Namun, pada kebanyakan kasus diperoleh secara somatik akibat terjadinya kesalahan acak saat pembelahan sel atau karena paparan dari karsinogen spesifik seperti tobako dan radiasi (Tsao, et al., 2004). Pada tahap ini, senyawa yang berpotensi sebagai senyawa karsinogen diaktivasi terlebih dahulu di dalam tubuh terutama di hepar menjadi senyawa metabolitnya. Senyawa metabolit


(44)

ini ada yang bersifat reaktif, mutagenik, dan mampu berikatan dengan makromolekul di dalam tubuh seperti DNA dengan ikatan irreversible. Sel yang mengalami inisiasi atau prakanker dapat kembali ke tingkat normal secara spontan, tetapi pada tingkat lebih lanjut dapat menjadi ganas (malignan) (Tsao, et al., 2004)).

Tahap karsinogenesis selanjutnya adalah promosi. Tahap ini merupakan tingkat lanjutan dari tahap inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel (Tsao, et al., 2004). Berbeda dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap promosi hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel-sel akan memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004)

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan munculnya keistimewaan-keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dan angiogenesis (Kumar, et al, 2005). Pada tahap ini, sel-sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh melalui pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh (Kumar, et al., 2005). Sel malignan yang bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju


(45)

saluran limpoid. Sel tersebut akan berinteraksi dengan sel limpoid yang digunakan sebagai inangnya. Selanjutnya, sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya (Kumar, et al., 2005).

Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molocules) dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul-molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses metastasis dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005). 2.3.3 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar, sehingga kanker payudara tergolong pada karsinoma. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh wanita, di samping kanker serviks. Penyebab kanker payudara sangat beragam, antara lain(Torosian, 2002):

a. Kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh radiasi yang berlebihan.

b. Kegagalan immune surveillance dalam pencegahan proses malignan pada fase awal.

c. Faktor pertumbuhan yang abnormal.

d. Malfungsi DNA repairs seperti : BRCA1, BRCA2 dan p53.

Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuh yang letaknya berjauhan.


(46)

Semua tipe jaringan pada payudara dapat berkembang menjadi kanker, namun pada umumnya kanker muncul baik dari saluran (ducts) maupun kelenjar (glands). Perkembangannya memerlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan dengan mammogramsyang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini (Dolinsky, 2002).

Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi faktor yang dapat diubah (reversible) dan yang tidak dapat diubah (irreversible). Faktor-faktor yang tidak dapat diubah termasuk jenis kelamin, bertambahnya umur, ada-tidaknya riwayat keluarga menderita kanker, pernah-tidaknya menderita kanker payudara, pernah-tidaknya mendapat terapi radiasi pada bagian dada, suku bangsa Kaukasian, orang yang mengalami menstruasi pertama pada usia sangat muda (sebelum 12 tahun), yang mengalami menopause terlambat (setelah 50 tahun), yang tidak pernah melahirkan atau melahirkan di usia lebih dari 30 tahun, dan yang mengalami mutasi genetik. Dari berbagai macam faktor tersebut, 3%-10% penyebab kanker payudara diduga berkaitan dengan perubahan baik gen BRCA1

maupun gen BRCA2 (Dolinsky, 2002).

Beberapa faktor yang menaikkan resiko menderita kanker payudara yang dapat diubah, yakni mendapatkan terapi pengganti hormon (penggunaan estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama untuk mengatasi gejala menopause), menggunakan pil antikontrasepsi (pil KB), tidak menyusui, mengonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas per hari, menjadi gemuk terutama setelah menopause, dan tidak berolahraga (Dolinsky, 2002). Perlu diingat bahwa faktor-faktor resiko tersebut hanyalah berdasarkan pada kemungkinan. Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara walaupun ia tidak mempunyai satu pun faktor


(47)

resiko tersebut. Menghindari faktor resiko tersebut dan deteksi awal adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian berkaitan dengan kanker ini.

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya

multidrugresistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunkan efikasi dari beberapa agen kemoterapi seperti Taxol dan Doxorubicin (Mechetner, et al., 1998). Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Zhou, et al., 2006).

Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan (Gibbs, 2000). Kedua protein tersebut selain berperan dalan metastasis, juga berperan dalam perkembangan kanker payudara (early cancer development).

Proses metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi/ekspresi berlebih beberapa protein, misalnya Estrogen Reseptor (ER) dan ErbB-2 (HER- 2) yang merupakan protein predisposisi kanker payudara. Aktivasi reseptor estrogen melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan memacu transkripsi gen yang mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan dalam siklus sel seperti cyclin D1, CDK4 (cyclin-dependent kinase 4), cyclin E, dan CDK2. Selain itu, aktivasi reseptor estrogen mampu mengaktivasi beberapa


(48)

onkoprotein yang berperan utama dalam sinyal pertumbuhan, misalnya Ras, Myc, dan cycD1 (Foster, et al., 2001). Aktivasi protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK, dan MAP kinase (Hahn, et al., 2002). Di lain pihak, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan memacu transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan p53. Namun, pada penderita kanker payudara (yang umumnya telah lewat masa menopause) gen-gen tersebut telah mengalami perubahan (transformed) akibat dari hiperproliferasi sel-sel payudara selama perkembangannya sehingga tidak berperan sebagaimana mestinya (Adelmann, et al., 2000, Clarke, 2001; Ingvarsson, et al., 2001).

2.3.4 Sel MCF-7

Salah satu model sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah sel MCF-7. Sel ini merupakan sel kanker payudara yang mengekspresikan reseptor estrogen (ER+) dan berasal dari pleural effusionbreast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O(Anonim, 2008). Sel ini mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ER-α), memiliki sifat resisten terhadap doxorubicin (Zampieri, et al., 2002) dan tidak mengekspresikan caspase-3. Pada sel MCF-7, Pgp diekspresikan tinggi, sehingga sensitivitas terhadap agen kemoterapi seperti doxorubicin rendah (Wong, et al., 2006). Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa kemoterapi pada sel MCF-7. Salah satu cara untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah dengan menghambat ekspresi dan aktivasi Pgp (Zhou, et al., 2006). 2.3.5 Sel T47D

Sel T47D (Human ductal breast epithelial tumor cell line) adalah sel yang mengekspresikan tumor yang telah termutasi pada protein p53. Sel ini dapat


(49)

kehilangan estrogen reseptor (ER) apabila kekurangan estrogen pada jangka waktu lama selama percobaan in vitro. Sel ini berasal dari ductal carcinoma dan mengekspresikan caspase 3 (Mooney, et al., 2002). Oleh karena itu sel ini digunakan pada model untuk penelitian resistensi obat pada pasiendengan tumor payudara p53 mutan (Anonimb

2.3.6 P-glycoprotein

, 2012).

P-glycoprotein (Pgp) merupakan protein ABC-transporter pada manusia yang termasuk dalam subfamili MDR/TAP (Allen, et al., 2002) Pgp dikenal dalam beberapa sebutan yakni ABCB1, ATP-binding cassette sub-famili B member 1, MDR1, dan PGY1 (Choi, 2005). ABCD1 atau Pgp termasuk dalam

ATP-dependentefflux pumpyang memiliki substrat spesifik antara lain: obat (colchicine

dan tacrolimus), agen kemoterapi (etoposide, adrimycin dan vinblastine), lipid, steroid, xenobiotik, peptide, bilirubin, cardiac glycoside (digoxin), glucocorticoids (dexamethasone) dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitorprotease dan nonnucleoside reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006). Di dalam tubuh, Pgp ini dapat ditemukan pada sel usus, hati, tubula ginjal dan capillary endothelial (Deng, et al., 2001).Dalam sistem organ, Pgp berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi dan eliminasi obat (Matheny, et al., 2001).

P-glycoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 - 15 kDa N-terminal glycosylationdengan bobot 170-kDa dikode oleh gen MDR1 (Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari keluarga ATP-binding transport (Choi, 2005). Kemampuan Pgp sebagai pompa efflux berguna dalam detoksifikasi senyawa-senyawa yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp


(50)

oleh ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil, et al., 1998). Hidrolisis ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Choi, et al., 2005). Aktivasi Pgp akan menurunkan intakeagen kemoterapi sehingga menurunkan efikasi agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi expresi yang berlebihan, Pgp dapat menyebabkan resistensi obatterutama agen kemoterapi pada kanker payudara seperti doxorubicin (Mechetner, et al., 1998). Pgp akan mengikat doxorubicin sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006). Pgp atau ABCD1 pertama kali diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti sebagai penyebab resistensi obat kemoterapi (Juliano, 1976).

Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat melalui dua mekanisme yakni (1) penghambatan substrat Pgp secara langsung dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan (2) penghambatan hidrolisis ATP oleh ATase melalui ikatan substrat dengan ATP (Kitagawa, 2006)

Penghambatan ini dapat dilakukan menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua sisi ikatan pada ATP-binding sites dan steroid interacting region dimana ATPase berikatan dengan Pgp cytosolic domain (Kitagawa, 2006).


(51)

Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat menyebabkan resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001).

Penekanan ekspresi Pgp dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme antara lain aktivasi jalur sinyal transduksi c-Jun NH2-terminal kinase (JNK) dan inaktivasi NF-κB transcriptional factor, c-Jun NH2-terminal kinase (JNK) merupakan protein kinase yang berikatan dengan NH2-terminal yang merupakan sisi aktif pada c-Jun transcriptional factordan protein ini mampu memfosforilasi c-Jun. Fosforilasi c-Jun akan menstimulasi pembentukan ikatan dengan AP-1, suatu elemen pada gen MDR1. Pembentukan ikatan ini akan mencegah ekspresi mRNA MDR1 dan pada akhirnya akan menghambat ekspresi Pgp. Fosforilasi c-Jun tersebut dapat dilakukan oleh salvicine (quinine diterpenoid sintetik) (Zhou, et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Deng, et al., (2001), melaporkan bahwa aktivasi NF-κB sebagai akibat adanya stimulus dari lingkungan berupa stress, paparan agen sitotoksik, heat shock, iradiasi, genotoxic stress, inflamasi, paparan sitokin dan faktor pertumbuhan dapat meningkatkan ekspresi Pgp. NF-κB yang aktif mampu berikatan dengan promoter gen MDR1 sehingga proses ekspresi Pgp dapat berjalan. Inaktivasi NF-κB mampu menghambat ekspresi Pgp (Deng, 2001). 2.3.7 Doxorubicin dan resistensinya pada kanker payudara

Doxorubicin adalah golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doxorubicin telah digunakan secara luas untuk mengobati kanker payudara. Senyawa ini menunjukkan kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960-an (Singal, et al., 1998).


(52)

Doxorubicin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan pasti. Mekanisme aksi doxorubicin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan RNA melalui pengkacauan template dan halangan sterik. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid membran sel, yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA.

Doxorubicin telah digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor seperti kanker payudara, esophagus, osteosarkoma, Kaposi’s sarkoma, sarkoma jaringan lunak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal maupun kombinasi dengan beberapa agen antitumor lainnya (Chen, et al., 2006). Aplikasi doxorubicin yang telah digunakan secara klinis untuk berbagai jenis tumor ini dibatasi oleh timbulnya efek samping (Tyagi, et al., 2004).

Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doxorubicin adalah mual, imunosupresi dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat dikontrol dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius akibat pengobatan dengan doxorubicin dalam jangka waktu yang lama adalah

cardiomyopathy yang diikuti dengan gagal jantung (Singal, et al., 1998). Berdasarkan hasil penelitian restrospektif diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doxorubicin merupakan efek samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang memperantarai toksisitas kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif, meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian menyebabkan perlukaan jaringan kardiak (Wattanapitayakul, et al., 2005).


(53)

Permasalahan yang sering timbul dalam terapi kanker terutama kanker payudara menggunakan doxorubicin adalah resistensi obat dan menjadi penyebab kegagalan terapi kanker payudara (Mechetner, et al., 1998). Resistensi ini diperantarai oleh berbagai mekanisme antara lain: mutasi pada target obat, kegagalan inisiasi apoptosis, dan pengeluaran obat oleh protein transporter pada membran sel (Notobartolo, et al., 2005). Pengeluaran obat yang disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu sebab utama resistensi obat ini (Mechetner, et al., 1998).

Doxorubicin termasuk obat golongan antrasiklin yang merupakan substrat Pgp (Mechetner, et al., 1998; Wong, et al., 2006). Doxorubicin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari dalam sel sehingga menurunkan konsentrasi efektif doxorubicin dalam sel kanker. Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein tersebut dan penekanan ekspresi Pgp (Zhou, et al., 2006). Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan penekanan ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker terhadap doxorubicin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006).

2.3.8 Terapi Kombinasi

Terapi pengobatan kanker pada umumnya menggunakan terapi kombinasi (ko-kemoterapi) dengan agen-agen yang memiliki efek sinergis terhadap sel kanker, bersifat spesifik, dan memiliki efek toksik seminimal mungkin. Terapi kombinasi hingga saat ini dikembangkan secara empiris. Namun demikian, sampai saat ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah metastasis. Selain itu, berbagai permasalahan seperti resistensi obat dan timbulnya toksisitas yang tinggi pada jaringan normal oleh beberapa agen kemoterapi, menjadi semakin sulit menemukan terapi kanker payudara yang efektif. Hal


(54)

tersebut menuntut pengembangan cara pengobatan baru bagi kanker payudara (Tyagi, et al., 2004).

Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi melawan kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen kemoterapi (Sharma, et al., 2004; Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat.

Isobologram dan combination index (CI) merupakan metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kombinasi obat. Metode ini dikemukakan pertama kali oleh Chou dan Talalay pada tahun 1984 (Zhao, et al., 2004).

Analisis isobologram mengevaluasi interaksi dua obat dengan jalan menentukan terlebih dahulu konsentrasi efektif (IC50) dari masing-masing obat ketika diaplikasikan sebagai agen tunggal kemudian diplotkan pada sumbu X dan Y. Garis yang menghubungkan kedua titik disebut dengan garis aditif. Selanjutnya, konsentrasi kombinasi kedua obat untuk menghasilkan efek yang sama digambarkan pada plot yang sama. Efek sinergis, aditif, atau antagonis diindikasikan oleh letak titik plot tersebut, yaitu apakah (secara berurutan) di bawah, pada, atau di atas garis aditif (Zhao, et al., 2004)

Selain dengan isobologram, interaksi antara dua obat dapat dianalisis dengan CI (combination index). Analisis CI menghasilkan suatu nilai parameter kuantitatif yang menggambarkan efikasi dari kombinasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut, I= (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2

I adalah CI. Dx adalah konsentrasi dari satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk memberikan efek, dalam hal ini adalah IC50 terhadap pertumbuhan sel kanker payudara. (D)1 dan(D)2 adalah besarnya konsentrasi


(55)

kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama. Nilai CI kurang, sama, atau lebih dari 1 mengindikasikan efek (secara berurutan) sinergis, aditif, atau antagonis (Zhao, et al., 2004; Reynolds, et al., 2005).

Uji efek kombinasi dengan kedua metode tersebut biasanya dilakukan secara in vitro. Metode uji in vitro dapat digunakan sebagai uji praklinik awal untuk menggambarkan interaksi kombinasi, sehingga ketika dilakukan uji in vivo

hasilnya akan lebih efisien.

2.4 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT

Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro, yaituuntuk menentukan potensi sitotoksik suatu senyawa seperti obat antikanker. Toksisitas merupakan kejadian kompleks secara in vivo yang menimbulkan kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat sitotoksik. Respon sel terhadap agen-agen sitotoksik dipengaruhi oleh kerapatan sel (Kupcsik, 2011).

Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna (Kupcsik, 2011).


(56)

Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup (Kupcsik, 2011).

Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanool atau 10% SDS dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kupcik,2001).

% Viabilitas = absorbansi sel dengan perlakuan-Absorbansi mediax 100 % Absorbansi Sel-Absorbansi media

2.5 Apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Apoptosis fisiologis

Apoptosis fisiologis adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death). Proses kematian sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri. Apabila ukuran telomer mencapai ukuran


(57)

tertentu (level kritis) akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi dari enzin ribonukleoprotein (telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat berperan pada sintetis

telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat immortal (Sudiana, 2011).

2. Apoptosis patologis

Apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya suatu rangsangan. Proses kematian sel (apoptosis) dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:

a) Aktivitas p-53

Apoptosis ini dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang bersangkutan memiliki gen yang cacat (gene defect) yang dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2, dimana kedua enzim ini dapat memicu aktivitas p-53. p-53 adalah fraktor transkripsi terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 akan menekan semua CDK (Cyclin Dependent-protein Kinase) dengan cyclin, dimana siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin.

Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada fase M, CDK-4 dan CDK-6 pada fase S. Dengan terjadinya penekanan semua CDK pada semua fase siklus sel, maka siklus sel akan berhenti


(58)

sehingga p-53 akan memicu aktivitas BAX. Protein BAX akan menekan aktivitas BCL-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pelepasan cytokrom-C ke sitosol sehingga akan mengaktivasi kaskade kaspase dan kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se. DNA-se yang aktif akan menembus membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis. b) Jalur sitotoksik

Apoptosis dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat (gene defect) sehingga sel akan mengekspresiakn protein asing. Protein asing yang dhasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi. Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandungperforin dan granzyme, dimana perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade. Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami kematian (apoptosis).

c) Disfungsi mitokondria

Disfungsi mitokondria adalah gangguan ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresinya yang berlebihan, maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal.

d) Kompleks fas dan ligan

Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas dapat terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang terinveksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas. Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya


(59)

ikatan antar fas-ligan akan mengaktifase suatu protein yang disebut FasAssociated Protein Death Domain (FADD) yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis (Sudiana, 2011).

2.6. Sel Vero

Sel Vero ATCC CCL-81 merupakan sel epitel non kanker. Sel ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal afrika.. Pengujian sel verodilakukan untuk menentukan selektifitas efek antikanker dari ekstrak aktif buah andaliman terhadap sel normal (Goncalves, et al.,2006).


(1)

Lampiran 48. Bagan Pengujian Sel Vero

Ditanam pada microplate 96 sumuran dengan

kepadatan 1 x 10

4

Diinkubasi selama 24 jam (CO2 5%, 37

o

C)

Dibuang medium

Ditambahkan medium M199 baru

Ditambahkan larutan uji

Diinkubasi selama 24 jam (CO2 5%, 37

o

C)

Dibuang media dan larutan uji setelah 24 jam

Dicuci dengan PBS

Ditambahkan 100 µl M199 dan 10 µl MTT (5mg/ml)

Diinkubasi selama 4-6 jam

Ditambahkan SDS (sebagai stopper)

Dibungkus dengan aluminium foil

Dibiarkan selama 1 malam

Sel di shaker selama 10 menit

Dibaca serapan dengan ELISA reader pada λ 595 nm

Dihitung % sel hidup

Dihitung IC

50

dengan analisa probit menggunakan

SPSS 17

Sel

Abs


(2)

Lampiran 49. Sel Vero di bawah mikroskop

Keterangan: a. Sel Vero sebelum diberi larutan uji (perbesaran 10 x 10)

b. Sel Vero setelah diberi larutan uji (sel mengalami

perubahan bentuk morfologi) (perbesaran 10 x 10)


(3)

Lampiran 50. Perhitungan persen sel hidup sel Vero

Persentase sel hidup =

(Absorbansi perlakuan − Absorbansi kontrol media)

(Absorbansikontrolsel−Absorbansikontrolmedia)

x 100%

a. Kontrol sel dan kontrol media

Absorbansi

kontrol sel

Rata-rata

absorbansi

kontrol sel

Absorbansi

kontrol media

Rata-rata

absorbansi

kontrol media

Absorbansi kontrol

sel dikurangi

kontrol media

0.479

0.502

0.071

0.065

0.437

0.498

0.063

0.528

0.06

b. Ekstrak etilasetat buah andaliman

Kadar

(µg/ml)

Absorbansi

Absorbansi rata-rata

% sel hidup

rata-rata

31.25

0.474

0.475

0.476

0,475

94

62.5

0.424

0.420

0.421

0.421

82

125.0

0.193

0.184

0.181

0.187

28

250.0

0.093

0.095

0.091

0.094

6


(4)

Lampiran 51. Hasil penentuan IC

50

EEABA

terhadap sel Vero dengan

analisa probit SPSS 17

Confidence Limits

Probability

95% Confidence Limits for konsentrasi ekstrak

95% Confidence Limits for log (konsentrasi ekstrak)b

Estimate Lower Bound Upper Bound

Es timate Low er Bound Upp er Bound P ROBITa

.010 543.038 277.073 3990.935 2.735 2.443 3.601

.020 442.521 239.476 2604.326 2.646 2.379 3.416

.030 388.626 217.942 1989.843 2.590 2.338 3.299

.040 352.454 202.801 1626.981 2.547 2.307 3.211

.050 325.529 191.102 1382.389 2.513 2.281 3.141

.060 304.238 181.549 1204.246 2.483 2.259 3.081

.070 286.720 173.461 1067.694 2.457 2.239 3.028

.080 271.891 166.434 959.145 2.434 2.221 2.982

.090 259.072 160.210 870.473 2.413 2.205 2.940

.100 247.80 154.615 796.488 2.394 2.189 2.901

.150 206.148 132.672 554.645 2.314 2.123 2.744

.200 178.094 116.427 419.756 2.251 2.066 2.623

.250 157.089 103.169 333.439 2.196 2.014 2.523

.300 140.346 91.715 273.647 2.147 1.962 2.437

.350 126.429 81.459 230.038 2.102 1.911 2.362

.400 114.501 72.073 197.042 2.059 1.858 2.295

.450 104.033 63.380 171.349 2.017 1.802 2.234

.500 94.665 55.292 150.841 1.976 1.743 2.179

.550 86.141 47.772 134.079 1.935 1.679 2.127

.600 78.266 40.804 120.044 1.894 1.611 2.079

.650 70.882 34.375 107.990 1.851 1.536 2.033

.700 63.853 28.471 97.351 1.805 1.454 1.988

.750 57.047 23.063 87.675 1.756 1.363 1.943

.800 50.319 18.116 78.569 1.702 1.258 1.895

.850 43.471 13.578 69.619 1.638 1.133 1.843

.900 36.163 9.376 60.247 1.558 .972 1.780

.910 34.591 8.565 58.235 1.539 .933 1.765

.920 32.960 7.761 56.145 1.518 .890 1.749

.930 31.255 6.961 53.955 1.495 .843 1.732

.940 29.456 6.162 51.631 1.469 .790 1.713

.950 27.529 5.360 49.127 1.440 .729 1.691

.960 25.426 4.547 46.368 1.405 .658 1.666

.970 23.059 3.711 43.219 1.363 .570 1.636

.980 20.251 2.830 39.405 1.306 .452 1.596

.990 16.503 1.843 34.133 1.218 .266 1.533


(5)

Lampiran 52. Mikroskop inverted, elisa reader dan inkubator CO

2

Keterangan : Elisa reader

Keterangan : Mikroskop inverted


(6)

Keterangan: Flowcytometri